Sistem Ketatanegaraan Negara Republik Indonesia terdapat dalam Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya terdapat pada hukum dasar. Kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan terdapat juga pada berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU, Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Meminjam rumusan (dalam teori) mengenai Konvensi dari AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “Discretionary Powers “.
Dicretionary Powers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata-mata didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal diatas yang mula-mula mengemukakan yaitu Dicey dikalangan sarjana di Inggris pendapat tersebut dapat diterima, beliau memperinci konvensi ketatanegaraan merupakan hal-hal sebagai berikut :
Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang tumbuh, diikuti dan ditaati dalam praktek penyelenggaraan negara.
Konvensi sebagai bagian dari konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh (melalui) pengadilan.
Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau politik dalam penyelenggaraan negara.
Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya (sebaliknya) discretionary powers dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak terlepas dari organisasi negara, disini muncul pertanyaan yaitu : apakah negara itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam “Teori Kekelompokan” yang dikemukakan oleh ; Prof. Mr. R. Kranenburg.
Adalah sebagai berikut :
“Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan kepentingan mereka bersama “
Maka disini yang primer adalah kelompok manusianya, sedangkan organisasinya, yaitu negara bersifat sekunder.
Tentang negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan, keberadaan bentuk negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu : Monarchie dan Republik.
Jika seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk negara disebut Monarchie dan kepala negaranya disebut Raja atau Ratu.
Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan yang ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik dan kepala negaranya adalah Presiden.
PERATURAN KETATANEGARAAN DI INDONESIA MENURUT UUD 1945
PADA ZAMAN PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA
(“Indonesische Staatsregeling”, disingkat IS)
Dg. S. 1855-2 jo. 1 disebutkan namanya “Regeeringsreglement” dengan singkatan “RR”, kemudian s.d.u.t. dengan Ind. S. 1925-415 jo. 577 sebutan namanya menjadi “Staatsinrichting van Ned. Ind.” dan terakhir s.d.u.t. dg. Ind. S. 1925-447 sebutan namanya menjadi “Ind. Staatsregeling”, disingkat ISR, di mana diumumkan kembali naskah secara menyeluruh dengan nomor urut pasal-pasalnya seperti yang sekarang ini yang mulai berlaku sejak 1 Jan. 1926.
Pasal 131
(1) Hukum-hukum perdata, dagang dan pidana, begitu pula hukum acara perdata dan pidana, diatur dengan “undang-undang” (ordonansi), dengan tidak mengurangi wewenang yang diberikan oleh atau berdasarkan undang-undang kepada pembentuk perundang-undangan pidana. Pengaturan ini dilakukan, baik untuk seluruh golongan penduduk atau beberapa golongan dari penduduk itu ataupun sebagian dari golongan itu, ataupun baik untuk bagian-bagian dari daerah secara bersama maupun untuk satu atau beberapa golongan atau bagian dari golongan itu secara khusus.
(2) Dalam ordonansi-ordonansi yang mengatur hukum perdata dan dagang ini:
a. Untuk golongan Eropa berlaku (dianut) undang-undang yang berlaku di Negeri Belanda, dan penyimpangan dari itu hanya dapat dilakukan dengan mengingat baik yang khusus bertaku menurut keadaan di Indonesia, maupun demi kepentingan mereka ditundukkan kepada peraturan perundang-undangan menurut ketentuan yang sama bagi satu atau beberapa golongan penduduk lainnya;
b. Untuk orang-orang Indonesia, golongan Timur Asing atau bagian-bagian dari golongan-golongan itu, yan merupakan dua golongan dari penduduk, sepanjang kebutuhan masyarakat megnghendaki, diberlakukan baik ketentuan perundang-undangan untuk golongan Eropa, sedapat mungkin dengan mengadakan perubahan-perubahan seperlunya, maupun ketentuan perundang-undangan yang sama dengan golongan Eropa, sedangkan untuk hal-hal lain yang belum diatur di situ, bagi mereka berlaku peraturan hukum yang bertalian dengan agama dan adat-kebiasaan mereka, yang hanya dapat menyimpang dari itu, apabila temyata kepentingan umum atau kebutuhan masyarakat menghendakinya. (ISR. 163; S. 1882-152; S. 1917-129, 130; S. 1924-556; S. 1931-53 jo. 177.)
(3) Dalam ordonansi-ordonansi yang mengatur hukum pidana, hukum seats p,erdata dan hukum acara pidana, bila hal itu berlaku secara khusus untuk golongan Eropa, dianut undang-undang yang berlaku di Negeri Belanda, akan tetapi dengan perubahan-perubahan yang diperlukan yang disebabkan oleh keadaan khusus di Indonesia; bila karena penerapan atau penundukan diri kepada peraturan umum yang berlaku sama bagi golongan lain atau sebagian dari golongan itu, barulah undang-undang itu diberlakukan bila terdapat persesuaian dengan keadaan yang khusus itu.
(4) Orang-orang Indonesia dan golongan Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan kepada peraturan yang sama bagi golongan Eropa, berhak untuk menundukkan diri secara ke’scluruhan atau sebahagian, untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, kepada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum perdata dan hukum dagang untuk golongan Eropa yang sebetulnya tidak berlaku bagi mereka itu. Penundukan diri kepada hukum Eropa ini beserta akibat-akibat hukumnya diatur dengan ordonansi. (ISR. 163-1 S. 1917-12, 528jo. S. 1926-360.)
(5) Ordonansi-ordonansi yang disebutkan dalam pasal ini berlaku hanya di daerah-daerah di mana orang-orang Indonesia diberi kebebasan untuk menggunakan hukum acaranya sendiri dalam berperkara, bila penerapannya dapat disesuaikan dengan keadaan setempat. (S. 1932-80.)
(6) Hukum perdata dan hukum dagang yang sekarang berlaku bagi orang-orang Indonesia dan golongan Timur Asing masih tetap berlaku selama belum diganti dengan ordonansi-ordonansi seperti yang disebutkan dalam ayat (2) b seperti tersebut di atas. (ISR. 134, 163.)
Pasal 134
(1) Semua perselisihan mengenai hak milik dan hak-hak lainnya yang timbul karenanya, tagihan utang atau perkara perdata lainnya, merupakan perkara yang untuk penyelesaiannya harus dikemukakan di pengadilan (melalui kekuasaan kehakiman). (RO. 2.)
(2) (s.d.u. dg.S. 1929-221jo. 487.) Akan tetapi perkara perdata antarasesama orang Islam, bila hukum adat mereka menghendakinya, dapat diselesaikan di pengadilan agama, sepanjang hal itu tidak ditentukan lain oleh ordonansi. (RO. 3; ISR. 163; S. 1882-152, 153; S. 1931-53 jo. 177; S. 1911-633.)
Pasal 142.
Rahasia yang dipercayakan kepada Jawatan Pos dan badan angkutan surat-surat pos lainnya tidak dapat diganggu gugat, kecuali atas perintah hakim dapat digugat dalam hal-hal seperti yang ditentukan dalam ordonansi. (S. 1893-240 jo. S. 1923-317; KUHP 430 dst.; Sv. 91; F. 13 dst.)
Pasal 143.
Siapa pun tidak dapat dituntut karena pidana atau dijatuhi hukum pidana karenanya, kecuali dengan cara-cara dan dalain hal-hal yang disebutkan dalam perundang-undangan umum. (AB. 26; KUHP. 1; Sv. 370; IR. 294; RBg. 661.)
Pasal 144.
Tidak ada hukuman pidana yang mengakibatkan seseorang kehilangan hak asasinya (burgerlijke dood) atau kehilangan semua haknya dalam hukum keperdataan. (KUHPerd. 3.)
Pasal 145.
Untuk setiap pelanggaran atau kejahatan tidak dapat dijatuhi hukum pidana dengan melakukan sitaan atas barang-barang milik seseorang yang dikalahkan dalam perkara.
Pasal 163.
(1) Bila ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini, peraturan umum dan verordening lainnya, reglemen, pemeriksaan polisi dan peraturan administrasi berbeda-beda yang digunakan untuk golongan Eropa, orang Indonesia dan golongan Timur Asing, berlakulah pelaksanaan-pelaksanaan seperti berikut.
(2) Ketentuan-ketentuan untuk golongan Eropa berlaku bagi:
1. Semua orang Belanda;
2. Semua orang yang tidak termasuk dalam no. 1 yang berasal dari Eropa;
3. semua orang Jepang dan selanjutnya semua pendatang dari luar negeri yang tidak termasuk dalam no. 1 dan 2 yang di negeri-asalnya berlaku bagi mereka hukum keluarga yang pada dasamya mempunyai asas-asas hukum yang sama dengan hukum keluarga Belanda;
4. anak-anak yang sah atau yang diakui sah berdasarkan undang-undang di Indonesia beserta keturunan-keturunan dari orang-orang seperti yang disebutkan dalam no. 2 dan 3.
(3) Ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi orang-orang Indonesia, kecuali bagi orang-orang Kristen-Indonesia yang keadaan hukumnya telah ditetapkan dengan ordonansi, berlaku bagi semua orang yang termasuk penduduk asli Indonesia dan yang tidak mengalihkan status hukumnya ke golongan lain dari penduduk asli Indonesia, dan termasuk mereka yang merupakan golongan lain dari penduduk asli Indonesia akan tetapi telah membaurkan diri dalam penduduk asli Indonesia.
(4) Ketentuan-ketentuan untuk golongan Timur Asing, kecuali yang status hukumnya telah ditetapkan dalam ordonansi bagi mereka yang memeluk Agama Kristen, berlaku bagi semua orang yang tidak memenum unsur-unsur seperti yang disebutkan dalam ayat (2) dan (3) pasal ini.
(5) Dengan persetujuan Raad van Indonesia, Gubernur Jenderal berwenang untuk memberlakukan ketentuan-ketentuan untuk golongan Eropa bagi mereka yang tidak tunduk kepada ketentuan-ketentuan tersebut di atas. Pernyataan berlakunya ketentuan-ketentuan ini bagi mereka, berlaku pula demi hukum bagi anak-anak mereka yang sah yang dilahirkan kemudian dan anak-anak mereka yang sah berdasarkan undang-undang dan keturunan-keturunan lanjutan mereka. (S. 1883-192.)
(6) Setiap orang berdasarkan peraturan yang ditetapkan dalam ordonansi dapat mengajukan permohonan kepada hakim untuk ditetapkan dalam kategori mana orang itu berada.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam Pembukaan dan Batang Tumbuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian dalam menggunakan istilah bentuk negara (lihat alinea ke 4);
“……… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, ………dst. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik “.
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui melalui kebiasaan ketatanegaraan (convention), hal ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusi mengandung dua hal yaitu : Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melalui ilmu hukum yang membedakan dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal.
Sumber hukum dalam arti materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum sedangkan sumber hukum dalam arti formal adalah hukum yang dikenal dari bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari hukum formal adalah Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan, dan lain-lain.
Konvensi atau hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan mendinamisasi kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara Republik Indonesia diakui merupakan salah satu sumber hukum tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 2 kelompok yaitu : Pembukaan, Batang Tumbuh yang memuat pasal-pasal, dan terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2 pasal. Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, Pancasila merupakan segala sumber hukum.
Dilihat dari tata urutan peraturan perundang-undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/ 2000, tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan peraturan perundang-undangan.
TAP MPR NO. XX/MPRS/1966
TAP MPR NO. III/MPR/2000
Tata Urutannya sebagai berikut :1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU / Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti:
– Peraturan Menteri
– Instruksi Menteri
Tata Urutannya sebagai berikut :1. UUD 1945
2. TAP MPR RI
3. Undang – Undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
Sifat Undang-Undang Dasar 1945, singkat namun supel, namun harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi instruksi kepada penyelenggara negara dan pimpinan pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan negara dan mewujudkan kesejahteraan sosial.
b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni Undang-Undang, yang lebih mudah cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek pelaksanaan.
d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan dalam UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten dapat dipergunakan untuk menjelaskan ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” serta membuatnya operasional.
e. Dapat kini ungkapan “Pancasila merupakan ideologi terbuka” dioperasionalkan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang mengandung nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok didalam UUD 1945 yang ada kaitannya dengan pokok-pokok pikiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi dari Undang-Undang Dasar merupakan suatu alat untuk menguji peraturan perundang-undangan dibawahnya apakah bertentangan dengan UUD disamping juga merupakan sebagai fungsi pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
Pembukaan yang telah dirumuskan secara padat dan hikmat dalam 4 alinea itu, setiap alinea dan kata – katanya mengandung arti dan makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai yang dijunjung oleh bangsa-bangsa beradab, kemudian didalam pembukaan tersebut dirumuskan menjadi 4 alinea.
Pokok – pokok pikiran alinea pertama berbunyi :
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan perikeadilan “.
Makna yang terkandung dalam alinea pertama ini ialah;
Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan melawan penjajah.
Tekad bangsa Indonesia untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan yang paling depan untuk menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.
Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan dihapuskan.
Menegaskan kepada bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi :
“Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur“.
Makna yang terkandung disini adalah ;
Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan bangsa Indonesia.
Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang menentukan, sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah merupakan cita-cita bangsa Indonesia (cita-cita nasional).
Alinea ke tiga berbunyi :
“Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya“.
Hal ini mengandung makna adanya ;
Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho Tuhan.
Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Imdonesia terhadap suatu kehidupan didunia dan akhirat.
Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
Alinea ke-empat berbunyi :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia“.
Alinea ke empat ini sekaligus mengandung;
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu :
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Memajukan kesejahteraan umum
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2. Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila-sila yang terkandung didalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan bahwa sungguh tepat apa yang telah dirumuskan didalam Pembukaan UUD 1945 yaitu : Pancasila merupakan landasan ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan makmur material dan spiritual didalam Negara Republik Indonesia yang bersatu dan demokratif.
Sebelum menjelaskan mengenai sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai struktur ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan disini adalah terjemahan dari istilah Inggris “The Structure of Government “.
Pada umumnya struktur ketatanegaraan suatu negara meliputi dua suasana, yaitu : supra struktur politik dan infra struktur politik, yang dimaksud dengan supra struktur politik disini adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat- alat perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan dengannya.
Hal-hal yang termasuk dalam supra struktur politik ini adalah mengenai kedudukan, kekuasaan dan wewenangnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara alat-alat perlengkapan itu satu sama lain.
Adapun infra struktur politik meliputi lima macam komponen, yaitu :
komponen Partai Politik,
Komponen golongan kepentingan,
Komponen alat komunikasi politik,
Komponen golongan penekan,
Komponen tokoh politik.
Praktek ketatanegaraan Negara Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai pendapat-pendapat secara umum yang berpengaruh (dominan) berpendapat, UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan, upaya pelestarian ditempuh dengan cara antara lain tidak memperkenankan UUD 1945 diubah.
Secara hukum upaya tersebut diatur sebagai berikut :
1. MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut “Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadap serta akan melaksanakannya secara murni dan konsekuen “.
2. Diperkenalkannya “referendum” dalam sistem ketatanegaraan RI. Kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam sebuah referendum sebelum kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD. Referendum secara formal mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara nyata, lembaga ini justru bertujuan untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD 1945 hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran TAP MPR No. IV/MPR/1983 huruf e yang berbunyi :
“Bahwa dalam rangka makin menumbuhkan kehidupan demokrasi Pancasila dan keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak mudah digunakan untuk merubah UUD 1945“.
Kata “melestarikan” dan “mempertahankan” UUD 1945 secara formal adalah dengan tidak mengubah kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD 1945 seperti yang terdapat didalam penjelasan adalah sebagai berikut :
“Memang sifat aturan itu mengikat oleh karena itu makin “supel” (elastic) sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya sistem UUD jangan sampai ketinggalan jaman “.
Dari uraian diatas dapat diketahui adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang pertama berkeinginan mempertahankan, sedangkan prinsip yang kedua menyatakan UUD jangan sampai ketinggalan jaman, yang artinya adanya “perubahan”, mengikuti perkembangan jaman dalam hal ini perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atau kepastian hukum dalam ketatanegaraan.
Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk ketentuan yang mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah konvensi. Konvensi merupakan “condition sine quanon” (keadaan sesungguhnya) untuk melaksanakan UUD 1945. Untuk melestarikan atau mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman sedangkan larangan mengubah UUD 1945 dapat dilihat sebagai aspek statis (mandeg) dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan-alasan diatas kehadiran konvensi dalam sistem ketatanegaraan RI, didorong pula oleh :
Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap negara.
Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan salah satu sarana untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Didalam memperjelas mengenai ketatanegaraan di Indonesia pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri. Dan setelah UUD 1945 dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999, kedua pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9 November 2001 dan keempat pada tanggal 10 Agustus 2002 dari perubahan atau amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI yang selanjutnya didalam struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur kedalam UUD 1945 yang diamandemen pasal 7B ayat 1-5 yang intinya adalah menyangkut jabatan Presiden dan Wakil Presiden, dan apablia melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dll harus diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR kepada penyalahgunaan Presiden/Wakil Presiden. Dalam hal ini DPR mengajukannya masalahnya ke Mahkamah Konstitusi selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah-langkah selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara serta HAM menurut UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia tentang kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagai mana pasal 26 ayat 1 menentukan bahwa;
“Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara”,
sedangkan ayat 2 menyebutkan bahwa;
“Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang- Undang”.
Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi perdebatan sengit, ada yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan kedalam ide tetapi ada juga yang menolaknya.
Pada akhirnya antara pro dan kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD dilengkapi suatu kesepakatan yaitu masuk kedalam pasal-pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang dimaksud kewajiban asasi adalah kewajiban setiap pribadi untuk berbuat agar eksistensi negara atau masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya negara memiliki kemampuan menjamin hak asasi warga negaranya. Mengenai hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada diri manusia itu sejak lahir terlihat dari uraian diatas mengenai hubungan antar negara dan warga negara masing-masing memiliki hak dan kewajiban.
Sumber :
http://www.indopedia.gunadarma.ac.id, Diktat Kuliah Pendidikan Pancasila, Univ.Gunadarma, Jakarta 2007
Iklan
Berbagi:
A. Pengertian, kedudukan, sifat dan fungsi UUD 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkatUUD 1945 atau UUD '45, adalah konstitusi negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS 1950. Dekrit Presiden5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959. Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 73 pasal, 194 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini. Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPK membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPK membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945memutuskan bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan mulitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
B. PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
1) Makna pembukaan UUD 1945 bagi perjuangan bangsa Indonesia
Apabila UUD merupakan sumber hukum tertinggi yang berlaku di Indonesia, maka pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakan baik dalam lingkungan nasional, maupun dalam hubungan bangsa-bangsa di Dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara khidmat dalam (4) alenia itu, setiap alenia dan kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari. Universal karena mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa yang berada dimuka bumi. Lestari, karena mengandung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan Negara selama bangsa Indonesia tetap setia terhadap Negara proklamasi 17 Agustus 1945.
2) Makna alenia-alenia pembukaan UUD 1945
Alenia pertama dari pembukaan UUD 1945, menunjukan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah . dengan pernyataan itu bukan saja bangsa Indonesia bertekkad untuk merdeka , tetapi akan terus berdiri di barisan paling depan untuk menentang dan menghapuskan penjajahan diatas dunia.
Alenia kedua menunjukan kebanggaan dan peghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini. ini juga berarti adanya kesadaran bahwa, keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan kemarin dan langkah yang kita ambil sekarang akan menentukan keadaan yang akan datang. Dalam alenia itu jelas apa yang dikehendaki dan diharapkan oleh para pengantar kemerdekaan, ialah Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Nilai-nilai itulah yang selalu menjiwai segenap jiwa bangsa Indonesia dan terus berusaha untuk mewujudkannya.
Alenia ini menunjukan adanya ketepatan dan ketajaman penilaian:
a) Bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah pada tingkat yang menentukan.
b) Bahwa momentum yangtelah berhasil dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
c) Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan ahir tetapi masih harus terus diisi dengan mewujudkan bangsa Indonesia yang merseka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Alenia yang ketiga menegaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil dan materil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaanya, tetapi juga menjadi keyakinan, motivasi sepiritual , bahwa maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah yang maha kuasa. Dengan ini digambarkan bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang berkeseimbanan kehidupan material dan sprituil, keseimbangan kehidupan baik di dunia maupun di aherat.
Alenia keempat merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-prinsip dasar untuk mencapai ttujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka. Tujuan perjuangan bangsa Indonesia dirumuskan dengan: “Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumph darah Indonesia, dan untuk memeajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Sedangkan prinsip besar yang tetap dipegang teguh untuk mencapai tujuan itu adalah dengan: menyusun kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang berdasarkan pada Pancasila. Dengan rumusan yan panjang dan padat ini, alenia keempat pembukaan Unang-undang Dasar sekaligus menegaskan:
Ø Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuannya, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memejukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Ø Negara Indonesia berbentuk Republik dan berkedaulatan rakyat.
Ø Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila.
C. BATANG TUBUH UUD 1945
UUD 1945 yang terdiri dari 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan, yang mengandung semangat dan merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, juga merupakan rangkakian kesatuan pasal-pasal yang bulat dan terpadu. Didalamnya berisi materi yang dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pasal-pasal yang berisi materi sistem pmerintahan Negara, didalamnya termasuk pengaturan kedudukan, tugas, wewenang dan berkesinambungan dengan kelembagaan Negara.
b. Pasal-pasal yang berisi materi hubungan Negara dengan warga Negara dan penduduknya serta dengan dipertegas dalam pembukaan UUD 1945, yang berisi konsepsi Negara diberbagai bidang: PolEkSosHanKam dan lain-lain.
Sistem pemerintahan Negara Indonesia di jelaskan dengan teran dan sisematis dalam penjelasan UUD 1945,Didalm penjelasan itu dikenal 7 buah kunci pokok:
a) Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaan).NegaraIndonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan tatas kekuatan belaka (Machtsstaan).
b) Sistem konstitusional.Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi,tidak bersifat absolutisme.
c) Kekuasaan Negara yang tertinggi,ditangan MPR (Die gezamte staat gewalt lieght elleim beir der majelis). Kedaulatan rakyat di pegang oleh suatu badan yang bernama MPR,sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Tugas dan wewenang MPR yang menentukan jalanya bangsa dan Negara yaitu berupa :
· Menetapkan UUD
· Menetapkan GBHN
· Mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
d) Presiden adalahpenyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR,penjelasan UUD 1945 menyatakan dibawah MPR, Presiden ialah penyelenggara kekuasaan tertinggi.
e) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, juga dijelaskan dalam UUD 1945.
f) Mentri Negara adalah pembantu presiden. Mentri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.Penjelasan UUD 1945 menyatakan :’’Presiden mengangkat dan memperhentikan menteri-menteri Negara
g) Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas. Penjelasan UUD 1945 menyatakan: meskipun kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator artinya kekuasaannya tidak terbatas.
KESIMPULAN
Ø Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Ø Makna alenia-alenia pembukaan UUD 1945:
ü Alenia pertama dari pembukaan UUD 1945, menunjukan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah .
ü Alenia kedua menunjukan kebanggaan dan peghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini.
ü Alenia yang ketiga menegaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil dan materil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaanya, tetapi juga menjadi keyakinan, motivasi sepiritual , bahwa maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah yang maha kuasa.
ü Alenia keempat merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-prinsip dasar untuk mencapai ttujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka.
DAFTAR PUSTAKA
Darmadiharjo, Darji. Prof. SH, dan Sutopo Yuwono Let. Jen. PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI, Laboratorium Pancasila Ikip Malang, 1990.
Kansil, Cst, Drs.SH, PANCASILA dan UUD 1945, Ind-Hil-Co, Jakarta 1992.
Mukhji, Ahmad, Drs, SERI DIKTAT KULIAH PANCASILA, Penerbit Gunadarma, 1991.
SISTEM KETATANEGARAAN RI BERDASARKAN PANCASILA DAN UUD 1945
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila Program Studi Matematika Tahun 2013
Di susun oleh :
Dede Sofyan Wahyudi 2118120029
Fiki Ramdani 2118120094
Yayu Agustini R A 2118120026
Zizah Nurazizah 2118120070
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
Jalan R.E Matadinata No. 150 Tlp. (0265) 772192
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “SISTEM KETATANEGARAAN RI BERDASARKAN PANCASILA DAN UUD 1945“
Dalam hal ini kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami dengan senang hati akan menerima segala masukan dan saran yang bersifat konstruktif untuk lebih mempertajam dan meluaskan pandangan sehingga Makalah ini dapat memberi persfektif yang benar dan bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Kami sampaikan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membimbing, mengarahkan, mengoreksi dan memberi saran kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Diantaranya :
Ibu Rindu Garvera, selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila
Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.
Ciamis, April 2013
penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reformasi menuntut dilakukannya amandemen atau mengubah UUD 1945 karena yang menjadi causa prima penyebab tragedi nasional mulai dari gagalnya suksesi kepemimpinan yang berlanjut kepada krisis sosial-politik, bobroknya managemen negara yang mereproduksi KKN, hancurnya nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak adanya kepastian hukum akibat telah dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik Indonesia 1945. Itu terjadi karena fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam UUD 1945 bukanlah bangunan yang demokratis yang secara jelas dan tegas diatur dalam pasal-pasal dan juga terlalu menyerahkan sepenuhnya jalannya proses pemerintahan kepada penyelenggara negara. Akibatnya dalam penerapannya kemudian bergantung pada penafsiran siapa yang berkuasalah yang lebih banyak untuk legitimasi dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali kepemimpinan nasional rezim orde lama (1959 – 1966) dan orde baru (1966 – 1998) telah membuktikan hal itu, sehingga siapapun yang berkuasa dengan masih menggunakan UUD yang all size itu akan berperilaku sama dengan penguasa sebelumnya.
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa.
Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan adanya komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk mengamandemen UUD 1945. Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan siapa yang berwenang melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil dicapai telah merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai keadilan sosial, kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan.
Dengan melihat kembali dari hasil-hasil perubahan itu, kita akan dapat dinilai apakah rumusan-rumusan perubahan yang dihasilkan memang dapat dikatakan lebih baik dan sempurna. Dalam artian, sampai sejauh mana rumusan perubahan itu telah mencerminkan kehendak bersama. Perubahan yang menjadi kerangka dasar dan sangat berarti bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Sebab dapat dikatakan konstitusi menjadi monumen sukses atas keberhasilan sebuah perubahan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian, kedudukan, sifat, cara mempelajari dan tentang amandemen UUD 1945 ?
2. Apa makna pokok pikiran, makna alinea-alinea pembukaan UUD 1945 dan hubungannya dengan batang tubuh, pancasila dan proklamasi ?
3. Apa yang dibahas di UUD 1945?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari UUD 1945
2. Untuk mengetahui makna-makna pembukaan UUD 1945
3. Untuk mengetahui tentang UUD 1945
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian UUD 1945
UUD Negara adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam Negara dan merupakan hukum dasar Negara tertulis yang mengikat berisi aturan yang harus ditaati. Hukum dasar Negara meliputi keseluruhan system ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk Negara dan mengatur pemerintahannya. UUD merupakan dasar tertulis (convensi). Oleh karena itu UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naska yang memaparkan karangan dan tugas-tugas pokok cara kerja badan tersebut. ( Kaelan. Pendidikan Pancasila.2008:178 ) UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lainnya. UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu Negara. UUD disebutkan bersifat singkat dan super karena hanya memuat 37 pasal adapun pasal-pasal yang lain, hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan..
Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan dan pasal-pasal (Pasal II Aturan Tambahan). Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan
dari Pancasila, dan Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I sampai dengan Bab XVI) dan 72 pasal (pasal 1 sampai dengan pasal 37), ditambah dengan 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV
tentang DPA dihapus, dalam amandemen keempat penjelasan tidak lagi merupakan kesatuan UUD 1945. Pembukaan dan Pasal-pasal UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagian-bagian yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.
Naskahnya yang resmi telah dimuat dan disiarkan dalam “Berita Republik Indonesia” Tahun II No. 7 yang terbit tanggal 15 Februari 1946, suatu penerbitan
resmi Pemerintah RI. Sebagaimana kita ketahui Undang-Undang Dasar 1945 itu
telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indoneisa (PPKI) dan mulai
berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945. Rancangan UUD 1945 dipersiapkan oleh suatu badan yang bernama Badan Penyelidik Usaha-usaha Pesiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai, suatu badan bentukan Pemerintah Penjajah Jepang untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam rangka persiapan kemerdekaan Indonesia.
2.2. Kedudukan UUD 1945
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan “pokok-pokok kaidah negara yang fundamental (Staatsfundamentalnorm). Maka di samping merupakan suasana kerohaniaanya dari UUD 1945, juga merupakan sumber penjabaran normatif, oleh karena itu dalam pembukaan UUD 1945 terkandung sendi-sendi kehidupan negara.
Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis. Dengan demikian setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan muaranya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara
(Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004).
Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945 mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang lebih tinggi, dan pada akhirnya apakah norma-norma hukum tersebut bertentangan atau tidak dengan ketentuan UUD 1945.
Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hukum dasar, melainkan hanya merupakan sebagian dari hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Disamping itu masih ada hukum dasar yang lain, yaitu hukum dasar yang tidak tertulis. Hukum dasar yang tidak tertulis tersebut merupakan aturanaturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara -meskipun tidak tertulis – yaitu yang biasa dikenal dengan nama ‘Konvensi’.
Meskipun Konvensi juga merupakan hukum dasar (tidak tertulis), ia tidaklah boleh bertentangan dengan UUD 1945. Konvensi merupakan aturan pelengkap atau pengisi kekosongan hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan ketatanegaaan, karena Konvensi tidak terdapat dalam UUD 1945.
Contoh : Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan yang masih dipelihara selama ini adalah setiap tanggal 16 Agustus, Presiden RI menyampaikan pidato pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Praktek yang demikian tidak diatur dalam UUD 1945, namun tetap dijaga dan dipelihara dalam praktek penyelenggaraan kenegaraan Republik Indonesia.
Kedudukan UUD 1945
1. Hukum tertulis tertinggi
2. Alat kontrol terhadap peraturan hukum yang lebih rendah dari UUD
3. Norma yang mengikat
- Pemerintah
- Lembaga
– lembaga negara
- Lembaga masyarakat
- Warga Negara
2.3. Sifat UUD 1945
Bersifat singkat : 16 bab, 37 pasal, 4 aturan peralihan dan 2 aturan tambahan. Fleksibel : Bisa diubah sesuai dengan perkembangan zaman.
UUD 1945 bersifat supel (elastis), Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat itu terus berkembang dan dinamis. Negara Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan zaman. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus tetap menjaga supaya sistem Undang-Undang Dasar tidak ketinggalan zaman.
2.4. Cara Mempelajari UUD 1945
PEMBUKAAN UUD 1945
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan mengamati Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI tahun 1945) di atas, dapat dipahami bahwa tujuan utama para pendiri negara Indonesia atau cita-cita utama bangsa Indonesia adalah untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Jadi kemerdekaan negara Indonesia diselenggarakan antara lain untuk membentuk pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, bukan untuk melindungi kepentingan pribadi atau golongan. Untuk memajukan kesejahteraan umum, yakni mensejahterakan hidup rakyat Indonesia seperti kemampuan ekonomi dan sebagainya. Mencerdaskankehidupan bangsa, yakni memajukan kecerdasan bangsa seperti halnya memajukan kualitas pendidikan, pengadaan dana pendidikan dan sebagainya.
Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, dapat dikatakan bahwa cita-cita para pendiri bangsa yang satu ini sangat mulia. Ini menggambarkan betapa Indonesia pernah mengalami nasib yang sangat tersiksa dan bangkit berjuang untuk mencapai kebebasan / kemerdekaan. Dapat pula dimaknai bahwa Indonesia adalah negara yang mencintai perdamaian abadi dan keadilan sosial. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita bangga sebagai bangsa Indonesia dan peduli untuk berjuang mensukseskan pembangunan. Lalu bagaimana cara aktif dalam pembangunan? Tentu saja dengan tulus ikhlas belajar dan bekerja sebaik-baiknya di bidang masing-masing dengan mematuhi aturan perundang-undangan yang berlaku.
2.5. Amandemen UUD 1945
Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum UUD 1945 ayat 1, undang-undang dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Dimaksud hanya sebagian adalah karena selain UUD (hukum tertulis) juga berlaku hukum tidak tertulis. Sebagai konstitusi negara Indonesia UUD 1945 berada di posisi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan. Semua hukum yang berlaku di Indonesia haruslah sesuai dan berintisari dari UUD 1945. Akan tetapi biar bagaimanapun UUD 1945 adalah hukum yang di ciptakan manusia dan tidak dapat dikatakan sempurna. Setidaknya telah ada 4 sejarah amandemen UUD 1945.
Sebelum membahas sejarah amandemen UUD 1945 mungkin ada baiknya kita sedikit mengulang bahasan sebelumnya tentang perbandingan undang-undang dasar sebelum dan sesudah amandemen. Di sana saya sempat menjelaskan 3 macam UUD yang telah digunakan di Indonesia. Yang dimaksud ketiganya adalah UUD 1945, UUD RIS 1949, dan UUDS 1950.
Beruntung saat ini kita tetap menggunakan produk pendiri bangsa kita sebagai konstitusi negara, UUD 1945. Namun dalam perjalanannya bangsa Indonesia semakin berkembang dan memiliki kebutuhan yang lebih beragam lagi. UUD 1945 yang diposisikan sebagai dasar negara ternyata memiliki beberapa kelemahan. Wajar saja karena dalam prosesnya penyusunan UUD 1945 ini dilakukan dalam situasi kondisi genting, sama halnya seperti proses perumusan pancasila.
Dalam sejarah amandemen UUD 1945 terhitung sudah 4 kali UUD 1945 mengalami amandemen (Amendment, Perubahan, tetapi bukan dalam pengertian Pergantian). Setelah 4 kali diamandemen sebanyak 25 butir tidak dirubah, 46 butir dirubah atau ditambah dengan ketentuan lainnya. Secara keseluruhan saat ini berjumlah 199 butir ketentuan, 174 ketentuan baru. Mengapa harus diamandemen? Berikut ini beberapa alasan mengapa perlu dilakukan amandemen.
Alasan dilakukan amandemen
1. Lemahnya checks and balances pada institusiinstitusi ketatanegaraan.
2. Executive heavy, kekuasaan terlalu dominan berada di tangan Presiden (hak prerogatif dan kekuasaan legislatif)
3. Pengaturan terlalu fleksibel (vide:pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen)
4. Terbatasnya pengaturan jaminan akan HAM
Berikut ini sejarah amandemen UUD 1945 di Indonesia.
Amandemen I
Amandemen yang pertama kali ini disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999 atas dasar SU MPR 14-21 Oktober 1999. Amandemen yang dilakukan terdiri dari 9 pasal, yakni:
Pasal 5, pasal 7, pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 17, pasal 20, pasal 21.
Inti dari amandemen pertama ini adalah pergeseran kekuasaan Presiden yang dipandang terlalu kuat (executive heavy).
Amandemen II
Amandemen yang kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000 dan disahkan melalui sidang umum MPR 7-8 Agustus 2000. Amandemen dilakukan pada 5 Bab dan 25 pasal. Berikut ini rincian perubahan yang dilakukan pada amandemen kedua.
Pasal 18, pasal 18A, pasal 18B, pasal 19, pasal 20, pasal 20A, pasal 22A, pasal 22B, pasal 25E, pasal 26, pasal 27, pasal 28A, pasal 28B, pasal 28C, pasal 28D, pasal 28E, pasal 28F, pasal 28G, pasal 28H, pasal 28I, pasal 28J, pasal 30, pasal 36B, pasal 36C.
Bab IXA, Bab X, Bab XA, Bab XII, Bab XV, Ps. 36A ;
Inti dari amandemen kedua ini adalah Pemerintah Daerah, DPR dan Kewenangannya, Hak Asasi Manusia, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.
Amandemen III
Amandemen ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2001 dan disahkan melalui ST MPR 1-9 November 2001. Perubahan yang terjadi dalam amandemen ketiga ini terdiri dari 3 Bab dan 22 Pasal. Berikut ini detil dari amandemen ketiga.
Pasal 1, pasal 3, pasal 6, pasal 6A, pasal 7A, pasal 7B, pasal 7C, pasal 8, pasal 11,pasal 17,pasal 22C, pasal 22D, pasal 22E, pasal 23, pasal 23A, pasal 23C, pasal 23E, pasal 23F, pasal 23G, pasal 24, pasal 24A, pasal24B, pasal24C.
Bab VIIA, Bab VIIB, Bab VIIIA.
Inti perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga ini adalah Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman.
Amandemen IV
Sejarah amandemen UUD 1945 yang terakhir ini disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002 melalui ST MPR 1-11 Agustus 2002. Perubahan yang terjadi pada amandemen ke-4 ini terdiri dari 2 Bab dan 13 Pasal.
Pasal 2, pasal 6A, pasal 8, pasal 11, pasal16, pasal 23B, pasal 23D, pasal 24, pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 34, pasal 37.
BAB XIII, Bab XIV.
Inti Perubahan: DPD sebagai bagian MPR, Penggantian Presiden, pernyataan perang, perdamaian dan perjanjian, mata uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan, perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, perubahan UUD.
Tujuan dari dilakukannya amandemen UUD 1945 yang terjadi hingga 4 kali ini adalah menyempurnakan aturan-aturan mendasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Sejarah amandemen UUD 1945 yang dilakukan berdasarkan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan juga mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
2.6. Makna Pembukaan UUD 1945
a. Makna pembukaan UUD 1945 bagi perjuangan bangsa Indonesia
Apabila UUD merupakan sumber hukum tertinggi yang berlaku di Indonesia, maka pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakan baik dalam lingkungan nasional, maupun dalam hubungan bangsa-bangsa di Dunia. Pembukaan yang telah dirumuskan secara khidmat dalam (4) alenia itu, setiap alenia dan kata-katanya mengandung arti dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari. Universal karena mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa yang berada dimuka bumi. Lestari, karena mengandung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan Negara selama bangsa Indonesia tetap setia terhadap Negara proklamasi 17 Agustus 1945.
b. Makna alenia-alenia pembukaan UUD 1945
Alenia pertama dari pembukaan UUD 1945, menunjukan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah . dengan pernyataan itu bukan saja bangsa Indonesia bertekkad untuk merdeka , tetapi akan terus berdiri di barisan paling depan untuk menentang dan menghapuskan penjajahan diatas dunia.
Alenia kedua menunjukan kebanggaan dan peghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini. ini juga berarti adanya kesadaran bahwa, keadaan sekarang tidak dapat dipisahkan dari keadaan kemarin dan langkah yang kita ambil sekarang akan menentukan keadaan yang akan datang. Dalam alenia itu jelas apa yang dikehendaki dan diharapkan oleh para pengantar kemerdekaan, ialah Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Nilai-nilai itulah yang selalu menjiwai segenap jiwa bangsa Indonesia dan terus berusaha untuk mewujudkannya.
Alenia ini menunjukan adanya ketepatan dan ketajaman penilaian:
a) Bahwa perjuangan pergerakan di Indonesia telah pada tingkat yang menentukan.
b) Bahwa momentum yangtelah berhasil dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
c) Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan ahir tetapi masih harus terus diisi dengan mewujudkan bangsa Indonesia yang merseka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Alenia yang ketiga menegaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil dan materil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaanya, tetapi juga menjadi keyakinan, motivasi sepiritual , bahwa maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah yang maha kuasa. Dengan ini digambarkan bahwa bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang berkeseimbanan kehidupan material dan sprituil, keseimbangan kehidupan baik di dunia maupun di aherat.
Alenia keempat merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-prinsip dasar untuk mencapai ttujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka. Tujuan perjuangan bangsa Indonesia dirumuskan dengan: “Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh tumph darah Indonesia, dan untuk memeajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Sedangkan prinsip besar yang tetap dipegang teguh untuk mencapai tujuan itu adalah dengan: menyusun kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat yang berdasarkan pada Pancasila. Dengan rumusan yan panjang dan padat ini, alenia keempat pembukaan Unang-undang Dasar sekaligus menegaskan:
o Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuannya, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memejukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
o Negara Indonesia berbentuk Republik dan berkedaulatan rakyat.
o Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila.
2.7. Pokok-Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
1. Pokok pikiran pertama:
Negara begitu bunyinya ‘melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’ dalam pengertian ini diterima pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya.
Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara menurut pengertian ini menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia, seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan. Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran ‘persatuan’ dengan pengertian yang lazim, negara, penyelenggara negara dan setiap warganegara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan ataupun perseorangan.
2. Pokok pikiran kedua:
Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat, ini merupakan pokok pikiran ‘keadilan sosial’ yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
3. Pokok pikiran ketiga:
Yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu sistem negara yang termasuk dalam Undang-Undang Dasar harus berdasarkan kedaulatan rakat dan berdasar asas pemusyawaratan perwakilan. Aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia, pokok pikiran ‘kedaulatan rakyat’ yang menyatakan kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Namun hasil amandemen UUD 1945 yang tercantum dalam Pasal 6A ‘Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat’. Hal ini membuktikan bahwa ada perubahan kedaulatan rakyat yang tadinya dilakukan sepenuhnya oleh MPR, khusus untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dilakukan sendiri oleh seluruh rakyat Indonesia.
4. Pokok pikiran keempat:
Yang terkandung dalam “Pembukaan “ negara berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusia yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara yang lain untuk memlihara budi pekerti kemanusia yang luhur. Hal ini menegaskan pokok pikiran “Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, ini membuktikan bahwa pokok pikiran ini merupakan dasar falsafat negara Pancasila.
2.8. Makna Alinea-alinea Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 berisi pokok pikiran pemberontakan melawan imperialisme, kolonialisme, dan fasisme, serta memuat dasar pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain daripada itu, Pembukaan UUD 1945 yang telah dirumuskan dengan padat dan khidmat dalam empat alinea, dimana setiap alinea mengandung arti dan makna yang sangat dalam, mempunyai nilai-nilai yang universal dan lestari. Mengandung nilai universal artinya mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia, sedangkan lestari artinya mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Alinea-alinea Pembukaan UUD 1945 pada garis besarnya adalah:
1. Alinea I : terkandung motivasi, dasar, dan pembenaran perjuangan (kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan).
2. Alinea II : mengandung cita-cita bangsa Indonesia (negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur).
3. Alinea III : memuat petunjuk atau tekad pelaksanaannya (menyatakan bahwa kemerdekaan atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa).
4. Alinea IV : memuat tugas negara/tujuan nasional, penyusunan UUD 1945, bentuk susunan negara yang berkedaulatan rakyat dan dasar negara Pancasila.
Selanjutnya marilah kita uraikan satu persatu makna masing-masing Alinea Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut:
Alinea pertama : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” Makna yang terkandung dalam Alinea pertama ini adalah menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapai masalah kemerdekaan melawan penjajah.Alinea ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan, dan oleh karenanya harus ditentang dan dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak kemerdekaannya sebagai hak asasinya. Disitulah letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan Indonesia.
Selain mengungkapkan dalil obyektif, alinea ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari penjajahan. Dalil tersebut di atas meletakkan tugas kewajiban bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaaan setiap bangsa.
Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan ialah karena penjajahan itu bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti setiap hal
atau sifat yang bertentangan atau tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan juga harus secara sadar ditentang oleh bangsa Indonesia. Pendirian tersebut itulah yang melandasi dan mengendalikan politik luar negeri kita.
Aline kedua : “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur” Kalimat tersebut menunjukkan kebanggaan dan penghargaan kita akan perjuangan bangsa Indonesia selama ini. Hal Ini juga berarti adanya kesadaran keadaan sekarang yang tidak dapat dipisahkan dari keadaan kemarin dan langkah yang kita ambil sekarang akan menentukan keadaan yang akan datang. Dalam alinea ini jelas apa yang dikehendaki atau diharapkan oleh para "pengantar" kemerdekaan, ialah Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Nilai-nilai itulah yang selalu menjiwai segenap bangsa Indonesia dan terus berusaha untuk mewujudkannya.
Alinea ini mewujudkan adanya ketetapan dan ketajaman penilaian:
1. Bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan;
2. Bahwa momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan;
3. Bahwa kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Alinea ketiga : “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”
Kalimat tersebut bukan saja menegaskan apa yang menjadi motivasi nyata dan materiil bangsa Indonesia, untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi keyakinan motivasi spiritualnya, bahwa maksud dan tindakan menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah Yang Maha Kuasa. Hal tersebut berarti bahwa bangsa Indonesia mendambakan kebidupan yang berkeseimbangan material dan spiritual serta keseimbangan kebidupan di dunia dan di akhirat.
Alinea ini memuat motivasi spiritual yang luhur dan mengilhami Proklamasi Kemerdekaan (sejak dari Piagam Jakarta) serta menunjukkan pula ketaqwaan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat ridho-Nyalah bangsaIndonesia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaannya, dan mendirikan negara yang berwawasan kebangsaan.
Alinea keempat : “Kemudian daripada itu untuk membentuk susunan pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan 13 kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia”.
Alinea ini merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-prinsip dasar, untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka.
Tujuan nasional negara Indonesia dirumuskan dengan "... Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kebidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial" Sedangkan prinsip dasar yang dipegang teguh untuk mencapai tujuan itu adalah dengan menyusun kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan PancasiIa. Dengan rumusan yang panjang dan padat ini, alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sekaligus menegaskan:
1. Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuannya yaitu:melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
2. Negara Indonesia berbentuk Republik dan berkedaulatan rakyat;
3. Negara Indonesia mempunyai dasar falsafah Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.9. Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Batang tubuh, Pancasila dan
Proklamasi
2.9.1. Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh
Undang-Undang Dasar 1945 sungguh cocok dan mampu memenuhikebutuhan bangsa Indonesia.Undang-Undang Dasar 1945 memiliki prinsp-prinsip dan memberikan landasan idil yang luhur dan kuat yang mampu memberikan gairah rangsanangan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir maupun batin.
2.9.2. Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila
Hubungan antara pembukaan UUD 1945 dengan pancasila jika dilihat secara formal, pancasila secara formal telah di cantumkan dalam pembukaan UUD 1945, sehingga pancasila memperoleh kedudukan sebagai dasar hukum yang postif dan mempunyai kedudukan yang kuat, tetap dan tidak dapat di ubah dan terletak pada kelangsungan hidup negara republik indonesia.
Secara Material Pancasila meruapakn sumber huku materiil yaitu sumber dari segala sumber hukum. Artinya pancasila berdasarkan urut-urutan tertib hukum indonesia dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi. Dengan kata lain pancasila merupakan sebagai sumber tertib hukum. Hal ini membuktikan bahwa tertib hukum indonesia di jabarkan dari nlai-nilai yang terkandung dalam pancasila.
2.9.3. Hubunngan UUD 1945 dengan Proklamasi
Pada dasarnya Proklamasi bukan merupakan tujuan tetapi sebagai prasayarat untuk mencapai tujuan yaitu sebagai sumber hukum formal saat melakukan revolusi hukum dari hukum kolonial menuju hukum nasional, revolusi tata negara kolonial menuju tata negara nasional. Maka proklamasi memiliki makna sebagai pernyataan bangsa indonesia baik diri sendiri maupun kepada dunia luar bahwa bangsa indonesia telah merdeka. Oleh karena itu makna proklamasi harus diberi dasar hukum dengan merincinya dalam pembukaan UUD 1945 yaitu dengan memberikan penjelasan, penegakan, dan pertanggung jawaban terhadap dilaksanakannya proklamasi seperti yang telah tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
2.10. Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara RI
a. Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum(Rechtsstaat)
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, Mikan berdasarkan kekuasaan belaka. Berdasarkan sistem pemerintahan yang pertama ini dapatlah dinyatakan bahwa negara Indonesia ia1ah negara hukum. Berbicara masalah negara hukum, kita dapat mengingat kembali teori kedaulatan hukum yang dipelopori oleh H. Krabbe. Dalam teori tersebut dinyatakan bahwa hukumlah yang menjadi sumber dari segala kekuasaan. Negara itu sendiri merupakan suatu bentuk hukum, dan oleh karena itu pemerintah harus dijalankan menurut peraturan-peraturan hukum. Dengan demikian, negara hukum adalah negara yang menjalankan pemerintahannya berdasarkan kekuasaan hukum (supremasi hukurm dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum). Negara kita adalah negara hukum. Berarti negara, termasuk perangkat-perangkatnya dalammelaksanakan tindakan apa pun, harus didasari oleh kepastian hukum.Dalam kehidupan bernegara yang didasarkan atas hukum, semua hubungan antara seseorang dengan lainnya, atau antara seseorang dengan alat-alat pemerintahan dan alat-alat negara, diatur oleh peraturan hukum. Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum apabila alat-alat perlengkapan yang ada di dalamnya senantiasa bertindak sesuai dan terikat pada aturan-aturan yang ditentukan terlebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasakan untuk mengadakan aturanaturan tersebut. Sehingga suatu negara yang menyatakan diri sebagai negara hukum harus memenuhi dua ciri negara hukum, yaitu:
1). Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia (HumanRights).Negara hukum selalu menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum, bukan berdasarkan kemauan perseorangan atau golongan yang sedang memegang kekuasaan. Negara Indonesia dikatakan sebagai negara hukum karena Negara menjamin perlindungan hak-hak asasi manusia dalam konstitusi negara.
2). Peradilan yang bebas dari pengaruh suatu kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak. Dalam negara hukum, setiap penyelenggara wajib menegakkan keadilan dan kebenaran. Untuk melaksanakan kewajiban seperti itu dibutuhkan adanya badan-badan hukum seperti pengadilan yang kuat, mandiri, dan tidak mudah dipengaruhi oleh badan-badan lain. Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan peradilan yang bebas adalah kekuasaan yang merdeka. Maksudnya bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuatan-kekuatan lain baik kekuatan legislatif, organisasi kemasyarakatan dan politik maupun kekuatan media massa.
b. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara-cara pengendalian dan pengelolaan pemerintahan dibatasi dan dipagari oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, Berta dibatasi pula oleh ketentuan-ketentuan dan hukum lain yang merupakan produk konstitusional. Misalnya, undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan lainnya. Konstitusi menjadi pondasi negara yang mengatur pemerintahannya, membagi kekuasaan dan mengatur tindakantindakannya. Dengan sistem konstitusional dapat memperkuat dan mempertegas terhadap sistem negara hukum seperti yang digariskan dalam sistem pemerintahan Indonesia.
c. Tugas dan Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat mempunyai tugas dan kewenangan untuk mengubah, menetapkan UUD, melantik kepala negara (presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden). MPR juga mempunyai kewenangan untuk memberhentikan presiden dan atau wakil presiden atas usul DPR, apabila terbukti telah melakukan pelanggaran akum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.
d. Presiden ialah pemegang kekuasaan pemerintahan
Presiden mempunyai kekuasaan dan tanggungjawab penuh untuk menjalankan pemerintahan. Presiden adalah pemegang kekuasaan perintahan. Berdasarkan basil amandemen UUD 1945, yaitu pasal 6A disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dalam pasal 3 ayat 2 juga dinyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan Wakil
Presiden.” Ketentuan-ketentuan dalam amandemen UUD 1945 tersebut memberi pengertian kepada kita bahwa presiden dan wakil presiden bukan lagi dipilih oleh MPR, melainkan dipilih rakyat secara langsung. Kewenangan MPR hanya sebatas melantik Presiden dan Wakil Presiden.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR untuk membentuk UU dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara. Oleh karena itu Presiden harus bekerja sama dengan DPR, akan tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari DPR. Dalam Penjelasan UUD 1945 dinyatakan dengan jelas sebagai berikut.
1) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
2) Presiden bekerja sama dengan DPR untuk membuat Undang-Undang dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
3) Presiden tidak dapat membubarkan DPR, dan sebaliknya DPR juga
tidak dapat menjatuhkan Presiden.
Menteri negara sebagai pembantu presiden
Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri neara. Menteri-menteri negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, melainkan kepada Presiden.
Kekuasaan kepala negara bukan tak terbatas
Walaupun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, namun kekuasaannya bukan tanpa batas (absolut). Sistem pemerintahan Negara kita tidak memungkinkan seorang kepala negara bertindak sewenangwenang. Oleh karena itu, setiap negara demokrasi memiliki konstitusi untuk membatasi kekuasaan seorang kepala negara. Indonesia sebagai negara hukum (sistem pemerintahan yang pertama) menganut sistem konstitusional (sistem pemerintahan yang kedua) dan adanya fungsi pengawasan (kontrol) DPR. Apabila masing-masing lembaga negara bertindak sesuai dengan tugas
dan wewenangnya masing-masing berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku, maka kemungkinan pemusatan kekuasan pemerintahan di tangan Presiden dapat dicegah. Di samping itu, Pasal 7A UUD 1945 menyatakan Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan MPR atas usulan DPR apabila mengkhianati negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, melakukan perbuatan tercela maupun tidak memenuhi syarat lagi sebagai Presiden dan /atau Wakil Presiden. Hal ini menunjukkan adanya check and balance antara pemerintah,DPR dan MPR.
2.11. Lembaga-Lembaga Negara dan Warga Negara dan HAM Menurut UUD
1945
Sebelum perubahan UUD 1945, Republik Indonesia menganut prinsip supremasi MPR yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang berdaulat dan disalurkan melalui prosedur perwakilan politik (political representation) melalui DPR, perwakilan daerah (Regional Representation) melalui utusan daerah, dan perwakilan fungsional (Fungsional Representation) melalui Utusan Golongan. Lembaga MPR disebut sebagai pelaku tertinggi kedaulatan rakyat bahkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan dirumuskan dengan kalimat: “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Mejelis Permusyawaratan Rakyat”. Sekarang ketentuan Pasal 1 ayat (2) tersebut diubah rumusannya menjadi “Kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Dari segi kelembagaannya, menurut ketentuan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca perubahan keempat (Tahun 2002), dalam struktur kelembagaan Republik Indonesia terdapat 8 (delapan) buah organ negara yang mempunyai kedudukan sederajat yang secara langsung menerima kewenangan kostitusional dari UUD, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Yudisial. Selain itu terdapat pula beberapa lembaga atau institusi yang diatur kewenangannya dalam UUD, yaitu (1) Tentara Nasional Indonesia; (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia; (3) Pemerintah Daerah; (4) Partai Politik.
Lembaga-lembaga Negara
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Tugas MPR adalah ( Pasal 3 UUD 1945) :
Mengubah dan menetapkan UUD 1945
Melantik Presiden dan Wakil Presiden
Dapat memeberhentikan Presiden dan Wakil Presiden Presiden dalam masa jabatan menuurut UUD Pasal1 ayat (2) UUD 1945, Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD.
Sebelumnya MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi atau pemegang kedaulatan rakyat, sebagai pemegang kekuasaan Negara tertinggi, MPR membawahi lembaga-lembaga yang lain.Dengan adanya perubahan ini, maka :
MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi Negara
Tidak lagi memegang kedaulatan rakyat
Tidak lagi memilih Presidendan Wakil Presiden karena rakyat memilih secara langsung.
Mengenai memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya, MPR mempunyai kewenangan apabila :
Ada usulan dari DPR
Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutuskan bahwa Presiden dan atau wakil Presiden bersalah.
Alasan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi Negara dan pemegang kedaulatan rakyat ditiadakan adalah, karena MPR bukan satu-satunya lembaga yang melaksanakan kedaulatan rakyat, setiap lembaga yang mengembang tugas-tugas politik Negara dan pemerintahan adalah pelaksana kedaulatan rakyat dan harus tunduk dan bertanggung jawab kepada rakyat.
Mengenai susunan keanggotaan MPR menurut pasal 2 (1) mengatakan : MPR terdiri atas anggota DPR dan Anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Dengan demikian keanggotaan MPR terdiri :
Seluruh anggota DPR
Anggota DPD
Adanya anggota DPD agar lebih demokratis dan meningkatkan keikutsertaan daerah dalam penyelenggaraan sehari-hari praktek Negara dan pemerintahan disamping sebagai forum memperjuangkan kepentingan daerah. Mengenai perubahan UUD 1945 diatur mekanisme perubahan UUD dalam pasal 37 UUD 1945.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Tugas wewenang DPR adalah :
1. DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang
2. DPR berfungsi Budget dan Pengawasan
3. DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pandapat, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.
4. DPR memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam mengangkat Duta Besar dan menerima penempatan duta Negara lain, memberikan Amnesty dan Abolisi.
5. DPR memberikan persetujuan bila Presiden hendak membuat perjanjian bidang ekonomi, perjanjian damai, mengadakan perang serta perjanjian internasional lainnya, dan memilih anggota-anggota BPK, mengangkat dan memberhentikan Anggota Komisi Yudisial dan menominisasikan 3 orang Mahkamah Konstitusi.
6. DPR memberikan persetujuan kepada Presiden dalam hal Presiden hendak mengangkat seorang Panglima TNI, Kepala Kepolisian.
7. DPR diberi wewenang untuk memilih/ menyeleksi Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi, Gubernur Bank Indonesia dan Anggota Komisi Nasional HAM.
8. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden, setelah Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili dan memutuskan bahwa Presiden bersalah.
Apabila dilihat tugas, wewenang, fungsi dan hak-hak DPR tersebut sangat banyak dan luas sekali, bahkan hampir semua bidang kekuasaan Presiden dimiliki DPR.
3. Dewan Perwakilan Daerah ( DPD )
DPD diatur dalam pasal 22c dan 22d UUD 1945. Anggota DPD dipilih dari setiap propinsi melalui pemilihan umum. Jumlah anggota DPD setiap propinsi tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. DPD besidang sedikitnya sekali dalam setahun. Susunan dan kedudukan DPD diatur dengan Undang-Undang.
Wewenang DPD (Pasal 22d) :
DPD dapat mengajukan kepada DPR Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengolahan sumber daya alam dan sember daya ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
DPD melakukan pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang mengenai otonomi daerah, pembentukan pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah pengolahan sumber daya alam dan sember daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR.
DPD sebagai bagian dari kelembagaan MPR, mempunyai tugas melantik dan memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil Presiden, mengubah UUD 1945, memilih Presiden dan/ atau Wakil Presiden apabila dalam waktu yang bersamaan keduanya berhalangan tetap.
Hak-hak DPD yaitu :
Menyampaikan usul dan pendapat
Memilih dan dipilih
Membela diri
Memerintah
Protokoler
Keuangan dan Administrasi
4. Presiden dan Wakil Presiden
Presiden RI memegang kekuasaan Pemerintahan menurut UUD. Presiden dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
UUD 1945 menempatkan kedudukan lembaga-lembaga tinggi Negara sederajat sehingga tidak dapat saling menjatuhkan dan/ atau membubarkan Pasal 8 UUD 1945 mengatakan:
Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajiban dalam masa jabatan, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.
Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 60 hari MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksanaan tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama, selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu MPR menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya.
5. Mahkamah Agung ( MA )
UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pemerintahan berdasarkan system Konstitusi, tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Prinsip dalam suatu Negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarkan peradilan guna penegakan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan.
Peradilan Umum
Peradilan Agama
Peradilan Militer
Peradilan Tata Usaha Negara
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman telah mencabut UU No. 14 Tahun 1970 dan UU No. 35 Tahun 1994, dimana segala urusan mengenai peradilan baik teknis yudisial, organisasi administrasi dan finansial berada di bawah satu atap yaitu Kekuasaan Mahkamah Agung. Negara Indonesia adalah Negara demokratis dimana kedaulatan ada ditangan rakyat dan juga Indonesia adalah Negara hukum atau kedaulatan hukum, keduanya menyatu dalam konsepsi Negara hukum yang demokratis atau Negara demokratsi yang berdasarkan hukum, dan selanjutnya sebagai perwujudan keyakinan bangsa Indonesia akan kedaulatan Tuhan dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan berdasarkan Pancasila.
6. Mahkamah Konstitusi ( MK )
Pasal 24 c UUD 1945 mengatakan :
Mahkamah Konstitusi berwenang pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD.
Memutus sengketa-sengketa kewenangan lembaga Negara yang wewenang diberikan oleh UUD.
Memutus pembubaran partai politik.
Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/ atau Wakil Presiden menurut UUD.
Perbandingan antara Mahkamah Agung dengan Mahkamah Konstitusi adalah:
Kedua-duanya sama-sama merupakan pelaku kekuasaan kehakiman.
Mahkamah agung merupakan pengadilan keadilan (Court of Justice), sedangkan Mahkamah Konstitusi Lembaga Pengadilan Hukum (Court of Law).
7. Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK )
Diatur dalam BAB III A, pasal 23 E yang berbunyi :
Untuk memeriksa pengolahan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara didalam suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
Hasil pemeriksaan keuangan itu diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan UU.
Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden. BPK juga berwenang melakukan pemeriksaan APBD, perusahaan daeah, BUMN, dan perusahaan swasta dimana didalmnya terdapat kekayaan Negara.
8. Komisi Yudisial ( KY )
Diatur dalam pasal 24 B UUD 1945 dan UU No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Komisi Yudisial adalah lembaga Negara yang bersifat mandiri dan dalam melaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh dari kekuasaan lainnya. Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Wewenang Komisi Yudisial adalah :
Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR
Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga prilaku hakim.
Tugas Komisi Yudisial yaitu :
Melakukan pendaftaran Calon Hakim Agung
Melakukan seleksi terhadap Calon Hakim Agung
Menetapkan Calon Hakim Agung
Mengajukan Calon Hakim Agung ke DPR
Melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim
Mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan MA dan/ atau MK.
2.12 Hubungan Negara dan Warga Negara dan HAM Menurut UUD 1945
Pemikiran HAM periode sebelum kemerdekaan yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakukan yang sama hak kemerdekaan. Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku 3 UUD dalam 4 periode, yaitu:
- Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945.
- Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku konstitusi Republik Indonesia Serikat.
- Periode 17 Agustus sampai 5 Juli 1959, berlaku UUD 1950.
- Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku Kembali UUD 1945.
2.13 Lambang-Lambang Persatuan Indonesia
Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk burung garuda yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno.
Makna Lambang Garuda Pancasila
Burung Garuda melambangkan kekuatan.Warna emas pada burung Garuda melambangkan kejayaan.Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia. Masing-masing simbol di dalam perisai melambangkan sila-sila dalam Pancasila, yaitu:
Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa [sila ke-1].
Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab [sila ke-2].
Pohon Beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia [sila ke-3].
Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan [sila ke-4].
Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia [sila ke-5].
Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan wilayah Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa.
Makna Jumlah Bulu pada Burung Garuda
Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
Jumlah bulu dibawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
Jumlah bulu pada leher berjumlah 45
Pita yg dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti "walaupun berbeda beda, tetapi tetap satu"
2.14 Perubahan UUD 1945
Dengan meletusnya gerakan reformasi tahun 1989 dengan tuntutan antralain; amandemen UUD 1945, penghapusan doktrin Dwi Fungsi ABRI, penegakan hukum, penegakan HAM, pemberantasan KKN, otonomi daerah, kebebasan pers, serta mewujudkan kehidupan demokrasi.
Sistematika UUD 1945 sebelum perubahan terdiri dari; Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan ), dan Penjelasan yang terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.
Adapun latar belakang perubahan UUD 1945 yaitu pada saat itu kekuasaan tertinggi di tangan MPR, adanya kekuasaan yang sangat besar pada Presiden,pasal-pasal yang terlalui luwes sehingga dapat menimbulkan multi tafsir seperti pasal 7 yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali” pasal ini ditafsirkan bahwa presiden atau wakil presiden itu dapat dipilih lebih dari satu kali sampai tak terhingga, adanya kewenangan pada Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-undang, serta rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara Negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan dari perubahan UUD 1945 adalah untuk menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara, kedaulatan rakyat, Hak Asasi Manusia, pembagian kekuasaan, kesejahteraan sosial, eksistensi Negara demokrasi dan Negara hukum, serta hal-hal lain sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.
Dasar Yuridis dari perubahan UUD1945 adalah pasal 3 UUD 1945 yang berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara”, pasal 37 UUD 1945 yang berbunyi “ ayat 1 Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir” dan ayat 2 Putusan diampbil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir”, TAP MPR No. IX/MPR/1999, TAP MPR No. IX/MPR/2000, TAP MPR No. XI/MPR/2001. Kesepakatan dasar dalam perubahan itu adalah tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempertegas system presidensiil, penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normative akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal, serta perubahan itu dilakukan secara addendum (menambahkan). Di dunia dikenal dua macam addendum, yang pertama langsung pada teks secara total dan banyak digunakan oleh Negara-negara eropa, continental, yang kedua rumusan awal dipertahankan dan baru tambahannya dan cara ini digunakan di Amerika Serikat dan Indonesia.
Amandemen UUD 1945 dilakuakn dalam empat kali masa sidang MPR yaitu pertama pada sidang umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999, kedua pada sidang tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000, ketiga pada sidang tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 Nopember 2001, dan yang keempat pada sidang tahunan MPR 2002 tanggal 1-11 Agustus 2002.
Hasil dari perubahan itu adalah UUD 1945 memuat Pembukaan, Pasal-pasal yang terdiri dari 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal aturan peralihan, dan 2 pasal aturan tambahan.
2.15 Kedudukn Aturan Peralihan Dan Aturan Tambahan
ATURAN PERALIHAN Pasal I Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini. Pasal II Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Pasal III Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17
Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan olehMahkamah Agung. ATURAN TAMBAHAN Pasal I Majelis PermusyawaratanRakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003. Pasal II Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal
BAB III
PENUTUP
3.1.SIMPULAN
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Makna alinea-alinea pembukaan UUD 1945:
Alinea pertama dari pembukaan UUD 1945, menunjukan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah.
Alinea kedua menunjukan kebanggaan dan peghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini.
Alinea yang ketiga menegaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil dan materil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaanya, tetapi juga menjadi keyakinan, motivasi sepiritual , bahwa maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah yang maha kuasa.
Alinea keempat merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip-prinsip dasar untuk mencapai ttujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka.
SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Pancasila termasuk matakuliah yang banyak terkena imbas proses reformasi. Bukan hanya materinya yang banyak berubah, proses pendidikannya juga seharusnya mengalami perubahan mendasar. Perubahan materi pendidikan Pancasila menyakngkut amandemen terhadap UUD 1945 tentang sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka negara dilaksanakan berdasarkan pada suatu konstitusi atau UUD. pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga tinggi negara, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara. Hal inilah yang dimaksud dengan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
B. Topik Bahasan
1. Apakah pengertian,kedudukan,sifat,dan fungsi UUD 1945
2. Bagaimana pembukaan UUD 1945
3. Bagaimana hubungan pembukaan dengan batang tubuh UUD 1945
4. Bagaimana batang tubuh dan penjelasan UUD 1945
C. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan Pengertian, kedudukan, sifat dan fungsi UUD 1945
2. Mengidenfikasi makna dan pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945
3. Menjelaskan hubungan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945
4. Menjelaskan unsur-unsur utama yang diatur dalam batang tubuh dan penjelasan UUD 1945
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN, KEDUDUKAN, SIFAT, DAN FUNGSI UUD 1945
1. Pengertian Hukum Dasar
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, dikenal ada hukum dasar tertulis yang lazim disebut undang-undang dasar dan hukum dasar tak tertulis yang disebut konvensi. Sebagai hukum dasar, undang-undang dasar merupakan sumber hukum. Oleh karena itu, setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan, bahkan setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan haruslah berdasarkan dan bersumberkan peraturan yang lebih tinggi yang berpuncak pada undang-undang dasar. Sedangkan, yang dimaksud konvensi adalah aturan hukum kebiasaan mengenai hukum publik dan kelaziman-kelaziman dalam praktik hidup ketatanegaraan.
2. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945
Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri atas:
(1) Pembukaan yang terdiri atas empat alinea,
(2) Batang tubuh yang terdiri atas 37 pasal yang dikelompokkan dalam 16 bab, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan,
(3) Penjelasan yang terbagi dalam Penjelasan Umum dan Penjelasan Khusus yaitu penjelasan pasal demi pasal.
Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan.
3. Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945
Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan norma hukum yang tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan.
Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Sedangkan, pasal 2 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 mengatur tentang tata urutan peraturan perundang-undangan yang merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya.
Aturan tersebut sebagai berikut.
Undang-Undang Dasar 1945
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Undang-Undang
Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden
Peraturan Daerah
4. Sifat Undang-Undang Dasar 1945
a. UUD bersifat fleksibel (luwes)
Suatu konstitusi disebut luwes apabila cara pembuatan dan perubahannya sama dengan pembuatan dan perubahan undang-undang biasa. Konstitusi masih tetap mampu menampung dinamika perkembangan masyarakat
b. UUD bersifat Rigid atau Kaku
Suatu konstitusi disebut kaku apabila cara pembuatan dan perubahannya berbeda dengan cara pembuatan dan perubahan undang-undang biasa. Konstitusi dikatakan bersifat kaku apabila tidak mampu mengikuti perkembangan zaman.
5. Fungsi Undang-Undang Dasar 1945
Sebagaimana fungsi konstitusi pada umumnya, fungsi Undang-Undang Dasar 1945, pada umumnya, dapat disebutkan antara lain:
Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang
Untuk melindungi hak asasi manusia
Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan agar pemerintahan berjalan dengan tertib dan lancar.
PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
1. Makna Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bagi perjuangan bangsa Indonesia
Sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan nasional.
Merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
Nilai Universal karena mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh muka bumi.
Nilai Lestari karena mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada negara proklamasi 17 Agustus 1945.
2. Makna Alinea-Alinea Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Alinea pertama
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan” menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah kemerdekaan melawan penjajah. Dengan pernyataan itu, bukan saja, bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka, tetapi akan tetap berdiri di barisan yang paling depan dalam menentang dan menghapuskan penjajahan di atas dunia.
Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan karena penjajahan itu bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti setiap hal atau sifat yang bertentangan atau tidak sesuai dengan kemanusiaan dan perikeadilan juga harus secara sadar ditentang oleh bangsa Indonesia.
Alinea kedua
Berbunyi, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”
Alinea tersebut mewujudkan adanya ketetapan dan ketajaman penilaian seperti berikut.
a. Perjuangan pergerakan kemerdekaan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan.
b. Momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
c. Kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Alinea ketiga
Berbunyi, “Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Alinea tersebut memuat motivasi spiritual yang luhur dan merupakan pengukuhan atas proklamasi kemerdekaan serta menunjukkan ketakwaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rida-Nya, bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaannya dan sekaligus negara yang ingin didirikannya berwawasan kebangsaan.
Alinea keempat
Berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Alinea itu merumuskan tujuan dan prinsip dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia telah menyatakan dirinya merdeka itu dengan padat sekali.
3. Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Batang Tubuh UUD 1945. Hubungan itu menyatakan bahwa pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan dijelmakan kedalam Batang Tubuh UUD 194, yaitu dalam pasal-pasalnya.
Ada 4 pokok pikiran yang memiliki makna sangat dalam, yaitu sebagai berikut :
a. Pokok pikiran pertama : “Negara-begitu bunyinya-“ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam pembukaan itu diterima, diterima aliran pengertian Negara persatuan, Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi, Negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham perorangan. Negara menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara yang tidak boleh dilupakan. Rumusan tersebut menunjukkan pokok pikiran persatuan. Dengan pengertian yang lazim, Negara, penyelenggara Negara, dan setiap warga Negara wajib mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan ataupun perorangan.
b. Pokok pikiran kedua : “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”. Ini merupakan pokok pikiran yang hendak diwujudkan pokok pikiran keadilan sosial. Pokok pikiran yang hendak diwujudkan oleh Negara bagi seluruh rakyat didasarkan kesadaran, bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
c. Pokok pikiran ketiga, yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945: “Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Ini adalah pokok pikiran di tangan rakyat dan dilakukan sepuhnya oleh Majelis Permusyawaran Rakyat.
d. Pokok pikiran keempat, yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 : “Negara berdasar ata Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap. Oleh karena itu UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusian yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur”. Ini menegaskan okok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
C. HUBUNGAN PEMBUKAAN DENGAN BATANG TUBUH UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Batang Tubuh UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal di Batang Tubuh.
Dengan tetap menyadari akan keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan dengan memperhatikan hubungan antara pembukaan dengan Batang Tubuh UUD dapat disimpulkan, bahwa pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar falsafah pancasila dengan Batang Tubuh UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Keduanya, merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. Batang Tubuh UUD 1945 terdiri atas rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945, yang tidak lain adalah pokok-pokokpikiran : persatuan Indonesia, keadilan sosial,kedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan, dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusian yang adil dan beradab.
Pokok-pokok pikiran tersebut tidal lain adalah pancaran dari pancasila, yang telah mampu memberikan semangat dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD 1945.
BATANG TUBUH DAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Tujuh kunci pokok sistem pemerintahan RI
Undang-undang dasar 1945 yang terdiri atas 37 pasal ditambah dengan empat pasal Aturan Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan disamping mengandung semangat dan merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 juga merupakan rangkaian kesatuan pasal-pasal yang bulat dan terpad. Didalamnya berisi materi yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut :
a) Pasal-pasal yang berisi materi penguatan system pemerintahan Negara di dalamnya termasuk pengaturan tentang kedudukan, tugas, wewenang, dan saling hubungannya dari kelembagaan Negara.
b) Pasal-pasal yang berisi materi hubungan antara Negara dan warganegara dan penduduknya serta dengan dipertegas oleh pembukaan UUD 1945 berisi konsepsi Negara di berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam kearah mana Negara bangsa dan rakyat Indonesia akan bergerak mencapai cita-cita nasionalnya.
c) Hal-hal lain. Dalam hal ini, sekali lagi perlu didasari bahwa ketiga materi itu merupakan kesatuan yang utuh yang tercakup secara bulat dalam Batang Tubuh UUD 1945.
Sistem pemerintah Negara Indonesia dijelaskan dengan terang dan sistematis dalam penjelasan UUD 1945. Di dalam penjelasan itu, dikenal tujuh buah kunci pokok, yaitu sebagai berikut.
Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat)
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Ini mengandung arti bahwa Negara, di dalamnya termasuk pemerintahan dan lembaga-lembaga Negara yang lain, dalam melaksanakan tindakan harus dilandasi oleh hukum dan harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Tekanan pada hukum (recht) disini dihadapkan sebagai lawan dari kekuasaan (math). Prinsip dari sistem ini di samping akan tampak dalam rumusan pasal-pasalnya jelas sejalan dan merupakan pelaksanaan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan oleh cita hukum (rechtsidee) yang menjiwai UUD 1945 dan hukum dasar yang tidak tertulis.
Pengertian negara hukum munurut UUD 1945 dalam arti luas. Artinya Negara hukum dalam arti material. Negara bukan saja melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tetapi juga harus memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Ciri-ciri Negara hukum adalah diakuinya hak asasi manusia, adanya asas legalitas dalam segala bentuknya: adanya suatu peradilan yang bebas tidak memihak: adanya pemisahan segala kekuasaan: dan adanya peradilan administrasi Negara.
Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasar atas sistem konstitusional (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem itu memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan Negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi. Dengan sendirinya, juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Garis-Garis Besar Haluan Negara, undang-undang dan sebagainya. Dengan demikian, sistem itu memperkuat dan menegaskan lagi sistem Negara hukum seperti yang dikemukakan di depan. Dengan landasan kedua sistem itu, Negara hukum dan sistem konstitusional menciptakan mekanisme hubungan tugas dan hukum antara lembaga-lembaga Negara yang dapat menjamin terlaksananya sistem itu.
Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gesamte staatgewalt Lietgt allein bei der Majelis)
“Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat. MPR sebagai penjelman seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des willens des staatvolkes). Majelis tersebut menetapkan undang-undang dasardan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Majelis itu mengangkat kepala Negara (presiden) dan wakil kepala Negara (wakil presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan Negara tertinggi. Sedangkan presiden harus menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh majelis.
Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah majelis
Menurut sistem pemerintahan Indonesia, presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Dalam hal pembuatan undang-undang dan penetapan APBN, presiden harus mendapatkan persetujuan DPR. Presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti pada system parlementer. Sebaliknya DPR pun tidak dapt menjatuhkan presiden karena presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan bahwa “Disamping Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan APBN (Statsbegrooting)”. Oleh karena itu, presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan, artinya kedudukan presiden tidak bergantung kepada dewan.
f. Menteri Negara ialah pembantu presiden, menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
Penjelasan UUD 1945 menyatakan “Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukannya tidak bergantung pada dewan, akan tetapi bergantung pada presiden. Mereka ialah pembantu presiden.”
g. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas
Penjelasan UUD 1945 menyatakan “Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator” artinya kekuasaan tidak tak terbatas.
Kunci system ini adalah kekuasaan presiden tidak tak terbatas ditekankan dalam pokok yang kedua sistem pemerintahan konstitusional, bukan bersifat absolute. Dengan fungsi/peranan DPR dan fungsi/peranan para menteri sebagai pembantu presiden, dapat mencegah kemungkinan kekuasaan pemerintahan presiden menjurus ke arah kekuasaan mutlak (absolutisme).
Dengan uraian sestem pemerintahan seperti di atas, tampak jelas kerangka mekanisme penyelenggaraan pemerintahan Negara serta mekanisme hubungan kelembagaan antara MPR – presiden – DPR. Ditinjau dari kelembagaan Negara berdasarkan UUD 1945, masih terdapat lembaga-lembaga Negara lainnya yang belum diuraikan dalam system pemerintahah tersebut ialah DPA, BPK, dan Mahkamah Agung.
STRUKTUR KELEMBAGAAN NEGARA RI
Sebelum Amandemen
Deskripsi Singkat Struktur Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD 1945:
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
MPR
Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:
Presiden, sebagai presiden seumur hidup.
Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.
Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak menduduki kursi di MPR.
PRESIDEN
Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR, meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”.
Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration of power and responsiblity upon the president).
Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power).
Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
DPR
Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
Memberikan persetujuan atas PERPU.
Memberikan persetujuan atas Anggaran.
Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.
DPA DAN BPK
Di samping itu, UUD 1945 tidak banyak mengintrodusir lembaga-lembaga negara lain seperti DPA dan BPK dengan memberikan kewenangan yang sangat minim.
Sesudah Amandemen
Deskripsi Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945:
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Perubahan (Amandemen) UUD 1945:
Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.
Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.
Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
MPR
Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
Menghilangkan supremasi kewenangannya.
Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
DPR
Posisi dan kewenangannya diperkuat.
Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
DPD
Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
BPK
Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
PRESIDEN
Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
MAHKAMAH AGUNG
Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
MAHKAMAH KONSTITUSI
Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).
Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.
Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri atas:
1. pembukaan yang terdiri atas empat alinea,
2. Batang tubuh yang terdiri atas 37 pasal yang dikelompokkan dalam 16 bab, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan,
3. Penjelasan yang terbagi dalam Penjelasan Umum dan Penjelasan Khusus yaitu penjelasan pasal demi pasal.
Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan.
Ø Makna alenia-alenia pembukaan UUD 1945:
Alenia pertama dari pembukaan UUD 1945, menunjukan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah .
Alenia kedua menunjukan kebanggaan dan peghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini.
Alenia yang ketiga menegaskan lagi apa yang menjadi motivasi riil dan materil bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaanya, tetapi juga menjadi keyakinan, motivasi sepiritual , bahwa maksud dan tindakannya menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah yang maha kuasa.
Alenia keempat merumuskan dengan padat sekali tujuan dan prinsip- prinsip dasar untuk mencapai ttujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka.
B. Saran
Agar tercipta negara yang baik, setiap warga negara wajib mematuhi peraturan yang berlaku di NKRI dan UUD 1945
MAKALAH
“PENDIDIKAN PANCASILA”
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN
NKRI
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2013 / 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila merupakan landasan dan dasar negara Indonesia yang mengatur seluruh struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia, masih banyak bahkan sangat benyak anggota-anggotanya dan juga sistem pemerintahannya yang tidak sesuai dengan nila-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika membahas negara dan ketatanegaraan Indonesia mengharuskan ingatan kita meninjau dan memahami kembali sejarah perumusan dan penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para pendiri dan pembentuk negara Republik Indonesia.
Dalam perumusan ketatanegaraan Indonesia tidak boleh melenceng dari nilai-nilai Pancasila, pembentukan karakter bangsa dilihat dari sistem ketatanegaraan Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai dari ideologi bangsa yaitu Pancasila. Namun jika dalam suatu pemerintahan terdapat banyak penyimpangan dan kesalahan yang merugikan bangsa Indonesia, itu akan membuat sistem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan begitupun dengan bangsanya sendiri.
Untuk itulah dalam makalah ini, kami mengambil judul “Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia”
1.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu :
1. Apa pengertian dari pancasila sebagai kontek ketatanegaraan NKRI?
2. Apakah definisi UUD dan Konstitusi serta fungsinya bagi negara?
3. Bagaimana UUD 1945 itu ?
4. Apa saja yang terkait dengan Pembukaan UUD 1945?
5. Bagaimanakah hubungan antara Pembukaan dengan Pasal-pasal UUD 1945?
6. Bagaimanakah sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945?
7. Bagaimanakah kelembagaan negara menurut UUD 1945?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Bapak Santoso S.Pd, M.Pd serta menjelaskan sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuannya yaitu :
1. Mengetahui pengertian pancasila dalam kontek ketatanegaraan NKRI
2. Mengetahui definisi UUD dan Konstitusi serta fungsinya bagi negara
3. Mengetahui UUD 1945?
4. Mengetahui apa saja yang terkait dengan pembukaan UUD 1945
5. Mengetahui hubungan antara Pembukaan dengan Pasal-pasal UUD 1945
6. Menegtahui sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945
7. Mengetahui kelembagaan negara menurut UUD 1945
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan suatu asas kerohanian dalam ilmu kenegaraan. Pancasila merupakan sumber nilai dan norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara maka dari itu semua peraturan perundang-undangan serta penjabarannya berdasarkan nilai-nilai pancasila.
Negara Indonesia merupakan negara demokrasi, yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan. Pancasila dalam kontek ketatanegaraan Republik Indonesia adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang undang dasar negara. Pembukaan undang- undang dasar 1945 dalam kontek ketatanegaraan, memiliki kedudukan yang sangat penting merupakan staasfundamentalnom dan berada pada hierarkhi tertib hukum tertinggi di Negara Indonesia.
2.2 UUD dan Konstitusi serta Fungsinya
Dalam ketatanegaraan, istilah UUD sering digunakan pula dengan istilah konstitusi dalam pengertian yang berbeda atau untuk saling menggantikan. Secara harfiah, istilah konstitusi dari bahasa Perancis “konstituer” yang berarti membentuk , dan diartikan sebagai “pembentuk suatu negara”. Sedangkan Indonesia menggunakan istilah UUD yang disejajarkan dengan istilah Grondwet dari belanda yang mempunyai pengertian suatu undang-undang yang menjadi dasar (Grond) dari segala hukum dalam suatu negara.
Istilah konstitusi dan UUD di Indonesia sering disejajarkan, namun istilah konstitusi dimaknai dalam arti yang luas (materiil) yang lebih luas dari UUD. Konstitusi yang dimaksudkan adalah hukum dasar, baik yang tertulis (UUD) maupun yang tidk tertulis (convensi). Dengan demikian konstitusi memuat peraturan pokok yang fundamental mengenai sendi-sendi yang pertama dan utama dalam menegakan bangun yang disebut “negara”.
UUD 1945 merupakan hukum tertinggi, norma dasar dan norma sumber dari semua hukum yang belaku dalam negara di Indonesia, ia berisikan pola dasar dalam berkehidupan di Indonesia. Negara dengan segala fungsi dan tujuannya berusaha untuk dapat mewujudkannya dengan berbagai cara, oleh karena itu sebagai pengintegrasian dari kekuatan politik, negara mempunyai bermacam-macam sifat, seperti memaksa, memonopoli, dan mencakup semuanya. Dengan sifat memaksa, negara dapat menggunakan kekerasan fisik secara sah untuk ditaatinya semua keputusan. Walaupun alasannya untuk mewujudkan tujuan bersama, sifat memaksa yang dimiliki oleh negara dapat disalahgunakan ataupun melampaui batas yang mungkin dapat menyengsarakan rakyatnya. Untuk mencegah adanya kemungkinan tersebut, konstitusi atau UUD disusun dan ditetapkan.
2.3 Undang-Undang Dasar 1945
Naskah UUD 1945 sebelum mengalami amandemen terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Naskah tersebut secara resmi dimuat dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 yang terbit tanggal 15 Februari 1946. UUD 1945 ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Antara Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya merupakan satu kebulatan yang utuh, dimana antara satu bagian dengan bagian yang lain tidak dapat dipisahkan.
Memahami pasal II Aturan Peralihan tersebut, maka secara yuridis jelas bahwa “Penjelasan” sudah tidak berlaku lagi, dan tidak bisa menjadi bagian dari pengertian UUD 1945. UUD 1945 adalah hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum, maka UUD 1945 adalah mengikat pemerintah, lembaga negara dan lembaga masyarakat, juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimana saja dan setiap penduduk yang berada di wilayah Indonesia. T dilaksanakan dan ditaati. UUD bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar yang semua tindakan dan perbuatan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan pada ketentuan-ketentuan UUD 1945. Dalam kedudukan demikian, UUD dalam kerangka tata urutan atau tata tingkat norma hukum yang berlaku, merupakan hukum yang menempati kedudukan tinggi. Dalam hubungan ini, UUD juga berfungsi sebagai alat kontrol atau alat mengecek norma hukum yang lebih rendah.
UUD merupakan hukum dasar tertulis yang bukan satu-satunya hukum dasar, disampingnya masih ada hukum dasar yang tidak tertulis. UUD bersifat singkat, sifat singkatnya itu dikarenakan :
1. UUD itu sudah cukup, apabila telah memuat aturan-aturan pokok saja, hanya memuat garis-gars besar sebagai instruksi kepada pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk melakukan tugasnya.
2. UUD yang singkat itu menguntungkan bagi negara seperti Indonesia yang masih harus berkembang, harus hidup secara dinamis, dan masih akan terus mengalami perubahan.
Semangat para penyelenggara negara dalm menyelenggarakan UUD 1945 sangat penting, oleh karena itu setiap penyelenggara negara, selain mengetahui teks UUD 1945, juga harus menghayati semangat UUD 1945. Dengan semangat penyelenggara yang baik, pelaksanaan dari aturan-aturan pokok yang tertera dalam UUD 1945 akan baik dan sesuai dengan maksud ketentuannya.
2.4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
1. Makna pembukaan UUD 1945 bagi Perjuangan Bangsa Indonesia
Apabila UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari hukum yang berlaku di Indonesia, maka Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakan baik dalam lingkungan nasional, maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di Dunia.
2. Makna Alenia-Alenia Pembukaan UUD 1945
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” merupakan bunyi alenia pertama pembukaan UUD 1945 yang menunjukan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah “kemerdekaan lawan penjajahan”. Alenia ini mengungkapkan suatu dalil obyektif, karena dalam alinea pertama terdapat letak moral luhur dari pernyataan Indonesia. Alenia ini juga mengandung suatu pernyataan subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari perjuangan. Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan, karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Hal ini berarti setiap hal atau sifat yang bertentangan atau bertentangan dengan pernyataan diatas juga harus secara sadar ditentang oleh Bangsa Indonesia.
“Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepda saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur” merupakan bunyi alenia ke dua yang menunjukan kebangsaan dan penghargaan kita atas perjuangan bangsa Indonesia selama ini. Alenia ini juga menunjukan adanya ketetapan dan ketajaman penilaian :
1. Perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan
2. Momentum yng telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
3. Kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
“Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya” merupakan bunyi dari alenia ke tiga yang menjadi motivasi riil dan materiil Bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaannya, tetapi juga menjadi keyakinan/kepercayaannya, menjadi motivasi spiritualnya, karena menyatakan kemerdekaan itu diberkati oleh Allah SWT, serta menunjukan ketaqwaan tehadap Tuhan Yang Maha Esa serta merupakam suatu pengukuhan dari Proklamasi Kemerdekaan.
“kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban Dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: ketuhanan Yang maha dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia” merupakan bunyi dari alenia ke empat yang merumuskan dengan padat sekali tujuan dari prinsip-prinsip dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia setelah menyatakan dirinya merdeka.
Dengan rumusan yang panjang dan padat, alenia keempat Pembukaan Undang-Undang dasar sekaligus menegaskan :
1. Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sekaligus menjadi tujuannya, yaitu seperti yang tertuang dalam alenia ke empat tersebut.
2. Negara Indonesia berbentuk Republik dan berkedaulatan Rakyat.
3. Negara Indonesia mempunyai dasar filsafah Pancasila.
3.Pokok-Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan UUD 1945 itu sendiri, bahwa Pembukaan UUD 1945 itu mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan dijelmakan dalam UUD, yaitu dalam pasal-pasalnya.
Ada 4 pokok pikiran yang sifat dan maknanya sangat dalam, yaitu :
1. Pokok pikiran pertama menunjukan pokok pikiran persatuan, dengan pengertian yang lazim, penyelenggara negara dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara diatas kepentingan golongan maupun perorangan.
2. Pokok pikiran yang kedua adalah kesadaran bahwa manusia Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial bangsa.
3. Pokok pikiran yang ketiga menyatakan bahwa kedaulatan berad ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral Rakyat yang luhur.
4.Hubungan antara Pembukaan dengan Pasal-pasal UUD 1945
Isi UUD 1945 dapat dibagi menjadi dua bagian yang memiliki kedudukan berbeda, yaitu :
1. Pembukaan UUD yag terdiri dari empat alinea, dimana alinea terakhir memuat Dasar nagara Pancasila.
2. Pasal-pasal UUD 1945 yang terdiri dari 20 bab, 73 pasal, 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Pasal-pasal UUD 1945, dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut :
a. Ditinjau dari isi pengertian yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945
1. Dari alinea pertama, kedua, dan ketiga berisi rangkaian peristiwa dan keadaan yang mendahului terbentuknya negara yang merupakan rumusan dasar-dasar pemikiran yang mendorong tersusunnya kemerdekaan. Pernyataan tersebut tidak mempunyai hubungan organis dengan Batang Tubuh UUD 1945.
2. Dari alenia keempat merupakan pernyataan yang dilaksanakan setelah negara Indonesia terwujud. Pernyataan tersebut mempunyai hubungan kausal dan organis dengn Pasal-pasal UUD 1945 yang mencakup beberapa aspek :
UUD itu ditentukan akan ada
Apa yang diatur oleh UUD adalah tentang pembentukan pemerintahan negara yang memenuhi berbagai persyaratan
Negara Indonesia berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat
Ditetapkannya dasar kerokhanian (Filsafat Negara Pancasila)
b. Ditinjau dari pokok-pokok yang terkandung didalam Pembukaan UUD 1945
Pokok-pokok pikiran yang terkandung didalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan sebagai berikut :
1. Negara mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan, dalam “Pembukaan” itu mengehendaki persatuan segenap bangsa Indonesia seluruhnya.
2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
3. Negara berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
4. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara, UUD menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya. Itulah hubungan antara Pembukaan dengan Pasal-pasal UUD 1945.
c. Ditinjau dari hakekat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945
Pembukaan mempunyai kedudukan sebagai Pokok kaidah Fundamental negara Republik Indonesia, dengan demikian Pembukaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada Pasal-pasal UUD 1945.
5.Hubungan antara Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945
Pancasila mempunyai fungsi dan kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara dan merupakan unsur penentu berlakunya tertib hukum Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan inti dari Pembukaan UUD 1945, itu terbukti pada alinea keempat yang menunjukan bahwa pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, yang bentuk dan wujudnya tertuang dalam UUD. Pembukaan maupun pancasila tidak bisa dirubah maupun diganti oleh siapapun, karena merubah ataupun mengganti berarti membubarkan negara Proklamasi 17 Agustus 1945 karena Pancasila merupakan fundamental terbentuknya bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai substansi esensial daripada Pembukaan UUD 1945 adalah sumber dari segala sumber hukum republik Indonesia. Hal terpenting yang bagi bangsa Indonesia adalah mewujudkan cita-citanya sesuai dengan Pancasila, artinya cara dan hasilnya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sedangkan cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 oleh karena itu Pancasila dan Pembukaan yang memilki hubungan erat harus dilaksanakan secara serasi, seimbang, dan selaras.
6.Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945
Apabila kita hubungkan antara isi pengertian Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 maka keduanya memiliki hubungan azasi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pembukaan UUD 1945, terutama pada alinea ketiga memuat pernyataan-pernyataan kemerdekaan dan aline keempat memuat memuat tindakan yang harus dilaksanakan setelah adanya negara.
Dengan demikian dapat ditentukan letak dan sifat hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagai berikut :
1. Keduanya merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
2. Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI merupakan realisasi dari alinea/bagian kedua Proklamasi 17 Agustua 1945.
3. Pembukaan UUD pada hakekatnya merupakan pernyataan kemerdekaan secara terperinci dengan memuat pokok-pokok pikiran adanya cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan Indonesia.
Hal ini berarti antara Pembukaan UUD 1945 dan Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan satu kesatuan yang bulat, karena apa yang terkandung didalam Pembukaan UUD 1945 merupakan amanat keramat dari Proklamasi 17 Agustus 1945.
2.5 Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945
Secara garis besar gambaran tentang sistem pemerintahan negara yang dianut oleh UUD 1945 yang telah diamandemen adalah sebagai berikut :
1. Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1 ayat 2). Dalam UUD 1945 yang telah diamandemen , MPR tidak mempunyai kewenangan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, tetapi hanya sebatas melantik (pasal 3 ayat 3 dan pasal 8 ayat 3). Dengan demikian hanya dengan GBHN, UUD 1945 tidak lagi mengenal istilah GBHN sebagai produk MPR. Kewenangan terbesar MPR adalah menetapkan dan mengubah UUD (pasal 3 ayat 1) selain mengenai Pembukaan UUD dan bentuk Kesatuan Negara Republik Indonesia (pasal 37 ayat 5).
2. Sistem Konstitusional
Sistem konstitusional dalam UUD 1945 tercermin dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1 ayat 2).
b. MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (pasal 3 ayat 3).
c. Presiden RI memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD (pasal 4 ayat 1).
d. Presiden dan/atau Wakil Presiden sebelum memangku jabatannya bersumpah atau berjanji memegang teguh UUD (pasal 9 ayat 1).
e. Hak-hak DPR ditentukan oleh UUD (pasal 20A).
f. Setiap UU yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan UUD 9pasal 24C ayat 1).
g. Kewenangan lembaga negara ditentukan oleh UUD (pasal 24C ayat 1).
h. Putusan dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden oleh Mahkamah Konstitusi menurut UUD (pasal 24C ayat 2).
3. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
4. Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintah menurut UUD (pasal 4 ayat 1). Namun dalam kewajibannya Presiden dibantu oleh Wakil Presiden.
5. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi. Presiden memegang tanggungjawab atas jalannya pemerintahan menurut UUD, dan Presiden diberi kewenangan untuk membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada Preisden.
6. Menteri negara ialah pembantu Presiden (pasal 17 ayat 1), oleh karena itu kedudukan menteri sangat tergantung pada Presiden (pasal 17 ayat 2)
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Presiden selaku kepala negara mempunyai kekuasan yang sangat luas, meskipun tidak bersifat mutlak. Kekuasaan kepala negara yang tidak tak terbatas itu adalah dimana kontrol DPR atas berbagai kewenangan presiden sangatlah dominan.
8. Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik (pasal 1 ayat 1 dan pasal 18 ayat 1). NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah.
2.6 Kelembagaan Negara menurut UUD 1945
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Keanggotaan MPR terdiri atas anggota DPR yang dipilih melalui pemilu, dengan suara terbanyak dan sedikitnya MPR bersidang sekali daalam lima tahun di ibukota negara.Kewenangan MPR adalah mengubah dan menetapkan UUD (pasal 3)
2.Presiden dan Wakil Presiden
Presiden memegang kekuasaan pemerintah menurut UUD, dan dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh seorang Wakil Presiden. Presiden berhak mengajukan RUU, dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan UU (pasal 5). Presiden memegang masa jabatan selama lima tahun. Syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden adalah :
1. WNI sejak kelahirannya
2. Tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.
3. Tidak pernah menghianati negara
4. Mampu secaraa jasmani dan rohani untuk melakukan keajibannya
5. Syarat-syarat lainnya akan diatur dengan UU (pasal 6Syarat-syarat lainnya akan diatur dengan UU (pasal 6).
Kewenangan lain dari presiden selaku kepala negara adalah dimilikinya hal prerogatif, antara lain :
Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, AU (pasal 10)
Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR, terutama yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi negara (pasal 11)
Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat dan akibatnya ditetapkan dengan UU (pasal 12).
Mengangkut dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 13).
Presiden memberikan grasi dengan pertimbangan MA, dan memberikan amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR (pasal 14).
Presiden memberi gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, dan lain-lain menurut UU (pasal 15).
3.Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Keanggotaan DPR dipilih oleh pemilu dengan suara terbanyak. DPR memiliki fungsi legislatif, anggaran, dan pengawasan, untuk itu DPR diberikan hak-hak interpelasi, angket, menyatakan pendapat, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta imunitas (pasal 20).
4.Dewan Perwakila Daerah (DPD)
Anggota DPD juga dipilih oleh pemilu dengan suara terbanyak dari setiap provinsi. DPD bersidang paling sedikitnya sekali dalam setahun. DPD berhak mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahasnya sesuai dengan bidangnya.
5.Komisi Pemilihan Umum (KPU)
KPU biasa ditugaskan dalam rangka Pemilu agar terselenggara sesuai asas (luberjurdil).
6. Bank Sentral
Negara memiliki satu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan UU (pasal 23D).
7.Badan Pengawas Keuangan (BPK)
BPK diadakan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang pengelolaan keuangan yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD untuk ditindklanjuti (pasal 23E).
8.Mahkamah Agung (MA)
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, dan dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan yang berada dibawahnya.
9.Komisi Yudisial
Komisi yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat serta perilaku hakim.
10.Mahkamah Konstitusi
MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan tingkat terakhir yang putusannya bersifat final untuk mengkaji UU terhadap UUD, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem ketatanegaraan dengan berdasarkan pada nilai-nilai dan yang berhubungan dengan Pancasila, dapat menjadikan karakter suatu bangsa memiliki moral yang sesuai dengan yang tercermin dalam sila-sila Pancasila.
Negara Indonesia dan masyrakat Indonesia dengan ketatanegaraannya berdasar pada Pancasila akan membawa dampak positif bagi terbentuknya bangsa Indonesia.
http://pend-pancasila.blogspot.co.id/2013/12/makalah-pancasila-dalam-konteks.html
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan Pancasila termasuk mata kuliah yang banyak terkena imbas proses reformasi. Bukan hanya materinya yang banyak berubah, proses pendidikannya juga seharusnya mengalami perubahan mendasar. Perubahan materi pendidikan Pancasila menyangkut amandemen terhadap UUD 1945 tentang sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan ini menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang konstitusi otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa.
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka negara dilaksanakan berdasarkan pada suatu konstitusi atau UUD. pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga tinggi negara, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara. Hal inilah yang dimaksud dengan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Apakah pengertian,kedudukan,sifat,dan fungsi UUD 1945 ?
2. Bagaimana pembukaan UUD 1945 ?
3. Bagaimana hubungan pembukaan dengan batang tubuh UUD 1945 ?
4. Bagaimana batang tubuh dan penjelasan UUD 1945 ?
5. Bagaimana dinamika pelaksanaan UUD 1945 ?
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan yang ingin dicapai melalui makalah ini adalah :
1. Menjelaskan Pengertian, kedudukan, sifat dan fungsi UUD 1945
2. Mengidenfikasi makna dan pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945
3. Menjelaskan hubungan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945
4. Menjelaskan unsur-unsur utama yang diatur dalam batang tubuh dan penjelasan UUD 1945
5. Menjelaskan dinamika pelaksanaan UUD 1945
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, KEDUDUKAN, SIFAT, DAN FUNGSI UUD 1945
1. Pengertian Hukum Dasar
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, dikenal ada hukum dasar tertulis yang lazim disebut undang-undang dasar dan hukum dasar tak tertulis yang disebut konvensi. Sebagai hukum dasar, undang-undang dasar merupakan sumber hukum. Oleh karena itu, setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan, bahkan setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan haruslah berdasarkan dan bersumberkan peraturan yang lebih tinggi yang berpuncak pada undang-undang dasar. Sedangkan, yang dimaksud konvensi adalah aturan hukum kebiasaan mengenai hukum publik dan kelaziman-kelaziman dalam praktik hidup ketatanegaraan.
2. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945
Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri atas:
(1) Pembukaan yang terdiri atas empat alinea,
(2) Batang tubuh yang terdiri atas 37 pasal yang dikelompokkan dalam 16 bab, 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan,
(3) Penjelasan yang terbagi dalam Penjelasan Umum dan Penjelasan Khusus yaitu penjelasan pasal demi pasal.
Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan.
3. Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945
Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan norma hukum yang tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan.
Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Sedangkan, pasal 2 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 mengatur tentang tata urutan peraturan perundang-undangan yang merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya.
Aturan tersebut sebagai berikut.
Undang-Undang Dasar 1945
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Undang-Undang
Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden
Peraturan Daerah
4. Sifat Undang-Undang Dasar 1945
a. UUD bersifat fleksibel (luwes)
Suatu konstitusi disebut luwes apabila cara pembuatan dan perubahannya sama dengan pembuatan dan perubahan undang-undang biasa. Konstitusi masih tetap mampu menampung dinamika perkembangan masyarakat
b. UUD bersifat Rigid atau Kaku
Suatu konstitusi disebut kaku apabila cara pembuatan dan perubahannya berbeda dengan cara pembuatan dan perubahan undang-undang biasa. Konstitusi dikatakan bersifat kaku apabila tidak mampu mengikuti perkembangan zaman.
5. Fungsi Undang-Undang Dasar 1945
Sebagaimana fungsi konstitusi pada umumnya, fungsi Undang-Undang Dasar 1945, pada umumnya, dapat disebutkan antara lain:
Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang
Untuk melindungi hak asasi manusia
Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan agar pemerintahan berjalan dengan tertib dan lancar.
B. PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
1. Makna Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bagi perjuangan bangsa Indonesia
Sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan nasional.
Merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
Nilai Universal karena mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh muka bumi.
Nilai Lestari karena mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada negara proklamasi 17 Agustus 1945.
2. Makna Alinea-Alinea Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Alinea pertama
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan” menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah kemerdekaan melawan penjajah. Dengan pernyataan itu, bukan saja, bangsa Indonesia bertekad untuk merdeka, tetapi akan tetap berdiri di barisan yang paling depan dalam menentang dan menghapuskan penjajahan di atas dunia.
Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan karena penjajahan itu bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti setiap hal atau sifat yang bertentangan atau tidak sesuai dengan kemanusiaan dan perikeadilan juga harus secara sadar ditentang oleh bangsa Indonesia.
Alinea kedua
Berbunyi, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”
Alinea tersebut mewujudkan adanya ketetapan dan ketajaman penilaian seperti berikut.
a. Perjuangan pergerakan kemerdekaan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang menentukan.
b. Momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
c. Kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Alinea ketiga
Berbunyi, “Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Alinea tersebut memuat motivasi spiritual yang luhur dan merupakan pengukuhan atas proklamasi kemerdekaan serta menunjukkan ketakwaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rida-Nya, bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan mencapai kemerdekaannya dan sekaligus negara yang ingin didirikannya berwawasan kebangsaan.
Alinea keempat
Berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Alinea itu merumuskan tujuan dan prinsip dasar untuk mencapai tujuan bangsa Indonesia telah menyatakan dirinya merdeka itu dengan padat sekali.
3. Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Batang Tubuh UUD 1945. Hubungan itu menyatakan bahwa pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan dijelmakan kedalam Batang Tubuh UUD 194, yaitu dalam pasal-pasalnya.
Ada 4 pokok pikiran yang memiliki makna sangat dalam, yaitu sebagai berikut :
a. Pokok pikiran pertama : “Negara-begitu bunyinya-“ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam pembukaan itu diterima, diterima aliran pengertian Negara persatuan, Negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi, Negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham perorangan. Negara menurut pengertian “pembukaan” itu menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara yang tidak boleh dilupakan. Rumusan tersebut menunjukkan pokok pikiran persatuan. Dengan pengertian yang lazim, Negara, penyelenggara Negara, dan setiap warga Negara wajib mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan ataupun perorangan.
b. Pokok pikiran kedua : “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat”. Ini merupakan pokok pikiran yang hendak diwujudkan pokok pikiran keadilan sosial. Pokok pikiran yang hendak diwujudkan oleh Negara bagi seluruh rakyat didasarkan kesadaran, bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
c. Pokok pikiran ketiga, yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945: “Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Ini adalah pokok pikiran di tangan rakyat dan dilakukan sepuhnya oleh Majelis Permusyawaran Rakyat.
d. Pokok pikiran keempat, yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 : “Negara berdasar ata Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap. Oleh karena itu UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusian yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur”. Ini menegaskan okok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
C. HUBUNGAN PEMBUKAAN DENGAN BATANG TUBUH UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Batang Tubuh UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal di Batang Tubuh.
Dengan tetap menyadari akan keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan dengan memperhatikan hubungan antara pembukaan dengan Batang Tubuh UUD dapat disimpulkan, bahwa pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar falsafah pancasila dengan Batang Tubuh UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Keduanya, merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. Batang Tubuh UUD 1945 terdiri atas rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945, yang tidak lain adalah pokok-pokokpikiran : persatuan Indonesia, keadilan sosial,kedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan, dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusian yang adil dan beradab.
Pokok-pokok pikiran tersebut tidal lain adalah pancaran dari pancasila, yang telah mampu memberikan semangat dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD 1945.
BATANG TUBUH DAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Tujuh kunci pokok sistem pemerintahan RI
Undang-undang dasar 1945 yang terdiri atas 37 pasal ditambah dengan empat pasal Aturan Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan disamping mengandung semangat dan merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 juga merupakan rangkaian kesatuan pasal-pasal yang bulat dan terpad. Didalamnya berisi materi yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut :
a) Pasal-pasal yang berisi materi penguatan system pemerintahan Negara di dalamnya termasuk pengaturan tentang kedudukan, tugas, wewenang, dan saling hubungannya dari kelembagaan Negara.
b) Pasal-pasal yang berisi materi hubungan antara Negara dan warganegara dan penduduknya serta dengan dipertegas oleh pembukaan UUD 1945 berisi konsepsi Negara di berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam kearah mana Negara bangsa dan rakyat Indonesia akan bergerak mencapai cita-cita nasionalnya.
c) Hal-hal lain. Dalam hal ini, sekali lagi perlu didasari bahwa ketiga materi itu merupakan kesatuan yang utuh yang tercakup secara bulat dalam Batang Tubuh UUD 1945.
Sistem pemerintah Negara Indonesia dijelaskan dengan terang dan sistematis dalam penjelasan UUD 1945. Di dalam penjelasan itu, dikenal tujuh buah kunci pokok, yaitu sebagai berikut.
Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat)
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Ini mengandung arti bahwa Negara, di dalamnya termasuk pemerintahan dan lembaga-lembaga Negara yang lain, dalam melaksanakan tindakan harus dilandasi oleh hukum dan harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Tekanan pada hukum (recht) disini dihadapkan sebagai lawan dari kekuasaan (math). Prinsip dari sistem ini di samping akan tampak dalam rumusan pasal-pasalnya jelas sejalan dan merupakan pelaksanaan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan oleh cita hukum (rechtsidee) yang menjiwai UUD 1945 dan hukum dasar yang tidak tertulis.
Pengertian negara hukum munurut UUD 1945 dalam arti luas. Artinya Negara hukum dalam arti material. Negara bukan saja melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tetapi juga harus memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Ciri-ciri Negara hukum adalah diakuinya hak asasi manusia, adanya asas legalitas dalam segala bentuknya: adanya suatu peradilan yang bebas tidak memihak: adanya pemisahan segala kekuasaan: dan adanya peradilan administrasi Negara.
Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasar atas sistem konstitusional (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem itu memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan Negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi. Dengan sendirinya, juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Garis-Garis Besar Haluan Negara, undang-undang dan sebagainya. Dengan demikian, sistem itu memperkuat dan menegaskan lagi sistem Negara hukum seperti yang dikemukakan di depan. Dengan landasan kedua sistem itu, Negara hukum dan sistem konstitusional menciptakan mekanisme hubungan tugas dan hukum antara lembaga-lembaga Negara yang dapat menjamin terlaksananya sistem itu.
Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Die gesamte staatgewalt Lietgt allein bei der Majelis)
“Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat. MPR sebagai penjelman seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des willens des staatvolkes). Majelis tersebut menetapkan undang-undang dasardan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Majelis itu mengangkat kepala Negara (presiden) dan wakil kepala Negara (wakil presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan Negara tertinggi. Sedangkan presiden harus menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh majelis.
d. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah majelis
Menurut sistem pemerintahan Indonesia, presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Dalam hal pembuatan undang-undang dan penetapan APBN, presiden harus mendapatkan persetujuan DPR. Presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti pada system parlementer. Sebaliknya DPR pun tidak dapt menjatuhkan presiden karena presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan bahwa “Disamping Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan APBN (Statsbegrooting)”. Oleh karena itu, presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan, artinya kedudukan presiden tidak bergantung kepada dewan.
f. Menteri Negara ialah pembantu presiden, menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR
Penjelasan UUD 1945 menyatakan “Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada DPR. Kedudukannya tidak bergantung pada dewan, akan tetapi bergantung pada presiden. Mereka ialah pembantu presiden.”
g. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas
Penjelasan UUD 1945 menyatakan “Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan diktator” artinya kekuasaan tidak tak terbatas.
Kunci system ini adalah kekuasaan presiden tidak tak terbatas ditekankan dalam pokok yang kedua sistem pemerintahan konstitusional, bukan bersifat absolute. Dengan fungsi/peranan DPR dan fungsi/peranan para menteri sebagai pembantu presiden, dapat mencegah kemungkinan kekuasaan pemerintahan presiden menjurus ke arah kekuasaan mutlak (absolutisme).
Dengan uraian sestem pemerintahan seperti di atas, tampak jelas kerangka mekanisme penyelenggaraan pemerintahan Negara serta mekanisme hubungan kelembagaan antara MPR – presiden – DPR. Ditinjau dari kelembagaan Negara berdasarkan UUD 1945, masih terdapat lembaga-lembaga Negara lainnya yang belum diuraikan dalam system pemerintahah tersebut ialah DPA, BPK, dan Mahkamah Agung.
E. DINAMIKAPELAKSANAAN UUD 1945
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila.
Kemudian BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945.
Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua BPUPK . Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
A. Undang-Undang Dasar 1945 (awal kemerdekaan)
Undang-Undang Dasar ini disahkan pada sidang PPKI sehari setelah Indonesia merdeka yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.Undag-Undang Dasar ini terdiri atas Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh yang mencakup 37 Pasal 4 Aturan Peralihan atau Peraturan Tambahanserta penjelasan yang dibuat oleh Prof. Mr.Soepomo (Sunoto, 1985: 35).
Pada awal kemerdekaan UUD 1945 tidak dilaksanakan dengan baik karena kondisi Indonesia dalam suasana mempertahankan kemerdekaan. Sedang mengenai keadaan pemerintahnya sebagai berikut:
Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945berlaku yaitu sebelum MPR, DPR dan DPA dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Sistem kabinetnya, Kabinet Presidensil dimana para menteri bertanggung jawab pada presiden bukan pada DPR.
Dikeluarkannya Maklumat No. X pada tanggal 16 Oktober 1945, yang merubah kedudukan KNIP yang tadinya sebagai pembantu Presiden menjadi badan legislatif(DPR)
Dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah kabinet presidensil menjadi parlementer, ini berarti menyimpang dari UUD 1945.sistem kabinet ini diikuti dengan Demokrasi Liberal.
Akibat dari kondisi diatas menimbulkan, pemerintah tidak stabil seiring pergantian kabinet, Terjadinya pemberontakaan PKI Madiun, karena keadaan genting maka kabinet kembali ke presidensil lagi, diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) sehingga Indonesia harus menerima berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS).
B. Konstitusi RIS
Hasil dari KMB pada 27 Desember 1945 mengharuskan pada Indonesia untuk menerima berdirinya negara RIS. Secara otomatis UUD yang digunakan pun berganti, dan yang digunakan adalah Konstitusi RIS.
Pada masa ini seluruh wilayah Indonesia tunduk pada Konstitusi RIS. Sedangkan UUD 1945 hanya berlaku un tuk negara bagian Indonesia yang meliputi sebagian jawa dan sumatra dengan ibukota Yogyakarta. Sistem pemerintahannya adalah Parlementer yang berdasarkan Demokrasi Liberal.
Negara Federasi RIS tidak berlangsung lama.berkat kesadaran para pemimpin kita maka pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS kembali lagi menjadi NKRI dengan Undang-Undang yang lain yang disebut Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
B. Undang-Undang Dasar Sementara
Mulai tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali lagi menjadi NKRI dengan Undang-Undang Dasar Sementara atau disebut juga UUD 1950. Sistem pemerintahan yang digunakan adalah parlementer dan presiden tidak bisa diganggu gugat dan menteri bertanggung jawab. Berlaku demokrasi liberal dan telah berhasil melaksanakan pemilu dan membentuk badan konstituante.
Karena kabinet yang dgunakan adalah parlementer maka presiden dan wakil presiden adalah presiden konstitusional yang tidak bisa diganggu gugat. Yang bertanggung jawab adalah menteri kepada parlemen. Akibat dari sistem pemeritah ini maka pemerintahan tidak stabil, sebab sering terjadi pergantian kabinet, ekonomi dan keamanan sangat kacau, badan konstitusituante macet tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk membuat Undang-Undang Dasar yang tetap sebagai ganti UUDS 1950. Pada waktu itu beruntung rakyat indonesia mempunyai rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi, terbukti dengan banyaknya negara bagian RIS yang melebur kembali pada negara Republik Indonesia.
Kenyataan ini yang membuat RIS dan Republik Indonesia untuk mengadakan perundingan dan menghasilkan kesepakatan untuk membuat negara kesatuan.
C. Undang-Undang Dasar 1945 (yang berlaku berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
Melihat situasi yang semakin memburuk dan dukungan rakyat Indonesia maka dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1950 yang berisi tentang kembalinya UUD 1945. Dasar hukum dekrit ini adalah Hukum Darurat Negara (Staatsnoodretcht). Adapun isi dari dekrit tersebut adalah :
• Menetapkan pembubaran Kostituante
• Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia, terhitung mulai dari tanggal menetapkan dekrit ini, dan tidak berlaku lagi UUD 1950.
Pembentukkan MPRS yang terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah dengan perwakilan-perwakilan dari daerah dan golongan-golongan, serta DPAS akan dilaksanakan dalam waktu yang sesingkat singkatnya. . Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka berlaku kembali UUD 1945. Dengan demikian rumusan dan sistematika Pancasila tetap seperti yang tercantum dalam ‘Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat’.
Untuk mewujudkan pemerintahan Negara berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila dibentuklah alat-alat perlengkapan Negara:
• Presiden dan Menteri-Menteri
• .Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR)
• Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
• Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Walaupun sudah ada dekrit tersebut tetapi pada kenyataannya UUD 1945 masih belum dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Pelaksanaan UUD 1945 periode ini semenjak Dekrit 5 Juli 1959 dinyatakan kembali kepada UUD 1945, tetapi dalam praktek ketatanegaraan hingga tahun 1966 ternyata belum pernah melaksanakan jiwa dan ketentuan UUD 1945, terjadi beberapa penyimpangan, antara lain:
• Pelaksanaan Demokrasi Terpempin, diman Presiden membentuk MPRS dan DPAS dengan Penpres Nomor 2 tahun 955 yang bertentangan dengan system pemerintahan Presidentil sebagaimana dalam UUD 1945.
• Penentuan masa jabatan presiden seumur hidup, hal ini bertentangan dengan pasal UUD yang menyebutkan bahwa masa jabatan Presiden adalah 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali.
• Berdirinya Partai Komunis Indonesia yang berhaluan atheisme, dan adanya kudeta PKI dengan gerakan 30 September yang secra nyata akan membentuk Negara Komunis Indonesia
• Bidang Idiologi : dibolehkannya komunis yang sangat jelas bertentangan dengan sila pertama. Paham ini berawal dari pemahaman pancasila sebagai ajaran Bung Karno, pancasila dipersempit menjadi Tri sula dan akhirnya menjadi Eka sila (gotong Royong).
• Bidang Hukum : Hukum yang digunakan sebenarnya hukum Revolusi, UUD hanya digunakan alat revolusi diatas segala galanya sehingga menjadikan pemerintahan yang otoriter, dan diktator
•Bidang Moral : Terjadinya krisis dan dekadensi moral.
• Bidang Ekonomi : Keadaan ekonomi merosot, terjadi inflasi, banyak korupsi
• Bidang sosial dan politik : Masyarakat dibagi bagi menjadi dalam kotak-kotak parpol dan ormas dengan porosnya nasakom.
Pada puncaknya antara tanggal 30 September 1965-11 Maret 1966, dengan dipelopori para pemuda dan mahasiswa menya mpaikan tiga tuntutan rakyat(TRITURA) yang berisi”bubarkan PKI, Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI, Turunkan harga. Gerakan tritura ini semakin meningkatt sehingga pemerintah tak lagi mampu menanganinya. Dalam situasi yang demikian maka pada tanggal 11 Maret 1966. presiden soekarno melayangkan surat perintah kepada soeharto yang sering kita kenal dengan sebutan SUPERSEMAR.
D. UUD 1945 Pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada pihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
• Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
• Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
E. UUD 1945 Pada Masa Reformasi
Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi konstitusi dipandang merupakan kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan rakyat, terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi manusia.
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
• Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
• Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Mewujudkan amanat reformasi perlu adanya pembenahandan penataan kembali terhadap system ketatanegaraan dan pemerintahan Negara.Masalah utama Negara hukum Indonesia adalah UUD 1945 yang bersifat otorian, maka agenda utam pemerintahan pasca Soeharto adalah reformasi konstitusi.
Akhirnya, lahirlah beberapa amandemen terhadap UUD 1945. Hasil amandemen konstitusi mempertegas deklarasi Negara hokum, dari semula hanya ada di dalam penjelasan, menjadi bagian batang tubuh UUD 1945. Konsep pemisahan kekuasaan Negara ditegaskan. MPR tidak lagi mempunyai kekuasaan yang tak terbatas. Presiden tidak lagi membentuk undang-undang, tetapi hanya berhak mengajukan dan membahas RUU.
Kekuasaan diserahkan kembali kepada yang berhak, yakni DPR.
Akuntabilitas politik melalui proses rekrutmen anggota parlemen dan Presiden secara langsung, diperkuat lagi dengan system pemberhentian mereka jika melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hokum dan konstitusi.
Kekuasaan kehakiman yang mandiri diangkat dari penjelasan menjadi materi Batang Tubuh UUD 1945. Lebih jauh, mahkamah konstitusi dibentuk untuk mengawal kemurnian fungsi dan manfaat konstitusi, karena salah satu kewenangan MK adalah melakukan constitutional review, menguji keabsahan aturan undang-undang bila dihadapkan kepada aturan konstitusi.
Satu hal yang perlu dicatat, bahwa amandemen UUD 1945 ini hanya dilakukan terhadap batabg tubuh UUD 1945 [pasal-pasal] tetapi tidak dilakukan terhadap pembukaan UUD 1945. Terdapat asumsi bahwa melakukan perubahan terhadap pembuukaan UUD 1945 pada dasarnya akan mengubah Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1946. Karena pembukaan UUD 1945 hakikatnya adalah jiwa dan ruh Negara proklamasi, sementara dasar Negara Republik Indonesia, yakni Pancasila juga terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Maka sistematika dan rumusan Pancasila tidak mengalami perubahan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam proses kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat dibutuhkan sistem yang mengatur ketatanegaraan yang dimengerti oleh rakyatnya serta penyelenggaraannya.
Pembuatan UUD 1945 sebagai sistem ketatanegaraan memerlukan proses yang sangat panjang. Dimulai dari awal kemerdekaan sampai pada saat sekarang ini yaitu reformasi telah banyak dilakukan perubahan maupun amandemen demi kesempurnaan suatu UUD. Setiap pasal dalam tubuh UUD 1945 sangat mempunyai makna yang terkandung di dalamnya
Juga telah banyak kejadian yang menjadi bersejarah demi mempertahankan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pondasi bangsa Indonesia.
3.2 Saran
Makalah tugas Pendidikan Pancasila ini merupakan karya pertama penulis, sehingga masih belum begitu sempurna. Apabila ada kritik maupun saran yang bersifat membangun maka penulis dengan senang hati akan menerimanya. Untuk lebih menyempurnakan pada Penulisan Makalah yang akan dibuat oleh penulis dikemudian waktu.
http://ahnyoga.blogspot.co.id/2014/01/makalah-sistem-ketatanegaraan-ri.html
SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN
PANCASILA DAN UUD 1945
“HUBUNGAN ANTARA PEMBUKAAN UUD 1945 DENGAN PANCASILA”
Sebagai Dasar Negara, Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang dala ilmu
kenegaraan populer disebut sebagai Dasar Filsafat Negara. Dalam kedudukan ini Pancasila
merupakan sumber nilai dan sumber norma dalam aspek penyelenggaraan negara, termasuk
sumber tertib hukum di negara Republik Indonesia. Konsekuensinya seluruh peraturan
perundang-undangan serta penjabarannya senantiasa terkandung dalam sila-sila Pancasila.
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena
itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem
peraturan perundang-undangan. Pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga tinggi negara, hak
dan kewajiban warga negara ,keadilan sosial dan lainnya diatur dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian pancasila dalam konteks
ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pembahasaan ini tidak dapat dilepaskan dengan
eksistensi Pembukaan UUD 1945, yang merupakan deklarasi bangsa dan negara Indonesia
yang memuat Pancasila sebagai dasar negara, tujuan negara serta bentuk negara Republik
Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 bersama-sama dengan Undang-Undang Dasar 1945
diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No 7, ditetapkan oleh PPKI tanggal 18
Agustus 1945. Inti dari Pembukaan UUD 1945, pada hakikatnya terdapat dalam alinea IV.
Sebab segala aspek penyelenggaraan pemerintahan negara yang berdasarkan Pancasila
terdapat dalam Pembukaan alinea IV.
Oleh karena itu, justru dalam Pembukaan itulah secara formal yuridis Pancasila
ditetapkan sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia. Maka, hubungan antara
Pembukaan UUD 1945 adalah bersifat timbal balik sebagai berikut :
Hubungan Secara Formal
Dengan dicantumkan Pancasila secara formal di dalam Pembukaan UUD 1945, maka
Pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata
kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sosial, ekonomi, politik akan
tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan
asas-asas kultural, religius, dan asas-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam
Pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti
yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV
2) Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan Pokok
Kaidah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai
dua macam kedudukan yaitu :
a) Sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberikan
faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum di Indonesia.
b) Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum
tertinggi.
3) Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain
sebagai Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, juga
berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi sendiri, yang hakikat kedudukan
hukumnya berbeda dengan pasal-pasalnya. Karena Pembukaan Uud 1945 yang
intinya adalah Pancasila adalah tidak tergantung pada Batang Tubuh UUD 1945,
bahkan sebagai sumbernya.
4) Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat,
kedudukan dan fungsi sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik Indonesia
yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
5) Bahwa Pancasila senagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan demikian mempunyai
kedudukan yang kuat , tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan
hidup Negara Republik Indonesia.
Dengan demikian Pancasila sebagai substansi esensial dari Pembukaan dan
mendapatkan kedudukan formal yuridis dalam Pembukaan, sehingga baik rumusan maupun
yurisdiksinya sebagai dasar negara adalah sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD
1945. Maka perumusan yang menyimpang dari pembukaan tersebut adalah sama halnya
dengan mengubah secara tidak sah Pembukaan UUD 1945, bahkan berdasarkan hukum
positif sekalipun dan hal ini sebagaimana ditentukan dalam ketetapan MPRS
No.XX/MPRS/1966,(juncto Tap No.V/MPRS1973).
Hubungan Secara Material
Hubungan Pembukaan UUD 1945 dalam Pancasila selain hubungan yang bersifat
formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga ada hubungan secara material sebagai berikut.
Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan Pembukaan UIUD
1945, maka secara kronologisnya, materi yang dibahas oleh BPUPKI membicarakan dasar
filsafat negara Pancasila berikutnya tersusunlah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia 9,
sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.
Jadi berdasarkan urur-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah
sebagai tertib hukum tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumberkan pada Pancasila,
atau dengan kata lain perkataan Pancasila sebagai sumber tertib hukum di Indonesia yang
meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat.