Uji Disolusi
Uji Disolusi
Uji Disolusi
LARUTAN OBAT
(In vitro dan in vivo)
SIRKULASI DARAH
SITUS AKTIF
EFEK TERAPI 3
I. TEORI DASAR
Suatu sediaan mengandung bahan obat dan jumlah obat yang
sama tidak menjamin mempunyai efek terapi yang sama.
Contoh :
kapsul fenitoin menyebabkan keracunan setelah eksipien
kalsium sulfat dihidrat diganti dgn laktosa karena absorpsi dalam
darah meningkat sehingga konsentrasi fenitoin dalam darah
meningkat, maka ketersediaan biologis obat tsb meningkat.
Ketersediaan hayati /biologis atau bioavailability adalah
keadaan yang menggambarkan efisiensi (kecepatan dan
jumlah) obat yang terabsorpsi dari sediaan.
Uji disolusi bertujuan mengukur jumlah zat aktif yang terlarut
dalam media cair yang diketahui volumenya pada suatu waktu
tertentu, menggunakan alat tertentu yang didisain untuk menguji
parameter disolusi.
4
Uji Disolusi lebih penting daripada
Uji Disintegrasi
Uji disintegrasi hanya mengukur hancurnya sediaan
padat secara fisik, tidak menjamin akan terdisolusi, apalagi
dihubungkan dengan ketersediaan hayati.
Obat harus terdisolusi sehingga berada dalam bentuk
larutan agar dapat diabsorpsi.
Asumsi : setiap hasil disolusi / larutan dapat diabsorpsi
maka ketersediaan hayati dapat diperkirakan melalui uji
disolusi.
Uji disolusi merupakan uji yang penting untuk mendeteksi
variasi dari batch ke batch atau didalam suatu batch
tertentu walaupun tidak semua uji disolusi mempunyai
korelasi yang baik dengan ketersediaan hayati.
5
Uji Disolusi dapat digunakan untuk memperkirakan
Indeks Ketersediaan Biologis
Harus memenuhi dua kriteria yaitu
Obat yang terdisolusi harus dalam bentuk bebas dan utuh
dalam saluran cerna (tidak membentuk kompleks dengan
komponen dalam saluran cerna atau terurai dalam
saluran cerna).
Absorpsi bukan merupakan rate limiting step.
Bila larutan yang terbentuk diabsorpsi dengan cepat,
maka jumlah yang diabsorpsi akan mempunyai korelasi
yang baik dengan kecepatan disolusi (in vitro), tetapi bila
diabsorpsi lambat / terbatas, maka ketersediaan hayati
(in vivo) tidak proposional dengan kecepatan disolusi
(in vitro).
6
Kecepatan Disolusi (1)
dw / dt = { [d . s] / v . h } . (c sat − c sol )
8
Faktor yang mempengaruhi kecepatan disolusi
1. Faktor teknologi :
gaya kompresi dan porositas
jenis mesin tablet
metode pabrikasi : metode granulasi (basah dan kering)
yang mempengaruhi kekerasan dan porositas granul
2. Faktor formulasi : jenis dan jumlah zat pengisi, zat
pengikat, zat desintegran / penghancur luar dan dalam, zat
lubrikan / pelincir.
3. Faktor zat aktif : pengaruh ukuran partikel dan kelarutan
zat aktif
4. Faktor yang berhubungan dengan lingkungan disolusi :
pengadukan
sifat media disolusi : pH, suhu, viskositas dan komposisi
media disolusi.
9
Uji Disolusi (1)
13
Tipe Alat Disolusi (1)
21
UJI KESESUAIAN ALAT (3)
22
PEMELIHARAAN ALAT UJI DISOLUSI
23
III. MEDIA DISOLUSI (1)
24
MEDIA DISOLUSI (2)
29
PROSEDUR ALAT TIPE 1 DAN 2 (4)
Tahap asam :
Masukkan 750 ml asam klorida 0,1 N dalam wadah
dan pasang alat.
Biarkan media hingga suhu 37º ± 0,5ºC.
Masukkan satu satuan sediaan ke dalam alat, tutup
wadah, jalankan alat pada kecepatan yang tertera pada
masing-masing monografi.
Setelah 2 jam pengujian tahap asam, ambil sejumlah
cairan alikot dan lanjutkan segera seperti tertera pada
tahap dapar.
Lakukan penetapan kadar terhadap alikot seperti
dinyatakan dalam masing-masing monografi.
33
PROSEDUR ALAT TIPE 1 DAN 2 (8)
Tahap basa :
Lakukan penambahan dapar dan pengaturan pH dalam
waktu tidak lebih dari 5 menit.
Tambahkan 250 ml Na3PO4 0,2 M bersuhu 37º ± 0,5ºC
ke dalam labu. Jika perlu atur pH hingga 6,8 ± 0,05
dengan penambahan HCl 2 N atau NaOH 2N.
Lanjutkan pengujian selama 45 menit atau selama
waktu seperti dinyatakan pada monografi.
Pada akhir periode pengujian, ambil sejumlah cairan
alikot.
Lakukan penetapan kadar terhadap alikot seperti
dinyatakan dalam masing-masing monografi.
34
PROSEDUR ALAT TIPE 1 DAN 2 (9)
METODE B
Prosedur (kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi).
Tahap asam :
Masukkan 1000 ml HCl 0,1 N dalam labu dan pasang
alat. Biarkan media disolusi hingga suhu 37º ± 0,5ºC.
Masukkan satu unit sediaan ke dalam alat, tutup wadah,
jalankan alat pada kecepatan seperti tertera pada
monografi.
Setelah 2 jam pengujian tahap asam, ambil sejumlah
cairan alikot, lanjutkan segera seperti pada tahap dapar.
Lakukan penetapan kadar terhadap alikot seperti
dinyatakan dalam masing-masing monografi.
35
PROSEDUR ALAT TIPE 1 DAN 2 (10)
Tahap basa :
Pada tahap ini gunakan dapar yang terlebih
dahulu dipanaskan hingga suhu 37º ± 0,5ºC.
Buang larutan asam dari labu, tambahkan ke
dalam labu 1000 ml dapar fosfat pH 6,8 yang
dibuat dengan cara mencampur HCl 0,1 N
dengan Na3PO4 0,2 M (3:1), jika perlu atur pH
hingga 6,8 ± 0,05 dengan penambahan HCl 2 N
atau NaOH 2 N.
36
PROSEDUR ALAT TIPE 1 DAN 2 (11)
40
PROSEDUR ALAT TIPE 4 (2)
42
VII. INTERPRETASI HASIL UJI DISOLUSI (1)
Tabel Penerimaan 1 :
Jumlah
Tahap Kriteria Penerimaan
yang diuji
S1 6 unit tiap unit tidak kurang dari Q + 5 %
44
INTERPRETASI HASIL UJI DISOLUSI (3)
45
INTERPRETASI HASIL UJI DISOLUSI (4)
Jumlah
Tahap Kriteria Penerimaan
yang diuji
rata-rata jumlah zat aktif terlarut tidak
S1 6 unit
kurang dari Q + 10 %
rata-rata jumlah zat aktif terlarut dari
S2 6 unit
12 unit ( S1 + S2 ) ≥ Q + 5 %
46
INTERPRETASI HASIL UJI DISOLUSI (5)
Tabel Penerimaan 3 :
Jumlah
Tahap Kriteria Penerimaan
yang diuji
- Tidak satu nilaipun diluar rentang penerimaan
dan
L1 6 unit
- tidak satupun nilai yang kurang dari jumlah yang
dinyatakan pada waktu penetapan akhir.
- Nilai rata-rata dari 12 unit sediaan (L1 +L2) ada
dalam tiap rentang penerimaan dan
- tidak kurang dari jumlah yang dinyatakan pada
waktu pengujian akhir,
L2 6 unit - Tidak ada satupun > 10% dari jumlah yg tertera
pada etiket diluar tiap rentang penerimaan,
- Tidak ada satupun > 10% dari jumlah yg tertera
pada etiket di bawah jumlah yang dinyatakan
pada waktu pengujian akhir. 48
INTERPRETASI HASIL UJI DISOLUSI (7)
Jumlah
Tahap Kriteria Penerimaan
yang diuji
- Nilai rata-rata dari 24 unit sediaan (L1 +L2+L3) ada
dalam tiap rentang penerimaan dan tidak kurang dari
jumlah yang dinyatakan pada waktu pengujian akhir,
- Tidak lebih 2 dari 24 unit sediaan yang diuji > 10%
dari jumlah yang tertera pada etiket di luar rentang
yang dinyatakan,
- Tidak lebih 2 dari 24 unit sediaan yang diuji > 10%
L3 12 unit
dari jumlah yang tertera pada etiket di bawah jumlah
yang dinyatakan pada waktu pengujian akhir,
- Tidak satupun dari keseluruh unit yang diuji > 20%
dari jumlah yang tertera pada etiket diluar tiap
rentang yang dinyatakan, atau > 20% dari jumlah
yang tertera pada etiket di bawah jumlah yang
dinyatakan pada waktu pengujian akhir.
49
INTERPRETASI HASIL UJI DISOLUSI (8)
50
INTERPRETASI HASIL UJI DISOLUSI (9)
Tabel Penerimaan 4 :
Jumlah
Tahap Kriteria Penerimaan
yang diuji
Tidak satupun jumlah zat aktif yang terlarut >
A1 6 unit
10%.
Rata-rata jumlah zat aktif yang terlarut dari 12
A2 6 unit unit sediaan (A1+A2) ≤ 10% dan tidak satu unit
pun dari jumlah zat aktif yang terlarut > 25%.
Rata-rata jumlah zat aktif terlarut dari 24
A3 12 unit unit (A1 + A2 + A3) ≤ 10 % dan tidak satupun
dari jumlah zat aktif terlarut > 25%.
51
INTERPRETASI HASIL UJI DISOLUSI (10)
TAHAP BASA :
Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, persyaratan dipenuhi
jika jumlah zat aktif terlarut dari unit sediaan uji memenuhi Tabel
Penerimaan 5.
Lakukan penetapan hingga tahap 3 kecuali hasil pada tahap
sebelumnya telah memenuhi.
Nilai Q pada Tabel Penerimaan 5 adalah 75% terlarut, kecuali
dinyatakan lain pada monografi.
Nilai Q yang dinyatakan pada monografi adalah jumlah total zat
aktif terlarut pada tahap asam dan tahap dapar, dinyatakan
dalam persen terhadap kadar yang tertera pada etiket.
Nilai 5%, 15% dan 25% pada Tabel Penerimaan 5 adalah
persentase thd kadar yang tertera pada etiket hingga nilai-nilai
ini dan Q memilki satuan yang sama. 52
INTERPRETASI HASIL UJI DISOLUSI (11)
Tabel Penerimaan 5 :
Jumlah
Tahap Kriteria Penerimaan
yang diuji
B1 6 unit tiap unit tidak kurang dari Q + 5 %
53
INTERPRETASI HASIL UJI DISOLUSI (BP 2015)
54
VIII. KESIMPULAN
55
DAFTAR PUSTAKA
TERIMAKASIH