0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan22 halaman

Skripsi Satriyouwu (1) (Repaired)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 22

PERAN LEMBAGA PUSAKA DALAM PENANGGULANGAN KORUPSI

BANTUAN OPERASIONAL PENDIDIKAN TAHUN 2022 DI PASURUAN

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu


Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh

SATRIYO WAHYU UTOMO

NIM 205120600111057

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2024
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemunculan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia dimulai

bersamaan dengan munculnya pemerintahan orde baru dengan doktrin

pembangunan (developmentalism). Perkembangan LSM selaras dengan dengan

pesatnya penguatan mandiri peran masyarakat sipil dalam proses pembuatan

kebijakan. Pesatnya perkembangan sebagian besar LSM pada masa itu ditopang

oleh aktivis mahasiswa dari kota-kota besar yang memiliki akses luas terhadap

sumber pendanaan.1 Aktivis-aktivis tersebut memiliki konsen terhadap dampak

pembangunan, khususnya terkait dengan meningkatnya marginalisasi sebagian

besar masyarakat yang disebabkan industrialisasi kota.

Pada awal kemunculannya tahun 1970, tidak ada LSM yang secara

keseluruhan menolak konsep dan gagasan pembangunan, tetapi kritik yang

diajukan lebih berfokus pada aspek metodologis dan teknis dari pembangunan

tersebut.2 Hal tersebut sering kali menjadi fokus kritik dari aktivis LSM yang

mencakup strategi dan proses pembangunan. Berbagai usaha pelayanan dari LSM

kemudian sangat bervariasi seperti misalnya penyediaan barang-barang kebutuhan

masyarakat dan menawarkan bantuan langsung berupa akses pendaan pemerintah.

1
(Rahmat, 2003)
2
(Prosiding Seminar SMERU: Wawasan tentang LSM Indonesia: Sejarah, Perkembangan, dan
Prospeknya, 2000)
Umumnya LSM beroperasi di tingkat desa atau kampung dengan tujuan

kesejahteraan bersama baik oleh anggota komunitas itu sendiri maupun dengan

bantuan dari luar. Seiring perkembangannya LSM mencakup wilayah yang lebih

luas serta menangani kebutuhan yang lebih kompleks seperti pelatihan, bantuan

teknis, dan bahkan bantuan keuangan dari lembaga lain secara sukarela. Hal ini

wajar mengingat kebutuhan masyarakat makin kompleks dan banyak lembaga

donatur yang memperhatikan peran LSM. Organisasi kemasyarakatan seperti

LSM kini diatur dalam UU 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Pasal 5

dan Pasal 6 UU ini mengatur tugas dan fungsi LSM di Indonesia. Beberapa tugas

dan fungsinya adalah sebagai berikut: 1)memberikan pelayanan kepada

masyarakat; 2)menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa; 3)melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup; 4)partisipasi

masyarakat untuk memelihara, menjaga, serta memperkuat persatuan dan

kesatuan bangsa; 5)pemelihara dan pelestari norma, nilai, serta etika dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pesatnya perkembangan LSM juga dibarengi dengan semangat good

governance dalam tata kelola pemerintahan. Menurut konsep good governance,

LSM termasuk salah satu dari tiga sektor yang dipandang memiliki peran dalam

pembuatan dan pengawasan pelaksanaan kebijakan. 3 Ketiga sektor tersebut adalah

pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. LSM mengambil sektor masyarakat

sipil berperan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan berdasarkan prinsip

good governance, yaitu partisipatif, transparan, akuntabel, efektif dan efisien, dan

3
(Santosa, 2008)
keadilan. Sementara itu, paradigma pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya

berkembang adalah pemerintah sebagai satu-satunya penyelenggara pemerintahan.

Salah satu LSM di Pasuruan yang menarik untuk dibahas adalah LSM

Pusaka. Lembaga tersebut memiliki peran, salah satunya, sebagai pengawas

anggaran pemerintah sekaligus berupaya aktif dalam penanggulangan korupsi.

Salah satu gerakan yang dilakukan adalah membentuk koalisi Masyarakat Anti

Korupsi Anggaran Rakyat (MAKAR) untuk mengumpulkan bukti

penyalahgunaan anggaran BOP (bantuan operasional pendidikan).4 Gerakan

tersebut didasarkan laporan yang diikuti investigasi LSM PUSAKA ditemukan

adanya penyalahgunaan anggaran yang melawan hukum alias korupsi. Investigasi

tersebut didapatkan oleh adanya kecurigaan bahwa mengalirnya dana tersebut ke

beberapa pihak-pihak penerima tidak sepenuhnya terdistribusikan dan

dikonfirmasi dengan wawancara kepada pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Mengutip laman Direktorat Sekolah Dasar, dana Bantuan Operasional

Satuan Pendidikan atau biasa disebut dana BOS adalah dana alokasi khusus non

fisik untuk mendukung biaya operasional non personalia bagi satuan pendidikan

yang digunakan untuk biaya operasional sekolah seperti gaji guru dan karyawan,

kebutuhan belajar mengajar seperti buku dan alat tulis, serta keperluan lainnya

seperti biaya listrik, air, dan perawatan gedung sekolah. Dana BOS sangat penting

bagi penyelenggaraan sector pendidikan, yang jika dana tersebut dikorupsi pasti

akan berdampak langsung terhadap kualitas penyeleggaraan pendidikan. Di

Pasuruan sendiri dimana LSM Pusaka turun aktif untuk menangani isu korupsi

tersebut, dana yang dikorupsi total sebesar 3,1 milyar dan terdapat 9 orang yang

4
(Busthomi, 2024)
ditangkap. Dari 9 yang tertagkap tersebut, beberapa diantaranya adalah seorang

relawan dan anggota tenaga ahli DPR RI. Sebagai perbandingan, di Malang tahun

2021 juga terdapat kasus penyelewengan dana BOP oleh kepala sekolah SMKN

10 Malang sebesar 1,2 miliyar. Sedangkan kepala sekolah di SMKN 2 Blitar

terdapat penyelewengan dana sebesar 2,1 milyae. Beberapa contoh di dua daerah

tersebut merupakan mengindikasikan bahwa kasus korupsi dana BOP ini terjadi

tidak hanya di satu daerah saja. Mengutip Nelson Mandela, “penjahat tidak pernah

membangun negara melainkan hanya memperkaya diri sendiri sambil merusak

negara”, merupakan dorongan bagi penulis untuk memandang peran LSM dalam

penanggulangan korupsi menjadi urgensi yang harus dibahas.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana peran LSM Pusaka dalam penanggulangan korupsi dana BOP


di Pasuruan tahun 2022?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kontribusi LSM Pusaka dalam penanggulangan korupsi


dana BOP di Pasuruan tahun 2022.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi LSM lainnya untuk ikut
serta dalam penanggulangan tindakan korupsi.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang


akademis sebagai sumber rujukan untuk pengembangan studi maupun
penelitian dengan tema yang sama.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lembaga Swadaya Masyarakat

2.1.1 Definisi LSM

Terminologi LSM sendiri merupakan pengembangan dari istilah Ornop

yang sebelumnya lebih terkenal di awal tahun 1970-an. Pada awalnya istilah

Ornop kurang diminati karena terminologi tersebut belum mampu mendifinisikan

organisasi swadaya mandiri yang bersifar oposan. Pada saat itu lembaga pers,

kelompok bisnis, paguyuban dan perkumpulan mahasiswa juga disebut Ornop.

Sedangkan beberapa lembaga yang tersebut tidak selalu oposan. Kata LSM mulai

dikenal masyarakat pada tahun 1981 melalui seminar yang diselenggarakan Walhi

dan Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (YTKI) yaitu istilah ornop diganti secara

terbuka dengan LSM untuk memudahkan pemahaman di masyarakat. 5 Peralihan

dari Ornop ke LSM dimaksudkan untuk menghilangkan image negatif Ornop

sebagai kelompok masyarakat melawan negara karena tidak selamanya yang

termasuk kategori ornop menjadi oposisi pemerintah.6

Menurut Indonesian Center for Civic Education (ICCE), Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) adalah organisasi atau asosiasi yang dibentuk oleh

masyarakat secara independen dari pengaruh negara, dan mencerminkan konsep

civil society.7 Definisi ini sejalan dengan pandangan Ernest Gellner mengenai civil

5
Adi Suryadi Culla, Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia (Jakarta
Pustaka LP3ES Indonesia, 2006), h. 69
6
Culla, Rekonstruksi Civil Society, h. 81.
7
(Tim ICCE, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: Kencana Prenada,
2000), 158)
society sebagai masyarakat yang terdiri dari institusi non-pemerintah yang cukup

kuat dan mandiri untuk menjalankan fungsi sebagai penyeimbang negara. 8

Pandangan serupa juga dinyatakan oleh Hikam dalam Masyarakat dan Civil

Society, di mana civil society dipahami sebagai ruang yang memastikan adanya

perilaku, tindakan, dan refleksi yang independen, tidak terbatas oleh kondisi

material, dan tidak terintegrasi dalam struktur lembaga politik resmi. 9 Secara

definitif, Hikam mengatakan bahwa:

“Civil society adalah entitas yang melampaui batas-batas kelas sosial dan
memiliki kapasitas politik yang tinggi, sehingga dapat berfungsi sebagai
penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara. Selain itu, civil society
juga dapat menghasilkan kekuatan kritis dan reflektif dalam masyarakat yang
berperan untuk mengurangi atau mencegah konflik internal akibat struktur sosial
modern. Kekuatan ini sangat penting untuk mengatasi dampak negatif dari sistem
ekonomi pasar dan institusi politik, yang dapat menyebabkan formalitas dan
kekakuan birokrasi.”10
Menurut Tocqueville, seperti yang dikutip oleh Azra, civil society

memiliki beberapa karakteristik utama, termasuk prinsip kesukarelaan (voluntary),

keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporting), kemandirian

tinggi dalam hubungannya dengan negara, serta keterikatan pada norma dan nilai

hukum yang diikuti oleh anggotanya.11 LSM yang terkait dengan civil society juga

memiliki ciri khas yang membedakannya dari organisasi-organisasi lainnya.

Pandangan serupa diungkapkan oleh Vakil yang kemudian dikutip oleh Jordan

dan Peter mengenai karakter utama LSM, yaitu kemandirian tidak terikat pada

pemerintah, bersifat nirlaba, dan memiliki misi sosial yang jelas. 12 Sementara itu,

8
(Ernest Gellner, Membangun Masyarakat Sipil, Prasyarat Menuju Kebebasan (Bandung: Mizan),
2)
9
(Muhammad Hikam, Demokrasi dan Civil Society, (Jakarta: LP3ES, 1999), 200)
10
Ibid, 86
11
(Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), 3)
12
Lisa Jordan dan Peter Van T, Akuntabilitas LSM, hal. 12
Clark memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai karakteristik LSM

berdasarkan pelaksanaan misinya,13 yaitu:

1. menyediakan layanan untuk kelompok miskin dan marjinal;

2. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan

kebijakan;

3. mengembangkan inovasi yang berguna dan memecahkan

masalah, yang terkadang menawarkan alternatif terhadap

kebijakan pemerintah;

4. menjalankan program dengan skala kecil agar lebih mudah

dipantau dan diukur hasilnya, serta tepat sasaran;

5. memiliki komitmen staf yang tinggi, yang mencerminkan nilai

dan keyakinan terhadap misi perubahan sosial.

Pada umumnya LSM adalah organisasi yang didirikan secara perseorangan

atau kelompok dengan tujuan untuk memberikan pelayanan serta membantu

pemecahan masalah dalam masyarakat tanpa mengharapkan keuntungan dari

kegiatannya. Lisa Jordan dan Peter van Tuijl menjelaskan bahwa LSM adalah

organisasi yang mampu mengatur dirinya sendiri, nirlaba, swasta, dan memiliki

misi sosial yang jelas. LSM juga tidak terikat dengan partai politik sehingga tidak

dapat mengikuti mekanisme pemilu. LSM juga dapat memberikan pelayanan serta

advokasi terkait dengan isu-isu penting di masyarakat seperti masalah lingkungan,

HAM, korupsi, kejahatan rasial serta pembangunan.14

13
John Clark, NGO dan Pembangunan Demokrasi (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya,
1995), 59-68
14
Lisa Jordan dan Peter van Tuijl, Akuntabilitas LSM, h. 12.
Dalam tata aturan hukum Indonesia, LSM dijelaskan dalam Instruksi

Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 8/1990 tentang Pembinaan Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM). Inmendagri ini menyebutkan bahwa:

“LSM merupakan organisasi/lembaga yang anggotanya adalah masyarakat


warga Negara Republik Indonesia yang secara sukarela atau atas kehendak sendiri
berniat serta bergerak di bidang tertentu yang diciptakan oleh organisasi/lembaga
tersebut sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf
hidup, dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian
secara swadaya.”

2.1.2 Peran LSM (Pusaka)

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memainkan peran krusial dalam

memberdayakan dan melakukan advokasi terhadap isu-isu masyarakat, terutama

yang berkaitan dengan kebijakan. Menurut Hikam, LSM, sesuai dengan

karakteristiknya, melaksanakan berbagai misi untuk memperkuat dan

memberdayakan masyarakat tanpa bergantung pada negara atau sektor swasta

lainnya, yang merupakan inti dari gagasan dan praktik civil society. 15 Hikam juga

menjelaskan bahwa kemampuan LSM terletak pada penguatan masyarakat akar

rumput melalui berbagai aktivitas pendampingan, pembelaan, dan penyadaran,

serta dalam menyebarluaskan pelaksanaan program untuk meningkatkan

kesadaran politik masyarakat dan memastikan pemenuhan hak-hak dasar oleh

negara.

Pandangan serupa diungkapkan oleh Adi Sasono, seperti yang dikutip oleh

Khrisna Anggara, yang menyebutkan tiga peran utama LSM, yaitu:

1. melakukan advokasi terhadap kebijakan negara;

15
Muhammad Hikam, Demokrasi dan Civil Society, (Jakarta: LP3ES, 1999), 200
2. mendorong sektor swasta untuk mengembangkan sistem kemitraan

sosial;

3. meningkatkan kapasitas kelembagaan kelompok civil society dan

masyarakat umum, termasuk produktivitas dan kemandirian

mereka.

Melalui berbagai perannya, LSM pada akhirnya dapat meningkatkan

partisipasi masyarakat melalui pelaksanaan program-programnya. Dalam negara

yang menghargai keterbukaan dan transparansi, LSM berfungsi sebagai

penghubung dan penengah antara berbagai kepentingan yang belum diwakili oleh

partai politik atau organisasi masyarakat lainnya. Peran ini juga mendorong LSM

untuk melakukan advokasi non-partisan terkait kebijakan publik. Dalam upaya-

upaya untuk mengartikulasikan kepentingan organisasinya, LSM banyak

melakukan aksi advokasi terhadap kebijakan negara, terkait dengan Undang-

undang mengenai korupsi ataupun melakukan pengawasan terhadap kinerja

lembaga negara yang menyangkut isu korupsi. Selain itu, melakukan

pemberdayaan terhadap masyarakat, agar nantinya masyarakat sebagai korban

langsung dari korupsi dapat memiliki kemampuan untuk melawan dan

melaporkan setiap praktik korupsi. Tujuannya adalah agar cita-cita LSM yaitu

sistem politik, hukum, ekonomi, hingga birokrasi di Indonesia bebas dari korupsi

dapat terwujud.

Kehadiran LSM di tengah-tengah masyarakat menjadi bukti dari

komitmen sekelompok masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap

masalah- masalah yang muncul di masyarakat, seperti korupsi. Sebagai salah satu

LSM yang bergerak dalam perlawanan terhadap praktik korupsi, Pusaka berperan
penting dalam mempublikasikan dan melaporkan praktik-praktik korupsi yang

dilakukan oleh pejabat negara.

Berdasarkan pengklasifikasian menurut Mansour Fakih, 16 Pusaka dapat

dikategorikan LSM mobilisasi, yaitu berupaya mendorong masyarakat lebih

sensitif terhadap isu-isu yang muncul di tengah masyarakat yang nantinya

masyarakat akan berpartisipasi dalam proses perumusan kebijakan. Pusaka dapat

dikategorikan sebagai LSM mobilisasi karena fokus kegiatannya untuk

mendorong munculnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses

perumusan kebijakan terutama yang berkaitan korupsi dan mengawasi kinerja

pemerintah.

2.3 Studi Terdahulu

Ulasan dan penjabaran mengenai studi terdahulu diperlukan untuk

menghindari anggapan bahwa adanya kesamaan terhadap peneletian-penelitian di

bawah ini. Selain itu, studi terdahulu ditulis sebagai acuan untuk memperoleh

novelti atau kebaruan dalam penelitian ini. Berikut adalah beberapa studi

terdahulu:

1) Penelitian skripsi oleh Lovely Christina Manafe di Universitas Indonesia

pada tahun 2012 berjudul "Peran NGO dalam Penanggulangan Isu

Perubahan Iklim: Studi Kasus Peran Friends Of The Earth dalam

Mendorong Climate Change Act di Inggris melalui Kampanye 'The Big

Ask'," memiliki pendekatan yang mirip dengan penelitian penulis. Namun,

perbedaannya terletak pada objek penelitian yang merupakan lembaga

internasional berbasis di Inggris, di mana proses advokasi kebijakan


16
dilakukan dengan mekanisme berbeda karena perbedaan sistem hukum di

setiap negara.

2) Selain itu, ada penelitian skripsi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

dilakukan oleh Jajang Heriyana (2008) dengan judul "Peran LSM Forum

Peduli Pendidikan (FORPPENDIK) dalam Monitoring Pendidikan di Kota

Depok (Studi Kasus SDN Tugu 8 Cimanggis)." Penelitian ini

menggunakan teori peran sebagai pendekatan dengan fokus pada fungsi

pengawasan yang dijalankan oleh masyarakat sipil.

3) Penelitian skripsi berjudul "Partisipasi LSM Pendidikan dalam Perumusan

Kebijakan di Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga DIY," yang

dilakukan oleh Rohajji Nugroho (2015) dari Universitas Negeri

Yogyakarta, menggunakan studi kebijakan dengan fokus pada proses

perumusan kebijakan.

2.4 Kerangka Berpikir


LSM PUSAKA memiliki arah kerja organisasi yang
berbeda dengan LSM filantropis lainnya, yaitu sebagai
pengawas anggaran pemerintah dan tindakan korupsi

Peran LSM PUSAKA advokasi penanggulangan


korupsi dana BOP di Pasuruan

Teori Peran:
1) Peran ideal
2) Peran diri sendiri
3) Peran yang dilaksanakan

Dari kedua kondisi diatas berdasarkan pra survey


yang dilakukan terdapat beberapa aspek keiatan
LSM yang sesuai.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metodologi penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Kumpulan

metode kualitatif dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami lebih rinci

tentang makna sebuah fenomena, baik itu fenomena individu maupun kelompok

yang dilihat sebagai masalah social.17 Metodologi kualitatif diperlukan dalam

penelitian ini untuk mengetahui dan memahami fenomena yang berfungsi

menggambarkan fakta, membuktikan, dan menemukan pengetahuan karena

seorang peneliti turut hadur langsung ke lapangan agar dapat melihat secara riil

bagaimana peran LSM PUSAKA dalam pengawasan dana hibah kopi kapiten

pasuruan.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian studi kasus (case study) digunakan dalam penelitian ini

yang menyelidiki fenomena sosial secara mendalam juga kompleks dan

mempertahankan perspektif dunia nyata secara holistic. 18 Seorang peneliti dapat

menggunakan metode ini jika hendak memahami kausalitas kejadian suatu kasus

dan mempunyai asumsi bahwa pemahaman tersebut akan memegang peran

penting terhadap kasus yang diteliti. Ada tiga desain studi kasus yaitu

eksplanatori, eksploratori dan deskriptif, sedangkan dalam penelitian ini akan

digunakan tipe deskriptif yang bertujuan memberikan pemahaman rinci mengenai

impelementasi prinsip. Vanderstoep dan Johnston (2009) menjelaskan tujuan dari

studi kasus yang merupakan upaya memahami karakteristik sebuah sistem terikat

17
(Creswell, J. W. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches.)
18
(Yin, 2009)
dan mendeskripsikan sebuah kejadian atau proses dalam sistem tersebut. 19 Desain

deskriptif digunakan untuk menggambarkan penerapan prinsip-prinsip good

governance.

3.3 Fokus Penelitian

Peneliti menentukan fokus penelitian pada deskripsi impelementasi

penerapan prinsip-prinsip good governance oleh LSM PUSAKA di Pasuruan.

Fokus penelitian dibuat agar lingkup penelitian tetap konsisten sekaligus

menentukan relevansi data-data yang telah diperoleh. 20 Pembatasan dalam

penelitian kualitatif ini lebih didasarkan pada tingkat kepentingan/urgensi dari

masalah yang dihadapi dalam penelitian ini

3.4 Jenis dan Sumber Data

Sumber data penelitian yang diketahui dapat dibagi menjadi dua bagian,

yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Berikut adalah definisi dari

jenis-jenis sumber data tersebut.

a) Data Primer

Data yang diperoleh langsung dengan survey ke lapangan

menggunakan metode-metode pengumpulan data yang diperlukan.

Dokumen data primer disebut juga “first hand information” atau dari

tangan pertama.21 Data primer berupa data dalam bentuk verbal atau

kalimat yang diucap secara lisan, gestur atau perilaku oleh sumber

19
(Vanderstoep. (2009). Research Methods for Everyday Life Blending Qualitative and
Quantitative Approaches.)
20
(Moleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung)
21
(Ulber Silalahi. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama)
informan. Sumber tersebut berkenaan dengan variabel yang diteliti

atau data yang diperoleh dari responden secara langsung.

b) Data Sekunder

Data yang diperoleh dari institusi atau lembaga otoritas yang telah

dipublikasikan. Data sekunder diperoleh dari sumber sumber lain yang

tersedia sebelum penelitian dilakukan atau dari tangan bukan pertama.

Data tersebut bias dapatkan dari artikel, jurnal, internet atau website

informasi berkaitan dengan rencana penelitian.

3.5 Penentuan Informan

Narasumber sebagai unsur yang memberikan memberikan data dan

informasi perlu dipetakan agar keabsahan data terjamin originalitasnya. Penetapan

informan tidak bias sembarangan, melainkan harus berdasarakan perta peristiwa

yang terjadi. Berikut adalah beberapa informan yang dihimpun.

a) Informan Utama

Pihak yang memahami berbagai informasi penting untuk penelitian

dan menjadi aktor utama advokasi. Dikrektur PUSAKA, Lujeng

Sudarto, merupakan informan utama sebagai pihak yang menyusun

agenda PUSAKA dan memimpin jalannya advokasi.

b) Informan Pendukung

Pihak yang mengambil bagian dalam upaya advokasi langsung dan

menjadi propaganda media. Wartawan Bangsa Online, Jaka Rahmat,

merupakan informan pendukung yang memberitakan kegiatan

PUSAKA.

c) Informan Pelengkap
Pihak yang mengambil bagian dalam upaya advokasi namun bukan

tokoh utama berupa organisator maupun pemberita melainkan warga

yang terdampak dalam kegiatan advokasi. Peserta kegiatan advokasi

merupakan informan pelengkap.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh

peneliti diantaranya yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan materi

audiovisual, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh antara lain:

a) Wawancara

Interaksi saling bertukar informasi melalui tanya jawab yang

dilakukan oleh lebih dari satu orang yang tujuanya adalah menggali

informasi sekaligus memahami makna atau maksud dan tujuan dalam

suatu topik tertentu.22 Jenis wawancara penelitian ini semi terstruktur,

termasuk dalam kategori wawancara mendalam. Dalam pelaksanaan

wawancara peneliti harus fokus mendengarkan secara detail serta

melakukan notulensi informasi yang diperoleh dari sumber.

b) Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan

pengamatan langsung terhadap kasus yang dipilih. Kunci keberhasilan

dari observasi sebagai teknik dalam pengumpulan data sangat banyak

ditentukan oleh peneliti itu sendiri, karena peneliti melihat dan

mendengarkan objek penelitian dan kemudian peneliti menyimpulkan

dari apa yang diamati.23 Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil
22
((Esterberg, Kristin G,2002 ; Qualitative Methods Ins Social Research, Mc Graw Hill, New York))
23
(Yusuf (2014), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan, Jakarta)
observasi antara lain: ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek,

perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan.

c) Dokumentasi

Pengertian dokumentasi menurut Suharsimi Arikunto adalah

metode mencari data terkait hal-hal yang berupa buku, catatan, surat

kabar, transkrip, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan foto-foto

kegiatan.24 Metode ini digunakan saat sebagai bahan pelengkap data

dari hasil observasi dan hasil wawancara. Analisis dokumen ini

membantu memperkuat pemahaman yang lebih kompleks terhadap

topik penelitian yang sedang dilakukan.

3.7 Keabsahan Data

Penelitian ini menggunakan metode triangulasi sumber dan verifikasi

responden. Pengumpulan informasi melalui wawancara, observasi, analisis

dokumen yang kemudian diverifikasi oleh pihak lain yang terdampak.

a) Triangulasi Sumber

Menggunakan berbagai sumber data atau informan untuk

mengkonfirmasi temuan, dengan begitu peneliti dapat meminimalkan

bias dan memperkuat validitas temuan berbagai sumber data yang

diperoleh.

b) Verifikasi Responden

Data yang diperoleh dari sumber wawancara, observasi , dan

dokumentasi kemudian akan coba diverifikasi silang kepada pihak-

pihak terakit yang memberikan data informasi.


24
(Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.)
3.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan model Miles dan Huberman yang

menyatakan bahwa analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan dan

kontinu sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data model Miles dan Huberman,

yaitu:

a) Reduksi Data

. Mereduksi data berarti merangkum serta memilih hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal yan penting, dan mencari tema dan

polanya. Dengan demikian data yang telah saring akan tidak akan sulit

untuk digambar dengan jelas dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data selanjutnya. Proses pemilihan,

pemokusan, penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian data

mentah yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis juga

termasuk reduksi data.

b) Data Display

Konteks ini adalah kumpulan informasi yang telah tersusun yang

memungkinakn penarikan kesimpulan. Data yang ditampilkan hanya

data-data inti yang telah dinegasi atas residu-residu data yang kurang

penting dalam analisis. Dengan data display, akan mudah untuk

menyusun langkah selanjutnya yaitu verifikasi data.

c) Verifikasi Data

Inti dari analisis data adalah penarikan kesimpulan/verifikasi.

Menurut Miles and Huberman, kesimpulan awal yang dikemukakan

masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data

berikutnya. Maka dari itu, apabila kesimpulan yang dikemukakan pada

tahap awal didukung bukti-bukti yang valid dan konsisten di lapangan,

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

DAFTAR PUSTAKA

(Esterberg, Kristin G,2002 ; Qualitative Methods Ins Social Research, Mc Graw Hill, New
York). (n.d.).
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
(n.d.).

Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999),
3. (n.d.).

Busthomi, M. (2024). Pegiat LSM Laporkan Dana Hibah Kopi Kapiten ke Kejari
Kabupaten Pasuruan, Ini Catatannya. Pasuruan: Radar Bromo.

Creswell, J. W. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods


Approaches. (n.d.).

Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri, (Bandung: Alfabeta, 2009), 165. (n.d.).

Ernest Gellner, Membangun Masyarakat Sipil, Prasyarat Menuju Kebebasan (Bandung:


Mizan), 2. (n.d.).

Krisna Anggara, Tesis: “Pemberdayaan Lembaga Masyarakat (LSM) dalam Upaya


Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba” (Depok: UI, 2008), 26. (n.d.).

Moleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. (n.d.).

Muhammad Hikam, Demokrasi dan Civil Society, (Jakarta: LP3ES, 1999), 200. (n.d.).

Nanang Indra Kurniawan, “Advokasi Berbasis Jejaring” dalam Sigit Pamungkas, ed.,
Advokasi Berbasis Jejaring (Yogyakarta: Research Centre for Politics and
Government, 2010), 12. (n.d.).

Prosiding Seminar SMERU: Wawasan tentang LSM Indonesia: Sejarah, Perkembangan,


dan Prospeknya. (2000). Social Monitoring and Early Response Unit (SMERU).
Jakarta.

Rahmat, A. (2003). Peran LSM dalam penguatan Civil Society di Indonesia : studi kasus
Walh.

Roem Topatimasang, dkk, Mengubah Kebijakan Publik (Yogyakarta: Insistpress, 2007),


iv-viii. (n.d.).

Santosa, P. (2008). Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung.

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers,2010) hal.212.


(n.d.).

Stephen P. Robbins dan Timobthy A. Judge, Perilaku Organisasi (Jakarta: Salemba Empat,
1996), 289. (n.d.).

Tanjung, Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Solidaritas Perempuan Dalam


Advokasi Kebijakan Pengelolaan Air di Jakarta, 2018. (n.d.).

Tim ICCE, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: Kencana
Prenada, 2000), 158. (n.d.).

Ulber Silalahi. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. (n.d.).
Vanderstoep. (2009). Research Methods for Everyday Life Blending Qualitative and
Quantitative Approaches. (n.d.).

Wayne Parson, Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group), 70. (n.d.).

Yin, R. K. (2009). Studi Kasus Desain dan Metode.

Yusuf (2014), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan, Jakarta.
(n.d.).

Anda mungkin juga menyukai