Academia.eduAcademia.edu

DEMAM%20TIFOID

BAB I KONSEP DASAR MEDIS DEFINISI Tifus abdominalis (Demam Tifoid, Enteric Fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dengan gangguan kesadaran. Typhoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella ETIOLOGI Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B dan S. paratyphi C. Salmonella Thypii, mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negative bergerak dengan rambut getar bersifat aerob dan tidak membentuk spora. Salmonella thypii dapat tumbuh dalam semua media pada media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa tapi tidak memfermentasi laktosa. Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen yaitu : Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik group. Antigen Flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam Flagelladan bersifat spesies. Antigen Virulen (Vi) merupakan poli sakarida dan berada di kapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. Outler Membrane Protein (OMP). Antigen OMP S.thypi merupakan bagian dari dinding sel terluar yang terletak di luar membrane sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. PATOFISIOLOGI Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian-eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin S. typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan setempat S. typhi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena S. typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. MANIFESTASI KLINIK Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 – 14 hari. Gejala-gejala yang timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosis klinis demam tifoid. Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit akut pada umumnya. Yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa samnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. PENATALAKSANAAN Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu : Perawatan, Diet dan Obat-obatan. Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. D i e t Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Karena ada pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. 3. O b a t Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah : Kloramfenikol Thiamfenikol Ko-trimoksazol Ampisillin dan Amoksisilin Sefalosporin generasi ketiga Fluorokinolon. Obat-obat simptomatik : Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin). Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari). Vitamin B komp. Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler. KOMPLIKASI Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam : 1. Komplikasi intestinal : Perdarahan usus Perforasi usus Ileus paralitik 2. Komplikasi ekstra-intestinal : Komplikasi kardiovaskular : Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. Komplikasi darah : Anemia hemolitik, trombositopenia dan/atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik. Komplikasi paru : Pneumonia, empiema dan pleuritis. Komplikasi hepar dan kandung empedu : Hepatitis dan kolesistisis. Komplikasi ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. Komplikasi tulang : Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis. Komplikasi neuropsikatrik : Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila perawatan pasien kurang sempurna. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari : Pemeriksaan leukosit Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor : Teknik pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit. Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali. Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif. Pengobatan dengan obat anti mikroba. Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu : Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman). Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman). Aglutinin Vi,yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid. Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal : Faktor yang berhubungan dengan klien : Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem retikuloendotelial. Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu. Faktor-faktor Teknis 1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain. 2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal. 3. Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain lain. Hati-hati adanya postif dan negatif palsu pada hasil pemeriksaan. PROGNOSIS Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%. Prognosa menjadi kurang baik atau buruk, bila terdapat gejala klinik yang berat, yaitu: Panas tinggi (Hypertermi) atau febris continua. Kesadaran menurun sekali: stupor, coma, atau gelisah. Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonisis, bronchopneumonia, dll Keadaan gizi penderita buruk. PENCEGAHAN Usaha terhadap lingkungan hidup : a. Penyediaan air minum yang memenuhi b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene c. Pemberantasan lalat. d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan. Usaha terhadap manusia. a. Imunisasi b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN Identitas klien Tanggal dan waktu pengkajian harus dicantumkan guna mengetahui perkembangan penyakit. Anamnesis/wawancara yang dilakukan meliputi: Biodata (Nama, Umur (penting untuk mengetahui angka prevalensi), Jenis kelamin, Pekerjaan (pada beberapa kasus penyakit kulit, banyak terkait dengan faktor pekerjaan) Keluhan utama: Klien biasanya mengeluh demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat. Riwayat kesehatan, yang harus dikaji meliputi: Riwayat keluhan utama: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat. Riwayat kesehatan keluarga; apakah ada keluarga yang menderita tipoid sebelumnya. Riwayat kesehatan dahulu: apakah klien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit lain. Keadaan saat ini saat ini Kesadaran: compos mentis, spoor, delirium dll. Apakah klien paham tentang penyakitnya atau tidak. Pengkajian Kebutuhan Dasar Rasa nyaman nyeri Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata, foofobia. Tanda : Nyeri tekan abdomen/distensi. Nutrisi Gejala : Anoreksia, mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap diet/sensitif misalnya buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak. Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot. Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut. Kebersihan perorangan Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin. Bau badan. Keadaan kulit : apabila klien tidak mempertahankan perawatan diri maka keadaan kulit kurang bersih dan bau badan Keadaan kuku : apabila klien tidak mempertahankan perawatan diri maka keadaan kuku terlihat kurang bersih/kotor Keadaan rambut: apabila klien tidak mempertahankan perawatan diri maka keadaan rambut terlihat kurang bersih/kotor Cairan Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/ malnutrisi). Aktivitas dan latihan Pemenuhan aktivitas sehari-hari terganggu karena klien dengan tipoid diharuskan bed rest total. Eliminasi Tekstur feces bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode diare berdarah tidak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan dorongan/kram (tenesmus). Defakasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar feces. Peradarahan perektal. Di tandai dengan menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria. Oksigenasi Takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Hipotensi termasuk postural. Tidur dan istirahat Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit. Neurosensoris Dermatitis kontak iritan umumnya tidak mengalami keluhan pada neurosensori Keamanan Gejala : Anemia hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut), penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk susu. Tanda : Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis/iritis. Seksualitas Gejala : Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual. DIAGNOSA KEPERAWATAN Hipertemi berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhi Diare b/d inflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus, adanya toksin dan penyempitan segemental usus Risiko kurang volume cairan b/d Kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah), status hipermetabolik dan pemasukan terbatas. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi. Nyeri b/d Hiperperistaltik,diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirectal Kecemasan orang tua b/d kurang terpajan informasi dan perubahan status kesehatan anak. E V A L U A S I Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama demam tifoid dikatakan berhasil/efektif jika : Klien mampu mengontrol diare/konstipasi melalui fungsi usus optimal/stabil. Komplikasi minimal/dapat dicegah. Stres mental/emosi minimal/dapat dicegah dengan menerima kondisi dengan positif. Klien mampu mengetahui/memahami/menyebutkan informasi tentang proses penyakit, kebutuhan pengobatan dan aspek jangka panjang/potensial komplikasi berulangnya penyakit. DAFTAR PUSTAKA Abdoerrachman, Dkk. 2010 Ilmu kesehatan anak, Buku 2 jakarta: Bagian kesehatan anak UI Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 vol. 3. Jakarta: EGC Dangoes Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC Lynda Juall, 2012, Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta. Mansjoer, Arif . Dkk2011. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. Cristina. 2014. Demam Typoid. http// cristina-wijaya.blogspot.com/p/demam-thypoid.html (akses maret 2015 ) Price, Sylvia A & Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC Wilkinson, Judith M & Nancy R Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda Nic Noc. Jakarta: EGC PAGE \* MERGEFORMAT 15