Academia.eduAcademia.edu

Phototrophic Bacteria (Bakteri Fotosintetik)

1. TINJAUAN UMUM 1. Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) merupakan salah satu ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis dan permintaan pasar cukup tinggi.

PERTUMBUHAN BAKTERI FOTOTROPIK DALAM LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER NUTRISI PADA BUDIDAYA ROTIFER (BRACHIONUS ROTUNDIFORMIS) DAN IKAN BETUTU (OXYELEOTRIS MARMORATA) Oleh: Loo Poh Leong Fakultas Sains, Universitas Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. 2012 Interpreter: Muhammad Fuadi 1. TINJAUAN UMUM 1. Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) merupakan salah satu ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis dan permintaan pasar cukup tinggi. 2. Ikan betutu memiliki kandungan protein yang tinggi dan rendah lemak serta rasanya relatif enak. 3. Pemahaman tentang kebutuhan nutrisi merupakan hal yang sangat penting karena mempengaruhi sintasan larva ikan dan pertumbuhannya. 4. Larva ikan betutu membutuhkan asupan nutrisi berupa asam lemak dan asam amino/protein yang tinggi. 5. Perlu dicoba penggunaan perantara seperti bakteri fototropik dan zooplankton (rotifer, Artemia) dalam proses penyampaian kandungan nutrisi ke larva ikan betutu. 6. Rotifer memiliki kandungan/komposisi asam amino yang mudah dicerna bahkan lebih baik daripada copepod. Rotifer tidak dipertimbangkan untuk dijadikan pakan utama karena tidak memiliki asam lemak n-3 HUFA (highly unsaturated fatty acid, de ga ≥ kar o a g pe ti g agi pertumbuhan dan perkembangan larva ikan. Meskipun demikian, kandungan nutrisi rotifer dapat diatur melalui proses pengkayaan dengan menyesuaikan jenis nutrisi yang dibutuhkan oleh larva ikan (misalnya dengan yeast, mikroalga, bakteri, dan sebagainya). Tabel 1. Kompisisi asam lemak (HUFA, highly unsaturated fatty acids, % bobot total asam lemak) dalam total lipid pada rotifer dan naupli Artemia yang tidak diperkaya. HUFA DHA EPA ARA DHA/EPA EPA/ARA Rotifer yang tidak diperkaya 0,1 0,2 dalam penelusuran 0,5 Naupli Artemia yang tida diperkaya 0,0 5,3 1,2 0,0 4,1 Diadaptasi dari Bell et al., 2003. DHA (docosahexaenoic acid, C22:6n-3); EPA (eicosapentaenoic acid, C20:5n-3); ARA (arachidonic acid, C20:4n-6) 7. Manipulasi pengkayaan rotifer menggunakan bakteri fototropik (BF) sangat mungkin untuk dilakukan (meskipun BF tidak memiliki beberapa EFA, essential fatty acid, bagian dari HUFA (Imhoff & Imhoff, 1995). 8. Pengkayaan BF diduga dapat dilakukan dengan menggunakan limbah cair kelapa sawit (LCKS). Sehingga dapat digunakan langsung sebagai pakan ikan dan atau melalui perantara seperti rotifer dan Artemia (Gambar 1). Tabel 2. Komposisi bakteri fototropik (BF), algae, dan yeast (g/100 g bobot kering) (Kobayashi & Kobayashi, 1995) Komposisi Proksimat BF Algae Yeast Protein kasar 60,95 55,52 50,50 Lipid kasar 9,91 8,07 1,1 Serat kasar 2,92 12,09 2,1 Karbohidrat yang dapat larut 20,83 21,04 39,3 Kadar abu 5,39 3,28 7,0 9. Meskipun dikatakan sebagai polutan/limbah, LCKS kaya akan kandungan lipid, protein, karbohidrat (Phang, 1990). Tabel 3. Karakteristik gabungan limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit Aliran LCKS gabungana Limbah Lumpur LCKS Parameter limbah b kondensasia tersaringa gabungan Rerata Kisaran aira pH 5,0 4,5 4,2 3,4-5,2 4,15-4,45 Minyak dan 1501.0774.000 7.000 300 6.000 lumas 18.000 7.582 BOD, 3 hari, 30°C 23.000 29.000 5.000 10.00044.000 21.50028.500 COD 47.000 64.000 15.000 50.000 16.000100.000 11.50040.500 79.000 5.00018.000 54.000 45.50065.000 15.66023.560 15.50029.000 Tidak tersedia TSS 5.000 23.000 7.000 TDS 34.000 22.000 100 TAN 20 40 - 25.000 35 4-80 LCKS gabunganc LCKS gabungand 3,5-4,7 4,33±0,3 4.000 2.151±50,1 10.25043.750 (BOD5) 16.000100.000 41040.360 35.580 113.191 18.980 - - 35 - 80500-800 200-500 36,36±3,8 1.400 Nitrogen (%) 2,71±0,9 C/N 13,4 *semua nilai dalam mg/L (kecuali pH, karbon, nitrogen, C/N). BOD = biological oxygen demand; COD = chemical oxygen demand; TSS = total padatan tersuspensi; TDS = total padatan terlarut; TAN = total ammonium nitrogen. a) Industrial processes and the Environment, 1999; b) Wong et al., 2009; c) Foo & Hameed, 2010; d) Azhari et al., 2010 Karbon (%) 600 1.200 100 750 10. Ketersediaan BF yang ditumbuhkan dengan menggunakan LCKS dapat dilakukan bahkan dapat dikomersialkan. 11. Penggunaan LCKS belum banyak digunakan dalam bidang akuakultur. LCKS banyak digunakan sebagai pupuk tanaman dan pakan ternak, juga sering difermentasikan untuk menghasilkan produk metabolisme seperti bioinsektisida, antibiotik, polihidroksialkanoat, cairan pelarut, enzim, dan asam organik (Wu et al., 2007) serta hidrogen (Atif et al., 2005; Vijayaraghavan & Ahmad, 2006) 12. Tujuan dari penelitian Leong (2012) adalah untuk mengevaluasi kelayakan dan keberhasilan budidaya larva ikan betutu dan rotifer (Brachionus rotundiformis) menggunakan bakteri fototropik (BF) yang terseleksi (Rhodovulum sulfidophilum, PD1) sebagai pakan dengan media tumbuh limbah cair kelapa sawit (LCKS). Tabel 4. Komposisi mineral dalam limbah cair mentah pengolahan kelapa sawit LCKS mentah LCKS mentah LCKS mentah Mineral LKCS mentahd μg/gDW a μg/gDW b μg/gDW)c Mineral Esensial 16,60±1,44 97,95±0,48 NA NA Aluminium (Al) NA 9,09±0,65 0,74±0,02 NA Arsenik (As) NA 7,60±0,60 2,21±0,06 95,59±8.2mg/kg Boron (B) 276-405 1.650,09±160,45 143,55±1,16 1,56±0,1% Kalsium (Ca) 2,40±0,35 0,05±0,002 NA 0,04-0,06 Kobalt (Co) 4,02±0,44 0,79±0,02 NA 0,05-0,43 Kromium (Cr) 1,58±0,03 10,76±1,04 73,24±8,1 mg/kg 0,8-1,6 Tembaga (Cu) 186,61±1,84 11,08±2,20 1,03±0,3% 75-164 Besi (Fe) 39,52±0,45 8.951,55±256,45 2,49±0,2% 1.281-1.928 Potasium (K) 24.35±0,57 911,95±95,50 254-344 1,21±0,2% Magnesium (Mg) 1,46±0,08 38,81±3,65 2,1-4,4 339±20 mg/kg Molybdenum (Mo) 0,46±0,03 6,45±0,40 NA NA Sodium (Na) 42,39±0,58 94,57±6,45 NA NA Nikel (Ni) 0,24±0,004 1,31±0,30 NA NA Fosfor (P) 646,63±4,19 12.377,38±1.206,88 94-131 1,01±0,2% Sulfur (S) 7,02±0,11 13,32±1,45 NA 0,57±0,2% Selenium (Se) 1,59±0,09 12,32±1,35 NA NA Silikon (Si) 15,16±0,29 10,50±1,80 NA NA Timah (Sn) 12,42±0,11 2,30±0,30 NA NA Vanadium (V) 0,32±0,01 0,12±0,02 NA NA Seng (Zn) 17,58±2,10 4,72±0,12 1,2-1,8 118,82±22,1 mg/kg Mineral Non-esensial Kadmium (Cd) 0,44±0,06 0,05±0,002 0,01-0,02 1,2±0,1 mg/kg Timbal (Pb) 5,15±0,55 3,45±0,11 NA NA NA = Tidak tersedia; aHabib et al., 1997; bHabib et al., 1998; cWong et al., 2009; dAzhari et al., 2010 13. Terdapat 5 (lima) sasaran spesifik (SS) dari penelitian Leong (2012), yaitu (Gambar 2):  SS1: mengevaluasi pertumbuhan biomassa bakteri fototropik (BF) yang ditumbuhkan pada media limbah cair kelapa sawit (LCKS) sebagai sumber makanan langsung untuk rotifer dan secara tidak langsung (melalui/perantara pakan alami seperti rotifer dan naupli Artemia) untuk larva ikan betutu.  SS2: optimalisasi kondisi pertumbuhan spesies bakteri, PD1 dalam media LCKS (POME-PD1) dengan reaktor terpilih.  SS3: mengamati produksi rotifer dengan menggunakan LCKS-PD1.  SS4: mengevaluasi keefektifan penggunaan biomass BF yang ditumbuhkan dalam media LCKS sebagai sumber makanan langsung untuk rotifer dan secara tidak langsung (melalui/perantara pakan alami seperti rotifer dan naupli Artemia) dalam pemeliharaan larva ikan betutu pada salinitas 5ppt dan 10ppt.  SS5: mengamati pengaruh padat tebar (densitas), warna wadah, dan kualitas pakan alami (rotifer dan naupli Artemia) terhadap sintasan dan pertumbuhan larva ikan betutu. 2. KONSEP PENELITIAN LEONG (2002) 2 1 Gambar 1. Konsep penelitian pengkayaan pakan alami (bakteri, zooplankton) menggunakan limbah cair kelapa sawit pada budidaya ikan betutu. Limbah pabrik kelapa sawit digunakan sebagai substrat untuk menumbuhkan bakteri fototropik. Nutrien yang terkandung dalam limbah cair kelapa sawit masuk ke dalam sel bakteri (perantara 1) yang dapat secara langsung dimakan oleh larva ikan betutu (1) atau melalui perantara 2 yaitu zooplankton seperti rotifer dan Artemia (2). Gambar 2. Pendekatan penelitian dan 5 (ima) sasaran spesifik (SS) dari penelitian Leong (2012) 2. SASARAN SPESIFIK 1: SELEKSI BAKTERI FOTOTROPIK UNTUK AKUAKULTUR Produksi pakan alami dengan kualitas tinggi serta biaya termurah sangat penting bagi industri akuakultur. Pemanfaatan bakteri fototrofik (BF) yang tumbuh dalam media limbah cair kelapa sawit (LCKS) sebagai pakan alami/mikroba hidup untuk zooplankton dan larva ikan dapat menjadi salah satu input positif bagi perkembangan industri akuakultur. Meskipun BF tumbuh lebih baik pada media 112 (Gest & Favinger, 1983) buatan/sintetik dibandingkan dengan LCKS, tetapi satu hal yang dapat dipastikan bahwa BF dapat tumbuh pada limbah minyak pabrik pengolahan kelapa sawit. Biomassa BF yang dikultur pada media 112 sintetik memiliki biomassa, jumlah karotenoid, dan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan LCKS, terlepas dari spesies BF yang digunakan. Tabel 5. Komposisi media 112 (Gest & Favinger, 1983) Bahan Jumlah KH2PO4 1g MgSO4.7H2O 0,5g Yeast Extract 10g NaCl 30g Agar 20g Akuades 1L *) pH media diatur hingga kisaran 7,0-7,2, lalu diautoclave Kepadatan rotifer yang diberi biomassa BF yang ditumbuhkan pada media 112 sintetik memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian biomassa bakteri yang ditumbuhkan pada media LCKS. Namun, larva ikan betutu mampu bertahan sampai 30 hari masa pemeliharaan ketika diberi pakan alami (rotifer dan atau naupli Artemia) yang diperkaya dengan biomassa BF dari media LCKS, sedangkan larva yang diberi pakan alami yang diperkaya dengan biomass BF dari media 112 sintetik tidak mampu bertahan. Pengamatan lebih lanjut telah menunjukkan bahwa hanya larva dengan pemberian pakan alami yang diperkaya dengan biomassa BF Rhodovulum sulfidophilum (PD1) dari media LCKS (bLCKS-PD1) yang mampu bertahan sampai akhir pengujian. Sementara, larva yang dipelihara dengan pemberian pakan alami yang diperkaya dengan biomassa BF Rhodovulum palustris (B1) atau Rhodobacter sphaeroides (KS) dari media LCKS (bLCKS-B1 dan bLCKS-KS) tidak mampu bertahan. Hanya bLCKS-PD1 mengandung DHA dan EPA. Oleh karena itu, bLCKS-PD1 memiliki potensi untuk digunakan sebagai pakan mikroba hidup dalam akuakultur. 2.1 METODE DAN HASIL Gambar 3. Tiga jenis bakteri fototropik (BF) yang digunakan untuk produksi rotifer dan sebagai pakan larva ikan. A = Rhodovulum palustris strain PBUM001 (B1) yang diisolasi dari pengolahan limbah cair mie/bihun; B = Rhodobacter sphaeroides (KS) strain PBUM003 yang diisolasi dari pengolahan limbah cair makanan laut ; C = Rhodovulum sulfidophilum strain PBUM002 (PD1) diisolasi dari lumpur bakau Biomassa Kering Bakteri (g/L) Gambar 4. Pertumbuhan bakteri fototropik (BF) dalam dua substrat/media yang berbeda dengan kondisi anaerobik bercahaya. A = BF yang tumbuh pada media 112; B = BF tumbuh pada substrat LCKS 112-B1 112-KS 112-PD1 LCKS-B1 LCKS-KS LCKS-PD1 Jam Gambar 5. Produksi biomassa bakteri fototropik yang tumbuh pada media media 112 atau LCKS (30±2°C; intensitas cahaya 2 Klux; pH 7. Data merupakan rerata dari nilai tiga ulangan) Tabel 6. Bobot kering maksimum dari biomassa sel, rerata tingkat pertumbuhan harian (setelah 3 hari) dan total karotenoid bakteri fototropik yang tumbuh di media 112 atau media LCKS (30±2°C, intensitas cahaya 2,0 klux, pH 7) Perlakuan Biomassa Biomassa Biomassa Tingkat Total Total sel kering1 sel kering1 sel kering pertumbuhan karotenoid1 karotenoid1 (g/L) jam (g/L) jam maksimal1 harian1 (mg/g) jam (mg/g) jam ke-0 ke-72 (g/L) (/hari) ke-0 ke-72 Media 112 B1 0,18±0,00 2,64±0,37 2,46±0,37 0,82 5,56±0,00 0,94±0,14 1,82±0,21 0,94±0,18 PD1 0,38±0,00 1,44±0,21 0,48 2,95±0,00 3,67±0,07 0,54±0,16 KS 0,33±0,00 3,34±0,07 1,11 3,77±0,00 Media LCKS B1 1,15±0,00 1,44±0,05 0,29±0,05 0,10 1,51±0,00 1,38±0,25 PD1 0,98±0,00 1,59±0,14 0,61±0,14 0,20 0,34±0,00 0,17±0,13 KS 0,66±0,00 2,57±0,07 1,91±0,07 0,64 2,32±0,00 0,94±0,07 1) rerata nilai/hasil tiga ulangan Kedua media mendukung pertumbuhan dari ketiga spesies bakteri fototropik. Berdasarkan grafik pada Gambar 5. semua spesies (kecuali 112-KS pada jam ke-60) tidak menunjukkan pertumbuhan secara eksponensial selama 3 hari kultur. Biomassa dan tingkat pertumbuhan harian bakteri lebih tinggi pada perlakuan media 112 dibandingkan media LCKS. Produksi biomassa LCKS-B1 dan LCKS-PD1 menurun pada umur kultur 60 jam dan tidak berbeda secara signifikan ketika lama waktu kultur ditambah menjadi 72 jam. . Total Karotenoid Bakteri (mg/g) 112-B1 112-KS 112-PD1 LCKS-B1 LCKS-KS LCKS-PD1 Jam Gambar 6. Total karotenoid bakteri fototropik yang tumbuh pada media media 112 atau LCKS (30±2°C; intensitas cahaya 2 Klux; pH 7. Data merupakan rerata dari nilai tiga ulangan) Biomassa BF yang tumbuh di media 112 memiliki total karotenoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa BF yang tumbuh di media LCKS. Namun, secara umum isolat B1 memiliki total karotenoid tertinggi. Lebih lanjut, total karotenoid menurun seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi. Tabel 7. Rerata densitas rotifer (ekor/mL) diberi biomassa bakteri dan dipelihara pada salainitas 10ppt Perlakuan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 1 Media 112 248±41abc B1 75±0c 18±3c 113±25bc 395±30a 91±14bc 93±3c bc bc c c bc abc 125±14 92±18 13±14c PD1 75±0 58±10 127±12 147±12 abc 0c 16±31c KS 75±0c 38±11c 225±139abc 198±283abc 145±223 Media LCKS1 B1 75±0c 32±11c 129±87bc 198±45abc 246±24abc 332±19ab 225±88abc bc c c c c bc 94±21 72±12 15±13 0c PD1 75±0 50±3 102±3 bc bc c c c bc 113±178 107±173 5±9c 27±43 KS 21±9 75±0 96±89 1 ) rerata dari nilai sembilan ulangan Densitas pemanenan rotifer tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian BF b112-B1 sedangkan densitas pemanenan terendah pada bLCKS-PD1. Secara umum, densitas rotifer yang diberi BF media 112 lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan BF yang ditumbuhkan pada media LCKS (P<0,01). Selanjutnya, berdasarkan analisis statistik puncak pertumbuhan populasi terlihat pada umur kultur 3 hari. Pada umur kultur 4 hari populasi menurun. Tabel 8. Rerata sintasa larva ikan betutu yang diberi pakan alami yang diperkaya dengan Rhodopesudomonas palustris (media 112, b112-B1) dan Rhodobacter sphaeroides (media 112, b112-KS) atau pakan alami yang diperkaya dengan Rhodopesudomonas palustris (LCKS, bLCKS-B1) dan Rhodobacter sphaeroides (LCKS, bLCKS-KS), pada salinitas 10ppt selama 30 hari (17 ekor/L) DOC Pakan alami diperkaya b112-B1 dan b112-KS Pakan alami diperkaya bLCKS-B1 dan LCKS-KS % sintasan (dari DOC 0)1 0 100±0,0 100±0,0 b 10 18,7±5,0 50±7,2a c 20 0,0 30±7,2b c 30 0,0 24±6,0b 1 ) rerata dari nila tiga ulangan Larva ikan yang diberi pakan alami yang diperkaya dengan LCKS mampu bertahan hingga akhir percobaan (30 hari, sintasan 24%) dibandingkan dengan pakan alami yang diperkaya dengan media 112 (sintasan 0%). Tabel 9. Rerata sintasa larva ikan betutu yang diberi pakan alami yang diperkaya dengan tiga spesies bakteri fototropik yang tumbuh pada media LCKS, pada salinitas 10ppt selama 30 hari (penebaran awal 50 ekor larva dalam 3 L media pemeliharaan) DOC Pakan alami dengan bLCKS-B1 Pakan alami dengan bLCKS-PD1 Pakan alami dengan bLCKS-KS % sintasan (dari DOC 0)1 0 100±0,0 100±0,0 100±0,0 10 8,0±20,5ab 30,7±34,1a 10,7±15,1ab 20 0,0c 14,6±27,9ab 0,0c 30 0,0c 0,0c 13,6±25,8ab 1 ) rerata dari nila tiga ulangan Larva yang mampu bertahan hingga akhir percobaan (30 hari) terlihat pada perlakuan bLCKS-PD1 dengan sintasan 13,6%. Tabel 10. Komposisi proksimat (%), asam lemak (% total asam lemak), dan asam amino (% protein) dari biomassa tiga spesies baketri fototropik yang dikeringbekukan (B1, KS, PD1) dan rotifer (rerata dari nilai dua ulangan). Bakteri di kultur pada media 112 maupun LCKS Profil Proksimat Komposisi Proksimat Protein Lipid Karbohidrat Kadar abu Kadar air Energi.Kkal/100g Asam Lemak (FA) ARA EPA DHA Total SFA Total MUFA Total PUFA % Total FA n-3 PUFA n-6 PUFA ARA/EPA DHA/EPA DHA/ARA Asam Amino (AA) Total AA Esensial Total AA non.Esen % Total AA b112-B1 bLCKS-B1 b112-KS bLCKS-KS b112PD1 bLCKSPD1 Rotifer + b112PD1 Rotifer + bLCKSPD1 61,6 8,6 5,4 15,7 8,7 345 (1449 kJ) 36,0 5,8 10,2 42,0 6,0 237 (995 kJ) 59,9 7,1 4,3 19,3 9,4 321 (1348 kJ) 51,1 6,1 8,4 26,8 7,6 293 (1231 kJ) 63,7 4,4 8,1 13,2 10,6 327 (1373 kJ) 44,3 7,4 7,4 33,4 7,5 273 (1147 kJ) 42,2 12,3 6,9 11,0 27,6 308 (1294 kJ) 47,6 6,7 5,5 10,6 29,6 272 (1142 kJ) 0,00 0,00 0,00 16,93 53,56 28,32 98,81 0,00 15,40 - 10,32 18,01 0,00 32,95 12,76 54,29 100,00 22,49 18,23 0,57 0,00 0,00 0,00 29,07 0,00 29,05 27,62 43,33 100,00 30,33 11,85 0,00 0,00 - 0,00 1,03 0,00 46,98 36,14 16,88 100,00 3,36 7,25 0,00 0,00 - 0,00 0,00 0,80 53,64 18,92 27,44 100,00 3,65 9,91 - 0,00 3,94 2,60 45,42 11,75 42,83 100,00 10,73 18,19 0,00 0,66 - 0,00 0,90 0,79 36,54 33,30 30,16 100,00 2,76 23,08 0,00 0,88 - 0,66 2,59 1,20 41,20 40,93 17,87 100,00 5,44 12,02 0,26 0,46 1,81 26,44 24,56 51,00 15,78 14,91 30,69 25,55 22,82 48,37 18,79 17,96 36,74 24,88 23,94 48,82 19,56 18,63 38,19 21,41 24,54 45,95 20,89 23,58 44,47 Meskipun BF tumbuh baik pada media 112 dan memiliki profil protein yang banyak dibandingkan BF pada media LCKS, tetapi hanya bLCKS-PD1 yang mengandung EPA dan DHA yang sangat penting bagi sintasan dan pertumbuhan larva. Selain itu, profil nutrisi rotifer yang diperkaya dengan bLCKS-PD1 memiliki nilai DHA dan EPA yang lebih tinggi dibanding pengayaan dengan b112-PD1. 2.2 KESIMPULAN Larva ikan betutu mampu bertahan hidup hingga akhir percobaan dengan pemberian pakan alami yang diperkaya dengan bLCKS-PD1 (Rhodovulum sulfidophilum strain PBUM002). Sehingga LCKS-PD1 menjadi isolat bakteri fotoropik yang digunakan untuk penelitian selanjutnya. 3. SASARAN SPESIFIK 2: KULTUR MASSAL RHODOVULUM SULFIDOPHILUM PADA MEDIA LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT 3.1 METODE DAN HASIL 1. Percobaan dilakukan pada botol Schott 1L dan plastik klip. Masing-masing kapasitas kultur 900 mL. 2. Isolat dikultur pada kondisi anaerob. 3. Digunakan 10% inokulan PD1 dari media 112 dan LCKS pengenceran medium. 4. Parameter pertumbuhan diukur terpisah dan terdapat 3 ulangan. 5. Biomassa bakteri setelah 60 jam kultur dipanen dengan cara sentrifugasi 2.300g, 20 menit pada 4°C. Gambar 7. Rancangan percobaan kultur massal Rhodovulum sulfidophilum strain PBUM002 pada media limbah cair kelapa sawit (LCKS-PD1) Gambar 8. Pertumbuhan Rhodovulum sulfidophilum pada media LCKS (LCKS-PD1) dalam plastik klip dengan kondisi anaerobik-bercahaya. A = sebelum inokulasi; B = setelah 60 jam kultur Gambar 9. Pertumbuhan Rhodovulum sulfidophilum pada media LCKS (LCKS-PD1) dalam botol Schott 1L dengan kondisi anaerobik-bercahaya. A = sebelum inokulasi; B = setelah 60 jam kultur Gambar 10. Biomass Rhodovulum sulfidophilum pada media LCKS (LCKS-PD1) Tabel 11. Kultur massal Rhodovulum sulfidophilum pada media LCKS (LCKS-PD1) Biomassa sel kering (g/L) Total Karotenoid (mg/g) Parameter Pertumbuhan Plastik Klip Botol Schott Plastik Klip Botol Schoot a) Konsentrasi LCKS1 (pH 7; 30 ppt; intensitas cahaya 2 Klux) 25% 1,64±0,64a 0,43±0,03b b b 50% 0,40±0,05 0,27±0,42 75% 0,24±0,23b 0,32±0,04b b b 100% 0,39±0,05 0,13±0,23 b) pH1 (25% LCKS (v/v); 30 ppt; intensitas cahaya 2 Klux) 4,55 1,52±0,81a 1,46±0,42a 0,90±0,58h 0,85±0,48h 7,00 1,50±0,11a 1,42±0,12a 1,05±0,07h 1,17±0,07h a a h 9,00 1,67±0,10 1,18±0,09 1,06±0,09 1,21±0,11h 1 c) Salinitas , ppt (25% LCKS (v/v); pH 4,55; intensitas cahaya 2 Klux) 0 1,53±0,08a 1,42±0,07a 1,78±1,37h 0,17±0,05i a a hij 5 1,59±0,24 1,62±0,15 1,04±0,28 0,25±0,12ij a a hij 10 1,55±0,10 1,49±0,09 0,92±0,08 0,76±0,41hij 20 1,49±0,07a 1,66±0,25a 1,07±0,10hij 0,74±0,27hij a a h 30 1,67±0,03 1,57±0,09 1,26±0,61 0,83±0,29hij 1 d) Intensitas Cahaya , Klux (25% LCKS (v/v); pH 4,55; 30 ppt) 1,0 7,48±6,62a 6,35±2,65a 0,85±1,37h 0,27±0,11h a a h 1,5 14,28±3,31 5,21±2,95 0,12±0,04 0,47±0,23h 2,5 3,87±4,16a 1,22±0,09a 0,70±0,46h 1,45±0,42h a a h 3,0 2,58±1,33 1,18±0,27 0,71±0,22 1,39±0,54h 1 ) rerata dari nilai tiga ulangan Secara umum, pertumbuhan PD1 lebih baik pada plastik klip dibandingkan botol Schott. Bakteri fototropik PD1 tumbuh baik secara signifikan pada konsentrasi LCKS 25%. Nilai pH media tidak mempengaruhi produksi biomassa PD1. Nilai pH dan salinitas tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah karotenoid yang diproduksi. Tidak ada korelasi antara total biomassa bakteri dan total produksi karotenoid selama kultur massal PD1. Total produksi karotenoid tertinggi secara signifikan diperoleh dari jenis reaktor plastik klip dengan intensitas cahaya 1,5 Klux. Gambar 11. Rhodovulum sulfidophilum tumbuh pada media LCKS 25% (LCKS-PD1) dengan reaktor plastik klip dengan intensitas cahaya 1,5 Klux 3.2 KESIMPULAN Rhodovulum sulfidophilum (PD1) tumbuh baik pada limbah cair kelapa sawit dengan konsentrasi 5% da i te sitas aha a ,5 Klu , μ ol/s 2 ). Pertumbuhan PD1 tidak terpengaruh oleh pH dan salinitas. Pada 60 jam kultur, biomassa sel kering PD1 yang tumbuh pada LCKS di dalam plastik klip memiliki nilai yang tinggi daripada botol Schott. 4. SASARAN SPESIFIK 3: PERTUMBUHAN BAKTERI FOTOTROPIK (BF) PADA LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT SEBAGAI PAKAN ROTIFER, BRACHIONUS ROTUNDIFORMIS Tantangan utama dalam proses produksi pakan alami dalam jangka pendek adalah keefektifan biaya. Meskipun demikian, kesuksesan pemeliharaan larva sangat bergantung pada kualitas mikroorganisme (James & Rezeq, 1989), dan sebab itu banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengembangkan kualitas nutrisi seperti kandungan protein, lipid, dan vitamin (Coutteau & Sorgeloos, 1997). Nutrisi rotifer sangat berkorelasi pada bobot kering, komposisi biokimia, level kalori, dan pencernaan makanan (Lubzens et al., 2995). Penggunaan BF sebagai pakan rotifer sangat jarang diketahui dan dilaporkan. Tujuan penelitian ini adalah mengamati proses pertumbuhan rotifer dengan memberikan asupan bakteri fototropik LCKSPD1. 4.1 METODE DAN HASIL Gambar 12. Rotifer yang dibekukeringkan Tabel 12. ESKPERIMEN #1. Rerata tingkat pertumbuhan harian dan rasio telur rotifer yang diperkaya dengan biomassa hidup Rhodovulum sulfidophilum dalam LCKS (bLCKS-PD1) dan kultur cair Rhodovulum sulfidophilum dalam LCKS (cLCKS-PD1) atau biomassa BF inaktif (bLCKS-PD1 inaktivasi dengan pemanasan) dan mikroalga. Kultur pada media bersalinitas 5ppt. DOC bLCKS-PD1 (1a) Inaktivasi suhu tingi (bLCKS-PD1) cLCKS-PD1 Nannochloropsis sp. (1b) (1c) (1d) 1 Tingkat pertumbuhan harian (populasi/hari) (rerata±SD) 0-1 0,33±0,11 0,14±0,12 0,10±0,11 0,38±0,08 1-2 0,67±0,15 0,21±0,23 0,46±0,36 0,65±0,12 2-3 0,08±0,05 -0,09±0,12 0,32±0,36 -0,15±0,02 -0,86±0,25 -1,70±0,14 -0,40±0,44 -1,01±0,78 3-4 Rasio telur (telur/rotifer) (rerata±SD)1 1 0,46±0,02 0,13±0,03 0,54±0,17 0,33±0,01 0,07±0,01 2 0,13±0,01 0,12±0,03 0,47±0,05 0,14±0,01 3 0,06±0,01 0,03±0,00 0,52±0,18 0,12±0,05 4 0,08±0,05 0,07±0,10 0,56±0,08 1 ) rerata nilai dari sembilan ulangan Pemberian dari ketiga jenis pakan tidak menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan mikroalgae (sebagai pakan alami yang umum untuk rotifer) (Kriskal-Walis Test, P = 0,183). Pengayaan dengan bLCKS-PD1 yang telah di-inaktifkan dengan suhu tinggi menunjukkan puncak pertumbuhan yang terendah yaitu 107 ekor/mL dibandingkan mikroalgae (212 ekor/mL), bLCKS-PD1 (221 ekor/mL), dan cLCKSPD1 (226 ekor/mL). Puncak pertumbuhan diperoleh pada umur kultur 2 atau 3 hari. Rasio telur rotifer memiliki nilai tertinggi secara signifikan (P<0,001) pada perlakuan dengan pengayaan cLCKS-PD1 (1c) yaitu pada kisaran 0,47 – 0,56 telur/rotifer selama pemeliharaan 4 hari dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Secara umum, produksi telur maksimal pada hari pertama kultur. Tabel 13. ESKPERIMEN #2. Rerata tingkat pertumbuhan harian dan rasio telur rotifer yang diperkaya dengan rasio bakteri berbeda. Kultur pada media bersalinitas 5ppt. 100 ml 200 ml 300 ml 100 ml 200 ml 300 ml DOC bLCKS-PD1 bLCKS-PD1 bLCKS-PD1 cLCKS-PD1 cLCKS-PD1 cLCKS-PD1 (2a) (2b) (2c) (2d) (2e) (2f) Tingkat pertumbuhan harian (populasi/hari) (rerata±SD)1 0-1 1,00±0,20 0,37±0,19 0,52±0,03 0,12±0,11 0,20±0,01 -0,13±0,19 1-2 0,26±0,07 0,62±0,15 0,51±0,06 1,21±0,13 0,73±0,36 -0,66±0,32 2-3 -0,09±0,06 0,47±0,08 0,44±0,22 0,16±0,10 0,46±0,05 -0,78±0,28 3-4 -0,11±0,13 -0,38±0,06 -0,67±0,51 0,06±0,23 0,48±0,21 -1,38±0,53 4-5 -0,19±0,07 0,02±0,14 -0,60±1,01 -0,360±0,45 0,12±0,22 -0,63±0,42 -1,59±0,48 -0,40±0,43 5-6 -1,19±0,41 -1,90±0,29 0,04±0,16 0,16±0,75 -0,04±0,27 6-7 -1,16±1,30 -0,900±0,28 -0,24±0,39 Rasio telur (telur/rotifer) (rerata±SD)1 1 0,12±0,01 0,26±0,04 0,28±0,03 0,59±0,03 0,59±0,09 0,19±0,15 0,16±0,01 2 0,06±0,03 0,20±0,04 0,25±0,04 0,42±0,11 0,25±0,17 0,06±0,01 3 0,03±0,00 0,05±0,01 0,13±0,04 0,43±0,15 0,06±0,02 0,08±0,01 4 0,02±0,00 0,11±0,01 0,12±0,03 0,25±0,12 0,21±0,11 0,09±0,03 5 0,07±0,03 0,04±0,00 0,13±0,06 0,27±0,08 0,07±0,06 0,10±0,07 6 0,23±0,05 0,12±0,16 0,16±0,09 0,24±0,19 0,02±0,01 0,17±0,15 0,10±0,05 0,00±0,00 7 0,22±0,12 1 ) rerata nilai dari sembilan ulangan Rasio jumlah pakan yang diberikan sangat mempengaruhi puncak pertumbuhan rotifer. Namun secara keseluruhan, populasi rotifer tetap pada umur kultur 3 hari, kecuali rotifer yang diperkaya dengan cLCKS-PD1 sebanyak 200ml tumbuh pada DOC 4 hingga DOC 6. Dosis 300ml cLCKS-PD1 memperlihatkan populasi menurun saat hari pertama kultur. Rasio telur rotifer tertinggi diperoleh dari perlakuan cLCKS-PD1 dibandingkan bLCKS-PD1 mengacu pada proses pengayaan selama tujuh hari pemeliharaan. Rasio telur rotifer tertinggi diperoleh dari perlakuan cLCKS-PD1 100 dan 200 mL (0,59 telur/ekor). Tabel 14. ESKPERIMEN #3. Rerata tingkat pertumbuhan harian dan rasio telur rotifer yang diperkaya dengan cLCKS-PD1, bLCKS-PD1, 25% LCKS, dan tanpa pakan. Kultur pada media bersalinitas 5ppt. DOC 200 mL cLCKS-PD1 (3a) 200 mL bLCKS-PD1 (3b) 200 mL LCKS (3c) Tanpa Pakan (3d) 1 Tingkat pertumbuhan harian (populasi/hari) (rerata±SD) 0-1 0,71±0,12 0,96±0,01 0,70±0,07 0,49±0,07 1-2 0,99±0,40 0,30±0,36 0,90±0,20 -0,30±0,20 2-3 0,13±0,50 0,19±0,27 0,24±0,04 -1,28±0,37 3-4 0,56±0,42 -0,21±0,15 0,11±0,09 -3,00±0,27 -0,68±0,38 4-5 -0,03±0,23 -0,26±0,27 -2,57±1,64 -0,78±0,79 -2,12±2,85 5-6 Rasio telur (telur/rotifer) (rerata±SD)1 1 0,56±0,09 0,27±0,03 0,29±0,02 0,02±0,01 0,01±0,00 2 0,33±0,08 0,26±0,09 0,22±0,02 0,01±0,01 3 0,32±0,11 0,25±0,02 0,17±0,02 0,00±0,00 4 0,27±0,16 0,05±0,02 0,14±0,02 5 0,15±0,09 0,09±0,02 0,11±0,02 6 0,19±0,09 0,22±0,20 0,13±0,11 1 ) rerata nilai dari sembilan ulangan Kombinasi atau gabungan antara LCKS dan BF mampu memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan rotifer. Secara umum, perlakuan dengan bakteri (611 ekor/mL) > perlakuan tanpa bakteri (328 ekor/mL). Perlakuan dengan LCKS (715 ekor/mL) > perlakuan tanpa LCKS (223 ekor/mL). Rasio telur rotifer tertinggi diperoleh dari perlakuan cLCKS-PD1 dibandingkan bLCKS-PD1. Tabel 15. Komposisi biokimia rotifer yang dikeringbekukan dari beberapa perlakuan pengayaan (rerata dari nilai dua ulangan) Profil Proksimat Pengayaan rotifer dengan bLCKS-PD1 Pengayaan rotifer dengan cLCKS-PD1 Pengayaan rotifer dengan Nannochloropsis sp. 47,6 6,7 5,5 10,6 29,6 272 (1142 kJ) 60,0 12,8 5,3 10,5 11,4 376 (1579 kJ) 56,0 11,9 5,3 8,2 18,6 352 (1479 kJ) 0,66 2,59 1,20 41,20 40,93 17,87 100,00 5,44 12,02 0,26 0,46 1,81 1,88 1,57 2,70 36,96 29,07 33,97 100,00 4,60 24,62 1,20 1,72 1,44 1,95 4,38 1,29 46,19 33,62 20,19 100,00 5,67 13,14 0,45 0,29 0,66 20,89 23,58 44,47 26,26 27,99 54,25 26,74 28,81 55,55 Komposisi Proksimat Protein Lipid Karbohidrat Kadar abu Kadar air Energi.Kkal/100g Asam Lemak (FA) ARA EPA DHA Total SFA Total MUFA Total PUFA % Total FA n-3 PUFA n-6 PUFA ARA/EPA DHA/EPA DHA/ARA Asam Amino (AA) Total AA Esensial Total AA non.Esen % Total AA Rotifer yang diperkaya dengan cLCKS-PD1 memiliki hasil PUFA yang tertinggi yaitu 33,97% dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya yaitu 20,19% pada perlakuan pengayaan dengan mikroalgae dan 17,87% dengan perlakuan bLCKS-PD1. Hal yang sama pada rasio DHA/EPA yaitu dengan nilai tertinggi secara signifikan 1,72. 4.2 KESIMPULAN Bakteri fototropik yang ditumbuhkan pada media limbah cair kelapa sawit mampu mendukung perkembangan dan rasio telur pada budidaya rotifer. Meskipun perlakuan cLCKS-PD1 memiliki nilai tertinggi secara umum dibandingkan bLCKS-PD1 (biomassa), akan tetapi perlakuan bLCKS-PD1 mempelihatkan jumlah populasi (kepadatan) rotifer yang cenderung stabil. 5. SASARAN SPESIFIK 4: PERTUMBUHAN BAKTERI FOTOTROPIK (BF) PADA LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT SEBAGAI PAKAN LARVA IKAN BETUTU OXYELEOTRIS MARMORATA 5.1 METODE DAN HASIL Gambar 13. SOP pemeliharaan larva betutu dan tank hitam silinder, bagian dasar berbentuk kerucut Tabel 16. Rerata sintasan, panjang total, dan laju pertumbuhan harian larva ikan betutu yang diberi pakan bLCKS-PD1 atau Nannochloropsis sp. Kultur pada 5ppt atau 10ppt selama 30 hari. Padat tebar awal 10 ekor/L (1000 ekor dalam 100L air) bLCKS-PD1, 5ppt Nannochloropsis, bLCKS-PD1, 10ppt Nannochloropsis, DOC (1a) 5ppt (1b) (1c) 10ppt (1d) 1 % sintasan (dari DOC 0) 0 100,00±0,0 100,0±0,0 100,0±0,0 100,0±0,0 10 59,6±7,3 54,2±26,0 50,4±16,6 0,0 20 50,7±6,9 0,0 37,7±17,9 0,0 30 29,0±4,7 0,0 19,3±7,8 0,0 2 Rerata panjang total larva (rerata mm ± SD) 0 3,85±0,09 3,85±0,09 3,85±0,09 10 5,41±0,35 5,18±0,45 5,27±0,56 20 6,99±0,93 7,24±0,52 30 8,72±0,30 8,31±0,59 Rerata laju pertumbuhan harian (mm panjang total/hari ± SD)2 0-10 0,16±0,04 0,13±0,05 0,14±0,06 10-20 0,16±0,12 0,20±0,09 20-30 0,17±0,07 0,11±0,01 1 ) rerata dari nilai tiga ulangan. 2) rerata dari nilai sembilan ulangan Larva yang diberi mikroalgae pada 10ppt mengalami kematian total pada hari kesepuluh, sedangkan pada salinitas 5ppt kematian total terjadi pada hari keduapuluh. Larva yang diberi pakan bLCKSPD1 memiliki sintasan 29,0% pada salinitas 5ppt dan 19,3% pada salinitas 10ppt. Secara umum diperoleh sintasan larva sangat dipengaruhi oleh jenis pakan [bLCKS-PD1 (41,1%) > mikroalgae (9,0%)]; salinitas [5ppt (32,2%) > 10ppt (17,9%)]; dan DOC [DOC10 (41,0%) > DOC20 (22,1%) = DOC30 (12,1%)]. Sintasan larva pada 5ppt lebih tinggi dibandingkan 10ppt. Tabel 17. Rerata sintasan, panjang total, dan laju pertumbuhan harian larva ikan betutu yang diberi pakan alami yang diperkaya bLCKS-PD1 pada salinitas 5ppt atau 10ppt selama 30 hari. Padat tebar awal 10 ekor/L (1000 ekor dalam 100L air). Naupli Artemia mulai diberi pada DOC21. DOC 5ppt (2a) 10ppt (2b) 1 % sintasan (dari DOC 0) 0 100,0±0,0 100,0±0,0 10 94,2±1,6 89,9±3,5 20 88,7±8,1 54,0±23,5 30 51,6±4,0 18,4±11,2 Rerata panjang total larva (rerata mm ± SD)2 0 3,84±0,09 3,84±0,09 10 5,44±0,56 5,27±0,34 20 6,05±0,22 5,57±0,35 7,68±0,18 8,61±0,17 30 Rerata laju pertumbuhan harian (mm panjang total/hari ± SD)2 0-10 0,16±0,06 0,14±0,04 10-20 0,06±0,05 0,03±0,00 20-30 0,16±0,01 0,30±0,03 1 ) rerata dari nilai tiga ulangan. 2) rerata dari nilai sembilan ulangan Rerata sintasan larva pada DOC 30 signifikan lebih tinggi (P<0,01) pada salinitas 5ppt (perlakuan 2a, 51,6%) dibandingkan pada salinitas 10ppt (perlakuan 2b, 18,4%). Rerata panjang total pada DOC 30di salinitas 10ppt (8,61) signifikan lebih panjang (P<0,01) dibandingkan di salinitas 5ppt (7,68 mm). Tabel 18. Rerata sintasan, panjang total, dan laju pertumbuhan harian larva ikan betutu yang diberi pakan alami yang diperkaya bLCKS-PD1 atau Nannochloropsis sp. Kultur pada 5ppt atau 10ppt selama 30 hari. Padat tebar awal 10 ekor/L (1000 ekor dalam 100L air) PA + PA + PA + bLCKS-PD1, PA + bLCKS-PD1, DOC Nannochloropsis, Nannochloropsis, 5ppt (1a) 10ppt (1c) 5ppt (1b) 10ppt (1d) % sintasan (dari DOC 0)1 0 100,00±0,0 100,0±0,0 100,0±0,0 100,0±0,0 54,3±7,2 10 63,6±26,1 40,0±11,7 58,6±6,3 43,2±8,0 20 48,9±3,8 36,4±7,3 48,2±7,0 42,5±9,1 30 46,8±2,9 34,3±6,9 45,4±6,6 Rerata panjang total larva (rerata mm ± SD)2 0 3,64±0,12 3,64±0,12 3,64±0,12 3,64±0,12 10 5,41±0,64 4,93±0,17 5,24±0,18 4,97±0,40 20 7,70±0,41 7,31±0,27 7,96±0,19 6,97±0,64 30 11,16±1,05 10,77±0,55 10,85±0,34 9,97±0,70 2 Rerata laju pertumbuhan harian (mm panjang total/hari ± SD) 0-10 0,18±0,06 0,13±0,03 0,16±0,03 0,13±0,05 10-20 0,23±0,07 0,24±0,04 0,27±0,00 0,20±0,05 20-30 0,35±0,07 0,35±0,04 0,29±0,04 0,30±0,04 1 ) rerata dari nilai tiga ulangan. 2) rerata dari nilai sembilan ulangan Sintasan larva sangat dipengaruhi oleh pakan (P<0,02). Perlakuan jenis pakan yaitu rotifer + mikroalgae (51,9%) > rotifer + bLCKS-PD1 (41,8%); salinitas yaitu 5ppt (49,9%) > 10ppt (43,8%); dan lama waktu pemeliharaan (DOC) yaitu DOC10 (54,1) > DOC 20 (44,2%) = DOC 30 (42,2%). Tidak ada pengaruh signifikan antar perlakuan (P>0,05). Hasil memperlihatkan bahwa 46% larva mati pada 10 hari pertama, sedangkan kematian 10% pada hari ke-10-20 dan kematian 2% pada hari ke 20-30. Secara umum, urutan sintasan terbaik yaitu perlakuan 3b (46,8%) > perlakuan 3d (45,4%) > perlakuan 3a (42,5%) > perlakuan 3c (34,3%). Total panjang larva juga sangat dipengaruhi oleh jenis pakan (P<0,01), yaitu rotifer + bLCKS-PD1 (8,05mm) > rotifer + mikroalgae (7,49mm); dan DOC yaitu DOC30 (10,69mm) > DOC 20 (7,49mm) > DOC 10 (5,14). Salinitas tidak mempengaruhi panjang total larva (P>0,05). Tabel 19. Komposisi biokimia rotifer yang dikeringbekukan dari beberapa perlakuan pengayaan (rerata dari nilai dua ulangan) Profil Proksimat Komposisi Proksimat Protein Lipid Karbohidrat Asam Lemak (FA) ARA EPA DHA Total SFA Total MUFA Total PUFA % Total FA n-3 PUFA n-6 PUFA ARA/EPA DHA/EPA Asam Amino (AA) Total AA Esensial Total AA non.Esen % Total AA Rotifer + Nannochloropsis Larva + bLCKSPD1 Larva + Nannochloropsis Larva + rotifer + bLCKSPD1 Larva + rotifer + Nannochloropsis 47,6 6,7 5,5 56,0 11,9 5,3 44,8 6,4 6,7 49,2 5,2 9,7 48,1 5,7 9,1 33,4 5,6 18,6 3,94 31,42 0,00 21,34 26,58 40,96 88,88 32,94 8,02 0,13 0,00 0,66 2,59 1,20 41,20 40,93 17,87 100,0 5,44 12,02 0,26 0,46 1,95 4,38 1,29 46,19 33,62 20,19 100,0 5,67 13,14 0,45 0,29 3,60 0,57 6,88 57,13 20,15 22,72 100,0 8,10 14,52 6,35 12,14 4,11 0,79 8,81 55,41 18,97 22,62 100,0 10,33 15,19 5,22 11,19 0,10 2,11 8,35 49,94 25,47 24,59 100,0 14,51 9,32 0,05 3,95 0,44 0,14 0,37 68,75 22,95 8,30 100,0 0,51 7,38 3,04 2,59 44,03 54,10 98,13 20,89 23,58 44,47 26,74 28,81 55,55 20,31 22,40 42,71 23,28 23,39 46,67 23,72 23,63 47,35 14,28 15,12 29,40 bLCKS -PD1 Nannochloropsis sp. Rotifer + bLCKSPD1 44,3 7,4 7,4 52,1 16,7 16,0 0,00 3,94 2,60 45,42 11,75 42,83 100,0 10,73 18,19 0,00 0,66 19,56 18,63 38,19 5.2 KESIMPULAN Peningkatan sintasan larva ikan betutu dengan perlakuan pemberian langsung bakteri fototropik (bLCKS-PD1); melalui rotifer dan naupli Artemia pada salinitas 5 ppt merupakan langkah yang penting, murah, dan stabil terhadap budidaya larva ikan skala massal. 6. SASARAN SPESIFIK 5: PENINGKATAN SINTASAN DAN BUDIDAYA SKALA MASSAL LARVA IKAN BETUTU 6.1 METODE DAN HASIL Tabel 20. Rerata sintasan, panjang total, dan laju pertumbuhan harian larva ikan betutu yang diberi pakan alami yang diperkaya bLCKS-PD1 yang dipelihara pada tank hitam kerucut selama 30 hari. Padat tebar awal 15 ekor/L (1500 ekor dalam 100L air), 20ekor/L, dan 30ekor/L. Naupli Artemia diberikan pada DOC21-30 DOC 15ekor/L (1a) 20ekor/L (1b) 30ekor/L (1c) 1 % sintasan (dari DOC 0) 0 100,0±0,00 100,0±0,0 100,0±0,0 10 63,5±8,9 43,0±13,4 53,8±17,2 20 35,0±8,3 15,7±9,7 43,1±11,7 30 33,5±8,5 9,9±5,2 42,0±12,3 2 Rerata panjang total larva (rerata mm ± SD) 0 3,77±0,21 3,77±0,21 3,77±0,21 10 5,88±0,22 5,61±0,55 5,39±0,32 20 9,04±0,49 8,22±0,59 6,55±0,46 30 10,97±0,43 9,74±0,19 9,02±0,49 Rerata laju pertumbuhan harian (mm panjang total/hari ± SD)2 0-10 0,21±0,02 0,18±0,07 0,16±0,05 10-20 0,32±0,05 0,26±0,03 0,12±0,06 20-30 0,19±0,05 0,15±0,05 0,25±0,06 1 ) rerata dari nilai tiga ulangan. 2) rerata dari nilai sembilan ulangan Perlakuan 15ekor/L memiliki nilai sintasan yang paling tinggi. Secara umum, perlakuan 15ekor/L (46,2%) = 20ekor/L (40,0%) > 30ekor/L (22,8%) dan berdasarkan lama waktu pemeliharaan, sintasan pada DOC10 (53,4%) > DOC20 (31,3%) = DOC30 (28,4%). Pada hari ke-30, padat tebar 15ekor/L memiliki nilai sintasan tertinggi (42,0%) secara signifikan (P<0,01) dibandingkan densitas 20ekor/L (33,5%) dan 30ekor/L (9,9%). Total panjang terbaik dari perlakuan densitas 15ekor/L dengan lama waktu pemeliharaan 30 hari. Tabel 21. Rerata sintasan, panjang total, dan laju pertumbuhan harian larva ikan betutu yang diberi pakan alami yang diperkaya cLCKS-PD1 dan LCKS DOC Pakan alami diperkaya cLCKS-PD1 (2a) Pakan alami diperkaya LCKS (2b) % sintasan (dari DOC 0)1 0 100,0±0,0 100,0±0,0 10 98,2±0,7 83,6±6,4 20 78,4±7,2 67,4±7,8 30 60,9±8,4 58,6±7,8 Rerata panjang total larva (rerata mm ± SD)2 0 4,00±0,10 4,00±0,10 10 5,60±0,38 5,19±0,10 20 8,68±0,37 8,51±0,39 30 9,74±0,50 9,91±0,57 2 Rerata laju pertumbuhan harian (mm panjang total/hari ± SD) 0-10 0,16±0,04 0,12±0,02 10-20 0,31±0,07 0,33±0,05 20-30 0,11±0,06 0,14±0,09 1 ) rerata dari nilai tiga ulangan. 2) rerata dari nilai sembilan ulangan Perlakuan pemberian pakan alami yang diperkaya dengan cLCKS-PD1 memiliki nilai sintasan yang paling tinggi. Secara umum, pakan alami dengan cLCKS-PD1 (60,9%) > pakan alami dengan LCKS (58,6%). Panjang total larva selama 30 hari pemeliharaan pada perlakuan pemberian pakan alami yang diperkaya dengan LCKS (9,91mm) dan cLCKS-PD1 (9,74) tidak berbeda signifikan (P>0,05). Tabel 22. Rerata sintasan, panjang total, dan laju pertumbuhan harian larva ikan betutu yang diberi pakan alami yang diperkaya cLCKS-PD1 yang dipelihara pada wadah berbeda warna DOC Transparan (3a) Hitam (3b) Abu-abu (3c) 1 % sintasan (dari DOC 0) 0 100,0±0,00 100,0±0,00 100,0±0,00 10 47,5±5,5 58,8±14,3 93,8±6,5 20 1,2±1,9 35,3±4,7 82,6±7,3 30 0,7±1,2 32,5±4,0 79,0±10,2 Rerata panjang total larva (rerata mm ± SD)2 0 3,83±0,15 3,83±0,15 3,83±0,15 10 4,52±0,25 5,19±0,04 5,19±0,44 20 7,46±0,97 8,61±0,15 30 10,91±0,64 11,44±0,21 Rerata laju pertumbuhan harian (mm panjang total/hari ± SD)2 0-10 0,07±0,01 0,14±0,02 0,14±0,03 10-20 0,23±0,09 0,34±0,05 20-30 0,35±0,16 0,28±0,01 1 2 ) rerata dari nilai tiga ulangan. ) rerata dari nilai sembilan ulangan Perlakuan pemeliharaan larva dengan wadah berwarna abu-abu memiliki nilai sintasan tertinggi pada pemeliharaan 30 hari yaitu 79,0% dibandingkan dengan wadah warna hitam (32,5%) dan wadah transparan (0,7%). Panjang total pada perlakuan wadah hitam (10,91mm) dan wadah abu-abu (11,44mm) tidak berbeda signifikan (P>0,05). Gambar 14. Wadah pemeliharaan larva abu-abu dengan dasar berbentuk kerucut (25L) Tabel 23. Rerata sintasan, panjang total, dan laju pertumbuhan harian larva ikan betutu yang diberi pakan alami yang diperkaya cLCKS-PD1 dan bLCKS-PD1 pada wadah abu-abu selama 30 hari. DOC Pakan alami diperkaya cLCKS-PD1 (2a) Pakan alami diperkaya LCKS (2b) % sintasan (dari DOC 0)1 0 100,0±0,0 100,0±0,0 10 95,7±5,0 91,4±11,2 20 84,5±4,1 76,7±23,8 30 81,9±3,0 71,4±20,5 2 Rerata panjang total larva (rerata mm ± SD) 0 3,73±0,06 3,73±0,06 10 5,56±0,46 5,49±0,25 20 9,14±0,08 8,83±0,42 30 11,07±0,05 12,30±0,52 Rerata laju pertumbuhan harian (mm panjang total/hari ± SD)2 0-10 0,18±0,05 0,18±0,02 10-20 0,36±0,05 0,33±0,03 20-30 0,19±0,01 0,35±0,09 1 ) rerata dari nilai tiga ulangan. 2) rerata dari nilai sembilan ulangan Pada percobaan terakhir ini, sintasan pada perlakuan pemberian pakan alami yang diperkaya dengan cLCKS-PD1 (81,9%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan bLCKS-PD1 (71,4%) hingga akhir pemeliharaan (30 hari). Panjang total pada perlakuan pemberian pakan alami yang diperkaya dengan bLCKS-PD1 (12,30 mm) signifikan lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan perlakuan bLCKS-PD1 (11.07 mm). Tabel 24. Komposisi biokimia rotifer yang dikeringbekukan dari beberapa perlakuan pengayaan (rerata dari nilai dua ulangan) Profil Proksimat Komposisi Proksimat Protein Lipid Karbohidrat Kadar abu Kadar air Energi.Kkal/100g Asam Lemak (FA) ARA EPA DHA Total SFA Total MUFA Total PUFA % Total FA n-3 PUFA n-6 PUFA ARA/EPA DHA/EPA Asam Amino (AA) Total AA Esensial Total AA non.Esen % Total AA Pengayaan rotifer dengan bLCKS-PD1 Pengayaan rotifer dengan cLCKS-PD1 Larva + rotifer + bLCKS-PD1 Larva + rotifer + bLCKS-PD1 47,6 6,7 5,5 10,6 29,6 272 (1142 kJ) 60,0 12,8 5,3 10,5 11,4 376 (1579 kJ) 48,1 5,7 9,1 9,0 28,1 280 (1176 kJ) 34,0 5,3 20,5 11,8 28,4 266 (115 kJ) 0,66 2,59 1,20 41,20 40,93 17,87 100,00 5,44 12,02 0,26 0,46 1,88 1,57 2,70 36,96 29,07 33,97 100,00 4,60 24,62 1,20 1,72 0,10 2,11 8,35 49,94 25,47 24,59 100,0 14,51 9,32 0,05 3,95 2,30 1,23 4,95 43,09 32,85 24,06 100,0 6,54 17,20 1,88 4,04 20,89 23,58 44,47 26,26 27,99 54,25 23,72 23,63 47,35 14,83 16,47 31,29 Rotifer yang diperkaya dengan cLCKS-PD1 memiliki persentase protein, lipd, dan energi yang lebih tinggi dibandingkan pengayaan dengan bLCKS-PD1, meskipun persentase karbohidrat dan kadar abu yang relatif sama. Lebih lanjut, rotifer cLCKS-PD1 memiliki profil DHA dan ARA yang lebih tinggi dibandingkan rotife bLCKS-PD1. Sementara kandungan asam amino dari kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Larva ikan yang diberi rotifer diperkaya dengan cLCKS-PD1 memiliki nilai persentase karbohidrat dan kadar abu yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan rotifer bLCKS-PD1, tetapi kedua perlakuan memiliki nilai lipid dan energi yang relatif sama. Kandungan proteinnya tidak berbeda signifikan. Larva ikan memiliki kandungan DHA yang lebih tinggi tetapi rendah EPA dibandingkan dengan kandungan asam lemak lainnya. Profil asam amino, larva ikan mengandung sedikit valin, fenilalanin, arginin, serin, prolin, dan tirosin, tetapi banyak mengandung metionin. 6.2 KESIMPULAN Peningkatan secara signifikan sintasan dan laju pertumbuhan larva ikan betutu diperoleh dengan pemberian rotifer dan naupli Artemia yang diperkaya dengan LCKS-PD1 dan dipelihara pada wadah abuabu dengan kepadatan 15ekor/L dan salinitas 5ppt. Penggunaan rotifer dan naupli Artemia yang diperkaya cLCKS-PD1 atau bLCKS-PD1 menghasilkan rasio DHA:EPA:ARA yaitu 7:2:1 mampu memberikan sintasan dan pertumbuhan yang baik. DAFTAR PUSTAKA 1. Atif, A.A.Y., Fakhru’l-Razi, A., Ngan, M.A., Morimoto, M., Iyuke, S.E., & Veziroglu, N.T. (2005). Fed batch production of hydrogen from palm oil mill effluent using anaerobic microflora. International Journal of Hydrogen Energy, 30, 1393-1397. 2. Azhari, “.B., Li , “.H., Mohd )ulkhairi, M.Y., Nor’ Ai i, A.R., U i, K.M.“., Mohd Ali, H., Mi ato, W., Ke ji, S., & Yoshihito, S. (2010). Effect of palm oil mill effluent (POME) anaerobic sludge from 500 m3 of closed anaerobic methane digested tank on pressed-shredded empty fruit bunch (EFB) composting process. African Journal of Biotechnology, 16(9), 2427-2436. 3. Bell, J.G., McEvoy, L.A., Estevez, A., Shields, R.J., & Sargent, J.R. (2003). Optimising lipid nutrition in firstfeeding flatfish larvae. Aquaculture, 227, 211-220. 4. Foo, K.Y., & Hameed, B.H. (2010). Insight into the applications of palm oil mill effluent: a renewable utilization of the industrial agricultural waste. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14, 14451452. 5. Gest, H., & Favinger, J.L. (1983). Heliobacterium chlorum, an anoxygenix brownish-green photos theti a teriu o tai i g a ew for of a terio-chlorophyll. Archives of Microbiology, 136, 11-16. 6. Habib, M.A.B., Yusoff, F.M., Phang, S.M., Ang, K.J., & Mohamed, S. (1997). Nutritional values of chironomoid larvae grown in palm oil mill effluent and algal culture. Aquaculture, 158, 95-105. 7. Habib, M.A.B., Yusoff, F.M., Phang, S.M., Kamarudin, M.S., & Mohmed, S. (1998). Chemical characteristics and essential nutrients of agro-industrial effluents in Malaysia. Asian Fisheries, 11, 279286. 8. Imhoff, J.F. (1995). Taxonomy, phylogeny, and general ecology of anoxygenic phototrophic bacteria. In R.E. Blankenship, M.T. Madigan & C.E. Bauer (Eds.), Anoxygenic photosynthetic bacteria (pp. 1-15). The Netherlands: Kluwer Academic Publisher. 9. Industrial Processes and the Environment (1999). Crude palm oil industry (Handbook No. 3). Malaysia: Department of Environment, Ministry of Science, Technology and the Environment. 10. Kobayashi, M. (1995). Waste remediation and treatment using anoxygenic phototrophic bacteria. In R.E. Blenkenship, M.T. Madigan & C.E. Bauer (Eds.). Anoxygenic photosynthetic bacteria (pp. 12721274). Dordrecht: Kluwer Academic. 11. Kobayashi, M., & Kobayashi, M. (1995). Waste remediation and treatment using anoxygenic phototrophic bacteria. In R.E. Blankenship, M.T. Madigan & C.E. Bauer (Eds.), Anoxygenic photosynthetic bacteria (pp. 1269-1282). Dordrecht: Kluwer Academic Publisher. 12. Phang, S.M. (1990). Algal production from agro-industrial and agricultural waste in Malaysia. AMBIO, 19, 415-418. 13. Vijayaraghavan, K., & Ahmad, D. (2006). Biohydrogen generation from palm oil mill effluent using anaerobic contact filter. International Journal of Hydrogen Energy, 31(10), 1284-1291. 14. Wong, Y.S., Kadir, M.O.A.B., & Teng, T.T. (2009). Biological kinetics evaluation of anaerobic stabilization pond treatment of palm oil mill effluent. Bioresource Technology, 100, 4969-4975. 15. Wu, T.Y., Mohammad, A.W., Md Jahim, J., & Annuar, N. (2007). Palm oil mill effluent (POME) treatment and bioresources recovery using ultrafiltration membrane: effect of pressure on membrane fouling. Biochemical Engineering Journal, 35, 309-317. ***