Uuk Kelompok 3
Uuk Kelompok 3
Uuk Kelompok 3
PERATURAN TENTANG
REGISTRASI TENAGA
KEFARMASIAN SETELAH LULUS
: SEFTIKA SARI
UU YANG TERKAIT
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Permenkes No. 889 /
MENKES / PER / V / 2011 Tentang
Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian
UU No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun
2009 tentang pekerjaan kefarmasian
PERMENKES RI
NO. 889/MENKES/PER/V/2011
TENTANG
REGISTRASI, IZIN PRAKTIK DAN IZIN
KERJA TENAGA KEFARMASIAN
SUB BAHASAN
Peraturan tentang registrasi tenaga
kefarmasian setelah lulus
Peraturan tentang lisensi tenaga
kefarmasian (STRA, SIPA/SIK, STRTTK)
Akreditasi tenaga kefarmasian
(Sertifikasi Apoteker dan TTK)
Kasus kefarmasian serta solusi terkait
kasus
KETENTUAN UMUM
Pekerjaan
kefarmasian
pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi,
pengamanan,
pengadaan,
penyimpanan, dan pendistribusian atau
penyaluran obat,
pengelolaan obat,
pelayanan
obat
atas
resep
dokter,
pelayanan
informasi
obat,
serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
TENAGA KEFARMASIAN
APOTEKER
TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN
SERTIFIKAT KOMPETENSI PROFESI
REGISTRASI, REGISTRASI ULANG
KETENTUAN UMUM
STRA
STRA
KHUSUS
SIPA
SIKA
STRT
TK
SIK
TTK
TENAGA KEFARMASIAN
Untuk dapat menjalankan Pekerjaan
Kefarmasian
Wajib memiliki
Surat Tanda Registrasi (STR)
Pasal 3 (2)
PENDELEGASIAN
KFN
DINK
ES
PROV
STRA
STRTTK
Pasal 6
STRA
Berlaku
selama 5
tahun,dap
at
diregistras
i ulang
selama
memenuh
i
persyarat
an.
STRT
TK
PERSYARATAN REGISTRASI
untuk memperoleh STRA, yaitu :
Bagian Kedua
Pasal 7
Ijazah Apoteker
Sertifikat kompetensi
profesi
Surat pernyataan
telah mengucapkan
sumpah/janji
Apoteker
Membuat surat
pernyataan akan
mematuhi dan
melaksanakan
ketentuan etika
profesi.
Pasal 7 (2)
Pasal
Pasal 13
PASAL 15
REGISTRASI ULANG
ALUR PENCABUTAN
PASAL 16
PENCABUTAN
Ka.dinkes kab/kota dapat mecabut SIPA, SIKA / SIKTTK karena :
a. Atas permintaan yg bersangkutan
b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi
c. Yg bersangkutan tidak bekerja pada tempat yg tercantum
dalam surat izin.
d. Yg bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik
dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian
berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan
dg surat ket dokter
e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian
berdasarkan rekomendasi KFN
f.
Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yg
dibuktikan dg putusan pengadilan
PASAL 23
ALUR PENCABUTAN
Pencabutan
SIPA, SIKA,
SIKTTK
Pemilik SIPA,
SIKA, SIKTTK
Tembusan
Dirjen,
Ka.Dinkes prov,
organisasi
profesi atau
organisasi yang
menghimpun
TTK
PASAL 23
PELAPORAN
Ka. Dinkes
kab/kota
Pasal
Pemberian izin
SIPA, SIK, dan
SIKTTK serta
pencabutan
Setiap 3 bulan
sekali
Ka.Dinkes
Prov
DIRJEN
Rekapitulasi
pemberian SIPA,
SIKA, dan SIKTTK
serta pencabutan
Setiap 6 bln
sekali
P A S A L 17
PEKERJAAN
KEFARMASI
AN
TENAGA
KEFARMASI
AN
WAJIB
MEMILIKI
SURAT IZIN
Sesuai
tempat
kerja
SIPA bagi
APT / SIPTTK
bagi TTK
PASAL 18
SIPA bagi APT hanya diberikan untuk 1 tempat
fasilitas kefarmasian
Dikecualikan
dari
ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 SIPA bagi APT di fasilitas
yanfar dapat diberikan paling banyak 3 tempat
fasilitas yanfar
Dalam hal apt telah memiliki surat izin apotek,
maka apoteker dapat memiliki 2 SIPA pada
fasilitas yanfar lain.
SIPTTK dpt diberikan untuk paling banyak 3
tempat fasilitas kefarmasian
PASAL 19
PEMDA
KAB/KOTA
MEMBERIKAN
SIPA/SIPTTK
ATAS
REKOMENDASI
TEMPAT
TENAGA
MENJALANKAN
PRAKTIK
PEJABAT
KESEHATAN
BERWENANG
KAB/KOTA
KASUS
KASUS
KASUS
PERMASALAHAN
Adanya sejumlah klinik yang melakukan
pelayanan kefarmasian di Sorong yang
beroperasi tanpa adanya apoteker.
PEMBAHASAN
A
Pelanggaran
Kasus tidak adanya apoteker di sejumlah
klinik dan apotek di Sorong dinilai telah
melanggar hak pasien untuk memperoleh
informasi dan edukasi kesehatan yang
seimbang dan bertanggung jawab, serta
pengobatan yang telah maupun yang akan
diterimanya dari tenaga kesehatan. Pasien
berhak untuk menerima informasi-informasi
tersebut dari tenaga kesehatan dalam hal
ini yaitu apoteker. Apoteker sebagai pihak
yang memiliki kompetensi untuk
menyampaikan informasi yang bertanggung
jawab terkait kesehatan dan pengobatan.
PEMBAHASAN
BAB V Sumber Daya di Bidang Kesehatan (Bagian Kesatu:
Tenaga Kesehatan)
Pasal 24
ayat (1)
Tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak
pengguna pelayanan
kesehatan, standar
pelayanan, dan standar
prosedur operasional.
Pelanggaran
Tenaga kesehatan, dalam hal
ini apoteker, yang tidak ada
di tempat selama jam apotek
beroperasi dan klinik
merupakan pelanggaran
terhadap kode etik apoteker.
Semua bentuk pelayanan
kefarmasian sudah
seharusnya dilakukan oleh
seorang apoteker.
Pelanggaran terhadap Kode
Etik Apoteker Indonesia akan
dibahas lebih lanjut
PEMBAHASAN
BAB VI Upaya Kesehatan (Bagian Kelimabelas: Pengamanan
dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan)
Pelanggaran
PEMBAHASAN
B
Pasal 1 butir 4
Pasal 1 butir 5
Pasal 1 butir 13
Pelayanan
kefarmasian
adalah suatu
pelayanan
langsung dan
bertanggung
jawab kepada
pasien yang
berkaitan
dengan
sediaan
farmasi
dengan
maksud
mencapai
hasil yang
pasti untuk
meningkatkan
mutu
Apoteker
adalah
sarjana
farmasi yang
telah lulus
sebagai
apoteker dan
telah
mengucapkan
sumpah
jabatan
apoteker.
Apotek adalah
sarana
pelayanan
kefarmasian
tempat
dilakukan
praktek
kefarmasian
oleh apoteker.
Pekerjaan
kefarmasian
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1)
harus
dilakukan oleh
tenaga
kesehatan
yang
mempunyai
keahlian dan
kewenangan
untuk itu.
Pelanggaran
Berdasarkan pasal-pasal di atas, sejumlah
klinik dan apotek dinilai telah melanggar
ketentuan-ketentuan tersebut. Pelayanan
kefarmasian seharusnya dilakukan secara
langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien. Dalam hal ini khususnya di apotek,
telah dinyatakan dengan jelas bahwa
praktek kefarmasian harus dilakukan oleh
seorang apoteker. Apoteker yang tidak
melaksanakan hal-hal tersebut juga
melanggar sumpah jabatan apoteker.
Pelanggaran terhadap sumpah jabatan
apoteker akan dibahas lebih lanjut di bawah
PEMBAHASAN
BAB II Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian (Bagian
Kelima: Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada
Pasal 21Pelayanan Kefarmasian)
Fasilitas
Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar pelayanan
kefarmasian.
Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh apoteker.
Pelanggaran
Apoteker yang tidak ada atau tidak hadir selama jam apotek
beroperasi atau klinik menyebabkan pelayanan kefarmasian
yang tidak dilakukan oleh apoteker, yaitu orang yang
berwenang dan berkompetensi dalam hal ini. Pada
kenyataannya, penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan
PEMBAHASAN
BAB II Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian (Bagian
Kelima: Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian)
Pasal 24 butir a
Pelanggaran
PEMBAHASAN
BAB II Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian (Bagian
Kelima: Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian)
Pasal 25 ayat (2)
(2) Dalam hal apoteker yang mendirikan apotek bekerja sama
dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap
dilakukan sepenuhnya oleh apoteker yang bersangkutan.
Pelanggaran
Sejumlah apotek dimungkinkan telah melanggar ketentuan ini.
Walaupun apotek adalah milik apoteker itu sendiri, ataupun apoteker
bekerja sama dengan pemilik modal, pekerjaan kefarmasian harus
tetap dilakukan oleh apoteker sebagai pihak yang berkompetensi.
PEMBAHASAN
BAB III Tenaga
Kefarmasian
Pelanggaran
Pelayanan
kefarmasian di
apotek, puskesmas
atau instalasi
farmasi rumah sakit
hanya dapat
dilakukan oleh
apoteker.
PEMBAHASAN
C
Pasal 21
Setiap tenaga
kesehatan yang
bekerja di klinik
harus bekerja
sesuai dengan
standar profesi,
standar prosedur
operasional,
standar
pelayanan, etika
profesi,
menghormati
hak pasien, serta
mengutamakan
kepentingan dan
keselamatan
PEMBAHASAN
Pelanggaran
Dalam kasus ini dari total 5 klinik, hanya 2 klinik
yang memiliki apoteker. Selama klinik tersebut
memiliki instalasi farmasi dan melakukan
pelayanan kefarmasian, maka klinik diwajibkan
memiliki seorang apoteker sebagai penanggung
jawab. Dalam kasus ini terindikasi sebagai
sebuah pelanggaran apabila pelayanan
kefarmasian tetap dilakukan tanpa adanya
apoteker. Apoteker yang tidak ada di tempat
selama jam buka klinik tidak sesuai dengan
kode etik dan standar profesi. Apoteker juga
tidak mengutamakan kepentingan dan
keselamatan pasien, karena pelayanan
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
D
PEMBAHASAN
Pasal 1
Pasal 2
Seorang apoteker harus berusaha dengan sungguhsungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Pasal 5
Pasal 7
PEMBAHASAN
Pelanggaran
Apoteker yang bekerja pada sejumlah klinik dan
apotik di Sorong dinilai telah melanggar pasal-pasal
di atas dalam Kode Etik Apoteker Indonesia. Apoteker
yang tidak hadir selama jam apotek beroperasi tidak
mengamalkan sumpah atau janji apoteker serta tidak
sungguh-sungguh dalam mengamalkan kode etik
profesinya (pasal 1 dan 2). Apoteker juga seharusnya
berada, dalam hal ini, di klinik atau apotek,
melakukan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan
kompetensinya, seperti pelayanan dan penyerahan
resep dokter, serta pemberian informasi dan edukasi
pengobatan kepada pasien (pasal 3).
Apoteker juga dinilai melanggar pasal 5 dalam Kode
Etik Apoteker Indonesia. Apoteker yang tidak hadir
selama jam operasional klinik dan apotek cenderung
hanya berorientasi pada materi karena tidak
PEMBAHASAN
Pasal 15
Seorang apoteker
bersungguh-sungguh
menghayati dan
mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia dalam
menjalankan tugas
kefarmasiannya sehari-hari.
Pelanggaran
BAB V Penutu
PEMBAHASAN
E
Sumpah/Janji
Apoteker
Sebelum melakukan pekerjaan yang menjadi kewenangan dan
kompetensinya, seorang apoteker harus mengucapkan lafal sumpah
atau janji menurut agama yang dipeluknya. Isi sumpah/janji
apoteker sesuai dengan PP Nomor 20 Tahun 1962 tentang Lafal
Sumpah Janji Apoteker adalah sebagai berikut:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan.
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui
karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker.
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan
pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan hukum perikemanusiaan.
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berihtiar dengan
sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan
PEMBAHASAN
Pelanggaran
Apoteker yang tidak hadir di sejumlah klinik dan apotek selama
jam operasional di Sorong juga melanggar lafal sumpah/janji
apoteker yang telah diucapkannya. Apoteker tersebut dinilai
telah melanggar sumpah/janji apoteker pada butir 1 dan 4.
Apoteker yang tidak hadir tersebut sudah jelas tidak
menjalankan tugas yang menjadi kewajibannya dengan sebaikbaiknya. Apoteker tersebut juga tidak mengimplementasikan isi
dari butir 1 sepenuhnya. Dengan ketidak hadiran apoteker di
klinik atau apotek, tidak ada pelayanan kesehatan dalam
bidang kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker tersebut.
Sudah seharusnya sumpah/janji apoteker dijadikan landasan
bagi seorang apoteker sebagai landasan moral dalam
pengabdian profesinya.
SANKSI
A
SANKSI
A
Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009
Pasal 198
orang yang tidak memiliki keahlian dan
tentang Setiap
Kesehatan
BAB XX
Ketentuan
Pidana
SANKSI
B Kode Etik Apoteker Indonesia
Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun
tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode
Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui
dan menerima sanksi dari pemerintah,
ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya
(IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila apoteker melakukan pelanggaran kode etik
apoteker, yang bersangkutan dikenakan sanksi
organisasi. Sanksi dapat berupa pembinaan, peringatan,
pencabutan keanggotaan sementara, dan pencabutan
keanggotaan tetap.
SOLUSI
SOLUSI
BAB I Ketentuan Umum
BAB II Registrasi
BAB III Izin Praktik dan Izin Kerja
Bagian Kesatu: Umum
Pasal 17
SOLU
SI
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009, Kode Etik Apoteker Indonesia dan
Implementasi-Jabaran Kode Etik, Ikatan Apoteker Indonesia, Jakarta.
Menteri Kesehatan RI, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian, Menteri Kesehatan RI, Jakarta.
Menteri Kesehatan RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014
tentang Klinik, Menteri Kesehatan RI, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Jakarta.