Academia.eduAcademia.edu

Partisipasi Muhammadiyah di Tanah Air

2023, Majalah Tabligh

Partisipasi Muhammadiyah memerdekakan tanah air tak terfokus pada elit elit di level atas yang menjadi langganan buku-buku sejarah seperti Buya Hamka dengan jalan gerilya di Medan, Bung Hatta melalui perundingan Konferensi Meja Bundar hingga Ki Bagus Hadikusumo.

Partisipasi Muhammadiyah dalam Memerdekakan Tanah Air Oleh : Fadh Ahmad Arifan (Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PCM Kedungkandang-Malang) P eringatan kemerdekaan Republik Indonesia rutin diperingati tiap bulan Agustus. Sekolah, Perguruan tinggi, bahkan Pesantren Muhammadiyah yang tersebar di tanah air tentu menggelar upacara bendera. Upacara yang diperingati tiap tahun salah satunya untuk penghormatan Muhammadiyah kepada jasa-jasa para pahlawan. Warga Muhammadiyah tak bakal anti upacara apalagi hormat kepada bendera sang saka merah putih. Tak perlu meragukan partisipasi orang Muhammadiyah di tanah air terutama urusan memerdekakan rakyat dari cengkraman penjajah. Partisipasi Muhammadiyah memerdekakan tanah air tak terfokus pada elit-elit di level atas yang menjadi langganan buku-buku sejarah seperti Buya Hamka dengan jalan gerilya di Medan, Bung Hatta melalui perundingan Konferensi Meja Bundar hingga Ki Bagus Hadikusumo. Sosok terakhir ini cukup berani kepada penjajah Jepang, dikarenakan menolak ritual seikerei. Seikerei dipandang syirik olehnya. Ki Bagus sampai MAJALAH TABLIGH EDISI NOMOR 8/XXI dipanggil kepala dinas intelijen Jepang, Kolonel Tsuda. Setelah bertemu terjadilah dialog. Suara Muhammadiyah edisi Februari 2011 menyebut Ki Bagus tetap pada pendiriannya tidak mau melakukan ritual itu dan melarang sekolah Muhammadiyah melakukan seikerei. Di daerah, bisa dijumpai partisipasi sejumlah orang Muhammadiyah. Bisa jadi namanya kurang terkenal di telinga generasi muda. Di Bengkulu, ada sosok Oey Tjeng Hien atau yang dikenal H. Abdul Karim Oey. Orang Muhammadiyah berdarah Tionghoa ini sohib dekat Bung Karno dan Buya Hamka. Saat mendekati masa Jepang masuk ke Indonesia dan perang Asia Timur Raya sedang gencar – gencarnya, Residen Hooykas memanggil Bung Karno, Oey Tjeng hien dan dr. Djamil untuk mendirikan sebuah lembaga yang menolong korban perang. “Akhirnya didirikanlah PEKOPE (penolong Korban Perang). Sebagai Ketua ditunjuklah konsul Muhammadiyah Oey Tjeng Hien dan Wakil Ketua Bung Karno, Sekretaris Supeno dan BULAN MUHARRAM 1445 / AGUSTUS 2023 M Bendahara adalah dr Djamil” tulis Hardiansyah dalam laman Muhammadiyah bengkulu. Lalu ketika agresi militer Belanda ke II terjadi, beliau bersama Residen Hazairin, Letkol Barlian, dan Muhammad Isa (Gubernur Sumatra Bagian Selatan) ikut mengungsi ke Muara Aman. “Berkat jasanya, rombongan tentara pejuang kita tidak telantar dan kelaparan di tengah hutan karena penduduk memboikot bahan makanan kepada tentara pejuang” begitulah ulasan majalah Suara Muhammadiyah No 4 tahun 2019. Hal ini terjadi karena beberapa tentara mengambil ternak seperti ayam dan bahan makanan lainnya tanpa izin penduduk. Ketika mereka mengenali Oey Tjeng Hien sebagai Konsul Muhammadiyah Bengkulu, akhirnya penduduk mau memberikan makanan, bahkan sengaja memasak besar-besaran untuk tentara pejuang yang sedang mengungsi tersebut. Penduduk rata-rata adalah warga Muhammadiyah. D i K a m p a r, R i a u j u g a a d a j e j a k o r a n g Muhammadiyah bernama Mahmud Marzuki. Beliau tokoh Limo Koto Kampar yang berasal dari Bangkinang bergabung dengan Muhammadiyah pada tahun 1939. Di Kampar dikenal sebagai sosok utama memimpin pergerakan dalam menentang penjajahan Jepang. Salah satu bentuk perlawanan kepada Jepang dirintis dengan membentuk gerakan rahasia. Langkah gerakan ini seperti disebut Ahmal dalam Jurnal Suluah, Vol. 16, No. 20, Juni 2015: pertama memberi semangat anti keberadaan Jepang di Kampar. Kedua, memboikot usaha pengumpulan sebagian hasil panen yang diserahkan kepada Jepang. Pengaturan tentang hasil panen rakyat dikelompokan dalam tiga bagian. Bagian pertama disimpan di ladang-ladang sebagai bekal bagi keluarganya, bagian kedua diperuntukkan untuk bekal perjuangan dan yang ketiga diperuntukkan bagi Jepang, namun dicampur dengan gabah dan padi hampa. Ternyata hal ini berhasil membuat Jepang dikhianati oleh rakyat. Dalam momen Idul Fitri bulan September 1945, Mahmud Marzuki lewat khutbahnya menyeru kepada seluruh orang Muhammadiyah dan kaum muslimin tentang kepastian Indonesia telah Merdeka, bahwa Proklamsi Kemerdekaan Indonesia telah diumumkan oleh Soekarno dan M. Hatta tangal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Terakhir, khutbahnya Mahmud Marzuki mengajak seluruh orang-orang Muhammadiyah sholat pada waktu itu untuk bersama-sama untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah di Proklamasikan tersebut. Atas keberaniannya menentang Jepang, beliau bersama H. Muhammad Amin sempat mendapat MAJALAH TABLIGH EDISI NOMOR 8/XXI penyiksaan penjajah Jepang. Penyiksaan yang dirasakan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah seperti Mahmud Marzuki mengakibatkan beliau sakit-sakitan. Namun banyak yang ia lakukan setelah keluar dari tahanan dengan kondisi sakit Ia masih bisa mendirikan Hizbullah Muhammadiyah di Tanjung Belit Air tiris tepatnya di samping Mushala Aisyiah. Ta k l e n g k a p ra s a nya m e nye b u t K H . Muhammad Amin Musthofa. Muballigh Muhammadiyah asal Paciran, Lamongan ini menorehkan catatan sejarah dalam melawan penjajah di Tanah air. Menyitir tulisan Muhyiddin dalam laman republika, beliau turut berjuang di garda depan. Perjuangannya terus berlanjut hingga pasca proklamasi kemerdekaan. Sosok yang akrab disapa Mbah Yai Amin itu dapat dilihat dari sepak terjangnya di Laskar Hizbullah. Laskar Hizbullah (harfiah: “Tentara Allah”) didirikan menjelang akhir pendudukan Jepang di Indonesia, t e p a t nya p a d a 8 D e s e m b e r 1 9 4 4 . G u n a memobilisasi santri, Kiai Amin sebagai komandan Hizbullah menyerahkan 100 gram emas berupa kalung, gelang, cincin, atau batangan. Saat pertempuran di Surabaya, beliau dikabarkan tidak mengalami luka-luka, padahal musuh telah melempar sebuah bom kepadanya. Karena kabar sayup-sayup itulah, kepulangan Kiai Amin dari gelanggang Surabaya disambut ribuan orang. Banyak di antara mereka mengantre untuk meminta ijazah 'kekebalan' darinya. Namun, Kiai Amin memberikan klarifikasi, dirinya tidak mati bukan karena memiliki ilmu kebal, melainkan lemparan bom musuh meleset dari sasaran. Sayangnya, pada masa Agresi Belanda II, Kiai A m i n b e r s a m a s a u d a ra nya , K H M u h t a d i tertangkap. Keduanya lalu ditembak prajurit Belanda di Desa Dagan, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan. Sang ulama yang pejuang itu wafat dalam usia 39 tahun, tepatnya pada 13 Ramadhan 1368 Hijriah atau 9 Juli 1949. Sebelum ditembak mati, Kiai Amin diketahui sempat mengajukan permintaan untuk mengumandangkan azan terlebih dahulu. Jenazahnya kemudian dikebumikan di Desa Dagan, Kecamatan Solokuro. Namanya diabadikan hingga kini sebagai nama jalan besar di Lamongan. Akhir kata, demikian bukti nyata partisipasi Muhammadiyah memerdekakan tanah air mulai elit di pimpinan pusat hingga Muballigh di daerah. Pada masa kini, generasi muda dapat mengambil ibrah perjuangan mereka. Wallahu'allam. [] BULAN MUHARRAM 1445 / AGUSTUS 2023 M