PSA Ambon
Nama lengkap | Persatuan Sepakbola Ambon | ||
---|---|---|---|
Julukan | Laskar Pattimura | ||
Berdiri | 1 April 1900 | ||
Stadion | Stadion Mandala Remaja Kota Ambon, Maluku (Kapasitas: 15,000) | ||
Pemilik | PT. Ambon Manise | ||
Liga | Liga 3 | ||
2019 | Babak Grup | ||
|
PSA Ambon (singkatan dari Persatuan Sepakbola Ambon) adalah tim sepak bola Indonesia yang bermarkas di Stadion Mandala Remaja, Kota Ambon, Maluku. Tim ini berkompetisi di Liga 3 Zona Maluku.[1]
Sejarah
Awal pendirian
Olahraga sepak bola pada awalnya merupakan permainan Eropa dan dapat ditemukan di tempat berkumpulnya orang-orang Eropa. Di Hindia Belanda, Victoria dari Surabaya, didirikan pada tahun 1894, merupakan klub sepak bola tertua.[2] Sekitar akhir abad ke-19, sepak bola diperkenalkan ke Ambon oleh para pekerja perkebunan pala dan cengkeh.
Klub sepak bola Persatuan Sepakbola Ambon yang belakangan punya sejarah menarik. Seperti yang digambarkan oleh nama klub dalam bahasa Melayu Ambon, klub ini berawal dari tim asosiasi dari Ambonese Voetbalbond. Pada masa penjajahan Belanda, sejumlah klub terbentuk di Ambon mulai tahun 1900-an dan seterusnya, antara lain Pusaka Maluku, Puspa Ragam, Hative Voetbal Club, dan Bintang Timoer Ambon. Kejuaraan-kejuaraan kecil diselenggarakan dalam skala kecil oleh Persatuan Sepakbola Ambon, namun hanya untuk hiburan santai.[3] Terlepas dari kenyataan bahwa banyak pemain Maluku pindah ke Jawa antara tahun 1910 dan 1930 (misalnya mendirikan asosiasi Maluku di sana dengan nama SV Jong Ambon, tim asosiasi memainkan pertandingan atas nama klub-klub di Ambon melawan tim asosiasi perwakilan lainnya dan klub-klub dari Hindia Belanda.
Periode ketenaran
Setelah Invasi Ambon pada tahun 1950, Maluku diduduki dan dianeksasi sebagai provinsi Indonesia. Mulai saat itu, tim PSA Ambon akan mengikuti kompetisi antar klub yang diselenggarakan oleh PSSI dengan memasuki piramida sepak bola Indonesia. Meski PSA Ambon bukanlah klub besar di sepak bola papan atas Indonesia pada tahun 1950-an, Namun, ia memang banyak melahirkan pemain berbakat untuk tim nasional Indonesia. Klub ini juga tidak bermain di kejuaraan tertinggi, seperti Perserikatan atau Galatama, tetapi dianggap sebagai penantang penting.[4] Striker terkenal asal Ambon adalah Matheos Putiray.
Pada tahun 1960an, muncullah kelompok berbakat yang beranggotakan Sutjipto Suntoro, Iswadi Idris, Max Timisela, Abdul Kadir, dan Jacob Sihasale yang secara kolektif dijuluki sebagai Harimau Asia'. Sihasale khususnya tumbuh menjadi pemain internasional.
Pada tahun 1980an, penyerang eksentrik Rochy Putiray menjadi bagian dari skuad. Pada tahun 1990an, dengan rambut dan sepatu berwarna, ia menjadi striker untuk Arseto Solo dan kemudian pindah ke Hong Kong. Reinold Pietersz juga bermain untuk PSA Ambon, sebelum ia membintangi Persebaya Surabaya pada tahun 1990an.
Pada tahun 1959, PSA mengikuti kompetisi nasional PSSI. PSA satu grup dengan Persibal Bali dan Persik Kediri. Karena selisih gol, PSA Ambon gagal meraih posisi juara grup dan lolos dengan mengalahkan Persibal Bali.
Pada tahun 1960an, PSA Ambon cukup sukses di grup kawasan Indonesia Timur. Pada tahun 1964, PSA Ambon bersama PSM Makassar dari wilayah Indonesia Timur lolos ke Kejurnas PSSI. Dari 8 pertandingan liga yang dimainkan, PSA menang melawan PSP Padang (3–1), imbang dua kali melawan PSB Bogor (3–3) dan melawan Persijem Jember (0–0). Mereka kalah dari tim-tim besar seperti Persija Jakarta, Persebaya Surabaya, Persib Bandung, PSMS Medan, dan PSM Makassar. Persija berhasil menjadi juara, sedangkan PSA Ambon finis di peringkat 7.
Pada tahun 1970-an, PSA Ambon kehilangan statusnya yang terkenal di Indonesia Timur karena klub yang ambisius dan sedang berkembang Persipura Jayapura. Level permainan PSA pun anjlok setelah para pemain kuncinya hengkang ke klub-klub di Makassar, Surabaya, dan Jakarta. Klub ini tidak lagi mampu lolos ke sepak bola papan atas nasional.
Periode kesuksesan baru
Pada era 1980an, PSA Ambon berhasil kembali menonjol di peta sepak bola Indonesia. Pada turnamen HUT PSSI ke-52 tahun 1982, PSA Ambon berhasil lolos ke final, setelah mereka secara mengejutkan menang 2–0 melawan Persema Malang di babak semifinal berkat gol John Parinusa dan Yosi Latuperisa. Namun pada pertandingan final melawan PSP Padang di Stadion Utama Senayan, mereka kalah 2–3 meski ada gol dari John Parinusa dan Ali Lilisula.
Pada tahun 1984, PSA Ambon lolos ke grup kualifikasi nasional Divisi I. PSA Ambon menempati posisi kedua grupnya, tertinggal 1 poin dari PSB Bogor yang menjadi pemimpin grup diperbolehkan bersaing dengan 3 klub lain untuk memperebutkan dua tempat promosi ke Galatama.
Pada tahun 1987, PSA Ambon berhasil menempatkan diri sebagai pemimpin grup pada kualifikasi grup Divisi I. Hal ini membuat PSA Ambon bisa bersaing dengan PSDS Deli Serdang, Persitara Jakarta Utara, dan Persegres Gresik untuk promosi ke level tertinggi. Dari tiga laga yang dilakoni, PSA kalah dari Persegres dan Persitara serta imbang melawan PSDS. Sangat disayangkan gol kebobolan Persegres dan Persitara semuanya dicetak oleh mantan pemain muda Ambon yang sudah lebih dulu hengkang dari klub.
Pada tahun 1992, upaya lain dilakukan untuk maju ke level tertinggi. Kali ini PSA Ambon harus melewati grup bersama Persiraja Banda Aceh dan PSIR Rembang untuk bisa dipromosikan. PSA berhasil mengalahkan Persiraja, namun kalah dari PSIR. Ketiga tim meraih 3 poin sehingga selisih gol menjadi penentu kemenangan PSIR Rembang.
Setelah meraih hasil bagus di divisi Indonesia Timur, pada tahun 1996 empat klub kembali mampu bersaing memperebutkan promosi ke kompetisi tertinggi nasional. Namun PSA Ambon finis di peringkat ketiga grup dan tak mampu lolos.
Sejak saat itu, PSA Ambon belum mampu menembus grup kualifikasi Divisi I nasional atau lolos promosi ke level tertinggi.
Penurunan prestasi
Menjelang akhir tahun 1990-an klub mengalami penurunan prestasi. Pulau Ambon dilanda konflik sosial berdarah pada tahun 1999. Dalam masa sibuk sulit untuk mengembangkan pemain muda berbakat dan rumah bagi klub, di Lapangan Merdeka, dibongkar oleh aparat. Klub ini pindah ke Stadion Mandala Remaja dan menempati posisi kedua di liga pada musim 2005 di belakang Persemalra Tual, yang menjadi juara karena selisih satu gol. Sejak itu, hanya sedikit hasil penting yang dicapai di kejuaraan divisi Maluku, dimana rivalnya Persemalra Tual dan Nusa Ina FC memenangkan kejuaraan Maluku pada tahun 2000an dan 2010an. Dari musim 2018, belum ada tim yang didaftarkan untuk mengikuti kompetisi sepak bola. PSA Ambon tidak aktif sejak saat itu, namun tidak dibubarkan. PSA Ambon tak mampu lagi menembus grup kualifikasi Divisi I nasional atau lolos promosi ke level tertinggi.
Sportieve neergang
Tegen het einde van de jaren negentig een kende de club een sportieve neergang. Het eiland Ambon werd getroffen door een bloedig sociaal conflict in 1999. In een hectische periode was het moeilijk om getalenteerde jeugdspelers te ontwikkelen en de thuishaven van de club, aan de Lapangan Merdeka, werd door de autoriteiten afgebroken. De club verhuisde naar het Mandala Remaja Stadion en werd in het seizoen 2005 nog tweede in de competitie achter Persemalra Tual, dat door het doelsaldo van slechts één doelpunt meer kampioen werd. Sindsdien werden er in het Moluks afdelingskampioenschap weinig spraakmakende resultaten meer geboekt, daar waar de rivalen Persemalra Tual en Nusa Ina FC wel Molukse kampioenschappen wonnen in de jaren 2000 en 2010. Vanaf het seizoen 2018 werd er zelfs geen team meer ingeschreven voor deelname aan het competitievoetbal. PSA Ambon is sindsdien inactief, maar niet opgeheven.
Referensi
- ^ "PSA Ambon Kontributor Pemain Timnas Indonesia Dan Liga Yang Mati Suri". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-04. Diakses tanggal 2021-11-04.
- ^ (Belanda) De la Croix, H. (2008). Sociale geschiedenis | Voetbal in Nederlands-Indië: Eddy en Frans Meeng, Indisch Historisch. URL geraadpleegd op 26 Mei 2023.
- ^ (Indonesia) Samloy, R. (2013). Tulehu, "Brazil-nya Maluku dan Indonesia", Jejak Tapak Guru Blog, 29 Maret 2013.
- ^ (Indonesia) Pinontoan, N. (2020). PSA Ambon, Kontributor Pemain Timnas Indonesia dan Liga yang "Mati Suri", Satu Maluku, 24 Oktober 2020.