Lompat ke isi

Pembicaraan:Sriwijaya

Konten halaman tidak didukung dalam bahasa lain.
Bagian baru
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Komentar terbaru: 2 bulan yang lalu oleh Naval Scene pada topik Hapus tag keakuratan
ProyekWiki Indonesia (Dinilai kelas B, High)
Ikon ProyekWiki
Artikel ini berada dalam lingkup ProyekWiki Indonesia, sebuah kolaborasi untuk meningkatkan kualitas Indonesia dan topik yang berkaitan dengan Indonesia di Wikipedia. Jika Anda ingin berpartisipasi, silakan kunjungi halaman proyek, dan Anda dapat berdiskusi dan melihat tugas yang tersedia.
 B  Artikel ini telah dinilai sebagai kelas B pada skala kualitas proyek.
 Tinggi 
Penting
 
Mantan artikel pilihan Artikel ini adalah mantan artikel pilihan. Silakan lihat halaman nominasi awalnya (untuk artikel lama, lihat arsip nominasi) dan alasan pembatalannya.


Raja-raja Sriwijaya

[sunting sumber]

Bagian ini saya sembunyikan per 25 Maret 2008. Silakan buka dan lengkapi/perbaiki dengan mencantumkan sumber yang laik. Kembangraps 09:58, 25 Maret 2008 (UTC)

Singasari melepaskan diri?

[sunting sumber]

Apakah Singasari pernah menjadi taklukan Sriwijaya? Sptnya tidak ada sumber yang menyatakan itu. Kembangraps (bicara) 18:15, 18 Oktober 2008 (UTC)

Setuju. Saya sembuyikan dulu keterangan yang meragukan tersebut. Salam, Naval Scene (bicara) 15:59, 21 Oktober 2008 (UTC)

Pemutakhiran rujukan

[sunting sumber]

Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula, rujukan utama artikel ini, sudah diterjemahkan. Ada yg mau mengecek dan memperbarui artikel ini? Mungkin perlu diperiksa dg buku Slametmuljana juga. Gombang (bicara) 06:53, 16 Januari 2010 (UTC)

...Raja keempat Hayam Wuruk memberikan tanggung jawab tersebut kepada pangeran Adityawarman, seorang peranakan Minang dan Jawa. Pada tahun 1377 terjadi pemberontakan terhadap Majapahit, tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan walaupun di selatan Sumatra sering terjadi kekacauan dan pengrusakan..., Dari beberapa rujukan Hayam Wuruk tidak pernah mengirim Adityawarman..., jadi saya perbaiki redaksinya VoteITP (bicara) 10:18, 23 Januari 2010 (UTC)

Bung VoteITP, yang tidak ada rujukan silakan dihapus saja. Salam, Naval Scene (bicara) 03:49, 3 Februari 2010 (UTC)

"dan Sulawesi"

Meskipun ada rujukannya, tetapi ada yang bisa menjelaskan?  Mimihitam  22:41, 1 Februari 2011 (UTC)

Berdasarkan atlas Sejarah dan banyak sumber yang saya baca, jangkauan politik kemaharajaan Sriwijaya tidak pernah menjangkau Sulawesi. Hanya Sumatra, Semenanjung, Jawa, dan Kalimantan, itu pun hanya wilayah pesisirnya. Akan tetapi memang diakui pedagang Sriwijaya mungkin menjangkau wilayah yang sangat luas, mulai dari India, Nusantara hingga Tiongkok. Tidak mustahil kapal dagang Sriwijaya menjangkau Sulawesi bahkan Maluku dan Filipina untuk mencari rempah-rempah. Tetapi itu tidak berarti wilayah kepulauan itu dibawah kendali politik Mandala Sriwijaya.

Sri Indrawarman seorang Muslim?

[sunting sumber]

Berdasarkan sumber Azyumardi Azra, Penerbit Mizan: "Ada sumber yang menyebutkan, karena pengaruh orang muslim Arab yang banyak berkunjung di Sriwijaya, maka seorang raja Sriwijaya yang bernama Sri Indrawarman pada tahun 718 masuk Islam." Meskipun tulisan ini bereferensi resmi dari Penerbit Buku Islam Mizan, saya amat sangat meragukan raja kedua Sriwijaya ini telah masuk Islam. Jika benar demikian, maka seharusnya ia mempromosikan agama barunya ini dan menyuruh anak-anaknya masuk Islam sebagai Umarah pembela iman, dan Kesultanan Palembang sudah terbentuk sejak tahun 718-an. Berkorespondensi dengan Khalifah dan mengundang da'i ke istana Sriwijaya tidak serta-merta berarti Sri Indrawarman masuk Islam. Ini pemikiran yang terlalu naif, sederhana yang kurang tepat meninjau hubungan diplomatik dan budaya dan memaknai hasrat Indrawarman untuk mempelajari dunia dan peradaban disekelilingnya, termasuk mitra dagangnya dunia Arab-Islam. Menurut saya menyimpulkan Indrawarman masuk Islam adalah terlalu gegabah dan tidak masuk logika bahwa raja selanjutnya tidak beragama Islam. Artikel wikipedia harus netral, dingin dan logis tanpa agenda mempromosikan agama tertentu seperti misi yang diemban beberapa penerbit berhaluan agama di Indonesia. Salam.(Gunkarta (bicara) 15:18, 22 Mei 2011 (UTC)).

Beberapa waktu lalu, di blog-blog dan forum-forum di internet juga disebutkan bahwa Majapahit sebenarnya Kesultanan Islam besar di Indonesia pada zaman dahulu. Mungkin hal itu semacam propaganda. -- Adiputra बिचर -- 03:54, 23 Mei 2011 (UTC)

Bisa saja kok seorang raja beragama Islam tapi penerusnya bukan. Contohnya raja Malaka Sultan Muhammad Syah yang muslim digantikan Seri Parameswara Dewa Syah yang Hindu. Gombang (bicara) 04:24, 23 Mei 2011 (UTC)

Saya baru mendengar episode Sultan Malaka diganti Raja Malaka Hindu, referensinya? Mengenai Indrawarman masuk Islam, "Possible but highly unlikely", mungkin tapi probabilitasnya sangat kecil dan hampir mustahil. Jika ia masuk Islam seharusnya sudah ada batu nisan makam Islam untuknya karena ia adalah Raja, seperti batu nisan di Aceh. Batu nisan Islam juga ditemukan di Tralaya Trowulan, tetapi itu pun harus dipastikan batu nisan milik siapakah itu, bisa saja saudagar atau warga setempat memang ada yang muslim, tapi belum tentu Rajanya. Masjid seharusnya sudah dibangun awal abad ke-8 di Sriwijaya. Ini hanyalah upaya Indrawarman untuk memahami dan mempelajari mitra dagang dan peradaban dunia lainnya, belum tentu masuk Islam. Kita harus netral dan jangan memanipulasi sejarah. Soal Majapahit, iya saya juga membaca blog ngawur itu.., Surya Majapahit yang sebenarnya Dewata Nawa Sanga ditulisi huruf Arab dan makam Islam Tralaya dianggap makam Sultan Majapahit. Yang benar adalah di Majapahit pun hidup kaum muslim, bahkan beberapa orang keraton ada yang menjadi muslim, akan tetapi masih minoritas, sifat budaya dan ritual Majapahit tetap Hindu Jawa Kuno yang bercampur filosofi Buddhis dan kepercayaan lokal pemujaan nenek moyang.(Gunkarta (bicara) 07:54, 23 Mei 2011 (UTC)).
Pranala tentang raja Malaka yang beragama Hindu, tapi saya kira ini offtopic di sini. Balik ke topik: pada artikel sudah dituliskan bahwa konversi ke agama Islam itu baru perkiraan, dan pembahasannya juga cuma sekilas. Saya kira itu tidak masalah, karena ada sumbernya. Kalau mau mungkin lebih dititikberatkan kepada kontak dengan agama Islam daripada konversinya sendiri, tapi ini mungkin harus baca sendiri rujukannya biar jangan salah. Gombang (bicara) 10:55, 25 Mei 2011 (UTC)
Sekali lagi asumsi-asumsi mengenai Sri Indrawarman masuk Islam amat gegabah dan sangat diragukan kebenarannya. Dan rujukannya adalah buku dari penerbit Mizan yang memang beragenda dakwah mempromosikan Islam. Mengundang ulama Arab ke istana Sriwijaya dan mempelajari Islam, belum tentu berarti sang Maharaja tertarik masuk Islam. Lihat contoh masa kini, Presiden AS Obama terlihat secara diplomatis menghormati, mempelajari dan mendekati dunia Islam, tetapi apakah dia seorang Muslim? Lagipula ini terjadi pada masa awal Sriwijaya, deretan Maharaja Sriwijaya selanjutnya untuk berabad-abad ke depan tetap menganut Buddha Mahayana. Jika benar seorang Maharaja Sriwijaya berpindah agama masuk Islam, ini bukanlah peristiwa remeh. Hal itu akan menimbulkan perubahan sosial, minimal akan ada masjid dibangun, pusat kajian Islam dibangun, segolongan rakyat ikut junjungannya masuk Islam, dan yang pasti akan ada tinggalan makam-makam Islam atau prasasti lokal akan menyinggung perpindahan iman ini. Nampaknya sumber lokal bungkam atas kabar catatan Arab ini. Mungkin hanya hubungan budaya dan diplomatik saja, sang Maharaja tertarik mempelajari dunia Arab-Islam tetapi tidak tertarik menjadi Muslim.Gunkarta (bicara) 25 Agustus 2012 07.11 (UTC)Balas
Tampaknya pendapat Bung Gunkarta benar.... SpartacksCompatriot Bicara 25 Agustus 2012 07.23 (UTC)Balas
Saya cenderung setuju dengan logika Bung Gunkarta. Namun menurut hemat saya, bila tulisan pada referensinya memang menuliskan "diduga masuk Islam", maka tidak benar bila di artikel diganti menjadi "dikabarkan tertarik"! Kita kan mengutip referensi, jadi tidak boleh menampilkan tafsir dari referensi tsb (nanti jadi riset asli namanya). Paling baik ialah siapa yang menambahkan keterangan itu, diminta periksa lagi apa kata2 yg tertulis di buku tsb. Sebagai pembanding, silakan tampilkan referensi yg meragukan highly unlikely opinion tsb, sehingga pendapatnya lebih seimbang. Demikian pendapat saya, Naval Scene (bicara) 25 Agustus 2012 07.54 (UTC)Balas
Itulah.., mungkin harus ada yang cari bukunya. Akan tetapi meskipun demikian, kita perlu juga patut mempertanyakan kenetralan narasumber (buku, pengarang dan penerbitnya). Karena kesetiaan wikipedia seharusnya pada kebenaran, tanpa berpihak pada agama atau agenda tertentu. Jangan salah dimengerti, saya seorang Muslim, tetapi sangat mewaspadai asumsi-asumsi gegabah yang sangat meragukan, walaupun bereferensi. Kutipan bisa dipilah, tak perlu seluruhnya dituliskan, fakta mengenai adanya surat dari Maharaja Sriwijaya untuk Khalifah di Damaskus sangat bagus, itu menunjukkan cakupan globalisasi dan diplomasi era Sriwijaya, tetapi asumsi pengarang seperti itu boleh tak usah dicantumkan.Gunkarta (bicara) 25 Agustus 2012 08.10 (UTC)Balas
Btw, sumber Azyumardi Azra dari Mizan itu dalam bentuk buku, jurnal, atau apa? Ada yang tahu? SpartacksCompatriot Bicara 25 Agustus 2012 08.15 (UTC)Balas

Turun jabatan ke Artikel Bagus

[sunting sumber]

Sy menyarankan kepada bung Gunkarta, VoteITP dan para penulis artikel ini sewaktu sebelum menjadi Artikel Pilihan supaya menurunkan "jabatan" artikel ini dari AP menjadi AB. Apa sebabnya? Karena banyak bagian dari artikel ini yg belum dikasi referensi. Ini sy kasi contoh kalimat.

Pembentukan dan pertumbuhan

  • Beberapa ahli masih memperdebatkan kawasan yang menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya, selain itu kemungkinan kerajaan ini biasa memindahkan pusat pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota tetap diperintah secara langsung oleh penguasa, sedangkan daerah pendukungnya diperintah oleh datu setempat.
Siapa ahlinya?
Apa referensi yang membuktikan kalo daerah pendukungnya dipindahkan oleh datu setempat?
  • Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
Ada bukti dan referensi?

Perdagangan

Pada bagian perdagangan, hanya sedikit bagian yg diberi referensi. Apa-apaan ini?

Masa keemasan

  • Berdasarkan sumber catatan sejarah dari Arab, Sriwijaya disebut dengan nama Sribuza. Pada tahun 955 M, Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan besar yang kaya raya, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kapulaga, gambir dan beberapa hasil bumi lainya.
Mas'udi itu siapa? Lebih baik utk sementara artikel Mas'udi dimerahkan dulu dan klo ada yg tahu banyak ttg sejarawan2 Arab, birukanlah artikel itu.
Adakah referensi pada kalimat di atas? (Maksud sy Berdasarkan.... [bla bla bla])

Dan masih banyak yg lain yg sy kira belum lengkap dari artikel ini, yah berupa referensi, apa dan siapa yg mengucapkan hal tersebut, yg sy pikir itu saja yg perlu diperbaiki dari artikel ini. Sialakan perbaiki, akan tetapi kalo tdk ada perbaikan, nanti sy akan ajukan artikel ini supaya "turun jabatan" dari Artikel Pilihan menjadi Artikel Bagus. --Akbar ini dari Kalbar 12 Januari 2013 06.11 (UTC)Balas

Halo Bung Akbar, menurut saya artikel ini telah banyak mengalami perubahan, termasuk tambahan bagian yang tidak memiliki referensi, mungkin tidak ada salahnya anda lihat lagi sejarah artikel ini. Memang sebaiknya, jika sebuah artikel telah terpilih menjadi artikel pilihan, minimal artikel tsb dijaga dan terus ditingkatkan kualitasnya. Saya pikir rencana anda tsb tidak perlu, mari kita perbaiki secara bersama, dan insyaallah untuk beberapa bagian yg anda pertanyakannya tsb nanti akan saya coba bantu melengkapinya, Salam, VoteITP (bicara) 14 Januari 2013 13.25 (UTC)Balas
Sy banyak menambah referensi artikel, lihat bagian agama, referensi buku Nana Supratna, Penyebaran penduduk Kemaharajaan Bahari, Struktur pemerintahan, itu sy bikin rintisan bagiannya, namun si Gunkarta, si budak assam (maksudnya kurang asam) menambahkan uraian dan tiada mengandung referensi di sana. Sy juga menambah referensi buku di bawah ini:
Halimi, Ahmad Jelani (Tamadun Bangsa Melayu) dan Collins, James T. (Bahasa Melayu, Bahasa Dunia) Aduh, memang si Gunkarta itu. Sy minta kakak yg senior di wikipedia, minta kepada dia supaya Kak Gunkarta itu janganlah menambahkan uraian seumpama tiada referensi terkandung didalamnya. Tolong, ya, kak. Sy disini menyampaikan kejujuran, bukan kebencian. Tlg, ya, kak, sampaikan kepadanya. --Akbar ini dari Kalbar 14 Januari 2013 13.41 (UTC)Balas
Bung Adi, kalau saya ingin meminta referensi dari suntingan yg ditambahkan, biasanya cukup saya letakkan tag {{fact}} di akhir bagian suntingan tsb. Kemudian saya beri waktu 2-4 minggu, kalau tidak ada perubahan maka saya akan hapus/sembunyikan dulu. Ini untuk memberi waktu pada si pengguna yg menambahkan, karena siapa tahu di dunia nyata beliau sibuk ketika itu. Demikian saran saya. Salam, Naval Scene (bicara) 15 Januari 2013 03.31 (UTC)Balas

Ada apa ini nama saya disebut-sebut? Saya kurang asam? Saran saya buat Bung tauhidin, pelajari lebih lanjut Wikipedia:Tetap dingin, Wikipedia:Kesopanan, Wikipedia:Etikawiki, dan Wikipedia:Jangan menyerang pribadi. Anda harus ingat artikel wikipedia adalah kerja kolaboratif, hasil kerjasama. Saya dan anda berhak menyuntingnya, sebaiknya kita semua menghindari sikap merasa lebih berhak di atas yang lain. Belajar bagaimana bersikap dalam komunitas wikipedia Indonesia. Dari tulisan anda seolah saya tidak berhak mengubah atau memperbaiki suntingan anda. Saya setuju dengan Bung Naval Scene, kalau ada pernyataan yang anda anggap meragukan, silakan tambahkan tag {{fact}}. Nanti yang bertanggung jawab menambahkannya (kalau tidak sibuk) akan berusaha mencari referensi atau suntingannya dihapus, semudah itu. Saya banyak membaca buku sejarah dan menambah uraian berdasarkan wikipedia english yang juga saya edit, dan menambahkannya untuk memperbaiki alur bercerita masing-masing paragraf agar lebih enak dibaca. Terkadang saya lupa atau segan menambahkan (mencari) referensi, dan saya anggap itu common sense sebelum ada pihak yang contested it (memprotesnya) dan meminta referensi. Saran saya untuk kita sebagai penyunting, daripada menuntut demosi (penurunan status) artikel, protes menuntut mana referensinya dan minta ini-itu, sebaiknya kita sama-sama mencari referensinya dan memperbaiki artikel ini. Arahkan energi kita untuk memperbaiki dan melengkapi artikel, bukan untuk saling bertengkar dan mementahkan suntingan editor lain. Mau referensinya? sebentar saya carikan.Gunkarta (bicara) 15 Januari 2013 20.52 (UTC)Balas

Baiklah, sy minta maaf. Ini karena kesalahan sy, Demi Allah, seumpama kak Gunkarta tak hadir dan mengingatkan sy utk memberitahukan kegiatan kakak dlm hal menambah referensi, pasti akan sy ajukan ini artikel supaya "turun jabatan". Oleh sebab itu, sy berterima kasih kpd semua yg tlh mengingatkan kesalahan sy. --Akbar ini dari Kalbar 16 Januari 2013 09.34 (UTC)Balas
Tak apa-apa, semuanya bisa dimusyawarahkan dengan kepala dingin. Marilah kita bekerja sama memperbaiki artikel di wikipedia Indonesia ini. Kontribusi-kontribusi bung Adi saya hargai.Gunkarta (bicara) 16 Januari 2013 11.46 (UTC)Balas
Like this. Naval Scene (bicara) 17 Januari 2013 04.44 (UTC)Balas

Invasi Darmasraya dan Kesultanan Malaka

[sunting sumber]

Kak Gunkarta baru2 ini menambahkan Kesultanan Malaka dan, seperti yg kita tahu kalo Sriwijaya runtuh seusai Invasi Darmasraya. Lha, kenapa Kesultanan Melaka termasuk penerus Sriwijaya. Jarak antara Kesultanan Malaka dan Sriwijaya jauh lho. Sekitar 3-4 abad. Ini, kenapa ya, Kak? --Akbar ini dari Kalbar 25 Januari 2013 06.30 (UTC)Balas

Begini Sriwijaya itu runtuh lalu diteruskan Dharmasraya, dan ibu kotanya pindah ke Dharmasraya (kini Sumatera Barat), oleh Adityawarman masuk ke pedalaman Minangkabau (ada dugaan menghindari pengaruh Jawa Majapahit yang menguasai pesisir Timur Sumatera). Tetapi di Palembang sendiri kedatuan lokal diduga masih ada, tapi di bawah bayang-bayang Jawa dan tidak terlalu kuat. Menurut Sulalatus Salatin leluhur pendiri Kesultanan Malaka itu Sang Nila Utama berasal dari Palembang, semula ia mendirikan kedatuan di Tumasik (Singapura) tapi diserang Jawa (Majapahit) sehingga keturunannya Parameswara melarikan diri berpindah ke Malaka. Jaraknya memang ada beberapa ratus tahun. Tapi berdasarkan klaim trah Malaka ini masih merunut pada Palembang. Maka kebanyakan ahli sejarah berpendapat Malaka adalah penerus Sriwijaya. Hal ini ditemukan di wikipedia english dan bahasa melayu. Penerus disini bukan berarti penerus dinasti (trah) atau masih ada hubungan keturunannya, karena wangsa (dinasti) penguasa Sriwijaya itu silih berganti, Wangsa pertama diturunkan oleh Dapunta Hyang, kemudian Sailendra dari Jawa tapi ada hubungan dengan bangsa Melayu, lalu wangsa Mauli (Dharmasraya), dan di Palembang sendiri ada wangsa Sang Sapurba yang kemudian menurunkan raja Singapura dan Malaka. Agak rumit memang karena memasukkan sumber sejarah Melayu yang kadang bercampur legenda.Gunkarta (bicara) 25 Januari 2013 10.00 (UTC)Balas
Hihi, hebat euy bisa meringkas dengan singkat dan padat seperti ini. Apa ga lebih baik dipindahkan ke badan artikel, lalu ditambahkan rujukannya? Sepertinya cukup mantap. Salam, Naval Scene (bicara) 21 Februari 2013 05.27 (UTC)Balas
Sy tdk mau. Sebab Wikipedia ini haruslah netral, bukan penuh dgn ,-misalnya:dongeng, pernyataan yg tdk pasti, atw sejenisnya-, klo bang Naval mau, bagaimana kalo pindahkan ke subbagian "Sriwijaya dalam fiksi dan dongeng"? Bagaimana, anda semua s'tuju? --Akbar ini dari Kalbar 21 Februari 2013 07.48 (UTC)Balas
He3x. Maksud saya, saya menyukai kepadatan informasi dalam rangkuman tulisan Bung Gunkarta di atas. Banyak sekali artikel-artikel yang panjang2 isi tulisnya, tapi perumusan kalimat dan fokusnya malah tidak jelas disampaikan oleh si pembuatnya (lihat: Diksi). Namun.... tentu saja tidak perlu dipindah kalau tidak ada rujukannya. Itu maksud saya sesungguhnya, Bung Akbar. Maaf ya, mungkin kata2 saya di atas sebelumnya kurang jelas. Salam, Naval Scene (bicara) 21 Februari 2013 08.14 (UTC)Balas
Oh, Sori sy salah pikir. --Akbar ini dari Kalbar 21 Februari 2013 08.32 (UTC)Balas

Terimakasih bang Naval atas pujiannya. Untuk Bung Akbar, masalah dalam penulisan sejarah Nusantara adalah, sumber naskah lokal seperti babad di Jawa atau hikayat Melayu seperti Sulalatus Salatin sering tercampur-baur dengan legenda dan dongeng. Artinya, beberapa bagian memang mengandung fiksi atau hal fantastis luar-biasa seperti sosok kedewaan Sang Sapurba yang turun ke bumi di Bukit Seguntang. Pararaton pun mengandung banyak kisah fantastis yang bersifat kedewaan mengenai sosok Ken Arok. Lalu apakah kita abaikan dan memasukkan semua informasi itu ke tempat sampah? Tentu tidak, kita harus kritis memilah mana bagian yang memang berdasarkan sejarah, mana yang mengandung legenda. Karena dalam sistem politik kerajaan kuno Nusantara sering melakukan pengakuan legitimasi politik dengan menggunakan legenda, mistis , gaib, atau ilahiah, seolah sang penguasa mendapatkan restu langit/dewa/Tuhan. Contoh legitimasi politik Mataram persatuan Panembahan Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Justru studi mengenai hal ini menunjukkan alam pikiran bangsa dan kerajaan itu pada masanya. Demikian menurut hemat saya. Sulalatus Salatin walaupun ada bagian yang bersifat legenda, janganlah diabaikan sebagai sumber sejarah.Gunkarta (bicara) 21 Februari 2013 15.53 (UTC)Balas

Karena artikel Kerajaan Singapura telah tercipta maka penerus Sriwijaya adalah Kerajaan Singapura kemudian barulah Kesultanan Malaka. Kerajaan Singapura adalah perantara antara Sriwijaya dan Melaka.Gunkarta (bicara) 12 Maret 2013 18.28 (UTC)Balas

Temuan sy yg terbaru

[sunting sumber]

Baru2 ini, sy ketemu satu website menjelaskan Sriwijaya. Situs ini tdk bernuansa blog, ini dia,

Nah, ini rencananya hendak sy masukkan sbgai ref di artikel Sriwijaya. T'lebih dahulu, sy minta tuan-tuan periksa kebenaran isi situs, siapa tahu ada yg tulalit dgn isi artikel. --A.A.T. 'Neijerhuys' Het Pontianaksch Volk 11 Juli 2013 07.24 (UTC)Balas

Tidak ada bukti Surat Raja Srivijaya ke Umar bin Abdul Aziz

[sunting sumber]

Sumber wikipedia yang mengutip adanya Surat dari Raja Srivijaya ke Umar bin Abdul Aziz tidak bisa dipertanggungjawabkan berikut alasannya:

Islam in the Indonesian World: An Account of Institutional Formation, oleh Azyumardi Azra, hal 155-157

Kutipan hal 155: The first letter or rather the introductory part of that letter, is cited by the renowned al-Jahiz (Amr al-Bahr, 163-255/763-869) in his Kitab al-Hayawam on the authority........ Unfortunately al-Jahiz, quotes only the opening part of the letter, so that we do not know what the content was........

Kesimpulan: Jadi tidak diketahui isinya.

Kutipan hal 157: Nua'aym b, Hammad wrote; "the king of al-Hind [inular] sent, a letter to Umar b. 'abd al-Aziz, which ran as follows: From the King of kings……..

Di sini Azyumardi Azra mengatakan surat kedua yang dikirim oleh Raja Srivijaya dan Azyumardi Azra sendiri mengutip surat tersebut dari ” Two letters from the Maharaja to the Khalifah ”, oleh S.Q. Fatimi hal. 127.

Dalam Two Letters”, (sebuah hipotesis) oleh S.Q. Fatimi tidak disebutkan itu surat dari Raja Srivijaya, tapi dari raja al-Hind nama lain dari India (Hindustan)

Istilah Maharaja sendiri lebih dikenal di India dibanding dengan Indonesia. Bahkan daalam hipotesis S.Q. Fatimi tidak menegaskan itu adalah surat dari Raja Srivijaya.

Kesimpulannya:

Jadi ini hanya baru Hipotesis bukan kebenaran, dan kutipan surat tersebut tidak bisa dikatakan surat dari Maharaja Srivijaya. – komentar tanpa tanda tangan oleh Sakra Dev (bk).

Setelah saya lihat langsung sumbernya, sepertinya Anda benar. Two Letters from the Maharaja hanya menyebut al-Hind. Jadi tampaknya sumber Islam in the Indonesian World (IIW) salah. Salam.  Mimihitam  18 November 2013 12.52 (UTC)Balas
Maaf, rasanya perlu lebih teliti lagi membacanya. Coba baca lagi bagian II, hal. 122, 123 dst yg menjelaskan apa pendapat S.Q. Fatimi tentang wilayah 'Al-Hind', mengutip pendapat geografer2 Arab. Salam, Naval Scene (bicara) 21 November 2013 12.20 (UTC)Balas
Satu lagi yg menarik. Siapakah kira-kira maharaja hindustan yang berkirim surat meminta pengajaran dari masa Muawiyyah abad ke-7? Karena raja2 Sindhu (timur laut) baru mengenal Islam abad ke-8, raja2 Punjab & Kashmir (utara) abad ke-10, apalagi raja2 tengah dan selatan baru pada masa awal Delhi abad ke-11, dst. Salam, Naval Scene (bicara) 21 November 2013 12.52 (UTC)Balas
Dari awal saya sudah meragukan tulisan dan tafsiran Azyumardi Azra, yang menyebutkan raja Sriwijaya meminta dikirim ulama untuk mengajarkan tentang Islam lewat suratnya ke Damaskus (bahkan ada yang berandai-andai Raja Sriwijaya memeluk Islam). Tapi karena itu bukunya jadi rujukan, yah sementara saat itu saya terima. Ternyata dia keliru menafsirkan Al-Hind = Sriwijaya. Al-Hind lebih tepat merujuk kepada India, sedangkan untuk Sriwijaya lebih tepat disebut oleh penjelajah Arab sebagai Sribuza, atau kawasan Sumatra-Jawa-Semenanjung (Nusantara) sebagai Jawah (جاوة). Keputusan untuk menyembunyikan bagian (paragraf) ini sudah tepat.Gunkarta (bicara) 24 November 2013 12.37 (UTC)Balas
Saya rasa bukan demikian, Bung Gunkarta. S.Q. Fatimi (bila dibaca lebih teliti lagi) dalam keterangan2 di makalahnya menunjukan bahwa telah terjadi pergeseran "makna" Al-Hind itu. Dari sebelum masuknya Mahmud Ghaznawi ke benua India dan sesudahnya. Terkutip di sana bahwa Ibnu Khurdadzbih (k. 893), Ibnu al-Faqih (k. 903), Ibnu Rustah, Yaqut dan Al-Qazwini bahkan memasukkan Qamar/Qimar (Khmer, Kamboja sekarang) sebagai bagian dari Al-Hind. Ini pendapat S.Q. Fatimi, Azyumardi Azra hanya mengutip pendapat tsb. Salam, Naval Scene (bicara) 25 November 2013 12.09 (UTC)Balas
Lamuri, Fansur dan Sribizah juga disebut, dalam Aja'ib Al-Hind Barrihi wa Bahrihi wa Jaza'irihi, Hal-hal menakjubkan Al-Hind tentang daratan, lautan, dan pulau-pulaunya. Melalui analisa apa2 yg tercantum di surat itu dan dengan membandingkannya dengan kronik Cina, S.Q. Fatimi memperkirakan bahwa raja Al-Hind tsb adalah She-li-t'o-lo-pa-mo (Srindrawarman). Begitulah. Salam, Naval Scene (bicara) 25 November 2013 12.21 (UTC)Balas
Wuah, saya baru tahu kalau halaman pembicaraan Srivijaya sepanjang ini. Saya malahan dapat banyak informasi yang saya belum pernah dengar di halaman ini. Semoga halaman ini tidak dikosongkan Okkisafire (bicara) 18 Desember 2013 07.30 (UTC)Balas

Maaf sribuja itu bukan sriwijaya tapi kerajaan yang lebih dulu ada di Palembang sebelum Sriwijaya meskipun ada sebagian sejarawan yang mengatakan bahwa kemungkinan kerajaan Sriwijaya juga sudah bermukim di Palembang sebelum dapunta hyang melakukan sidayathranya Sribuja adalah sebuah kerajaan Melayu yang menganut agama Hindu dan juga Buddha diketahui arca Buddha yang terdapat di bukit Siguntang sendiri lebih tua ketimbang usia prasasti kedukan bukit yang mungkin saja bahwa bukit Siguntang sudah menjadi tempat peribadatan sebelum zaman Sriwijaya Namun yang diketahui bahwa ratu Shima merupakan anak seorang pendeta dari kerajaan sribuja tersebut suaminya juga kartikeyasingha juga bagian dari bangsawan Melayu sribuja tersebut jikalau memang benar bahwa sidhayatra Sriwijaya dilakukan bersamaan dengan penyerangan sribuja hal inilah yang menyebabkan berhijrah nya keluarga sribuja ke tanah Jawa dan mendirikan kerajaan Kalingga Sritribuana (bicara) 28 Januari 2019 07.04 (UTC)Balas

Sriwijaya mengalami masa kemunduran di masa keemasan?

[sunting sumber]

Tidak setuju jika Sriwijaya mengalami masa kemunduran karena serangan dari Dharmawangsa Teguh. Karena Justru dalam prasasti Pucangan disebutkan sebuah peristiwa Mahapralaya, yaitu peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur, pada tahun 1006 atau 1016 menyerang dan menyebabkan terbunuhnya raja Medang terakhir Dharmawangsa Teguh. RobbiD (bicara) 15 Desember 2013 01.37 (UTC)Balas

RobbyID, tolong sertakan referensi yang jelas, masalahnya anda menghapus kalimat "serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa pada tahun 990, dan...", namun anda tidak menunjukkan referensi yang membuktikan untuk penghapusan kalimat itu. Terima kasih. Hanamanteo Halaman pembicaraan saya 07.29, 18 Desember 2013 (WIB)

Masalah serangan Raja Dharmawangsa dari kerajaan Medang Jawa Timur tahun 990 dapat ditinjau dari dua sisi, tanda-tanda kemunduran Sriwijaya yang sempat kehilangan ibu kotanya di Palembang, tetapi sekaligus bukti kecakapan politik Maharaja Sriwijaya dan persatuan "federasi" kedatuan Sriwijaya, yang berhasil memukul mundur bahkan membalas memusnahkan kerajaan Medang Jawa Timur. Kenapa masuk dalam tanda kemunduran di paragraf pembuka? Pada masa puncak kejayaannya, Sriwijaya tidak akan pernah membiarkan tumbuhnya kekuasaan maritim regional yang mungkin akan menantang dominasi Sriwijaya. Tetapi pada periode ini Sriwijaya seolah membiarkan Medang Jawa Timur tumbuh menjadi kuasa maritim di kawasan timur, bahkan sampai mengancam Palembang sendiri. Itu artinya ada pelemahan kekuatan maritim Sriwijaya, meskipun saat itu Sriwijaya tetap menjadi kekuatan politik, dagang dan militer terkemuka di kawasan. Maka sudah tepat bahwa riwayat serangan Jawa 990, serangan balasan Sriwijaya 1006, dimasukkan dalam bagian akhir sub bagian masa keemasan Sriwijaya; mulai melemah tapi cukup kuat untuk membalas. Akan tetapi episode dua kali kehilangan ibu kota akibat diserang pihak asing: Jawa (990) dan Chola (1025) adalah dua episode yang menandakan kemunduran Sriwijaya, dan cukup disebutkan dalam ikhtisar di pembukaan, menunjukkan bahwa Sriwijaya terlibat dalam peperangan ini. Gunkarta (bicara) 18 Desember 2013 06.02 (UTC)Balas
kata kuncinya adalah "memundurkan". Akibat Peperangan belum tentu "memundurkan", akibat peperangan belum tentu "melemahkan". Pearl Harbor diserbu oleh jepang, apakah melemahkan dan memundurkan amerika? Saya justru belum menemukan kata-kata yang tegas dalam semua referensi yang saya baca bahwa peperangan 990 itu "melemahkan" sriwijaya, apalagi "memundurkan". Apa kategori kemunduran? kehilangan wilayah? wilayah mana yang hilang? justru Sriwijaya menghancurkan Medang di Jawa beberapa tahun kemudian 1006. Apa kategori melemahkan? ada wilayah yang tidak setor pajak? ada wilayah yang "berubah" menjadi tidak tunduk? mana referensinya? bala tentara berkurang? berapa? berapa lama? karena justru 1006 langsung bangkit dan menghancurkan Medang 16 tahun kemudian. Begitu juga dengan Amerika setelah serangan Pearl Harbor langsung menghancurkan Jepang, terus apakah Amerika melemah? Saya setuju jika peperangan 990 itu ada, tapi tidak "melemahkan" apalagi "memundurkan". Penguasaan "sementara" Palembang saat itu kita tidak tahu apakah itu taktik perang, pernah dengar istilah taktik Benteng Kosong? ada yang punya referensi? jika tidak ada referensi maka agumentasi jangan dimasukkan, seperti taktik Benteng Kosong tidak juga saya masukkan. Kesimpulan : Silahkan dipindahkan ke bagian lain ttg peperangan tahun 990, karena belum tentu melemahkan apalagi memundurkan. Itu saja dulu. RobbiD (bicara) 19 Desember 2013 06.17 (UTC)Balas
Saya coba cari referensinya, dan memang tidak ada sejarahwan yang menyebutkan bahwa Serangan Jawa tahun 990 itu melemahkan Sriwijaya, malah sebaliknya ekspedisi ini malah menjadi blunder Dharmawangsa yang meruntuhkan Kerajaan Medang Jawa Timur sendiri. Analogi dengan Pearl Harbour juga menarik, mungkin serangan kilat itulah yang sebenarnya terjadi, dan pembalasannya disusun bertahun-tahun kemudian. Hal yang jelas adalah adanya persaingan hegemoni antara kedua kerajaan tersebut yang secara klasik disebut sebagai "pertengkaran Sumatra-Jawa" atau "persaingan Melayu-Jawa". Sementara ini saya setuju penghilangan kalimat itu di lead.Gunkarta (bicara) 19 Desember 2013 11.11 (UTC)Balas

Saya sepakat dengan penjelasan Saudara Gunkarta bahwa serangan itu adalah salah satu indikator terjadinya kemunduran, bukan serangan itu yang mendorong kemunduran. Bedanya dengan Pearl Harbor, setelah Perang Pasifik Amerika menjadi salah satu negara adikuasa, sementara kemunduran Sriwijaya terus berlanjut. Mungkin analogi yang tepat adalah Turki Utsmaniyah dan Perang Kemerdekaan Yunani sebagai salah satu indikator kemunduran Kesultanan Utsmaniyah: Turki yang tidak dapat mencegah kemerdekaan Yunani merupakan tanda melemahnya Kesultanan Utsmaniyah, walaupun kemunduran baru benar-benar didorong saat Perang Rusia-Turki (1877–1878) nantinya.  Mimihitam  19 Desember 2013 11.47 (UTC)Balas

Betul, maksud saya demikian. Bahkan indikator kemunduran Sriwijaya sudah terjadi 140 tahun sebelumnya (sekitar 850) dengan lepasnya pengaruh Mandala Sriwijaya atas Jawa Tengah, tersingkirnya Balaputra ke Palembang, dan berkuasanya Rakai Pikatan-Pramodhawardhani di Jawa Tengah. Perpecahan ini sebenarnya saudara satu wangsa, sama-sama pewaris wangsa Sailendra. Setelah senantiasa berekspansi sejak masa Sri Jayanasa, Dharmasetu, kemudian Sriwijaya mulai perlahan-lahan surut, Samaratungga pun kehilangan jajahannya di Kamboja. Puncak keluasan pengaruh Sriwijaya di bawah wangsa Sailendra adalah masa Dharanindra. Tapi biarlah kalau serangan Jawa 990 itu tidak usah disebutkan di lead.Gunkarta (bicara) 19 Desember 2013 13.41 (UTC)Balas
Terima kasih Pak Gun. RobbiD (bicara) 20 Desember 2013 00.16 (UTC)Balas


Berdasarkan Peta

[sunting sumber]

Berdasarkan peta Sriwijaya tidak mencakup Kalimantan dan Jatim. Sriwijaya hanya mencakup Thailand, Malaysia, Sumatera, Jabar dan Jateng. Bahkan Jateng pun diragukan. Karena wangsa yang berkuasa di Jateng itu Syailendra masih diragukan kedatangannya dari mana (India, Kamboja, Sumatera atau asli Jawa). Di dalam wikipedia versi Inggris Srivijaya juga tidak disebutkan menguasai Jatim dan Kalimantan. Wikipedia versi Indonesia lebih mengunggulkan kerajaan di Sumatera. Wikipedia versi Inggris lebih mengunggulkan kerajaan di Jawa. Wikipedia versi Inggris menulis Kediri Kingdom menguasai Jatim dan Indonesia Timur sama besarnya dengan Sriwijaya berdasarkan kronik China. Wikipedia versi Inggris menulis Sriwijaya dikalahkan oleh Singhasari dan Majapahit. Tapi wikipedia versi Indonesia tidak menulis kekalahan Sriwijaya.--36.72.248.61 1 September 2014 05.12 (UTC)Balas

According to a Chinese source in the book of Chu-fan-chi[67] written around 1225, Chou Ju-kua describe that in Southeast Asia archipelago there were two most powerful and richest kingdoms; Srivijaya and Java (Kediri). In Java he founds that the people adhere two kinds of religions: Buddhism and the religion of Brahmins (Hinduism), while the people of Srivijaya adhere to Buddhism. The people of Java are brave and short tempered, dare to put a fight. Their favourite pastimes was cockfighting and pig fighting. The currency was made from the mixture of copper, silver, and tin.

Luas Sriwijaya berubah-ubah sesuai perubahan masa. Awalnya mungkin baru menguasai sekitar Sumatera selatan dan tengah. Sriwijaya berekspansi untuk menguasai sepanjang selat Malaka dan selat Sunda, hingga kekuasaannya meliputi seluruh Sumatera, semenanjung Malaka, serta Jawa barat. Karena di Jawa ada Medang, keduanya konflik. Serangan Chola membuat Sriwijaya lemah, terpaksa melepas klaim Jawa bagian barat kepada Airlangga. Kerajaan2 di Sumatera bagian utara dan semenanjung Malaka membebaskan diri. Setelah kebangkitan Majapahit dan Ayutthaya, maka Sriwijaya "tamat". Yang kemudian muncul dari serpihan2nya - baik di Sumatera maupun semenanjung Malaka - ialah "bangsa Melayu". Naval Scene (bicara) 19 September 2018 05.36 (UTC)Balas

Wikipedia versi versi Inggris

[sunting sumber]

According to a Chinese source in the book of Chu-fan-chi[67] written around 1225, Chou Ju-kua describe that in Southeast Asia archipelago there were two most powerful and richest kingdoms; Srivijaya and Java (Kediri). In Java he founds that the people adhere two kinds of religions: Buddhism and the religion of Brahmins (Hinduism), while the people of Srivijaya adhere to Buddhism. The people of Java are brave and short tempered, dare to put a fight. Their favourite pastimes was cockfighting and pig fighting. The currency was made from the mixture of copper, silver, and tin.

The book of Chu-fan-chi mentioned that Java was ruled by a maharaja, that rules several colonies: Pai-hua-yuan (Pacitan), Ma-tung (Medang), Ta-pen (Tumapel, now Malang), Hi-ning (Dieng), Jung-ya-lu (Hujung Galuh, now Surabaya), Tung-ki (Jenggi, West Papua), Ta-kang (Sumba), Huang-ma-chu (Southwest Papua), Ma-li (Bali), Kulun (Gurun, identified as Gorong or Sorong in West Papua or an island in Nusa Tenggara), Tan-jung-wu-lo (Tanjungpura in Borneo), Ti-wu (Timor), Pingya-i (Banggai in Sulawesi), and Wu-nu-ku (Maluku).

About Srivijaya, Chou-Ju-Kua[68] reported that Srivijaya had 15 colonies and was still the mightiest and wealthiest state in western part of archipelago. Srivijaya's colony are: Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong (Terengganu), Ling-ya-si-kia (Langkasuka), Kilan-tan (Kelantan), Fo-lo-an (Dungun, eastern part of Malay Peninsula, a town within state of Terengganu), Ji-lo-t'ing (Cherating), Ts'ien-mai (Semawe, Malay Peninsula), Pa-t'a (Sungai Paka, located in Terengganu of Malay Peninsula), Tan-ma-ling (Tambralinga, Ligor or Nakhon Si Thammarat, South Thailand), Kia-lo-hi (Grahi, (Krabi) northern part of Malay peninsula), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-t'o (Sunda), Lan-wu-li (Lamuri at Aceh), Kien-pi (Jambi) and Si-lan (Cambodia).[31][69]--36.72.248.61 1 September 2014 06.26 (UTC)Balas

Tidak "wajib" sama isi antara setiap versi Wikipedia. Masing2 artikel dalam tiap bahasa perlu referensinya masing2. Silakan mengembangkan artikel ini di Wikipedia bahasa Indonesia, dengan sebaik2nya yang anda bisa. Salam, Naval Scene (bicara) 19 September 2018 05.40 (UTC)Balas

Kolonisasi Madagaskar?

[sunting sumber]

Ini sepertinya klaim yang berlebihan? Mungkin beberapa orang terdampar/menetap di Madagaskar, tapi kalau kolonisasi jelas tidak. Pranala yang diberikan juga sudah putus. Bagaimana kalau kalimat tersebut saya hapus, adakah yang keberatan? Naval Scene (bicara) 19 September 2018 03.52 (UTC)Balas

@Naval Scene saya sudah telaah permasalahannya. Kalau melihat kalimat pertamanya, saya juga langsung mendapatkan kesan ngawur, karena sumbernya adalah panduan wisata Lonely Planet, dan sumbernya pun hanya bilang kalau kedatangan orang-orang dari Nusantara mengalami percepatan pada zaman Sriwijaya, berbeda dengan kalimat di artikelnya yang terkesan bombastis: "Diduga penduduk yang berasal dari Sriwijaya telah mengkoloni dan membangun populasi di pulau Madagaskar (...)".
Setelah saya baca paragraf berikutnya, substansinya sangat bergantung kepada hasil kajian dari jurnal Proceedings of The Royal Society. Artikelnya bilang: "Maximum-likelihood estimates favour a scenario in which Madagascar was settled approximately 1200 years ago by a very small group of women (approx. 30), most of Indonesian descent (approx. 93%). This highly restricted founding population raises the possibility that Madagascar was settled not as a large-scale planned colonization event from Indonesia, but rather through a small, perhaps even unintended, transoceanic crossing." Kutipan lain: "Loan words from Sanskrit, all with local linguistic modifications via Javanese or Malay [2,19,20], hint that Madagascar may have been colonized by settlers from the Srivijaya Empire, a major regional power in western Indonesia (modern Java, Sumatra and Malaysia) from the sixth to thirteenth centuries AD." Jadi artikel jurnalnya membuat klaim kalau Madagaskar dihuni sekitar 1200 tahun yang lalu, tapi secara sporadis dan tidak sengaja, bukan karena ada kebijakan dari pemerintah Sriwijaya. Masalahnya sudah ada banyak sekali kajian soal asal muasal Madagaskar, jadinya harus berhati2 kalau ada hasil penelitian baru. Konten ensiklopedia di Wikipedia harus tetap sejalan dengan konsensus para ilmuwan. Para ahli sekarang rata2 akan bilang kalau bahasa Madagaskar hubungannya paling erat dengan bahasa2 Barito, jadinya mereka menduga migrasinya berasal dari daerah situ. Para ahli juga akan bilang kalau mereka paling nggak sudah ada di sana dari tahun 100an/200an/300an M (walau tentu lebih kuat kemungkinan mereka sudah ada di sana lebih awal). Mungkin memang ada orang2 dari wilayah Nusantara pada zaman Sriwijaya yang datang ke Madagaskar dan turut menyumbangkan kata2 baru atau memengaruhi komposisi genetik penduduk Madagaskar modern, tapi konsensus ilmuwan masih menyatakan kalau populasi perintisnya sudah datang jauh sebelum Sriwijaya didirikan.
Dengan menimbang hal ini, maka saya rasa memang sebaiknya dihapus saja bagiannya karena klaimnya masih dipertentangkan oleh ilmuwan lain. "Orang dari Sriwijaya sebagai populasi perintis Madagaskar" masih belum mendapatkan konsensus, dan bahkan ada yang sampai mengatakan kalau Madagaskar sudah dimukimi dari tahun 400an SM. Informasinya memang menarik, tapi lebih cocok untuk masuk ke artikel sejarah Madagaskar, di situ bisa dibahas bersamaan dengan perdebatannya secara keseluruhan supaya netral.  Mimihitam  19 November 2018 01.11 (UTC)Balas

Kedatuan

[sunting sumber]

Di tengah-tengah hebohnya "Sriwijaya itu fiktif", saya sempat membaca tulisan dari beberapa sejarawan kalau Sriwijaya itu bukan kerajaan, tapi kedatuan, sesuai dengan temuan di prasasti-prasasti Sriwijaya. Di versi Inggris juga ditulisnya "a dominant thalassocratic Indonesian city-state". Pada puncak kejayaannya Sriwijaya juga bisa dibilang berada di puncak konsep geopolitik yang disebut mandala. Namun, di versi Indonesia, dituliskan kalau Sriwijaya itu adalah "kemaharajaan", dan artikelnya sepertinya agak kebingungan antara "kadatuan", "mandala", "kerajaan", dan "kemaharajaan", keempat-empatnya dipakai secara berganti-ganti seolah mereka adalah sinonim. Apakah kalau begini artikelnya perlu diberi tag {{takakurat}} karena sepertinya isinya perlu dirombak?

Tag yang suka sejarah: @Masjawad99 @Japra Jayapati @Gunarta  Mimihitam  5 September 2019 18.54 (UTC)Balas

Mas @Mimihitam, bisa kasih rekomendasi daftar kepustakaan ntuk memahami keempat istilah itu? :)  RahmatdenasMengecat   Rahmatdenas (bicara) 6 September 2019 02.52 (UTC)Balas
@Mimihitam: Menurut saya, semua istilah itu sudah tepat disandingkan dengan Sriwijaya. Kendati berlainan arti, semuanya sah digunakan berganti-ganti untuk menyifatkan Sriwijaya. Alasan saya:
  • "City-state" : Sebagaimana lazimnya negara-negara Melayu, Jawa Kuno, Yunani Kuno, dan Romawi Kuno, Sriwijaya adalah sebuah negara kota, dalam arti bercikal bakal dari maupun berpusat di sebuah permukiman besar, yang di Nusantara disebut Perkubuan, Pakuwuan, Pakuwan, atau Pakuwon; tercerminkan dalam istilah "kota" (benteng) dari bahasa Sangsekerta yang masih kita gunakan sampai sekarang untuk menyebut "permukiman yang relatif besar dan ramai". Kita juga masih kenal istilah "praja" yang dapat berarti "kota" maupun "negeri".
  • "Thalassocratic": Bahari, pangkal kejayaannya adalah penguasaan jalur niaga laut, dengan memanfaatkan jasa "orang laut".
  • "Mandala" : Sebagaimana lazimnya semua negara besar di Asia Tenggara, wilayah kekuasaan Sriwijaya (maupun Majapahit) lebih tepat diistilahkan dengan "mandala", dalam arti "lingkup pengaruh politik", karena ekspansi kerajaan-kerajaan Asia Tenggara jarang-jarang berupa pengambilalihan wilayah dan tampuk pemerintahan, melainkan berupa usaha memaksakan hubungan "kekeluargaan" antara pengayom-terayom, induk semang-anak semang, senior-junior, atau kakak-adik (mungkin khas Austronesia).
  • "Kadatuan" dan "kerajaan": Sama seperti rake ("Ra-Aka i", kakak di, sekarang ditafsirkan berasal dari "Ra-Kya", "Ra-Aki" atau "Ra-Kaki", kakek) dan ratu ("Ra-Atu", kakek? sesepuh?) di Jawa, "datu" (kakek atau sesepuh, mungkin setara dengan istilah "ratu" di jawa) di Melayu juga dipadankan dengan istilah "raja" dari bahasa Sangsekerta. "Raja" memang berarti pemimpin, ("penguasa" dalam bahasa Sangsekerta adalah "pati") meskipun tidak mengandung makna "pemimpin keluarga" seperti di Nusantara. Dalam lingkup pengertian seperti ini, kerajaan merupakan terjemahan dari kata "rajya" yang dijadikan padanan "kadatuan" sebagaimana "raja" dijadikan padanan "datu", sehingga "kerajaan" dan "kadatuan" dapat dianggap sinonim, yakni dengan makna "tempat bermastautin" maupun "wilayah pemerintahan" seorang "datu/raja". Sampai sekarang, tempat raja bermastautin di Jawa masih disebut kedaton (kadatwan, kadatuan).
  • Kemaharajaan: Dalam arti "empire" (negara aneka bangsa). Ingat "mandala" Sriwijaya.تابيق ~ Japra (obrol) 6 September 2019 03.53 (UTC)Balas

@Japra Jayapati terima kasih atas penjelasannya mas Japra, sangat mencerahkan. Kalau begitu artikelnya tidak perlu ditambahkan tag.  Mimihitam  6 September 2019 06.18 (UTC)Balas

Mantap dan terima kasih atas penjabarannya, Bung تابيق ~ Japra! Sedikit komentar tambahan dari saya, ratu dalam bahasa Jawa aslinya itu artinya penguasa yang jenis kelaminnya laki-laki. Lakon wayang Petruk dadi ratu itu maksudnya "Petruk jadi raja", bukan ratu. Jadi tak heran dalam bahasa Jawa, kedaton = keraton (artinya datu = ratu, penguasa laki-laki). Salam, Naval Scene (bicara) 1 November 2019 13.38 (UTC)Balas

Apakah benar raja Sriwijaya berkuasa di Jawa ?

[sunting sumber]

Mohon maaf, Sekedar berdiskusi untuk menambah wawasan.

Betul bahwa artikel ini memiliki rujukan, hanya saja akan lebih baik jika sebuah rujukan dibandingkan dengan sumber rujukan lain yang lebih bisa dipercaya.

Raja-raja Jawa mulai Sanjaya hingga Dyah Balitung beserta kurun waktu pemerintahannya jelas disebut dalam prasasti Wanua Tengah III tahun 908 yang ditemukan pada tahun 1983. Semestinya ini bisa menjadi jawaban atas pertanyaan Codes, NJ Krom, Casparis, Bosch, Poerbatjaraka hingga Slamet Muljana yang karyanya terbit sebelum prasasti tersebut ditemukan. Sehingga perdebatan mereka tidak perlu dibahas lebih lanjut.

Penjelasan di artikel ini yang menyebut Raja-raja Sriwijaya yang berkuasa di Jawa perlu dipertanyakan. Justru pada prasasti Nalanda dijelaskan bahwa Balaputra (Maharaja Suwarnadwipa) adalah cucu dari raja Jawa (baca : bukan raja Sriwijaya yang berkuasa di Jawa) yang bergelar Sailendravamsatilaka dan Sriwirawairimathana yang disandangkan pada Rakai Panangkaran sebagaimana tersebut dalam prasasti Kalasan dan Kelurak. Prasasti tersebut dibuat di masa Rakai Panangkaran seperti yang dijelaskan di prasasti Wanua Tengah IIi. Rakai Panangkaran merupakan keponakan dari Sanjaya. Sehingga tidak perlu dipertentangkan antara wangsa Sanjaya dan wangsa Sailendra karena mereka masih memiliki hubungan keluarga.

Rasanya prasasti Wanua Tengah III yang ditulis tahun 908 lebih tepat dijadikan rujukan daripada dugaan George Codes hingga Prof. Slamet Muljana yang karangannya dibuat sebelum prasasti tersebut ditemukan tahun 1983. Bisa jadi kalau mereka sempat membaca prasasti tersebut, karangan mereka akan direvisi.

Mohon maaf, jika benar raja Sriwijaya berkuasa di Jawa, apakah ada prasasti di Jawa yang menyebutkan nama Sriwijaya ?.

Di prasasti-prasasti yang ditemukan di Jawa tertulis bahwa raja-raja di Jawa (di artikel ini dianggap sebagai Raja Sriwijaya yang berkuasa di Jawa) adalah raja Medang. Nur zakaria (bicara) 15 Desember 2019 17.01 (UTC)Balas

@Nur zakaria Sepengetahuan saya tidak ada sumber Jawa yang menyebut nama "Sriwijaya" atau sejenisnya. Nama "Sriwijaya" hanya disebut pada prasasti di sekitaran Sumatra, dan sebuah prasasti Chola abad ke-11 yang menyebut "Sri Vishaya". Negara yang berkonflik dengan Medang adalah Malayu, sebuah negara yang berbeda dengan Sriwijaya, karena dicatat mengirim utusan secara independen ke Cina. Kata "Malayu" dicatat di Jawa yakni di prasasti Anjukladang. Malayu terletak di Jambi, sedangkan Sriwijaya di Palembang. Perbedaan antara Malayu dan Sriwijaya dapat dibaca di buku Singapore & the Silk Road of the Sea, 1300-1800 karya John N. Miksic, yang merupakan penelitian baru, terbit tahun 2013. Surijeal (bicara) 27 Agustus 2022 11.32 (UTC)Balas
Halo Bung Nur zakaria dan Surijeal, saya ikut berkomentar ya. Saya cenderung setuju bahwa Sriwijaya "yang sebenarnya" (kerajaan bangsa Melayu) kemungkinan paling kuat pada suatu saat berkuasa di Jawa hanya bagian barat pulau saja, tidak sampai bagian tengah dan timur. Alasan saya:
  • Dalam Prasasti Kota Kapur (686 M) Dapunta Hyang disebutkan menyerang Bhumi Java, namun tidak jelas bagian Jawa yang mana dan sebagian besar sejarawan berpendapat yang dimaksud adalah Lampung atau paling jauh Kerajaan Sunda
  • Dalam Prasasti Kebon Kopi II (932 M) dituliskan perkataan Rakyan Juru Pangembat dalam bahasa Melayu kuno bahwa "kekuasaan/pemerintahan dipulihkan ke Raja Sunda (Haji ri Sunda)", jadi ada sejarawan yang menduga ini pernyataan berlepas diri Raja Sunda dari Sriwijaya
  • Dalam Chu-fan-chi karya Chou Ju-Kua (1170-1231) yang sudah disebut di atas (Pembicaraan:Sriwijaya#Wikipedia versi versi Inggris) bahwa dari 15 koloni Sriwijaya hanya Sin-t'o (Sunda) yang berada di pulau Jawa, dan itu di bagian barat.
  • Artinya, ialah kalaupun menurut sebagian sejarawan Wangsa Sailendra adalah wangsa yang lama berkuasa di Sriwijaya, dan pada waktu tertentu juga berkuasa di Jawa, itu tidak berarti Sriwijaya sebagai "kerajaan" berkuasa di seluruh Jawa. Jadi menurut saya cukup layak bila narasinya diperbaiki, misalnya sbb.:
Berdasarkan sumber-sumber prasasti maupun berita bangsa asing, kekuasaan Sriwijaya pada masa paling jayanya sempat meliputi Semenanjung Melayu sejak dari Tanah Genting Kra hingga Tumasik, bagian pesisir Kamboja di Asia Tenggara daratan, seluruh Pulau Sumatera, pesisir Pulau Kalimantan, serta bagian barat Pulau Jawa.<<masukkan referensi2 di sini>> Beberapa sejarawan (siapa saja?) menganggap kekuasaan kerajaan ini bahkan sampai mencakup keseluruhan Pulau Jawa,<<masukkan referensi2 di sini>> walaupun pendapat tersebut tidak didukung bukti arkeologis maupun catatan bangsa asing lainnya (siapa saja sejarawan yg membantah?).<<masukkan referensi2 di sini>>
Mungkin begitu dulu pendapat dari saya. Salam, Naval Scene (bicara) 7 September 2022 11.03 (UTC)Balas
Zhufan zhi karya Chau Ju Kua menyebut daerah-daerah yang merupakan dependensi Sanfoqi, bukan Sriwijaya. Sanfoqi, meskipun untuk beberapa lama bisa ditafsirkan sebagai Sriwijaya, sejatinya tidak melulu merujuk pada Sriwijaya. Sanfoqi adalah toponim bahasa Cina, mereka punya penafsiran sendiri. Dalam daftar dependensi Sanfoqi pada Pembicaraan:Sriwijaya#Wikipedia_versi_versi_Inggris, dicatat Palinfong (Palembang), padahal Sriwijaya ya Palembang itu. Jadi dalam kasus ini, mungkin penulis Cina menyamaratakan bawahan "orang Melayu" sebagai "Sanfoqi" ("Melayu" pada masa ini adalah toponim di Sumatra bukan etnonim, yang baru ada setelah abad ke-15, jadi saya beri tanda kutip). Bukti lain: She-po dicatat catatan China dari abad ke-9 sampai abad ke-13, namun bukan berarti kata "She-po" ini merujuk pada kerajaan Mataram. Karena pada rentang itu nyatanya Jawa dikuasai beberapa pemerintahan: Mataram, Kahuripan, Janggala, dan Kadiri. Pada era dinasti Yuan, She-po diganti oleh kata "Zhao-wa", yang merujuk pada Singhasari. Kata "Zhao-wa" masih digunakan sampai abad ke-19, jelas waktu itu sudah banyak berganti pemerintahan di Jawa sendiri seperti Singhasari, Kediri (yang mengalahkan Singhasari sebelum dikalahkan Mongol), Majapahit, Demak, Pajang, Mataram Islam, dan seterusnya. Tetapi tidak bisa dibenarkan kata "Sanfoqi" dan "She-po"/"Zhao-wa" merujuk pada pulau Sumatra dan Jawa, toh daerah luar Sumatra dan Jawa juga disebut dalam catatan mengenai "Sanfoqi" dan "She-po"/"Zhao-wa".
TL;DR : Toponim Cina tidak selalu merujuk pada kerajaan awal dimana nama itu disebut. Pada kasus ini, "Sanfoqi" tidak merujuk pada Sriwijaya tetapi lebih ke kekuasaan dan bawahan orang "Melayu" (saya beri tanda kutip karena orang Melayu yang sebenarnya baru ada pada abad ke-15 dan setelahnya). Begitu juga "She-po" tidak selalu merujuk pada Mataram/Medang dan "Zhao-wa" tidak selalu merujuk pada Singhasari — Harus dilihat dulu kapan/tahun berapa catatan itu ditulis.
Setahu saya kata "Sriwijaya" terakhir ada di prasasti Tanjore, jadi kemungkinan Sriwijaya yang sebenarnya tidak mencapai zaman penulisan Zhufan zhi. Verosaurus (bicara) 23 November 2022 11.22 (UTC)Balas
Halo Bung Verosaurus. Keren banget pendapatnya. Saya dapat memahami logika dan kesimpulan dari penafsiran di atas. Dan mungkin saja orang lain pun banyak yang setuju. Menurut hemat saya, di artikel Wikipedia kita dapat menampilkan berbagai pendapat yang boleh jadi saling menguatkan atau malah ada yang bertentangan; tetapi kita tidak menafsirkan (beropini) melainkan tetap netral. Bila kembali ke subjudul yang kita bahas ini, memang ada kemungkinan Sriwijaya tidak berkuasa di Jawa sama sekali namun saya rasa tidak sampai menafikan sama sekali adanya kemungkinan lainnya (seberapapun kecilnya itu). Salam, Naval Scene (bicara) 26 Juli 2024 10.35 (UTC)Balas

September 2022

[sunting sumber]

@Kembangraps mengubah kalimat awal/pembuka Sriwijaya dari Kedatuan Histrois berasal dari Palembang menjadi "kedatuan bahari yang berpusat di kawasan sekitar pantai barat Sumatera pada abad ke-7 sampai abad ke-12". Diskusi ini saya buka di halaman pembicaraan karena pernyataan ini masih ambigu menurut beberapa literasi yang saya baca mengenai Sriwijaya. Pusat Sriwijaya itu sendiri tidak pernah memindahkan ibu kotanya di Pantai/Pesisir Barat Sumatra melainkan memindahkan pusatnya di sekitaran Pantai/Pesisir Timur Sumatra semisal Jambi. Secara geografis masa kini Pantai Barat Sumatra berada di Pesisir Barat Sumatra yang langsung menghadap Samudra Hindia. Apakah saudara @Kembangraps memiliki referensi mengenai pernyataan ini?, karena dalam beberapa literasi yang saya baca saya tidak pernah mengetahui bahwa Pusat Sriwijaya di Pantai Barat Sumatra. Saya mengundang saudara @Surijeal yang beberapa akhir ini sering menyunting artikel Sriwijaya. Farhan Curious (bicara) 7 September 2022 03.39 (UTC)Balas

Saya malah berpikir beliau salah tulis, karena Sriwijaya berada di bagian Barat Indonesia, jadi salah menulis Barat (Sumatra) meskipun seharusnya Timur. Surijeal (bicara) 7 September 2022 11.37 (UTC)Balas
Silakan diperbaiki. Kembangraps (bicara) 22 Oktober 2022 14.58 (UTC)Balas

Kedatuan Sriwijaya di Tundukan Medang Dari jawa tengah

[sunting sumber]

Lucu, ada yang tidak terima kerajaan dari jawa tengah yang menguasai menundukan raja sriwijaya, di wikipedia tidak benar jika raja dari jawa tidak menguasai semenanjung melaka dan sriwijaya Salmanisa2018 (bicara) 19 Maret 2023 12.30 (UTC)Balas

[sunting sumber]

Hello fellow editors,

I have found one or more external links on Sriwijaya that are in need of attention. Please take a moment to review the links I found and correct them on the article if necessary. I found the following problems:

When you have finished making the appropriate changes, please visit this simple FaQ for additional information to fix any issues with the URLs mentioned above.

This notice will only be made once for these URLs.

Cheers.—InternetArchiveBot (Melaporkan kesalahan) 17 Oktober 2023 04.36 (UTC)Balas

[sunting sumber]

Hello fellow editors,

I have found one or more external links on Sriwijaya that are in need of attention. Please take a moment to review the links I found and correct them on the article if necessary. I found the following problems:

When you have finished making the appropriate changes, please visit this simple FaQ for additional information to fix any issues with the URLs mentioned above.

This notice will only be made once for these URLs.

Cheers.—InternetArchiveBot (Melaporkan kesalahan) 3 September 2024 18.43 (UTC)Balas

Hapus tag keakuratan

[sunting sumber]

Saya menghapus tag {{Disputed|date=Desember 2021}} karena setelah berbulan-bulan telah banyak sekali referensi yang ditambahkan. Tag tersebut biasanya terpasang di artikel yang tidak punya/minim referensi, jadi tag ini sekarang dihapus. Selanjutnya bila ada bagian artikel yang anda anggap meragukan/perlu referensi, silahkan pasang tag {{cn}} atau yang sejenisnya di tempat yang sesuai. Salam dan tetap semangat, Naval Scene (bicara) 22 September 2024 00.30 (UTC)Balas