Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kepatuhan minum obat anti diabetes dengan regulasi kadar gula darah pada pasien perempuan diabetes. Pasien yang tidak patuh minum obat lebih berisiko 14 kali memiliki kadar gula darah yang tidak terkontrol dibandingkan pasien yang patuh minum obat sesuai anjuran. Kepatuhan minum obat penting dalam mengendalikan kadar gula darah dan mencegah komplikasi penyakit diabetes.
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
75 tayangan48 halaman
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kepatuhan minum obat anti diabetes dengan regulasi kadar gula darah pada pasien perempuan diabetes. Pasien yang tidak patuh minum obat lebih berisiko 14 kali memiliki kadar gula darah yang tidak terkontrol dibandingkan pasien yang patuh minum obat sesuai anjuran. Kepatuhan minum obat penting dalam mengendalikan kadar gula darah dan mencegah komplikasi penyakit diabetes.
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kepatuhan minum obat anti diabetes dengan regulasi kadar gula darah pada pasien perempuan diabetes. Pasien yang tidak patuh minum obat lebih berisiko 14 kali memiliki kadar gula darah yang tidak terkontrol dibandingkan pasien yang patuh minum obat sesuai anjuran. Kepatuhan minum obat penting dalam mengendalikan kadar gula darah dan mencegah komplikasi penyakit diabetes.
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kepatuhan minum obat anti diabetes dengan regulasi kadar gula darah pada pasien perempuan diabetes. Pasien yang tidak patuh minum obat lebih berisiko 14 kali memiliki kadar gula darah yang tidak terkontrol dibandingkan pasien yang patuh minum obat sesuai anjuran. Kepatuhan minum obat penting dalam mengendalikan kadar gula darah dan mencegah komplikasi penyakit diabetes.
Unduh sebagai PPTX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 48
Kepatuhan Pasien
Pengetahuan Sikap Perilaku
Perilaku kesehatan Notoatmodjo (2007):
perilaku kesehatan adalah suatu respons organism
(seseorang) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan Faktor yang membentuk perilaku a. Faktor−faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai−nilai, dan sebagainya.
b. Faktor−faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud
dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas−fasilitas atau sarana–sarana kesehatan.
c. Faktor – faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud
dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi merupakan faktor antesenden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. 1. Pengetahuan 2. Keyakinan 3. Sikap 4. Persepsi 5. Demografi Faktor Pemungkin Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. 1. Ketersediaan sumber daya kesehatan 2. Prioritas & komitmen masyarakat/ pemerintah terhadap kesehatan 3. Keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan Faktor Penguat Faktor penguat merupakan faktor penyerta (yang datang sesudah) perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. 1. Keluarga 2. Petugas kesehatan 3. Petugas lain Kelompok refenensi dari perilaku masyarakat Kepatuhan Pasien Pengertian Kepatuhan • Menurut Haynes (1979) • compliance (kepatuhan) dapat didefinisikan secara sederhana sebagai perluasan perilaku individu yang berhubungan dengan minum obat, mengikuti diet dan mengubah gaya hidup yang sesuai dengan petunjuk medis. • kepatuhan (adherence atau compliance) didenifisikan sebagai tindakan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO dalam Hardiyatmi, 2016). Tugas : • Apa yang dimakksudkan adherence? • Apa yang dimaksud Complience? • Jelaskan persamaan dan perbedaan adherence dan compliance? • Kepatuhan minum obat merupakan keadaan ketika pasien minum obat yang tepat, pada waktu yang tepat, dosis yang tepat, jadwal yang benar, dan kondisi yang tepat • Kepatuhan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesembuhan disamping faktor individu, komunitas, strategi pengobatan, Faktor−Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat • Tingkat Pendidikan • Pengetahuan • Efek Samping • Sikap • Jarak • Sarana Transportasi • Biaya Transportasi • Peran PMO • Peran Keluarga Ketidak patuhan Ketidakpatuhan berobat mengakibatkan : • Tidak sembuh • Dapat kambuh Kembali • Terjadi resistensi menjadi sumber penularan kuman • gagal pengobatan. • waktu pengobatan lebih lama • Dana yang dikeluarkan lebih besar • Length of stay lebih lama Peran Apoteker Dalam Menigkatkan Kepatuhan
Treatment →Adherence→Outcomes
• The WHO defines adherence to long-term therapy as“the extent to
which a person’s behavior—taking medication, following a diet, and/or executing lifestyle changes-corresponds with agreed recommendations from a health care provider.”1 Often, the terms adherence and compliance are used interchangeably Article Highlights
• Approximately 50% of patients do not take medications as prescribed
• Medication adherence is not exclusively the responsibility of the patient • Increasing adherence may have a greater effect on health than improvements in specific medical therapy • Medication-taking behavior is complex and involves patient, physician, and process components • Identification of nonadherence is challenging and requires specific interviewing skills • Solutions include encouraging a “blame-free” environment, opting for less frequent dosing, improving patient education, assessing health literacy, and paying attention to rational nonadherence • Many helpful Web-based resources are available CAUSES OF POOR MEDICATION ADHERENCE • Poor adherence to medical treatment severely compromises patient outcomes and increases patient mortality • According to the WHO, improving adherence to medical therapy for conditions of hypertension, hyperlipidemia, and diabetes would yield very substantial health and economic benefits. • To improve medication adherence, the multifactorial causes of decreased adherence must be understood. The WHO classifies these factors into 5 categories: 1. socioeconomic factors, 2. factors associated with the health care team and system in place, 3. disease-related factors, 4. therapy-related factors, and 5. patient-related factors Patient-Related Factors Specific factors identified as barriers to medication adherence among inner city patients with 1.low socioeconomic status were high medication costs, 2.lack of transportation, 3.poor understanding of medication instructions, 4.and long wait times at the pharmacy. 5.A lack of family or social support is also predictive of nonadherence as is poor mental health Physician-Related Factors Not only do physicians often fail to recognize medication nonadherence in their patients, they may also contribute to it by prescribing complex drug regimens, failing to explain the benefits and adverse effects of a medication effectively, and inadequately considering the financial burden to the patient.
Ineffective communication between the primary care physician and the
patient with a chronic disease such as CVD further compromises thepatient’s understanding of his or her disease
Inadequate communication between physicians, hospitalists, primary
care physicians, and consultants also contributes to medication errors and potentially avoidable hospital readmissions Health System/ Team Building–Related Factors • Fragmented health care systems create barriers to medication adherence by limiting the health care coordination and the patient’s access to care. • Prohibitive drug costs or copayments also contribute to poor medication adherence. • Health information technology is not widely available, preventing physicians from easily accessing information from different patient care–related venues, • the amount of time a clinician spends with patients may be insufficient to properly assess and understand their medication-taking behaviors. TABLE 2. Questions a Clinician Can Ask to Assess a Patient’s Medication Adherence
I know it must be difficult to take all your medications regularly. How
often do you miss taking them? Of the medications prescribed to you, which ones are you taking? Of the medications you listed, which ones are you taking? Have you had to stop any of your medications for any reason? How often do you not take medication X? (address each medication individually) When was the last time you took medication X? (address each medication individually) Have you noticed any adverse effects from your medications? Penelitian kepatuhan minum obat pasien skizofrenia yang dilakukan Yilmaz & Okanli (2015) terhadap 63 pasien skizofrenia dihasilkan : 1. 54% pasien skizofrenia memiliki kepatuhan minum obat rendah, 2. 34,9% dengan kepatuhan sedang, dan 3. 11,1% dengan kepatuhan tinggi. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Diabetik dengan Regulasi Kadar Gula Darah pada Pasien Perempuan Diabetes Mellitus Relationship between Antidiabetic Drugs Consumption and Blood Glucose Level Regulation for Diabetes Mellitus Female Patients Oryza Dwi Nanda*1, R. Bambang Wiryanto2, Erwin Astha Triyono3 Latar Belakang: Pengendalian kadar gula darah merupakan hal yang penting dalam penanganan diabetes melitus. Pasien diabetes perlu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian kadar gula darah salah satunya adalah kepatuhan minum obat anti diabetik. Tujuan:
• Mengetahui hubungan dan besar risiko kepatuhan
minum obat oral anti diabetik dengan regulasi kadar gula darah pada pasien perempuan diabetes mellitus Metode:
• Desain penelitian kasus kontrol dengan teknik purposive
sampling, sehingga diperoleh 26 sampel penelitian yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok kasus (gula darah tidak teregulasi) sebanyak 13 dan kelompok kontrol (gula darah teregulasi) sebanyak 13 responden perempuan berusia 45-59 tahun yang menderita diabetes melitus. Hubungan dan besar risiko kepatuhan minum obat anti diabetik dengan regulasi gula darah pasien diabetes mellitus menggunakan uji chi-square. Hasil: • Pasien dengan gula darah tidak teregulasi menunjukkan: *46,2% patuh dan *53,8% tidak patuh dalam minum obat anti diabetik. Pasien dengan gula darah teregulasi menunjukkan sebanyak • 92,3% patuh dan • 7,7% tidak patuh dalam minum obat anti diabetik. Uji chi square menunjukkan terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat anti diabetik dengan regulasi kadar gula darah pada pasien diabetes melitus dengan nilai p=0,015 dan nilai OR sebesar 14 dengan CI 95% (1,385-141,485) yang berarti responden yang tidak patuh minum obat anti diabetik berisiko 14 kali mengalami regulasi gula darah yang buruk dibandingkan dengan pasien yang patuh dalam minum obat anti diabetik. Kesimpulan:
• Terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat anti
diabetik dengan regulasi gula darah pada pasien perempuan rawat jalan usia 45-59 tahun di Puskesmas Mojo, Pucang Sawu, dan Keputih Surabaya. Pasien dengan kadar gula darah tidak terkontrol lebih banyak tidak patuh dalam minum obat anti diabetik, sedangkan pada pasien dengan gula darah terkontrol sebagian besar cukup patuh dalam minum obat anti diabetik. • Jika Kadar gula darah terkontrol komplikasi diabetes lebih kecil kualitas hidup lebih lama sakit lebih kecil biaya terapi lebih rendah pasien puas terhadap pelayanan apoteker pasien Kembali ke apotek merekomendamendasi ke teman/tetangga/keluarga apotek banyak dikunjung pasien Pengaruh Edukasi Terstruktur dan Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi Usia Lanjut: Uji Klinis Acak Tersamar Ganda Ayatullah Khomaini, Siti Setiati, Aida Lydia, Esthika Dewiasty • Pendahuluan. • Hipertensi masih menjadi permasalahan penting pada usia lanjut. Edukasi dan kepatuhan minum obat antihipertensi adalah salah satu faktor yang menjadi bagian tata laksana hipertensi secara holistik dan komprehensif. Penelitian ini dilakukan untuk menilai pengaruh edukasi terstruktur dan kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap penurunan tekanan darah pada pasien usia lanjut. • Metode. • Uji klinis acak tersamar ganda pada Oktober 2012-Februari 2013 dilakukan pada pasien usia lanjut dengan hipertensi di tiga poliklinik di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Subjek dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu • kelompok I yang mendapat edukasi terstruktur dan checklist, • kelompok II yang mendapat edukasi terstruktur dan • kelompok III tanpa edukasi terstruktur dengan checklist. • Edukasi terstruktur dan checklist diberikan sebanyak 3 kali per bulan selama 90 hari. Dilakukan analisis dengan uji anova untuk melihat perbedaan tekanan darah pada ketiga kelompok setelah intervensi dengan prinsip analisis per protokol. • Hasil. • Didapatkan total 182 subjek yang memenuhi kriteria penelitian dan mengikuti penelitian sampai akhir, yang terdiri dari 60 subjek pada kelompok I, 61 subjek kelompok II dan 61 subjek kelompok III. • Pada akhir pengamatan, tekanan darah sistolik (TDS) kelompok I, II dan II mengalami penurunan secara berturut-turut menjadi 130 (rentang 90-179) mmHg, 135 (rentang 80-174) mmHg dan 133 (rentang 102-209) mmHg (p=0,04). • Sementara itu, tekanan darah diastolic (TDD) kelompok I, II dan III secara berturut-turut turun menjadi 70 (rentang 48-100) mmHg, 74 (rentang 45- 103) mmHg dan 78 (rentang 60- 102) mmHg (p <0,001). kelompok sistole diastole keterangan Kel I 130 70 Edukasi terstrujtur dan ceklist Kel 2 135 74 edukasi Kel 3 133 78 ceklist • Simpulan. • Edukasi terstruktur memiliki pengaruh bermakna terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok hipertensi usia lanjut, sedangkan kepatuhan minum obat antihipertensi dalam bentuk checklist tidak memiliki pengaruh yang bermakna. HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIHIPERTENSI TERHADAP KUALITAS HIDUP PADA PASIEN HIPERTENSI
Vivi Nurmalita1, Eva Annisaa2, Dodik Pramono3, Endang Sri Sunarsih2
1Mahasiswa Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Diponegoro 2Staf Pengajar Ilmu Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro 3Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang-Semarang, Jawa Tengah, Indonesia 50275, Telp. 02476928010 Latar Belakang :
Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular paling lazim
yang tergolong dalam penyakit degeneratif, dan disebut sebagai penyakit “Silent Killer”. Salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan peningkatan angka kejadian morbiditas dan mortalitas penderita hipertensi adalah ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat antihipertensi. Pengobatan antihipertensi harus dilakukan secara rutin agar kualitas hidup pasien menjadi lebih baik. • Tujuan : • Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap kualitas hidup pada pasien hipertensi. Metode
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian non-eksperimental yang bersifat
observasional dengan pendekatan penelitian dilakukan secara cross sectional. Responden penelitian adalah semua pasien hipertensi yang datang memeriksakan diri maupun berobat di Puskesmas Halmahera, Puskesmas Kedungmundu, dan Puskesmas Pandanaran Kota Semarang pada bulan Mei- Juni tahun 2018 yang memenuhi kriteria inklusi serta tidak memiliki kriteria eksklusi. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer berupa kuesioner MMAS-8 dan WHOQOL-BREF, serta data sekunder berupa rekam medis pasien hipertensi. Uji statistik yang dilakukan adalah uji Chi- square. Hasil
Tingkat kepatuhan minum obat antihipertensi dalam
kategori kepatuhan tinggi sebesar 64,4%, kategori kepatuhan sedang sebesar 28,9%, dan kategori kepatuhan rendah sebesar 6,7%. Tingkat kualitas hidup pasien hipertensi dalam kategori kualitas hidup baik sebesar 93,3%, dan kategori kualitas hidup kurang sebesar 6,7%. Hasil uji statistik antara kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap kualitas hidup pasien hipertensi adalah p<0,001. Kesimpulan
Terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan
minum obat antihipertensi terhadap kualitas hidup pasien hipertensi.