Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
I used to think that running an organization was equivalent to conducting a symphony orchestra. But I don't think that's quite it; it's more like jazz. There is more improvisation. -Warren Bennis
Marsha Dwi Cahyaningwati, 2024
Kepemimpinan merupakan elemen kunci dalam keberhasilan organisasi, yang mencakup kemampuan seorang pemimpin untuk memengaruhi, memotivasi, dan mengarahkan pengikutnya menuju pencapaian tujuan bersama. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep kepemimpinan dari berbagai perspektif teoretis dan aplikasinya dalam membangun hubungan, mengambil keputusan, serta menciptakan lingkungan kerja yang inovatif dan adaptif. Dengan menggunakan metode studi literatur, penelitian ini mengungkap bahwa kepemimpinan yang efektif tidak hanya membutuhkan kecerdasan dan motivasi berprestasi, tetapi juga kedewasaan, kemampuan hubungan sosial, serta penerapan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemimpin yang sukses mampu menciptakan sinergi tim, memberikan energi positif, dan mengambil keputusan strategis untuk menghadapi tantangan organisasi. Studi ini memberikan kontribusi penting dalam pemahaman terhadap kepemimpinan sebagai faktor kunci keberhasilan organisasi.
Abstrak Kepemimpinan merupakan faktor utama dalam pencapaian tujuan sebuah organiasi. Namun dalam usaha pencapaian tujuan tersebut tetap memperhatikan perilaku para bawahan dimana perilaku tersebut membentuk sebuah budaya dalam organisasi. Perilaku para bawahan tersebut sebagai pertimbangan oleh pemimpinan untuk mengambil keputusan. Teori X dan Y merepresentasikan perilaku individu yang antagonis dan kooperatif dalam organisasi. Dengan memahami perilaku yang berbeda maka pendekatan situasional sangatlah tepat melalui kepemimpinan partisipatif. Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun pemimpin memiliki wewenang penuh terhadap kendali organisasi, tetap tidak bisa mengesampingkan peran para bawahan. Kata kunci: kepemimpinan, budaya organisasi, perilaku individu Abstrack Leadership is a major factor in the achievement of the goal of a organiasi. However the achievement of goals in an effort to keep observing the behavior of his subordinates where such behaviour form a culture within the organization. The behavior of such subordinates as consideration by the conduct for a decision. Theory X and Y represent the behavior of individual antagonists and cooperative in the organization. By understanding different behavior then it is entirely circumstantial right approach through participatory leadership. This shows that even though the leader has the full authority against the control of the Organization, still could not rule out the role of the subordinate. PENDAHULUAN Kinerja organisasi dijadikan sebagai salah satu ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi, baik organisasi profit maupun organisasi non profit. Organisasi tak lepas dari masalah sumberdaya manusia karena sampai saat ini sumberdaya manusia menjadi pusat perhatian dan tumpuan bagi organisasi atau perusahaan untuk bertahan dalam persaingan yang semakin ketat di era globalisasi ini. Tuntutan yang semakin ketat tersebut membuat manajemen sumberdaya
Sebagai salah satu unsur yang cukup penting didalam menyelenggarakan organisasi, maka peranan pemimpin menentukan sekali dalam upaya mencapai sasaran yang ditetapkan. Oleh karena itu para pemegang wewenang harus mempunyai jiwa kepemimpinan yang tinggi dalam arti harus mampu mempengaruhi bawahannya untuk mencapai sasarannya tanpa harus mengabaikan harapan-harapan bawahannya. Untuk itu disini akan diuraikan beberapa pengertian dari kepemimpinan. Leadership (kepemimpinan) bukanlah gejala yang terisolir tetapi merupakan produk interaksi antara orang-orang dalam kelompok. Kepemimpinan adalah gejala social. Seorang pemimpin harus dapat memahami sikap dan sifat-sifat para anggotanya. Menurut Ralph M. Stogdill, berpendapat setiap situasi menuntut kualitas leadership yang berbeda. Sehingga seorang pemimpin yang sukses dalam situasi tertentu tidak menjamin bahwa ia pasti sukses pada situasi yang lain. Sedangkan Gouldner berasumsi bahwa teori kepemimpinan harus mencakup baik sifat-sifat atau cirri-ciri pemimpin maupun situasi. Orang yang dapat memahami dan menguasai situasi adalah orang yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk menjadi pemimpin. Jadi dapat disimpulkan situasi berperan terhadap muncul dan jatuhnya seorang pemimpin. Kepemimpinan merupakan perpaduan dari tiga faktor, yaitu situasi social, sifat-sifat atau cirri-ciri perseorangan dan kesempatan.
dan ORGANISASI Posisi Pemimpin: di depan, di tengah, dan di belakang {3-4} Pemimpin Cabutan {5-7} Rakyat dan Wakilnya {8} Pandangan Hidup, Pegangan Hidup, dan Perjuangan Hidup {9-11} Siapa Gue, Siapa Loe, dan Siapa Aja? {12-14} Ruang dan Waktu {15} Pilihan dan Kesempatan {16} GADGET dan BUDGET {17-21} POLITISI = Poligami 3 "istri" ? {22-23} Warna dalam Pesta Demokrasi {24} GOLCOK, GOLPUT, dan GOLTUS {25-26} Gaya Sentripetal vs Gaya Sentrifugal (dalam organisasi) {27-29} Pedagang yang Politikus atau Politikus yang Pedagang? (Bukan Pengusaha vs Penguasa !) {30-31} Upah dan Honor {32} Upah Minimum? {33} Pendidikan "Kemaluan" dan Budaya Malu {34-36} "Curhat" {37} 2 tipe Karyawan {38} "Jaim" {39} Pemimpin yang "curhat" vs Selebriti yang "jaim" {40} K ~ U atau K ~ 1/U {41-43} Silaturahim, dari high touch ke high tech {44-45} 3 Pandangan Orang tentang sebuah Pesta {46-47} Pemain (Praktisi) dan Penonton (Pengamat) {48-49} Posisi dan Kecepatan {50-51} Menyimpangkan sistem {52} Cari Muka dan Cari Nama {53-54} Inkosistensi dalam Berhitung {55-56} Modus, Modul, Mokat, dan Monek {57-58} Menjadi "biasa" atau "luar biasa" {59} Mungkinkah ada kesuksesan di multi bidang? {60-62} Positive thinking, Zero mind, dan Negative thinking {63-67} Iklan Rokok dan Kampanye Politik {68-71} Kehidupan adalah panggung sandiwara sejati {72} KARAKTER & KONTRIBUSI {73-74} Berjiwa sosial ≠ "Berilmu sosial"? {75-76} So(k)sial {77-78} Alangkah lucunya negeri ini……………… {79-80} Posisi Pemimpin: di depan, di tengah, dan di belakang Menurut penulis, guru SD merupakan 'super guru', karena selain tugas mengajar mereka juga lebih menjadi pendidik, dan disamping itu mereka mengajarkan banyak pelajaran sekaligus memegang wali kelas yang bersangkutan. Sebagai 'guru luar biasa' guru SD dari kelas I sampai kelas VI yang penulis alami dan rasakan bagaimana mereka mengajar dan mendidik begitu tulus. Mereka bukan 'guru biasa di luar' yang menyambi dengan profesi lain atau mengajar di sekolah lain. Saking kagumnya penulis dengan guru-guru SD penulis, hingga kini penulis masih ingat nama-nama mereka semua. Keenamnya memang memiliki metode yang berbeda dalam mengajar dan mendidik, tetapi ada satu hal yang semuanya mereka miliki bersama yakni semangat pengabdian pada profesi yang luar biasa. Salah satu kesan penulis terhadap guru SD adalah dengan seorang guru kelas VI yang mengajarkan kepada penulis ketika masih duduk di kelas itu. Beliau mengajarkan tentang prinsip pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantoro. Penulis sampai hari ini masih mengingatnya, yakni: Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Ketika itu guru penulis memaparkan artinya (kalau tidak salah): Di depan memberi contoh, Di tengah memberi semangat, dan Di belakang memberi dorongan. Mohon dimaklumi kalau artinya kurang atau tidak tepat, karena penulis bukan orang jawa yang juga tidak mengerti bahasa jawa. Ternyata, ajaran itu tepat kalau diterapkan pada masalah kepemimpinan. Seorang pemimpin selayaknya bisa menempatkan diri di depan, di tengah, dan juga di belakang. Pemimpin tidak harus menampilkan diri terus di muka pengikutnya, terkadang harus berada di tengah memberi semangat dan mendorong dari belakang supaya pengikutnya dapat maju. Di sinilah bedanya antara 'pemimpin' dan 'manajer' dimana seorang manajer selalu dan mesti ada di depan atau di atas. Karena perannya bersifat formal dan bertidak selalu sesuai aturan dan peraturan serta menjadikan target sebagai alat paksa untuk mengaktualisasi peran. Penempatan posisi di depan, di tengah, dan di belakang dapat juga bermakna dengan suatu pencapaian. Sebagai aktivis sebuah organisasi, bisa saja ketika merintis karir dimulai dari belakang menjadi anggota, kemudian masuk ke tengah menjadi kepala bidang, dan akhirnya sampai di depan berada dalam lingkaran badan pengurus harian. Atau merambat melaju 4 semula dari anggota, pengurus cabang, pengurus wilayah, pengurus daerah sampai bercokol di pengurus pusat. Posisi tersebut juga dapat berkonotasi sesuai rentang waktu, sehingga dapat dibuat menjadi kronologi sebagai berikut: a. Rentang usia 13-20 tahun adalah masa belajar menjadi Aktivis, dan masih berada dalam aktivis sekolahan. b. Rentang usia 20-40 tahun adalah masa menjadi Aktivis sesungguhnya (dalam sebuah organisasi) c. Rentang usia 40-60 tahun adalah masa menjadi Pemimpin sebuah Organisasai atau Aktivis dalam banyak Organisasi dan Komunitas. d. Rentang usia 60-80 tahun adalah masa untuk menjadi Pembina, Pembimbing, atau Penasehat Fungsionaris organisasi dan tidak lagi berada dalam jajaran manajemen organisasi serta tidak mempunyai hak untuk mencampuri kebijakan Fungsionaris. Dalam sebuah organisasi sejatinya ada kaderisasi dan regenerasi, sehingga setiap orang bisa tampil: a. di depan (sering berada di muka publik dengan aktivitas berselebritas dan menjadi aktivis yang sedang naik daun serta sebagai pemeran utama atau tokoh sentral), b. di tengah (menyiapkan tokoh yang diusung dan memberi kesempatan kader untuk berkembang serta sebagai pemeran figuran/pembantu), dan c. di belakang (merasa tahu diri untuk tidak melulu di tengah apalagi di depan dan berlapang dada mempersilakan kader untuk maju membesarkan organisasi serta berperan layaknya penulis skenario dan sutradara lepas). Menurut Andreas Harefa dalam "Menjadi Manusia Pembelajar", manusia matahari terdiri dari dengan level yang meningkat dimulai dari manusia pekerja, lalu manusia pemimpin, yang kemudian manusia guru. Anda sendiri sudah berada di level manusia jenis manakah? [31/3/2014] 5 Pemimpin Cabutan Istilah "cabutan" bermula dari sepak bola kampung, dimana suatu kesebelasan mengambil (mencabut) pemain dari klub yang lain. Pemain ini dibayar untuk mendukung kesebelasan yang membayarnya. Jika bayaran terlalu tinggi, bisa saja dibayar dengan kambing, sehingga muncul istilah "tarkam", yakni tarik kambing. Tarkam ini juga menjadi semacam piala atau tropi yang diperebutkan oleh kesebelasan yang bertanding. Ternyata, jual beli pemain hingga ini terus berlangsung, bahkan dengan nilai transaksi yang sangat besar. Di satu sisi, terlihat bahwa suatu klub tidak mampu mencetak pemain unggul, karena ketidakberdayaan dalam kaderisasi atau regenerasi. Atau memang sengaja memberi peluang dengan mempersilakan pemain asing masuk klub, sebagai faktor pemicu dan pemacu klub meningkatkan kinerjanya dalam mencapai juara dalam kompetisi, karena sepak bola sudah menjadi ladang bisnis dan industri olah raga yang harus diperhitungkan nilai profitnya bagi pengelola dan pemilik klub. Di sisi lain, dengan adanya "jual kaki" tersebut akan menguntungkan bagi pemain untuk memasang harga kakinya, dan hal ini menjadikan mereka sebagai profesional dengan nilai bayaran tinggi. Nah, bagaimana dengan organisasi lainnya seperti organisasi bisnis dan organisasi publik. Untuk oganisasi bisnis, jelas bahwa seorang direktur atau manajer bisa tidak selamanya duduk di kursi empuk, karena pemilik akan terus memantau prestasinya dalam meningkatkan kemajuan perusahaan. Sementara organisasi publik, seperti pemerintahan (negara), propinsi, kabupaten dan kotamadya, melalui sistem demokrasi dalam mencari pemimpin atau pengelola organisasi tersebut. Dengan melalui sistem pemilihan langsung, maka sebagai elemen demokrasi partai politik menjadi sumber tempat lahirnya pemimpin publik. Walaupun begitu, bakal calon pemimpin juga ada yang tidak berasal dari partai politik (calon independen), mereka dapat berasal dari kalangan birokrat, LSM, atau profesional. Ironisnya, partai politik di Indonesia masih belum dewasa dalam membangun demokrasi. Generasi tua masih tetap bercokol di atas dan syahwat untuk berkuasa masih bertahan di ubun-ubunnya. Akhirnya, terjadi abai dalam kaderisasi karena generasi mudanya tidak diberi kesempatan oleh sistem yang ada. Nampak terlihat, seorang ketua umum menjabat sampai berperiode-periode seolah tidak ada yang patut dan pantas untuk menempati kursi singgasananya. Atau, seorang sekretaris umum yang terus menjabat walaupun sudah 6 berganti-ganti pimpinannya. Belum lagi, ketakutan dengan perpecahan organisasi dilakukanlah proses pemilihan dengan cara lobi atau negosiasi yang prosesnya didominasi sang pendiri. Atau ketergantungan yang berlebihan organisasi pada seseorang, sehingga si pendiri seolah menjadi pemilik organisasi tersebut layaknya rumah tangganya sendiri, sedangkan anggota lainnya seumpama pembantunya saja yang gampang ditendang atau mudah didepak jika terlalu kritis terhadap kebijakannya. Juga, terdapat pengurus partai hanya menjalankan hal-hal teknis dan menjadi sekedar wayang saja, sedangkan konsep sepenuhnya diurus oleh dewan pembina, dewan penasehat, atau dewan pertimbangan yang berperan menjadi dalang. Tidak membakukan sistem pemilihan juga menjadi ciri khas organisasi atau selalu membuat sistem yang mudah dicari celahnya terutama menjelang proses suksesi. Akhirnya, yang ada adalah ketidakpuasan sehingga muncul sifat kenakan-kanakannya dengan tidak dapat menerima keputusan forum. Ujung-ujungnya, membuat organisasi tandingan, berupa partai baru. Tidak rela orang lain berkuasa, harus dirinya yang maju. Tidak bisa menerima saudaranya sendiri menjabat, semestinya dirinya yang lebih pantas. Demikian, yang terjadi dalam perebutan kekuasaan di pentas negeri ini, yang miniaturnya dapat disimak dalam panggung rumahnya di partai politik.
RESTU AUDY AZHARI, 2023
MAKALAH MANAJEMEN ORGANISASI PENDIDIKAN TENTANG KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 : 1. NAMA : NAJLA PUTERI AQILLA NIM : 0301202145 2. NAMA : RESTU AUDY AZHARI NIM : 0301202271
igusti firmansyah
Pengertian kepemimpinan adalah faktor kunci dalam suksesnya suatu organisasi serta manajemen. Kepemimpinan adalah entitas yang mengarahkan kerja para anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang baik diyakini mampu mengikat, mengharmonisasi, serta mendorong potensi sumber daya organisasi agar dapat bersaing secara baik. Konsep kepemimpinan telah banyak ditawarkan para penulis di bidang organisasi dan manajemen. Kepemimpinan tentu saja mengkaitkan aspek individual seorang pemimpin dengan konteks situasi di mana pemimpin tersebut menerapkan kepemimpinan. Kepemimpinan juga memiliki sifat kolektif dalam arti segala perilaku yang diterapkan seorang pimpinan akan memiliki dampak luas bukan bagi dirinya sendiri melainkan seluruh anggota organisasi. Sebelum memasuki materi kepemimpinan, perlu terlebih dahulu dibedakan konsep pemimpin (leader) dengan kepemimpinan (leadership). Pemimpin adalah individu yang mampu mempengaruhi anggota kelompok atau organisasi guna mendorong kelompok atau organisasi tersebut mencapai tujuan-tujuannya. Pemimpin menunjuk pada personal atau individu spesifik atau kata benda. Sementara itu, kepemimpinan adalah sifat penerapan pengaruh oleh seorang anggota kelompok atau organisasi terhadap anggota lainnya guna mendorong kelompok atau organisasi mencapai tujuan-tujuannya.
Journal for the Study of Judaism, 2013
TheDeadSea Scrolls and Contemporary Culture is a superb collection of essays that makes original contributions to the understanding of the scrolls on the 60th anniversary of their discovery. The volume focuses on progress made in research over the last decade and highlights promising areas for fiiture research. The book is highly recommended to all those interested in the DSS, the Hebrew Bible, Second Temple Judaism, early Christianity, and rabbinic Judaism. It would be especially useful for graduate students in the fields listed above since it provides broad insights into recent research as well as timely advice on which questions might be most promising to pursue in the future. The book is a model for the type of rich, interdisciplinary interactions that many colleges and universities yearn to foster in the humanistic disciplines. Emanuel Tov opens the volume with a review of some aspects of the history and current status of the DfD publication project. The first section addresses "Identity and History of the Community." Florentino Garcia Martinez revisits the Groningen hypothesis and suggests that it can still help us explain the textual data from Qumran. Charlotte Hempel examines lQS 6:2c-4a and suggests that when it is read in light of CD i3:2b-3a, one must conclude that S' s use of the preposition in (indicating the existence of a larger or parent group) is a later development or interpolation in the text. Eyal Regev compares features of the Yahad with modem religious sects such as the Quakers, Shakers, Hutterites, Mennonites, and Amish in order to suggest several likely (and unlikely) characteristics of the Yahad. James VanderKam reassesses the early or prehistory of the people associated with the scrolls. He reaches the sober conclusion that we can know very little about the community described in CD 1 and finds no evidence that the Qumran group began or existed as a splinter group that broke away from the group described in CD 1 (à la the Groningen Hypothesis). Section 2a examines scriptural texts. Jonathan Ben-Dov compares scribal practices for writing the divine name in the Elohistic Psalter (Psalms 42-89) and in the DSS and suggests a common explanation for the phenomenon. Peter Flint provides a carefiil summary of non-masoretic variant readings in lQIsa'' and finds that while the majority of the 622 variants are minor and of little consequence, around ten percent (66) are significant and involve clear changes in the meaning of the text. His results overturn preliminary descriptions of lQIsa"» as an exemplar of the Proto-Masoretic text. Eugene Ulrich summarizes some contributions of the study of the DSS for understanding the Bible. If the reviewer might be so bold, I suggest that Ulrich's essay should be required reading for anyone who presumes to study the
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Expert Systems With Applications, 2024
Humanities and Social Sciences Communications, 2024
El Mostrador, 2024
Pedagogia del corpo, 2023
Huitzil Revista Mexicana de Ornitología, 2023
Waikato Journal of Education, 2011
Jurnal Teknologi Pendidikan
Jangwa Pana, 2024
Journal of integrated field science, 2017
MEJ. Mansoura Engineering Journal
Revista del Museo de La Plata, 2024
Tetrahedron Letters, 1999
Ciencias Administrativas, 2019
Lecture Notes in Computer Science, 2000