Identifikasi Masalah Pertambangan Mineral Di Indonesia

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

IDENTIFIKASI MASALAH

PERTAMBANGAN MINERAL DI
INDONESIA

Oleh:
Fachri Rahmat 03021281520147
M. Ibnu Hajar03021181520137
Maudy Handayani 03021181520027
Raudhoh Safitri 03021181520117
Haris Wijanarko 03021181520022

1. Pelaksanaan reklamasi yang tidak dipantau bahkan diabaikan


Contoh Kasus :
24 Orang Tenggelam di Bekas Galian Batubara
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) merilis jumlah korban tewas tenggelam
di lubang bekas tambang batu bara di Kutai Kartanegara dan Samarinda,
Kalimantan Timur, sudah mencapai 24 orang. Berdasarkan data yang
dihimpun Jatam Kalimantan Timur, di wilayah Kalimantan Timur terdapat
4.464 lubang tambang dari total 1.488 Izin Usaha Pertambangan (IUP),
dengan cakupan luas 5,4 juta hektare. Masing-masing perusahaan
setidaknya membuka tiga lubang tambang. Lubang yang tidak segera
ditutup kembali (reklamasi) berubah menjadi danau dengan air yang jernih.
2. Izin izin pertambangan yang bermasalah
Contoh Kasus :
Kementrian ESDM : 49 Izin Pertambangan di Sumsel Bermasalah
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan sedikitnya 49 Izin Usaha
Pertambangan di Sumatera Selatan masih bermasalah atau belum berstatus clean
and clear/CnC. Kementerian ESDM berharap keaktifan dari pemerintah provinsi
untuk menuntaskan persoalan IUP ini. Hal ini mengingat kewenangan pemerintah
provinsi sebagai pemberi izin dan sekaligus pengawas sudah dikembalikan, setelah
diberlakukannya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. Berdasarkan
koordinasi dan supervisi sebelumnya diketahui terdapat 874 IUP yang harus dicabut,
sebanyak 1,37 juta hektare IUP masuk ke dalam kawasan hutan konservasi.
Kemudian, sebanyak 4,93 juta hektare masuk kawasan hutan lindung, dan terdapat
piutang pelaku usaha (dominan pajak batu bara) sebesar Rp25 triliun, dan hampir
75 persen IUP tidak meletakan jaminan reklamasi dan pasca tambang dalam
rencana kerjanya, dan 187 perusahaan pemilik IUP yang tidak memiliki nomor pokok
wajib pajak. Setelah ditindaklanjuti selama satu tahun, data terakhir menunjukkan
terdapat 3.983 IUP yang belum CnC di seluruh Indonesia, dan dari jumlah itu
sebanyak 423 IUP yang sedang dalam proses. Pemantauan IUP ini merupakan
tindak lanjut dari kegiatan koordinasi dan supervisi se-Indonesia sektor mineral batu
bara (Minerba) pada 2015 bersama Komisi Pemberatasan Korupsi.
3. Ekspor konsentrat
Contoh Kasus :
Freeport Mengekspor Tembaga Konsentrat Lagi
PT Freeport Indonesia resmi memperoleh perpanjangan masa kontrak
ekspor konsentrat tembaga. Surat perpanjangan itu diberikan Kementerian
Perdagangan menyusul pemberian rekomendasi ekspor oleh Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral. Sebelumnya, ekspor konsentrat tembaga
PT Freeport sempat tertunda selama hampir dua pekan lantaran syarat
yang diminta pemerintah belum dipenuhi. Syarat tersebut adalah
penerapan bea keluar sebesar 5 persen serta setoran uang jaminan
pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) sebesar US$
530 juta. Pemerintah memberikan syarat itu karena PT Freeport gagal
memenuhi target pembangunan smelter sebesar 60 persen dalam periode
enam bulan sebelumnya. Namun PT Freeport meminta keringanan syarat
melalui surat yang dikirimkan pekan lalu. Perusahaan pertambangan itu
menyepakati bea keluar 5 persen, tapi uang jaminan belum disetor.
4. Turunnya harga komoditas tambang
Contoh Kasus :
Harga Batubara Anjlok, 5 Perusahaan Tambang di Jambi Tutup
Lima perusahaan batu bara di Provinsi Jambi yang beroperasi di Kabupaten Tebo terpaksa tutup dan menghentikan
kegiatannya. Mereka juga tidak memperpanjang izin usaha pertambangan. Kelima perusahaan melakukan eksplorasi di area
seluas 11.350 hektare.Sebanyak 10.000 ton batu bara dari Kabupaten Tebo, tutur dia, kini terbengkalai di Pelabuhan Talang
Duku, Kabupaten Muarojambi, karena tidak terjual. Batu bara itu milik PT AAA sebanyak 3.000 ton dan PT Winner 7.000 ton.
Produksi batu bara memiliki tiga kategori kualitas, yakni high, medium, dan low. Khusus di Tebo, kandungan kalori batu bara
di daerah ini berkisar 5.000 dan masuk kualitas low. Jadi harga batu bara di Tebo terbilang sangat murah. Berdasarkan data
Dinas ESDM Provinsi Jambi, harga batu bara di Jambi stagnan dan cenderung turun akibat kelebihan stok. Dengan kondisi
yang berat ini, 70 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan masih sebatas eksplorasi, belum meningkatkan ke
produksi. Dinas ESDM berencana mencabut izin mereka.
5. Lereng yang tidak stabil menyebabkan rawan terjadinya longsor
Contoh Kasus :
Tambang Freeport Longsor Lagi pada Akhir Pekan, Satu Pekerja Tewas
Bencana longsor di lokasi pertambangan PT Freeport Indonesia kembali terjadi dan menelan
korban, longsor terjadi di area pertambangan di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua.
Musibah itu disebut ground failure atau runtuhan massa batuan. Karyawan itu sebenarnya telah
bekerja sesuai dengan standar prosedur operasional dalam lokasi tambang.kejadian semacam
itu tak bisa diperkirakan oleh para pekerja sekalipun sudah mengikuti prosedur yang
ditetapkan.
6. Spontaneous Combustion yang dapat terjadi di stockpile batubara
Contoh Kasus :
Kajian CMM akibat Spontaneous Combustion pada Temporary Stockpile Bangko Barat PT. Bukit Asam
Pemanasan global merupakan isu internasional yang sering dibahas mulai dari kalangan ilmuwan, peneliti hingga masyarakat umum. Penyebab utamanya disebabkan oleh
menipisnya lapisan ozon. Sumber emisi terbesar diantaranya gas CO2 dan CH4. Pertambangan batubara ikut mempengaruhi kandungan udara di atmosfer melalui
penggunaan alat-alat mekanis dan batubara yang terekspos hingga terjadi spontaneous combustion. Tujuan penelitian adalah mengetahui karakteristik temporary stockpile,
menentukan laju alir Gas Metana Batubara atau Coal Mine Methane (CMM), menghitung Emission Factor (EF) dan mengetahui penanggulangan spontaneous combustion di
Temporary Stockpile Bangko Barat. Penelitian dilakukan dengan pengukuran lapangan langsung menggunakan alat pengukur gas detector Altair 4X . Pada Temporary
Stockpile Bangko Barat PT. Bukit Asam (Persero), Tbk terjadi spontaneous combustion yang menghasilkan CMM sebagai sumber emisi. Berdasarkan pengolahan dan analisis
data lapangan didapat bahwa pada titik tertentu di temporary stockpile terjadi spontaneous combustion yang disebabkan ketinggian tumpukan batubara lebih dari 7 meter,
batubara sudah ditumpuk lebih dari 6 bulan, saluran air yang kurang bekerja optimal, adanya sisipan mineral lain seperti batu pack, sudut timbunan yang lebih dari 400.
Pada menit pertama CMM belum terdeteksi namun pada menit selanjutnya, CMM dapat diukur hingga mencapai titik maksimum tertentu. Nilai EF dari Temporary Stockpile
adalah 0,09126 m3/ton. Hal ini menyatakan dalam 1 ton batubara yang mengalami spontaneous combustion akan mwnghasilkan 0,09126 m3 emisi CMM. Penanggulangan
7. Penambangan emas memicu pencemaran oleh merkuri
Contoh Kasus :
Penambangan Emas Picu Pencemaran Merkuri
Peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Marike Mahmud,
mengatakan, dampak negatif dari penambangan emas yang dilakukan
rakyat adalah pencemaran merkuri. Bahkan, dampak lingkungan seperti
perubahan kualitas air, sedimen, hewan air, dan vegetasi akibat
penggunaan merkuri dalam mengekstraksi emas turut menjadi
dampaknya. Pencemaran merkuri adalah hasil proses pengolahan emas
secara amalgamasi. Proses amalgamasi emas yang dilakukan oleh
masyarakat secara tradisional dapat terlepas ke lingkungan. Untuk
mengatasi dampak negatif yang lebih parah, harusnya ada pengawasan
secara khusus dan tersistematis tentang cara-cara yang benar dalam
menambang emas.
8. Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) semakin merajalela
Contoh Kasus :
Tambang ilegal di Kabupaten Merangin, Jambi kembali memakan korban jiwa. Kali ini sebelas orang tewas
tertimbun di lubang galian tambang sedalam 15 meter di Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah
Pembarap, Merangin, Jambi.
Informasi yang berhasil dihimpun, kejadian ini bermula saat sebelas pekerja tambang ilegal saat itu
bekerja mencari emas di dalam lubang galian sedalam 15 meter, tiba-tiba air langsung masuk dalam
galian dan menimbun sebelas pekerja.
Pekerja yang lain berusaha menyelamatkan diri dari dalam lubang yang terus terisi air, namun karena
dalamnya lubang tersebut sebelas pekerja tadi tak bisa selamat.
9. Masalah lingkungan yang disebabkan oleh pertambangan
Contoh Kasus :
Pertambangan Batubara Meracuni Air Di Kalimantan Selatan
Laporan yang merupakan hasil investigasi lapangan Greenpeace selama
kurang lebih enam bulan inijuga menyajikan bukti kuat betapa
perusahaan-perusahaan tambang batubara itu telahmenggelontorkan
limbah berbahaya ke dalam sungai dan sumber-sumber air masyarakat,
melanggarstandar nasional untuk pembuangan limbah di pertambangan.
Dalam laporan ini tercatat, 22 dari 29 sample yang diambil
olehGreenpeace dari kolam penampungan limbah dan lubang-lubang
bekas tambang dari lima konsesipertambangan batubara di Kalimantan
Selatan ditemukan memiliki derajat keasaman (pH) yangsangat rendah,
jauh di bawah standar yang ditetapkan pemerintah. Dari seluruh sampel,
18diantaranya memiliki derajat keasaman (pH) di bawah 4. Seluruh
sampel yang diambil jugaterdeteksi mengandung konsentrasi logam berat.
Kebocoran dan potensi melimpahnya air dari kolam-kolam yang
terkontaminasi limbah berbahaya dikonsesi pertambangan batubara
menimbulkan bahaya pada rawa-rawa, anak sungai dan sungai
disekitarnya.
10. Kegiatan eksploitasi merusak tatanan lingkungan
Contoh Kasus :
Eksploitasi Batubara Rusak Kalimantan
Kapal-kapal berisi gunungan-gunungan batu bara berlalu di atas Sungai
Mahakam yang tercemar setiap beberapa menit. Dilihat dari atas, mereka
membentuk garis bertitik-titik hitam sejauh mata memandang, yang
berlayar menuju pembangkit-pembangkit listrik di China dan India.
Perburuan batu bara yang telah menarik penambang internasional ke
Kalimantan Timur telah merusak ibukota provinsi Samarinda, yang berisiko
ditelan pertambangan jika eksploitasi deposit mineral itu berkembang lebih
jauh. Tambang mencakup lebih dari 70 persen wilayah Samarinda, menurut
data pemerintah, memaksa desa-desa dan sekolah untuk menjauhi
longsoran lumpur yang beracun dan sumber-sumber air yang tercemar.
Kerusakan hutan di sekitar kota untuk membuka jalan bagi tambang juga
telah menghancurkan penahan alami melawan banjir, menimbulkan air bah
setinggi pinggang saat musim hujan. Dan meski 200 juta ton batu bara
digali dan dikirim dari Kalimantan Timur setiap tahun, ibukota masih sering
mengalami listrik padam selama berjam-jam karena pembangkit listrik
yang sudah tua terus bermasalah.
11. Munculnya berbagai penyakit pada manusia akibat dampak pencemaran
penambangan batubara

Limbah pencucian batubara zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya
dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit. Karena Limbah
tersebut mengandung belerang (b), Merkuri (Hg), Asam Sianida (HCN), Mangan (Mn), Asam sulfat
(H2sO4), di samping itu debu batubara menyebabkan polusi udara di sepanjang jalan yang
dijadikan aktivitas pengangkutan batubara. Hal ini menimbulkan merebaknya penyakit infeksi
saluran pernafasan, yang dapat memberi efek jangka panjang berupa kanker paru-paru, darah
atau lambung. Bahkan disinyalir dapat menyebabkan kelahiran bayi cacat.
12. Kerusakan lingkungan dan masalah kesehatan yang
ditimbulkan oleh proses penambangan dan penggunaannya.
Batubara dan produk buangannya, berupa abu ringan, abu berat, dan kerak
sisa pembakaran, mengandung berbagai logam berat :seperti arsenik,
timbal, merkuri, nikel, vanadium, berilium, kadmium, barium, cromium,
tembaga, molibdenum, seng, selenium, dan radium, yang sangat
berbahaya jika dibuang di lingkungan.
13. Terganggunya Arus Jalan Umum
Banyaknya lalu lalang kendaraan yang digunakan untuk angkutan batubara
berdampak pada aktivitas pengguna jalan lain. Semakin banyaknya
kecelakaan, meningkatnya biaya pemeliharaan jembatan dan jalan, adalah
sebagian dari dampak yang ditimbulkan.
14. Konflik Lahan Hingga Pergeseran Sosial-Budaya Masyarakat
Konflik lahan kerap terjadi antara perusahaan dengan masyarakat lokal
yang lahannya menjadi obyek penggusuran. Kerap perusahaan
menunjukkan kearogansiannya dengan menggusur lahan tanpa melewati
persetujuan pemilik atau pengguna lahan. Atau tak jarang mereka
memberikan ganti rugi yang tidak seimbang dengan hasil yang akan
mereka dapatkan nantinya. Tidak hanya konflik lahan, permasalahan yang
juga sering terjadi adalah diskriminasi. Akibat dari pergeseran ini membuat
pola kehidupan mereka berubah menjadi lebih konsumtif. Bahkan
kerusakan moral pun dapat terjadi akibat adanya pola hidup yang berubah.
15. Pembakaran batubara dan ancaman terbesar terhadap
iklim kita
Pembakaran batubara meninggalkan jejak kerusakan yang tak kalah
dahsyat. Air dalam jumlah yang besar dalam pengoperasian PLTU
mengakibatkan kelangkaan air di banyak tempat. Polutan beracun yang
keluar dari cerobong asap PLTU mengancam kesehatan masyarakat dan
lingkungan sekitar. Partikel halus debu batubara adalah penyebab utama
penyakit pernapasan akut, merkuri perusak perkembangan saraf anak-anak
balita dan janin dalam kandungan ibu hamil yang tinggal di sekitar PLTU.
Dan yang tak kalah penting, pembakaran batubara di PLTU adalah sumber
utama gas rumah kaca penyebab perubahan iklim seperti karbon dioksida,
sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan metana yang memperburuk kondisi
iklim kita.

16. Pertambangan batubara yang ditinggalkan dan limbah


pembakaran batubara
Jejak kerusakan yang ditinggalkan oleh batubara tidak berhenti di saat
pembakarannya. Di ujung rantai kepemilikannya, terdapat pertambangan
batubara yang ditinggalkan setelah dieksploitasi habis, limbah pembakaran
batubara, dan hamparan alam yang rusak tanpa pernah akan bisa kembali
seperti sedia kala. Pertambangan yang ditinggalkan pasca dieksploitasi
habis, meninggalkan segudang masalah untuk lingkungan dan masyarakat
sekitarnya. Lubang-lubang raksasa, drainase tambang asam, dan erosi
tanah hanya sebagian dari masalah. Hamparan alam yang rusak adalah
adalah kondisi permanen yang tak akan pernah pulih, sekeras apapun
usaha yang dilakukan untuk mengembalikannya.
Limbah pembakaran batubara sangat beracun, dan membahayakan
kesehatan masyarakat, tembaga, cadmium dan arsenic adalah sebagian
dari zat toksik yang dihasilkan dari limbah tersebut, yang masing-masing
memicu keracunan, gagal ginjal, dan kanker. Setiap rantai dalam siklus
pemanfaatan batubara meyumbangkan kerusakan yang diakibatkan oleh
energi kotor inimasing-masing dengan caranya sendiri. Kerusakan ini
nyata dan mematikan.
17. Air asam tambang (AAT) atau Acid Mine Drainage (AMD)
Merupakan air yang terkontaminasi oleh mineral yang umumnya
mengandung sulfur seperti pyrite, chalcopyrite ataupun sulfida besi lainya.
Beberapa bentuk adalah air yang berwarna oranye, merah atau kuning dan
mengendap di sediman. Umumnya memiliki pH rendah sehingga sulit
untuk didiami mahluk hidup atau dimanfaatkan manusia. Hanya bakteri
tertentu yang tahan pada kondisi ini. Beberapa reaksi pembentukan air
asam tambang seperti di bawah ini :

Yellow Boy Salah Satu Dampak Air Asam Tambang


Air asam tambang menyebabkan banyak masalah lingkungan di
pertambangan karena menyebabkan penurunan pH hingga 4 atau 3
sehingga tidak dapat didiami oleh ikan maupun plankton, mengganggu
reproduksi hewan air, penurunan dan inlitrasi ke air tanah, korosi dan
perusakan jalur pipa.
Pada dasarnya tailing adalah sisa ekstraksi mineral yang umumnya
berbentuk pasir sehingga sering disebut sebagai sirsat (pasir sisa
tambang). Tailing biasanya sudah didetoksifikasi atau dihilangkan
konsentrasi bahan beracunya sehingga secara teoritis dapat dilepaskan ke
lingkungan. Namun ada berbagai pertimbangan yang menjadikan tailing ini
berpotensi mencemari lingkungan. Tailing umumnya dilepaskan dalam
jumlah besar. Untuk ekstraksi tembaga dan emas, 99% dari produksi bijih
akan menjadi tailing. Jumlah yang besar ini memerlukan penempatan yang
akurat dan aman. Apabila ditempatkan di sungai tentu akan merusak
habitat substansi biotik. Ide untuk menempatkan di palung laut juga
beresiko jika tidak didasari penelitian dan perhitungan yang cermat dan
berkelanjutan.
Tailing juga belum dapat dimanfaatkan optimal sebab regulasi untuk
pemanfaatan material yang digolongkan sebagai limbah B3 (Bahan
Berbahaya Beracun) ini terkendala banyak hal. Hanya ada beberapa
aktivitas tambang seperti cut and fill yang mengurangi volume tailing yang
terbuang di permukaan secara cukup signifikan.
19. Pertambangan Tanpa Izin (PETI)
Pertambangan tanpa izin menjadi masalah pelik yang dihadapi dunia
pertambangan karena kompleksitas econososioculturpolitik yang
dimilikinya. Begitu rumit untuk jika hanya melihat PETI dari satu sisi saja,
lebih dari sudut pandang ekonomi dna budaya,disitu juga terangkum
permasalahan Corporate Social Responsibility dan lingkungan.
PETI tidak sekedar urusan perut masyarakat miskin sekitar tambang, sudah
ada urusan cukong dan becking di belakangnya. Terlebih jika aparat
keamanan juga turut bermain. Seperti yang terlihat pada aktivitas PETI
batubara di Kalimantan Selatan, PETI emas di Jawa Barat dan Kalimantan
Tengah. Semuanya didukung oleh pemilik modal dan tidak lagi merupakan
usaha penambangan tradisional. Kondisinya semakin sulit diselesaikan
selain karena minimnya good will dari pemerintah daerah dan pusat.
20. Kecelakaan di Lingkungan Pertambangan

Usaha pertambangan adalah suatu usaha yang penuh dengan bahaya. Kecelakaan-kecelakaan
yang sering terjadi, terutama pada tambang-tambang yang lokasinya jauh dari tanah.
Kecelakaan baik itu jatuh, tertimpa benda-benda, ledakan-ledakan maupun akibat pencemaran
atau keracunan oleh bahan tambang. Oleh karena itu tindakan tindakan penyelamatan
sangatlah diperlukan, misalnya memakai pakaian pelindung saat bekerja dalam pertambangan
seperti topi pelindung, but, baju kerja, dan lain lain.
Contoh sederhana karena kecelakaan kerja adalah terjadinya lumpur lapindo yang terdapat di
Porong, sidoarjo. Tragedi semburan lumpur lapindo yang terjadi beberapa tahun silam,
setidaknya menjadi bukti adanya kelalaian pekerja tambang minyak yang lupa menutup bekas
lubang untuk mengambil minyak bumi. Semburan di Porong, Sidoarjo bukan fenomena baru di
kawasan Jawa Timur. Fenomena yang sama terjadi di Mojokerto, Surabaya, Gunung Anyar,
Rungkut, Purwodadi, Jawa Tengah.
Bila melihat empat lokasi tersebut, Porong ternyata berada pada jalur gunung api purba. Gunung
api ini mati jutaan tahun yang lalu dan tertimbun lapisan batuan dengan kedalaman beberapa
kilometer dibawah permukaan tanah saat ini. Tinjauan aspek geologi dan penelitian sempel
material lumpur di laboratorium yang dilakukan Tim Ahli Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
sejak juni hingga pertengahan juli menunjukkan, material yang dikeluarkan ke permukaan bumi
memang berasal dari produk gunung berap purba.
21. Penyehatan Lingkungan Pertambangan
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan
hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan
kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan
kesehatan.
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
(1) Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
(2) Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
(3) Pengendalian dampak risiko lingkungan
(4) Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai
pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan
masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan
penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan
antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sektor ikut
serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll.) baik kebijakan dan
pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada
hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Penulis mengambil masalah ke-19 mengenai Pertambangan Tanpa Izin
(PETI). Alasan penulis mengambil tema tersebut dikarenakan tema tersebut
berkaitan dengan aspek lingkungan, kehidupan sosial, dan kehidupan
ekonomi masyarakat di sekitar area pertambangan.
Pertambangan Tanpa Izin (PETI) adalah usaha pertambangan yang
dilakukan oleh perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan yayasan
berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki Izin dan instansi
pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. PETI
diawali oleh keberadaan para penambang tradisional, yang kemudian
berkembang karena adanya faktor kemiskinan, keterbatasan lapangan
kerja dan kesempatan usaha, keterlibatan pihak lain yang bertindak
sebagai cukong dan backing, ketidakharmonisan hubungan antara
perusahaan dengan masyarakat setempat, serta krisis ekonomi ber
kepanjangan yang diikuti oleh penafsiran keliru tentang reformasi. Di sisi
lain, kelemahan dalam penegakan hukum dan peraturan perundang-
undangan yang menganaktirikan pertambangan (oleh) rakyat, juga ikut
mendorong maraknya PETI.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai