Tugas 2 NUR KAMILA - 858961222
Tugas 2 NUR KAMILA - 858961222
Tugas 2 NUR KAMILA - 858961222
4
15 Agustus 2019
Skor
No Uraian Tugas Tutorial
Maksimal
1 Jelaskan definisi anak berbakat versi amerika (francoya 20
gangen) dan versi indonesia !
2 Jelaskan disain pembelajaran anak berbakat menurut 25
Renzulli!
3 Jelaskan dua jenis definisi sebuhubungan dengan 15
kehilangan penglihatan!
4 Jelaskan strategi WHO untuk memerangi kebutaan dan 25
kurang waras!
5 Jelaskan pengertian dari tunarungu menurut beberapa 15
ahli!
* coret yang tidak sesuai
JAWABAN
1. Di Amerika, anak berbakat sering kali merujuk pada individu yang menunjukkan
kemampuan luar biasa atau potensi unggul dalam berbagai bidang seperti seni, olahraga,
sains, atau musik. Pengakuan dan dukungan untuk bakat sering ditekankan, dan program
khusus seperti "gifted and talented" menyediakan pendekatan pendidikan yang disesuaikan.
Di Indonesia, definisi anak berbakat juga mencakup kemampuan istimewa dalam berbagai
aspek, tetapi mungkin mencerminkan nilai-nilai lokal dan budaya. Anak berbakat bisa
diidentifikasi dalam bidang akademis, seni, atau olahraga. Pendidikan khusus dan program
pengembangan bakat mungkin tidak seumum di Indonesia seperti di Amerika, tetapi
kesadaran terhadap pentingnya mendukung bakat anak semakin meningkat.
2. Disain pembelajaran anak berbakat menurut Joseph Renzulli, seorang ahli dalam bidang
pendidikan bakat, melibatkan model Enrichment Triad. Model ini terdiri dari tiga elemen
utama:
1. Pembelajaran Berkembang (Type I Enrichment): Fokus pada penguasaan pengetahuan
dan keterampilan inti. Anak-anak berbakat diberikan kesempatan untuk mendalami topik-
topik yang mereka minati secara lebih mendalam.
2. Pembelajaran Ekspansi (Type II Enrichment): Melibatkan eksplorasi topik secara lebih
luas dan menyeluruh. Anak-anak diajak untuk memperluas wawasan mereka dan
membuat koneksi antaride.
3. Pembelajaran Penciptaan (Type III Enrichment): Anak-anak berbakat diundang untuk
menciptakan sesuatu yang baru. Ini melibatkan proyek-proyek kreatif dan solusi inovatif
terhadap masalah.
Renzulli juga menekankan pentingnya "profil bakat" yang mencakup tiga elemen kunci:
keterampilan di atas rata-rata, kreativitas tinggi, dan keterlibatan atau komitmen yang tinggi
terhadap bidang minat tertentu. Dengan memahami profil bakat anak, disain pembelajaran
dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan unik mereka.
3. Dua jenis definisi sehubungan dengan kehilangan penglihatan melibatkan istilah "buta" dan
"tunanetra".
a. Buta (Blindness): Definisi buta umumnya mengacu pada kondisi ketika seseorang tidak
dapat melihat sama sekali atau memiliki penglihatan yang sangat terbatas. Buta dapat
bersifat total (tidak ada penglihatan sama sekali) atau parsial (penglihatan terbatas).
b. Tunanetra (Visually Impaired): Tunanetra merujuk pada rentang kondisi visual di mana
seseorang memiliki gangguan penglihatan, tetapi tidak sepenuhnya kehilangan
kemampuan melihat. Ini mencakup spektrum dari kehilangan penglihatan ringan hingga
kehilangan penglihatan yang signifikan. Orang tunanetra mungkin membutuhkan bantuan
visual, teknologi, atau pelatihan keterampilan khusus untuk mengakses informasi dan
berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari.
4. World Health Organization (WHO) memiliki strategi global untuk memerangi kebutaan dan
masalah kesehatan mental, termasuk kurang waras. Berikut adalah beberapa elemen strategi
WHO untuk kedua masalah tersebut:
1. Preventif dan Promosi Kesehatan
Kebutaan: Kampanye pencegahan dan pengobatan penyakit mata, vaksinasi, serta
promosi pola hidup sehat untuk mencegah faktor risiko kebutaan.
Kurang Waras: Peningkatan kesadaran masyarakat tentang masalah kesehatan mental,
mengurangi stigma, dan promosi kesehatan mental.
2. Akses ke Pelayanan Kesehatan
Kebutaan: Meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan perawatan mata yang
terjangkau, termasuk layanan pemeriksaan mata dan operasi katarak.
Kurang Waras: Memastikan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan mental,
termasuk konseling dan obat-obatan yang sesuai.
3. Pelatihan dan Sumber Daya Manusia
Kebutaan: Pelatihan tenaga kesehatan dalam diagnosis dan pengobatan masalah mata.
Kurang Waras: Meningkatkan kapasitas profesional kesehatan dalam menangani
masalah kesehatan mental, serta melibatkan dukungan komunitas.
4. Integrasi dengan Sistem Kesehatan Umum
Kebutaan: Integrasi layanan mata ke dalam sistem kesehatan umum.
Kurang Waras: Memasukkan kesehatan mental ke dalam sistem perawatan kesehatan
primer.
5. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat
Kebutaan: Kampanye edukasi untuk masyarakat tentang pentingnya perawatan mata.
Kurang Waras: Mengedukasi masyarakat tentang kesehatan mental, mengurangi
stigma, dan meningkatkan pemahaman.
6. Kerja Sama Internasional:
Kebutaan dan Kurang Waras: Kerja sama dengan pihak-pihak internasional untuk
pertukaran pengetahuan, sumber daya, dan dukungan finansial.
Melalui strategi ini, WHO berupaya meningkatkan kesehatan mata dan kesehatan mental
secara global dengan pendekatan holistik yang melibatkan pencegahan, perawatan, dan
dukungan masyarakat.
5. Pengertian tunarungu mengacu pada kondisi kehilangan kemampuan pendengaran pada
seseorang. Berikut adalah beberapa definisi dari beberapa ahli:
a. Menurut American Speech-Language-Hearing Association (ASHA):
Tunarungu merujuk pada kondisi dimana seseorang mengalami kehilangan pendengaran
sebagian atau total, yang dapat bersifat sementara atau permanen.
b. Menurut World Health Organization (WHO):
WHO mendefinisikan tunarungu sebagai ketidakmampuan atau keterbatasan dalam
mendengar suara dalam tingkat tertentu, yang dapat merentang dari hilangnya
kemampuan pendengaran pada frekuensi tertentu hingga kehilangan pendengaran total.
c. Menurut Gallaudet University:
Tunarungu dapat didefinisikan sebagai keadaan di mana seseorang memiliki hambatan
atau ketidakmampuan untuk mendengar dan memahami suara berbicara atau suara
lingkungan.
d. Menurut American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery:
Tunarungu adalah kondisi di mana kemampuan pendengaran seseorang terpengaruh, bisa
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti cacat pada struktur telinga, kerusakan pada saraf
pendengaran, atau faktor genetik.
Penting untuk dicatat bahwa tunarungu dapat memiliki tingkat keparahan yang berbeda-
beda, dan pengalaman setiap individu dengan tunarungu dapat bervariasi tergantung pada
faktor-faktor seperti tingkat kehilangan pendengaran, usia saat kondisi ini terjadi, dan faktor
penyebabnya.