Academia.eduAcademia.edu

IKP 2019-Indeks Kerawanan Pemilu

2019, Bawaslu

IKP 2019 merupakan upaya dari Bawaslu RI untuk melakukan pe- metaan dan deteksi dini terhadap berbagai potensi pelanggaran dan kerawanan untuk kesiapan menghadapi pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara serentak tahun 2019. Dalam IKP ini, kerawanan didefinisikan sebagai Segala hal yang menim- bulkan gangguan dan berpotensi menghambat proses pemilihan umum yang inklusif dan benar.

IKP 2019 Indeks Kerawanan Pemilu BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM i ii INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 SAMBUTAN S egala puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena atas izin-Nya sehingga Indeks Kerawanan Pemilihan Umum (IKP) tahun 2019 ini dapat diselesaikan. IKP 2019 adalah salah satu produk hasil penelitian Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia pelaksanaan pemilihan umum, khususnya Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang akan dilaksanakan secara serentak tahun 2019 untuk pertama kalinya. IKP 2019 merupakan upaya dari Bawaslu RI untuk melakukan pemetaan dan deteksi dini terhadap berbagai potensi pelanggaran dan kerawanan untuk kesiapan menghadapi pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara serentak tahun 2019. Dalam IKP ini, kerawanan didefinisikan sebagai Segala hal yang menimbulkan gangguan dan berpotensi menghambat proses pemilihan umum yang inklusif dan benar. Bawaslu menyusun IKP 2019 dengan menitikberatkan pada 4 (empat) dimensi utama yang dijadikan sebagai alat ukur yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis, berkualitas, dan bermartabat. Keempat dimensi tersebut, yaitu (i) konteks sosial politik, (ii) penyelenggaraan pemiliu yang bebas dan adil, (iii) kontestasi, dan (iv) partisipasi. IKP 2019 tetap akan menggunakan 3 kategori kerawanan, yaitu: (kerawanan) tinggi, menengah, dan rendah. Melalui kategorikategori tersebut diharapkan Bawaslu dan pemangku kepentingan lainnya dapat membuat dan mengambil intervensi terukur terkait kerawanan Pemilu yang terjadi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Secara berkelanjutan Bawaslu telah melakukan penyusunan IKP sejak Pemilu Legislatif tahun 2014. Pada proses penyusunan IKP 2019, Bawaslu menyempurnakan produk IKP agar lebih terukur dan semakin fungsional dengan tetap mengutamakan kejelasan dan konsistensi metodologi dan analisisnya. Data, pengalaman penyelenggaraan pilkada sebelumnya, serta pengetahuan tim ahli dalam mengidentifikasi dan memproyeksi potensi terjadinya kerawanan pilkada dijadikan sebagai basis utama menyusun IKP 2019. IKP 2019 dirilis pada saat dimulainya tahapan kampanye. Hal ini dimaksudkan agar semakin banyak tahapan yang diprediksi dan semakin tinggi peluang melakukan pencegahan terhadap potensi pelanggaran dalam setiap tahapan Pemilu. Melalui serangkaian tahapan, Bawaslu BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM iii melibatkan berbagai pihak yang terdiri dari kementerian/lembaga, akademisi, peneliti, praktisi, dan pegiat Pemilu dalam proses penyempurnaan IKP tersebut. Sementara dalam tahapan pengumpulan data, Bawaslu RI melibatkan seluruh Bawaslu di tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. “Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu” Untuk lingkup internal Bawaslu, hasil IKP 2019 bermanfaat untuk memperkuat pemetaan dan deteksi dini terhadap berbagai potensi pelanggaran dan kerawanan menjelang Pemilu Tahun 2019. Indeks ini akan memudahkan Bawaslu menyusun strategi pengawasan berdasarkan daerah yang rawan dan pada aspek apa saja bobot pengawasan difokuskan. Bagi para pemangku kepentingan, keberadaan IKP 2019 diharapkan dapat memberikan kontribusi mewujudkan pemilihan umum yang jujur, yang semakin baik. Hal ini tentu disesuaikan dengan ketentuan perundang-undangan dan mengedepankan asas demokrasi. Kami menyampaikan terima kasih atas partisipasi dari berbagai pihak yang telah berperan aktif melakukan penyusunan IKP 2019. Besar harapan kami agar IKP 2019 ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan bangsa dan negara. A B H AN Ketua iv INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 PENGANTAR B adan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang memiliki tugas dalam pengawasan pemilu, baik melalui pendekatan pencegahan maupun penindakan. Pendekatan pencegahan dalam pengawasan pemilihan kepala daerah, baik pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota, memerlukan pemetaan dan penilaian yang komprehensif atas potensi pelanggaran dan kerawanan dalam penyelenggaraan pemilu. Untuk itu Bawaslu melakukan serangkaian kajian dan analisis secara deret waktu (time series) untuk memenuhi kebutuhan publik dan para stakeholder akan informasi yang dapat memperkuat kualitas penyelenggaran pemilu. Penguatan dan peningkatan kapasitas riset terus dilakukan oleh Bawaslu RI guna menghasilkan analisis dan kajian kepemiluan yang bisa diandalkan. Hal tersebut dilakukan seiring dengan komitmen Bawaslu untuk meningkatkan peran dan fungsinya sebagai pusat pengkajian dan analisis kepemiluan di Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut, Bawaslu menyusun Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) sebagai rangkaian riset yang dilakukan sebagai dasar merumuskan kebijakan, program, dan strategi pengawasan di bidang kepemiluan. Melalui pendekatan pencegahan, IKP dibutuhkan sebagai instrumen untuk mendeteksi tingkat kerawanan di setiap wilayah yang hendak melangsungkan pilkada. Harapannya, segala bentuk potensi kerawanan dapat diantisipasi, diminimalisir, dan dicegah. Pendekteksian tingkat kerawanan dilakukan dengan cara mengidentifikasi ciri, karakteristik, dan kategori kerawanan dari berbagai wilayah yang akan melangsungkan pemilu atau pilkada. Tentu hal ini dilakukan dengan mendasarkan pada data dan pengalaman empiris praktik penyelenggaraan pemilu atau pilkada sebelumnya di masing-masing daerah. Penyusunan IKP mendasarkan pada tiga dimensi yaitu kontenstasi, partisipasi dan penyelenggaraan. Dimensi kontestasi mencakup subyek peserta pemilu (partai politik dan kandidat) yang saling berkompetisi dalam meraih posisi politik tertentu. Dalam dimensi kontestasi dilihat seberapa adil dan setara proses kompetisi berlangsung di antara para kontestan. Sementara dimensi partisipasi menyangkut subyek masyarakat sebagai pemilih yang memiliki hak pilih. Dimensi ini melihat bagaimana hak masyarakat dijamin serta diberikan ruang berpartisipasi untuk mengawasi dan memengaruhi proses pemilihan umum. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM v Adapun dimensi penyelenggaraan adalah penyelenggara pemilu yang bertanggung jawab terhadap proses penyelenggaraan pemilu. Dimensi ini terkait bagaimana integritas dan profesionalitas penyelenggara dalam menjamin pemilu berjalan jujur, adil, dan demokratis. Dengan mengacu kepada IKP ini, Bawaslu menjalankan tugas pencegahan dalam pengawasan pemilu dengan pemetaan yang lebih komprehensif terkait dengan potensi pelanggaran dan kerawanan penyelenggaraan pemilu. IKP juga diharapkan dapat membantu para pemangku kepentingan dalam pemilu, seperti kementerian dan lembaga negara, institusi akademik, masyarakat sipil, media, serta publik secara luas dalam menyediakan sumber data rujukan, informasi, dan pengetahuan serta rekomendasi dalam mengambil keputusan, terutama untuk lengkah-langkah antisipasi terhadap berbagai hal yang dapat menghambat dan mengganggu proses pemilu di berbagai daerah di Indonesia. MOCHAMMAD AFIFUDDIN Koordinator Divisi Pencegahan dan Sosialisasi vi INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 DAFTAR ISI SAMBUTAN.................................................................................................................... iii PENGANTAR.................................................................................................................. v DAFTAR ISI..................................................................................................................... vii BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................. 1 1.1. IKP 2019: UNTUK INDONESIA SEMAKIN BAIK ................................ 2 1.2. IKP 2019: PROSES PENYEMPURNAAN PENYELENGGARAAN PEMILU ............................................................... 5 1.3. IKP 2019: TUJUAN DAN RELEVANSI .................................................... 9 BAB 2 KERANGKA KONSEPTUAL ....................................................................... 13 2.1. PEMILU, PELANGGARAN PEMILU, DAN KERAWANAN PEMILU .................................................................... 15 2.2. KONSTEKS SOSIAL-POLITIK ................................................................... 21 2.3. PENYELENGGARAAN YANG BEBAS DAN ADIL ............................. 28 2.4. KONTESTASI .................................................................................................. 33 2.5. PARTISIPASI ................................................................................................... 35 BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................................... 39 3.1. TAHAPAN PENYUSUNAN INDEKS......................................................... 40 3.2. HIPOTESIS INDEKS ..................................................................................... 42 3.3. JENIS PENELITIAN ...................................................................................... 42 3.4. METODE PENGUMPULAN DATA INDEKS .......................................... 43 3.4.1. Data Primer........................................................................................... 43 3.4.2. Data Sekunder ................................................................................... 44 3.4.3. Wilayah ................................................................................................. 45 3.5. METODE UJI VALIDITAS DAN REBILITAS .......................................... 46 3.6. HASIL UJI VALIDITAS DAN REBILITAS ................................................ 47 3.7. METODE ANALISIS INDEKS. ................................................................... 51 3.7.1. Kategorisasi .......................................................................................... 52 3.8. LIMITASI ........................................................................................................... 53 BAB 4 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 DI INDONESIA...................... 57 1. MODEL PENGUKURAN VARIABEL`...................................................... 59 4.1. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI KEAMANAN ........................................................................ 61 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM vii 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. 4.11. 4.12. 4.13. 4.14. 4.15. 4.16. 4.17. 4.18. 4.19. 4.20. 4.21. 2. viii ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI OTORITAS PENYELENGGARA PEMILU.................... 67 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PENYELENGGARA NEGARA ....................................... 73 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI RELASI KUASA DI TINGKAT LOKAL..................................................... 79 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN DIMENSI KONTEKS SOSIAL POLITIK ...................................................................... 85 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI HAK PILIH ....................................................................................................... 90 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI KAMPANYE ........................................................................ 95 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA................ 101 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI AJUDIKASI KEBERATAN PEMILU........................................................... 107 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PENGAWASAN PEMILU ................................................. 112 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN DIMENSI PENYELENGGARAAN PEMILU YANG BEBAS DAN ADIL............. 118 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI HAK POLITIK TERKAIT GENDER ............................... 124 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI REPRESENTASI MINORITAS ........................................ 129 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PROSES PENCALONAN ............................................................................ 134 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN DIMENSI KONTESTASI ................................................................................................. 140 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PARTISIPASI PEMILIH ..................................................... 145 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PARTISIPASI PARTAI ....................................................... 151 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PARTISIPASI KANDIDAT................................................. 157 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PARTISIPASI PUBLIK ....................................................... 163 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN DIMENSI PARTISIPASI POLITIK.................................................................................. 169 ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 .................................................................... 174 ANALISIS DATA MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL VARIABEL INDEKS KERAWANAN PEMILU (Y)................................. 179 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 3. 4. 5. ANALISIS DATA MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL VARIABEL INDEKS KERAWANAN PEMILU (Y)................................. 183 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 DI KABUPATEN/KOTA...... 194 ISU KERAWANAN PEMILU 2019 DI KABUPATEN/KOTA .............. 202 BAB 5 5.1. 5.2. 5.3 5.3.1. 5.3.2. 5.3.3. PENUTUP........................................................................................................ 237 KESIMPULAN ................................................................................................. 238 TINDAK LANJUT .......................................................................................... 239 REKOMENDASI ............................................................................................. 240 Komisi Pemilihan Umum ............................................................................ 240 Peserta Pemilu (Partai Politik dan Pasangan Calon) ...................... 241 Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum Dan Keamanan ....................................................................................................... 241 5.3.4. Kementerian Dalam Negeri ...................................................................... 241 5.3.5. Pemerintah Daerah ...................................................................................... 242 5.3.6. Aparat Keamanan/Penegak Hukum ..................................................... 242 5.3.7. Masyarakat Sipil ............................................................................................ 242 5.3.8. Media ................................................................................................................ 243 LAMPIRAN 1 .................................................................................................................. 251 Pengumpulan Data IKP 2019 .................................................................................. 252 LAMPIRAN 2 Pelatihan Pengumpulan Data IKP 2019 ................................ 258 LAMPIRAN 3 Penyusunan Instrumen IKP 2019 ............................................. 261 LAMPIRAN 4 Dimensi Partisipasi Politik Tingkat Kabupaten/Kota ...... 263 LAMPIRAN 5 Dimensi Konteks Sosial-Politik Tingkat Kabupaten/Kota............................................................................ 270 LAMPIRAN 6 Dimensi Kontestasi Tingkat Kabupaten/Kota .................... 276 LAMPIRAN 7 Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Tingkat Kabupaten/Kota ........................................................................... 283 LAMPIRAN 8 Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Keamanan Tinggi ........................................................................... 290 LAMPIRAN 9 Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Otoritas Penyelenggara Pemilu Tinggi ................................ 291 LAMPIRAN 10 Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Penyelenggara Negara Tinggi................................................... 291 LAMPIRAN 11 Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Relasi Kuasa Lokal Tinggi ..................................................................................... 292 LAMPIRAN 12 Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Proses Pencalonan Tinggi LAMPIRAN 13 – Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Partisipasi Partai Tinggi ....................................... 294 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM ix x INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BAB 1 PENDAHULUAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 1 1.1. IKP 2019: UNTUK INDONESIA SEMAKIN BAIK S etelah mengalami goncangan dramatis pasca-reformasi, realitas demokrasi Indonesia mengalami banyak perubahan dan peralihan. Bukan sesuatu yang mudah bagi bangsa Indonesia melewati transisi demokrasi yang demikian besar (big bang transition) hingga kemudian relatif memperlihatkan kemajuan. Langkah-langkah besar dan mendasar dilakukan untuk menjadikan demokrasi sebagai arah tuju negara dengan mengamandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945. Amandemen UUD NRI 1945 telah 4 kali dilakukan selama 1999 – 2002. Amandeman tersebut mengubah sistem politik Indonesia secara prinsipil, di antaranya, terhadap pemilihan umum (Pemilu): pembatasan periodesasi masa jabatan presiden (dua kali masa jabatan); perubahan pemilihan presiden dari sistem perwakilan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi pemilihan langsung oleh rakyat; Pemilu diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri; dan lainnya. Meskipun Pemilu tidak sama dengan demokrasi, tetapi Pemilu adalah konsep dan sekaligus wujud nyata dari demokrasi prosedural. Karena tidak pernah ada satu pun negara demokratis yang sepenuhnya dijalankan langsung oleh semua rakyat dan sepenuhnya untuk seluruh rakyat, maka Pemilu merupakan cara yang paling kuat bagi rakyat untuk partisipasi dalam demokrasi pewakilan modern (representative government). Keikutsertaan rakyat merupakan kunci utama dalam menjalankan sistem pemerintahan yang demokratis, sebagaimana konsep yang ditawarkan Mayo (dalam Budiardjo 2006: 117): “A Democratic political system is one in which public policies are made on a majority basis, by representatives subject to effective popular control at periodic elections which are conductet on the principle of political equality and under conditions of political freedom.” (Sistem politik yang demokratis ialah di mana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana yang menjamin kebebasan politik). Hal tersebut dipertegas Dahl (1980: 11) mengenai sistem pemerintahan demokrasi di mana, “masyarakat memiliki kesempatan yang sangat luas dan besar untuk turut dalam pembuatan keputusan.” Dahl (2001: 84) melanjutkan 2 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 bahwa, “...hanya pemerintahan yang demokratis yang dapat memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi orang-orang untuk menggunakan kebebasan menentukan nasibnya sendiri, yaitu untuk hidup di bawah hukum yang mereka pilih sendiri.” Dan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” menjelaskan bahwa Indonesia menerapkan sistem pemerintahan dengan nilai-nilai demokratis. Untuk itu, dari waktu ke waktu kualitas penyelenggaraa Pemilu yang terdiri dari sistem Pemilu (electoral system), tata kelola Pemilu (electoral process), dan penegakan hukum Pemilu (electoral law); terus disempurnakan. Sebagai contoh adalah keberadaan lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU), penataan kelembagaan dan keanggotaan KPU, penghapusan unsur Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia (TNI/Polri) di parlemen, penggunaan sistem multipartai, pembatasan masa jabatan presiden, keterbukaan akses informasi penghitungan suara, dan sebagainya. Kendati demikian, kita tidak bisa menutup mata terhadap sejumlah masalah atau problem dalam Pemilu, salah satunya adalah konflik dalam penyelenggaraan Pemilu. Konflik dalam Pemilu tidak semata berkaitan dengan proses pencoblosan atau konstestasi politik di bilik suara. Akan tetapi, juga berkaitan dengan proses pelembagaan demokrasi secara menyeluruh, di antaranya seperti: penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT), penyikapan masyarakat terhadap hoax, politik identitas, problem kaderisasi partai politik, akselerasi pembangunan, perebutan akses sumber daya alam, dan penegakan hukum. Konflik dalam Pemilu mengejawantah dalam varian yang beragam dan menyebar di setiap tahap Pemilu (pra Pemilu, saat Pemilu, pasca Pemilu), sehingga Pemilu yang semula diposisikan sebagai institusi demokrasi untuk kehidupan bangsa lebih baik bisa menjadi sumber malapetaka. Pemilu akan menjadi sumber kerawanan karena menimbulkan rasa tidak aman, rasa tidak tenang, hingga memungkinkan hal terburuk yaitu perpecahan bangsa. Untuk mengantisipasi kerawanan dalam penyelenggaraan Pemilu perlu dilakukan antisipasi sejak dini dengan pengawasan. Pengawasan Pemilu adalah salah satu bagian penting dalam penyelenggaraan Pemilu. Pengawasan Pemilu menjadi bagian yang dikembangkan secara sistematis, misalnya, dengan membuka ruang bagi kelompok pemantau secara luas dan pelembagaan pengawas Pemilu. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 3 Oleh karena itu, melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dibentuklah Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai lembaga tetap dengan kewenangan utama untuk mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana Pemilu, serta kode etik. Kelembagaan pengawas Pemilu diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu di dalamnya terdapat beberapa perubahan kedudukan, tugas, dan wewenang Bawaslu. Perubahan itu di antaranya berupa pembentukan lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi (Bawaslu Provinsi) dan menambah kewenangan menangani sengketa Pemilu. Menyusul terbitnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, kedudukan Bawaslu kembali diperkuat hingga tingkat kabupaten/kota dan berubah menjadi tetap. Tugas dan kewenangan Bawaslu bertambah tidak hanya sebagai pengawas, tetapi sekaligus sebagai eksekutor atau pemutus perkara. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia yang mempunyai tugas dalam pengawasan dan pencegahan. Dalam konteks pencegahan dalam pengawasan Pemilu, maka diperlukan upaya pemetaan yang komprehensif terkait potensi pelanggaran dan kerawanan dalam penyelenggaraan Pemilu. Oleh karena itu, serangkaian kajian diperlukan untuk memenuhi kebutuhan publik dan stakeholders akan informasi yang akurat dan valid — terutama dalam hal pengawasan dan pencegahan atas kemungkinan kerawanan dalam penyelenggaraan Pemilu. Penguatan dan peningkatan kapasitas kajian terus dilakukan Bawaslu RI guna menghasilkan analisis dan temuan kePemiluan yang bisa diandalkan. Hal tersebut dilakukan seiring dengan revitalisasi peran dan fungsi Bawaslu sebagai pusat kajian dan analisis kePemiluan di Indonesia. Dalam pelaksanaan tugas tersebut di atas, Bawaslu menyusun Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang bertujuan untuk menyediakan data, analisis, dan rekomendasi bagi jajaran pengawas Pemilu sebagai bahan perumusan kebijakan, penyusunan program dan strategi dalam konteks pengawasan serta pencegahan pelanggaran Pemilu. Selain itu, IKP juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh pemangku kepentingan Pemilu 2019 untuk menyiapkan langkah antisipatif atas potensi kerawanan Pemilu 2019. Di samping itu, melalui pendekatan pencegahan, IKP dibutuhkan sebagai instrumen deteksi dini dari potensi kerawanan di Indonesia yang hendak melangsungkan Pemilu Serentak pada tahun 2019. Harapannya segala bentuk potensi kerawanan dapat diantisipasi, diminimalisasi, dan 4 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 yang terpenting adalah dicegah. 1.2. IKP 2019: PROSES PENYEMPURNAAN PENYELENGGARAAN PEMILU U ntuk menjalankan salah satu peran dan fungsi sebagai pusat pengkajian dan analisis kePemiluan di Indonesia, sejak Pemilu Legislatif tahun 2014, Bawaslu secara berkelanjutan mengerjakan penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP). IKP bertujuan menyajikan analisis dan rekomendasi kebijakan berbasis riset dan data kePemiluan; dasar dalam merumuskan kebijakan; serta program dan strategi pengawasan Pemilu. Bawaslu, yang bekerja sama dengan tim ahli, menyusun IKP dengan kejelasan dan konsistensi metode penelitian sehingga produk IKP menjadi fungsional dan dapat diakses publik serta para pemangku kepentingan lainnya. Penyusunan IKP dapat diibaratkan sebagai perjalanan keterlibatan Bawaslu (Pusat, Provinsi, dan kabupaten/kota) dalam menyempurnakan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis. Secara singkat kronologi pengerjaan menyusun IKP adalah sebagai berikut: Dalam penyusunan IKP 2015 (Bawaslu 2014), yang disusun menjelang Pilkada serentak 2015, Bawaslu menumpukan penilaian pada lima aspek, yaitu: (i) Profesionalitas Penyelenggara Pemilu, (ii) Politik Uang, (iii) Akses Pengawasan, (iv) Partisipasi Masyarakat, dan (v) Keamanan Daerah. Aspek-aspek tersebut diterjemahkan dalam 16 variabel dan 30 indikator. Dalam tahapan analisis data, Aspek Profesionalitas diberi nilai 30, Aspek Politik Uang diberi nilai 20, Aspek Akses Pengawasan diberi nilai 15, Aspek Partisipasi Masyarakat diberi nilai 20, dan Aspek Keamanan Daerah diberi nilai 15. Dengan pembobotan kategori 0 – 1 (sangat aman), 1 – 2 (aman), 1 – 3 (cukup rawan), 1 – 4 (rawan), 1 – 5 (sangat rawan); maka hasil IKP 2015 menunjukkan 6 provinsi memiliki IKP tertinggi yaitu: Nusa Tenggara Timur (2,59), Kalimantan Utara (2,74), Maluku (2,74), Papua (2,68), Sumatera Utara (2,66), dan Sulawesi Selatan (2,54). Tampak dari penilaian kelima aspeknya, IKP 2015 lebih memfokuskan penilaian ke masalah profesionalitas penyelenggara Pemilu. Hal ini menyebabkan beberapa praktik dalam proses kontestasi (persaingan) antarpeserta Pemilu menjadi kurang terdedahkan dengan baik. Padahal dalam konteks ini banyak muncul kerawanan, seperti pada ranah pencalonan, mobilisasi birokrasi, kampanye hitam, dan lain sebagainya. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 5 Belajar dari pengalaman tersebut, Bawaslu melakukan sejumlah perbaikan untuk IKP tahun 2017 (Bawaslu 2016) yang meliputi: (1) merumuskan tujuan dan kegunaan Indeks Kerawanan Pemilu (Pilkada); (2) membuat definisi konseptual dari Kerawanan Pemilu; (3) mengoperasionalisasi konsep yang meliputi penentuan dimensi, variabel, indikator, dan item indikator berupa pertanyaan; (4) melakukan pembobotan ulang setiap variabel dan indikator dilakukan berdasar expert judgment para pakar dan tim peneliti dengan menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam menganalisis; serta (5) melakukan perubahan mekanisme pengukuran dan analisis instrumen IKP. Untuk penyempurnaan instrumen IKP 2017, Bawaslu menumpukan perhatian hanya pada tiga dimensi penilaian saja yaitu: (i) Kontestasi, (ii) Partisipasi, dan (iii) Penyelenggaraan. Ketiga dimensi ini diterjemahkan menjadi 10 variabel dan 31 indikator dengan bobot faktor masing-masing dimensi adalah kontestasi 35%, partisipasi 35%, dan penyelenggaraan 30%. Adapun kategori skor IKP 2017 adalah 0 – 1,99 (Kerawanan Rendah); 2,00 – 2,99 (Kerawanan Sedang); 3,00 – 5,00 (Kerawanan Tinggi). Terdapat tujuh provinsi yang melaksanakan Pilkada di tahun 2017 (Aceh, Bangka Belitung, Banten, Jakarta, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat) dan secara keseluruhan tingkat kerawanan tingkat Provinsi terbagi dua yaitu Kerawanan Tinggi dan Kerawanan Sedang. Dari hasil skor akhir yang merangkum nilai dari keseluruhan dimensi, terdapat tiga daerah berada di kategori Kerawanan Tinggi adalah: Papua Barat (3,38), Aceh (3,32) dan Banten (3,13). Daerah dengan kategori Kerawanan Sedang secara berurutan adalah: Sulawesi Barat (2,36), Jakarta (2,29), Bangka Belitung (2,29), dan Gorontalo (2,01). Untuk hasil IKP 2017 tingkat kabupaten/kota menunjukkan ada 4 daerah dengan tingkat Kerawanan Tinggi, yang semua berasal dari Provinsi Papua, secara berurutan daerah tersebut adalah: Tolikara (3.50), Intan Jaya (3.30), Nduga (3.24), dan Lanny Jaya (3.03). Empat puluh kabupaten/ kota berada di kategori Kerawanan Sedang yang dari sebaran wilayahnya didominasi kabupaten/kota di Papua, Aceh, dan Papua Barat. Tetapi, ada juga kabupaten/kota lain, seperti Takalar (2.88) yang berada di peringkat 7; Kepulauan Mentawai (2.68) di peringkat 8; dan Buton (2.65) di peringkat 9. Sementara itu, dalam penyusunan IKP 2018 (Bawaslu 2017) sebagai kesiapan menghadapi pelaksanaan Pilkada Serentak 2018, Bawaslu tetap menggunakan tiga dimensi, yakni: (i) Kontestasi, (ii) Partisipasi, dan (iii) Penyelenggaraan Pemilu. Bawaslu juga mempertahankan variabel dan indikator, komposisi pembobotan, serta penggunaan metode AHP dalam 6 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 menentukan bobot dimensi. IKP 2018 mempertahankan dan menghilangkan beberapa metode dari IKP 2017. Sebagai misal, mempertahankan jumlah variabel, mengurangi indikator (dari 31 indikator menjadi 30 indikator), menghapus indikator yang dinilai kurang relevan (seperti angka kemiskinan dan kondisi budaya patriarki), mengelompokan ulang beberapa indikator, serta perubahan pertanyaan penelitian untuk mempermudah proses penggalian data dengan berorientasi pada penyajian data sekunder. Dari 17 provinsi yang melaksanakan Pilkada serentak 2018, terdapat tiga provinsi yang masuk kategori nilai Kerawanan Tinggi, yaitu: Papua (3,41), Maluku (3,25), dan Kalimantan Barat (3,04). Empat belas provinsi lain mengindikasikan kategori Kerawanan Sedang, adalah: Sumatera Utara (2,86), Sulawesi Tenggara (2,81, Kalimantan Timur (2,76), Maluku Utara (2,71), Nusa Tenggara Timur (2,70), Jawa Timur (2,68), Sumatera Selatan (2,55), Nusa Tenggara Barat (2,54), Sulawesi Selatan (2,53), Jawa Barat (2,52), Riau (2,46), Lampung (2,28), Bali (2,19), dan Jawa Tengah (2,15). Sebagai catatan, IKP 2018 menemukan bahwa tidak ada satu pun provinsi masuk kategori Kerawanan Rendah dan indeks provinsi di Kerawanan Sedang berada di angka 2,5, bahkan ada tiga provinsi (Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Timur) yang berpotensi naik ke kategori Kerawanan Tinggi karena memiliki skor di atas 2,75. Di luar itu semua, Pemilu tahun 2019 memiliki mekanisme yang berbeda dengan Pemilu sebelumnya, salah satunya adalah keserentakan pelaksanaan pemilihan Legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota) dan pemilihan Presiden serta Wakil Presiden. Sebagai respons, Bawaslu kemudian menyempurnakan penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu untuk Pemilihan Umum tahun 2019 (IKP 2019). Melalui sejumlah diskusi panjang dan Focus Group Discussion (FGD) (Lihat Lampiran), maka diperoleh instrumen baru dengan dimensi yang relatif berbeda dengan dimensidimensi IKP sebelumnya (bdk. Bawaslu 2014, Bawaslu 2016, Bawaslu 2017). “Kerawanan” dalam IKP 2019 tetap menggunakan rujukan kata “rawan,” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI daring) berarti, “mudah menimbulkan gangguan keamanan atau bahaya; gawat.” Secara konseptual IKP 2019 didefinisikan sebagai: “Segala hal yang menimbulkan gangguan dan berpotensi menghambat proses pemilihan umum yang inklusif dan benar.” Dari definisi tersebut dikembangkan indikator dari 4 dimensi, yaitu: (i) Konteks Sosial-Politik, (ii) Penyelenggaraan yang Bebas dan Adil, (iii) Kontestasi, dan (iv) Partisipasi. IKP 2019 tetap akan menggunakan 3 kategori kerawanan, yaitu: (kerawanan) tinggi, menengah, dan rendah. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 7 Melalui kategori-kategori tersebut diharapkan Bawaslu dan pemangku kepentingan lainnya dapat membuat dan mengambil intervensi terukur terkait kerawanan Pemilu yang terjadi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Intervensi itu mencakup pada titik lemah election-cycles di setiap tahap Pemilu sehingga pada akhirnya dapat terpetakan perbaikan dengan cara saksama, teratur, dan solutif. Dengan demikian, kerawanan yang tinggi dan yang menengah dapat dieleminir, serta kerawanan yang rendah bisa direplikasi melalui indikator yang telah diukur. Jika hal ini berlaku, maka pelaksanaan Pemilu yang bebas, adil, inklusif, dan demokratis dapat terselenggara sesuai harapan dan amanat konstitusi negara Republik Indonesia. Gambar 1.2.1 Geneologi Indeks Kerawanan Pemilu DIMENSI IKP 2014 • Profesionalitas Penyelenggara Pemilu • Politik Uang • Akses Pengawasan • Partisipasi Masyarakat • Keamanan daerah IKP 2015 IKP 2017 DIMENSI IKP 2018 • Kontestasi • Partisipasi • Penyelenggaraan Pemilu IKP 2018 IKP 2019 8 DIMENSI IKP 2017 • Kontestasi • Partisipasi • Penyelenggaraan INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 DIMENSI IKP 2019 • Konteks Sosial-Politik • Pemilu yang Bebas dan Adil • Kontestasi • Partisipasi 1.3. IKP 2019: TUJUAN DAN RELEVANSI P enyusunan IKP 2019 secara umum dimaksudkan untuk (i) Menyajikan analisis dan rekomendasi kebijakan berbasis riset dan data kePemiluan; (ii) Dasar dalam merumuskan kebijakan, program, dan strategi pengawasan Pemilu; dan (iii) Instrumen deteksi dini (early warning instrument) dan pencegahan dari potensi kerawanan Pemilu. Sasaran informasi IKP 2019 adalah Penyelenggara Pemilu lain (KPU, DKPP); Pemerintah Pusat maupun Daerah; Lembaga Negara Non-Struktural (LNS); lembaga pemantau Pemilu; Partai Politik dan kandidat yang berkompetisi dalam Pemilu; kelompok-kelompok yang tertarik pada capaian Pemilu dan berkeinginan untuk mempengaruhi (seperti pusat-pusat penelitian dan lembaga-lembaga advokasi, Perguruan Tinggi); media dan pers; lembaga penegakan hukum (termasuk lembaga investigasi, penuntut, dan pengadilan); serta masyarakat sipil. Dengan menggunakan 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi, IKP 2019 secara khusus dimaksudkan untuk memberi informasi terkait tingkat kerawanan Pemilu yang berguna bagi lembaga Bawaslu sebagai input untuk melaksanakan tugas pencegahan pelanggaran Pemilu dan pencegahan sengketa proses sesuai Undang-undang Pemilihan Umum. Menjelang pelaksanaan Pemilu serentak 2019, IKP 2019 memiliki empat relevansi yang berdimensi strategis. Pertama, relevansi IKP 2019 dalam proses demokrasi adalah pengarusutamaan kerangka kebijakan fungsi dan stragegi pengawasan dengan Bawaslu sebagai lembaga inisiator untuk meningkatkan kualitas kerja sama dan koordinasi antara para pemangku kepentingan Pemilu, lembaga pemerintah, dan badan negara independen. Selain itu, peran ini dapat dimaksimalkan berdasarkan ketentuan Pasal 93 Bagian Ketiga Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang tugas dan kewenangan Bawaslu untuk melakukan pengawasan dan pencegahan, serta Pasal 94 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang penindakan pelanggaran. Kedua, relevansi IKP 2019 sebagai basis empiris untuk organisasi masyarakat sipil, antara lain perguruan tinggi; lembaga swadaya masyarakat dan/atau organisasi masyarakat sipil; organisasi kepemudaan; organisasi keagamaan; lembaga nirlaba dan kelompok strategis masyarakat lainnya dalam memantapkan keterlibatan pencegahan dan pengurangan tingkat kerawanan Pemilu. Indeks ini diharapkan memberi input tentang kondisi terkini kerawanan Pemilu. Ketiga, relevansi IKP 2019 terhadap orientasi kebijakan lembaga BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 9 internasional. Kerangka konseptual IKP 2019 dan analisis terhadap hasil indeks mengacu juga pada konsep “Keadilan Pemilu” dari International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) dan rekomendasi United Nations Development Programme (UNDP) terkait “HakHak Politik” (Political Right). Keempat, relevansi strategis terkini dari IKP 2019 adalah momentum menjelang Pemilu 2019 yang mengusung agenda pemetaan potensi kerawanan Pemilu untuk merumuskan strategi pencegahan dalam rangka menyukseskan penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2019. 10 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 11 12 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BAB 2 KERANGKA KONSEPTUAL BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 13 K erawanan Pemilu dalam konteks demoratisasi adalah relasi yang kompleks dengan konsep yang sangat beragam. Oleh karena itu, penyusunan IKP 2019 dibutuhkan kejelasan konseptual serta perlu juga melihat kontekstualisasinya di suatu tempat dan kurun waktu tertentu. Maka, tantangan pertama yang dihadapi dalam pembuatan kerangka konseptual adalah berhadapan dengan persoalan menerjemahkan dan merumuskan— yang juga berarti menyederhanakan—ke dalam konsep yang operasional dengan ukuran-ukuran yang obyektif. Konsekuensinya, pertama, melakukan deduksi logis dari kerangka konseptual ke dalam variabel, dimensi, dan indikator yang bisa dikelola (manageable), nyata (tangible), terukur; dan kedua, menentukan metode penelitian yang tepat untuk mengukurnya. Gambar 2.1 Kerangka Konseptual IKP 2019 Sumber: Tim Peneliti (2018) 14 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 2.1. PEMILU, PELANGGARAN PEMILU DAN KERAWANAN PEMILU D emokratisasi adalah sarana mencapai demokrasi. Walapun Pemilu tidak sama dengan demokrasi, Pemilu adalah konsep dan sekaligus wujud nyata demokrasi. Schumpeter (dalam Huntington 1991: 5) menjelaskan bahwa metode demokratis adalah prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik di mana individu memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan politik melalui kompetisi merebut suara rakyat dalam Pemilu. Menggarisbawahi Schumpeter, Lijphart (2012: 25) tegas menyatakan, “...democracy is goverment by the freely elected representative of the people.” Dengan lain kata, demokrasi mensyaratkan pemerintahan sebagai perwakilan rakyat dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum yang bebas. Maka, Pemilu yang demokratis adalah qonditio sine qua non bagi adanya demokrasi1. Pemilu memiliki arti penting bagi kehidupan bangsa dan pendalaman demokrasi (deepening democracy). Hal-hal yang mendasari arti penting itu adalah, pertama, Pemilu merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Schumpeter (1947) menambahkan, bahwa salah satu konsepsi modern menempatkan penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama sebuah sistem politik agar dapat disebutkan demokrasi. Dengan asumsi bahwa kedaulatan terletak di tangan rakyat dan karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa memerintah secara langsung, maka Pemilu mengekspresikan kehendak rakyat tentang pemerintahan, rakyat menentukan wakil-wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan memegang tampuk pemerintahan. Kedua, Pemilu merupakan sarana untuk membentuk perwakilan politik. Dengan Pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya. Dalam Introducing Democracy 80: Questios and Answer, Bentham dan Boyle (2009: 60) menyatakan bahwa, ”Elections demonstrate that political power derives from the people and is held in trust from them; and that it is to the people that politicians must account for their actions,” Pemilu adalah arena yang menunjukkan kekuasaan politik berasal dari rakyat dan dipercayakan demi kepentingan rakyat, dan kepada rakyat para pejabat bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. Sehingga semakin tinggi kualitas Pemilu, 1 Meminjam istilah Von Buri (1873) dari ranah hukum (Teori Ekuivalensi atau Teori Condition Sine Qua Non), yaitu tiap syarat adalah sebab dan semua syarat nilainya sama: kalau satu syarat tidak ada, maka akibatnya akan lain pula. Jadi menurut teori ini tidak ada syarat yang dihilangkan, sebab dapat mengubah akibat. Jelasnya semua faktor adalah syarat yang turut serta menyebabkan suatu akibat yang tidak dapat dihilangkan (weggedacht). BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 15 semakin baik kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat. Ketiga, Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin atau rotasi kekuasaan secara konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Fungsi ketiga ini diperkuat oleh Asshiddiqie (2006: mengenai tujuan penyelenggaraan Pemilu yaitu, “Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan.” Pemilu yang integratif akan melahirkan kepercayaan rakyat untuk memimpin kembali atau sebaliknya, jika rakyat tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti oleh pemerintah baru dukungan rakyat. Keempat, Pemilu merupakan sarana pemimpin politik memperoleh legitimasi. Pemberian suara merupakan pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari rakyat. Pemilu mengabsahkan pemerintahan yang berkuasa atau pemimpin politik, termasuk program dan kebijakan yang dihasilkannya. Dengan demikian, pemerintah memiliki otoritas untuk memerintah termasuk juga memberikan sanksi berupa hukuman dan ganjaran bagi para pelanggarnya. Fungsi legitimasi politik, dalam kajian klasik Ginsberg (1982: 123), adalah konsekuensi logis dari Pemilu, yaitu untuk mengubah keterlibatan politik massa yang sporadis dan dapat membahayakan menjadi sumber utama bagi otoritas dan kekuatan politik nasional. Kelima, Pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan kebijakan publik. Rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan Pemilu dengan program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Konsekuensinya pemenang Pemilu dituntut harus merealisasikan janjijanjinya ketika telah memegang tampuk pemerintahan. Karena, menurut Tocqueville (dalam Hikam 2015: 224), “demokrasi yang tidak dilandasi partisipasi aktif dari masyarakat di dalam pranata-pranata politik dan sosial yang egaliter akan menghapus ciri-ciri demokratis dalam budaya politik dan pranata-pranata sosial.” Pemilu pertama setelah jatuhnya rezim Orde Baru dilakukan atas desakan masyarakat pada tahun 1998. Terlepas dari permasalahan percepatan Pemilu, Pemilu pertama itu diselenggarakan oleh lembaga independen, Komisi Pemilihan Umum. Pemilu dengan “sistem proporsional berkarakteristik sistem distrik” antusias diikuti 105.786.661 pemilih dan 48 partai—peserta Pemilu terbanyak sejak 1971 (KPU 2008). 16 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Selain itu, pada Pemilu 1999 untuk pertama kali tugas pengawasan Pemilu diserahkan kepada lembaga yudikatif, Makamah Agung (MA), dan badan-badan peradilan di bawahnya, sebagaimana diamanatkan Pasal 24 UU Nomor3 Tahun 1999. Walaupun masih belum sempurna, terbentuknya lembaga Pengawas Pemilihan Umum (Panwas) merupakan upaya bangsa Indonesia mewujudkan Pemilu demokratis yang jujur dan adil. Menyusul Amandemen Keempat UUD NRI 1945 tahun 2002 yang mengatur dengan jelas ketentuan mengenai pemilihan umum (Bab VIIB Pasal 22E UUD 1945) Indonesia berturut-turut menyelenggarakan Pemilu langsung pada tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019 (yang berlangsung secara serentak). Setiap Pemilu yang diselenggarakan bangsa Indonesia, hampir dipastikan, menjadi suatu peristiwa politik yang kompleks bahkan terumit di dunia. Seperti yang ditulis Rumah Pemilu (2014), dengan mengutip Litbang Kompas, Pemilu Indonesia dianggap sebagai kegiatan kePemiluan paling kompleks di dunia karena berdasarkan data yang dimiliki Kompas, untuk setiap Pemilu ada empat juta petugas di 550.000 TPS, yang tersebar di berbagai penjuru sebuah negara yang terdiri atas 17.000 pulau, bertugas mengelola 700 juta surat suara dengan 2.450 desain yang berbeda untuk memfasilitasi pemilihan 19.700 kandidat dalam satu Pemilu presiden dan 532 dewan perwakilan di tingkat nasional dan daerah. Dengan kerumitan tersebut dan bercermin dari Pemilu sebelumnya, meskipun pemilihan Legislatif dan Presiden tahun 2004 diakui sukses dan demokratis banyak lembaga seperti The Carter Centre, The Australian Electoral Commission, The Economist, dan Freedom House; penyelenggaraan Pemilu kala itu bukan tanpa masalah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 17 Tabel 2.1.1 Pelanggaran Pemilu JENIS PELANGGARAN PEMILU PEMILU PILKADA PILKADA PILKADA LEGISLATIF PRESIDEN SERENTAK 2017 SERENTAK 2014 2014 2015 2018 Pelanggaran Administrasi 4.410 1.136 25 364 853 Pelanggaran Pidana 137 81 54 149 291 65 114 156 712 Pelanggaran Kode Etik 21 Kekerasan 13 Pelaksanaan Logistik 36 Sengketa Calon 12 Pelanggaran Hukum Lain TOTAL 4.547 1.238 143 479 1970 Sumber: Laporan Bawaslu Sepanjang Pemilu Presiden 2014 dugaan pelanggaran terbanyak adalah pelanggaran yang menyangkut pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK), permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT), politik uang, dan kampanye hitam. Pemilu Legislatif 2014 seluruh dugaan pelanggaran ditindaklanjuti Bawaslu lalu diteruskan ke KPU dan oleh KPU 3740 (91%) dugaan pelanggaran ditindaklanjuti. Dugaan pelanggaran pidana sebanyak 137 kasus (66 laporan dan 71 temuan) dan semua dugaan pelanggaran pidana yang diterima Bawaslu diteruskan ke pihak kepolisian. Berdasarkan laporan hasil survei Rumah Pemilu (2014) masalahmasalah yang paling sering muncul terkait informasi mengenai prosedur Pemilu (24%), proses pendaftaran pemilih (15%), validitas hasil pemungutan suara selama proses rekapitulasi bertingkat (9%), kelayakan fasilitas TPS (8%), kompetensi KPPS, dan informasi mengenai waktu dan tempat mencoblos (5%). Pada tahun 2019, Indonesia kembali akan memasuki sejarah baru penyelenggaraan Pemilu. Pemilu, yang dilaksanakan berdasarkan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017, akan memilih Presiden dan Wakil Presiden 18 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 serentak dengan Pemilihan Anggota DPR termasuk DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota, serta DPD. Kecuali faktor keserentakan, Pemilu 2019 memiliki perbedaan dengan Pemilu-Pemilu sebelumnya, yaitu: (i) diikuti oleh 14 partai politik; (ii) mekanisme penetapan kursi menggunakan Sistem Proporsional Terbuka dengan metode penghitungan Saint League2; (iii) penambahan kursi DPR sebanyak 15 kursi (dari 560 kursi menjadi 575 kursi); (iv) ambang batas parlemen (parliamentary threshold), yaitu ambang batas perolehan suara partai politik untuk bisa masuk ke parlemen, dinaikkan menjadi 4,0 persen (pada Pemilu 2014 ambang batas hanya 3,5 persen); (v) partai atau gabungan partai politik yang berhak mengajukan pasangan calon adalah partai/gabungan partai politik yang mampu memenuhi presidential threshold yaitu minimal mempunyai 20 persen kursi DPR atau memiliki 25 persen suara sah nasional berdasarkan hasil Pemilu 2014,3 (vi) penambahan TPS menjadi 801.838, sebuah angka yang cukup signifikan, karena jumlah pemilih di setiap TPS menyusut dari 500 pemilih di Pemilu sebelumnya menjadi 300 orang pemilih per TPS. Perbedaan mekanisme dan teknis tersebut berbanding lurus dengan kerumitan baru yang bukan tidak mungkin membuka peluang kecurangan Pemilu (electoral fraud) di setiap tahapnya. Dalam penyusunan IKP 2019 definisi kecurangan Pemilu yang digunakan merujuk pada Lopez-Pintor (2010:9), yaitu: “any purposeful action taken to tamper with electoral activities and election-related materials in order to affect the results of an election, which may interfere with or thwart the will of the voters.” (setiap tindakan yang diambil untuk mengutak-atik kegiatan Pemilu dan materi yang terkait dengan Pemilu untuk mempengaruhi hasil pemilihan, yang dapat mengganggu atau menggagalkan kehendak para pemilih). Kecurangan Pemilu yang paling sering terjadi adalah tindakan langsung (dari eksekutif atau peserta Pemilu) atau tindakan pembiaran (oleh penyelenggara Pemilu) yang mengganggu proses Pemilu. 2 Metode ini memiliki bilangan tetap untuk membagi perolehan suara masing-masing partai dengan logika jumlah perolehan suara tertinggi dari hasil pembagian diurutkan sesuai dengan alokasi kursi yang disediakan dalam satu daerah pemilihan, berhak untuk memperoleh kursi. 3 Pemilu 2014 diikuti 12 partai (termasuk PKPI yang pada Pemilu 2019 ini tidak lolos verifikasi KPU), sehingga nanti hanya ada 11 partai peserta Pemilu 2014 yang lolos verifikasi KPU yang bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden, sedangkan 4 partai baru yang akan menjadi peserta Pemilu 2019 (Partai Garuda, Partai Berkarya, Perindo dan PSI) tidak bisa mengusung calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 19 Lopez-Pintor (2010) membedakan kecurangan Pemilu dengan malpraktik Pemilu (electoral malpractise), karena tidak semua malpraktik Pemilu akan menjadi kecurangan. Birch (2011) menjelaskan bawah malpraktik Pemilu (electoral malpractise) adalah, “... the manipulation of electoral processes and outcomes so as to substitute personal or partisan benefit for the public interest” (... proses manipulasi yang terjadi pada setiap keseluruhan proses penyelenggaraan Pemilu yang bertujuan untuk kepentingan perseorangan, kelompok atau partai politik dengan menggadaikan kepentingan umum). Malpraktik Pemilu lebih merupakan sebentuk kesalahan, ketidakefesienan, cacat tata kelola atau regulasi Pemilu (irregularitas) di berbagai tingkatan dan tahap Pemilu. Iregularitas merupakan bentuk penyimpangan yang tidak termasuk kategori pelanggaran kerangka hukum Pemilu, seperti salah penulisan nama di daftar pemilih, kekurangan tinta atau kualitas tinta yang buruk, ketidaksesuaian antara penghitungan di berbagai tingkatan, kegagalan teknologi halaman web penyelenggara Pemilu mempublikasikan hasil Pemilu, atau penundaan ajudikasi pengaduan. Walau demikian, malpraktik Pemilu bisa jadi simpton kecurangan Pemilu yang menimbulkan ketidaknyaman yang juga bisa mempengaruhi proses dan hasil Pemilu tetapi masih mungkin diperbaiki selama ada kehendak baik (Lopez-Pintor 2010). Kecurangan Pemilu sangat kompleks, mulai dari modus kecurangan, faktor penyebab, maupun agen yang terlibat. Hanya saja, yang pasti, kecurangan berkorelasi dengan tingkat kerawanan. Semakin banyak kecurangan semakin tinggi tingkat kerawanan yang akan meruntuhkanintegritas Pemilu. Integritas Pemilu yang runtuh berarti runtuh pula legitimasi dan kredibilitas pemerintah yang dihasilkan melalui penyelengaraan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan juga konsep teoritis yang telah diuraikan, objek kajian atau dimensi kerawanan Pemilu IKP 2019 adalah: Konteks Sosial Politik; (ii) Penyelengaraan yang Bebas dan Adil; (iii) Kontestasi; dan (iv) Partisipasi. Keempat dimensi tersebut menjadi pendasaran untuk pemahaman mengenai tingkat dan dinamika kerawanan Pemilu serta untuk perumusan variabel dan indikator penyusunan IKP 2019 (lihat Gambar 2.1.1). 20 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 2.1.1 Kerangka Konseptual IKP 2019 2.2. KONTEKS SOSIAL-POLITIK Konteks Sosial-Politik didefinisikan sebagai kondisi objektif untuk keberlangsungan Pemilu demokratis yang bebas dan adil. Dimensi ini secara operasional ditujukan untuk mengukur: (i) tingkat keamanan dalam proses Pemilu (pra Pemilu, saat Pemilu, dan pasca Pemilu); (ii) otoritas penyelenggara Pemilu; (iii) integritas dan profesionalitas penyelenggara negara; dan (iv) relasi kuasa di tingkat lokal. Tingkat Keamanan dalam Proses Pemilu. Setiap penyelenggaraan Pemilu terbagi dalam 3 tahap, yaitu: (a) tahap prapemilihan, tahap ini mencakup tahap penyusunan kerangka hukum, tahap perencanaan, tahap pembelajaran dan edukasi, tahap registrasi pemilih, dan tahap kampanye; (b) tahap pemilihan, tahap ini mencakup tahap pungut hitung dan tahap verifikasi hasil;tahap pascapemilihan, tahap ini mencakup proses audit hasil, proses, serta evaluasi pelaksanaan Pemilu (lihat Gambar 2.2.1). BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 21 Gambar 2.2.1 Tahap Pemilu Sumber: IDEA (2010: 9) Aspek keamanan di setiap tahap Pemilu merupakan kondisi dasar yang signifikan diperlukan untuk penyelenggaraan Pemilu demokratis yang bebas dan adil. Hal ini berkaitan dengan yang termaktub dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Rights, UDHR) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak berpartisipasi dalam urusan pemerintahannya, baik dengan cara dipilih maupun memilih wakil-wakilnya, melalui Pemilihan Umum yang jujur dan adil. Jaminan tersebut juga berlaku dalam kerangka kebebasan menentukan (Pasal 18) dan menyampaikan pilihan politik tanpa adanya gangguan (Pasal 19), baik dalam bentuk; diskriminasi (Pasal 7), ancaman serta kekerasan (Pasal 3), demi terciptanya Pemilu yang demokratis. International Foundation for Electoral Systems (IFES 2011) menyebutkan empat unsur kekerasan Pemilu yang terdiri dari: (i) tindakan mencederai; (ii) ancaman mencederai; (iii) orang atau barang terkait dengan proses Pemilu (iv) tindakan tersebut terjadi selama proses Pemilu berlangsung. Serta dua jenis kekerasan Pemilu, yaitu kekerasan fisik dan kekerasan non-fisik berupa ancaman, intimidasi, serta harassment (tindakan yang mengganggu yang bersifat agresif). Maka, dapat disimpulkan bahwa kekerasan Pemilu adalah setiap tidakan yang mencederai atau melakukan 22 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 ancaman untuk mencederai seseorang atau barang yang berkaitan dengan keseluruhan proses Pemilu, atau tindakan yang mencederai atau melakukan ancaman proses Pemilu itu sendiri selama berlangsung proses Pemilu. Kekerasan Pemilu berkorelasi dengan situasi Pemilu. Tingkat keamanan dalam proses Pemilu berkorelasi dengan kepercayaan dan partisipasi masyarakat terhadap institusi Pemilu. Semakin aman proses Pemilu, semakin tinggi kepercayaan dan partisipasi masyarakat. Demikian sebaliknya: “Poor electoral integrity at any point in this electoral cycle can have serious consequences for the legitimacy of a goverment, or the political system more generally. This can be reflected in lower satisfaction with democracy or confidence in goverment, or even, at its extreme, unwillingness to accept and comply with laws put in place by an elected goverment” (Birch and Muchlinski 2018: 118). Ketidakamanan bisa jadi memperburuk atau memicu ketegangan dalam proses bernegara yang akhirnya melemahkan legitimasi sistem demokrasi. Oleh karena itu, IKP 2019 akan menjadikan keamanan Pemilu sebagai salah satu indikator yang akan mengukurnya melalui kasus penyelenggaraan Pemilu satu tahun terakhir (Pilkada 2017-2018). Otoritas Penyelenggara Pemilu. Penyelenggara Pemilu di Indonesia diatur oleh Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang independen, imparsial, dan mandiri. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang mengatur penyelenggara dan peserta Pemilu, sistem pemilihan, manajemen Pemilu, dan penegakan hukum; terbentuklah Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan lembaga yang menyelenggarakan Pemilu. Pendasaran Undang-Undang itu adalah kepentingan mengamankan dan menjaga kemandirian lembaga penyelenggara Pemilu yang bebas dari kendali pemerintah sehingga berpeluang lebih besar bagi terselenggaranya Pemilu yang demokratis. Penyelenggaraan Pemilu oleh penyelenggara Pemilu melingkupi faktor integritas dan profesionalitas penyelenggara Pemilu dalam menjamin Pemilu berjalan demokratis. Lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat tetap dan imparsial tidak hanya memainkan peranan penting dalam mengamankan Pemilu yang bebas dan adil, tetapi juga dapat meningkatkan relasi ideal yang terbuka dan netral terhadap para kontestan Pemilu. Penyelenggara Pemilu yang menggantikan Lembaga Pemilihan Umum (LPU) produk Orde Baru adalah KPU. Secara mendasar kedudukan BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 23 KPU indepeden, berbeda dengan LPU yang berkedudukan di bawah Kementerian Dalam Negeri (dulu bernama Departemen Dalam Negeri), sehingga memungkinkan untuk menjalankan fungsi utamanya sebagai penyelenggara pemilihan umum. Kemandirian keberadaan dan kedudukan KPU sangat penting untuk upaya menegakkan salah satu pilar demokrasi yaitu terselenggaranya Pemilu demokratis yang jujur dan adil. Oleh karena itu, Amandemen UUD NRI 1945 menyatakan KPU sebagai salah satu lembaga non-struktural yang diakui oleh konstitusi, dalam ayat (5) Pasal 22 E UUD 1945 disebutkan, “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.” Sejalan dengan pengaturan dalam UUD 1945, kedudukan KPU sebagai lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri dijabarkan lebih lanjut melalui Pasal 3 ayat (1) sampai dengan (3) dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Bawaslu, seperti telah diungkapkan di Bab sebelumnya, terbentuk sebagai lembaga ad hoc pelaksana pengawasan Pemilu melalui UndangUndang Nomor 12 Tahun 2003 yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu kabupaten/ kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Berdasarkan UndangUndang tersebut sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun, berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang dilakukan Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, rekrutmen Pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu adalah mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana Pemilu, serta kode etik. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu juga menjadikan Bawaslu sebagai lembaga tetap, “Dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, diperlukan adanya suatu pengawasan untuk menjamin agar pemilihan umum benar-benar dilaksanakan berdasarkan asas pemilihan umum dan peraturan perundang-undangan.” Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu kabupaten/kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat Kelurahan/desa. Selain itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu menetapkan lembaga ketiga penyelenggara Pemilu ketiga, DKPP merupakan perkembangan lebih lanjut dari lembaga Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DKKPU). DKPP yang bersifat 24 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 independen menambah kuat pengawasan penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. DKPP tidak terlibat dalam urusan teknis penyelenggaraan Pemilu. Tugas dan wewenang DKPP adalah menegakkan kode etik baik bagi aparat KPU maupun aparat Bawaslu di seluruh Indonesia. DKPP hanya berurusan dengan etika penyelenggara Pemilu sebagai orang per orang yang harus tunduk kepada ketentuan kode etik penyelenggara Pemilu. Yang dimaksud orang per orang adalah KPU yang terdiri dari para komisioner di tingkat pusat, provinsi, dan di tingkat kabupaten/kota; Bawaslu hanya terdiri atas pimpinan atau anggota Bawaslu tingkat pusat dan Bawaslu tingkat provinsi. Tetapi dalam pengertian lebih luas adalah penyelenggara Pemilu, baik dalam lingkungan KPU maupun Bawaslu, menyangkut pula para petugas yang bekerja secara tetap ataupun yang bekerja secara tidak tetap atau ad hoc. Penyelenggara Negara. Penyelenggara negara dalam konteks ini adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri, yang diharapkan bisa terlibat dalam mewujudkan Pemilu demokratis yang langsung, bebas, rahasia, serta jujur dan adil. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 9 ayat 1 menyebutkan, “Aparatur Sipil (ASN) harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik,” yang berarti di dalam Pemilu posisi ASN, termasuk TNI dan Polri, netral dan profesional. Fenomena politisasi birokrasi dalam kaitan dengan penyelenggaraan Pemilu dapat dilihat seperti dalam kajian klasik Emmerson (1983) mengenai budaya birokrasi. Budaya birokrasi merujuk pada kasus patrimonalisme birokrasi ketika sentralisasi kekuasaan yang berpusat pada penguasa perseorangan (kingship rulerships) yang mengakumulasikan kekuasaannya melalui hubungan tuan-hamba. Tradisi politik semasa Orde Baru, dikenal istilah ABG (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ([A]BRI), [B]irokrat, dan [G]olkar) sebagai bentuk patrimonialisme kekuasaan Soeharto dalam menjaga stabilitas kekuasaannya. ABRI digunakan untuk mendisiplinkan masyarakat, birokrat digunakan untuk mengendalikan administrasi pemerintahan, dan Golkar untuk menyeragamkan pilihan politis masyarakat. Akan tetapi, dibandingkan dengan ABRI, relasi Golkar dan birokrat sangat kuat menunjukkan patrimoni kekuasaan karena sinergi keduanya memiliki pengaruh kuat dan signifikan hingga pelosok masyarakat (Santoso 1997). Di masa Reformasi, untuk mengikis politisasi birokrasi dalam penyelenggaraan Pemilu seperti di rezim Orde Baru, netralitas ANS diatur oleh beberapa aturan hukum. Keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri) di ranah politik praktis diminimalisir sebagaimana diamanatkan oleh Tap MPR Nomor VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 25 zepublik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia; di mana TNI dan Polri hanya melaksanakan tugas negara tanpa adanya hak politik yang melekat dalam diri instansi tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada Pasal 4 Ayat 12, PNS dilarang memberikan dukungan dengan cara ikut sebagai pelaksana kampanye untuk calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara secara tegas melarang ANS menjadi anggota dan pengurus partai politik. Meskipun demikian, netralitas ANS di setiap Pemilu masih menjadi salah satu sumber kerawanan Pemilu. Relasi Kuasa di Tingkat Lokal. Aspek ini terkait dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, yang merupakan kebijakan mengenai sistem desentralisasi. Desentralisasi identic dengan otonomi daerah dalam pengertian, “hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Pemberian otonomi daerah, sebagai perwujudan dari demokratisasi dimaksudkan untuk mendekatkan pemerintah dan rakyat sehingga pelayanan publik mudah direalisasikan karena ada kedekatan antara penyedia layanan dan pengguna layanan. Pemilu dalam konteks otonomi daerah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, yang spesifik mengatur pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung, sebagai upaya menciptakan demokrasi di tingkat lokal yang prosedurnya melalui pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada) yang diselenggarakan pada medio 2005 Pilkada memberi wujud nyata demokrasi ke tengah masyarakat, di antaranya, sepertikan dikatakan Agustino (2017) adalah untuk: (i) memberikan legitimasi kuat dengan dukungan suara pemilih nyata (real voters), (ii) mendorong akuntabilitas dan responsivitas pimpinan daerah, (iii) meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik masyarakat, dan (iv) membuka peluang untuk perempuan terlibat dalam kontestasi politik. Terlepas dari hal-hal positif tersebut di atas, sistem Pemilu desentralistik berpotensial juga memunculkan sejumlah kerawanan, (i) tingginya biaya politik (baik dari penyelenggara maupun kontestan), (ii) rentan memunculkan konflik terutama jika ada yang menggunakan isu primordial, juga kerawanan yang timbul akibat kontrol pusat ke daerah melemah dengan (iii) kehadiran 26 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 shadow-state yang berbentuk orang kuat lokal (local strong-man), (iv) kemunculan informal economy, dan sebagainya (Agustino 2017). Berikut ini adalah Tabel Dimensi Konteks Sosial-Politik. Tabel 2.2.1 Dimensi, Subdimensi, dan Subsubdimensi Konteks Sosial-Politik Dimensi Subdimensi Subsubdimensi (+) Subsubdimensi (-) Terjadi ganguan keaSituasi kondusif pra manan sebelum Pemilu (tahapan) Pemilu Keamanan Situasi kondusif pada penyelenggaran Pemilu/ Pemilihan setahun Terakhir Kekerasan/Intimidasi pada penyelenggara Kekerasan/intimidasi Antarpeserta Calon Kekerasan/intimidasi antarpemilih Perusakan fasilitas publik/nonpublik Situasi kondusif pasca Pemilu (pada Pemilu sebelumnya) Konteks Sosial Politik Netralitas penyelenggara Pemilu Terjadi kerusuhan paska perhitungan Keberpihakan Penyelenggara Kasus Hukum penyelenggara Abai terhadap tanggung jawab Otoritas Penyelenggara Pemilu, Pelanggaran Standar Pelaksanaan (Perbawaslu/SE/SOP) Profesionalitas penyelenggara Pemilu Koreksi putusan oleh lembaga di atasnya Penyalahgunaan wewenang Kasus pelanggaran disiplin Inkonsistensi Putusan BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 27 Tidak netralnya ASN Integritas Penyelenggara Negara Konteks Sosial Politik Tidak netralnya Polri Tidak netralnya TNI Profesional dalam penggunaan kewenangan Relasi kuasa di tingkat lokal (aktor politik lokal) Rekrutmen politik yang inklusif Relasi kuasa di tingkat lokal (aktor politi lokal) Budaya politik partisipatif Intimidasi oleh Polri Intimidasi oleh TNI Intimidasi oleh Birokrasi Kekerabatan politik/ dinasti Orang kuat lokal Kelompok bisnis Mobilisasi dengan ancaman/ intimidasi Mobilisasi dengan politik uang Sumber: Bawaslu (2018) 2.3. PENYELENGGARAAN YANG BEBAS DAN ADIL Pemilu yang demokratis ditandai dengan penyelenggaraan Pemilu yang bebas dan adil. Untuk itu Indonesia menetapkan enam parameter atau standar Pemilu yang demokratis yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil; sesuai termuat dalam pasal 22E ayat 1 Undang Undang Dasar 1945. Pengertian “Luber Jurdil” adalah sebagai berikut: (i) Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan; (ii) Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara; (iii) Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak mana pun; (iv) Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia, hanya diketahui oleh pemilih itu sendiri; (v) Jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya, dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih; (vi) Adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta Pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan atau diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. 28 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih atau peserta Pemilu, tetapi juga kepada penyelenggara Pemilu. Undang-Undang Pemilu dan Penyelenggara Pemilu yang menjadi turunannya kemudian menambah beberapa kriteria lagi seperti transparan, akuntabel, tertib, dan profesional. Standar Pemilu Indonesia paralel dengan standar atau tolak ukur keberhasilan Pemilu demokratis yang bebas dan adil dari The International Covenant on Civil and Political Rights (Pasal 25 tahun 1966). Ada 8 prinsip yang disodorkannya yaitu: (i) pemilihan umum berkala; (ii) hak pilih universal; (iii) hak pilih yang sama; (iv) hak menduduki jabatan publik; (v) hak untuk memilih; (vi) pemungutan suara rahasia; (vii) pemilihan yang jujur; dan, (viii) memungkinkan ekspresi bebas dari kehendak rakyat. Sedangkan Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA 2010) merumuskan 15 standar internasional Pemilu yang demokratis: (i) penyusunan kerangka hukum, (ii) sistem Pemilu, (iii) penentuan distrik pemilihan dan definisi batasan unit Pemilu, (iv) hak memilih dan dipilih, (v) penyelengara Pemilu, (vi) pendaftaran pemilih dan pemilih terdaftar, (vii) akses kertas suara partai politik dan kandidat, (viii) kampanye Pemilu yang demokratis, (ix) akses media dan kebebasan berekspresi, (x) pembiayaan dan pengeluaran kampanye, (xi) pemungutan suara, (xii) penghitungan dan tabulasi suara, (xiii) peran wakil partai dan kandidat, (xiv) pemantau Pemilu, dan (xv) kepatuhan dan penegakkan hukum. Pada poin (iv), Pemilu yang bebas dan adil mengharuskan pemberian kesempatan warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan berupa hak pilih. Hak pilih (memilih dan dipilih) adalah hak dasar setiap warga negara yang merupakan hak asasi manusia berupa hak sipil dan hak politik. Berdasarkan Pasal 25 pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) menjadi pendorong negara untuk berkewajiban dan bertanggung jawab melindungi, memajukan, menegakan dan memenuhi, serta menghormati juga mengakui hak pilih sebagai Hak Asasi Manusia. Aspek lain yang juga menjadi tolak ukur Pemilu yang demokratis adalah kampanye. Pengertian kampanye—berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada Pasal angka 26—adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Terdapat 9 jenis kampanye yang menjadi acuan dari KPU (2004) yaitu: (a) debat publik/ debat terbuka antarcalon, (b) kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 29 perundang-undangan, (c) pemasangan alat peraga di tempat umum, (d) penyebaran bahan kampanye kepada umum, (e) penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, (f) penyiaran melalui radio dan atau televise, (g) pertemuan terbatas, (h) rapat umum, dan (i) tatap muka dan dialog. Berbagai jenis kampanye acuan KPU di atas memperlihatkan arti penting kampanye sekaligus rawan konflik dalam penyelenggaraan Pemilu karena merupakan satu tahapan Pemilu yang mempertemukan kontestan dan pemilih. Aspek lain dalam penyelenggaraan Pemilu demokratis berhubungan dengan hak individu dalam proses peradilan, serta berbagai hak individu dan kelompok di bawah proses keberatan Pemilu, dan badan yang menangani sengketa-sengketa tersebut. IFES (2011: 19) memberikan standar-standar dalam penanganan keberatan Pemilu, yaitu: (i) hak untuk memperoleh Pemulihan pada keberatan dan sengketa Pemilu; (ii) sebuah rezim standar dan prosedur Pemilu yang didefinisikan secara jelas; (iii) arbiter yang tidak memihak dan memiliki pengetahuan; (iv) sebuah sistem peradilan yang mampu menyelesaikan putusan dengan cepat; (v) penentuan beban pembuktian dan standar bukti yang jelas; (vi) ketersediaan tindakan perbaikan yang berarti dan efektif; (vii) pendidikan yang efektif bagi para pemangku kepentingan. Dimensi Penyelenggaraan yang Bebas dan Adil secara operasional ditujukan untuk mengukur: (i) hak pilih; (ii) kampanye; (iii) pelaksanaan pemungutan suara; (iv) adjudikasi keberatan Pemilu; dan (v) pengawasan Pemilu. Tabel 2.3.1 Dimensi, Subdimensi, dan Subsubdimensi Penyelenggaraan yang Bebas dan Adil Dimensi Subdimensi Subsubdimensi (+) Subsubdimensi (-) Hilangnya hak pilih Hak Pilih Penyelenggara an Pemilu Yang Bebas dan Adil Kampanye 30 Akurasi data pemilih Penyampaian visi misi dan program peserta Pemilu INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Data pemilih tidak komprehesif, akurat, dan mutakhir Kampanye di luar jadwal Penayangan iklan kampanye di luar jadwal Substansi materi kampanye dalam berbagai media (massa/elektronik/ sosial) Kampanye Materi kampanye bersifat SARA Materi kampanye mengandung ujaran kebencian Materui Kampanye mengandung HOAKS Praktik politik uang Pelaksanaan kampanye Penggunaan fasilitas Negara Konflik antar peserta dan pendukung Pelanggaran Dana Kampanye Ketersediaan logistik (lokasi/ waktu/jumlah/ ketepatan) Penyelenggara an Pemilu Yang Bebas dan Adil Distribusi logistik pemungutan suara terlambat Distribusi logistik pemungutan suara tertukar/hilang/tidak sesuai ketidaktersediaan layanan dan akses bagi pemilih disabel Pelaksanaan Pemungutan Suara Ketersediaan akses Ketidaktersediaan akses pemilihan untuk Napi Ketidaktersediaan akses pemilihan untuk Orang sakit/ renta Proses Pemungutan Suara Pelaksanaan pemunggutan tidak tepat waktu Proses penghitungan tidak terbuka Penghitungan Suara Proses penghitungan tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 31 Rekapitulasi Suara Pelaksanaan Pemungutan Suara Rekapitulasi Suara tidak tepat waktu Rekapitulasi Suara tidak akurat Penetapan Hasil tidak tepat waktu Penetapan Hasil Penetapan Hasil tidak akurat Penolakan Hasil Pemilu tanpa ajudikasi Keberatan Ajudikasi keberatan Pemilu Penyelenggara an Pemilu Yang Bebas dan Adil Pengawasan Pemilu Terjadi gugatan terhadap hasil Pemilu di MK Relevansi putusan MK Peran lembaga ajukasi tidak efektif dan tidak efisien Kehadiran saksi perwakilan peserta Pemilu Tidak efektifnya peran saksi perwakilan peserta Pemilu Keberadaan pemantau Pemilu Tidak adanya pemantau Pemilu Tidak ada laporan pelanggaran oleh warga Terdapat laporan pelanggaran Pemilu dari warga (<10 misal) Tindak lanjut temuan atau laporan oleh Bawaslu Sumber: Bawaslu (2018) 32 Terjadi gugatan terhadap hasi Pemilu oleh Caleg di Internal Partai INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Temuan pelanggaran tidak ditindak lanjuti oleh Bawaslu Penerusan laporan dugaan pelanggaran pidana tidak ditindaklanjuti 2.4. KONTESTASI Sistem Pemilu di Indonesia, di antaranya dengan sistem demokrasi multipartai, menjadikan Pemilu sebagai ajang kontestasi. Schattscheneider (1999: 23) menyatakan bahwa demokrasi, “… is a system of stable competition between two or more parties, both (or all) of which subscribe to common rules for deciding who will govern” (… sistem yang berbasis persaingan antar partai politik dan pemilihlah yang menentukan, sebagai pihak yang berada di luar sistem dan organisasi partai). Sejalan dengan pendapat Schattscheneider, Firmanzah (2010: 33) mengemukakan bahwa konsep persaingan politik merupakan alat memenangkan kompetisi Pemilu sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku. Partai politik perlu memonitor dan mengevaluasi setiap strategi dan aktivitas yang dilakukan partai lain dengan prinsip “zero sum,” setiap kemenangan dari satu pemain merupakan kekalahan dari pihak lain. Fondasi terpenting dari kontestasi tersebut adalah ketika persaingan bisa menjadi representasi politik. Ada tiga pendekatan utama untuk membaca representasi politik yaitu, pertama, the general theories of representation (teori umum representasi) dengan dasar filosofi yang mengaitkan kerangka “politik gagasan” dan kerangka kehadiran warga negara (Pitkin 1969: 204). Semakin besar “kehadiran,” misalnya kelompok perempuan dan kaum minoritas, maka semakin besar kesempatan mengubah agenda dan membawa perspektif baru tentang presentasi kelompok perempuan atau kaum minoritas. Pendekatan kedua, systemwide approaches to representation, pendekatan yang fokus pada dampak sistem pemilihan dalam menentukan keterwakilan (representativeness). Terakhir, pendekatan ketiga, normative theories of representation, berfokus pada hubungan antara yang direpresentasi dengan yang merepresentasi. Pendekatan ini mempertimbangkan fungsi wakil terpilih serta mendudukkan dua entitas—yang mewakili dengan yang diwakili—saling berelasi dengan relasi konggruensi, konkurensi, atau menyerupai (mirroring/resemblance). Kehadiran perempuan di ranah politik Indonesia sudah lama diabaikan, sehingga pengalaman perempuan berpolitik berada jauh di belakang pengalaman politik laki-laki. Minimnya pengalaman perempuan untuk berkontestasi serta menghadirkan diskursus menyulitkan praktik politik bagi perempuan dalam mendapat ruang yang sama dengan laki-laki. Dari kondisi tersebut sejak masa reformasi upaya-upaya mendorong perempuan mengejar ketertinggalan dalam dunia politik dengan diterapkan affirmative action bagi perempuan melalui kuota gender. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 33 Undang-Undang Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak Pemilihan Umum 2004 hingga tahun 2019 yang akan datang, menjamin keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif. Ini tercantum dalam Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, tentang Pemilihan Anggota DPR/DPD/DPRD, Pasal 53 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, Pasal 55 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, dan Pasal 245 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang baru saja ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada Juli 2017. Adapun kuota keterwakilan perempuan yang dimaksud adalah 30% dari jumlah calon anggota legislatif dalam satu daerah pemilihan, untuk tiap-tiap partai politik yang mengusungnya. Namun kuota tersebut hanya mengatur untuk perempuan, sementara kelompok minoritas etnis dan agama, serta kelompok difabel belum memperoleh hak serupa dalam penyelenggaraan Pemilu. Upaya mendorong keterwakilan perempuan melalui pencalonan minimal 30% pada Pemilu 2004 menghasilkan 65 kursi dari total 550 Kursi di DPR (setara 11% kursi). Pada Pemilu 2009, hasil Pemilu menunjukkan peningkatan keterwakilan perempuan, dengan mendapatkan 101 kursi dari total 560 kursi di parlemen yaitu setara dengan 18%. Sementara hasil Pemilu 2014 justru menunjukkan stagnasi jika tidak bisa dibilang kemunduran karena angka perolehan kursi perempuan berkurang menjadi 97 kursi dari 560 kursi yaitu setara dengan 17%. Dimensi Kontestasi ditujukan untuk mengukur: (i) hak politik gender, (ii) representasi minoritas, dan (iii) proses pencalonan. Tabel 2.4.1 Dimensi, Subdimensi, dan Subsubdimensi Kontestasi Dimensi KONTESTASI 34 Subdimensi Hak politik terkait gender Subsubdimensi (+) Subsubdimensi (-) Keterwakilan kuota perempuan pada daftar calon legislatif Tidak terpenuhinya kuota perempuan pada daftar calon legislatif Keterwakilan golonganminoritas pada daftar calonLegislative Tdak adanya keterwakilankelompok minoritas pada daftarcalon legislatif keterwakilan kelompok Disabilitas Tdak adanya keterwakilankelompok disabilitas pada daftar calon legislatif INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Kepengurusan dan keanggotaan ganda partai politik KONTESTASI Ketidakabsahan dokumen persyaratan calon Proses pencalonan Sengketa pencalonan Pencalonan anggota Legislative DPRD Kab./kota Identifikasi hubungan kekerabatan dengan Penyelenggara Terjadinya mahar politik Sumber: Bawaslu (2018) 2.5. PARTISIPASI Partisipasi politik merupakan konsep krusial tentang urgensi partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan-keputusan yang dibuat para wakilnya yang memiliki otoritas. Banyak konsep yang berkaitan dengan partisipasi politik dalam Pemilu. Antara lain, konsep dari Andrian dan Smith (2006) yang membedakan partisipasi politik menjadi tiga yaitu partisipasi pasif, partisipasi aktif, dan protes. Partisipasi pasif adalah keterlibatan politik seseorang sebatas ia meletakkan politik sebagai sesuatu yang penting dan keterlibatannya dalam tataran wacana. Partisipasi aktif adalah keterlibatan seseorang dalam organisasi atau menjadi relawan dalam kegiatan Pemilu. Sementara protes adalah sebentuk partisipasi dalam kegiatan aksi, seperti menandatangani petisi atau melakukan demonstrasi. Konsep yang lebih klasik, misalnya dari McClosky (1972) menyatakan bahwa partisipasi politik sebagai kegiatan sukarela masyarakat yang terlibat dalam proses pengambilan kebijakan secara langsung atau tidak langsung, seperti terlibat dalam proses Pemilu. Partisipasi politik dalam Pemilu termasuk keterlibatan masyarakat secara aktif di partai politik, pencalonan sebagai kandidat Pemilu, atau menjadi relawan tim pemantau suara di bilik suara ketika Pemilu. Dimensi Partisipasi dalam IKP kali ini dimaksudkan untuk mengukur: (i) partisipasi pemilih, (ii) partisipasi partai politik, (iii) partisipasi kandidat, dan (iv) partisipasi publik dalam pengawasan (lihat Tabel 2.5.1). BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 35 Tabel 2.5.1 Dimensi, Subdimensi, dan Subsubdimensi Partisipasi Dimensi Subdimensi Subsubdimensi (+) Partisipasi pemilih sesuai target KPU (≥77,5%) Partisipasi Pemilih Partisipasi Kandidat Partisipasi Politik Kondisi geografis yang mendukung Subsubdimensi (-) Partisipasi di bawah target KPU (77,5%) Jumlah suara tidak sah Lokasi TPS yang sulit dijangkau Lokasi TPS yang tidak bisa dijangkau (force majeure) Rendahnya partisipasi kandidat perserta Partisipasi kandidat Pemilu untuk dari seluruh partai mematuh aturan Pemilu terdaftar sebagai peserta Pemilu Rendahnya partisipasi kandidat peserta Pemilu dalam proses edukasi politik masyarakat Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu Partisipasi Publik Partisipasi masyarakat dalam penTidak adanya gerakan gawasan Pemilu pengawasan Pemilu yang diinisiasi oleh Masyarakat Akses kelompok masyarakat sipil terhadap proses tahapan Pemilu Sumber: Bawaslu (2018) 36 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Hambatan akses pemantau terhadap proses tahapan Pemilu Hambatan akses media massa terhadap proses tahapan Pemilu BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 37 38 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BAB 3 METODE PENELITIAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 39 T ujuan IKP 2019 adalah memberikan gambaran empiris terkait tingkat kerawanan Pemilu di Indonesia ke dalam indeks yang seusai dengan kondisi aktual (objektif), memiliki kejelasan (eksplanatif), dan disepakati para pihak terkait (legitimate). Untuk mencapai tujuan itu, persoalan memilih metode penelitian sama problematiknya dengan menentukan kerangka konseptual. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan keterbatasan. Membuat proyeksi kondisi kerawan Pemilu di setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia didapat melalui indikator-indikator konkret berdasarkan peristiwa atau data yang sudah terjadi (post-factum). Ukuran potensi kerawanan Pemilu didapatkan berdasarkan analisis terhadap kondisi terkini di suatu daerah dengan mempertimbangkan tahapan Pemilu (time series). Kriteria sistemik variabel dan indikator yang akan dan bisa dijadikan ukuran ditentukan berdasarkan, pertama, relevansi yaitu dimensi dan indikator yang digunakan harus benar-benar relevan dengan kerawanan Pemilu yang akan diukur. Kedua, signifikansi, yaitu dimensi dan indikator yang digunakan tidak sekadar relevan, tapi juga secara signifikan akan memetakan kerawanan Pemilu. Ketiga, adanya sumber data yang dapat digunakan dan kepastian ketersediaan data. Pembobotan dilakukan dengan membandingkan tingkat kerawanan satu daerah dengan daerah lain pada level dimensi. Adapun di level subdimensi, penilaian tingkat kerawanan dilakukan dengan cara mengambil angka rata-rata. Sementara pada level subsubdimensi, penilaian karawanan suatu daerah dilakukan dengan melihat jumlah skor dari subdimensi. 3.1. TAHAPAN PENYUSUNAN INDEKS IKP 2019 disusun dalam beberapa tahapan pada buklan Juni hingga September 2018. Tahapan tersebut meliputi Tahapan Konstruksi, Tahapan Instrumentasi, Tahapan Lapangan, dan Tahap Analisis dan Penyusunan Laporan. Pertama, Tahap Konstruksi yang berbentuk workshop dan FGD untuk mengevaluasi instrumen IKP sebelumnya, menemukan, dan menentukan teori yang relevan serta sesuai dalam konteks Pemilu Serentak tahun 2019. Pada tahap ini pelibatan akademisi, pegiat Pemilu, perwakilan kementerian/ lembaga, dan perwakilan Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengeksplor variabel pendukung dan variabel penghambat kerawanan Pemilu yang ideal. 40 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Kedua, Tahap Instrumentasi yang bermaksud untuk menyusun instrumen, melakukan uji validitas dan realibilitas instrumen (try-out research instrument), serta menentukan bobot faktor. Try-out instrumen dilaksanakan di 35 kabupaten/kota (pada bulan Agustus selama 7 hari) di Jawa Barat dan Banten atas alasan tertentu guna memastikan bahwa item pertanyaan yang disebar secara nasional valid dan reliabel secara akademik – dan mudah diimpelemntasikan. Pada tahap Instrumentasi diskusi mengenai penyempurnaan indikator dan item pertanyaan tetap dilaksanakan dnegan melibatkan akademisi, pegiat Pemilu, dan Bawaslu. Ketiga, Tahap Penelitian sebagai tahap pelaksanaan IKP dalam bentuk survei menggunakan seluruh populasi Bawaslu di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Tahap ini diawali dengan kegiatan coaching bagi 514 Kordiv. PHL. Bawaslu kabupaten/kota dan 34 Kordiv. PHL. Bawaslu Provinsi di seluruh Indonesia selama dua hari. Manakala pengambilan data dibatasi dalam waktu 10 hari hingga 31 Agustus (meskipun nyatanya data masuk pada 6 Sepetmber 2018). Selanjutnya, data diolah, dikategori, dan dicek kelengkapannya. Terakhir, keempat, Tahap Analisis dan Penyusunan Laporan sebagai tahapan menganalisis komponen utama (indeks), analisis struktural (kausalitas), serta model prediksi. Pada tahap akhir, keterlibatan akademisi, pegiat Pemilu, dan Bawaslu dalam penyempurnaan analisis dan laporan terus dilakukan terutama sebelum launching IKP tingkat nasional (pada 25 September 2018). Secara singkat tahapan penyusunan IKP 2019 dapat dilihat dalam gambar berikut ini: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 41 Gambar 3.1.1 Alur Kerja IKP 2019 TAHAP PENELITIAN TAHAP ANALISA & PENYUSUNAN LAPORAN Penyusunan Instrumen Metode Sampling Analisisi Komponen Utama (Indeks) Relevansi Teori Uji Validitas & Realibitas Coaching Emurator Analisis Struktural Eksploratori Faktor Penentuan Bobot Faktor Penentuan Bobot Faktor Model Prediksi DISEMINASI PAKAR & PRAKTISI VERIFIKASI BPS VERIFIKASI BPS KORD. STRATEGIS KEMENTERIAN TAHAP KONSTRUKSI TAHAP INSTRUMENTASI Evaluasi Intrumen Sumber: Bawaslu (2018) 3.2. HIPOTESIS INDEKS Tingginya nilai Indeks Kerawanan Pemilu 2019 (Y) terwujud melalui tingginya Potensi Kerawanan Konteks Sosial Politik (Y1), Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil (Y2), Kontestasi (Y3), dan Partisipasi (Y4). 3.3. JENIS PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif berupa pengukuran kondisi real atau biasa disebut Conditional Term dari berbagai fakta yang terjadi di suatu lokasi area (Tabachnick and Fidell 2007). Penelitian kuantitatif dilakukan dengan tujuan menguji teori-teori yang ada dengan menggunakan metode survei untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan dengan tujuan melukiskan variabel atau kondisi apa yang ada dalam suatu situasi. Pengumpulan datanya dilakukan dengan 42 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 menggunakan instrumen pengumpulan data kejadian (conditional term) dan analisis datanya bersifat statistik, berdasarkan informasi pelaksanaan Pemilu terakhir baik Pilkada maupun Pemilu sebelumnya di 514 kabupaten/ kota seluruh Indonesia (Total Sampling). Adapun sumber data penelitian berasal dari penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu kabupaten/kota), pihak kepolisian, dan media massa. Oleh karena kajian ini berujung pada upaya untuk mendeteksi secara dini kerawanan penyelenggaraan Pemilu 2019, maka instrumen pertanyaan yang dijawab oleh narasumber bukan bersifat persepsi, tetapi fakta (bahkan perlu menunjukkan bukti jawaban berupa dokumen, video, rekaman suara, dan foto). 3.4. METODE PENGUMPULAN DATA INDEKS 3.4.1. Data Primer Data primer disusun dan dikumpulkan berdasarkan instrumen isian data item indikator yang dilakukan oleh Bawaslu kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Dalam penggunaan intsrumen, IKP 2019 menyusun item-item sebagai alat tes yang harus bisa mengukur variabel yang menjadi tujuan dalam penelitian. Oleh sebab itu, uji coba instrumen dilakukan pada pertengahan Agustus 2018 untuk mendapatkan keajegan instrumen. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya tes tersebut. Validitas menunjukkan ukuran kemampuan suatu instrumen untuk mengukur apa yang akan diukur. Jadi, dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat tes, maka alat tes tersebut semakin tepat dalam mengukur suatu variabel, atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Selain itu, instrumen isian IKP 2019 harus juga memiliki reliabilitas yang tinggi. Reabilitas atau tingkat konsistensi hasil suatu pengukuran itu semakin tinggi nilainya maka akan memberikan hasil pengukuran yang terpercaya (consistent). Reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama intrumen pengukuran yang baik. Kadang-kadang reliabilitas disebut juga sebagai keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya, namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (measurement error). BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 43 Setelah mendapatkan instrumen yang valid dan reliabel, melalui workshop dan FGD dan uji coba instrumen di 35 kabupaten/kota, maka pada akhir Agustus dilakukanlah pengumpulan data secara nasional selama 10 hari dengan melibatkan seluruh Kordiv. PHL. Provinsi dan Kabupaten/ Kota seluruh Indonesia. Dengan menggunakan instrumen IKP 2019, para Kordiv. PHL. yang sekaligus sebagai enumerator lapangan perlu memastikan bahawa jawaban mereka disertai dengan bukti berupa dokumen, foto, video, ataupun rekaman suara. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa IKP 2019 tidak berdasar persepsi enum maupun narasumber, tapi berdasar bukti otentik yang ada di masing-masing sumber data. 3.4.2. Data Sekunder Data primer berperan sebagai basis utama mendapatkan data kuantitatif IKP 2019. Selanjutnya data kuantitatif yang telah diverifikasi dan divalidasi itu didukung dengan data sekunder. IKP 2019 menggunakan data sekunder berupa dokumen-dokumen resmi dan laporan yang bersumber dari: (i) Badan pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), (ii) Komisi Pemilihan Umum (KPU), (iii) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), (iv) Kepolisian, dan (v) media-massa. Dokumen-dokumen resmi yang digunakan sebagai sumber data tidak akan dijelaskan secara khusus karena pada prinsipnya dokumen-dokumen tersebut adalah sumber data yang biasa digunakan dalam penelitian. Dokumen resmi dalam IKP 2019 ini mengacu pada pengertian dokumen dalam arti spesifik, menurut Renier (1997: 104), yaitu meliputi surat-surat resmi dan surat-surat negara. Dalam konteks IKP 2019 dokumen-dokumen resmi yang digunakan sebagai sumber data seperti: Keputusan KPU, Surat Edaran Bawaslu, Keputusan DKPP, dan data kepolisian. Penggunaan liputan media-massa, khususnya koran, sebagai sumber data untuk mendapatkan data penjelas khusus, karena diyakini koran sebagai sumber informasi yang relevan dalam merekam proses demokratisasi atau peristiwa Pemilu selama periode tertentu secara terus menerus dari hari ke hari. Tetapi, penggunaan koran sebagai sumber data harus disadari bahwa koran memiliki keterbatasan, seperti bias editorial dan reporter, keterbatasan wilayah jangkauan peliputan, keterbatasan ruang, dan kompetensi reporter. Neuman (2000) mensyaratkan empat kondisi dalam menggunakan koran sebagai sumber data, yaitu: ada rumusan secara spesifik mengenai isu yang dibutuhkan, menetapkan jenis media, menyusun sistem untuk merekam data yang dibutuhkan, dan mengukur data yang terkumpul untuk disajikan dalam bentuk angka atau persentase. 44 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 3.4.3. Wilayah Proses uji validitas dan reliabilitas instrumen (try-out instrument) dilakukan di 35 kabupaten/kota di Jawa Barat dan Banten yang membutuhkan waktu selama 1 minggu (11 – 17 Agustus 2018). Pemilihan 35 kabupaten dan kota di Jawa Barat dan Banten bukan tanpa alasan, salah satunya adalah waktu uji validitas dan reliabilitas yang sangat singkat, serta kemudahan mengundang 35 Bawaslu kabupaten/kota yang dekat dengan Bawaslu RI. Adapun wilayah-wilayah tersebut terlampir dalam Tabel 3.4.3.1 berikut ini: Tabel 3.4.3.1 Wilayah Uji Validitas dan Relibilitas No Kabupaten/kota No Kabupaten/kota 1 Kabupaten Bogor 19 Kota Sukabumi 2 Kabupaten Sukabumi 20 Kota Bandung 3 Kabupaten Cianjur 21 Kota Cirebon 4 Kabupaten Bandung 22 Kota Bekasi 5 Kabupaten Garut 23 Kota Depok 6 Kabupaten Tasikmalaya 24 Kota Cimahi 7 Kabupaten Ciamis 25 Kota Tasikmalaya 8 Kabupaten Kuningan 26 Kota Banjar 9 Kabupaten Cirebon 27 Kabupaten Pangandaran 10 Kabupaten Majalengka 28 Kota Cilegon 11 Kabupaten Sumedang 29 Kabupaten Lebak 12 Kabupaten Indramayu 30 Kabupaten Pandeglang 13 Kabupaten Subang 31 Kabupaten Serang 14 Kabupaten Purwakarta 32 Kota Serang 15 Kabupaten Karawang 33 Kabupaten Tangerang 16 Kabupaten Bekasi 34 Kota Tangerang 17 Kabupaten Bandung Barat 35 Kota Tangerang Selatan 18 Kota Bogor Sumber: Bawaslu (2018) BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 45 3.5. METODE UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS Proses uji validitas dan reliabilitas instrumen IKP 2019 dilakukan dalam tahapan-tahapan sebagai berikut: 1). Rekapitulasi data hasil Try Out dari 35 kabupaten/kota. 2). Proses cleaning data bermasalah agar tersisa data yang baik agar menghasilkan pengukuran yang akurat dan tidak bias. 3). Coding data. 4). Analisis Validitas awal menggunakan Statistik Point Biserial (untuk item-tem berskala nominal) yang berupa skor dikotomi dengan rumus sebagai berikut : Di mana: X = Rata-rata test untuk semua orang Xi = Rata-rata pada test hanya untuk orang-orang yang menjawab benar pada item ke-I = Proporsi dari orang yang menjawab benar pada item ke-i i 1-p = Proporsi dari orang yang menjawab salah pada item ke-i σ χ = Standar deviasi pada test untuk semua orang π Kriteria validitasnya adalah jika PB ≥ 0,30 item pertanyaan valid dan PB < 0,30 item pertanyaan tidak valid. π 5). Analisis validitas lanjutan menggunakan Statistik multivariate Confirmatory Faktor Analysis (CFA) untuk menghasilkan analisis yang lebih akurat terkait item-item yang dipertahankan, item-item yang harus dibuang, atau item-item yang harus diperbaiki berdasarkan pertimbangan output software Lisrel 8.7. 6). Analisis Reliabilitas menggunakan statistik multivariate. Confirmatory Faktor Analysis (CFA), untuk melihat apakah keseluruhan item-item pertanyaan yang ada sudah konsisten dalam menghasilkan respon data yang dibutuhkan, sehingga dapat digunakan untuk proses survei yang sebenarnya. 46 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 3.6. HASIL UJI VALIDITAS DAN REBILITAS Dari hasil pengujian terhadap indikator dari seluruh dimensi Konteks Sosial Politik (Y1), Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil (Y2), Kontestasi (Y3), dan Partisipasi (Y4) yang mencerminkan keadaan potensi kerawanan pelaksanaan Pemilu suatu kabupaten/kota, sebagai berikut : Dimensi Konteks Sosial Politik No. Kode Koef.valid Ket. 1 s1 0,782 Valid 2 s4 0,535 Valid 3 s8 0,411 Valid 4 s14 0,965 Valid 5 s18 0,645 Valid 6 s19 0,653 Valid 7 s20 0,673 Valid 8 s21 0,645 Valid 9 s22 0,906 Valid 10 s23 0,720 Valid 11 s25 0,844 Valid 12 s30 0,720 Valid 13 s31 0,597 Valid 14 s32 0,565 Valid 15 s33 0,977 Valid 16 s34 0,889 Valid 17 s39 0,753 Valid 18 s40 0,772 Valid 19 s45 0,782 Valid 20 s47 0,645 Valid 21 s48 0,930 Valid 22 s50 0,780 Valid 23 s51 0,336 Valid 24 s52 0,835 Valid 25 s53 0,835 Valid 26 s55 0,411 Valid 27 s57 0,550 Valid 28 s59 0,430 Valid BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 47 29 s61 0,565 Valid 30 s62 0,905 Valid 31 s63 0,511 Valid 32 s64 0,720 Valid 33 s65 0,565 Valid 34 s66 0,653 Valid 35 s67 0,653 Valid 36 s68 0,653 Valid 37 s69 0,974 Valid 38 s70 0,974 Valid 39 s71 0,974 Valid 40 s72 0,974 Valid 41 s73 0,974 Valid 42 s77 0,852 Valid Koef.Rel 0,992 Ket. Reliabel Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 79 item yang mencerminkan kondisi kerawanan konteks sosial politik pelaksanaan Pemilu 2019 di Indonesia, hanya terdapat 42 indikator valid dengan nilai korelasi di atas 0,3 dan merupakan kumpulan indikator yang menghasilkan ukuran konsisten sehingga hasil reliabilitas variabel pun cukup baik yaitu mencapai angka 0,992 Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil 48 No. Kode Koef.valid Ket. 1 pe1 0,65 Valid 2 pe2 0,44 Valid 3 pe3 0,52 Valid 4 pe5 0,954 Valid 5 pe8 0,526 Valid 6 pe9 0,879 Valid 7 pe12 0,650 Valid 8 pe13 0,770 Valid INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 9 pe15 0,475 Valid 10 pe17 0,990 Valid 11 pe18 0,653 Valid 12 pe19 0,511 Valid 13 pe20 0,862 Valid 14 pe21 0,391 Valid 15 pe25 0,430 Valid 16 pe26 0,628 Valid 17 pe27 0,652 Valid 18 pe28 0,632 Valid 19 pe29 0,371 Valid 20 pe30 0,368 Valid 21 pe33 0,793 Valid 22 pe34 0,760 Valid 23 pe35 0,620 Valid 24 pe36 0,441 Valid 25 pe37 0,770 Valid 26 pe38 0,770 Valid 27 pe39 0,860 Valid 28 pe40 0,450 Valid 29 pe41 0,689 Valid 30 pe46 0,440 Valid 31 pe50 0,350 Valid 32 pe54 0,954 Valid 33 pe55 0,368 Valid 34 pe56 0,957 Valid 35 pe57 0,371 Valid 36 pe58 0,368 Valid 37 pe63 0,793 Valid 38 pe64 0,760 Valid 39 pe65 0,620 Valid 40 pe66 0,770 Valid 41 pe67 0,475 Valid 42 pe68 0,990 Valid 43 pe69 0,704 Valid BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 49 44 pe70 0,650 Valid 45 pe71 0,440 Valid 46 pe72 0,862 Valid Koef. Rel 0,921 Ket. Reliabel Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 72 item yang mencerminkan kondisi kerawanan penyelenggaraan pelaksanaan Pemilu 2019 yang Bebas dan Adil di Indonesia, hanya terdapat 46 indikator valid dengan nilai korelasi di atas 0,3 dan merupakan kumpulan indikator yang menghasilkan ukuran konsisten sehingga hasil reliabilitas variabel pun cukup baik yaitu mencapai angka 0,921. Dimensi Kontestasi No. Kode Koef.valid Ket. 1 k1 0,550 Valid 2 k3 0,425 Valid 3 k5 0,501 Valid 4 k6 0,716 Valid 5 k7 0,667 Valid 6 k8 0,968 Valid 7 k10 0,643 Valid 8 k11 0,859 Valid 9 k12 0,380 Valid 10 k13 0,656 Valid 11 k14 0,578 Valid 12 k15 0,688 Valid Koef.Rel 0,754 Ket. Reliabel Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 15 item yang mencerminkan kondisi kerawanan kontestasi pelaksanaan Pemilu 2019 di Indonesia, hanya terdapat 12 indikator valid dengan nilai korelasi di atas 0,3 dan merupakan kumpulan indikator yang menghasilkan ukuran konsisten sehingga hasil reliabilitas variabel pun cukup baik yaitu mencapai angka 0,754. 50 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Dimensi Partisipasi Politik No. Kode Koef.valid Ket. 1 pa1 0,494 Valid 2 pa3 0,565 Valid 3 pa4 0,977 Valid 4 pa5 0,889 Valid 5 pa6 0,753 Valid 6 pa7 0,772 Valid 7 pa8 0,782 Valid 8 pa9 0,645 Valid 9 pa10 0,689 Valid 10 pa11 0,440 Valid 11 pa12 0,350 Valid 12 pa13 0,954 Valid 13 pa14 0,652 Valid 14 pa16 0,632 Valid 15 pa17 0,371 Valid 16 pa20 0,368 Valid Koef.Rel 0,817 Ket. Reliabel Dari tabel di atas terlihat bahwa dari 20 item yang mencerminkan kondisi kerawanan partisipasi politik pelaksanaan Pemilu 2019 di Indonesia, hanya terdapat 16 indikator valid dengan nilai korelasi di atas 0,3 dan merupakan kumpulan indikator yang menghasilkan ukuran konsisten sehingga hasil reliabilitas variabel pun cukup baik yaitu mencapai angka 0,817. 3.7. METODE ANALISIS INDEKS IKP 2019 dihitung dengan menggunakan pendekatan kuantitatif secara menyeluruh berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Konsep yang digunakan adalah data driven, yaitu bahwa hasil indeks sangat ditentukan oleh data yang ada di lapangan (Sharma, Mukherjee, Kumar, and Dillon 2005). Formulasi perhitungan bobot dihitung secara hirarki dengan kerangka CFA (Confirmatory Faktor Analysis), yang biasa digunakan untuk menganalisis variabel unidimensional dari suatu variabel konstruk pada analisis SEM (Structural Equation Modeling). BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 51 Beberapa justifikasi penggunaan CFA dalam analisis formulasi IKP 2019 adalah sebagai berikut: (a) data yang dikumpulkan di lapangan adalah data indikatoryang tidak dapat diukur secara langsung melainkan hanya bisa diukur dari indikator-indikator yang membentuknya, dan (b) data yang sudah terkumpul adalah skala data biner (tipe jawaban ya dan tidak). Dalam CFA telah banyak dikembangkan metode estimasi bobot model, yang memungkinkan mendapatkan hasil bobot untuk skala data yang tidak berdistribusi normal seperti Generalized Least Square, Scale free least square, Asymptotically distribution free, serta pendekatan Bayesian. Untuk data biner telah dikembangkan perhitungan polychoric correlation dan asymptotic covariance matrices dalam CFA yang dalam aplikasinya telah dikembangkan pada perangkat lunak Lisrel. 3.7.1. Kategorisasi Tujuan akhir perhitungan IKP 2019 adalah mendapatkan gambaran profil kerawanan Pemilu masing-masing kabupaten/kota. Nilai Indeks yang didapatkan ditransformasi menjadi kategori yang mewakili tingkatan kerawanan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Proses penentuan kategori dilakukan dengan melihat distribusi atau sebaran indeks. Jika sebaran indeks mengikuti distribusi normal, maka akan diambil ukuran berikut sebagai threshold yaitu: Tabel 3.7.1.1 Penentuan Kategori berdasarkan Interval Konfidensi 52 Indeks Nilai Indeks Kerawanan < (Mean – 1.96* standard deviasi) Rendah Tinggi Indeks < (Mean – 1.96* standard deviasi) Sedang Sedang > (Mean – 1.96* standard deviasi) Tinggi Rendah INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 3.8. LIMITASI Penyusunan IKP 2019 dilakukan secara serius dan hati-hati karena skop kajiannya di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Oleh karena itu, kajian ini perlu didesain sebaik mungkin agar menggambarkan kerawanan di daerah yang diteliti. Untuk mendapatkan gambaran mengenai kerawanan yang nyata, maka mengidentifikasi limitasi menjadi penting, setidaknya, dengan tujuan membuat kerangka batasan (framework of boundaries) agar memahami batas-batas penyusunan IKP 2019 dan, yang terpenting, sebagai pijakan perbaikan dan penyempurnaan IKP di masa mendatang. Beberapa limitasi yang dimaksud adalah sebagai berikut: Penyusunan IKP 2019 berdasarkan konseptual untuk memahami tingkat kerawanan Pemilu di Indonesia melalui keterkaitan antara Dimensi: (i) Konteks Sosial-Politik, (ii) Penyelenggaraan yang Bebas dan Adil, (iii) Kontesasi, serta (iv) Partisipasi. Variabel dan indikator IKP 2019 disusun untuk menggambarkan keterkaitan tersebut dan memberi gambaran kondisi kerawanan Pemilu di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Namun, dalam prosesnya IKP 2019 sangat mengandalkan data lapangan (data driven) tanpa wawancara mendalam di setiap lokasi sampel. Implikasinya, IKP 2019 mampu memberi proyeksi indikatif kerawanan Pemilu di daerah sampel, tapi kurang memiliki daya penjelas untuk isu-isu yang lebih detail dan kualitatif. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 53 Tantangan lain dalam penyusunan IKP 2019 adalah masalah teknis pelaksanaan, seperti ketika pelatihan terhadap seluruh Kordiv. PHL. Bawaslu Provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia yang memiliki kemampuan teknologi informasi berbeda-beda. Dalam IKP 2019, Kordiv. PHL. tidak hanya mengisi isian instrumen penelitian berdasar paper-based, tetapi juga berdasar application-based. Masalah teknis berikutnya berkaitan dengan hal sebelumnya yaitu memastikan input data dengan benar dan sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan. Untuk itu dibutuhkan usaha lebih untuk menyamakan tenggat penyelesaian IKP 2019 sebab pada pelaksanaannya ada 17 kabupaten/kota yang tidak berhasil menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. 54 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 55 56 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BAB 4 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 DI INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 57 P ada bab ini akan dibahas analisis data hasil survei nasional Badan Pengawas Pemilihan Umum pada tahun 2018 yang berjudul “Indeks Kerawanan Pemilu 2019” yang bertujuan untuk menganalisa rerata skor Indeks Kerawanan Pemilu 2019 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia dan seberapa besar pengaruh faktor-faktor ekstrinsik di setiap kabupaten/ kota secara bersama-sama terhadap tingkat Kerawanan Pemilu 2019 di Indonesia. Dalam penelitian ini Indeks Kerawanan Pemilu 2019 (Y) diukur terdiri dari 4 dimensi pengukuran, yaitu dimensi Konteks Sosial Politik (Y1), Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil (Y2), Kontestasi (Y3), dan Partisipasi (Y4). Analisis data hasil penelitian dilakukan secara statistik, baik deskriptif maupun inferensial dengan struktur penyajian sebagai berikut: 1. Model Pengukuran Variabel 1) Subdimensi Keamanan (Y11) 2) Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu (Y12) 3) Subdimensi Penyelenggara Negara (Y13) 4) Subdimensi Relasi Kuasa Lokal (Y14) 5) Dimensi Konteks Sosial Politik (Y1) 6) Subdimensi Hak Pilih (Y21) 7) Subdimensi Kampanye (Y22) 8) Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara (Y23) 9) Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu (Y24) 10)Subdimensi Pengawasan Pemilu (Y25) 11) Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil (Y2) 12) Subdimensi Hak Politik Terkait Gender (Y31) 13) Subdimensi Representasi Minoritas (Y32) 14)Subdimensi Proses Pencalonan (Y32) 15) Dimensi Kontestasi (Y3) 16) Subdimensi Partisipasi Pemilih (Y41) 17) Subdimensi Partisipasi Partai (Y42) 18) Subdimensi Partisipasi Kandidat (Y43) 19) Subdimensi Partisipasi Publik (Y44) 20)Dimensi Partisipasi Publik (Y44) 21) Variabel Indeks Kerawanan Pemilu 2019 58 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 2. Model Persamaan Struktural (SEM)/Pengaruh Variabel Eksogen secara bersama-sama terhadap Tingkat Kerawanan Pemilu 2019 di Indonesia. 3. Analisis Klaster Pengelompokkan 514 kabupaten/kota berdasarkan kesamaan karakteristik tingkat kerawanan setiap subdimensi penelitian. Berikut disajikan hasil analisis data 514 kabupaten/kota di 34 Provinsi di Indonesia yang diteliti pada bulan Agustus tahun 2018. 1. MODEL PENGUKURAN VARIABEL Dalam bab-bab sebelum telah diuraikan bahwa terdapat hal mendasar yang membedakan pelaksanaan Pemilu 2019 dengan pelaksanaan Pemilu sebelumnya, yaitu pelaksanaan Pemilu yang dilaksanakan serentak, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden. Hal ini jelas memberikan dampak yang berbeda—baik dari segi pelaksanaan, situasi politik, kondisi sosial masyarakat, pola-pola kampanye baik, menggunakan media masa maupun media sosial—yang pasti akan menghasilkan situasi kerawanan pada variasi dan tingkatan yang berbeda pula. Oleh karena itu, pengukuran terhadap variabel yang diklasifikasikan sebagai faktor yang mempengaruhi tingkat kerawanan Pemilu 2019 di Indonesia sangat penting untuk dilakukan. Proses identifikasi secara teoritik, konstruksi variabel menjadi instrumen serta pengujian validitas dan reliabilitas harus dilakukan secara komprehensif agar menghasilkan suatu pengukuran yang tepat dan tidak bias. Pada penelitian ini terdapat dua variabel utama yang akan diuji secara empiris yaitu variabel pengaruh (X) dan Indeks Kerawanan Pemilu 2019 (Y). Variabel pengaruh terdiri dari beberapa variabel bebas yang merupakan kondisi sosial maupun politik suatu kabupaten/kota dan secara teoritik (theoritical bridge) memiliki pengaruh terhadap tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu. Sedangkan Indeks Kerawanan Pemilu 2019 (Y) diukur terdiri dari 4 dimensi pengukuran, yaitu dimensi Konteks Sosial Politik (Y1), Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil (Y2), Kontestasi (Y3), dan Partisipasi (Y4). Dan masing-masing dimensi memiliki subdimensi serta indikator yang diukur. Indikator yang diukur akan menghasilkan skor sebagai penilaian tingkat kerawanan subdimensi/dimensi. Oleh karena itu, dalam setiap analisisnya akan dilihat indikator mana saja yang memiliki skor tinggi (> 66), sedang (33 – 66 ), dan rendah (< 33) atau mungkin skor sangat rendah. Juga perlu dilihat indikator mana yang merupakan faktor dominan yang membentuk subdimensi/dimensi yang diukur sehingga dapat dirumuskan pola kebijakan BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 59 yang tepat dalam menurunkan situasi rawan ini agar mencapai kategori pelaksanaan Pemilu yang optimal. Untuk mengetahui indikator dominan yang dimaksud, dilakukan pengujian secara multivariat dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan Structural Equation Modeling (SEM) sebab dimensi/subdimensi yang akan diukur merupakan variabel yang tidak bisa diukur secara langsung (laten). Pengujian tersebur memiliki 2 fungsi utama yaitu: - Apakah model pengukuran dari dimensi/subdimensi sudah tepat? (Apakah keseluruhan indikator sudah mampu merefleksikan dimensi/ subdimensi tersebut?) - Indikator mana yang merupakan indikator dominan dari dimensi/ subdimensi tersebut? Suatu Model Persamaan Pengukuran suatu variabel dalam analisis indikator dikatakan fit atau cocok dengan data, jika memenuhi kriteria uji sebagai berikut: - Nilai statistik inferensi Chi square cukup kecil yaitu < 2 df (degred of freedom) - Nilai p-value Chi square cukup besar yaitu > 0,05 atau mendekati 1 - Nilai Statistik deskriptif RMSEA < 0,08 Hipotesis : H 0 : Σ = Σ (θ) (Model persamaan struktural fit dengan data) H 1 : Σ ≠ Σ (θ) (Model persamaan struktural tidak fit dengan data) Kriteria Uji : Terima hipotesis H0 pada taraf signifikan α jika kriteria uji di atas terpenuhi. Kesimpulan : Jika H0 diterima, maka model persamaan struktural fit dengan data Jika H0 ditolak, maka model persamaan struktural tidak fit dengan data. 60 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Dari hasil try out dan primary survey yang dilakukan oleh tim peneliti, didapatkan hasil analisis data secara deskriptif maupun inferensial untuk seluruh variabel yang diteliti sebagai berikut: 4.1. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI KEAMANAN Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Keamanan dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.1.1 Subdimensi Keamanan Subdimensi Keamanan Kerawanan Tinggi Kerawanan Sedang Kerawanan Rendah Total Jumlah 19 495 0 514 % 3,70 96,30 0,00 100,00 Gambar 4.1.1 Subdimensi Keamanan Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.1.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Keamanan dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten/kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Keamanan yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 61 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 495 kabupaten dan kota (96,30%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Keamanan yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 19 kabupaten/kota (3,70%) lain memiliki skor tingkat keamanan yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Keamanan, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.1.2 Rerata Skor Total Subdimensi Keamanan Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Subdimensi Keamanan 44,42 Simpangan Baku 3,73 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 44,5 Signifikan 33,33 Tidak Signifikan Subdimensi Keamanan Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai 45,0 Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Keamanan secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 44,42 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 3,73 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 44,5 adapun di atas itu, misal di angka 45,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 44,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi keamanan signifikan di angka 44,5 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Keamanan Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” 62 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Subdimensi Keamanan terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No. Indikator Skor Korelasi 1 Adanya kerusuhan/kekerasan (berbasis agama/ budaya/suku/kelas/etnis) dalam setahun terakhir 40,05 0,298 2 Adanya kekerasan fisik pada penyelenggara 42,24 0,329 3 Adanya pemberitaan di media tentang keksus kekerasan non fisik pada penyelenggara 44,80 0,538 4 Adanya pemberitaan di media tentang kasus kekerasan non fisik pada antarpeserta/calon 37,48 0,613 5 Adanya kekerasan non fisik pada antarpemilih 46,64 0,248 6 Adanya pemberitaan di media tentang kasus kekerasan fisik pada antarpemilih 47,08 0,455 7 Adanya pemberitaan di media tentang kasus kekerasan non fisik pada antarpemilih 47,53 0,650 8 Adanya kasus perusakan/penghilangan fasilitas public 47,64 0,554 9 Adanya pemberitaan di media tentang kasus perusakan/penghilangan fasilitas publik 49,19 0,673 10 Adanya laporan kepada pihak kepolisian tentang kasus perusakan/penghilangan fasilitas publik 46,08 0,262 11 Adanya pemberitaan di media tentang kasus perusakan/penghilangan fasilitas nonpublik 40,73 0,587 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikatorindikator Subdimensi Keamanan menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 63 Gambar 4.1.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Keamanan Adanya kerusuhan/kekerasan (berbasis agamabudaya/suku/ kelas/etnis) dalam setahun terakhir (40,054) 0,29 Adanya pemberitaan di media tentang kasus kekerasan non fisik pada antarpeserta/calon (37,48) Adanya pemberitaan di media tentang kasus perusakan/penghilangan fasilitas publik (49,19) 0,613 0,673 Keamanan Adanya kasus perusakan/ penghilangan fasilitas publik (47,64) Adanya pemberitaan di media tentang kasus kekerasan nonfisik pada antarpemilih (47,53) 0,554 0,650 0,455 Adanya kerusuhan/kekerasan (berbasis agamabudaya/suku/ kelas/etnis) dalam setahun terakhir (40,054) Tabel 4.1.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Keamanan Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck dalam Bachrudin (2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, 64 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-11 indikator subdimensi Keamanan mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Keamanan merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Keamanan. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya pemberitaan di media tentang kasus perusakan/penghilangan fasilitas publik dan Adanya pemberitaan di media tentang kasus kekerasan non fisik pada antarpemilih, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi keamanan di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 65 ambar 4.1.3 Diagram Skor Subdimensi Keamanan 34 Provinsi di Indonesia Keamanan 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 39,29 40,55 42,86 45,45 44,05 40,48 47,09 52,01 45,45 47,14 45,38 43,55 47,77 43,04 43,06 45,40 49,01 43,12 44,17 42,59 40,83 39,29 43,83 43,54 42,35 52,86 43,40 55,24 41,26 41,27 43,17 39,88 45,00 46,95 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 Skor Nasional 44,42 66 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.2. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI OTORITAS PENYELENGGARA PEMILU Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.2.1 Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.2.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 507 kabupaten/kota (98,64%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait otoritas penyelenggara Pemilu yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 7 kabupaten/kota (1,36%) lain memiliki skor tingkat otoritas penyelenggara Pemilu yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Otoritas penyelenggara Pemilu, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 67 standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.2.2 Rerata Skor Total Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Subdimensi Otoritas Penyelen gara Pemilu 45,68 Simpangan Baku 3,14 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 45,5 Signifikan 33,33 Tidak Signifikan Subdimensi Otoritas Penyelenggara Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai 46,0 Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi otoritas penyelenggara Pemilu secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 45,68 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 3,14 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 45,5 adapun di atas itu, misal di angka 46,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 45,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi otoritas penyelenggara Pemilu signifikan di angka 45,5 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Otoritas Penyelenggara Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek otoritas penyelenggara Pemilu yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: 68 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 No. Indikator Skor Korelasi 1 Putusan DKPP - Netralitas tingkat Kab/Kota 51,00 0,403 2 Adanya laporan terkait Keputusan Penyelenggara yang menguntungkan salah satu peserta 47,97 0,306 3 Adanya pemberitaan di media terkait keberpihakan penyelenggara 46,50 0,422 4 Adanya laporan hukum terkait keputusan penyelenggara 47,73 0,465 5 Adanya laporan terkait kasus hukum anggota penyelenggara 38,26 0,299 6 Putusan DKPP -Profesionalitas tingkat Kab / Kota 54,04 0,390 7 adanya Teguran Bawaslu 52,46 0,307 8 Terdapat dokumen koreksi keputusan penyelenggara dari lembaga di atasnya 46,30 0,110 9 Putusan DKPP -Profesionalitas tingkat Kab / Kota 46,19 0,349 10 Teguran Bawaslu Kab/Kota tentang penyalahgunaan wewenang 41,15 0,349 11 Teguran Bawaslu tentang penayalahgunaan wewenang 39,45 0,358 12 adanya laporan pengaduan masyarakat tentang penyalahgunaan wewenang 43,46 0,381 13 adanya pemberitaan di media tentang penyalahgunaan wewenang 46,13 0,385 14 Adanya Surat Keputusan pemberhentian anggota penyelenggara karena kasus disiplin 44,80 0,334 15 Adanya dokumen Sanksi Administrasi yang diberikan terhadap anggota penyelenggara 47,84 0,336 16 Adanya dokumen Surat Peringatan internal penyelengara 48,57 0,324 17 Adanya dokumen laporan Bawaslu tentang pelanggaran disiplin penyelenggara 44,55 0,420 18 Adanya dokumen teguran DKPP terhadap pelanggaran disiplin penyelenggara 44,55 0,420 19 Adanya pengaduan masyarakat terhadap pelanggaran disiplin penyelenggara 46,53 0,316 20 Adanya lebih dari 2 dokumen Keputusan yang meralat keputusan sebelumnya pada kasus atau masalah yang sama 38,84 0,136 21 Adanya pernyataan anggota penyelenggara di media massa yang berbeda atau saling bertentangan satu sama lain 41,63 0,333 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 69 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.2.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Otoritas Penyelenggara Pemilu Putusan DKPP - Netralitas tingkat Kab/Kota (51,00) 0,403 Adanya pemberitaan di media terkait keberpihakan penyelenggara (46,50) Adanya dokumen teguran DKPP terhadap pelanggaran disiplin penyelenggara (44,55) 0,420 Adanya dokumen laporan Bawaslu tentang pelanggaran disiplin penyelenggara (44,55) Otoritas Penyelenggara Pemilu 0,422 Adanya laporan hukum terkait keputusan penyelenggara (47,73) 0,465 0,420 0,390 Putusan DKPP Profesionalitas tingkat Kab / Kota (54,04) Tabel 4.1.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck 70 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-21 indikator subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya laporan hukum terkait keputusan penyelenggara dan Adanya pemberitaan di media terkait keberpihakan penyelenggara, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 71 Gambar 4.2.3 Diagram Skor Subdimensi Otoritas Penyelenggara 34 Provinsi diOtoritas Indonesia Gambar 4.2.3 Pemilu Diagram Skor Subdimensi Penyelenggara Pemilu 34 Provinsi di Indonesia Otoritas Penyelenggara Pemilu 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 39,16 40,57 46,33 49,12 49,57 44,43 48,65 51,67 47,97 52,05 51,17 46,01 45,53 47,87 47,59 46,22 47,39 44,39 47,83 41,23 47,53 42,86 45,11 44,02 43,76 44,34 43,15 42,89 42,86 41,77 44,22 43,00 45,58 47,41 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 Skor Nasional 45,68 72 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.3. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PENYELENGGARA NEGARA Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Penyelenggara Negara dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.3.1 Subdimensi Penyelenggara Negara Subdimensi Penyelenggara Negara Jumlah % Kerawanan Tinggi 1 0,19 Kerawanan Sedang 513 99,81 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.3.1 Subdimensi Penyelenggara Negara Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.3.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Penyelenggara Negara dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Penyelenggara Negara yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 73 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 513 kabupaten/kota (99,81%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Penyelenggara Negara yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 1 kabupaten/kota (0,19%) lain memiliki skor tingkat Penyelenggara Negara yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Penyelenggara Negara, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.3.2 Rerata Skor Total Subdimensi Penyelenggara Negara Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Subdimensi Penyelenggara Negara 44,30 Simpangan Baku 2,29 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 44,5 Signifikan 33,33 Tidak Signifikan Subdimensi Penyelenggara Negara Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai 45,0 Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Penyelenggara Negara secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 44,30 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 2,29 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 44,5 adapun di atas itu, misal di angka 45,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 44,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi 74 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Penyelenggara Negara signifikan di angka 44,5 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Penyelenggara Negara Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Penyelenggara Negara yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33,33-66,66). Subdimensi Penyelenggara Negara terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No. Indikator Skor Korelasi 1 Adanya kasus tidak netralnya ASN 74,34 0,572 2 Adanya laporan terkait tidak netralnya ASN 63,04 0,596 3 Adanya pemberitaan di media massa terkait tidak netralnya ASN 69,43 0,570 4 Adanya kasus tidak netralnya Polri 44,75 0,158 5 Adanya laporan terkait tidak netralnya Polri 43,52 0,283 6 Adanya pemberitaan di media massa terkait tidak netralnya Polri 45,08 0,373 7 Adanya kasus tidak netralnya TNI 37,99 0,271 8 Adanya laporan terkait tidak netralnya TNI 37,99 0,173 9 Adanya pemberitaan di media massa terkait tidak netralnya TNI 37,86 0,270 10 Adanya kasus intimidasi oleh POLRI 37,86 0,043 11 Adanya laporan terkait intimidasi oleh POLRI 37,62 0,092 12 Adanya pemberitaan di media massa terkait intimidasi oleh POLRI 38,47 0,368 13 Adanya kasus intimidasi oleh TNI 37,74 0,315 14 Adanya laporan terkait intimidasi oleh TNI 37,74 0,324 15 Adanya pemberitaan di media massa terkait intimidasi oleh TNI 37,74 0,307 16 Adanya kasus intimidasi oleh Petugas Birokrasi 37,09 0,553 17 Adanya laporan terkait intimidasi oleh petugas birokrasi 37,48 0,527 18 Adanya pemberitaan di media massa terkait intimidasi oleh petugas birokrasi 46,64 0,534 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 75 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikatorindikator Subdimensi Penyelenggara Negara menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.3.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Penyelenggara Negara Adanya kasus tidak netralnya ASN (74,34) 0,572 Adanya laporan terkait tidak netralnya ASN (63,04) Adanya pemberitaan di media massa terkait intimidasi oleh petugas birokrasi (46,64) 0,596 0,534 Adanya laporan terkait intimidasi oleh petugas birokrasi (37,48) Penyelenggara Negara Adanya pemberitaan di media massa terkait tidak netralnya ASN (69,43) 570 0,527 0,553 Adanya kasus intimidasi oleh Petugas Birokrasi (37,09) Tabel 4.1.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Penyelenggara Negara 76 Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck dalam Bachrudin (2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-18 indikator subdimensi Penyelenggara Negara mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Penyelenggara Negara merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Penyelenggara Negara. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya laporan terkait tidak netralnya ASN dan Adanya kasus tidak netralnya ASN, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara Pemilu dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Penyelenggara Negara di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 77 Gambar 4.3.3 Diagram Skor Subdimensi Penyelenggara Gambar Negara 4.3.3 Diagram Skor Subdimensi Penyelenggara 34 Provinsi di Indonesia Negara 34 Provinsi di Indonesia Penyelenggara Negara 38,70 41,13 42,20 44,23 44,68 43,79 43,80 46,37 45,13 48,72 47,18 46,10 46,25 45,61 44,21 46,38 46,81 44,22 47,45 41,92 45,96 42,88 42,57 44,43 42,55 41,84 44,07 47,94 44,38 39,95 43,95 42,82 45,96 42,06 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 Skor Nasional 44,30 78 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.4. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI RELASI KUASA DI TINGKAT LOKAL Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.4.1 Subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal Subdimensi Relasi kuasa di tingkat lokal f % Kerawanan Tinggi 29 5,64 Kerawanan Sedang 176 34,24 Kerawanan Rendah 309 60,12 Total 514 100,00 Gambar 4.4.1 Subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.4.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisi menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) yang berada pada kategori Kerawanan Rendah. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 79 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 309 kabupaten/kota (60,12%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) yang berada pada kategori RENDAH. Kemudian 176 kabupaten/kota (34,24%) lain memiliki skor tingkat Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. Akan tetapi, 29 kabupaten/kota (5,64%) lain memiliki skor tingkat Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal), dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.4.2 Rerata Skor Subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Subdimensi Relasi kuasa di tingkat lokal 38,46 Simpangan Baku 4,47 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 38,5 Signifikan 33,33 39,0 Tidak Signifikan Subdimensi Relasi Kuasa Lokal Memliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 38,46 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 4,47 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 38,5 adapun di atas itu, misal di angka 39,0 80 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 44,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) signifikan di angka 38,5 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Relasi Kuasa Lokal Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33)”. Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33-66). Subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No. Indikator Skor Korelasi 1 Adanya kekerabatan politik/dinasti ditingkat Kab/Kota 45,91 0,654 2 Adanya tokoh/kelompok dominan (tokoh agama/etnis/) ditingkat Kab/Kota 44,49 0,720 3 Adanya tokoh/kelompok bisnis dominan ditingkat Kab/Kota 49,97 0,665 4 adanya mobilisasi dengan menggunakan ancaman/intimidasi 38,00 0,554 5 Adanya mobilisasi dengan menggunakan politik uang 46,30 0,694 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 81 Gambar 4.4.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Relasi Kuasa di Tingkat Lokal Adanya kekerabatan politik/dinasti itingkat Kab/Kota (45,91) 0,654 Adanya tokoh/kelompok dominan (tokoh agama/etnis/) ditingkat Kab/Kota (44,49) 0,720 Adanya mobilisasi dengan menggunakan politik uang (46,30) Aktor Politik Lokal Adanya tokoh/kelompok bisnis dominan ditingkat Kab/Kota 49,97) 0,66 0,694 0,554 Adanya mobilisasi dengan menggunakan ancaman/intimidasi (38,00) Tabel 4.1.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0,08 yang menurut Brown dan Cudeck dalam Bachrudin (2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-5 indikator subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi 82 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal). Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya tokoh/kelompok dominan (tokoh agama/etnis/) ditingkat Kab/Kota dan Adanya mobilisasi dengan menggunakan politik uang, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara Pemilu dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 83 Gambar 4.4.3 Diagram Skor Subdimensi Relasi Kuasa di 4.3.3 Diagram Skor Subdimensi Penyelenggara TingkatGambar Lokal (Aktor Politik Lokal) 34 Provinsi di Indonesia Negara 34 Provinsi di Indonesia Penyelenggara Negara 38,70 41,13 42,20 44,23 44,68 43,79 43,80 46,37 45,13 48,72 47,18 46,10 46,25 45,61 44,21 46,38 46,81 44,22 47,45 41,92 45,96 42,88 42,57 44,43 42,55 41,84 44,07 47,94 44,38 39,95 43,95 42,82 45,96 42,06 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 Skor Nasional 44,30 84 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.5. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN DIMENSI KONTEKS SOSIAL-POLITIK Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk Dimensi Konteks Sosial-Politik dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.5.1 Dimensi Konteks Sosial-Politik Dimensi Konteks Sosial Politik Jumlah % Kerawanan Tinggi 3 0,58 Kerawanan Sedang 511 99,42 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.5.1 Dimensi Konteks Sosial-Politik Dimensi Konteks Sosial Politik Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.5.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Dimensi Konteks Sosial-Politik dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten/kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Dimensi Konteks Sosial-Politik yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 85 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 511 kabupaten/kota (99,42%) memiliki skor kerawanan Dimensi Konteks Sosial-Politik yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 3 kabupaten/kota (0,58%) lain memiliki skor tingkat Konteks Sosial-Politik yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Dimensi Konteks Sosial-Politik, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total dimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.5.2 Rerata Skor Total Dimensi Konteks Sosial-Politik Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Dimensi Konteks Sosial Politik 44,89 Simpangan Baku 2,54 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 45,0 Signifikan 33,33 45,5 Tidak Signifikan Dimensi Konteks Sosial Politik Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Dimensi Konteks Sosial-Politik secara real dari 514 kabupaten/kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 44,89 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 2,54 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 45,0 adapun di atas itu, misal di angka 45,5 diketahui tidak signifikan. 86 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Dengan signifikan di angka 45,0 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total Dimensi Konteks Sosial-Politik signifikan di angka 45,0 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Dimensi Konteks Sosial Politik Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33)”. Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Dimensi Konteks Sosial-Politik terdiri dari beberapa subdimensi penelitian, antara lain: No. Sub Dimensi Skor Korelasi 1 Keamanan 44,42 0,706 2 Otoritas Penyelenggaraan Pemilu 45,68 0,750 3 Penyelenggara Negara 44,30 0,703 4 Relasi Kuasa di tingkat Lokal (Aktor Politik Lokal) 38,46 0,693 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari subdimensisubdimensi pada Dimensi Konteks Sosial-Politik menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.4.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Dimensi Konteks Sosial-Politik BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 87 Tabel 4.4.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Dimensi Konteks Sosial-Politik Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck dalam Bachrudin (2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-4 subdimensi dari Dimensi Konteks Sosial-Politik mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh subdimensi pada Dimensi Konteks Sosial-Politik merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh subdimensi merupakan faktor yang signifikan membentuk Dimensi Konteks Sosial-Politik. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada Dimensi Konteks Sosial-Politik 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh subdimensi yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu subdimensi. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari subdimensi yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu subdimensi Otoritas Penyelengggara Pemilu dan Keamanan, sebab kedua subdimensi ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua subdimensi di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan Dimensi Konteks SosialPolitik di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: 88 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.5.3 Diagram Skor Dimensi Konteks Sosial-Politik 34 Provinsi di Indonesia Gambar 4.5.3 Diagram Skor Dimensi Konteks Sosial-Politik 34 Provinsi di Indonesia Kondisi Sosial Politik 39,14 40,19 44,10 46,63 46,05 42,86 46,44 49,84 46,69 49,06 47,84 45,26 46,81 46,37 44,82 46,34 48,04 43,87 47,00 41,24 45,44 41,99 44,09 44,04 43,07 44,98 43,88 48,25 42,87 40,86 44,01 42,74 46,74 44,86 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 Skor Nasional 44 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 89 4.6. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI HAK PILIH Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Hak Pilih dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.6.1 Subdimensi Hak Pilik Hak Pilih Jumlah % Kerawanan Tinggi 220 42,80 Kerawanan Sedang 294 57,20 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.6.1 Subdimensi Hak Pilik Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.6.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Hak Pilih dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Hak Pilih yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 294 kabupaten/kota (57,20%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Hak Pilih yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 220 kabupaten/kota (42,80%) lain memiliki 90 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 skor tingkat Hak Pilih yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Hak Pilih, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.6.2 Rerata Skor Total Subdimensi Hak Pilik Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Hak Pilih 67,41 Simpangan Baku 6,38 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 67,5 Signifikan 33,33 68,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Keamanan Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Hak Pilih secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 67,41 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 6,38 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 67,5 adapun di atas itu, misal di angka 68,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 67,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Hak Pilih signifikan di angka 67,5 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Hak Pilih Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33)”. Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Hak Pilih yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 91 Subdimensi Hak Pilih terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No. Indikator Skor Korelasi 1 Adanya laporan/temuan terkait pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar dalam DPT 66,648 0,930 2 Adanya laporan/temuan terkait pemilih yang tidak memiliki KTP-el 72,140 0,734 3 Adanya laporan/temuan terkait pemilih yang 73,541 tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar dalam DPT 0,793 4 adanya mobilisasi dengan menggunakan ancaman/intimidasi 73,541 0,793 5 Tidak adanya kordinasi petugas KPU dengan Disdukcapil setempat terkait Daftar Pemilih 61,401 0,114 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Hak Pilih menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.6.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Hak Pilih Adanya laporan/temuan terkait pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar dalam DPT (66,65) 0,930 Adanya laporan/temuan terkait pemilih yang tidak memiliki KTP-el (72,14) Otoritas Penyelenggara Pemilu 0,734 Adanya laporan/temuan terkait pemilih yang tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar dalam DPT (73,54) 0,793 0,114 Tidak adanya kordinasi petugas KPU dengan Disdukcapil setempat terkait Daftar Pemilih (61,40) 92 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Tabel 4.6.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Hak Pilih Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck dalam Bachrudin (2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-4 indikator subdimensi Hak Pilih mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Hak Pilih merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Hak Pilih. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya laporan/temuan terkait pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar dalam DPT dan Adanya laporan/ temuan terkait pemilih yang tidak memenuhi syarat tetapi terdaftar dalam DPT, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Hak Pilih di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 93 Gambar 4.6.3 Diagram Skor Subdimensi Hak Pilih 34 Provinsi di Indonesia 94 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.7. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI KAMPANYE Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Kampanye dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.7.1 Subdimensi Kampanye Kampanye Jumlah % Kerawanan Tinggi 76 14,79 Kerawanan Sedang 438 85,21 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Tabel 4.7.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Kampanye dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Kampanye yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 438 kabupaten/kota (85,21%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Kampanye yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 76 kabupaten/kota (14,79%) lain memiliki skor tingkat Kampanye yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Kampanye, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 95 Tabel 4.7.2 Rerata Skor Total Subdimensi Kampanye Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Kampanye 60,42 Simpangan Baku 1,80 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 60,5 Signifikan 33,33 61,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Kampanye Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Kampanye secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 60,42 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 1,80 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 60,5 adapun di atas itu, misal di angka 61,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 60,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Kampanye signifikan di angka 60,5 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Kampanye Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33)”. Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Kampanye yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Kampanye terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No. 96 Indikator Skor Korelasi 1 Adanya pemberitaan di media massa tentang kampanye di luar jadwal 70,195 0,478 2 Adanya laporan masyarakat tentang kampanye di luar jadwal 65,603 0,474 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 3 Adanya laporan masyarakat tentang iklan kampanye di luar jadwal 4 Adanya temuan Bawaslu tentang materikampa44,969 nye bersifat SARA 0,358 5 Adanya laporan masyarakat tentang materi kampanye bersifat SARA 60,856 0,239 6 Adanya pemberitaan di media massa tentang materi kampanye yang mengandung ujaran kebencian 62,179 0,329 7 Adanya laporan masyarakat tentang materi kampanye yang mengandung ujaran kebencian 62,646 0,249 8 Adanya temuan Bawaslu tentang praktik penyebaran hoaks terkait Pemilu 45,192 0,371 9 Adanya pemberitaan di media massa tentang praktikpenyebaran hoaks terkait Pemilu 64,047 0,389 10 Adanya laporan masyarakat tentang parktik penyebaran hoaks terkait Pemilu 61,323 0,248 11 Adanya pemberitaan di media massa tentang praktik politik uang 72,374 0,525 12 Adanya temuan Bawaslu tentang penggunaan fasilitas negara dalam kampanye oleh peserta Pemilu 66,226 0,421 13 Adanya pemberitaan di media massa tentang penggunaan fasilitas negara dalam kampanye oleh peserta Pemilu 66,148 0,452 14 Adanya laporan masyarakat tentang penggunaan fasilitas negara dalam kampanye oleh peserta Pemilu 48,193 0,556 15 Adanya temuan Bawaslu tentang konflik antarpeserta dan antarpendukung 62,568 0,372 16 Adanya pemberitaan di media massa tentang konflik antarpeserta dan antarpendukung 66,381 0,506 17 Adanya laporan masyarakat tentang konflik antarpeserta dan antarpendukung 61,946 0,350 18 Laporan dana kampanye yang tidak sesuai jum60,778 lah dan peruntukan 61,401 0,274 -0,004 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 97 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Kampanye menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.7.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Kampanye Adanya pemberitaan di media massa tentang kampanye di luar jadwal (70,19 0,478 Adanya pemberitaan di media massa tentang konflik antarpeserta dan antarpendukung (66,38) 0,506 Kampanye Adanya laporan masyarakat tentang penggunaan fasilitas negara dalam kampanye oleh peserta Pemilu (48,19) 0,556 0,525 Adanya pemberitaan di media massa tentang praktik politik uang (73,37) Tabel 4.7.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Kampanye 98 Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck dalam Bachrudin (2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-4 indikator subdimensi Kampanye mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Kampanye merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Kampanye. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya laporan masyarakat tentang penggunaan fasilitas negara dalam kampanye oleh peserta Pemilu dan Adanya pemberitaan di media massa tentang praktik politik uang, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Kampanye di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 99 Gambar 4.7.3 Diagram Skor Subdimensi Kampanye 34 Provinsi di Indonesia Skor Nasional 60,42 100 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.8. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PELAKSANAAN PEMUNGUTAN SUARA Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.8.1 Subdimensi Pemungutan Suara Pelaksanaan Pemungutan Suara Jumlah % Kerawanan Tinggi 22 4,28 Kerawanan Sedang 492 95,72 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.8.1 Subdimensi Pemungutan Suara Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.8.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 101 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 492 kabupaten/kota (95,72%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Pelaksanaan Pemungutan Suara yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi,, 22 kabupaten/kota (4,28%) lain memiliki skor tingkat Pelaksanaan Pemungutan Suara yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.8.2 Rerata Skora Total Subdimensi Pemungutan Suara Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Pelaksanaan Pemungutan Suara 50,34 Simpangan Baku 3,39 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 50,5 Signifikan 33,33 51,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 50,34 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 3,33 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 50,5 adapun di atas itu, misal di angka 51,0 diketahui tidak signifikan. 102 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Dengan signifikan di angka 50,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara signifikan di angka 51,0 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Pelaksanaan Pemungutan Suara yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No. Indikator Skor Korelasi 1 Distribusi logistik terlambat dan mengganggu tahapan 62,179 0,218 2 Terdapat temuan/laporan terkait logistik tidak sesuai dengan spesifikasinya 62,568 0,235 3 Terdapat laporan Bawaslu dan panitia pemilihan tentang surat suara yang tertukar 50,195 0,396 4 Terdapat laporan Bawaslu dan panitia pemilihan tentang surat suara yang hilang 44,191 0,172 5 Tidak ada fasilitas di TPS bagi pemilih disabilitas 46,741 0,524 6 Tidak ada TPS di lapas bagi pemilih Napi 47,106 0,562 7 Tidak ada TPS di rumah sakit bagi pemilih di rumah sakit 56,226 0,618 8 Pelaksanaan pemungutan suara melebihi jam yang ditentukan 39,567 0,296 9 Adanya Laporan terkait penggelembungan dan pengurangan suara di TPS 46,376 0,478 10 Adanya laporan terkait penggelembungan dan pengurangan suara di kecamatan 54,475 0,414 11 Penyelenggara memutuskan untuk menunda pengumuman hasil Pemilu walau proses penghitungan suara sudah selesai 51,265 0,193 12 Adanya laporan terkait penggelembungan dan pengurangan suara di kabupaten 51,654 0,244 13 Adanya pemberitaan media terkait penolakan atas penetapan hasil Pemilu 53,186 0,469 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 103 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.8.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Pelaksanaan Pemungutan Suara Tidak ada fasilitas di TPS bagi pemilih disabilitas (46,74) 0,524 Tidak ada TPS di lapas bagi pemilih Napi (47,11) 0,562 Pelaksanaan Pemungutan Suara Tidak ada TPS di rumah sakit bagi pemilihdi rumah sakit (56,23) 0,618 0,478 Adanya Laporan terkait penggelembungan dan pengurangan suara di TPS (46,38) Tabel 4.8.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara 104 Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-4 indikator subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Tidak ada TPS di rumah sakit bagi pemilih di rumah sakit dan Tidak ada TPS di lapas bagi pemilih Napi, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 105 Gambar 4.8.3 Diagram Skor Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara 34 Provinsi di Indonesia Skor Nasional 50,34 106 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.9. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI AJUDIKASI KEBERATAN PEMILU Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu dari 514 kabupaten/kota seIndonesia sebagai berikut: Tabel 4.9.1 Subdimensi Ajukasi Keberatan Pemilu Ajudikasi Keberatan Pemilu Jumlah % Kerawanan Tinggi 223 43,39 Kerawanan Sedang 291 56,61 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.9.1 Subdimensi Ajukasi Keberatan Pemilu Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.9.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 291 kabupaten/kota (56,61%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Ajudikasi Keberatan Pemilu yang BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 107 berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 223 kabupaten/kota (43,39%) lain memiliki skor tingkat Ajudikasi Keberatan Pemilu yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.9.2 Rerata Skor Total Subdimensi Ajukasi Keberatan Pemilu Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Ajudikasi Keberatan Pemilu 52,35 Simpangan Baku 6,36 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 52,5 Signifikan 33,33 53,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Ajudikasi Pemilu Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 52,35 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 6,36 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 52,5 adapun di atas itu, misal di angka 53,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 52,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu signifikan di angka 53,0 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Ajudikasi Pemilu Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” 108 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Ajudikasi Keberatan Pemilu yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No. Indikator Skor Korelasi 1 Adanya keberatan penetapan perolehan suara calon legislatif di internal partai 43,945 0,563 2 Adanya permohonan sengketa hasil Pemilu di MK 61,089 0,855 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.9.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Ajudikasi Keberatan Pemilu Tidak ada fasilitas di TPS bagi pemilih disabilitas (43,94) 0,563 Ajudikasi Keberatan Pemilu 0,855 Tidak ada TPS di lapas bagi pemilih Napi (61,09) BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 109 Tabel 4.9.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0, 08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-4 indikator subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya permohonan sengketa hasil Pemilu di MK dan Adanya keberatan penetapan perolehan suara calon legislatif di internal partai, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: 110 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.9.3 Diagram Skor Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu 34 Provinsi di Indonesia Skor Nasional BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 111 4.10. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PENGAWASAN PEMILU Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Pengawasan Pemilu dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.10.1 Subdimensi Pengawasan Pemilu Pengawasan Pemilu Jumlah % Kerawanan Tinggi 39 7,59 Kerawanan Sedang 475 92,41 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.10.1 Subdimensi Pengawasan Pemilu Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.10.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Pengawasan Pemilu dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Pengawasan Pemilu yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. 112 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 475 kabupaten/kota (92,41%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Pengawasan Pemilu yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 39 kabupaten/kota (7,59%) lain memiliki skor tingkat Pengawasan Pemilu yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Pengawasan Pemilu, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.10.2 Rerata Skor Total Subdimensi Pengawasan Pemilu Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Pengawasan Pemilu 46,30 Simpangan Baku 3,76 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 46,5 Signifikan 33,33 47,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Pengawasan Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Pengawasan Pemilu secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 46,30 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 3,76 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 46,5 adapun di atas itu, misal di angka 47,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 46,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Pengawasan Pemilu signifikan di angka 47,0 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Pengawasan Memiliki BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 113 Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Pengawasan Pemilu yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Subdimensi Pengawasan Pemilu terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No. Indikator Skor Korelasi 1 Saksi perwakilan peserta Pemilu tidak hadir saat proses pemungutan suara 45,039 0,675 2 Saksi perwakilan perserta Pemilu tidak hadir saat penghtungan hasil voting 43,215 0,653 3 Saksi perwakilan peserta Pemilu tidak mengikuti secara lengkap proses pemungutan suara 51,306 0,711 4 Saksi perwakilan peserta Pemilu tidak mengikuti secara lengkap proses penghitungan hasil Pemilu 46,984 0,682 5 Tidak adanya lembaga pemantau Pemilu yang terdaftar di KPU 58,414 0,307 6 Adanya laporan masyarakat tentang pelanggaran Pemilu 61,697 0,585 7 Adanya laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti oleh Bawaslu 35,538 0,344 8 Adanya temuan panwas yang tidak dapat ditindaklanjuti 47,714 0,451 9 Adanya rekomendasi Bawaslu yang tidak 39,932 0,362 10 Adanya rekomendasi Bawaslu yang tidak ditindaklanjuti oleh KPU 41,391 0,293 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Pengawasan Pemilu menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: 114 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.10.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Pengawasan Pemilu Saksi perwakilan peserta Pemilu tidak hadir saat proses pemungutan suara (45,04) 0,675 Saksi perwakilan perserta Pemilu tidak hadir saat penghtungan hasil voting (43,21) 0,653 Pengawasan PEMILU Saksi perwakilan peserta Pemilu tidak mengikuti secara lengkap proses pemungutan suara (51,31) 0,711 0,682 Saksi perwakilan peserta Pemilu tidak mengikuti secara lengkap proses penghitungan hasil Pemilu (46,98) Tabel 4.10.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Pengawasan Pemilu Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 115 (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-10 indikator subdimensi Pengawasan Pemilu mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Pengawasan Pemilu merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Pengawasan Pemilu. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Saksi perwakilan peserta Pemilu tidak mengikuti secara lengkap proses pemungutan suara dan Saksi perwakilan peserta Pemilu tidak mengikuti secara lengkap proses penghitungan hasil Pemilu, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Pengawasan Pemilu di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: 116 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.10.3 Diagram Skor Subdimensi Pengawasan Pemilu 34 Provinsi di Indonesia Skor Nasional 46,30 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 117 4.11. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN DIMENSI PENYELENGGARAAN PEMILU YANG BEBAS DAN ADIL Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.11.1 Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil Jumlah % Kerawanan Tinggi 27 5,25 Kerawanan Sedang 487 94,75 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.11.1 Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.11.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. 118 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 487 kabupaten/kota (94,75%) memiliki skor kerawanan Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 27 kabupaten/kota (5,25%) lain memiliki skor tingkat Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total dimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.11.2 Rerata Skor Total Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil 53,80 Simpangan Baku 2,49 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 54,0 Signifikan 33,33 54,5 Tidak Signifikan Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil secara real dari 514 kabupaten/kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 53,80 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 2,49 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 54,0 adapun di atas itu, misal di angka 54,5 diketahui tidak signifikan. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 119 Dengan signifikan di angka 54,0 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil signifikan di angka 54,0 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil pada Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil terdiri dari beberapa subdimensi penelitian, antara lain: No. Sub Dimensi Skor Korelasi 1 Hak Pilih 67,41 0,561 2 Kampanye 60,42 0,616 3 Pelaksanaan Pemungutan Suara 50,34 0,769 4 Ajudikasi Keberatan Pemilu 52,35 0,406 5 Pengawasan Pemilu 46,30 0,802 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari subdimensi-subdimensi pada Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: 120 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.11.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil Tabel 4.11.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-5 subdimensi dari Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil mendekati baik atau fit dengan data. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 121 Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh subdimensi pada Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh subdimensi merupakan faktor yang signifikan membentuk Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh subdimensi yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu subdimensi. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari subdimensi yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu subdimensi Pengawasan Pemilu dan Pelaksanaan Pemungutan Suara, sebab kedua subdimensi ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua subdimensi di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: 122 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.11.3 Diagram Skor Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil 34 Provinsi di Indonesia Skor Nasional 53,80 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 123 4.12. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI HAK POLITIK TERKAIT GENDER Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Hak Politik Terkait Gender dari 514 kabupaten/kota seIndonesia sebagai berikut: Tabel 4.12.1 Subdimensi Hak Politik terkait Gender Hak politik terkait gender Jumlah % Kerawanan Tinggi 39 7,59 Kerawanan Sedang 475 92,41 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.12.1 Subdimensi Hak Politik terkait Gender Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.12.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Hak Politik Terkait Gender dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan nkabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Hak Politik Terkait Gender yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 475 kabupaten/kota (92,41%) 124 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 memiliki skor kerawanan dimensi terkait Hak Politik Terkait Gender yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 39 kabupaten/kota (7,59%) lain memiliki skor tingkat Hak Politik Terkait Gender yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Hak Politik Terkait Gender, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.12.2 Rerata Skor Total Subdimensi Hak Politik terkait Gender Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Hak politik terkait gender 53,50 Simpangan Baku 3,97 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 53,5 Signifikan 33,33 54,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Hak Politik Gender Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Hak Politik Terkait Gender secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 53,50 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 3,97 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 53,5 adapun di atas itu, misal di angka 54,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 53,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Hak Politik Terkait Gender signifikan di angka 54,0 yang berarti kerawanan BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 125 Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Hak Politik Gender Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Hak Politik Terkait Gender yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Subdimensi Hak Politik Terkait Gender terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain : No. 1 Indikator Tidak terpenuhinya quota perempuan pada daftar calon legislatif Skor 53,79 Korelasi 0,79 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Hak Politik Terkait Gender menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.12.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Hak Politik Terkait Gender Tidak terpenuhinya quota perempuan pada daftar calon legislatif (53,50) 0,313 Hak Politik Terkait Gender 126 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Tabel 4.12.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Hak Politik Terkait Gender Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-1 indikator subdimensi Hak Politik Terkait Gender mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Hak Politik Terkait Gender merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Hak Politik Terkait Gender. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Tidak terpenuhinya quota perempuan pada daftar calon legislatif, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Hak Politik Terkait Gender di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 127 Gambar 4.12.3 Diagram Skor Subdimensi Hak Politik Terkait Gender 34 Provinsi di Indonesia Skor Nasional 53,50 128 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.13. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI REPRESENTASI MINORITAS Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Representasi Minoritas dari 514 kabupaten/kota seIndonesia sebagai berikut: Tabel 4.13.1 Subdimensi Representasi Minoritas Representasi minoritas Jumlah % Kerawanan Tinggi 221 43,00 Kerawanan Sedang 293 57,00 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.13.1 Subdimensi Representasi Minoritas Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.13.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Representasi Minoritas dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Representasi Minoritas yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 293 kabupaten/kota (57,00%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Representasi Minoritas yang BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 129 berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 221 kabupaten/kota (43,00%) lain memiliki skor tingkat Representasi Minoritas yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Representasi Minoritas, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.13.2 Rerata Skor Total Subdimensi Representasi Minoritas Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Representasi minoritas 71,18 Simpangan Baku 8,30 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 71,5 Signifikan 33,33 72,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Representasi Minoritas Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Representasi Minoritas secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 71,18 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 8,30 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 71,15 adapun di atas itu, misal di angka 8,30 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 71,15 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Representasi Minoritas signifikan di angka 71,15 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Representasi Minoritas Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” 130 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Representasi Minoritas yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Subdimensi Representasi Minoritas terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain : No. 1 Indikator Skor Tidak adanya keterwakilan kelompok disabilitas pada daftar calon legislatif 71,50 Korelasi 0,69 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikatorindikator Subdimensi Representasi Minoritas menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.13.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Representasi Minoritas Tidak adanya keterwakilan kelompok disabilitas pada daftar calon legislatif (71,2) 0,237 Representasi Minoritas BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 131 Tabel 4.13.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Representasi Minoritas Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-1 indikator subdimensi Representasi Minoritas mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Representasi Minoritas merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Representasi Minoritas. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Tdak adanya keterwakilan kelompok disabilitas pada daftar calon legislatif, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Representasi Minoritas di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: 132 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.13.3 Diagram Skor Subdimensi Representasi Minoritas 34 Provinsi di Indonesia Gambar 4.13.3 Diagram Skor Subdimensi Representasi Minoritas 34 Provinsi di Indonesia Representasi minoritas 64,29 64,71 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 0,00 54,55 55,26 75,00 85,71 75,00 72,41 73,08 72,73 75,00 76,47 72,92 65,38 66,67 70,00 83,33 82,61 70,00 77,78 80,00 84,62 68,18 75,00 67,86 60,00 67,57 70,00 78,57 50,00 74,07 75,00 66,67 69,57 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 Skor Nasional 71,18 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 133 4.14. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PROSES PENCALONAN Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Proses Pencalonan dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.14.1 Subdimensi Proses Pencalonan Proses pencalonan Jumlah % Kerawanan Tinggi 9 1,75 Kerawanan Sedang 505 98,25 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.14.1 Subdimensi Proses Pencalonan Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 1.14.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Proses Pencalonan dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Proses Pencalonan yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. 134 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 505 kabupaten/kota (98,25%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Proses Pencalonan yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 9 kabupaten/kota (1,75%) lain memiliki skor tingkat Proses Pencalonan yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Proses Pencalonan, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.14.2 Rerata Skor Total Subdimensi Proses Pencalonan Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Proses pencalonan 48,62 Simpangan Baku 2,40 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 48,5 Signifikan 33,33 49,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Representasi Minoritas Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Proses Pencalonan secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 48,62 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 2,40 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 48,5 adapun di atas itu, misal di angka 49,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 48,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Proses Pencalonan signifikan di angka 48,5 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Proses Pencalonan Memiliki BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 135 Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Proses Pencalonan yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Subdimensi Proses Pencalonan terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No. 136 Indikator Skor Korelasi 1 Adanya penolakan KPU terhadap calon legislatif yang terdaftar dalam keanggotaan dua atau lebih partai politik 53,11 0,33 2 Adanya laporan/temuan Bawaslu tentang Daftar Calon Legislatif yang mencantumkan kandidat yag berstatus sebagai pengurus di dua atau lebih partai politik 54,28 0,37 3 Adanya laporan/temuan Bawaslu/Bawaslu Kab./Kota tentang Daftar Calon Legislatif yang mencantumkan kandidat yag berstatus sebagai anggota di dua atau lebih partai politik 51,26 0,25 4 Adanya penolakan KPU/KPUD terhadap ketidakabsahan dokumen persyaratan calon peserta Pemilu 52,92 0,38 5 Adanya pemberitaan di media massa tentang sengketa pencalonan DPRD Kab./Kota 49,97 0,46 6 Adanya laporan/temuan Bawaslu tentang sengketa pencalonan DPRD Kab./Kota 53,31 0,49 7 Adanya laporan/temuan Bawaslu tentang identifikasi hubungan kekerabatan antara peserta dan penyelenggara Pemilu 51,12 0,59 8 Adanya pemberitaan di media massa tentang identifikasi hubungan kekerabatan antara peserta dan penyelenggara Pemilu 42,85 0,45 9 Adanya laporan/temuan Bawaslu tentang praktik mahar politik 46,53 0,35 10 Adanya pemberitaan di media massa tentang praktik mahar politik 38,11 0,13 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Proses Pencalonan menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.14.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Proses Pencalonan Adanya pemberitaan di media massa tentang sengketa pencalonan DPRD Kab./Kota (49,97) 0,46 Adanya laporan/temuan Bawaslu tentang sengketa pencalonan DPRD Kab./Kota (53,31) 0,492 Proses Pencalonan Adanya laporan/temuan Bawaslu tentang identifikasi hubungan kekerabatan antara peserta dan penyelenggara Pemilu (51,12) 0,593 0,446 Adanya pemberitaan di media massa tentang identifikasi hubungan kekerabatan antara peserta dan penyelenggara Pemilu (42,85) BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 137 Tabel 4.14.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Proses Pencalonan Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0, 08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-10 indikator subdimensi Proses Pencalonan mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Proses Pencalonan merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Proses Pencalonan. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya laporan/temuan Bawaslu tentang identifikasi hubungan kekerabatan antara peserta dan penyelenggara Pemilu dan Adanya laporan/temuan Bawaslu tentang sengketa pencalonan DPRD Kabupaten/Kota, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Proses Pencalonan di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: 138 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.14.3 Diagram Skor Subdimensi Proses Pencalonan 34 Provinsi di Indonesia Gambar 4.14.3 Diagram Skor Subdimensi Proses Pencalonan 34 Provinsi di Indonesia Proses pencalonan 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 44,51 45,87 47,97 50,99 43,48 46,14 48,98 49,83 50,59 46,81 49,02 52,94 52,17 53,29 48,79 51,98 47,34 52,36 48,99 47,50 47,10 48,72 46,20 48,03 47,62 49,86 49,94 49,86 48,41 45,41 46,11 46,74 49,47 50,09 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 Skor Nasional 48,62 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 139 4.15. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN DIMENSI KONTESTASI Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk Dimensi Kontestasi dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.15.1 Dimensi Kontestasi Kontestasi Jumlah % Kerawanan Tinggi 9 1,75 Kerawanan Sedang 505 98,25 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.15.1 Dimensi Kontestasi Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 1.15.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Dimensi Kontestasi dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/ kota seluruh Indonesia merupakan Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Dimensi Kontestasi yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. 140 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 505 kabupaten/kota (98,25%) memiliki skor kerawanan Dimensi Kontestasi yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 9 kabupaten/kota (1,75%) lain memiliki skor tingkat Kontestasi yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Dimensi Kontestasi, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total dimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.15.2 Rerata Skor Total Dimensi Kontestasi Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Kontestasi 50,62 Simpangan Baku 2,20 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 48,5 Signifikan 33,33 51,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Proses Pencalonan Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Dimensi Kontestasi secara real dari 514 kabupaten/kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 50,65 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 2,20 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 50,5 adapun di atas itu, misal di angka 51,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 50,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total Dimensi Kontestasi signifikan di angka 50,5 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Kontestasi pada Dimensi Kontestasi Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 141 Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Dimensi Kontestasi terdiri dari beberapa subdimensi penelitian, antara lain: No. Sub Dimensi Skor Korelasi 1 Hak Politik Gender 53,50 0,313 2 Representasi Minoritas 71,18 0,237 3 Proses Pencalonan 48,62 0,939 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari sub-subdimensi pada Dimensi Kontestasi menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.15.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Dimensi Kontestasi 142 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Tabel 4.15.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Dimensi Kontestasi Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck dalam Bachrudin (2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-3 subdimensi dari Dimensi Kontestasi mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh subdimensi pada Dimensi Kontestasi merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh subdimensi merupakan faktor yang signifikan membentuk Dimensi Kontestasi. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada Dimensi Kontestasi 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh subdimensi yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu subdimensi. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari subdimensi yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu subdimensi Proses Pencalonan dan Hak Politik Terkait Gender, sebab kedua subdimensi ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua subdimensi di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan Dimensi Kontestasi di masingmasing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 143 Gambar 4.15.3 Diagram Skor Dimensi Kontestasi 34 Provinsi Indonesia Gambar 4.15.3 DiagramdiSkor Dimensi Kontestasi 34 Provinsi di Indonesia Kontestasi 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 46,38 47,57 50,12 51,52 47,09 48,56 46,09 51,17 51,85 52,53 49,51 51,78 53,67 53,86 54,80 50,21 54,16 50,82 54,75 50,62 49,93 49,75 51,47 48,56 50,18 49,56 50,62 51,35 52,10 50,97 48,47 49,07 51,28 51,85 40,0042,0044,0046,0048,0050,0052,0054,0056,00 Skor Nasional 50,65 144 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.16. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PARTISIPASI PEMILIH Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Partisipasi Pemilih dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.16.1 Subdimensi Partisipasi Pemilih Partisipasi Pemilih Jumlah % Kerawanan Tinggi 9 1,75 Kerawanan Sedang 505 98,25 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.16.1 Subdimensi Partisipasi Pemilih Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.16.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Partisipasi Pemilih dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Partisipasi Pemilih yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 145 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 505 kabupaten/kota (98,25%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Partisipasi Pemilih yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 9 kabupaten/kota (1,75%) lain memiliki skor tingkat Partisipasi Pemilih yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Partisipasi Pemilih, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.16.2 Rerata Skor Total Subdimensi Partisipasi Pemilih Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Partisipasi Pemilih 46,36 Simpangan Baku 2,93 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 46,5 Signifikan 33,33 47,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Proses Pencalonan Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Partisipasi Pemilih secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 46,36 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 2,93 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 46,5 adapun di atas itu, misal di angka 57,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 46,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Partisipasi Pemilih signifikan di angka 46,0 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Partisipasi Pemilih Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” 146 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat pada aspek Partisipasi Pemilih yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Subdimensi Partisipasi Pemilih terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No Indikator Skor Korelasi 1 Adanya laporan, data survei, atau pemberitaan yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat di bawah target KPU 77,5% 58,98 0,59 2 Adanya laporan, data pemetaan, dan pemberitaan tentang lokasi TPS yang sulit dijangkau 53,42 0,57 3 Adanya laporan masyarakat tentang lokasi TPS 46,13 yang sulit dijangkau 0,65 4 Adanya laporan penyelenggara tentang lokasi TPS yang tidak dapat djangkau karena bencana dan kerusuhan (force majeure) 38,72 0,15 5 Adanya pengaduan masyarakat tentang lokasi TPS yang tidak dapat dijangkau karena bencana dan kerusuhan (force majeure) 37,99 0,23 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Partisipasi Pemilih menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 147 Gambar 4.16.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Partisipasi Pemilih Adanya laporan, data survei, atau pemberitaan yang menyatakan bahw partisipasi masyarakat di bawah targe KPU 77,5% (58,98) 0,595 Adanya laporan, data pemetaan, dan pemberitaan tentang lokasi TPS yang sulit dijangkau (53,42) 0,567 Partisipasi PEMILIH Adanya laporan masyarakat tentang lokasi TPS yang sulit dijangkau (46,13) 0,655 Tabel 4.16.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Partisipasi Pemilih Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-1 indikator subdimensi Partisipasi Pemilih mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Partisipasi Pemilih merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor 148 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Partisipasi Pemilih. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya laporan masyarakat tentang lokasi TPS yang sulit dijangkau dan Adanya laporan, data survei, atau pemberitaan yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat di bawah target KPU 77,5%, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Partisipasi Pemilih di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 149 Gambar 4.16.3 Diagram Skor Subdimensi Partisipasi Pemilih 34 Provinsi di Indonesia Gambar 4.16.3 Diagram Skor Subdimensi Partisipasi Pemilih 34 Provinsi di Indonesia Partisipasi Pemilih 40,98 41,95 41,58 47,61 50,75 44,96 47,37 48,58 47,85 43,95 46,90 51,52 44,63 47,57 42,98 43,16 41,67 47,71 48,42 45,61 51,58 49,19 48,09 45,86 49,25 48,42 46,51 48,42 47,74 41,23 44,44 48,68 45,44 45,54 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 Skor Nasional 46,36 150 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.17. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PARTISIPASI PARTAI Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Partisipasi Partai dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.17.1 Subdimensi Partisipasi Partai Partisipasi Partai f % 8 1,56 Kerawanan Sedang 506 98,44 Kerawanan Rendah 0 0,00 514 100,00 Kerawanan Tinggi Total Gambar 4.17.1 Subdimensi Partisipasi Partai Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.17.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Partisipasi Partai dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Partisipasi Partai yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 151 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 506 kabupaten/kota (98,44%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Partisipasi Partai yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 8 kabupaten/kota (1,56%) lain memiliki skor tingkat Partisipasi Partai yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Partisipasi Partai, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.17.2 Rerata Skor Total Subdimensi Partisipasi Partai Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Partisipasi Partai 45,51 Simpangan Baku 2,51 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 45,5 Signifikan 33,33 46,0 Tidak Signifikan Sub dimensi Partisipasi Partai Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Partisipasi Partai secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 45,51 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 2,51 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 45,5 adapun di atas itu, misal di angka 46,0 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 45,5 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Partisipasi Partai signifikan di angka 45,5 yang berarti kerawanan Pemilu 152 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Partisipasi Partai Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Partisipasi Politik pada aspek Partisipasi Partai yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Subdimensi Partisipasi Partai terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No Indikator Skor Korelasi 1 Adanya laporan, data survey dan pemberitaan tentang maraknya pelanggaran aturan Pemilu oleh partai peserta Pemilu 48,30 0,45 2 Adanya peserta Pemilu yang tidak memenuhi proses adminsitrasi kepesertaan Pemilu 53,75 0,70 3 Adanya peserta Pemilu yang mengundurkan diri dari kontestasi Pemilu 50,31 0,60 4 Adanya laporan, data survei, dan pemberitaan bahwa peserta Pemilu tidak melakuan sosialisasi tentang Pemilu kepada masyarakat 39,32 0,39 5 Adanya laporan, data survei, atau pemberitaan bahwa peserta Pemilu tidak melakukan sosialisasi tentang visi, misi, dan program serta nama-nama kandidat 38,59 0,24 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikatorindikator Subdimensi Partisipasi Partai menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 153 Gambar 4.17.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Partisipasi Partai Adanya peserta Pemilu yang tidak memenuhi proses adminsitrasi kepesertaan Pemilu (53,75) 0,699 Partisipasi Partai 0,597 Adanya peserta Pemilu yang mengundurkan diri dari kontestasi Pemilu (50,31) Tabel 4.17.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Partisipasi Partai Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-5 indikator subdimensi Partisipasi Partai mendekati baik atau fit dengan data. 154 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Partisipasi Partai merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Partisipasi Partai. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya peserta Pemilu yang tidak memenuhi proses adminsitrasi kepesertaan Pemilu dan Adanya peserta Pemilu yang mengundurkan diri dari kontestasi Pemilu, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Partisipasi Partai di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 155 Gambar 4.17.3 Diagram Skor Subdimensi Partisipasi Partai Gambar 4.17.3 Diagram Skor Subdimensi Partisipasi Partai 34 Provinsi di Indonesia 34 Provinsi di Indonesia Partisipasi Partai 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 46,72 41,81 43,78 42,51 47,10 42,34 47,25 48,65 46,68 47,03 46,26 48,22 46,96 46,36 40,54 48,65 42,34 45,24 47,30 44,14 45,14 44,70 43,90 46,72 44,40 47,03 44,92 47,03 44,56 42,34 42,94 43,24 47,75 52,76 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 Skor Nasional 45,51 156 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.18. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PARTISIPASI KANDIDAT Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Partisipasi Kandidat dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.18.1 Subdimensi Partisipasi kandidat Partisipasi Kandidat f % Kerawanan Tinggi 52 10,12 Kerawanan Sedang 462 89,88 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.18.1 Subdimensi Partisipasi Kandidat Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.18.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Partisipasi Kandidat dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Partisipasi Kandidat yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 462 kabupaten/kota (89,88%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Partisipasi Kandidat yang berada BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 157 pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 52 kabupaten/kota (10,12%) lain memiliki skor tingkat Partisipasi Kandidat yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Partisipasi Kandidat, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.18.2 Rerata Skor Total Subdimensi Partisipasi Kandidat Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Partisipasi Kandidat 45,91 Simpangan Baku 3,20 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 46,0 Signifikan 33,33 46,5 Tidak Signifikan Sub dimensi Partisipasi Kandidat Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Partisipasi Kandidat secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 45,91 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 3,20 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 46,0 adapun di atas itu, misal di angka 46,5 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 46,0 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Partisipasi Kandidat signifikan di angka 46,0 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Partisipasi Kandidat Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” 158 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Partisipasi Politik masyarakat pada aspek Partisipasi Kandidat yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Subdimensi Partisipasi Kandidat terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No Indikator Skor Korelasi 1 Adanya laporan, data survei, dan pemberitaan tentang maraknya pelanggaran aturan Pemilu oleh tim sukses kandidat peserta Pemilu 43,21 0,53 2 Adanya kandidati peserta Pemilu yang tidak memenuhi proses adminsitrasi kepesertaan Pemilu 55,75 0,75 3 Adanya kandidat peserta Pemilu yang mengundurkan diri dari konsetasi Pemilu 48,75 0,60 4 Adanya laporan, data survei atau pemberitaan bahwa kandidat peserta Pemilu tidak melakukan sosialisasi tentang visi, misi dan program serta nama - nama kandidat. 37,99 0,25 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 159 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikator-indikator Subdimensi Partisipasi Kandidat menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.18.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Partisipasi Kandidat Adanya kandidat peserta Pemilu yang mengundurkan diri dari konsetasi Pemilu (55,75) 0,745 Partisipasi Kandidat 0,604 Adanya laporan/temuan Bawaslu tentang identifikasi hubungan kekerabatan antara peserta dan penyelenggara Pemilu (48,75) Tabel 4.18.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Partisipasi Kandidat 160 Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-4 indikator subdimensi Partisipasi Kandidat mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Partisipasi Kandidat merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Partisipasi Kandidat. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya kandidati peserta Pemilu yang tidak memenuhi proses adminsitrasi kepesertaan Pemilu dan Adanya kandidat peserta Pemilu yang mengundurkan diri dari konsetasi Pemilu, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Partisipasi Kandidat di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 161 Gambar 4.18.3 Diagram Skor Subdimensi Partisipasi Kandidat 34 Provinsi di Indonesia Gambar 4.18.3 Diagram Skor Subdimensi Partisipasi Kandidat 34 Provinsi di Indonesia Partisipasi Kandidat 40,00 41,57 43,00 44,85 46,19 40,00 45,86 49,23 42,42 48,67 48,82 48,77 47,92 46,67 42,22 47,56 48,89 47,25 46,00 45,93 51,00 44,62 44,04 43,81 42,86 48,00 48,92 52,67 43,62 40,00 45,68 47,08 47,56 49,28 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 Skor Nasional 45,91 162 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.19. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN SUBDIMENSI PARTISIPASI PUBLIK Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk subdimensi Partisipasi Publik dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.19.1 Subdimensi Partisipasi Publik Partisipasi Publik Jumlah % Kerawanan Tinggi 90 17,51 Kerawanan Sedang 424 82,49 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.19.1 Subdimensi Partisipasi Publik Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.19.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Subdimensi Partisipasi Publik dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan kabupaten dan kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Subdimensi Partisipasi Publik yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 163 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 424 kabupaten/kota (82,49%) memiliki skor kerawanan dimensi terkait Partisipasi Publik yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 90 kabupaten/kota (17,51%) lain memiliki skor tingkat Partisipasi Publik yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Subdimensi Partisipasi Publik, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total subdimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.19.2 Rerata Skor Tunggal Subdimensi Partisipasi Publik Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Partisipasi Publik 48,08 Simpangan Baku 4,43 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 48,0 Signifikan 33,33 48,5 Tidak Signifikan Sub dimensi Partisipasi Publik Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Subdimensi Partisipasi Publik secara real dari 514 kabupaten dan kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 48,08 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 4,43 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 48,0 adapun di atas itu, misal di angka 48,5 diketahui tidak signifikan. 164 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Dengan signifikan di angka 48,0 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total subdimensi Partisipasi Publik signifikan di angka 48,0 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Konteks Sosial-Politik pada Subdimensi Partisipasi Publik Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Partisipasi Politik masyarakat pada aspek Partisipasi Publik yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33,33-66,66). Subdimensi Partisipasi Publik terdiri dari beberapa indikator penelitian, antara lain: No Indikator Skor Korelasi 1 Adanya laporan, data survei atau pemberitaan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu 49,86 0,81 2 Adanya hambatan media massa terhadap akses proses tahapan Pemilu 45,97 0,53 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari indikatorindikator Subdimensi Partisipasi Publik menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 165 Gambar 4.19.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Subdimensi Laten Partisipasi Publik Adanya laporan, data survei atau pemberitaan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu (49,86) 0,811 Partisipasi Publik 0,533 Adanya hambatan media massa terhadap akses proses tahapan Pemilu (45,97) Tabel 4.19.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Subdimensi Partisipasi Publik Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck dalam Bachrudin (2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-4 indikator subdimensi Partisipasi Publik mendekati baik atau fit dengan data. 166 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh indikator pada subdimensi Partisipasi Publik merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh indikator merupakan faktor yang signifikan membentuk subdimensi Partisipasi Publik. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada aspek keamanan 514 kabupaten/ kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh indikator yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu indikator. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari indikator yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu indikator Adanya laporan, data survei atau pemberitaan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu dan Adanya laporan, data survei atau pemberitaan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu, sebab kedua indikator ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan keamanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua indikator di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan subdimensi Partisipasi Publik di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 167 Gambar 4.19.3 Diagram Skor Subdimensi Partisipasi Publik Gambar 4.19.334 Diagram SkordiSubdimensi Partisipasi Publik Provinsi Indonesia 34 Provinsi di Indonesia Partisipasi Publik 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 46,94 44,54 48,57 50,65 51,02 45,24 49,75 58,24 50,65 48,57 47,90 45,86 47,62 47,25 47,62 50,48 47,62 50,31 45,71 49,21 42,86 47,25 49,78 42,86 42,86 42,86 46,72 65,71 49,39 47,62 43,92 42,86 48,57 47,83 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 Skor Nasional 48,08 168 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 4.20. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN DIMENSI PARTISIPASI POLITIK Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk Dimensi Partisipasi Politik dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.20.1 Subdimensi Partisipasi Politik Partisipasi Politik Jumlah % Kerawanan Tinggi 1 0,19 Kerawanan Sedang 513 99,81 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 514 100,00 Gambar 4.20.1 Subdimensi Partisipasi Politik Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.20.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Dimensi Partisipasi Politik dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Dimensi Partisipasi Politik yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 169 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 513 kabupaten/kota (99,81%) memiliki skor kerawanan Dimensi Partisipasi Politik yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 1 kabupaten/kota (0,09%) lain memiliki skor tingkat Partisipasi Politik yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Dimensi Partisipasi Politik, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total dimensi tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.20.2 Rerata Skor Total Subdimensi Partisipasi Politik Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata Partisipasi Politik 46,18 Simpangan Baku 2,17 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 46,0 Signifikan 33,33 46,5 Tidak Signifikan Sub dimensi Partisipasi Politik Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Dimensi Partisipasi Politik secara real dari 514 kabupaten/kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 46,18 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 2,17 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 46,0 adapun di atas itu, misal di angka 46,5 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 46,0 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total Dimensi Partisipasi Politik signifikan di angka 46,0 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Partisipasi Politik pada Dimensi Partisipasi Politik Memiliki Tingkat 170 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33).” Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Dimensi Partisipasi Politik terdiri dari beberapa subdimensi penelitian, antara lain: No. Sub Dimensi Skor Korelasi 1 Partisipasi Pemilih 46,36 0,675 2 Partisipasi Partai 45,51 0,584 3 Partisipasi Kandidat 45,91 0,682 4 Partisipasi Publik 48,08 0,454 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari subdimensisubdimensi pada Dimensi Partisipasi Politik menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.20.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Dimensi Partisipasi Politik BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 171 Tabel 4.20.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan Analisis Faktor Konfirmatori Dimensi Partisipasi Politik Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-3 subdimensi dari Dimensi Partisipasi Politik mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh subdimensi pada Dimensi Partisipasi Politik merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh subdimensi merupakan faktor yang signifikan membentuk Dimensi Partisipasi Politik. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada Dimensi Partisipasi Politik 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh subdimensi yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu subdimensi. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari subdimensi yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu subdimensi Partisipasi Kandidat dan Partisipasi Pemilih, sebab kedua subdimensi ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua subdimensi di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan Dimensi Partisipasi Politik di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: 172 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.20.3 Diagram Skor Dimensi Partisipasi Politik Gambar 4.20.3 Skor Partisipasi Politik 34 34Diagram Provinsi diDimensi Indonesia Provinsi di Indonesia Partisipasi Politik 9. KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 8. SUMATERA SELATAN 7. BENGKULU 6. JAMBI 5. KEPULAUAN RIAU 4. RIAU 34. PAPUA 33. PAPUA BARAT 32. MALUKU 31. MALUKU UTARA 30. SULAWESI TENGGARA 3. SUMATERA BARAT 29. SULAWESI SELATAN 28. SULAWESI TENGAH 27. SULAWESI BARAT 26. SULAWESI UTARA 25. GORONTALO 24. NUSA TENGGARA TIMUR 23. NUSA TENGGARA BARAT 22. BALI 21. KALIMANTAN TIMUR 20. KALIMANTAN SELATAN 2. SUMATERA UTARA 19. KALIMANTAN TENGAH 18. KALIMANTAN BARAT 17. KALIMANTAN UTARA 16. JAWA TIMUR 15. DI YOGYAKARTA 14. JAWA TENGAH 13. DKI JAKARTA 12. JAWA BARAT 11. BANTEN 10. LAMPUNG 1. ACEH 43,22 42,12 43,45 45,68 48,50 42,93 47,23 49,90 46,45 46,64 47,31 49,14 46,53 46,93 42,58 46,83 44,40 47,13 47,14 45,66 48,40 46,41 45,96 45,26 45,38 47,23 46,65 51,09 45,91 42,02 44,23 45,90 47,06 49,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 Skor Nasional 46,18 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 173 4.21. ANALISIS DATA MODEL PENGUKURAN INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Berdasarkan hasil perhitungan secara deskriptif terhadap hasil penelitian di 34 Provinsi di Indonesia, maka didapat hasil Analisis Kategori untuk Indeks Kerawanan Pemilu 2019 dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.21.1 Indeks Kerawan Pemilu 2019 IKP 2019 Jumlah % Kerawanan Tinggi 2 0,39 Kerawanan Sedang 511 99,42 Kerawanan Rendah 0 0,00 Total 513 99,81 Gambar 4.21.1 Indeks Kerawanan Pemilu 2019 Kerawanan Tinggi Kerawawan Sedang Kerawanan Rendah Tabel 4.21.1 di atas merupakan hasil analisa deskriptif terhadap Indeks Kerawanan Pemilu 2019 dari 514 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat kerawanan Pemilu terkait Indeks Kerawanan Pemilu 2019 yang berada pada kategori Kerawanan Sedang. 174 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Terlihat dari tabel tersebut sebanyak 512 kabupaten/kota (99,61%) memiliki skor kerawanan Indeks Kerawanan Pemilu 2019 yang berada pada kategori SEDANG. Akan tetapi, 2 kabupaten/kota (0,39%) lain memiliki skor tingkat Indeks Kerawanan Pemilu 2019 yang berada pada kategori Kerawanan Tinggi. Untuk menyajikan pengujian secara menyeluruh terhadap Indeks Kerawanan Pemilu 2019, dilakukan pengujian statistik Uji 1 rata-rata agar dapat diketahui apakah skor total tersebut telah mencapai nilai toleransi maksimal yang ditetapkan (Cut Off) oleh Bawaslu sebagai standar kondisi daerah yang masuk ke dalam kategori kerawanan yang tidak perlu diwaspadai, disajikan tabel sebagai berikut: Tabel 4.21.2 Rerata Skor Total Indeks Kerawan Pemilu 2019 Variabel Rerata Persentase Real Sampel Rerata IKP 2019 48,88 Simpangan Baku 1,99 Hipotesis Rerata Persentase (µ0) Keputusan Cut Off 49,0 Signifikan 33,33 49,5 Tidak Signifikan IKP 2019 Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai Dari tabel di atas, terlihat bahwa rerata skor total Indeks Kerawanan Pemilu 2019 secara real dari 514 kabupaten/kota yang diteliti mencapai nilai rerata sebesar 48,88 dengan simpangan baku (penyimpangan rerata skor setiap responden terhadap rata-rata) sebesar 1,99 maka skor total dugaan terhadap populasi atau hipotesis rerata (µ0) ternyata signifikan di angka 49,0 adapun di atas itu, misal di angka 49,5 diketahui tidak signifikan. Dengan signifikan di angka 49,0 berarti dapat disimpulkan bahwa “Kerawanan Pemilu 2019 di seluruh indonesia, skor total Indeks Kerawanan Pemilu 2019 signifikan di angka 49,0 yang berarti kerawanan Pemilu 2019 terkait Indeks Kerawanan Pemilu 2019 pada Indeks Kerawanan Pemilu 2019 Memiliki Tingkat Kerawanan Yang Harus Diwaspadai (> 33,33).” BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 175 Dengan kata lain, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi di Indonesia memiliki Konteks Sosial Politik masyarakat yang perlu diwaspadai meskipun tingkat kerawanannya masih berada pada kategori Sedang (33 – 66). Indeks Kerawanan Pemilu 2019 terdiri dari beberapa dimensi penelitian, antara lain: No. Indikator Skor Korelasi 1 Konteks Sosial Politik 44,89 0,754 2 Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil 53,80 0,787 3 Kontestasi 50,65 0,687 4 Partisipasi Politik 46,18 0,740 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot) untuk model persamaan dalam analisis faktor dari sub-sub pada Indeks Kerawanan Pemilu 2019 menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 4.21.2 Diagram Jalur Analisis Faktor Konfirmatori dari Indeks Kerawanan Pemilu 2019 176 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Tabel 4.21.3 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Persamaan nalisis Faktor Konfirmatori Indeks Kerawanan Pemilu 2019 Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.077 Model Mendekati fit Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA di bawah 0.08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model faktor, dari ke-4 dimensi dari Indeks Kerawanan Pemilu 2019 mendekati baik atau fit dengan data. Hasil di atas menunjukkan bahwa seluruh dimensi pada Indeks Kerawanan Pemilu 2019 merupakan faktor yang signifikan, hal ini disebabkan nilai signifikasi factor loading lambda yang disebut thitung > Ttabel (0,05;8926) = 1,960 sehingga dalam uji hipotesisnya diambil keputusan H0 ditolak yang berarti seluruh dimensi merupakan faktor yang signifikan membentuk Indeks Kerawanan Pemilu 2019. Artinya, jika para pembuat kebijakan ingin menurunkan tingkat kerawanan pelaksanaan Pemilu 2019 pada Indeks Kerawanan Pemilu 2019 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, maka penyelenggara Pemilu harus menurunkan tingkat kerawanan dari seluruh dimensi yang ada, dengan tentunya mempertimbangkan skala prioritas penurunan mutu sub. Prioritas utama penurunan kerawanan yang harus dilakukan adalah dengan menurunkan kualitas dari dimensi yang memiliki factor loading yang paling besar, yaitu dimensi Penyelenggaraan Pemilu Yang Bebas dan Adil dan Konteks Sosial Politik, sebab kedua dimensi ini merupakan faktor yang paling dominan. Dengan kata lain, jika waktu dan biaya yang dimiliki penyelenggara Pemilu untuk menurunkan potensi kerawanan Pemilu 2019 di Indonesia, maka penyelenggara dapat mendahulukan penurunan dari kedua dimensi di atas. Untuk melihat variasi tingkat kerawanan Indeks Kerawanan Pemilu 2019 di masing-masing provinsi di seluruh Indonesia, disajikan diagram sebagai berikut: BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 177 Gambar 4.21.3 Diagram Skor Indeks Kerawanan Pemilu 2019 34 Provinsi di Indonesia 178 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 2. ANALISIS DATA MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL VARIABEL INDEKS KERAWANAN PEMILU (Y) Analisis Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling/ SEM) merupakan suatu model persamaan untuk menganalisa hubungan atau pengaruh antar variabel yang bersifat laten (tidak dapat diukur) secara simultan. Jika CFA digunakan untuk mengukur suatu variabel laten melalui indikator-indikatornya (disebut model pengukuran), maka SEM dilakukan untuk melihat pengaruh satu atau beberapa variabel laten terhadap variabel laten lainnya (disebut model struktural), serta digunakan juga untuk melihat variabel laten independen manakah yang paling dominan memengaruhi variabel laten dependen dalam model. Sama seperti CFA, suatu Model Struktural dalam SEM dikatakan fit atau cocok dengan data, jika memenuhi kriteria uji sebagai berikut: - Nilai statistik inferensi Chi square cukup kecil yaitu < 2 df (degred of freedom) - Nilai p-value Chi square cukup besar yaitu > 0,05 atau mendekati 1 - Nilai Statistik deskriptif RMSEA < 0,08 Hipotesis: H0 : Σ = Σ(θ) (Model pengaruh persamaan struktural fit dengan data) H1 : Σ ≠ Σ(θ) (Model pengaruh persamaan struktural tidak fit dengan data) Kriteria Uji: Terima hipotesis H0 pada taraf signifikan α jika kriteria uji di atas terpenuhi. Kesimpulan: Jika H0 diterima, maka model pengaruh persamaan struktural fit dengan data Jika H0 ditolak, maka model pengaruh persamaan struktural tidak fit dengan data. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 179 Hasil uji model serta estimasi parameter Loading Estimation (nilai bobot Gamma) untuk model pengaruh persamaan struktural variabel laten eksogen secara bersama-sama terhadap Indeks Kerawanan Pemilu di Indonesia menggunakan software Lisrel 8,72 dapat dilihat pada diagram jalur dan tabel uji kesesuaian model berikut: Gambar 2.1 Diagram Jalur Diagram Jalur Pengaruh Berbagaai Situasi terhadap Tingkat Kerawanan Pemilu 2019 Tabel 4.5.1 Ukuran Goodnes of Fit Untuk Model Pengaruh Persamaan Struktural 180 Indeks Kesesuaian Nilai Keterangan RMSEA 0.065 Model Mendekati fit INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara statistik output pengujian kesesuaian model menunjukkan bahwa model mendekati Good Fit, hal tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks kesesuaian model dengan menggunakan RMSEA yang mendekati 0,08 yang menurut Brown dan Cudeck (dalam Bachrudin 2002) bahwa apabila kriteria uji statistik ini terpenuhi, menunjukkan bahwa model pengukuran Good Fit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecocokan model Pengaruh Persamaan Struktural Variabel Laten Estimation (nilai bobot Gamma) untuk model pengaruh persamaan struktural variabel laten eksogen secara bersama-sama terhadap Indeks Kerawanan Pemilu 2019 di Indonesia adalah mendekati baik atau fit dengan data. - Hubungan Variabel Pengawasan Pemilu oleh Masyarakat (X1) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Pengawasan Pemilu oleh Masyarakat (X1) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,315 meskipun dengan kategori Lemah. - Hubungan Variabel Perbedaan Sumber Data pemilih (X2) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara variabel Perbedaan Sumber Data Pemilih (X2) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,084 dan dengan kategori Sangat Lemah. - Hubungan Variabel Kampanye di Luar Jadual (X3) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Kampanye di Luar Jadual (X3) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,315 meskipun dengan kategori Lemah. - Hubungan Variabel Kampanye bersifat SARA (X4) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Kampanye bersifat SARA (X4) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,203 meskipun dengan kategori Lemah. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 181 - Hubungan Variabel Kampanye Menggunakan Ujaran Kebencian (X5) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara variabel Kampanye menggunakan ujaran Kebencian (X5) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,093 dan dengan kategori sangat Lemah. - Hubungan Variabel Temuan Praktik Politik Uang (X6) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Temuan Praktik Politik Uang (X6) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,201 meskipun dengan kategori Lemah. - Hubungan Variabel Tidak Melaporkan Dana Kampanye (X7) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara variabel Tidak Melaporkan Dana Kampanye (X7) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,055 dan dengan kategori Lemah. - Hubungan Variabel Bencana Alam Setahun Terakhir (X8) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Bencana Alam Setahun Terakhir (X8) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,308 meskipun dengan kategori Lemah. - Hubungan Variabel Kasus Kekerasan Fisik Pada Penyelenggara (X9) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara variabel Kasus Kekerasan Fisik Pada Penyelenggara (X9) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,091 dan dengan kategori Lemah. - Hubungan Variabel Kasus Kekerasan Non Fisik Pada Penyelenggara (X10) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara variabel Kasus Kekerasan Fisik Pada Penyelenggara 182 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 (X9) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,030 dan dengan kategori Lemah. - Hubungan Variabel Kasus Hukum Anggota Penyelengara (X11) dengan IKP 2019 (Y) Dari Gambar 2.1 di atas, terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Kasus Hukum Anggota Penyelengara (X11) dengan Variabel IKP 2019 (Y) di 514 kabupaten/kota di Indonesia dengan nilai korelasi yang berada pada angka 0,286 meskipun dengan kategori Lemah. 3. ANALISIS DATA MODEL PERSAMAAN STRUKTURAL VARIABEL INDEKS KERAWANAN PEMILU (Y) Dari berbagai peta kecenderungan pada 16 subdimensi di atas, melalui analisis klaster, responden dapat dibagi ke dalam tiga kelompok atau klaster tingkat kerawanan Pemilu secara signifikan. Berikut tabel klaster kecenderungan kerawanan dari 514 kabupaten/kota tersebut. Tabel 3.1. Klaster Kecenderungan Tingkat Kerawanan Pemilu 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 183 Kelompok pertama cenderung memiliki Tingkat Kerawanan yang Rendah pada semua dimensi terkait hal-hal berikut: 1) Subdimensi Keamanan (Y11) 2) Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu (Y12) 3) Subdimensi Penyelenggara Negara (Y13) 4) Subdimensi Relasi Kuasa Lokal (Y14) 5) Subdimensi Hak Pilih (Y21) 6) Subdimensi Kampanye (Y22) 7) Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara (Y23) 8) Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu (Y24) 9) Subdimensi Pengawasan Pemilu (Y25) 10) Subdimensi Hak Politik Terkait Gender (Y31) 11) Subdimensi Representasi Minoritas (Y32) 12) Subdimensi Proses Pencalonan (Y32) 13) Subdimensi Partisipasi Pemilih (Y41) 14) Subdimensi Partisipasi Partai (Y42) 15) Subdimensi Partisipasi Kandidat (Y43) 16) Subdimensi Partisipasi Publik (Y44) Kabupaten/Kota yang masuk dalam Kelompok Pertama adalah: 184 NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH 1 KABUPATEN BANGGAI LAUT 51 KABUPATEN JOMBANG 101 KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA 151 KOTA JAKARTA TIMUR 2 KABUPATEN BANYUASIN 52 KABUPATEN KAPUAS 102 KABUPATEN PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR 152 KOTA JAKARTA UTARA 3 KABUPATEN BENGKULU SELATAN 53 KABUPATEN KAPUAS HULU 103 KABUPATEN PESISIR BARAT 153 KOTA JAMBI 4 KABUPATEN BLORA 54 KABUPATEN KARANGANYAR 104 KABUPATEN PESISIR SELATAN 154 KOTA KUPANG 5 KABUPATEN LANI JAYA 55 KABUPATEN KATINGAN 105 KABUPATEN PINRANG 155 KOTA LHOKSEUMAWE INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH 6 KABAUPATEN TAPANULI TENGAH 56 KABUPATEN KAYONG UTARA 106 KABUPATEN PRINGSEWU 156 KOTA MAGELANG 7 KABUPATEN ACEH BARAT 57 KABUPATEN KEBUMEN 107 KABUPATEN PULAU TALIABU 157 KOTA MAKASSAR 8 KABUPATEN ACEH SELATAN 58 KABUPATEN KENDAL 108 KABUPATEN PUNCAK 158 KOTA METRO 9 KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU 59 KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI 109 KABUPATEN SAMBAS 159 KOTA MOJOKERTO 10 KABUPATEN BANDUNG 60 KABUPATEN KEPULAUAN SANGHIHE 110 KABUPATEN SEKADAU 160 KOTA PADANG PANJANG 11 KABUPATEN BANGKA 61 KABUPATEN KERINCI 111 KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR 161 KOTA PADANG SIDIMPUAN 12 KABUPATEN BANGKA BARAT 62 KABUPATEN KOLAKA UTARA 112 KABUPATEN SERANG 162 KOTA PAGAR ALAM 13 KABUPATEN BANGLI 63 KABUPATEN KONAWE UTARA 113 KABUPATEN SERUYAN 163 KOTA PALEMBANG 14 KABUPATEN BANJARNEGARA 64 KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT 114 KABUPATEN SIAU TAGULANDANG 164 KOTA PANGKALPINANG 15 KABUPATEN BANTUL 65 KABUPATEN KUPANG 115 KABUPATEN SIDOARJO 165 KOTA PEKANBARU 16 KABUPATEN BANYUWANGI 66 KABUPATEN LAMPUNG BARAT 116 KABUPATEN SIJUNJUNG 166 KOTA PRABUMULIH 17 KABUPATEN BARITO KUALA 67 KABUPATEN LOMBOK UTARA 117 KABUPATEN SIMEULUE 167 KOTA PROBOLINGGO 18 KABUPATEN BARITO TIMUR 68 KABUPATEN LUWU 118 KABUPATEN SUBANG 168 KOTA SAWAHLUNTO 19 KABUPATEN BARITO UTARA 69 KABUPATEN MAGETAN 119 KABUPATEN SUKABUMI 169 KOTA SIBOLGA 20 KABUPATEN BELITUNG 70 KABUPATEN MALANG 120 KABUPATEN SUMBAWA BARAT 170 KOTA SOLOK 21 KABUPATEN BELITUNG TIMUR 71 KABUPATEN MAMASA 121 KABUPATEN SUPIORI 171 KOTA SUBULUSSALAM 22 KABUPATEN BELU 72 KABUPATEN MAMUJU 122 KABUPATEN TABANAN 172 KOTA SUKABUMI 23 KABUPATEN BENER MERIAH 73 KABUPATEN MAMUJU TENGAH 123 KABUPATEN TAMBRAUW 173 KOTA SURABAYA 24 KABUPATEN BENGKALIS 74 KABUPATEN MAPPI 124 KABUPATEN TANAH LAUT 174 KOTA TANGERANG SELATAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 185 186 NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH 25 KABUPATEN BENGKAYANG 75 KABUPATEN MAROS 125 KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT 175 KOTA TANJUNGBALAI 26 KABUPATEN BENGKULU TENGAH 76 KABUPATEN MEMPAWAH 126 KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR 176 KOTA TARAKAN 27 KABUPATEN BERAU 77 KABUPATEN MERANGIN 127 KABUPATEN TAPANULI SELATAN 177 KOTA TEGAL 28 KABUPATEN BIAK NUMFOR 78 KABUPATEN MERAUKE 128 KABUPATEN TEBO 178 KOTA TUAL 29 KABUPATEN BIMA 79 KABUPATEN MINAHASA SELATAN 129 KABUPATEN TELUK TELUK WONDAMA 179 KABUPATEN KUBU RAYA 30 KABUPATEN BINTAN 80 KABUPATEN MINAHASA UTARA 130 KABUPATEN TOLI-TOLI 180 KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN 31 KABUPATEN BOJONEGORO 81 KABUPATEN MOJOKERTO 131 KABUPATEN TORAJA UTARA 181 LAMPUNG TIMUR 32 KABUPATEN BONDOWOSO 82 KABUPATEN MUARA ENIM 132 KABUPATEN TRENGGALEK 182 LOMBOK BARAT 33 KABUPATEN BONE 83 KABUPATEN MUARO JAMBI 133 KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 183 KABUPATEN PADANG LAWAS 34 KABUPATEN BREBES 84 KABUPATEN MUKOMUKO 134 KABUPATEN WAROPEN 184 KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN 35 KABUPATEN BULUNGAN 85 KABUPATEN MUNA 135 KOTA JAKARTA PUSAT 185 KABUPATEN PIDIE 36 KABUPATEN BUOL 86 KABUPATEN MURUNG RAYA 136 KOTA JAKARTA SELATAN 186 KABUPATEN SUMBA TENGAH 37 KABUPATEN BUTON TENGAH 87 KABUPATEN MUSI BANYUASIN 137 KOTA BANDAR LAMPUNG 187 KABUPATEN SUMBAWA 38 KABUPATEN CIAMIS 88 KABUPATEN MUSI RAWAS 138 KOTA BANJAR 188 KABUPATEN TANAH DATAR 39 KABUPATEN CIREBON 89 KABUPATEN NGADA 139 KOTA BANJARMASIN 189 KABUPATEN TULANG BAWANG 40 KABUPATEN DEIYAI 90 KABUPATEN NGAWI 140 KOTA BEKASI 190 KABUPATEN WAKATOBI 41 KABUPATEN DELI SERDANG 91 KABUPATEN NIAS BARAT 141 KOTA BLITAR 42 KABUPATEN ENREKANG 92 KABUPATEN OGAN ILIR 142 KOTA BONTANG 43 KABUPATEN FLORES TIMUR 93 KABUPATEN OGAN KOMERING ULU 143 KOTA BUKITTINGGI INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH 44 KABUPATEN GIANYAR 94 KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN 144 KOTA CIMAHI 45 KABUPATEN GORONTALO 95 KABUPATEN PACITAN 145 KOTA CIREBON 46 KABUPATEN GORONTALO UTARA 96 KABUPATEN PAMEKASAN 146 KOTA DENPASAR 47 KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN 97 KABUPATEN PANIAI 147 KOTA DEPOK 48 KABUPATEN INDRAGIRI HILIR 98 KABUPATEN PARIGI MOUTONG 148 KOTA DUMAI 49 KABUPATEN JAYAPURA 99 KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK 149 KOTA GUNUNG SITOLI 50 KABUPATEN JENEPONTO 100 KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG 150 KOTA JAKARTA BARAT NO NAMA DAERAH Kelompok kedua cenderung Memiliki Tingkat Kerawanan yang Tinggi pada semua dimensi terkait hal-hal berikut: 1) Subdimensi Keamanan (Y11) 2) Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu (Y12) 3) Subdimensi Penyelenggara Negara (Y13) 4) Subdimensi Relasi Kuasa Lokal (Y14) 5) Subdimensi Hak Pilih (Y21) 6) Subdimensi Kampanye (Y22) 7) Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara (Y23) 8) Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu (Y24) 9) Subdimensi Pengawasan Pemilu (Y25) 10) Subdimensi Hak Politik Terkait Gender (Y31) 11) Subdimensi Proses Pencalonan (Y32) 12) Subdimensi Partisipasi Pemilih (Y41) 13) Subdimensi Partisipasi Partai (Y42) BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 187 14) Subdimensi Partisipasi Kandidat (Y43) 15) Subdimensi Partisipasi Publik (Y44) Akan tetapi, cenderung Memiliki Tingkat Kerawanan yang Rendah pada semua dimensi terkait hal-hal berikut: 16) Subdimensi Representasi Minoritas (Y32) Kabupaten/Kota yang masuk dalam kelompok ini adalah: 188 NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH 1 KABUPATEN ACEH BARAT DAYA 37 KABUPATEN KUTAI TIMUR 73 KABUPATEN SRAGEN 2 KABUPATEN ACEH TIMUR 38 KABUPATEN LABUHANBATU UTARA 74 KABUPATEN SUKOHARJO 3 KABUPATEN BANGGAI 39 KABUPATEN LAMONGAN 75 KABUPATEN SUMBA BARAT 4 KABUPATEN ACEH TENGAH 40 KABUPATEN LAMPUNG TENGAH 76 KABUPATEN SUMENEP 5 KABUPATEN ACEH TENGGARA 41 KABUPATEN LIMA PULUH KOTA 77 KABUPATEN TASIKMALAYA 6 KABUPATEN ACEH UTARA 42 KABUPATEN LOMBOK TIMUR 78 KABUPATEN TELUK BINTUNI 7 KABUPATEN AGAM 43 KABUPATEN MAGELANG 79 KABUPATEN TOJO UNAUNA 8 KABUPATEN ASAHAN 44 KABUPATEN MALINAU 80 KABUPATEN KARO 9 KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN 45 KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA 81 KOTA BENGKULU 10 KABUPATEN BARRU 46 KABUPATEN MALUKU TENGAH 82 KOTA BINJAI 11 KABUPATEN BLITAR 47 KABUPATEN MAMBERAMO RAYA 83 KOTA CILEGON 12 KABUPATEN BOGOR 48 KABUPATEN MAMBERAMO TENGAH 84 KOTA JAYAPURA 13 KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW 49 KABUPATEN MAYBRAT 85 KOTA KOTAMOBAGU 14 KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW UTARA 50 KABUPATEN MELAWI 86 KOTA LANGSA 15 KABUPATEN BOVEN DIGOEL 51 KABUPATEN MUNA BARAT 87 KOTA PALOPO 16 KABUPATEN BUNGO 52 KABUPATEN NATUNA 88 KOTA PAREPARE 17 KABUPATEN BURU SELATAN 53 KABUPATEN NDUGA 89 KOTA PARIAMAN 18 KABUPATEN CIANJUR 54 KABUPATEN NIAS UTARA 90 KOTA PAYAKUMBUH INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH 19 KABUPATEN DAIRI 55 KABUPATEN NUNUKAN 91 KOTA SABANG 20 KABUPATEN DHARMASRAYA 56 KABUPATEN PASAMAN 92 KOTA SERANG 21 KABUPATEN DOGIYAI 57 KABUPATEN PATI 93 KOTA SORONG 22 KABUPATEN DONGGALA 58 KABUPATEN POLEWALI MANDAR 94 KOTA SUNGAI PENUH 23 KABUPATEN FLORES TIMUR 59 KABUPATEN PONOROGO 95 KOTA TEBING TINGGI 24 KABUPATEN GRESIK 60 KABUPATEN POSO 96 KOTA TOMOHON 25 KABUPATEN HALMAHERA BARAT 61 KABUPATEN PURBALINGGA 97 KOTA YOGYAKARTA 26 KABUPATEN HALMAHERA SELATAN 62 KABUPATEN ROKAN HILIR 98 KABUPATEN LABUHANBATU 27 KABUPATEN HALMAHERA TENGAH 63 KABUPATEN SAMOSIR 99 KABUPATEN LANGKAT 28 KABUPATEN HALMAHERA TIMUR 64 KABUPATEN SAMPANG 100 KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT 29 KABUPATEN JEMBER 65 KABUPATEN SANGGAU 101 KABUPATEN MANOKWARI 30 KABUPATEN KAUR 66 KABUPATEN SAROLANGUN 102 KABUPATEN MESUJI 31 KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI 67 KABUPATEN SEMARANG 103 KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA 32 KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD 68 KABUPATEN SINJAI 104 KABUPATEN PASAMAN BARAT 33 KABUPATEN KOLAKA 69 KABUPATEN SITUBONDO 105 KOTA PEMATANGSIANTAR 34 KABUPATEN KONAWE 70 KABUPATEN SLEMAN 35 KABUPATEN KOTABARU 71 KABUPATEN SOLOK 36 KABUPATEN KUDUS 72 KABUPATEN SOLOK SELATAN Kelompok ketiga cenderung Memiliki Tingkat Kerawanan yang Rendah pada semua dimensi terkait hal-hal berikut: 1) Subdimensi Keamanan (Y11) 2) Subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu (Y12) 3) Subdimensi Penyelenggara Negara (Y13) 4) Subdimensi Relasi Kuasa Lokal (Y14) 5) Subdimensi Hak Pilih (Y21) 6) Subdimensi Kampanye (Y22) BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 189 7) Subdimensi Pelaksanaan Pemungutan Suara (Y23) 8) Subdimensi Ajudikasi Keberatan Pemilu (Y24) 9) Subdimensi Pengawasan Pemilu (Y25) 10) Subdimensi Hak Politik Terkait Gender (Y31) 11) Subdimensi Proses Pencalonan (Y32) 12) Subdimensi Partisipasi Pemilih (Y41) 13) Subdimensi Partisipasi Partai (Y42) 14) Subdimensi Partisipasi Kandidat (Y43) 15) Subdimensi Partisipasi Publik (Y44) Akan tetapi, cenderung Memiliki Tingkat Kerawanan yang Tinggi pada semua dimensi terkait hal-hal berikut: 16) Subdimensi Representasi Minoritas (Y32) Kabupaten/Kota yang masuk dalam kelompok ini adalah: 190 NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH 1 KABUPATEN ACEH SINGKIL 76 KABUPATEN KUNINGAN 151 KABUPATEN TANA TORAJA 2 KABUPATEN ACEH TAMIANG 77 KABUPATEN LAHAT 152 KABUPATEN TANAH BUMBU 3 KABUPATEN BALANGAN 78 KABUPATEN LAMANDAU 153 KABUPATEN TANGERANG 4 KABUPATEN BANGKALAN 79 KABUPATEN LAMPUNG SELATAN 154 KABUPATEN TANGGAMUS 5 KABUPATEN BATU BARA 80 KABUPATEN LANDAK 155 KABUPATEN TAPIN 6 KABUPATEN JAYAWIJAYA 81 KABUPATEN LEBAK 156 KABUPATEN TEGAL 7 KABUPATEN BONE BOLANGO 82 KABUPATEN LEBONG 157 KABUPATEN TEMANGGUNG 8 KABUPATEN BULELENG 83 KABUPATEN LEMBATA 158 KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN 9 KABUPATEN GAYO LUES 84 KABUPATEN LINGGA 159 KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA 10 KABUPATEN ACEH BESAR 85 KABUPATEN LOMBOK TENGAH 160 KABUPATEN TOBA SAMOSIR 11 KABUPATEN ACEH JAYA 86 KABUPATEN LUMAJANG 161 KABUPATEN TOLIKARA 12 KABUPATEN ALOR 87 KABUPATEN LUWU TIMUR 162 KABUPATEN TUBAN INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH 13 KABUPATEN ASMAT 88 KABUPATEN LUWU UTARA 163 KABUPATEN TULUNGAGUNG 14 KABUPATEN BADUNG 89 KABUPATEN MADIUN 164 KABUPATEN WAJO 15 KABUPATEN BANDUNG BARAT 90 KABUPATEN MAJALENGKA 165 KABUPATEN WONOSOBO 16 KABUPATEN BANGKA SELATAN 91 KABUPATEN MAJENE 166 KABUPATEN YAHUKIMO 17 KABUPATEN BANGKA TENGAH 92 KABUPATEN MALAKA 167 KABUPATEN YALIMO 18 KABUPATEN BANJAR 93 KABUPATEN MALUKU TENGAH 168 KABUPATEN KAIMANA 19 KABUPATEN BANTAENG 94 KABUPATEN MANDAILING NATAL 169 KABUPATEN KOLAKA TIMUR 20 KABUPATEN BANYUMAS 95 KABUPATEN MANGGARAI 170 KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN 21 KABUPATEN BARITO SELATAN 96 KABUPATEN MANGGARAI BARAT 171 KOTA AMBON 22 KABUPATEN BATANG 97 KABUPATEN MIMIKA 172 KOTA BALIKPAPAN 23 KABUPATEN BATANGHARI 98 KABUPATEN MINAHASA 173 KOTA BANDA ACEH 24 KABUPATEN BEKASI 99 KABUPATEN MINAHASA TENGGARA 174 KOTA BANDUNG 25 KABUPATEN BENGKULU UTARA 100 KABUPATEN MOROWALI UTARA 175 KOTA BANJARBARU 26 KABUPATEN BIREUEN 101 KABUPATEN NABIRE 176 KOTA BATAM 27 KABUPATEN BOALEMO 102 KABUPATEN NAGEKEO 177 KOTA BATU 28 KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN 103 KABUPATEN NGANJUK 178 KOTA BAUBAU 29 KABUPATEN BOLAANG MONGONDO TIMUR 104 KABUPATEN NIAS 179 KOTA BIMA 30 KABUPATEN BOMBANA 105 KABUPATEN NIAS SELATAN 180 KOTA BITUNG 31 KABUPATEN BOYOLALI 106 KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR 181 KOTA BOGOR 32 KABUPATEN BULUKUMBA 107 KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR 182 KOTA GORONTALO 33 KABUPATEN BURU 108 KABUPATEN PADANG LAWAN UTARA 183 KOTA KEDIRI 34 KABUPATEN BUTON 109 KABUPATEN PANDEGLANG 184 KOTA KENDARI 35 KABUPATEN BUTON SELATAN 110 KABUPATEN PANGANDARAN 185 KOTA MADIUN 36 KABUPATEN BUTON UTARA 111 KABUPATEN PASANGKAYU 186 KOTA MALANG 37 KABUPATEN CILACAP 112 KABUPATEN PASER 187 KOTA MANADO 113 KABUPATEN PASURUAN 188 KOTA MATARAM 38 KABUPATEN DEMAK BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 191 192 NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH 39 KABUPATEN DOMPU 114 KABUPATEN PEKALONGAN 189 KOTA MEDAN 40 KABUPATEN EMPAT LAWANG 115 KABUPATEN PELALAWAN 190 KOTA PADANG 41 KABUPATEN ENDE 116 KABUPATEN PEMALANG 191 KOTA PALANGKARAYA 42 KABUPATEN FAKFAK 117 KABUPATEN PESAWARAN 192 KOTA PALU 43 KABUPATEN GARUT 118 KABUPATEN PIDIE JAYA 193 KOTA PEKALONGAN 44 KABUPATEN GOWA 119 KABUPATEN POHUWATO 194 KOTA PONTIANAK 45 KABUPATEN GROBOGAN 120 KABUPATEN PROBOLINGGO 195 KOTA SALATIGA 46 KABUPATEN GUNUNG MAS 121 KABUPATEN PULANG PISAU 196 KOTA SAMARINDA 47 KABUPATEN GUNUNG KIDUL 122 KABUPATEN PULAU MOROTAI 197 KOTA SEMARANG 48 KABUPATEN HALMAHERA UTARA 123 KABUPATEN PUNCAK JAYA 198 KOTA SINGKAWANG 49 KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN 124 KABUPATEN PURWAKARTA 199 KOTA SURAKARTA 50 KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH 125 KABUPATEN PURWOREJO 200 KOTA TANGERANG 51 KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA 126 KABUPATEN RAJA AMPAT 201 KOTA TANJUNG PINANG 52 KABUPATEN INDRAGIRI HULU 127 KABUPATEN REJANG LEBONG 202 KOTA TASIKMALAYA 53 KABUPATEN INDRAMAYU 128 KABUPATEN REMBANG 203 KOTA TERNATE 54 KABUPATEN INTAN JAYA 129 KABUPATEN ROKAN HULU 204 KOTA TIDORE KEPULAUAN 55 KABUPATEN JEMBRANA 130 KABUPATEN ROTE NDAP 205 KABUPATEN KUTAI BARAT 56 KABUPATEN JEPARA 131 KABUPATEN SABU RAIJUA 206 KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA 57 KABUPATEN KAMPAR 132 KABUPATEN SARMI 207 KABUPATEN LAMPUNG UTARA 58 KABUPATEN KARANGASEM 133 KABUPATEN SELATAN 208 KABUPATEN LUBUK LINGGAU 59 KABUPATEN KARAWANG 134 KABUPATEN SELUMA 209 KABUPATENMAHAKAM ULU 60 KABUPATEN KARIMUN 135 KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT 210 KABUPATEN MANGGARAI TIMUR 61 KABUPATEN KEDIRI 136 KABUPATEN SIAK 211 KABUPATEN MOROWALI 62 KABUPATEN KEEROM 137 KABUPATEN SIGI 212 KABUPATEN NAGAN RAYA INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH NO NAMA DAERAH 63 KABUPATEN KEPAHIANG 138 KABUPATEN SIKKA 213 KABUPATEN PADANG PARIAMAN 64 KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS 139 KABUPATEN 214 KABUPATEN PAKPAK BHARAT 65 KABUPATEN KEPULAUAN ARU 140 KABUPATEN SINTANG 215 KABUPATEN SERDANG BEDAGAI 66 KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR 141 KABUPATEN SOPPENG 216 KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG 67 KABUPATEN KEPULAUAN SULA 142 KABUPATEN SORONG 217 KABUPATEN TAPANULI UTARA 68 KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN 143 KABUPATEN SORONG SELATAN 218 KABUPATEN WAY KANAN 69 KABUPATEN KETAPANG 144 KABUPATEN SUKAMARA 219 KABUPATEN WONOGIRI 70 KABUPATEN KLATEN 145 KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA 71 KABUPATEN KLUNGKUNG 146 KABUPATEN SUMBA TIMUR 72 KABUPATEN KONAWE SELATAN 147 KABUPATEN SUMEDANG 73 KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR 148 KABUPATEN TABALONG 74 KABUPATEN KUANTAN SINGINGI 149 KABUPATEN TAKALAR 75 KABUPATEN KULON PROGO 150 KABUPATEN TANA TIDUNG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 193 4. INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 DI KABUPATEN/KOTA Merujuk pada uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hanya 2 (dua) kabupaten yang berkategori Kerawanan Tinggi (> 66), sementara 512 kabupaten/kota lainnya berkategori Kerawanan Sedang (33 – 66), dan tidak satu pun kabupaten/kota yang berkategori Kerawanan Rendah (< 33). Kabupaten yang berkategori Kerawanan Tinggi adalah Kabupaten Lombok Timur (70,02) dan Kabupaten Teluk Bintuni (66,47) (lihat Gambar 4.1). Walau demikian, jika dianalisis lebih mendalam bukan berarti daerahdaerah lain yang tidak masuk dalam kategori Kerawanan Tinggi tidak perlu diwaspadai, karena jika diperhatikan hasil dari skor masing-masing dimensi IKP 2019—Konteks Sosial-Politik, Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil, Kontestasi, dan Partisipasi—terdapat beberapa daerah yang justru berada dalam kategori Kerawanan Tinggi. Untuk Dimensi Konteks Sosial Politik, kabupaten yang berkategori Kerawanan Tinggi (lihat Gambar 4.2) meliputi: 1. 2. 3. Kabupaten Teluk Bintuni (73,50). Kabupaten Lombok Timur (71,89). Kabupaten Sarolangun (69,59). Untuk Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil, kabupaten yang berkategori Kerawanan Tinggi (lihat Gambar 4.3) meliputi: 1. Kabupaten Sorong Selatan (79,93). 2. Kabupaten Maluku Tenggara Barat (76,32). 3. Kabupaten Flores Timur (75,99). 4. Kabupaten Lombok Timur (73,36). 5. Kabupaten Teluk Bintuni (73,03). 6. Kabupaten Mamberamo Raya (73,03). 7. Kabupaten Aceh Tenggara (72,04). 8. Kabupaten Boven Digoel (71,38). 9. Kabupaten Tana Toraja (70,72). 10. Kota Payakumbuh (70,72). 11. Kabupaten Rokan Hulu (70,07). 12. Kabupaten Nduga (69,74). 13. Kabupaten Sarolangun (69,74). 194 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 14. Kabupaten Magelang (69,41). 15. Kota Palopo (69,08). 16. Kabupaten Nabire (69,08). 17. Kabupaten Aceh Utara (68,75). 18. Kabupaten Buton Utara (68,42). 19. Kabupaten Bolaang Mongondow (68,09). 20. Kabupaten Nias Utara (67,11). 21. Kabupaten Poso (67,11). 22. Kabupaten Labuhanbatu (66,78). 23. Kabupaten Raja Ampat (66,78). 24. Kabupaten Kaur (66,78). 25. Kabupaten Aceh Tengah (66,45). 26. Kabupaten Alor (66,12). 27. Kabupaten Pasaman Barat (66,12). Untuk Dimensi Partisipasi yang berkategori Kerawanan Tinggi (lihat Gambar 4.5) hanya berlaku di Kabupaten Lombok Timur (73,11). Sedangkan untuk Dimensi Kontestasi, kabupaten/kota yang berkategori Kerawanan Tinggi (lihat Gambar 4.4) meliputi: 1. Kabupaten Buton Utara (80,25). 2. Kota Kendari (76,54). 3. Kabupaten Flores Timur (71,60). 4. Kota Palopo (69,14). 5. Kota Gorontalo (67,90). 6. Kabupaten Purwakarta (66,67). 7. Kota Batu (66,67). 8. Kabupaten Kepulauan Talaud (66,67). 9. Kota Sungai Penuh (66,67). BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 195 Gambar 4.1 Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Tinggi dan Sedang 196 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.2 Dimensi Konteks Sosial Politik BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 197 Gambar 4.3 Dimensi Penyelenggaraan yang Bebas dan Adil 198 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.4 Dimensi Kontestasi BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 199 Gambar 4.5 Dimensi Partisipasi 200 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 4.6 IKP 2019 Tingkat Kabupaten/Kota BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 201 5. ISU KERAWANAN PEMILU 2019 DI KABUPATEN/KOTA Temuan Bawaslu di lapangan pada poin 4 di atas yaitu kabupaten/ kota dengan tingkat Kerawanan Tinggi serta kabupaten/kota dengan skor masing-masing dimensi IKP 2019—Konteks Sosial-Politik, Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil, Kontestasi, dan Partisipasi—berkategori Kerawanan Tinggi. Selain itu, Bawaslu juga mendeteksi 10 isu yang berpotensi mendorong kerawanan Pemilu menjadi tinggi. Kesembilan isu tersebut adalah: 1) Hak pilih. Isu Hak Pilih termasuk isu dengan sebaran yang luas, terjadi di 248 kabupaten/kota (lihat Gambar 5.1), dengan Kerawanan Tinggi (> 66). Ada 4 kabupaten dengan skor tertinggi (100) yaitu Kabupaten Pasaman Barat (Sumatera Barat), Kabupaten Karo (Sumatera Utara), Kabupaten Nduga (Papua), dan Kabupaten Sarolungun (Jambi). Isu Hak Pilih, di antaranya, berkaitan dengan akurasi data yang dalam beberapa kasus ketidakakuratan data pemilih oleh penyelenggara Pemilu dikarenakan perbedaan sumber dalam Penyusunan Daftar Pemilih. Persoalan dalam Penyusunan Daftar Pemilih adalah pemilikan E-KTP, pendataan hak pilih warga binaan di rumah tahanan dan pasien rumah sakit, serta pekerja yang berada di perkebunan (seperti di Sumatera Utara dan Kalimantan Barat). Salah satu akibat dari ketidakakuratan pendataan ini adalah kasus ketika Bawaslu RI menemukan kejanggalan pembengkakan jumlah pemilih tambahan dari 100 menjadi 600 orang pemilih di lembaga pemasyarakatan di Kabupaten Simalungun (Sumatera Utara). 2) Sengketa (Ajudikasi Keberatan Pemilu) Isu Sengketa ditemukan di 233 kabupaten/kota (lihat Gambar 5.2) dengan 24 kabupaten/kota berskor tertinggi (100). Indikator isu Sengketa berkaitan di antaranya dengan gugatan hasil Pemilu. Salah satu kasus di isu ini adalah permohonan 5 lima pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati 202 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Mimika, Papua, yang Pengajuan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada Serentak 2018 mendaftar ke Mahkamah Konstitusi (MK). 3) Representasi Minoritas Ada 221 kabupaten/kota berkategori Kerawanan Tinggi untuk Isu Representasi Minoritas (lihat Gambar 5.3). Isu ini berkaitan dengan tidak adanya keterwakilan kelompok minoritas dan disabilitas pada daftar calon legislatif. 4) Partisipasi Publik Isu yang terjadi terjadi di 90 kabupaten/kota ini dengan Kabupaten Bungo di Provinsi Jambi memiliki skor tertinggi yaitu 100 (lihat Gambar 5.4). Isu Partisipasi Publik menekankan rendahnya partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam mengawasi Pemilu. Di tengah maraknya media sosial yang membuka peluang masyarakat terlibat lebih aktif dalam proses pengawasan Pemilu, skor untuk keterlibatan masyarakat hanya di angka 49,86 (kategori Kerawanan Sedang). 5) Partisipasi Kandidat Isu Partisipasi Kandidat berkaitan, antara lain, dengan masih rendahnya partisipasi kandidat peserta Pemilu dalam proses edukasi politik masyarakat. Temuan di lapangan masih kerap ditemukan laporan, data survei, dan pemberitaan media bahwa peserta atau kandidat Pemilu tidak melakukan sosialisasi visi, misi, dan program. Isu ini terjadi di 52 kabupaten/kota dengan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, berskor tertinggi yaitu di angka 83,33 (lihat Gambar 5.5). 6) Pengawasan Pemilu Isu ini berkaitan dengan isu Partisipasi Publik, di mana rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Isu Pengawasan Pemilu terjadi di 39 kabupaten/kota dengan Kabupaten Aceh Utara, Aceh, berskor tertinggi yaitu 93,75 (lihat Gambar 5.6). 7) Hak gender Isu Gender berkaitan dengan tidak terpenuhinya kuota perempuan pada daftar calon legislatif yang merupakan konsekuensi logis dari penurunanan keterpilihan keterwakilan perempuan. Pada Pilkada 2015, angka keterpilihan keterwakilan perempuan 37,1 persen dan pada Pilkada 2017, angka keterpilihan perempuan 26,67 persen, sedangkan BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 203 pada Pilkada 2018 angka keterpilihannya hanya sebesar 30,69 persen. Isu ini terjadi di 39 kabupaten/kota (lihat Gambar 5.7). 8) Kampanye Isu Kampanye terjadi di 27 kabupaten/kota dengan Kabupaten Lomok Timur, Nusa Tenggara barat, berskor tertinggi (lihat Gambar 5.8). Isu ini merupakan isu yang berkaitan dengan materi kampanye yang bersifat SARA dan mengandung ujaran kebencian, dan “politik uang”. Kasus kampanye dengan muatan SARA, di antaranya, ditemukan Bawaslu dalam spanduk kampanye di Kalimantan Barat serta kasus di Jawa Barat ketika tersebar isu SARA melalui media sosial (twitter). 9) Partisipasi Pemilih Isu Partisipasi Pemilih terjadi di 9 kabupaten/kota (lihat Gambar 5.9). Isu yang berkaitan dengan jumlah pemilih yang tidak sesuai target KPU serta TPS yang sulit dijangkau/terkena bencana 10) Pelaksanaan Pemungutan Suara Isu Pelaksanaan Pemungutan Suara terjadi di 22 kabupaten/ kota dengan Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, berskor tertinggi yaitu 80,00 (lihat Gambar 5.10). Isu ini berkaitan, antara lain, dengan distribusi logistik pemungutan suara, rekapitulasi, penetapan hasil, dan penolakan hasil. Salah satu kasus dari isu ini adalah penundaan penyelenggaraan pemungutan suara, seperti yang terjadi di Kabupaten Nduga, Papua, karena keterlambatan distribusi logistik. Hal serupa ditemukan di Kabupaten Jayawijaya, Papua, di mana salah satu TPS batal menyelenggarakan pemungutan suara karena logistik Pilkada dilarikan oleh anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sehingga akhirnya diadakan pemungutan suara susulan. Isu-isu di atas akan menjadi potensi kerawanan dalam tahapan Pemilu Serentak 2019 (lihat gambar 5.1 dan Gambar 5.2). Yang secara sederhana terbagi dalam 4 aspek kerawanan, yaitu: Keamanan, Netralitas ANS, Penggunaan Ujaran Kebencian dan Politisasi SARA, serta Praktik Politik Uang. 204 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 5.1 Daerah Rawan Tinggi berdasarkan Tahapan Pemilu Aspek Keamanan dengan mendasarkan pada subdimensi Keamanan dan Relasi Kuasa di Tingkat Lokal terdapat di 94 kabupaten/kota (18,3 persen) dengan tingkat Kerawanan Tinggi dan 420 kabupaten/kota (81,7 persen) dengan tingkat Kerawanan Sedang. Aspek Netralitas ASN dengan mendasarkan pada subdimensi Otoritas Penyelenggara Pemilu, Penyelenggara Negara, Relasi Kuasa di Tingkat Lokal, dan Kampanye terdapat di 88 kabupaten/kota (17,1 persen) dengan tingkat Kerawanan Tinggi dan 426 kabupaten/kota (82,5 persen) dengan tingkat Kerawanan Sedang. Penggunaan Ujaran Kebencian dan Politisasi SARA dengan mendasarkan pada subdimensi Relasi Kuasa di Tingkat Lokal, Kampanye, dan Partisipasi Pemilih terdapat 90 kabupaten/kota (17,5 persen) dengan tingkat Kerawanan Tinggi dan 424 kabupaten/kota (82,5 persen) dengan tingkat Kerawanan Sedang. Sementara itu, potensi Praktik Politik Uang dengan mendasarkan pada subdimensi Kampanye, Partisipasi Pemilih, Relasi Kuasa Tingkat Lokal, Pelaksanaan Pemungutan Suara, Pengawasan Pemilu, dan Partisipasi Publik terdapat 177 kabupaten/kota (34,4 persen) dengan tingkat Kerawanan Tinggi dan 337 kabupaten/kota (65,6 persen) dengan tingkat Kerawanan Sedang. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 205 Gambar 5.2 Uraian Rawan Tinggi Tahapan Pemilu 206 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 5.1 Kerawanan Tinggi Kabupaten/Kota untuk Isu Hak Pilih BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 207 208 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 209 210 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 211 Gambar 5.2 Kerawanan Tinggi Kabupaten/Kota untuk Isu Sengketa (Ajudikasi Keberatan Pemilu) 212 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 213 214 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 215 216 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 5.3 Kerawanan Tinggi Kabupaten/Kota untuk Isu Representasi Minoritas BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 217 218 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 219 220 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 221 Gambar 5.4 Kerawanan Tinggi Kabupaten/Kota untuk Isu Partisipasi Publik 222 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 223 224 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 5.5 Kerawanan Tinggi Kabupaten/Kota untuk Isu Partisipasi Kandidat BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 225 226 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 5.6 Kerawanan Tinggi Kabupaten/Kota untuk Isu Pengawasan Pemilu BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 227 228 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 5.7 Kerawanan Tinggi Kabupaten/Kota untuk Isu Gender BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 229 230 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 5.8 Kerawanan Tinggi Kabupaten/Kota untuk Isu Kampanye BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 231 232 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 233 Gambar 5.9 Kerawanan Tinggi Kabupaten/Kota untuk Isu Partisipasi Pemilih 234 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Gambar 5.10 Kerawanan Tinggi Kabupaten/Kota untuk Isu Pelaksanaan Pemungutan Suara BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 235 236 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BAB 5 PENUTUP BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 237 5.1. KESIMPULAN H asil Indeks Kerawanan Pemilu untuk Pemilihan Umum tahun 2019 (IKP 2019) untuk tingkat provinsi menunjukkan semua daerah bertingkat Kerawanan Sedang (33 – 66). Meski begitu ada beberapa provinsi yang berada pada angka di atas skor 50, secara berurutan adalah sebagai berikut: Papua Barat (52,83), DI Yogyakarta (52,14), Sumatera Barat (51,21), dan Maluku (51,02). Setiap provinsi-provinsi tersebut memiliki karakteristik kerawanan yang berbeda. Papua Barat, Sumatera Barat, dan Maluku misalnya, memiliki kerawanan untuk Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil serta terkait Dimensi Kontestasi. Yogyakarta memiliki karakteristik kerawanan Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil, Kontestasi, dan Partisipasi. Merujuk pada keseluruhan indeks di tingkat provinsi, rerata pengaruh terbesar kerawanan Pemilu tahun 2019 adalah Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bebas dan Adil serta terkait Dimensi Kontestasi. Jika diteropong secara mendetail, maka ada beberapa isu penting yang membuat kerawanan berada pada tingkat Kerawanan Sedang, di antaranya: Hak Pilih, Kampanye, Pelaksanaan Pemungutan Suara, Ajudikasi Keberatan Pemilu, Pengawasan Pemilu, Representasi Gender dan Representasi Minoritas, serta dalam Proses Pencalonan. Sementara itu, hasil Indeks Kerawanan Pemilu tahun 2019 (IKP 2019) untuk tingkat kabupaten/kota terdapat 2 kabupaten yang bertingkat Kerawanan Tinggi yaitu Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Teluk Bintuni, sementara 512 kabupaten/kota lainnya bertingkat Kerawanan Sedang (Lihat Lampiran). Karakteristik wilayah kabupaten yang memiliki tingkat Kerawanan Tinggi memiliki corak kerawanan yang beragam di mana setiap kabupaten memiliki dimensi dan indikator kerawanan yang bisa berbeda satu sama lain. Patut digarisbawahi, meski skor total IKP suatu kabupaten/kota tergolong tidak tinggi, tetapi ada dimensi dan indikator yang memiliki skor Kerawanan Tinggi yaitu Dimensi Penyelenggaraan Pemilu yang Bersih dan Adil serta Dimensi Konteks Sosial-Politik dibandingkan dengan dimensi Partisipasi dan Kontestasi (untuk elaborasi lebih mendalam rujuk bagian akhir Bab 4). 238 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 5.2. TINDAK LANJUT Sebagai tindak lanjut IKP 2019, dengan masih terdapat daerah-daerah dengan tingkat Kerawanan Tinggi dan daerah-daerah yang berpotensi menimbulkan Kerawanan Tinggi, maka Bawaslu menginstruksikan kepada seluruh jajaran Pengawas Pemilu hal-hal sebagai berikut: 1. 2. Pencegahan a. Mempelajari IKP Pilkada 2019 ini sebagai bahan untuk memahami kondisi dan potensi kerawanan Pemilu di wilayah masing-masing. b. Menyusun strategi pengawasan untuk pencegahan pelanggaran Pemilu dan sengketa, dengan mempertimbangkan karakter serta kondisi di daerah masing-masing. c. Membangun komunikasi dan koordinasi secara intensif dengan lembaga Penyelenggara Pemilu serta stakeholder Pemilu terutama Pemerintah Daerah, Kepolisian Daerah, Perguruan Tinggi, serta tokoh agama dan tokoh masyarakat, untuk mendapatkan data dan informasi serta mengefektifkan kerja kolaboratif untuk pencegahan pelanggaran Pemilu; terutama terkait dengan antisipasi penggunaan isu-isu Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA), politisasi birokrasi, politik identitas, dan politik uang yang akan berimplikasi pada terganggunya tahapan dan Integritas Pemilu. d. Mengoptimalkan sosialisasi, penyediaan informasi publik, dan pendidikan politik, kepada masyarakat, tim kampanye, relawan, serta pasangan calon, baik melalui kegiatan koordinasi maupun menggunakan media massa (media cetak, media elektronik maupun media sosial) untuk mengefektifkan pencegahan pelanggaran serta menumbuhkembangkan pengawasan partisipatif. Pengawasan a. Bersikap dan bertindak proaktif dalam menjalankan agenda dan kegiatan pengawasan Pemilu, serta bersikap responsif terhadap laporan dugaan pelanggaran Pemilu. b. Bekerja secara taktis dengan menggerakkan sumber daya struktural organisasi pengawas Pemilu untuk mencapai efektivitas pengawasan. c. Memperkuat supervisi kepada jajaran Pengawas Pemilu di bawahnya untuk memastikan integritas dan profesionalitas penyelenggaran pengawasan Pemilu. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 239 d. 3. 5.3 Melibatkan peran kelompok masyarakat dalam kegiatan pengawasan Pemilu untuk mendeteksi dan melaporkan dugaan pelanggaran; terutama terkait dengan daftar pemilih, penggunaan isu sara dalam kampanye, politik uang, politisasi birokrasi, dan politik identitas. Penindakan Pelanggaran dan Sengketa a. Melaporkan secara aktif dan berkala ke jajaran pengawas lebih tinggi terkait penanganan pelanggaran pilkada. b. Memperkuat koordinasi untuk membangun kesepahaman dengan penegak hukum dalam sentra penegakkan hukum terpadu (Gakkumdu), untuk mengoptimalkan penanganan pelanggaran pidana pilkada. c. Memperkuat pemahaman dan kemampuan dalam memeriksa dan memutus pelanggaran administrasi pilkada dan penyelesaian sengketa. d. Memperkuat koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Komisi Aparatur Sipil Negara terkait pengawasan terhadap netralitas ASN dan pengunaan fasilitas negara e. Menyediakan akses yang mudah bagi masyarakat untuk memberikan informasi dan melaporkan dugaan pelanggaran pilkada. REKOMENDASI IKP 2019 mensinyalir masih tingginya potensi kerawanan Pemilu 2019 hampir di semua dimensi: Konteks Sosial-Politik, Penyelenggaraan yang Bebas dan Adil, Kontesasi, dan Partisipasi. Berdasarkan hal tersebut, Bawaslu menyadari bahwa upaya pencegahan membutuhkan partisipasi banyak pihak. Untuk itu Bawaslu merekomendasikan kepada sejumlah pihak beberapa hal berikut ini: 5.3.1. Komisi Pemilihan Umum a. 240 Mengoptimalkan supervisi ke struktur di bawahnya dalam memastikan integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilihan legislatif dan pemilihan presiden. INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 b. Memberikan perhatian saksama pada persoalan daftar pemilih serta menjamin bahwa setiap pemilih yang hendak melakukan pemilihan dapat melaksanakan haknya tersebut. c. Memastikan profesionalisme struktur di bawahnya dalam rangka menyelenggarakan seluruh tahapan Pemilu sesuai dengan undangundang. d. Memastikan setiap TPS mudah dijangkau pemilih, tidak ada pemilih yang terkendala masalah geografis. 5.3.2. Peserta Pemilu (Partai Politik dan Pasangan Calon) a. Melakukan kampanye bersih dengan menghindari penggunaan isu SARA, politik identitas, politik uang, menghindari pelibatan ASN, TNI/Polri, dan penggunaan fasilitas negara. b. Menjaga soliditas partai politik dalam proses pemilihan legislatif. c. Menjaga soliditas koalisi partai politik dalam proses pemilihan presiden. d. Melaksanakan dan mematuhi ketentuan peraturan perundangundangan di setiap tahapan Pemilu. 5.3.3. Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum Dan Keamanan a. Mengkoordinasikan serta melakukan supervisi terhadap aparat pemerintah dan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing. 5.3.4. Kementerian Dalam Negeri a. Memastikan netralitas ASN dan pemerintah daerah dalam Pileg dan Pilpres. b. Mencegah terjadinya penggunaan pelaksanaan kampanye. c. Menindaklanjuti setiap rekomendasi Pengawas Pemilu terkait pelanggaran yang dilakukan oleh ASN dan pemerintah daerah. fasilitas negara BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM dalam 241 5.3.5. Pemerintah Daerah a. Memastikan netralitas ASN Pemerintah Daerah dalam Pileg dan Pilpres dan menindaklanjuti setiap rekomendasi pengawas atas dugaan pelanggaran. b. Mencegah terjadinya penggunaan pelaksanaan kampanye. c. Memfasilitasi kegiatan sosialisasi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan/pemantauan Pemilu. fasilitas negara dalam 5.3.6. Aparat Keamanan/Penegak Hukum a. Memberikan perlindungan terhadap penyelenggara Pemilu dari potensi tindak kekerasan. b. Memberikan perlindungan kepada pemilih untuk menggunakan hak pilihnya secara bebas, adil, dan mandiri terutama atas kekerasan fisik terhadap pemilih. c. Memastikan netralitas aparat penegak keamanan/penegak hukum dalam pelaksanaan Pileg dan Pilpres. 5.3.7. Masyarakat Sipil 242 a. Masyarakat sipil terlibat aktif dalam mengawal proses Pileg dan Pilpres Serentak untuk meminimalisasi potensi kecurangan yang terjadi. b. Masyarakat sipil aktif mengawal dan menjaga kondusivitas pelaksanaan Pileg dan Pilpres Serentak. c. Masyarakat sipil menjaga soliditas warga agar tidak terjadi retakan sosial akibat polarisasi pilihan Pilpres. d. Masyarakat sipil harus bijak bermedia sosial dengan cara menyaring sebelum menyebar (saring sebelum sharing (S3)). e. Meningkatkan partisipasi kelompok perempuan dan minoritas seperti kelompok disabilitas dan pemilih marjinal lainnya dalam Pilkada Serentak tahun 2019. INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 5.3.8. Media a. Mengedepankan kode etik jurnalistik dan penyiaran agar jalannya Pileg dan Pilpres berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, termasuk tidak memberitakan isu-isu sensitif yang memicu kerawanan yang memicu konflik di tengah-tengah masyarakat. b. Menyajikan liputan dan pemberitaan berimbang (cover both sides) dalam konteks memberikan informasi yang produktif bagi publik dan jauh dari berita bohong (hoax) dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 243 244 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 DAFTAR PUSTAKA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 245 Agustino, L. 2017. Politik Lokal dan Otonomi Daerah. Bandung: Alfabeta. Andrain, C.F. and Smith, J.T. 2006. Political Democracy, Trust and Social Justice: A Comparative Overview. Boston: Northeastern University Press. Asshiddiqie, J. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI. Bawaslu. 2014. Indeks Kerawanan Pilkada 2015. Jakarta: Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia. Bawaslu. 2016. Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2017. Jakarta: Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia. Bawaslu. 2017. Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2018. Jakarta: Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia. Bawaslu. 2018. Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Tahun 2019. Jakarta: Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia. Beetham, D. and Boyle, K. 2009. Introducing Democracy 80: Questios and Answer. Paris: Unesco Publishing. Birch, S. 2011. Electoral Malpractice. Oxford: Oxford University Press. Birch, S. & Muchlinski, D. 2018. Electoral Violence: Patterns and Trends. In Holly Ann Garnett and Margarita Zavadskaya. Electoral Integrity and Political Regimes. New York: Routledge. Budiardjo, M. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Dahl, R. 1980. Analisa Politik Modern. Terjemahan. Jakarta: Dewaruci Pers. Dahl, R. 2001. Perihal Demokrasi. Terjemahan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. DKPP diakses dari http://dkpp.go.id/_file/publikasi/pengenalan_dkpp_ para_hakim_agun g_dan_hakim_tinggi Emmerson, D.K. 1983. Understanding The New Order, Bureaucratic Pluralism in Indonesia. Asian Survey Vol. XXII, 11 November 1983. Firmanzah. 2010. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning, Ideologi Politik dan Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 246 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Ginsberg, B. 1982. The Consequences of consent: Elections, Citizen control and Popular Acquisecence. Mass:Addison-Wesley Publishing. Hikam, M.A.S. 2015. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: Pustaka LP3ES. Huntington, S.P. 1991. Gelombang Demokrasi Ketiga. Terjemahan. Jakarta: Rajawali Press. IDEA. 2010. Keadilan Pemilu Ringkasan Buku Acuan International IDEA (terjemahan atas kerja sama International IDEA, Bawaslu RI, dan Centro). Jakarta: IDEA. IDEA. 2002. Standar-standar Internasional untuk Pemilihan Umum : Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu Seri Buku Panduan. Terjemahan. Stockholm: International IDEA. IFES Indonesia. 2011. Pedoman Untuk Memahami, Menangani, dan Menyelesaikan Sengketa Pemilu. Terjemahan. Washington D.C.: International Foundation for Electoral System. KBBI daring diakses dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/rawan KPU diakses http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2008/11/Pemilu-1999 Lijphart, A. 2012. Patterns of Democracy: G ove r n ment Forms andPerformance in Thirty-Six Countries. NY: Yale University Press. Lopez-Pintor, R. 2010. Assessing Electoral Fraud in New Democracies, a Basic Conceptual Framework. IFES White Paper. McClosky, H. 1972. Political Partisipation. New York: The Macmillan Company. Neuman, L.W. 2000. Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approach, 4th Edition. USA: Allyn & Bacon. BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 247 PBB. 1948. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Rights/UDHR), Resolusi Majelis Umum PBB 217 A (III), 10 Desember 1948. Pitkin, H.F. 1969. Representation. New York: Atherton Press. Renier, G.J. 1997. History its Purpose and Method. Terjemahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rumah Pemilu diakses di http://www.rumahPemilu.com/laporan/Rumah-Pemilu-2014-di-Indonesia-Laporan-Akhir-April-2015.pdf Santoso, P.B. 1997. Birokrasi Pemerintah Orde Baru, Perspektif Kultural dan Struktural. Jakarta: Rajawali Press. Schattschneider, E.E. 2009. Party government: American Government in Action. New Brunswick: Transaction Publisher. Sharma, S., Mukherjee, S., Kumar, A., & Dillon, W.R. 2005. A simulation study to investigate the use of cutoff values for assessing model fit in covariance structure models. Journal of Business Research 58(1): 935-943. Tabachnick, B.G. and Fidell, L.S. 2007. Using Multivariate Statistics. New York: Allyn and Bacon. 248 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 249 250 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 LAMPIRAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 251 LAMPIRAN 1 – Pengumpulan Data IKP 2019 Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara Kota Gunung Sitoli, Sumatera Utara 252 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Kabupaten Memberano Tengah, Papua Kabupaten Tegal, Jawa Tengah BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 253 Kota Pasuruan, Jawa Timur Kabupaten Buru, Maluku 254 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Kabupaten Magelang, Jawa Tengah Kabupaten Belitung Timur, Bangka-Belitung BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 255 Kabupaten Kepahiang, Bengkulu Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat 256 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 Kabupaten Landak, Kalimantan Barat Kota Bima, Nusa Tenggara Barat BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 257 LAMPIRAN 2 – Pelatihan Pengumpulan Data IKP 2019 258 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 259 260 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 LAMPIRAN 3 – Penyusunan Instrumen IKP 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 261 262 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 LAMPIRAN 4 – Dimensi Partisipasi Politik Tingkat Kabupaten/Kota BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 263 264 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 265 266 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 267 268 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 269 LAMPIRAN 5 – Dimensi Konteks Sosial-Politik Tingkat Kabupaten/Kota 270 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 271 272 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 273 274 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 275 LAMPIRAN 6 – Dimensi Kontestasi Tingkat Kabupaten/Kota 276 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 277 278 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 279 280 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 281 282 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 LAMPIRAN 7 – Dimensi Penyelenggaraan Pemilu Tingkat Kabupaten/Kota BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 283 284 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 285 286 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 287 288 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 289 LAMPIRAN 8 – Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Keamanan Tinggi NO. 290 KABUPATEN/KOTA SKOR 1 KABUPATEN MAMBERAMO RAYA 90.48 2 KABUPATEN SAROLANGUN 84.52 3 KABUPATEN TELUK BINTUNI 83.33 4 KABUPATEN MANOKWARI 82.14 5 KABUPATEN MALINAU 79.76 6 KABUPATEN MINAHASA 78.57 7 KABUPATEN GORONTALO UTARA 73.81 8 KABUPATEN LOMBOK TIMUR 72.62 9 KABUPATEN BIREUEN 72.62 10 KABUPATEN LUWU 69.05 11 KABUPATEN PONOROGO 67.86 12 KABUPATEN MURUNG RAYA 67.86 13 KABUPATEN SORONG 67.86 14 KABUPATEN HALMAHERA TENGAH 66.67 15 KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN 66.67 16 KABUPATEN SLEMAN 66.67 17 KABUPATEN SANGGAU 66.67 18 KABUPATEN NATUNA 66.67 19 KABUPATEN NIAS BARAT 66.67 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 LAMPIRAN 9 – Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Otoritas Penyelenggara Pemilu Tinggi NO. KABUPATEN/KOTA SKOR 1. KABUPATEN LOMBOK TIMUR 74.70 2. KABUPATEN HALMAHERA TENGAH 70.48 3. KOTA KENDARI 68.67 4. KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN 68.07 5. KOTA SABANG 68.07 6. KOTA GORONTALO 67.47 7. KABUPATEN FAKFAK 66.27 LAMPIRAN 10 – Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Penyelenggara Negara Tinggi NO KABUPATEN/KOTA SKOR 1. KABUPATEN TELUK BINTUNI 82.98 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 291 LAMPIRAN 11 – Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Relasi Kuasa Lokal Tinggi 292 NO. KABUPATEN/KOTA 1 KABUPATEN WAY KANAN 86 2 KABUPATEN PONOROGO 86 3 KABUPATEN GUNUNG MAS 86 4 KABUPATEN LOMBOK TIMUR 86 5 KABUPATEN GORONTALO UTARA 86 6 KABUPATEN TELUK BINTUNI 86 7 KABUPATEN JAYAWIJAYA 86 8 KABUPATEN DOGIYAI 86 9 KABUPATEN SAROLANGUN 86 10 KABUPATEN WAJO 78 11 KABUPATEN LAMPUNG UTARA 74 12 KABUPATEN CIAMIS 74 13 KABUPATEN KARAWANG 74 14 KABUPATEN BOJONEGORO 74 15 KABUPATEN JEMBER 74 16 KABUPATEN NIAS UTARA 74 17 KABUPATEN KARO 74 18 KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN 74 19 KOTA KOTAMOBAGU 74 20 KABUPATEN POSO 74 21 KABUPATEN SINJAI 74 22 KABUPATEN KOLAKA TIMUR 74 23 KABUPATEN KEPULAUAN ARU 74 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019 SKOR LAMPIRAN 12 – Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Proses Pencalonan Tinggi NO. KABUPATEN/KOTA SKOR 1 KOTA BANDA ACEH 76.81 2 KOTA LANGSA 75.36 3 KOTA METRO 72.46 4 KOTA MOJOKERTO 72.46 5 KABUPATEN NUNUKAN 69.57 6 KABUPATEN BENER MERIAH 68.12 7 KABUPATEN PIDIE JAYA 68.12 8 KABUPATEN PASURUAN 66.67 9 KABUPATEN KAPUAS 66.67 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 293 LAMPIRAN 13 – Kabupaten/Kota dengan Kerawanan Partisipasi Partai Tinggi NO. 294 KABUPATEN/KOTA SKOR 1. KABUPATEN ACEH JAYA 75.68 2. KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 75.68 3. KABUPATEN BULUNGAN 75.68 4. KABUPATEN MEMPAWAH 75.68 5. KABUPATEN BERAU 75.68 6. KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA 72.97 7. KABUPATEN MINAHASA SELATAN 72.97 8. KABUPATEN MIMIKA 72.97 INDEKS KERAWANAN PEMILU 2019