Hasriani Proposal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK

ETANOL KULIT BUAH TERAP (Artocarpus elasticus)


DENGAN METODE DPPH

OLEH:

NAMA: HASRIANI

NIM: 518 011 005

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PANCASAKTI MAKASSAR

2024
SKRINING FITOKIMIA DAN UJI ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL
KULIT BUAH TERAP (Artocarpus elasticus) DENGAN METODE DPPH

Disusun dan diajukan oleh:

HASRIANI
518 011 005

Menyetujui
Tim Pembimbing

Pembimbing pertama Pembimbing kedua

Drs.H. Syarifuddin KA,M.si. Apt.Farid Fani Temarwut,S.Farm.M.Biomed

Ketua Program Studi Farmasi

Suprapto Prayitno, S.Si., M.Si., Apt.

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antioksidan adalah zat penghambat reaksi oksidasi akibat radikal

bebas yang dapat menyebabkan kerusakan asam lemak tak jenuh sel-sel

tersebut kehilangan fungsi dan strukturnya (Liochev, 2013). Efek negatif

radikal bebas terhadap tubuh tersebut dapat dicegah dengan senyawa

antioksidan.

Antioksidan sangat berkaitan dengan penangkalan radikal bebas yang

masuk ke dalam tubuh dengan memperlambat proses oksidasi (Marmi,

2013). Antioksidan juga memiliki kemampuan memberikan elektron,

mengikat dan mengakhiri reaksi berantai radikal bebas (Halliwell, 2012).

Salah satu genus tanaman yang memiliki potensi sebagai antioksidan yaitu

Artocarpus. Terap termasuk salah satu tanaman genus Artocarpus, yang

memiliki nama latin Artocarpus odorratissimus dan tergolong dalam genus

yang sama dengan sukun (A. communis), keluih (A. camansi) dan nangka

(A. altilis) (Guplin, dkk., 2017)

Pada penelitian Septiani dan Erwin (2013) menyatakan bahwa daun

terap yang dimaserasi dengan metanol, memiliki aktivitas antioksidan yang

tergolong sangat lemah dengan nilai IC50 sebesar 563,57 ppm

menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl). Aktivitas

yang dihasilkan tergantung kandungan senyawa yang dimiliki bahwa hasil

skrining fitokimia ekstrak hanya menunjukkan positif steroid dan flavonoid,

3
tetapi kandungan fenolik dinyatakan negatif. Pada penelitian Abu Bakar,

dkk. (2015) melakukan ekstraksi buah dan kulit buah terap menggunakan

pelarut yang sama yaitu metanol, didapatkan hasil pengujian aktivitas

antioksidan menggunakan tiga metode yang berbeda yaitu DPPH, FRAP

dan ABTS bahwa kulit buah terap memiliki aktivitas lebih tinggi daripada

bagian buah. Hasil pengujian tersebut berkorelasi dengan total kadar fenolik

dan flavonoid yang menunjukkan bahwa ekstrak metanol kulit buah terap

lebih tinggi daripada bagian buahnya

Indonesia dikenal memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang

melimpah. Negara ini menduduki peringkat kedua terbesar di dunia setelah

Brazil dalam hal sumber daya tanaman obat di wilayah tropis. Di seluruh

dunia terdapat sekitar 40.000 jenis tanaman, dengan sekitar 30.000 di

antaranya tumbuh di Indonesia. Namun, urang lebih hanya 7.500 jenis

(25%) yang diakui terdapat potensi kandungan sebagai tanaman obat. Dari

jumlah tersebut, sekitar 1.200 jenis pada saat bisa digunakan sebagai bahan

baku utama pada obat herbal. Trend gaya hidup ‘Kembali ke alam” semakin

memiliki perkembangan di indonesia. Memanfaatkan sumber daya alam

dapat memberikan berbagai keuntungan, seperti obat-obatan herbal,

pestisida alami, pengembangan produk kecantikan, dengan efek samping

yang rendah dan biaya yang terjangkau (hidayat fahrul, 2023).

Tumbuhan Artocarpus lebih dari 50 spesies tumbuhan yang tersebar

mulai dari asia selatan, Asia Tenggara hingga kepulauan Solomon,

Kepulauan Pasifik, Australia Utara dan Amerika Tengah, sedangkan

4
tumbuhan Buah Terap ini banyak ditemukan di berbagai hutan tropis

indonesia terdapat sekitar 23 spesies, salah satunya adalah Artocarpus

elasticus Reinw. merupakan jenis tumbuhan familiy Moraceae genus

Artocarpus yang secara tradisional bagian daun, kucup, akar dan buah dapat

digunakan dalam pengobatan berbagai penyakit. Selain itu, genus ini juga

kaya akan metabolit sekunder seperti xanton, khalkon, flavanoid, β-sitisterol

dan arylbenzofuran. Metabolit tanaman ini diketahui memlii aktivitas

sebagai antoproliferasi, antiplatelet, antimikroba, antioksidan sitotoksik,


(Yamin, Kasmawati and Linggi Allo, 2020).
antiinflamasi dan antimalaria

Senyawa-senyawa tambahan yang ada dalam kandungan buah secara

tidak langsung dijelaskan dalam proses kualitatif sebagai metabolit

sekunder. Dalam penelitian yang berfokus pada buah tarra, senyawa-

senyawa tersebut dieksplorasi setelah bahan tersebut dimaserasi

menggunakan pelarut tertentu. Proses pengujian melibatkan penggunaan

reagen yang disesuaikan dengan jenis senyawa yang ingin diidentifikasi,

dengan menguji sejumlah kecil sampel dari ekstrak. Hasilnya menunjukkan

keberadaan senyawa-senyawa seperti alkaloid, fenolik, flavonoid, tanin,

saponin, serta steroid atau triterpenoid. Dugaan terkait aktivitas komponen

ini termasuk kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan


(Suliani, Latief and Rahmi, 2016)
mikroorganisme. .

5
Adanya hal diatas maka dilakukanlah penelitian dengan menggunakan

daun terap dengan jenis yang berbeda dengan judul Uji Aktivitas

Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Terap (Artocarpus elaticus L.)

Menggunakan Metode DPPH.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah ialah:

1. Apakah ekstrak etanol kulit buah terap (Artocarpus elasticus) memiliki

senyawa Saponin, Alkaloid, Polifenol, Tanin, Terpenoid dan Flavonoid?

2. Berapa nilai IC50 ekstrak etanol kulit buah Terap (Artocarpus elasticus)?

3. Bagaimana potensi aktivitas antioksidan ekstrak etanol kulit buah Terap

(Artocarpus elasticus)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah:

1. Untuk menentukan adanya kandungan senyawa Saponin, Alkaloid, Polifenol,

Tanin, Terpenoid dan Flavonoid dari ekstrak etanol kulit buah Terap

(Artocarpus elasticus)

2. Untuk menentukan nilai IC50 ekstrak etanol kulit buah Terap (Artocarpus

elasticus) dengan metode DPPH

3. Untuk menentukan potensi aktivitas ekstrak etanol kulit buah Terap

(Artocarpus elasticus)

6
D. Manfaat Penelitian

Sebagai sumber rujukan untuk penelitian lanjutan tentang antioksidan yang

diperoleh dari ekstrak ekstrak etanol kulit buah Terap (Artocarpus elasticus).

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menggunakan kimia bahan alam

kulit buah Terap (Artocarpus elasticus) yang dimanfaatkan sebagai bahan

antioksidan alami.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi Tanaman Buah Terap (Dr. Zakaria, S.Pd., 2019).

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Hammamelidae

Ordo : Urticales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus elastikus

8
Gambar 1
Sumber: (Nabila, Nurmilawati and Primandiri, Poppy Rahmatika, 2022).

1. Morfologi Tanaman

Terap, juga dikenal sebagai Artocarpus elasticus, adalah pohon besar

dengan percabangan yang luas. Batangnya tumbuh lurus dan dapat

mencapai ketinggian lebih dari 30-40 m, dengan diameter batang hingga 70

cm dan memiliki banir hingga 3 m. Pohon ini menghasilkan banyak getah.

Selain memiliki daun dan batang, Tarra juga menghasilkan buah dan bunga.

Secara umum, buah pada pohon Tarra memiliki morfologi yang

dikategorikan sebagai buah semu. Buahnya berbentuk bundar memanjang

dan diselubungi oleh duri lunak di seluruh permukaannya. Saat buah mulai

masak, tercium aroma yang tidak sedap. Perbungaan terdapat dalam

bongkol di ketiak daun yang berwarna kuning dan kemudian berubah

menjadi cokelat. Buah Tarra hanya muncul sekali dalam setahun, khususnya

pada ujung dahan, terutama di akhir musim hujan. Bunga pohon Tarra

termasuk dalam jenis bunga majemuk. Bunga jantannya berwarna kuning

dengan tangkai bunga sepanjang 4-6 cm, sedangkan bunga betinanya

9
memiliki bentuk bulat atau lonjong.(Nabila, Nurmilawati and Primandiri,

Poppy Rahmatika, 2022).

2. Nama Daerah

Tanaman terap dalam berbagai bahasa daerah dapat dikenal dengan

beberapa nama di antaranya: buah tarra (Luwu), Kombohu (Sultra), bendo

(Yogyakarta), teureup (Sunda, Jawa), mengko (Sumatra), tarra nasi

(Malaysia), tarra (Serawak).

3. Kandungan Kimia

Kulit buah terap (Artocarpus elasticus) mengandung beberapa

senyawa yang dapat membentuk jalur biogenesis senyawa flavanoid.

Beberapa senyawa tersebut mencakup artelastoheteroll, etelasticinol,

artelastisin, sikloartelastosanton, sikloartbiloksanton,

sikloartelastosantendiol. Genus Artocarpus dapat dijadikan sebagai sumber

metabolit skunder seperti calkon, santon, arilbenzofuan dan flavanoid.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa senyawa-senyawa tersebut memiliki

sifat sitotoksik,antimalaria, antiinflamasi, antioksidan,antimikroba dan

antiproliferatif.(Febriana and Ersam, 2016).

4. Kegunaan

Menurut masyarakat sekitar kulit buah terap dapat digunakan sebagai

obat tradisional untuk melancarkan pencernaan, mencegah diare, dan dapat

juga digunakan untuk mengurangi resiko pada penyakit jantung,

menurunkan tekanan darah, stroke dan mencegah beberapa jenis kanker.

10
Menurut. (Jenis, dkk.., 2019). metabolit yang terdapat dalam ekstrak

menunjukkan aktivitas antibakteri, antituberkulosis, antivirus, sitotoksik,

antioksidan, dan anti-tirosinase. Bagian daun dan akarnya telah banyak

dimanfaatkan sebagai obat tradisional di berbagai nusantara untuk

mengatasi masalah radang, demam malaria, hipertensi, dan diabetes.

Mayoritas efek farmakologis dapat diatribusikan pada senyawa fenolik,

termasuk flavonoid, stilbenoid, dan flavonoid prenilasi.

B. Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menunda terjadinya

oksidasi protein, karbohidrat, lemak, dan DNA pada konsentrasi rendah

(Sindhi, dkk., 2013). Senyawa antioksidan akan melawan spesies radikal

oksigen dan nitrogen yang dapat merusak jaringan tubuh dengan memberikan

elektron atau atom hidrogen dari gugus hidroksil (Apak, dkk., 2008; Carocho,

dkk., 2017). Selain itu, senyawa antioksidan juga akan merusak agen yang

menyebabkan reaksi oksidasi terjadi (Benzie & Strain, 1996). Mekanisme lain

dari antioksidan yaitu pengkelatan logam seperti Fe2+, Fe3+, Cu2+ dan Cu+.

Mekanisme ini penting untuk mencegah terjadinya reaksi logam dengan H 2O2

yang kemudian mengarah ke produksi radikal superoksida (O2, hidroksil (OH)

dan menyebabkan pengembangan penyakit neurodegeneratif (Lü, dkk., 2010

dalam Carocho, dkk., 2017).

Antioksidan dalam tubuh manusia (endogenous antioxidant) dibagi

menjadi tiga kelompok yang terdiri dari:

11
1. Kelompok pertama terdiri dari enzimatik dan non enzimatik: Superoksida

dismutase (SOD), katalase (CAT), glutation superoksida (GR),

ceruloplasmin, ferritin, transferrin, albumin dan mineral seperti Se, Cu,

Zn, dan lain-lain.

2. Kelompok kedua terdiri dari antioksidan non enzimatik yang mampu

menginaktifasikan senyawa radikal secara cepat: Glutation (GSH), vitamin

C, albumin, vitamin E, karotenoid, flavonoid, dan lain-lain.

3. Kelompok ketiga terdiri dari susunan enzim yang berfungsi untuk

memperbaiki kerusakan DNA, protein, dan oksidasi lemak serta peroksida:

lipase, protease, trasnferase, metionin sulfoksida reduktase, dan lain-lain

(Carocho, dkk.., 2017; Sindhi, dkk.., 2013).

1. Mekanisme reaksi senyawa antioksidan

Vitamin E merupakan antioksidan larut lemak yang dapat memecah rantai

membran sel secara efektif dengan tujuan untuk melindungi membran asam

lemak dari proses peroksidasi lipid. Pencegahan reaksi peroksidasi di

membran selular dan sub selular fosfolip dapat terjadi dengan pemberian

hidrogen kepada senyawa radikal peroksil pada PUFA (poly unsaturated fatty

acid). Vitamin E merupakan senyawa yang terbentuk dari 8 stereoisomer yang

terdiri dari (α, β, γ, δ tokoferol dan α, β, γ, δ tokotrienol), namun hanya bentuk

α-tokoferol yang memiliki sifat bioaktif pada manusia. Bentuk natural vitamin

E yang memiliki 8 stereoisomer memiliki tingkat penyerapan dalam tubuh

sang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk suplemen yang hanya

diproduksi dalam bentuk α-tokoferol.

12
Mekanisme vitamin E sebagai antioksidan yaitu dengan menghilangkan

(scavange) senyawa radikal superoksida dan hidroksil, meningkatkan aktivitas

enzim antioksidan, memecah reaksi peroksidase lipid (Sen & Chakraborty,

2011). Bioavailability vitamin E lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin C

yang larut air, hal ini dikarenakan kelarutan vitamin E pada makanan

berlemak yang tinggi (Daniel, 1986 dalam Anwar, dkk.., 2018).

Gambar 2.1 Penggologan antioksidan

2. Metode analisis antiokisdan

Uji analisis antioksidan merupakan pengukuran secara kuantitatif

terhadap kemampuan suatu komponen sebagai reducing agent. Analisis

antioksidan sendiri dibagi menjadi 2, yaitu: HAT (Hydrogen Atom

Transfer) dan SET (Single Electron Transfer), meski keduanya terkadang

muncul hampir selalu bersamaan, tetapi keduanya memiliki mekanisme

yang berbeda. Berikut adalah perbedaan keduanya, yaitu:

13
a. HAT Metode yang digunakan untuk mengukur kemampuan antioksidan yang

digunakan dalam menetralkan radikal bebas dengan mendonorkan atom H.

Efektif digunakan untuk komponen fenolik dan dalam pengujiannya

menggunakan senyawa fluorescence yang merupakan suatu radikal bebas.

Dimana pada pengujian ditandai adanya aktivitas antioksidan dengan

perubahan warna, dari yang berwarna menjadi tidak berwarna. Jika

dibandingkan dengan metode SET, maka metode ini jauh lebih dominan.

Contohnya adalah pengujian menggunakan metode ABTS dan Hydroxyl

radical scavenging assay (ORACOH*)

b. SET

Metode yang berbasis pada reaksi redoks. Antioksidan yang diuji akan

bereaksi dengan agen oksidasi yang juga merupakan senyawa fluorescence.

SET diukur dengan menggunakan spektrofotometer untuk mengukur

perubahan warna yang berkorelasi dengan konsentrasi antioksidan dalam

sampel. Metode ini dipengaruhi oleh pH dan solvent yang digunakan.

Sedangkan pengukurannya berdasarkan pada perubahan warna yang terjadi,

semakin besar perubahan warna maka semakin tinggi proses reduksi. Hal ini

menandakan akitivitas antioksidan yang semakin besar pula. Contohnya

adalah pengujian antioksidan menggunakan FRAP dan DPPH (Karadag, dkk..,

2009; Youssef, 2015).

c. FRAP (Ferric Reducing Ability of Plasma)

FRAP merupakan metode analisis yang biasa digunakan untuk

mengukur kekuatan antioksidan dalam mereduksi Fe(III)-TPTZ menjadi

14
Fe(II)-TPTZ dan terjadi perubahan warna dari kuning ke biru. TPTZ sendiri

adalah colorants dan Fe(III) merupakan radikal bebas. Kekuatan antioksidan

yang diuji tanpa melibatkan perlakuan pretreatment, karena dianggap konstan

dan linear hasil dari pengujian tersebut. Idealnya. sampel yang digunakan

>3000µM dan dilarutkan pada air ataupun ethanol, dan dilakukan uji

pengulangan dengan pengenceran bertahap untuk pengukuran nilai FRAP.

Proses pengujian dilakukan pada pH asam dengan pengukuran absorbansi

pada panjang gelombang 593 nm, menggunakan diode-array

spectrophotometer. Metode ini sendiri dianggap dapat mengukur kombinasi

efek antioksidan dari molekul biologi bukan enzim.

d. ABTS

ABTS merupakan senyawa radikal kation organik yang digunakan

untuk mengukur aktivitas antioksidan yang bereaksi pada pH 7,4 berdasarkan

waktu dan persentase diskolorasi sebagai bagian dari fungsi konsentrasi.

Aktivitas dari ABTS ditandai dengan perubahan warna yang terjadi dari biru

atau hijau, menjadi tidak berwarna. Pengukuran ABTS dilakukan, untuk

mengukur kemampuan antioksidan dalam mendonorkan radikal proton,

sehingga tercapai kestabilan.

e. Uji DPPH

Uji aktvitas antioksidan ini ditemukan oleh Blois (1995), dimana

dalam pengujian menggunakan DPPH (α,α-diphenyl-βpicrylhydrazyl;

C18H12N5O6, M=394.33) yang merupakan radikal bebas yang bersifat stabil

(Kedare&Sigh, 2011). Pada uji ini, DPPH akan bewarna ungu karena adanya

15
delokalisasi, yang kemudian akan berubah warna menjadi kuning hydrazine

ketika bereaksi dengan antioksidan dan mengalami proses reduksi. Proses

reduksi terjadi karena adanya donor hidrogen dari substrat yang

mengakibatkan warna ungu pada DPPH berkurang (Boligon, dkk.., 2014,

Mishra, dkk.., 2012; Kedare&Sigh., 2011; Van Goethem, Zurita, Martin

Bermejo, Lemaî, & Bischoff, 2001). DPPH berfungsi dalam mengevaluasi

potensi antioksidan dalam meredam radikal bebas (Praditasari, 2018). Dalam

proses evaluasi antioksidan menggunakan uji DPPH, terdapat proses skrining

yang bertujuan sebagai uji kuantitatif aktivitas antioksidan dengan

menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang maksimal yaitu

515 nm (Rahay, dkk.., 2009; Tamat, dkk.., 2007). DPPH sendiri hanya larut

dalam pelarut organik seperti methanol dan etil asetat, juga digunakan untuk

pengujian antioksidan yang bersifat polar (Pyrzynska & Pekal, 2013;

Nurjanah, Izzati, & Abdullah, 2011).

C. Proses ekstraksi

Ekstrak merupakan produk yang dihasilkan melalui pengambilan zat

aktif menggunakan proses ekstraksi dengan bantuan pelarut. Pelarut ini

kemudian diuapkan kembali sehingga menyisakan zat aktif dalam bentuk

yang lebih pekat. Hasil akhir dari proses ekstraksi ini bisa berupa ekstrak

kental atau ekstrak kering tergantung jumlah pelarut yang diuapkan.


(Anggita, Nuraisyah and Wiriansya, 2022).

Ekstraksi merujuk pada pemisahan beberapa komponen senyawa

dalam suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu. Prinsip dasar

16
ekstraksi adalah larutnya senyawa yang bersifat polar dari suatu bahan ke

dalam pelarut yang juga bersifat polar, sementara senyawa yang bersifat
(Angriani, 2019).
non-polar larut ke dalam pelarut yang bersifat non-polar.

Metode - metode ekstraksi yang di gunakan ialah:

1. Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi merupakan teknik sederhana dalam proses penyarian di

mana serbuk tumbuhan direndam dalam cairan penyari. Cairan ini

menembus membran sel dan memasuki ruang sel yang mengandung bahan

aktif. Bahan aktif larut karena perbedaan konsentrasi antara larutan bahan

aktif di dalam sel dan di luar sel, yang menyebabkan larutan yang lebih

kental dipaksa keluar. Proses ini berulang hingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel.(Fernanda, 2019).

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses dimana simplisia disaring dengan

menggunakan pelarut yang bergerak perlahan-lahan melalui simplisia dalam

percolator. Tujuan perkolasi adalah untuk menarik zat berkhasiat secara

menyeluruh, khususnya bagi zat berkhasiat yang tahan terhadap pemanasan.

Cairan sebagai penyaring harus di alirkan dari atas ke bagian bawah dan

melalui serbuk simplisia. Maka cairan yang emngalir akan membawa zat

aktif dari simplisia yang di lalui hingga sampai pada titik jenuhnya aliran.

17
Berbagai faktor memengaruhi proses perkolasi, termasuk gaya berat,

viskositas cairan, kelarutan, tegangan permukaan, difusi, osmosis, adhesi,

kapilaritas, dan gesekan (friksi).(Fernanda, 2019).

2. Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah sebuah metode ekstraksi yang memanfaatkan sistem

pendinginan yang mempertahankan pelarut pada suhu titik didihnya dalam

jangka waktu tertentu. Proses ini sering dilakukan secara berulang, yakni 3-

6 kali, pada residu awal untuk mencapai hasil penyarian yang lebih baik

atau tanpa cacat. Melalui teknik ini, senyawa yang sensitif terhadap panas

dapat dihindari dari kemungkinan degradasi. Proses ini umumnya digunakan

untuk memperoleh ekstrak dengan kualitas optimal.(Subehan, 2023)

b. Sokletasi

Soxhletasi merupakan teknik ekstraksi yang menggunakan perangkat

Soxhlet dan pelarut organik yang dipanaskan hingga mencapai titik

didihnya. Pada proses ini, simplisia dan ekstrak ditempatkan di labu yang

terpisah selama Soxhletasi. Pelarut menguap saat dipanaskan, kemudian

uapnya naik ke labu pendingin. Ketika uap tersebut mengalami kondensasi

di labu pendingin, bagian simplisia terlarut dalam pelarut dan kembali ke

labu asal, memungkinkan proses ekstraksi yang kontinu dengan pasokan

18
pelarut yang stabil. Proses ini dikenal sebagai ekstraksi berkelanjutan.

(Subehan, 2023) y

c. Infusa

Infusa adalah bentuk cair yang dihasilkan dengan mengekstraksi

bahan nabati menggunakan pelarut berupa air pada suhu sekitar 90 derajat

Celsius selama sekitar 15 menit. Biasanya, infusa dibuat dari simplisia yang

memiliki struktur jaringan lunak, seperti bunga dan daun, yang mengandung

minyak atsiri dan senyawa-senyawa yang rentan terhadap pemanasan yang


(HDr. Noor Hujjatusnaini, 2021)
berkepanjangan. .

d. Dekokta

Dekoktasi adalah proses ekstraksi yang melibatkan perebusan bahan

dengan menggunakan air pada suhu sekitar 90-95 °C selama sekitar 30

menit. Ekstrak ini biasanya disimpan pada suhu rendah untuk

mempertahankan kestabilannya dan dapat digunakan dalam jangka waktu

yang lebih lama, asalkan tidak terjadi kontaminasi yang dapat


(HDr. Noor Hujjatusnaini, 2021)
mempengaruhi kualitasnya. .

19
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian laboratorium eksperimental

dengan menggunakan metode DPPH untuk melihat antioksidan yang

terkandung dalam ekstrak daun terap

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan ialah: batang pengaduk, cawan petri,

erlen meyer, gelas ukur, gelas piala, jangka sorong, tabung reaksi,

timbangan analitik, spektrofotometri uv.vis.

2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan ialah: air suling, kapas, DMSO,

aluminium foil, etanol 96%, Larutan DPPH, alkohol 96%, daun terap

(Artocarpus elasticus). Magnesium, HCL, larutan Mayer, Dragendrof,

FeCl3, Kloroform, Asam sulfat,

A. Waktu dan Tempat Penelitian

20
Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium kimia, farmakognosi –

dan fitokimia Program Studi S1 Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Pancasakti Makassar.

A. Sampel dan Populasi

Sampel yang digunakan pada penilitian ini adalah kulit buah terap yang

berasal dari daerah takalar.

1. Pengambilan dan Pengolahan Bahan Uji

Kulit buah terap berasal dari kabupaten Takalar, dibersihkan dengan

air yang mengalir, kemudian potong kecil-kecil, kemudian dikeringkan

dengan cara di angin-anginkan dan tidak terkena matahari langsung

sehingga diperoleh simplisia daun terap kemudian diserbukkan.

2. Pembuatan Estrak daun Terap (Artocarpus elasticus)

Simplisia kulit buah terap yang sudah diserbukkan seberat 500gram

ditimbang, kemudian ditempatkan ke dalam wadah maserasi. Pelarut etanol

96% ditambahkan hingga menyelimuti seluruh bagian simplisia, kemudian

wadah ditutup rapat. Proses perendaman dilakukan selama 3-5 hari di

tempat yang terlindung dari cahaya matahari, dengan pengadukan dilakukan

sekali dalam 24 jam. Setelah 5 hari, hasil maserasi disaring untuk

memisahkan filtrat dan ampasnya. Langkah selanjutnya adalah melakukan

21
maserasi kedua dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Ekstrak etanol

yang diperoleh kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga

diperoleh ekstrak kental, yang selanjutnya diuapkan di atas water bath

hingga mengering.

C. Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Terap

1. Uji Saponin

Uji saponin dilakukan menurut Simes, dkk.. (Sangi, dkk.., 2008).

Ekstrak kulit buah gterap sebanyak 1gram dimasukkan ke dalam tabung

reaksi, kemudian ditambahkan akuades hingga seluruh ekstrak terendam,

dididihkan selama 2-3 menit, dan selanjutnya didinginkan, kemudian

dikocok kuat-kuat. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih

yang stabil. (Eko, dkk. 2015).

2. Uji alkaloid

Uji alkaloid dilakukan dengan terlebih dahulu melarutkan 1gram

ekstrak kulit buah terap ke dalam pelarutnya yaitu metanol. Selanjutny

sebanyak 2 ml larutan tersebut diuapkan pada cawan porselen

menggunakan hotplate. Residu dilarutkan dengan 5 ml HCl 2N. Larutan

yang diperoleh dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung prtama ditambah

dengan 3 tetes HCl 2N, tabung kedua ditambah dengan 3 tetes pereaksi

Dragendorff, sedangkan pereaksi ketiga ditambah dengan 3 tetes pereaksi

22
Mayer. Terbentuknya endapan menunjukkan bahwa sampel tersebut

mengandung alkaloid. Reaksi dengan pereaksi Dragendorff akan terbentuk

endapan jingga, dengan pereaksi Mayer terbentuk kuning.

3. Uji Polifenol dan Tanin

Uji tanin dilakukan menurut Miranda (Sangi, dkk.., 2008). Ekstrak

kulit buah ditambah metanol sampai sampel terendam semuanya.

Kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 1%. Hasil positif

ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam kebiruan atau hijau (Eko,

dkk. 2015)

3 Uji terpenoid

Uji terpenoid dilakukan dengan terlebih dahulu menyiapkan 2 ml

ekstrak yang telah dilarutkan dalam pelarutnya. Larutan tersebut kemudian

diuapkan di dalam caan porselen. Residu dilarutkan dengan 0,5 ml

kloroform dan ditambahkan 0,5 asam asetat pekat anhidrad. Asam sulfat

pekat sebanyak 2 ml ditambahkan melalui dinding tabung reaksi. Reaksi

positif triterpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya cincin kecoklatan

atau violet pada perbatasan larutan. (Oktavia, dkk.,2021)

4 Uji flavonoid

Sejumlah 1 mg ekstrak etanol daun terap padat ditempatkan pada

plat tetes, lalu dimasukkan 10 tetes metanol, diaduk menggunakan spatula

sampai larut. Selanjutnya ditambahkan serbuk Mg dan HCl pekat 4 tetes

23
ke dalam campuran. Timbulnya warna kuning, biru, jingga maupun merah

menunjukkan hasil positif (Eko, dkk. 2015)

A. Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak kulit terap

1. Pembuatan Bahan Uji

a. Pembuatan Ekstrak 100 ppm

Sebanyak 10 mg ekstrak kulit buah terap dilarutkan dengan pelarut

etanol 96% pada labu ukur 100 ml, sehingga kadarnya menjadi 100 ppm

sebagai larutan stok.

b. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak kulit buah Terap

1. Pembuatan konsentrasi 10 ppm

Diambil masing-masing 10 ml larutan stok 100 ppm kedalam

labu ukur 50 ml, lalu dicukupkan volumenya dengan etanol 96%

hingga 50 ml.

2. Pembuaatan konsentrasi 20 ppm

Diambil masing-masing 15 ml larutan stok 100 ppm kedalam

labu ukur 50 ml, lalu dicukupkan volumenya dengan etanol 96%

hingga 50 ml.

24
3. Pembuaatan konsentrasi 30 ppm

Diambil masing-masing 20 ml larutan stok 100 ppm kedalam

labu ukur 50 ml, lalu dicukupkan volumenya dengan etanol 96%

hingga 50 ml

4. Pembuaatan konsentrasi 40 ppm

Diambil masing-masing 25 ml larutan stok 100 ppm kedalam

labu ukur 50 ml, lalu dicukupkan volumenya dengan etanol 96%

hingga 50 ml.

5. Pembuaatan konsentrasi 50 ppm

Diambil masing-masing 30 ml ml larutan stok 100 ppm

kedalam labu ukur 50 ml, lalu dicukupkan volumenya dengan etanol

96% hingga 50 ml.

c. Penyiapan Larutan DPPH 40 ppm

Ditimbang DPPH sebanyak 40 mg kemudian dilarutkan dalam etanol

96% menggunakan labu tentukur 100 ml. Larutan dijaga pada suhu kamar,

terlindung dari cahaya dan segera digunakan .

d. Pembuatan Variasi Konsentrasi Vitamin C

Di timbang 10 mg vitamin c murni kemudian dilarutkan dengan 100 mL

etanol, di peroleh larutan stok dengan konsentrasi 100 ppm. Dari larutan stok

masing-masing di pipet 1,5 mL, 3 mL, 4,5 mL, 6 mL dan 7,5 mL dimasukkan

ke dalam labu ukur 50 mL dilarutkan dan di cukupkan volumenya dengan

etanol sampai tanda batas sehingga di peroleh konsentrasi 3 ppm, 6 ppm, 9

ppm, 12 ppm dan 15 ppm.

25
e. Penentuan Landa Maksimum

Sebanyak 3 ml DPPH 40 ppm dipipet ke dalam vial kemudian

dicukupkan volumenya hingga 10 ml dengan etanol pa hingga homogen

kemudian didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar yang terlindung sinar

26
matahari. Selanjutnya diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum

menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 400-

800nm.

2. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan DPPH

a. Pengukuran Serapan Blanko

Di pipet 3 mL larutan DPPH dan ditambahkan etanol 70% hingga 5

ml dengan menggunakan vial dan di homogenkan. Campuran selanjutnya

diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Lalu diukur dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang maksimun.

b. Pengukuran Sampel eksrak kulit buah terap

Masing-masing konsentrasi dari daun tarum 10 ppm, 20 ppm, 30

ppm, 40 ppm, dan 50 ppm dipepet 2 ml dan ditambahkan 3 ml DPPH.

Dimasukkan kedalam vial dan inkubasi selama 30 menit pada suhu 37 0C.

Masing-masing larutan tersebut diukur serapannya pada panjang gelombang

maksimum. Selama proses pengerjaan diusahakan dari tempat yang

terlindung dari cahaya.

c. Pengukuran Pembanding Vitamin C

Masing-masing 3 ppm, 6 ppm, 9 ppm, 12 ppm dan 15 ppm

dipepet 2 ml dan ditambahkan 3 ml DPPH. Dimasukkan kedalam vial

dan inkubasi selama 30 menit pada suhu 37 0C. Masing-masing larutan

tersebut diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum. Selama

proses pengerjaan diusahakan dari tempat yang terlindung dari cahaya.

27
3. Analisis Data

IC50 didapat dari kurva regresi linear yang menghubungkan konsentrasi

pada berbagai tingkat terhadap persen aktivitas antioksidan.

Besarnya persentase penghambatab radikal bebas dihitung dengan rumus:

absorbansi DPPH−absorbansi sampel


% Penghambatan = x
absorban blanko

100%

Konsentrasi sampel dan persen inhibisi yang diperoleh diplot masing-

masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan sebesar

dinyatakan dengan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai

y−a
IC50. Nilai x (IC50) dapat dihitung dengan persamaan: x=
b

28
Skema Kerja Pembuatan Ekstrak kulit buah Terap

Kulit buah terap 500 gram

Dimaserasi dengan etanol


96%

di rotary evaporator

Ampas Hasil Ekstraksi etanol


Diuapkan di atas waterbat

Ekstrak kering

29
Skema Kerja Penetapan IC50 Sampel Ekstrak kulit buah Terap

Ditimbang 10 mg
ekstrak daun terap

+ 100 ml etanol (250ppm)

4ml 6ml 8ml 10ml 12ml

Dicukupkan 50 ml

10 ppm 20 ppm 30 ppm 40 ppm 50 ppm

(Diperoleh)

Dipepet 2 ml masing-masing
konsentrasi dan ditambahkan 3
ml DPPH (40ppm)

Analisis spektrofotometri UV-


VIS pada λ maksimum

Data
pengukuran

Hasil

30
Skema Kerja Penetapan IC50 Vitamin C

\
Ditimbang 10 mg
vitamin C

+ 100 ml etanol p.a.(100ppm)

1,5ml 3ml 4,5ml 6ml 4,5ml

Dicukupkan 50 ml

3 ppm 6 ppm 9 ppm 12 ppm 15 ppm

Dipepet 2 ml masing-masing
konsentrasi dan ditambahkan 3
ml DPPH (40ppm)
Diinkubasi 30 menit

Analisis spektrofotometri
UV-VIS pada λ maksimum

Data
pengukuran

Hasil

31
DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar, M.F., Abdul Karim, F., dan Perisamy, E., 2015. Comparison of
Phytochemicals and Antioxidant Properties of Different Fruit Parts of
Selected Artocarpus Species from Sabah, Malaysia. Sains Malaysiana, 44:
355-363
Desriani, S. 2015. Formulasi Sediaan Masker Peel Off yang mengandung Ekstrak
Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L.). Padang: Universitas Andalas.
Guplin, Jekti, D.S.D., dan Zulkifli, L., 2017. Bakteri Endofit Kulit Batang Terap
(Artocarpus elasticus) dan Aktifitasnya Sebagai Antibakteri. Jurnal
Penelitian Pendidikan IPA, 3: 87-98
Dr. Zakaria, S.Pd., M.S. (2019) Fitokimia Tumbuhan Artocarpus, Sahifah.
Fernanda, t.p.l.s.m.a.h.f. (2019) aplikasi pemanfaatan daun
fitry magfirah (2023) ‘activity tests of ethanol extract of tamarillo peels ( solanum
bataceum ) on the growth of propionibacterium acnes and pseudomonas
aeruginosa uji aktivitas ekstrak etanol kulit buah terong belanda
( solanum bataceum ) terhadap pertumbuhan propionibacteriu’.i
Kemenkes RI (2021) ‘615.1 Ind p’, Journal of Pharmaceutical Analysis, 5(2), pp.
130–136. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.jpha.2015.11.005.
Kurniati, I.D., dkk.. (2015) Buku Ajar.
Liochev, S.I., 2013. Reactive Oxygen Species and The Free Radical Theory of
Aging. Free Radical Biology & Medicine, 60: 14
M a r m i, 2 0 1 3 . Gi z i D a l a m Ke s e h a t a n Reproduksi. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Halliwell, B., 2012. Free Radicals and Antioxidants: Updating A Personal View.
Nutrition Reviews, 70: 257-265.
Nabila, M.A.S., Nurmilawati, M. and Primandiri, Poppy Rahmatika, A.M.S.
(2022) ‘Karakteristik Morfologi Bendo ( Artocarpus elasticus Reinw .)
di Kabupaten Kediri’, Seminar Nasional Sains, Kesehatan, dan
Pembelajaran 2022, pp. 517–522.
Prawati, D.D. (2019) ‘Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare Di Tambak
Sari, Kota Surabaya’, Jurnal PROMKES, 7(1), p. 34. Available at:
https://doi.org/10.20473/jpk.v7.i1.2019.34-45.

32
Susiarti, S., dkk.. (2020) ‘Utilization of “ Benda ” ( Artocarpus elasticus Reinw .
ex Blume ) in Bogor, West Java, Indonesia : An Ethnobotanical Case
Study’, (October), pp. 297–307.
Taufiq, N., dkk.. (2023) ‘Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Batang
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) TERHADAP Staphylococcus
aureus DAN Escherichia coli’, Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia,
12(1), pp. 37–41. Available at: https://doi.org/10.51887/jpfi.v12i1.1761.

33
i

DOKUMENTASI SAMPEL

Gambar Buah Terap


SAMPEL BUAH TERAP (Artocarpus elasticus)

Anda mungkin juga menyukai