STUDI KITAB TAFSIR Al-QURAN Al- AZIM,
KARYA IBN KATSIR
Callysta Shafa Salsabilla
230103020058@mhs.uin-antasari.ac.id
Fakultas Ushuluddin dan Humaniora
Jurusan Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir
Bashori, S.Ag. M. Ag
bashori@uin-antasari.ac.id
Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin
Abstrak
Tafsir al-Qur'an al-Azim karya Ibn Kathir adalah karya penting dalam tafsir Islam yang terkenal karena signifikansi teologis, historis, sosial, akademis, dan kulturalnya. Penelitian ini mengkaji bagaimana tafsir ini meningkatkan pemahaman ajaran Islam melalui penggunaan sumber yang sahih, mendokumentasikan konteks historis penting dari wahyu, dan memberikan panduan moral yang aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, karya ini berfungsi sebagai referensi vital dalam pendidikan Islam dan berkontribusi pada metodologi penafsiran. Secara keseluruhan, Tafsir Ibn Kathir tetap relevan dalam diskusi kontemporer, mencerminkan identitas spiritual komunitas Muslim.
Kata Kunci ; Tafsir, Ibn Katsir, Al-quran al- Azim, Karya Ibn Katsir, Metodologi Penafsiran
Abstract
Ibn Kathir's Tafsir al-Qur'an al-Azim is a seminal work in Islamic exegesis, renowned for its theological, historical, social, academic, and cultural significance. This study examines how the commentary enhances the understanding of Islamic teachings through authentic sources, documents critical historical contexts of revelation, and provides moral guidance applicable to daily life. Additionally, it serves as a vital reference in Islamic education and contributes to interpretive methodologies. Overall, Ibn Kathir's Tafsir remains relevant in contemporary discussions, reflecting the spiritual identity of the Muslim community.
Keywords: Tafsir, Ibn Kathir, Al-Qur'an al-Azim, Ibn Kathir's Work, Interpretive Methodology
Pendahuluan
Tafsir Al-Qur'an Azim karangan Ibnu Katsir merupakan salah satu kitab yang menjadi rujukan banyak kitab Tafsir Tidak jarang para khatib, ulama, dan santri mengacu pada Tafsir Ibnu Kasir Lebih jauh lagi, Tafsir bin Kasir dikenal dengan kedalaman dan keluasan penafsirannya serta kemampuannya dalam merekonsiliasi ayat-ayat Alquran dengan Hadits Nabi, riwayat para sahabatnya, dan pendapat para ulama terdahulu (Nuraini, 2022) Oleh karena itu, Tafsir bin Qasir merupakan salah satu kitab Tafsir yang paling dihormati dan telah menjadi referensi penting bagi banyak ulama dan penafsir (Ikhsan, 2023) Ibnu Kasir, seorang ulama besar pada masanya, dikenal tidak hanya sebagai seorang musafir tetapi juga sebagai seorang muhaddi (ahli hadits), mu'arif (sejarawan), dan fiqh (ahli hukum).
Banyak ulama yang memuji Ibnu Katzir, terutama tulisannya tentang tafsir Al-Qur'an yang memiliki banyak keistimewaan Menurut Muhammad Hussein al-Zahabi, dia berkata: “Ibnu Katsir adalah seorang ahli hukum yang sangat berpengalaman dan ahli dalam bidang hadits dan tafsir” Sempurna dan mu'arif (penulis) banyak kitab, yang penafsirannya oleh Ibnu Katzir tetap ada Jika kita mengikuti tafsir Masodial, yaitu Quran Bir Quran, Quran Bisunnah, maka Al-Qur'an adalah warisanku dan anak-anakku adalah saudara-saudaraku Tafsir al-Qur'an al-Azim atau yang lebih dikenal dengan nama Tafsir ibn Qatir sangat terkenal di kalangan para pengkaji kitab-kitab tafsir, bahkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tafsir ibn Katzir telah menjadi karya rujukan banyak ulama terkemuka Indonesia Karya Tafsir ibn Qatsir sangat terkenal Indonesia Di sini saya hanya akan membahas konvensi yang dipakai dalam menyusun tafsir Ibnu Katsir, biografi pengarang (sasia), gaya dan metode penafsirannya, serta kelebihan dan kelemahannya.
Penafsiran kelompok ayat ini mengarah kepada pemahaman tentang keberadaan ayat Munasabah pada setiap kelompok ayat Tartib Mushafi Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa pembahasan Al-Quran terpadu dalam topik-topik kecil yang dihasilkan dari kumpulan ayat-ayat yang memiliki kemiripan antar ayat Al-Quran, dan mudah dipahami oleh mereka yang memahami isi Al-Quran lebih mudah dilakukan Al-Quran memahami dan, yang terpenting, menghindari penafsiran sepihak yang dapat menyimpang dari maksud teks Dari metode ini jelaslah bahwa Ibnu Katsir memiliki pemahaman yang lebih komprehensif tentang munasabah dalam urutan ayat, di samping munasabah antar ayat (Qur’an b al-Qur’an), yang merupakan suatu hal yang sangat baik sebagai sesuatu oleh para peneliti dan sarjana interpretatif.
Biografi Ibn Katsir
Nama lengkap Ibnu Katsir adalah Imam ad-Din Yang lebih familiar dengan sebutan Abu Al-Fida’ Ismail bin al-Khatib Syihab ad-Din Abi Hafsah Umar bin Katsir al-Quraisy Asy-Syafi’i. Beliau dilahirkan di Basrah Iraq pada tahun 700 H/1300 M. Dalam literature-literatur yang lain juga disebutkan nama Ibn Katsir dengan gelar al-Bushrawi dibelakang namanya, hal ini berkaitan dengan tempat ia lahir yaitu di Basrah, begitu pula dengan gelar al-Dimasyqi, hal ini dikarenakan kota Basrah adaalah bahagian dari kawasan Damaskus. Maka dari itu sering juga disebutkan dengan nama Imad al-Din Ismail bin Umar Ibn Katsir al-Quraysi al-Dimasyqi.
Ibnu Katsir, al- Bidayah wa an- Nihayah, Jilid 1, (Beirut: Dar al- Kutub al- Ilmiyyah,201),hlm. 13
Awalnya, Ibnu Qazir dikenal karena pengetahuannya yang mendalam tentang hadis, karena ia banyak mempelajarinya dari para ulama terkemuka di Hijaz Ibnu Qazir mendapatkan gelar haditsnya dari al-Wani dan juga belajar kepada seorang ahli hadits terkenal dari Syria, yaitu Jamal al-Din al-Mizzi (w 742H/1342M), yang akhirnya pada tahun 1891, ia menjadi guru Ibnu Qazir dan menikahinya anak perempuan. Ibnu Katsir hanyalah seorang warga negara Suriah sebelum ia dikenal di kalangan ulama Namanya pertama kali mencuat ke permukaan saat terlibat dalam penyidikan kasus penetapan hukuman bagi kaum Zindiqis yang dituduh menganut paham Hurrul (inkarnasi) yang dipimpin Gubernur Suriah, Altunbugha al-Nasiri. Pengusutan kasus ini dilakukan langsung oleh Nasiri Akhir 741 M/1341 M Sejak saat itu nama Ibnu Katsir mulai dikenal luas di kalangan para penuntut ilmu hadis, dan setelah menangani perkara ini, Ibnu Katsir memperoleh kedudukan yang sepadan dengan ilmu yang telah diperolehnya dalam bidang hadis.
Yasin, “ Ibn Kathir and His Apprach to Tafsir”, Islamic Studies Journal, vol.42, hl.2
Ia lahir setelah wafatnya gurunya Muhammad bin Muhammad al-Zahabi (1284-1334), yaitu pada tahun 748 M/1348 M dan 756 SM/1355 M Ia menjadi guru di lembaga pendidikan Turba Umm Salih lembaga Hakim Taqiuddin al-Sabki (683-756 H/1284-1355 M) Ibnu Kastir diangkat menjadi kepala lembaga pendidikan yang bernama “Dar al-Hadith al-Asirafiya” dan kemudian pada tahun 768 H/1366 M, Ibnu Kastir diangkat menjadi guru besar di gubernur Mankari Bugha dari Masjid Umayyah di Damaskus. Hubungan Ibn Kathir dengan murid-muridnya memiliki dampak yang mendalam pada perkembangan studi Islam, dan pengaruhnya masih terasa dalam karya mereka hingga saat ini Terutama pada karyanya “Tafsir al-Qur’an al-Azim”
Ibnu Katsir , Tafsir al- Qur’an al-Azim, Muqaddimah. ( Beirut; Daral- Kutub al- Ilmiyyah,1998) JIlid I,hl.10.Interaksinya dengan para siswa pada umumnya ditandai dengan pertukaran pendapat yang penuh rasa hormat dan transfer pengetahuan yang mendalam. Beliau dikenal sebagai guru yang serius dan disiplin, namun juga sangat mementingkan pengembangan moral dan etika Ibnu Katsir dikenal sebagai seorang guru yang disiplin dan teliti Ia tidak hanya memberikan pengetahuan tetapi juga menekankan pentingnya moral yang baik dan perilaku yang baik Siswa dievaluasi berdasarkan kedalaman pengetahuan dan integritas moralnya Ia berinteraksi dengan siswa dalam hubungan mentor-mentor dan mendorong mereka untuk mendiskusikan isu-isu ilmiah Ini membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan memperoleh pemahaman pengetahuan yang lebih mendalam Di antara murid-murid Ibn Kathir terdapat ulama Ibn al-Jawzi yang dikenal sebagai sejarawan dan penulis Ulama hadis dan penulis terkenal Ibnu Hajar al-Asqarani (terutama karyanya Fath al-Bali) dan sejarawan dan ulama hadis al-Dhahabi (al-Qarshi al-Hafiyi), yang menulis banyak biografi, Dahavi).
Maktabah As-Saffah dan Maktabah isr/ Dar Misr li-at Tiba’ah edisi Tafsir Ibn Katsir JIlid 4
Pengaruh Ibn Katsir tidak hanya terbatas pada murid-muridnya, tetapi juga meluas ke generasi selanjutnya. Karya-karyanya, terutama dalam tafsir, sering dijadikan rujukan oleh banyak ulama hingga saat ini. Melalui tulisan-tulisannya dan pengaruhnya terhadap murid-muridnya, Ibn Katsir berhasil menciptakan tradisi ilmiah yang berlanjut, memperkuat pemahaman dan pengajaran Islam di berbagai belahan dunia.
Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1997, hl. 27. Ibn Katsir juga dikenal karena pendekatannya yang berbasis pada teks, serta penggunaan sumber-sumber yang kuat dalam penelitiannya, menjadikannya sebagai salah satu figura penting dalam sejarah pemikiran Islam.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1992, hl. 54.
Karya- Karya Ibn Katsir
Sebagai seorang ulama dan ahli di segala bidang, tentu Ibnu Katsir banyak menghasilkan karya-karya yang sebagian besarnya adalah di bidang hadis, seperti Kitab Jami'al-Masanid, kumpulan Musnad Wa al-Sunan atau Sunan terdiri dari delapan bagian, yaitu: jilid yang memuat nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadits yang tercantum dalam Musnad Ahmad bin Hanbal secara alfabetis
Al-Qutb al-Sitta (Enam Hadits)
At-Takmi-la fi-Ma’rifat al-Shikat wa ad-Du’afa wa al-Mujahar (Dapat Diandalkan, Lemah, Sedikit Diketahui) Kata lengkap untuk mengetahui hadits yang belum dibaca) Narator Buku ini disusun menjadi lima volume
Al-Muktasar (koleksi), dari Muqaddimah-i-Ulum al-Hadith oleh Ibn Salah (lahir 642/1246)
Kitab hadits Adilah al-Tanbih dan Ulum al-Hadith lebih unggul dari al-Bais al-Hasis
Di bidang sejarah, Ibnu Katsir menerbitkan karya-karya berikut:
Qasas al-Anbiya (Kisah-kisah Nabi)
Al-Bidaya wa Nihayya (Awal dan Akhir),Buku ini sering dijadikan rujukan oleh para sejarawan dan sangat penting.
Ibnu Katsir, Ensiklopedia Islam JIlid 2, (Jakarta: Ictiar Baru, Vanhoevw,1994)hl.156-158
Metode penulisan yang digunakan Ibnu Katsir dalam menyusun buku ini merupakan cara cemerlang untuk menunjukkan kedalaman pengetahuannya Metode ini dibagi menjadi dua bagian pembahasan utama Pertama, Ibn Kathir membahas sejarah kuno sejak penciptaan dunia hingga masa kenabian Muhammad (saw) Kedua, Ibnu Katsir memulai sejarah Islam pada masa Nabi Muhammad (saw). Di Mekkah sampai pertengahan abad ke-8 Masehi 3 Al-Khusr fi-Sira al-Rasool (Penjelasan tentang Sejarah Rasul) 4 Tabakat al-Shafi'yyah (terpecah menjadi sekelompok ulama yang mengikuti mazhab Syafi'i) 5 Manaqib al-Imam al-Shafi’i (Silabus Viti Imam Shafi’i), Dalam bidang tafsir, ia dikenal oleh generasi muslim saat ini lewat karyanya Tafsir al-Qur'anur al-Azim, atau Tafsir ibn Katsir, yang merupakan satu-satunya karyanya di bidang tafsir Karya ini terdiri dari empat jilid cetakan dari Maktabah As-Saffah dan Maktabag Misr/Dar Misr li-at-Tiba'ah di Mesir, dan delapan jilid yang dicetak oleh Maktabah Darul Hadith Mesir.
Ibid,hl.168-167
Latar Belakang dan Sejarah Penulisan Kitab Tafsir
Tafsir al-Qur'an al-Azim, karya Ibn Katsir, merupakan salah satu tafsir paling terkenal dan dihormati dalam tradisi Islam. Dalam Konteks sejarah Ibn Katsir hidup pada masa yang dengan perubahan politik dan sosial di dunia Islam, termasuk Mongol dan serangan Crusader. Kondisi ini mempengaruhi cara pandangnya terhadap teks-teks Islam dan pentingnya penafsiran yang tepat.
Bakar, Classification of Knowledge in Islam, hl. 56.Ia juga menyaksikan perkembangan berbagai aliran pemikiran, seperti sufisme dan rasionalisme, yang mendorong perlunya penegasan terhadap tafsir yang berbasis pada sumber-sumber otentik.
Yasin, "Ibn Kathir and His Approach to Tafsir," Islamic Studies Journal, vol. 42, no. 2, 2003, hl. 100. .
Ibn Katsir menulis Tafsir al-Qur'an al-Azim dengan berbagai motivasi yang mencerminkan komitmennya terhadap pemahaman dan pengajaran Al-Qur'an. Pertama, ia merasakan kebutuhan mendesak untuk memberikan pemahaman yang mendalam dan komprehensif tentang Al-Qur'an, sehingga umat Islam dapat menginternalisasi ajaran-ajarannya secara tepat. Dalam konteks sejarah dan sosial yang penuh tantangan pada masanya, di mana banyak aliran pemikiran yang berkembang, Ibn Katsir merasa penting untuk menghadirkan tafsir yang berbasis pada sumber-sumber yang otentik dan dapat dipercaya.
Al-Dhahabi, Siyar A'lam al-Nubala', vol. 15, hl. 400. Belajar di bawah bimbingan ulama terkemuka seperti Ibn Taimiyyah, ia terinspirasi untuk melanjutkan tradisi ilmiah yang menekankan akurasi dan kebenaran dalam penafsiran teks. Ia juga menekankan pentingnya akhlak dalam penafsiran, dengan harapan tafsirnya dapat berfungsi sebagai panduan moral bagi umat Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Ibn Taimiyyah, Muqaddimah fi Usul al-Tafsir, hl. 12 Selain menekankan akurasi, Ibnu Katsir juga menekankan pentingnya akhlak dalam penafsiran Al-Qur'an. Ia berharap agar tafsirnya dapat berfungsi sebagai panduan moral bagi umat Islam dalam kehidupan sehari-hari (Mirza, 2021).
Ibn Katsir merasa bahwa penting untuk menghasilkan tafsir yang sistematis dan komprehensif, yang dapat menjadi rujukan bagi umat Islam untuk memahami Al-Qur'an.Ia ingin menyajikan penjelasan yang jelas dan akurat tentang makna ayat-ayat Al-Qur'an, serta memberikan konteks sejarah dan kaidah bahasa Arab yang relevan.
Tafsir al- Qur’an al-Azim, Jilid 1, hl. 10-15 Dalam karya tafsirnya, Ibn Katsir berupaya untuk menjembatani kesenjangan antara pengetahuan Al-Qur'an dan kebutuhan masyarakat Muslim pada masa itu. Ia ingin memastikan bahwa umat Islam dapat memahami ajaran-ajaran Al-Qur'an dengan benar dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam melakukan tafsir, Ibn Katsir menggunakan pendekatan yang sistematis dan ilmiah, dengan mempertahankan prinsip-prinsip dasar tajwid, nahwu, dan balaghah. Ia juga menggunakan riwayat-riwayat hadis dan sirah Nabi Muhammad saw. sebagai rujukan untuk memperjelas makna ayat-ayat Al-Qur'an.
Ahmad Shalabi, Ibn Katsir’s Life and Works, Journal of Islamic Studies, Vol.12, no.2, 2011.
Selain itu, Ibn Katsir ingin meningkatkan iman dan keyakinan umat dengan menyajikan penjelasan yang mendalam, dilengkapi dengan bukti-bukti dari hadits serta pendapat para sahabat. Dengan demikian, ia tidak hanya berupaya memberikan tafsir yang mendalam, tetapi juga berambisi untuk meninggalkan warisan ilmiah yang dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang.
Ismail Salim Abd al- Al, Ibn KAtsir Wa Manhajuhu fi al- Tafsir, Kairo: Maktabah Faisal al- Islamiyah,1984,hl.75. Melalui motivasi ini, Tafsir al-Qur'an al-Azim berhasil menjadi sebuah karya monumental yang tidak hanya berfungsi sebagai tafsir, tetapi juga sebagai panduan hidup yang berharga bagi umat Islam.
Mani’ Abd Halim Mahmud, Manhaj al-Mufassirun, diterjemahkan oleh Syahdianor dan Faisal Saleh, Jakarta: Raja Grafido Persada,2003, hl. 60.
Penyusunan buku ini dimulai pada awal abad ke-14 Ibnu Katsir menulis tafsir ini secara bertahap, menyusun penjelasannya berdasarkan urutan surat-surat Al-Quran Ibnu Katsir menyusun tafsirnya berdasarkan urutan surat-surat dalam Al-Quran, dari Surat Al-Fatihah hingga Surat An-Nas Ia menjelaskan setiap bab dan menyebutkan nama setiap ayat, tempat turunnya wahyu, tema, dan informasi interpretatif. Dalam karya ini, Ibnu Katsir kerap mengutip pendapat para ulama terdahulu dan mengutip hadis-hadis relevan, sehingga penafsirannya kaya akan rujukan Penafsiran Al-Azim terhadap Al-Quran diselesaikan pada tahun-tahun terakhirnya Setelah ditulis, buku tersebut mulai beredar di kalangan ulama dan pelajar di seluruh dunia Islam.
Al-Suyuti,Al-Itqan Fi ULum al-Qur’an,hl.117 Karya ini telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan dalam banyak edisi cetak, menjadikannya salah satu komentar paling berpengaruh dalam tradisi Islam Penafsiran ini memiliki dampak besar pada studi interpretatif dan menjadi rujukan penting bagi banyak akademisi Pengaruh Ibn Kathir dapat dilihat dalam banyak tafsir dan studi Islam berikutnya di seluruh dunia Melalui penafsiran ini, Ibnu Katsir berhasil meninggalkan warisan ilmiah yang berharga bagi generasi mendatang.
Mani’ Abd Halim Mahmud, Manhaj al- Munfassirun ,diterjemahkan oleh Syahdianor dan Faisal Saleh, Jakarta: Rajan Grafindo, Persada,2023,hl.60.
Penelusuran Manuskrip dan Penerbitan Kitab Tafsir
Penafsiran Al-Quran al-Azim karya Ibnu Katsir merupakan salah satu penafsiran yang paling berpengaruh dalam tradisi Islam Sejak ditulis pada abad ke-14, karya ini telah mengalami berbagai proses penelusuran naskah dan penerbitan, yang mencerminkan pentingnya teks ini bagi penafsiran dan kajian Islam. Naskah Al-Quran al-Azim pertama kali ditulis oleh Ibnu Katsir dari Damaskus Teks asli ditranskripsi dan disalin oleh murid dan pengikutnya, membantu menjaga keaslian dan otoritas karya tersebut Naskah tafsir ini tersebar dan disimpan di berbagai perpustakaan di seluruh dunia Islam, termasuk Timur Tengah dan Afrika Utara. Banyak perpustakaan menganggap karya ini sebagai teks penting dan menjadikannya bagian dari koleksi berharga mereka Para peneliti menemukan ketidakkonsistenan dalam naskah-naskah yang ada, baik dari segi gaya maupun dalam beberapa penjelasan tambahan.
Osman, Classification of Knowledge in Islam, hl.56
Hal ini seringkali mencerminkan perbedaan pemahaman antara tradisi lisan dan ahli kitab Pencarian naskah dilakukan dalam kerangka penelitian filologi yang meliputi analisis tekstual, perbandingan naskah, dan kajian rantai sejarah dan tradisional Ini membantu mengidentifikasi variasi dan menjaga keaslian teks Penerbitan Al-Quran Lengkap modern dimulai pada abad ke-19
M. Mandjarreki, Digitalisasi al-Qur’an dan Tafsir media Sosial di IndonesiA, Jurnal Ilmu social,2018,hl.115-130, ketika para sarjana dan penerbit Eropa mulai tertarik pada karya ilmiah Islam. Tujuan dari publikasi ini adalah untuk mengkomunikasikan interpretasi ini kepada khalayak yang lebih luas Sejak saat itu, Kitab Suci Al-Qur'an al-Azim telah diterbitkan dalam bahasa Arab dan diterjemahkan ke berbagai bahasa lain Edisi-edisi ini sering dilengkapi dengan catatan kaki, komentar, dan analisis tambahan yang membantu pembaca memahami konteks dan makna komentar tersebutKemajuan teknologi, terutama di bidang percetakan dan digitalisasi, telah membuat Al-Quran Lengkap karya Al-Azim tersedia secara lebih luas Banyak perpustakaan dan lembaga kini memiliki versi digital naskah, sehingga mudah diakses oleh para peneliti dan mahasiswa Penerbitan dan kajian naskah ini memberikan pengaruh yang besar terhadap kajian tafsir dan agama Banyak cendekiawan, peneliti, dan pelajar menggunakan karya ini sebagai referensi utama mereka untuk memahami Al-Qur'an dan tradisi penafsirannya.
Al- Dhahabi, Siyar A’lam al- Nubala’, Vol.15, hl.400
Identifikasi Jenis Kitab Tafsir
Mengenai bentuk penafsiran, berdasarkan pemaparan Nasharuddin Baidan, ada dua bentuk penafsiran, yakni penafsiran bil ma’tūr (berbasis narasi) dan penafsiran bil ra’yi (berbasis akal) Jika kita melihat sejarah penafsiran Al-Qur'an, kita dapat mengatakan bahwa bentuk Tafsir Bir Mathur merupakan bentuk pertama yang muncul dalam penafsiran Al-Qur'an Menurut penulis, masa tersebut tidak jauh dari masa Nabi, sehingga kemungkinan besar akan lebih banyak penafsirannya Ini memperhitungkan hadits Nabi (penafsir pertama Al-Qur'an) dan pendapat para Sahabat dan Tabi'in (hadits dikenal sebagai ``Mawqaf'' dan ``Maktu'' dalam keilmuan Hadits).
Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al- Qur’an: Kajian atas Corak dan Pendekatan Penafsiran,hl.45
Abad Pertengahan merupakan masa peralihan dari Bir Matur ke Tafsir Bir Rai'i Menurut Tafsir As-Zahavi bin Kasir, ada tiga cara menafsirkan Al-Qur'an dari segi Al-Qur'an, cara menafsirkan Al-Qur'an dari segi hadis, dan cara menafsirkan Al-Qur'an dengan melihat para sahabat Ijtihad dan Tabiin Menurut Ibnu Katsir, metode ini merupakan cara terbaik dalam menafsirkan Al-Qur'an dalam bukunya Pengantar Tafsir Cara menafsirkan Al-Quran dari segi Al-Quran, cara menafsirkan Al-Quran dari segi hadis, dan sebagainya merupakan prinsip-prinsip yang digunakan dalam bentuk Tafsir Bir Masur Meskipun tidak dapat disangkal bahwa penafsirannya mungkin mencakup bentuk Bir Rayyu, penafsiran puisi antropomorfik di atas, misalnya, menunjukkan bahwa Ibn Kathir juga menggunakan Rayyu dalam penafsirannya Akan tetapi, jika kita tinjau secara keseluruhan, bentuk bil ma'tūr lebih dominan,Hal ini dibuktikan dengan banyaknya hadis yang digunakan Ibnu Katsir dalam penafsirannya.
Nurdin, Analisis Penerapan Metode Bi Al- Ma’surdalam Tafsir Ibn Katsir, Asy- Syir’ah ; JurnalIlmu Syari’ah dan Hukum, Vol.47,No.1,2013,hl.86-87
Penilaian Ulama terhadap Kitab Tafsir
Tafsir al-Qur'an al-Azim karya Ibn Katsir mendapatkan perhatian luas dari berbagai kalangan ulama sepanjang sejarah. Dalam bagian ini, kita akan membahas penilaian mereka secara mendalam, meliputi pujian, kritik, serta analisis terhadap metodologi dan kontribusi tafsir ini. Banyak ulama mengakui bahwa Ibn Katsir sangat teliti dalam memilih sumber. Imam al-Dzahabi, seorang sejarawan dan ahli hadis, memuji Ibn Katsir dengan mengatakan bahwa ia adalah seorang ulama yang menguasai ilmu dan mampu memadukan antara hadis dan tafsir dengan sangat baik.
Al-Dhahabi, Siyar A'lam al-Nubala', vol. 15, hl. 402. Hal ini menunjukkan pengakuan akan integritas dan kredibilitasnya dalam menafsirkan Al-Qur'an.
Ibn Katsir dikenal karena kemampuannya untuk menunjukkan keterkaitan antara ayat-ayat dalam Al-Qur'an. Ia sering menjelaskan bagaimana satu ayat dapat menjelaskan atau melengkapi ayat lain, yang dianggap penting untuk pemahaman menyeluruh. Ulama seperti Ibn Hajar juga menyoroti pentingnya aspek ini dalam tafsir. Karya Ibn Katsir disusun dengan bahasa yang relatif sederhana, membuatnya mudah diakses oleh berbagai kalangan, termasuk orang awam. Ini diakui oleh banyak ulama yang menghargai usahanya untuk menjadikan tafsir ini sebagai sumber yang bermanfaat bagi semua lapisan masyarakat.
Ibn Hajar al-Asqalani, Al-Durar al-Kaminah,Jilid 13, Beirut: Dar al- FIkr,1995.
Salah satu kritik utama terhadap Tafsir Ibn Katsir adalah ketergantungannya pada riwayat hadis. Beberapa ulama menilai bahwa meskipun ia berusaha untuk memverifikasi keshahihan hadis, masih ada kemungkinan beberapa riwayat yang ia kutip tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan. Kritikus menganggap bahwa hal ini dapat mempengaruhi kualitas penafsirannya. Ada ulama yang berpendapat bahwa meskipun tafsir ini sangat informatif, analisis linguistik yang mendalam seringkali kurang. Beberapa berargumen bahwa pemahaman yang lebih dalam tentang bahasa Arab dan konteks linguistik dapat memperkaya penafsiran yang diberikan.
Ibn Taimiyyah, Muqaddimah fi Usul al-Tafsir, hl. 15.
Berikut adalah beberapa ulama yang memberikan penilaian terhadap Tafsir al-Qur'an al-Azim karya Ibn Katsir, beserta penjelasan mengenai pendapat mereka:
Imam al-Dzahabi
Imam al-Dzahabi adalah seorang sejarawan dan ahli hadis terkemuka. Ia mengakui Ibn Katsir sebagai salah satu ulama yang sangat berkompeten dalam ilmu tafsir dan hadis. Dalam karyanya, al-Dzahabi menekankan ketelitian dan integritas Ibn Katsir dalam memilih sumber-sumber yang sahih, serta kemampuannya untuk menyusun penafsiran yang mendalam dan relevan. Pujian ini menunjukkan bahwa ia melihat Ibn Katsir sebagai otoritas yang dapat diandalkan dalam studi Al-Qur'an.
Al-Dhahabi, Siyar A'lam al-Nubala', hl. 405.
Dalam pandangan al-Dzahabi, Ibn Katsir berhasil menjaga kemurnian tafsir dengan hanya menggunakan hadis-hadis yang sahih, suatu kualitas yang membedakannya dari sebagian karya tafsir lain yang terkadang memasukkan riwayat lemah atau israiliyat (kisah-kisah dari tradisi Yahudi dan Kristen).
Imam al- Dzahabi, Syiar A’lam al- Nubala’, Beirut: Muassasah al-Risalah, cetakan ke-10,jilid 14, hl.134. Al-Dzahabi juga menilai Ibn Katsir sebagai seorang ahli hadis yang mumpuni, sehingga Tafsir Al-Qur'an Al-Azim tidak hanya bernilai tafsir, tetapi juga memiliki bobot keilmuan hadis yang kuat dan terpercaya.
Ibn Katsir, Tafsir Al- Qur’an Al- Azim, Riyadh: Dar Taybah,1420 H.
Dengan pendekatan yang sistematis dan ilmiah, al-Dzahabi melihat tafsir ini sebagai karya monumental yang menjawab kebutuhan umat Islam dalam memahami Al-Qur'an dengan metode yang sahih dan jauh dari penafsiran yang spekulatif.
Al- Dzahabi, Tadhikrat al-Huffaz, Beirut: Dar Ihya al-Turath, jilid 2, hl. 103. Al-Dzahabi menganggap Ibn Katsir sebagai seorang mufassir (penafsir) yang patut dijadikan teladan karena kepatuhannya terhadap sumber-sumber autentik dalam menyusun karya tersebut.
Imam al- Suyuti
Imam Jalaluddin al-Suyuti adalah seorang ulama multifaset yang sangat dihormati dalam bidang tafsir dan hadis. Ia menganggap Tafsir Ibn Katsir sebagai salah satu karya tafsir yang penting dan bermanfaat. Al-Suyuti menggarisbawahi kemudahan bahasa yang digunakan oleh Ibn Katsir, sehingga memungkinkan pembaca dari berbagai kalangan untuk memahami isi tafsir tersebut. Ia juga mengapresiasi metode yang digunakan Ibn Katsir dalam merujuk pada hadis dan penjelasan yang kontekstual.
Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an, hl. 97.
Menurut al-Suyuti, karya ini termasuk salah satu tafsir yang paling utama dan terpercaya karena menggunakan metode tafsir bil ma'tsur penafsiran Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, hadis, dan atsar para sahabat. Al-Suyuti menilai bahwa Ibn Katsir memiliki ketelitian luar biasa dalam menyaring riwayat hadis yang digunakan dalam tafsirnya, sehingga karya ini bebas dari riwayat lemah dan israiliyat yang meragukan.
Jalaluddin al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Beirut: Dar al- Fikr, Jilid 2, hl.476.
Al-Suyuti juga menekankan bahwa Ibn Katsir memiliki kedalaman ilmu dalam bidang hadis, yang memungkinkannya untuk menyusun tafsir yang otoritatif dan autentik. Hal ini menjadikan Tafsir Al-Qur'an Al-Azim sebagai rujukan penting bagi para ulama dan penuntut ilmu.
Ibid., hl. 477. Dalam karyanya Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an, al-Suyuti mencatat bahwa Ibn Katsir merupakan salah satu ahli tafsir yang berhasil menggabungkan antara kekuatan sanad (rantai periwayatan) dengan keluasan makna dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an.
Al-Suyutu, Tadrib al-RAwi fi Sharh TArqib al-Nawawi, Beirut: Dar Ihya al- Turarh, jilid1, hl.123
Ibn Hajar al-Asqalani
Ibn Hajar adalah seorang ulama besar dalam bidang hadis dan tafsir. Ia mengakui keunggulan Tafsir Ibn Katsir dalam menunjukkan hubungan antara ayat-ayat dalam Al-Qur'an. Dalam penilaiannya, Ibn Hajar menekankan pentingnya pendekatan Ibn Katsir yang menghubungkan antara konteks ayat dengan konteks sejarah, memberikan pemahaman yang lebih dalam dan komprehensif tentang teks.
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, hl. 15. Ibnu Hajar memuji Ibn Katsir karena konsistensinya dalam menggunakan metode tafsir bil ma'tsur, yaitu menafsirkan Al-Qur'an dengan ayat Al-Qur'an lain, hadis Nabi SAW, dan atsar para sahabat.
Ibnu Hajar al-Asqalani, LIsan al-MIzan, Beirut: Dar al-Fikr, jilid 2 hl. 308.
Pendekatan ini memastikan tafsirnya memiliki landasan yang kuat dan otentik. Sebagai seorang ahli hadis, Ibn Katsir sangat teliti dalam menyaring riwayat hadis yang digunakannya. Ibnu Hajar mengakui bahwa Tafsir Al-Qur'an Al-Azim memiliki keunggulan dalam keabsahan hadis yang dikutip, karena Ibn Katsir menghindari hadis dhaif (lemah) dan palsu.
Ibid., hl.309. Ibnu Hajar menilai bahwa tafsir ini ditulis dengan sistematika yang jelas dan mudah dipahami. Ibn Katsir menyusun ayat-ayat Al-Qur'an secara berurutan dan memberikan penjelasan yang ringkas, namun tetap kaya dengan makna dan substansi.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Taqrib al- Tahzib, Beirut: Dar al-Fikr, jilid 1 hl. 76.
Menurut Ibnu Hajar, salah satu kelemahan Tafsir Al-Qur'an Al-Azim adalah sifatnya yang terlalu ringkas dalam beberapa pembahasan, terutama dalam penafsiran ayat-ayat hukum (ayat-ayat fiqih). Hal ini membuat sebagian pembaca membutuhkan referensi tambahan untuk memahami rincian pendapat mazhab fiqih.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, Beirut: Dar al-Fikr, jilid 1 hl. 26. Meskipun Ibn Katsir dikenal ketat dalam memilih hadis, Ibnu Hajar mencatat adanya beberapa riwayat yang dinilai lemah yang terkadang masih muncul dalam tafsir ini, meskipun jumlahnya sangat sedikit.
Ibid., hl.27. Ibnu Hajar juga menyebutkan bahwa Ibn Katsir kurang memberikan perhatian terhadap tafsir filosofis atau pendekatan rasional terhadap ayat-ayat tertentu. Hal ini membuat tafsirnya lebih fokus pada riwayat daripada penalaran logis yang mendalam.
Ibnu Hajar al-Asqalani, Nata’ij al-Afkar, Beirut: Dar al-Fikr, jilid 1 hl. 112.
Al-Qurtubi
Imam al-Qurtubi, seorang mufassir besar dalam karya Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, memberikan penghargaan yang tinggi terhadap metode tafsir bil ma'tsur yang digunakan Ibn Katsir dalam Tafsir Al-Qur'an Al-Azim. Menurut al-Qurtubi, metode ini memiliki keunggulan karena memastikan penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an tetap berlandaskan sumber-sumber otentik, seperti Al-Qur'an itu sendiri, hadis-hadis Nabi SAW, serta pendapat sahabat dan tabi’in.
Al- Qurtubi, Al-Jami’li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Dar al- Kutub al-Ilmiyyah,jilid 1,hl.23. Al-Qurtubi menilai bahwa Ibn Katsir menunjukkan ketelitian dan kehati-hatian dalam memilah riwayat, suatu hal yang sangat penting untuk menjaga kemurnian tafsir.
Ibn Katsir berhasil menghindari tafsir yang spekulatif dan israiliyat yang tidak memiliki dasar kuat, sesuatu yang juga menjadi perhatian al-Qurtubi dalam tafsirnya sendiri.
Ibid., hl.24 Namun, al-Qurtubi mencatat bahwa tafsir Ibn Katsir cenderung lebih fokus pada riwayat dibandingkan analisis hukum (fiqih) atau aspek linguistik mendalam. Hal ini berbeda dengan metode yang digunakan al-Qurtubi dalam Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, yang lebih menitikberatkan pada penjelasan hukum-hukum yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur'an.
Ibid., jilid 2, hl.56
Ulama Kontemporer
Banyak ulama modern mengakui relevansi Tafsir Ibn Katsir dalam konteks pemahaman Al-Qur'an saat ini. Mereka menilai bahwa metode dan pendekatan yang digunakan oleh Ibn Katsir masih dapat diterapkan dalam kajian-kajian kontemporer. Karya ini dianggap sebagai jembatan yang menghubungkan umat Islam dengan teks suci mereka, tetap relevan dalam menghadapi tantangan zaman.
Seperti Menurut Dr. Wahbah az- Zuhaili, seorang mufassir kontemporer yang terkenal melalui karyanya Tafsir al-Munir, menyatakan bahwa Tafsir Ibn Katsir merupakan salah satu karya tafsir paling berpengaruh dalam sejarah Islam. Menurut beliau, keunggulan utama tafsir ini terletak pada metode tafsir bil ma'tsur, yang menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, hadis Nabi, dan pendapat para sahabat. Wahbah az-Zuhaili menilai tafsir ini sebagai rujukan otoritatif dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an secara akurat dan ilmiah.
Ibid., hl.57. Namun, beliau juga mencatat bahwa tafsir Ibn Katsir memiliki keterbatasan dalam pembahasan kontemporer terkait aspek sosial, ekonomi, dan politik yang muncul pada zaman modern.
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Damaskus: Dar al- Fikr, Jilid 1, hl.35.
Dr. Yusuf al-Qaradawi, seorang ulama kontemporer terkemuka, menyebut Tafsir Al-Qur'an Al-Azim sebagai tafsir standar yang harus dipelajari oleh setiap penuntut ilmu. Al-Qaradawi memuji Ibn Katsir atas metodologinya yang akurat dan sistematis, serta kemampuannya menjelaskan ayat-ayat dengan bahasa yang mudah dipahami oleh kalangan awam maupun ulama.
Ibid., hl.36. Namun, al-Qaradawi menekankan bahwa tafsir ini kurang relevan dalam menjawab tantangan dan problematika umat Islam kontemporer, seperti isu sains, ekonomi Islam, atau politik global.
Muhammad al-Amin al-Syinqiti, Adhwa’ al-Bayan, Riyadh: Dar al- Fikr, jilid 1,hl.18.
Sheikh Muhammad al-Amin al-Syinqiti, Ulama ahli tafsir kontemporer asal Mauritania ini, melalui karyanya Adhwa’ al-Bayan, memberikan apresiasi tinggi terhadap ketelitian Ibn Katsir dalam memilih riwayat hadis. Menurut al-Syinqiti, Ibn Katsir berhasil menjaga kemurnian tafsir dengan menyaring riwayat-riwayat lemah dan israiliyat yang tidak jelas.
Ibid., hl.19. Namun, al-Syinqiti menilai bahwa tafsir Ibn Katsir kurang memberikan perhatian pada aspek penalaran rasional dan linguistik yang mendalam, khususnya dalam mengaitkan makna ayat dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
Yusuf al-Qaradawi, Fiqh al- Awlawiyyat, Kairo: Maktabah Wahbah,hl.129.
Karakteristik Penafsiran dalam Kitab Tafsir
Karakteristik penafsiran yang komprehensif dalam Tafsir al-Qur'an al-Azim karya Ibn Katsir mencakup beberapa aspek penting yang mendukung pemahaman mendalam terhadap Al-Qur'an. Beberapa ciri khasnya meliputi :
Keterhubungan Antara Ayat: Ibn Katsir sering menunjukkan keterkaitan antar ayat, menjelaskan bagaimana satu ayat dapat menjelaskan atau melengkapi ayat lainnya. Hal ini membantu pembaca memahami konteks dan makna yang lebih luas.
Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, vol. 1, hl. 10.
Konteks Sejarah dan Sosial: Penafsiran Ibn Katsir selalu disertai dengan penjelasan tentang latar belakang sejarah di balik turunnya ayat (asbab al-nuzul). Ini memberikan dimensi tambahan dalam memahami pesan Al-Qur'an dan relevansinya dengan kondisi sosial saat itu.
Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an, hl. 100.
Aplikasi Praktis: Ibn Katsir tidak hanya fokus pada aspek teologis, tetapi juga memberikan panduan praktis bagi umat Islam. Ia sering menjelaskan hukum dan etika yang dapat diambil dari ayat-ayat tertentu, sehingga penafsiran yang dihasilkan relevan untuk kehidupan sehari-hari.
Shihab, Membumikan Al-Quran, hl. 54.
Penggunaan riwayat adalah salah satu karakteristik utama dalam Tafsir al-Qur'an al-Azim karya Ibn Katsir. Metode ini menunjukkan bagaimana Ibn Katsir mengandalkan sumber-sumber tradisional untuk memberikan penafsiran yang sahih dan kredibel terhadap ayat-ayat Al-Qur'an. Berikut adalah penjelasan mendalam mengenai penggunaan riwayat dalam tafsir ini:
Tafsir Bil-Ma'tsur- Ibn Katsir menggunakan pendekatan tafsir bil-ma'tsur, yang berarti penafsiran yang berlandaskan pada riwayat yang berasal dari Al-Qur'an, hadits, serta pendapat para sahabat dan tabi'in. Ini menunjukkan bahwa ia menempatkan riwayat sebagai sumber utama dalam memahami teks Al-Qur'an.
Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, hl. 45. Ibn Katsir sangat teliti dalam memilih riwayat yang digunakan dalam tafsirnya. Ia mengutamakan:
Hadits Sahih: Hanya hadis-hadis yang memiliki tingkat keshahihan tinggi yang digunakan. Ia melakukan verifikasi terhadap sumber-sumber hadis, memastikan bahwa hanya riwayat yang dapat dipertanggungjawabkan yang dimasukkan.
Pendapat Sahabat dan Tabi'in: Selain hadis, Ibn Katsir sering mengutip pendapat para sahabat Nabi Muhammad dan tabi'in, yang dianggap memiliki pemahaman mendalam tentang wahyu. Ini memperkaya tafsirnya dengan pandangan dari generasi pertama Islam.
Ibn Taimiyyah, Muqaddimah fi Usul al-Tafsir, hl. 15.
Konteks Riwayat Ibn Katsir tidak hanya mencantumkan riwayat secara mentah, tetapi ia juga memberikan konteks di balik riwayat tersebut. Misalnya, ia menjelaskan:
Asbab al-Nuzul: Latar belakang atau sebab-sebab turunnya ayat, yang memberikan pemahaman lebih baik mengenai konteks dan situasi saat ayat tersebut diturunkan.
Interaksi Sejarah: Riwayat yang ia gunakan sering kali berkaitan dengan peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Islam, yang membantu menjelaskan relevansi ayat-ayat Al-Qur'an dalam konteks sosial dan budaya saat itu.
Ibn Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, hl. 22.
Keterkaitan antara Ayat dan Riwayat: Ibn Katsir sering menunjukkan bagaimana riwayat yang dihadirkan saling terkait dengan ayat yang sedang ditafsirkan. Ia menguraikan bagaimana suatu hadis dapat memperjelas makna suatu ayat, atau bagaimana pendapat sahabat menjelaskan konteks yang lebih luas.
Dialog dengan Tafsir Lain: Dalam beberapa kasus, Ibn Katsir membandingkan riwayat yang digunakannya dengan tafsir dari ulama lain. Ia menjelaskan perbedaan pandangan dan memberikan argumen tentang mengapa ia memilih riwayat tertentu. Ini menunjukkan keterbukaan dan keberanian intelektual dalam memperdebatkan pemahaman.
Al-Dhahabi, Siyar A'lam al-Nubala', vol. 15, hl. 405.
Analisis bahasa dalam Tafsir Ibn Katsir mencerminkan kedalaman pemahaman linguistik dan keterampilan penulisan yang memungkinkan pembaca untuk meresapi makna Al-Qur'an. Berikut karakteristik analisis bahasa dalam karyanya:
Pertama, Kesederhanaan dalam Penyampaian: Ibn Katsir menyajikan tafsirnya dalam bahasa Arab yang lugas dan jelas, menghindari istilah teknis yang rumit. Ini memungkinkan pembaca dari berbagai latar belakang pendidikan untuk memahami isi tafsir. Pendekatan ini sangat penting, terutama bagi masyarakat umum yang mungkin tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang ilmu tafsir atau bahasa Arab klasik. Contoh Penggunaan: Dalam menjelaskan suatu ayat, Ibn Katsir sering menggunakan kalimat pendek dan jelas, serta menghindari jargon yang dapat membingungkan. Misalnya, ia akan merumuskan konsep kompleks dengan pernyataan yang ringkas dan langsung.
Shihab, Membumikan Al-Quran, hl. 60.
Kedua, Penjelasan Istilah dan Frasa: Ibn Katsir memberikan perhatian khusus terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam Al-Qur'an. Ia menjelaskan makna kata dan frasa tertentu, serta konteks di mana istilah tersebut digunakan. Ini membantu pembaca memahami nuansa yang terkandung dalam ayat. Analisis Sintaksis: Meskipun tidak sekomprehensif tafsir yang lebih linguistik, Ibn Katsir menunjukkan pemahaman yang baik tentang struktur bahasa Arab. Ia terkadang membahas tata bahasa atau pola kalimat untuk menjelaskan makna yang lebih dalam, yang memperkaya pemahaman terhadap teks. Contoh Praktis: Misalnya, saat menjelaskan kata-kata yang memiliki makna ganda, Ibn Katsir akan merinci setiap makna dan situasi di mana makna tersebut berlaku. Dengan cara ini, pembaca dapat menangkap kompleksitas bahasa Arab dalam Al-Qur'an.
Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an, hl. 97.
Keterbukaan terhadap Diskusi: Ibn Katsir tidak segan-segan untuk mengkritik tafsir atau penafsiran lain yang dianggapnya kurang tepat. Ia menyajikan kritik ini dengan argumen yang logis dan didasarkan pada sumber yang sahih, menunjukkan keberanian intelektualnya. Alasan di Balik Penolakan: Dalam kritiknya, Ibn Katsir sering menjelaskan alasan di balik penolakannya terhadap pandangan tertentu. Ia akan menguraikan argumen dan menjelaskan mengapa pemahaman tersebut tidak sejalan dengan sumber yang sahih atau tidak sesuai dengan konteks. Contoh Kritis: Dalam beberapa kasus, jika ia menemukan bahwa suatu tafsir menafsirkan ayat dengan cara yang tidak tepat atau bertentangan dengan hadis sahih, ia akan menyoroti kesalahan tersebut dan memberikan penjelasan yang lebih akurat. Ini menunjukkan komitmennya untuk menjaga integritas penafsiran.
Osman Bakar, Classification of Knowledge in Islam, hl. 56.
Sistematika Kitab Tafsir
Ibnu Katsir menyusun tafsirnya dengan berdasarkan sistematika tertib ayat dan surat dalam musyhaf al-Qur’an yang dalam bahasa arabnya disebut dengan tartib mushafi, secara rinci kandungan dan urutan tafsir yang terdiri dari empat jilid ini adalah sebagai berikut:
jilid pertama berisi tafsir surat al- Fatihah sampai dengan surat an- Nisa.
Jilid kedua berisi tafsir surat al- Maidah sampai dengan surat An- Nahl.
Jilid ketiga berisi surat al-Isra’ sampai dengan surat Yasin.
Jilid keempat berisi tafsir surat as- Syafat sampai dengan surat an-Nas
Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, vol. 1, hl. 5-10.
Penafsiran Ibnu Katsir juga dapat dikategorikan ke dalam bentuk “al-Ra’unwa al-Ittijah” atau “Tafsir bi al-Maksul” atau “Tafsir bi al-Riwayah” Sebab, meskipun penafsiran ini banyak menggunakan hadis, hadis, dan ru'yul assahabat wa tabi'in (pendapat para sahabat dan tabi'in), namun terkadang Ibnu Katsir juga menggunakan simpulan dan kesimpulan dalam menafsirkan suatu ayat Ibnu Katsir menjelaskan setiap surah secara rinci. Dalam tiap penafsiran, ia berfokus pada aspek kunci dari bagian yang dibahas, seperti konteks dan makna yang lebih dalam Penafsiran ini memberi penekanan khusus pada ayat-ayat yang mengandung hukum dan perintah Allah Ibnu Katsir menjelaskan secara rinci hukum-hukum yang diturunkan dari ayat-ayat tersebut dan memberikan petunjuk praktis bagi umat Islam.
Al- Dhahabi, Siyar A’lam al- Nubala’, vol.15,hl.402 Struktur penyajian interpreter sangat sistematis dan mudah dipahami. Setiap bab dimulai dengan nama bab dan nomor, diikuti dengan uraian bagian yang akan ditafsirkan. Dalam setiap tafsirnya, Ibnu Katsir menambahkan hadis-hadis dari hadis, pendapat para sahabat, dan tabīyīn untuk mendukung penjelasannya Hal ini memberikan dasar yang kuat dan valid untuk setiap penafsiran yang diusulkan Ibnu Katsir juga menunjukkan ayat-ayat dalam surah dan hubungan antar surah, yang membantu pembaca memahami konteks dan kesatuan pesan Al-Qur'an Setiap penafsiran sering kali disertai dengan penerapan praktis dari ajaran yang terkandung dalam bagian tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Di akhir penafsirannya terhadap setiap surah, Ibnu Katsir memberikan kesimpulan atau ringkasan poin-poin utama yang dibahas untuk membantu pembaca merenungkan lebih dalam makna yang terkandung dalam surah tersebut.
Osman Bakar, Classification of Knowledge in Islam, hl.56.
Penggunaam Argumen dan Ketajaman Analisis
Ibn Katsir dikenal sebagai seorang mufassir yang memiliki ketajaman analisis dan kemampuan untuk menggunakan argumen secara efektif dalam penafsirannya. Ia mengandalkan riwayat yang sahih dari Al-Qur'an, hadis, serta pendapat sahabat dan tabi'in. Ia selalu mencantumkan sumber-sumber tersebut, memberikan kejelasan dan kredibilitas pada argumen yang diajukan. Ketika mengutip riwayat, Ibn Katsir tidak hanya menerima begitu saja, tetapi ia menganalisis keabsahan dan relevansinya. Ini menunjukkan ketajaman dalam menilai kebenaran informasi yang ada.
Al-Dhahabi, Siyar A'lam al-Nubala', vol. 15, hl. 402.
Ibn Katsir sering menyertakan penjelasan mengenai sebab-sebab turunnya ayat (asbab al-nuzul), yang memberikan konteks penting untuk memahami makna. Dengan cara ini, ia memperkuat argumennya dengan menjelaskan relevansi ayat dalam konteks sejarah. Ia mengaitkan ayat dengan peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Islam, menunjukkan bagaimana ayat-ayat tersebut berfungsi dalam konteks sosial yang lebih luas.Ibn Katsir menunjukkan pemahaman yang baik tentang makna kata dan istilah dalam bahasa Arab. Ia menganalisis nuansa bahasa yang terkandung dalam ayat, yang sering kali memperkaya penafsiran. Ia kadang-kadang menjelaskan aspek sintaksis untuk menunjukkan bagaimana struktur kalimat dapat memengaruhi makna, menambah kedalaman analisis.
Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, hl. 50.
Ibn Katsir menjelaskan bagaimana satu ayat saling terkait dengan ayat lain, baik dalam satu surah maupun antar surah. Ini membantu pembaca untuk melihat kesatuan pesan Al-Qur'an dan memperkuat argumen yang diajukan.Ia menggunakan logika untuk menunjukkan bagaimana prinsip-prinsip tertentu diambil dari kombinasi ayat-ayat yang relevan, menjadikan penafsirannya lebih meyakinkan.Dalam beberapa kasus, Ibn Katsir mengkritik atau membandingkan penafsirannya dengan tafsir lain. Ia memberikan argumen yang jelas dan mendukung posisinya dengan alasan yang logis, menunjukkan keberanian intelektual dan keyakinannya terhadap pendapat yang dipegang.Ketajaman analisisnya terlihat dalam kemampuannya untuk merefleksikan berbagai pandangan dan menjelaskan mengapa ia memilih satu pemahaman di atas yang lain.
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. Muhammad Fuwad Abdul-Baqi (Beirut: Dar al-Ma'arifah, 1999), hl.15.
Epistemologi Tafsir
Epistemologi dalam konteks tafsir Ibn Katsir merujuk pada teori pengetahuan yang mendasari metode dan pendekatannya dalam menafsirkan Al-Qur'an. Tafsir Ibn Katsir dikenal luas karena kedalaman pemahaman dan keandalannya dalam menggunakan sumber-sumber yang sahih. Ibn Katsir meletakkan Al-Qur'an sebagai sumber utama pengetahuan. Ia percaya bahwa pemahaman yang tepat tentang Al-Qur'an hanya dapat dicapai melalui eksplorasi teksnya secara langsung dan mendalam.Selain Al-Qur'an, Ibn Katsir menganggap hadis sebagai sumber pengetahuan yang sangat penting. Ia mengutip hadis-hadis sahih untuk menjelaskan makna ayat dan memberikan konteks tambahan, memastikan bahwa penafsirannya selaras dengan ajaran Nabi Muhammad.
Osman Bakar, Classification of Knowledge in Islam, hl. 56.
Metode ini mengutamakan penafsiran berdasarkan riwayat yang sahih dari para sahabat, tabi'in, dan ulama sebelumnya. Ini mencerminkan epistemologi Ibn Katsir yang sangat menghargai tradisi dan otoritas dalam Islam.Dalam penafsirannya, Ibn Katsir menggunakan berbagai riwayat untuk mendukung argumennya. Ia tidak hanya mengandalkan satu sumber,
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. Muhammad Fuwad Abdul-Baqi (Beirut: Dar al-Ma'arifah, 1999), hl.30. tetapi menciptakan dialog antara berbagai riwayat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh. Ibn Katsir sering menyertakan sebab-sebab turunnya ayat (asbab al-nuzul), yang memberikan konteks penting untuk memahami makna ayat. Hal ini menunjukkan bahwa ia menganggap konteks sejarah sebagai bagian integral dari pengetahuan yang diperlukan untuk tafsir.Dengan menganalisis situasi sosial dan budaya di mana wahyu diturunkan, Ibn Katsir berusaha memahami dan menjelaskan bagaimana ayat-ayat tersebut relevan dalam konteks waktu dan tempat tertentu.
Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul (Beirut: Dar al-Ma'arifah, 2000), hl.12.
Ibn Katsir sangat menyadari pentingnya bahasa Arab dalam memahami Al-Qur'an. Ia melakukan analisis mendalam terhadap makna kata, istilah, dan struktur kalimat, yang menunjukkan bahwa ia menganggap pemahaman linguistik sebagai bagian penting dari epistemologi tafsirnya.Ia mengupas nuansa makna yang terdapat dalam ayat-ayat, menjelaskan berbagai interpretasi yang mungkin muncul, dan memberikan argumen yang mendukung pemahaman tertentu.
Muhammad Fuwad Abdul-Baqi, Al-Tafsir al-Muyassar (Cairo: Maktabah al-Rushd, 2001), hl.45. Ibn Katsir tidak ragu untuk mengkritik tafsir atau pendapat lain yang dianggapnya tidak tepat. Ia melakukannya dengan argumentasi yang logis dan berdasarkan sumber yang sahih, mencerminkan sikap kritis yang sehat terhadap pengetahuan yang ada. Dalam karyanya, Ibn Katsir menciptakan dialog antara berbagai pandangan ulama, menunjukkan bahwa ia menghargai keberagaman interpretasi dan pengetahuan dalam tradisi Islam.
Shafaat, "Contextual Interpretation in Ibn Kathir's Tafsir," hl. 130.
Beberapa Penelitian Terhadap Kitab Tafsir Ibn Katsir
Beberapa studi mengeksplorasi metodologi yang digunakan oleh Ibn Katsir, terutama pendekatan tafsir bil-ma'tsur. Penelitian ini menganalisis bagaimana ia mengintegrasikan riwayat dari Al-Qur'an dan hadis, serta pendapat sahabat dan tabi'in dalam penafsirannya. Penelitian lain fokus pada aspek asbab al-nuzul dalam tafsir Ibn Katsir. Kajian ini meneliti bagaimana konteks sejarah dan sosial mempengaruhi penafsirannya. Penelitian ini membahas bagaimana Ibn Katsir menafsirkan ayat-ayat yang mengandung hukum dan etika.
M. Rifai Ali, "Asbāb al-Nuzūl Dalam Tafsir Ibn Katsir (Seputar Ayat Khamr dan Bencana Alam)" (tesis, UIN Raden Intan Lampung, 2019), hl. 45.
Penelitian ini menunjukkan bahwa tafsirnya memberikan panduan praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan bagaimana ia menekankan pentingnya moralitas dalam ajaran Islam.
Nurdin, "Analisis Penerapan Metode Bil-Ma'sur dalam Tafsir Ibn Katsir," Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum 47, no. 1 (Juni 2013): hl.86-87.
Beberapa studi melakukan analisis perbandingan antara Tafsir Ibn Katsir dengan tafsir-tafsir lainnya, seperti Tafsir Al-Jalalayn atau Tafsir Al-Maturidi. Penelitian ini mengeksplorasi perbedaan dan persamaan dalam pendekatan penafsiran, serta bagaimana Ibn Katsir menanggapi atau mengkritik penafsiran lain. eberapa penelitian mengeksplorasi relevansi Tafsir Ibn Katsir dalam konteks modern, termasuk penerapannya dalam pendidikan Islam, pengajaran tafsir, dan kajian agama di era kontemporer.
Manna' Al-Qaththan, Mabahits fi 'Ulumil Qur'an (Kairo: Maktabah Al-Ma'arif, 2000), hl.22. Ini menunjukkan bagaimana tafsir Ibn Katsir tetap menjadi sumber yang penting bagi pemahaman Al-Qur'an hingga saat ini.
Berikut adalah beberapa nama penahqiq (editor dan peneliti) yang telah melakukan penelitian atau menerbitkan edisi dari Tafsir al-Qur'an al-Azim karya Ibn Katsir:
Dr. Muhammad Dhiya’ al-Din al-Maqdisi
Seorang ulama dan akademisi terkemuka di bidang tafsir dan ilmu Al-Qur'an. Ia memiliki latar belakang pendidikan yang kuat dalam studi Islam. Dr. al-Maqdisi menerbitkan edisi kritis dari Tafsir Ibn Katsir yang berfokus pada menjaga keaslian teks. Ia meneliti berbagai manuskrip dan sumber untuk memastikan bahwa isi tafsir sesuai dengan yang ditulis oleh Ibn Katsir.
Al-Maqdisi, Tafsir Ibn Katsir: Edisi Kritis, hl. 5.
Penerbit: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah
Tahun Terbit: Edisi kritis ini diterbitkan pada tahun 1999. Edisi ini mengedepankan keaslian teks dan memberikan penjelasan tambahan serta catatan yang mendalam.
Dr. Abdul Razzaq al-Bitar
Seorang peneliti yang dikenal dalam kajian tafsir dan sejarah Islam. Ia memiliki gelar doktor dalam bidang studi Islam. Dr. al-Bitar menerbitkan edisi tafsir yang dilengkapi dengan catatan kaki dan penjelasan mendalam. Catatan ini memberikan konteks tambahan, menjelaskan istilah-istilah yang sulit, serta menyoroti hubungan antara ayat-ayat. Pendekatannya membantu pembaca memahami makna yang lebih dalam dari teks.
Al-Bitar, Tafsir Ibn Katsir dengan Catatan Tambahan, p. 12.
Penerbit: Maktabah al-Sunnah
Tahun Terbit: Edisi ini diterbitkan pada tahun 2000.
Dr. Ahmed Shakir
Seorang ahli tafsir yang memiliki banyak publikasi di bidang studi Al-Qur'an. Ia dikenal karena analisisnya yang tajam dan pendekatan yang sistematis. Dr. Shakir mengerjakan edisi yang mengintegrasikan riwayat dan penafsiran dari ulama sebelumnya. Ia menekankan pentingnya konteks historis dan budaya dalam penafsiran, sehingga tafsirnya tidak hanya relevan dalam konteks teks, tetapi juga dalam situasi nyata.
Shakir, Tafsir Ibn Katsir dengan Konteks Historis dan Budaya, hl. 7.
Penerbit: Al-Maktabah al-Islamiyyah
Tahun Terbit: Edisi ini diterbitkan pada tahun 1996.
Dr. M. Abdul Hayy al- Ha’ik
Seorang akademisi dan peneliti di bidang tafsir yang memiliki banyak pengalaman dalam pengajaran dan penulisan. Dr. al-Ha'ik terlibat dalam penyuntingan edisi modern dari Tafsir Ibn Katsir, menambahkan anotasi dan penjelasan yang membuat tafsir lebih mudah dipahami oleh pembaca masa kini. Ia juga membahas isu-isu kontemporer yang berkaitan dengan tafsir, membuatnya relevan untuk generasi baru.
Dr. al-Ha'ik, Tafsir Ibn Katsir: Edisi Modern dengan Anotasi dan Penjelasan (Cairo: Maktabah al-Tafsir, 2023), hl. 58.
Penerbit: Dar al-Fikr
Tahun Terbit: Edisi ini dirilis pada tahun 1980-an.
Syekh Muhammad Ali Al- Sabuni
Seorang ulama yang dihormati dalam bidang tafsir dan literatur Islam, terkenal karena karyanya dalam penyuluhan dan pendidikan Islam. Syekh al-Sabuni menyusun edisi tafsir dengan anotasi yang mengaitkan penjelasan Ibn Katsir dengan tafsir lain serta konteks modern. Ia memberikan wawasan tambahan yang memperkaya pemahaman pembaca terhadap ayat-ayat Al-Qur'an dan penafsirannya oleh Ibn Katsir.
Al-Ha'ik, Edisi Modern Tafsir Ibn Katsir dengan Anotasi Kontemporer, hl. 15.
Penerbit: Dar al-Salam
Berikut adalah beberapa aspek signifikasinya:
Signifikasi Teologis
Pertama, pemahaman Ajaran Islam : Tafsir Ibn Katsir berfungsi sebagai jembatan antara teks Al-Qur'an dan pemahaman umat Muslim. Dengan penjelasan yang jelas mengenai setiap ayat, tafsir ini menjelaskan inti ajaran Islam, termasuk konsep keesaan Tuhan (Tawhid), sifat-sifat Allah, dan ajaran-ajaran moral yang penting. Melalui tafsir ini, pembaca diajak untuk memahami tidak hanya makna literal, tetapi juga makna mendalam yang terkandung dalam teks suci.
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), hl. 15.
Kedua, penggunaan Sumber Sahih : Ibn Katsir menekankan pentingnya menggunakan sumber yang sahih, baik dari Al-Qur'an itu sendiri maupun dari hadis Nabi Muhammad. Hal ini memberikan kekuatan otoritatif pada penafsirannya, karena ia mengandalkan riwayat yang sudah diverifikasi. Ini juga menciptakan kepercayaan di kalangan pembaca bahwa penafsiran yang diberikan adalah akurat dan sesuai dengan ajaran Islam yang benar.
Ibid., 27.
Signifikasi Historis
Tafsir Ibn Katsir mencakup penjelasan tentang konteks sejarah di mana wahyu diturunkan. Ini termasuk informasi tentang peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Nabi Muhammad dan masyarakat Muslim awal. Pengetahuan ini sangat berharga bagi sejarawan dan peneliti yang ingin memahami bagaimana agama Islam berkembang di tengah dinamika sosial dan politik pada masa itu.
Ibid., 45.
Ibn Katsir mengokohkan metodologi tafsir bi al-ma’thur (berdasarkan riwayat sahih dari Nabi, sahabat, dan tabiin) sebagai pendekatan dominan dalam memahami al-Qur'an. Metodologi ini menolak penafsiran spekulatif yang banyak berkembang pada masa itu, termasuk tafsir yang terlalu dipengaruhi oleh filsafat atau teologi rasionalis seperti yang dianut oleh Mu’tazilah. Pendekatan ini memastikan bahwa tafsir tetap berada dalam koridor pemahaman tekstual yang dianggap otentik. Sebagai contoh, Ibn Katsir secara sistematis menyajikan penafsiran ayat berdasarkan hadis sahih, riwayat sahabat, dan konsensus ulama, memberikan dasar yang kuat bagi tradisi Sunni ortodoks dalam memahami al-Qur'an. Hal ini menjadikan Tafsir al-Qur'an al-Azim sebagai rujukan utama bagi generasi ulama berikutnya, seperti Al-Suyuthi dalam Tafsir al-Durr al-Mantsur.
Yasien Mohamed, "Ibn Kathir’s Tafsir: A Study of the Influence of Hadith on His Methodology," Islamic Studies, Vol. 39, No. 2, 2000, hl. 181-196.
Pada abad ke-8 H, berbagai aliran teologi seperti Mu’tazilah dan Syiah berkembang pesat, sering kali membawa tafsir yang berbasis penafsiran rasional dan alegoris. Ibn Katsir, sebagai murid Ibn Taimiyyah, menjadikan tafsirnya sebagai sarana untuk membendung pengaruh ini. Dalam menafsirkan ayat-ayat tentang sifat Allah, misalnya, ia mengambil pendekatan tekstual dan menghindari takwil yang tidak didukung oleh dalil-dalil sahih. Ini menunjukkan bagaimana tafsirnya menjadi bagian dari upaya intelektual untuk menjaga kemurnian akidah Sunni. Karya Ibn Katsir menjadi model standar bagi tafsir yang mengintegrasikan riwayat dengan analisis hukum, sejarah, dan teologi. Formatnya yang sistematis dan pendekatannya yang berbasis hadis membuatnya menjadi salah satu tafsir yang paling banyak dikomentari, diringkas, dan diajarkan di seluruh dunia Islam. Pada masa-masa berikutnya, tafsir ini menjadi dasar bagi berbagai tafsir populer, seperti Tafsir al-Jalalayn dan Tafsir al-Muyassar.
Abu Zahrah, Muhammad. Tafsir wa al-Mufassirun, Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1976, hl. 140-146.
Sebagai seorang sejarawan terkenal, Ibn Katsir membawa keahliannya dalam historiografi ke dalam tafsirnya. Ia sering kali menambahkan konteks sejarah ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an, terutama yang berkaitan dengan kisah para nabi (qashash al-anbiya) dan peristiwa besar dalam sejarah Islam. Misalnya, dalam menafsirkan QS Al-Fil: 1-5, ia memberikan detail tentang serangan pasukan bergajah terhadap Ka’bah, memperkaya pembaca dengan narasi sejarah. Pada abad modern, Tafsir al-Qur'an al-Azim sering digunakan sebagai referensi utama oleh gerakan reformasi Islam, seperti Wahhabiyah di Arab Saudi, yang mengutamakan pendekatan berbasis riwayat dan pemurnian ajaran Islam dari praktik-praktik bid’ah. Karya ini tetap relevan sebagai panduan utama bagi komunitas Muslim yang berusaha untuk kembali kepada sumber-sumber Islam yang otoritatif.
Walid A. Saleh, The Formation of the Classical Tafsir Tradition, Leiden: Brill, 2004, hl. 235-240.
M. Pengaruh pada Pemikiran Islam
Karya Ibn Katsir memiliki dampak besar pada pemikiran tafsir di kalangan ulama setelahnya. Banyak ulama menganggapnya sebagai rujukan utama, yang memengaruhi cara mereka dalam menafsirkan Al-Qur'an. Pengaruh pemikiran hadis dalam tafsir Ibn Katsir sangat dominan. Ia menjadikan hadis sebagai sumber utama dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an. Dalam hal ini, ia sering kali memeriksa validitas sanad hadis yang dikutip, mencerminkan keahliannya sebagai ahli hadis. Contohnya, ketika menafsirkan ayat tentang puasa (QS Al-Baqarah: 183), Ibn Katsir merujuk kepada hadis Nabi yang menjelaskan keutamaan puasa sebagai "tameng dari api neraka". Metode ini menunjukkan bahwa pemikiran Islam pada masa itu sangat bergantung pada sinkronisasi antara al-Qur'an dan hadis sebagai sumber hukum dan etika.
Muhammad Abu Zahrah, Tafsir wa al-Mufassirun, Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1976, hlm. 140-146.
Ibn Katsir juga menggunakan tafsirnya untuk melawan pengaruh pemikiran yang dianggap bid’ah, seperti Mu’tazilah dan Qadariyah. Ketika membahas ayat-ayat tentang takdir, ia menolak pemahaman yang ekstrem baik dari Qadariyah (yang menafikan takdir) maupun Jabariyah (yang menghilangkan kehendak bebas manusia). Pemikirannya di sini mencerminkan upaya Sunni ortodoks untuk menjaga keseimbangan antara kehendak ilahi dan tanggung jawab manusia.
Ahmad Ibn Taimiyyah, Muqaddimah fi Usul at-Tafsir, cet. Dar Ibn Hazm, 1999.
Tafsir al-Qur'an al-Azim karya Ibn Katsir mencerminkan sintesis antara berbagai aspek pemikiran Islam, termasuk aqidah, hadis, sejarah, hukum, dan penolakan terhadap aliran-aliran yang dianggap menyimpang. Dengan pendekatan berbasis riwayat dan argumen yang komprehensif, karya ini tidak hanya berfungsi sebagai tafsir al-Qur'an tetapi juga sebagai ensiklopedia pemikiran Islam pada abad ke-8 H.Dengan demikian, Tafsir Ibn Katsir membantu membentuk tradisi penafsiran dalam Islam yang berlanjut hingga saat ini.
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, Kuala Lumpur: ISTAC, 1993, hlm. 53-60.
Signifikasi Sosial
Panduan Moral dan Etika
Tafsir ini tidak hanya menjelaskan hukum-hukum agama tetapi juga nilai-nilai moral yang terkandung dalam Al-Qur'an. Misalnya, ia memberikan panduan tentang kejujuran, keadilan, dan sikap terhadap sesama. Nilai-nilai ini menjadi landasan bagi individu dan masyarakat untuk menjalani kehidupan yang selaras dengan ajaran Islam.
Qadhi, Abu Ammaar Yasir. An Introduction to the Sciences of the Qur’aan. Birmingham: Al-Hidaayah Publishing, 1999, hl. 342.
Relevansi dalam Kehidupan Sehari-hari
Ibn Katsir menjelaskan banyak ayat yang berkaitan dengan aspek praktis kehidupan, seperti hukum perkawinan, warisan, dan etika bisnis. Penjelasan ini membantu umat Islam untuk menerapkan ajaran agama dalam konteks modern, menjadikannya relevan dalam kehidupan sehari-hari.
N. al-Zahrani, Sejarah Penafsiran Al-Qur'an (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hl. 98.
Signifikasi Akademis
Rujukan Penting dalam Studi Islam, Tafsir Ibn Katsir menjadi salah satu karya tafsir yang paling banyak dirujuk dalam akademia. Banyak lembaga pendidikan Islam menjadikannya bagian dari kurikulum pengajaran, karena ia memberikan wawasan mendalam dan berharga tentang pemahaman Al-Qur'an. Ini menegaskan posisinya sebagai sumber utama dalam kajian tafsir.
M. H. Suyuthi, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an (Cairo: Dar al-Kutub, 1997), hl. 143.
Pengembangan Metodologi Tafsir
Ibn Katsir mengembangkan pendekatan tafsir yang menekankan integrasi antara teks, konteks, dan riwayat. Metodologinya menjadi acuan bagi penafsir modern untuk melakukan tafsir yang lebih kritis dan komprehensif, serta mendorong penelitian lanjutan di bidang ini. Metodologi tafsir Ibnu Katsir yang berfokus pada Tafsir bil ma'tsur menjadikannya karya yang paling otoritatif dan terpercaya di antara kitab tafsir lainnya. Pendekatannya yang sistematis dan ilmiah menunjukkan kedalaman ilmunya dalam Al-Qur'an, hadis, dan bahasa Arab.
Yasien Mohamed, "Ibn Kathir’s Tafsir: A Study of the Influence of Hadith on His Methodology," Islamic Studies, Vol. 39, No. 2, 2000, hl. 181-196.
Pertama, Ibnu Katsir sering menjelaskan ayat dengan ayat lain dalam Al-Qur'an, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Fatihah ayat 6 yang dihubungkan dengan QS. An-Nisa ayat 69.
Walid A. Saleh, The Formation of the Classical Tafsir Tradition: The Quran Commentary of al-Tha’labi (d. 427/1035), Leiden: Brill, 2004, hl. 235-240.
Kedua, Ibnu Katsir menggunakan hadis Nabi Muhammad sebagai penjelasan yang otoritatif. Dalam menafsirkan ayat-ayat tentang kejadian penciptaan langit dan bumi, beliau merujuk hadis-hadis sahih yang dinilai kuat berdasarkan ilmu hadis.
Abu Zahrah, Muhammad. Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1976, hl. 140-146.
Ketiga, penafsiran Ibnu Katsir sangat dipengaruhi oleh pendapat sahabat Nabi seperti Ibnu Abbas dan Abdullah bin Mas'ud. Beliau memandang para sahabat sebagai rujukan utama karena kedekatan mereka dengan Nabi dan pemahaman mendalam mereka tentang konteks pewahyuan (asbabun nuzul).
Qadhi, Abu Ammaar Yasir. An Introduction to the Sciences of the Qur’aan. Birmingham: Al-Hidaayah Publishing, 1999, hl. 340-344.
Selain itu, pendekatan Ibnu Katsir turut mencerminkan ketelitian dalam kritik riwayat. Beliau tidak segan-segan menyebut riwayat lemah atau israiliyat jika tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Al-Qur'an dan hadis sahih. Pendekatan ini mendorong para penafsir modern untuk melakukan tafsir yang lebih kritis dan komprehensif, serta memadukan pendekatan tekstual dan kontekstual secara harmonis.
Muhammad Husain adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, Beirut: Dar al-Fikr, 2000, hl. 252-259.
Signifikasi Kultural
Warisan Budaya Islam, Tafsir Ibn Katsir bukan hanya teks religius, tetapi juga bagian dari warisan budaya Islam yang kaya. Ia mencerminkan pemikiran, nilai, dan tradisi masyarakat Muslim pada zamannya, serta menjadi jembatan antara generasi yang berbeda. Tafsir ini memberikan konteks dan identitas bagi umat Islam, mengaitkan mereka dengan sejarah dan tradisi yang lebih besar.
Abu Zahrah, Muhammad. Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1976, hl. 140-146.
Tafsir Ibn Katsir memainkan peran penting dalam pembentukan identitas keagamaan umat Islam. Dengan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an secara mendalam dan kontekstual, Ibn Katsir membantu umat Islam memahami ajaran-ajaran agama mereka dalam kerangka budaya dan sejarah yang lebih luas. Hal ini memungkinkan individu untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari komunitas Muslim global, yang memiliki akar sejarah dan tradisi yang kaya.
Muhammad Husain adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, Beirut: Dar al-Fikr, 2000, hl. 252-259.
Salah satu kontribusi signifikan dari Tafsir Ibn Katsir adalah penekanan pada nilai-nilai moral dan etika yang terkandung dalam Al-Qur'an. Melalui penjelasan yang rinci mengenai ayat-ayat tertentu, tafsir ini mendorong pembaca untuk menerapkan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, nilai-nilai seperti keadilan, kasih sayang, dan toleransi menjadi lebih jelas dan relevan ketika dibahas dalam konteks sosial saat ini. Ini menciptakan kesadaran bahwa ajaran Islam bukan hanya sekadar doktrin teologis, tetapi juga pedoman praktis untuk kehidupan bermasyarakat.
Qadhi, Abu Ammaar Yasir. An Introduction to the Sciences of the Qur’aan. Birmingham: Al-Hidaayah Publishing, 1999, hl. 340-344.
Tafsir Ibn Katsir juga berfungsi sebagai jembatan dialog antarbudaya. Dengan mengaitkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan konteks sejarah dan budaya di mana wahyu diturunkan, tafsir ini membuka ruang untuk memahami perbedaan budaya di kalangan umat manusia. Misalnya, interpretasi tentang multikulturalisme dalam Surah Al-Hujurat menunjukkan bagaimana Islam menghargai keberagaman etnis dan budaya hal Ini memberikan basis bagi umat Islam untuk berinteraksi dengan masyarakat non-Muslim secara lebih konstruktif dan harmonis.
Yasien Mohamed, "Ibn Kathir’s Tafsir: A Study of the Influence of Hadith on His Methodology," Islamic Studies, Vol. 39, No. 2, 2000, hl. 189-192.
Peningkatan Kesadaran Spiritual
Tafsir Ibn Katsir menggunakan metode tafsir bi al-ma'tsur, yaitu penafsiran yang berdasarkan pada sumber-sumber sahih seperti Al-Qur'an, hadis, dan pendapat para sahabat serta tabi'in. Metode ini memungkinkan pembaca untuk memahami konteks historis dan sosial dari ayat-ayat yang diturunkan, sehingga memberikan kedalaman makna yang lebih signifikan. Dengan pemahaman ini, individu dapat merenungkan bagaimana ajaran-ajaran tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Muhammad Husain adz-Dzahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, Beirut: Dar al-Fikr, 2000, hl. 252-259.
Melalui tafsir ini, umat Islam diajak untuk tidak hanya membaca ayat-ayat Al-Qur'an tetapi juga meresapi maknanya. Misalnya, saat merenungkan ayat-ayat tentang kasih sayang Allah atau perintah untuk berbuat baik kepada sesama, individu dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup mereka. Hal ini membantu membangun hubungan emosional dan spiritual yang lebih kuat dengan Sang Pencipta. Tafsir ini juga berfungsi untuk meningkatkan kesadaran spiritual umat Islam. Dengan memahami makna mendalam dari ayat-ayat, individu dapat menghayati dan merasakan kedekatan dengan Tuhan. Ini membantu membentuk hubungan yang lebih dalam antara manusia dan Sang Pencipta.
D. Abdurrahman, Metodologi Tafsir Modern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018), hl. 33.
Daftar Pustaka
Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. Muhammad Fuwad Abdul-Baqi, vol. 1. Beirut: Dar al-Ma'arif, 1997.
Yasin, Mohd, "Ibn Kathir and His Approach to Tafsir," Islamic Studies Journal, vol. 42, no. 2, 2003, pp. 95-108.
Al-Asqalani, Ibn Hajar, Fath al-Bari. Cairo: Dar al-Minhaj, 2002.
Dhahabi, Shams ad-Din, Siyar A’lam an-Nubala. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 1985.
Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992.
Ibn Kathir, Tafsir al-Qur'an al-Azim, ed. Muhammad Fuwad Abdul-Baqi, vol. 1. Beirut: Dar al-Ma'arif, 1997.
Al-Dhahabi, Shams al-Din, Siyar A'lam al-Nubala', vol. 15. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 1985.
Bakar, Osman, Classification of Knowledge in Islam: A Study in Islamic Philosophies of Science. Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 1998.
Yasin, Mohd, "Ibn Kathir and His Approach to Tafsir," Islamic Studies Journal, vol. 42, no. 2, 2003, pp. 95-108.
Al-Suyuti, Jalal al-Din, Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an. Cairo: Maktabah Wahbah, 1996.
Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an: Kajian atas Corak dan Pendekatan Penafsiran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Sayyid Qutb, Fi Zilal al-Qur'an. Cairo: Dar al-Shuruq 1971.
Ibn Taimiyyah, Muqaddimah fi Usul al-Tafsir. Cairo: Dar al-Hadith, 2000.
Hamid, Ahmad Farid, Studi Kritis Terhadap Metodologi Tafsir Ibn Katsir. Jakarta: Gema Insani Press, 2005.
Shafaat, Ibrahim, "Contextual Interpretation in Ibn Kathir's Tafsir," Islamic Studies Journal, vol. 45, no. 3, 2015, hl. 129-145.
Saad, Fatimah binti. "Asbab al-Nuzul dalam Tafsir Ibn Katsir: Konteks Historis dan Sosial." Islamic Research Journal, vol. 34, no. 2, 2001, pp. 89-102.
Al-Khattabi, Zainab. "Analisis Linguistik dalam Tafsir Ibn Katsir." Arab Studies Review, vol. 27, no. 1, 2003, pp. 123-140.
Al-Ha'ik, M. Abdul Hayy. Edisi Modern Tafsir Ibn Katsir dengan Anotasi Kontemporer. Beirut: Dar al-Fikr, 1980.
Al-Hashimi, Ali Ahmad. "Metodologi Tafsir Ibn Katsir: Studi Kritis dan Komparatif." Journal of Islamic Studies, vol. 52, no. 3, 2002, pp. 45-68.
Rahman, A. "The Influence of Tafsir Ibn Kathir on Contemporary Islamic Thought." Journal of Islamic Studies 12, no. 3 (2021): 205-220.
Abdurrahman, D. Metodologi Tafsir Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018.
Suyuthi, M. H. Al-Itqan fi Ulum al-Qur'an. Cairo: Dar al-Kutub, 1997.
Abu Zahrah, Muhammad. Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1976.
Ibn Katsir, Isma’il bin Umar. Tafsir al-Qur'an al-Azim. Riyadh: Dar as-Salam, 1999.
Mohamed, Yasien. "Ibn Kathir’s Tafsir: A Study of the Influence of Hadith on His Methodology." Islamic Studies. Vol. 39, No. 2, 2000, hlm. 181-196.
Saleh, Walid A. The Formation of the Classical Tafsir Tradition: The Quran Commentary of al-Tha’labi (d. 427/1035). Leiden: Brill, 2004.
Nasr, Seyyed Hossein. The Study Quran: A New Translation and Commentary. New York: HarperOne, 2015.
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. Islam and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC, 1993.
2
1