GADAI BERAGUANAN EMAS DALAM HUKUM EKONOMI SYARIAH
DI INDONESIA
Khairul Arief Romadhan; Muhammad Fahmi Rois
Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang
khairulariefromadhan@gmail.com; fahmirois.berq@gmail.com
Abstrak
Lahirnya Undang-undangNomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang
mana dalam undang-undang tersebut, bank syariah disebut sebagai bank dengan
sistem bagi hasil. Lalu, pada tahun 1998, disahkanlah Undang-undang Nomor
10Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam undang-undang perubahan tersebut, digunakan istilah
bank dengan prinsip syariah. Undang-undang perubahan itu juga mengatur
tentang perbankan sistem ganda (dualsystem banking), yaitu konvensional dan
syariah. Istilah bank syariah dipertegas lagi dengan lahirnya Undang-undang
Nomor21 Tahun 2008 tentang PerbankanSyariah.Gadaisyariah yang merupakan
salahsatu Lembaga Keuangan Syariah yang memberikan kemudahan
bagimasyarakat untuk memperoleh dana dengan waktu yang cepat,serta gadai
syariah dapat juga sebagai tempat untuk berinvestasi dengan berasaskan syariah.
Kata kunci:gadai, syariah, emas.
A. Pendahuluan
Di Indonesia berlaku sistem ekonomi ganda (dualeconomic system), yaitu
sistem ekonomi konvensional dan sistem ekonomi syariah. Dua sistem ini bergulir
sejak dipraktikkannya sistem perbankan syariah, yaitu ditandai dengan lahirnya
Bank Muamalat pada 1991. Kemudian ditindaklanjuti dengan lahirnya UndangUndang No. 7 Tahun1992 tentang Perbankan. Dalam UU Perbankan tersebut,
bank syariah disebut sebagai bank dengan sistem bagi hasil. Lalu pada 1998,
disahkan UU No. 10Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam UU Perubahan itu sudah digunakan istilah bank dengan
prinsip syariah. UU Perubahan itu juga mengatur tentang perbankan sistem ganda
50
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
(dualsystem banking), yaitu konvensional dan syariah. Istilah bank syariah
dipertegas dengan lahirnya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.1
Selain itu, di Indonesia berkembang pula lembaga keuangan syariah
nonbank, yaitu Lembaga Asuransi Syariah, Pasar Modal Syariah, Pegadaian
Syariah, DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) Syariah, Koperasi Syariah,
Perusahaan dengan Prinsip Syariah, Badan Wakaf, Badan Amil Zakat, dan
BMT(BaitulMal watTamwil).
Gadai Syariah sering diidentikkan dengan Rahn yang secara bahasa
diartikan al-tsubut
Luhgat memberi
wa
al-dawam (tetap
arti al-hab (tertahan).2
dan
Sedangkan
kekal)
sebagian Ulama
definisi al-rahn menurut
istilah yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta dalam
pandangan syar’a untuk kepercayaan suatu utang, sehingga memungkinkan
mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.3
Istilah rahn menurut Imam Ibnu Mandur diartikan apa-apa yang diberikan
sebagai jaminan atas suatu manfaat barang yang diagunkan. 4 Dari kalangan Ulama
Mazhab Maliki mendefinisikan rahn sebagai “harta yang dijadikan pemiliknya
sebagai jaminan hutang yang bersifat mengikat“, ulama Mazhab Hanafi
mendefinisikannya dengan “menjadikan suatu barang sebagai jaminan terhadap
hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak tersebut, baik
seluruhnya
maupun
sebagiannya“.
Ulama
Syafii
dan
Hambali
dalam
mengartikan rahn dalam arti akad yakni menjadikan materi (barang) sebagai
jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang
berhutang tidak bisa membayar hutangnya.5
Semakin besarnya minat masyarakat akan pembiayaan gadai syariah, maka
perbankan syariah yang merupakan salah satu lembaga yang menyediakan produk
tersebut harus tetap dikawal agar tidak ada banker yang melakukan penyimpangan
1
http://perpus.fakum.untad.ac.id/info-buku/68-aspek-hukum-lembaga-keuangan-syariah-diindonesia.html
2
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Bandung : CV. Diponegoro, 2003.
3
Ghufran Sofiyanah, Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah, Jakarta : RENAISAN
Anggota IKAPI, 2005.
4
Ibnn Rusdy, Bidaya al-Mujtahid, alih bahasa Imam Gazali Said, Jakarta: Pustaka Amini, 1991.
5
Imam al’ama Ibn Mandur, Lisan al-Arab, Beirut: Muassah Tarikh al-Arabi, 1999.
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
51
terhadap sistem yang telah ada karena dapat merusak citra perbankan syariah
dimata masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan terhadap penerapan
dan pelaksanaan produk pembiayaan ini agar
masyarakat yang telah
menggunakan produk tersebut semakin yakin dengan prinsip syariah yang telah
dijelaskan dan untuk masyarakat yang belum memanfaatkan produk pembiayaan
menjadi yakin dan tertarik dengan produk tersebut. Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia merupakan panduan dalam bagi Perbankan
Syariah dalam melakukan Operasional kegiatannya dari aspek menghimpun dana
dari masyarakat, menyalurkan dana kepada masyarakat dan jasa keuangan lainnya
dan akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian target
perbankan
syariah
karena
peraturan
pertumbuhan
tersebut merupakan formulasi yang
dibuat oleh para pakar ekonomi Syariah (Muhammad, 2010: 395).
Gadai emas adalah produk bank syariah berupa fasilitas pembiayaan
dengan cara memberikan utang (qardh) kepada nasabah dengan jaminan emas
(perhiasan/lantakan) dalam sebuah akad gadai (rahn). Bank syariah selanjutnya
mengambil upah (ujrah, fee) atas jasa penyimpanan/penitipan yang dilakukannya
atas emas tersebut berdasarkan akad ijarah (jasa). Jadi, gadai emas merupakan
akad
rangkap
(uqud murakkabah,
multi-akad),
yaitu
gabungan
akad rahn dan ijarah. (lihat Fatwa DSN MUI No 26/DSN-MUI/III/2002 tentang
gadai emas).Berdasarkan pemaparanlatarbelakang di atas,makamasalah yang
timbuladalah:
1.
Apakah yang dimaksud dengan gadai syariah?
2.
Bagaimanakah penggunakan akad Qardh dan akad Ijarah dengan anggunan
emas pada gadai syariah?
B. MetodePenelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif metode penelitian normatif tersebut disebut juga
pengertian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang memusatkan
pada analisis hukum baik hukum yang tertulis dalam buku (law in Books) maupun
hukum yang diputuskan oleh hakim melalui putusan pengadilan (law is decided
52
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
by the judge through the judicial process).6Penelitian ini dilakukan untuk
mengkaji
dan
menganalisis
gadaiemasberagunanemasdalamhokumekonomisyariah
Indonesia
berdasarkan
bahan hukum utama dengan cara menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang
bersifat teoritis yang menyangkut asas hukum, konsepsi doktrin dan norma
peraturan perundang-undangan yang berkaitan penelitian ini.pendekatan ini
dikenal dengan pendekatan kepustakaan yakni dengan mempelajari buku-buku,
peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penelitian.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1.
Gadai Syariah
Secara
umum
rahn
dikategorikan
sebagai
akad
yang
bersifat
derma/tabarruk sebab apa yang diberikan penggadai (rahin) kepada penerima
gadai (murtahin) tidak ditukar dengan sesuatu. Yang diberikan murtahin kepada
rahn adalah uang. Bukan penukar atas barang yang digadaikan. Rahn juga
termasuk akad yang bersifat ‘ainiyah, yaitu dikatakan sempurna apabila sudah
menyerahkan benda yang dijadikan akad, seperti hibah, pinjam meminajam,
titipan dan qirad.7
Sebagai referensi atau landasan hukum pinjam-meminjam dengan jaminan
(borg) adalah firman Allah Swt.
Artinya:Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah secara tidak tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang ( oleh berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
6
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Grafiti Press,
2006), Hlm. 118
7
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Cet. 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 105.
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
53
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah
Tuhannya (Qs. al-Baqarah: 283).
Menurut Sayyid Sabiq bahwa gadai itu baru dianggap sah apabila
memenuhi empat syarat, yaitu:8
1.
Orangnya sudah dewasa.
2.
Berpikiran sehat.
3.
Barang yang akan digadaikan sudah ada pada saat terjadi akad gadai dan
barang gadaian itu dapat diserahkan/diserahkan kepada penggadai.
4.
Barang atau benda yang dapat dijadikan jaminan itu dapat berupa emas,
berlian dan benda bergerak lainnya dan dapat pula surat-surat berharga (surat
tanah atau surat rumah).9
Ketentuan gadai syariah telah diatur dalam ketentuan Dewan Syariah
Nasional sebagai berikut:10
1.
Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun
(barang) sampai semua utang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2.
Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun
tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak
mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya
pemeliharaan dan perawatannya.
3.
Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban
Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan
pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.
4.
Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan
berdasarkan jumlah pinjaman.
5.
Penjualan Marhun
a.
Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk
segera melunasi utangnya.
b.
Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual
paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
8
S. Purnamasari, Ibid.
Ibid, hlm.256
10
Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 Tentang Rahn.
9
54
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
c.
Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya
penjualan.
d.
Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya
menjadi kewajiban Rahin.
Rahn atau pinjaman dengan jaminan suatu benda memiliki beberapa
rukun, antara lain yaitu:11
1.
Akad dan ijab Kabul
2.
Aqid, yaitu orang yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai
(murtahin). Adapun syarat yang ber-akad adalah ahli tasyarruf.12
3.
Barang yang dijadikan jaminan (borg), syarat pada benda uyang dijadikan
jaminan ialah keadaan barang itu tiddak rusak sebelum janji hutang harus
dibayar. Rosul bersabda, setiap barang yang boleh diperjual belikan boleh
dijadikan barang gadai.
Ada hutang, disyaratkan keadaan hutang telah tetap. Menurut ulama
Hanafiyah mensyaratkan marhun, antara lain:13
1.
Dapat diperjualbelikan
2.
Bermanfaat
3.
Jelas
4.
Milik rahin
5.
Bisa diserahkan
6.
Tidak bersatu dengan harta lain
7.
Dipegang oleh rahin
8.
Harta yang tetap atau dapat dipindahkan.14
Alasan utama mengapa broker gadai syariah hanya menerima emas adalah
untuk menghilangkan unsur gharar yaitu ketidakpastian. Menurut Institute of
11
S. Purnamasari, Upaya-Upaya Pegadaian Syariah Dalam Mengentaskan Praktik Riba, hlm. 5.
yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan gadai. Menurut ulama Syafi’iyah ahliyah adalah orang yang telah sah untuk jual
beli, yakni berakal dam mumayyis, tetapi tidak disyaratkan harus baligh.
13
S. Purnamasari, Ibid.
14
Ibid, hlm. 162
12
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
55
Islamic Banking and Insurance (2015), Gharar dilarang oleh Alquran, yang secara
eksplisit melarang perdagangan yang dianggap memiliki risiko berlebihan karena
ketidakpastian. Bagi penilai yang tidak terlatih nilai agunan seperti jam tangan,
batu permata dan berlian dll mungkin berbeda secara luas. Barang-barang ini
harus dievaluasi oleh personil terlatih. Emas di sisi lain, memiliki harga standar
yang berfluktuasi sesuai harga pasar emas internasional. Harga emas atau
perhiasan emas karena itu standar dan ini menghilangkan unsur gharar.15
Skema Ar-Rahnu menyediakan produk keuangan untuk pedagang kecil
dan kelompok pendapatan rendah yang biasanya memiliki beberapa kesulitan
untuk mendapatkan fasilitas tersebut dari sistem keuangan konvensional. Ini
adalah sistem pembiayaan berbasis agunan berbasis Islam, diperkenalkan sebagai
sumber pembiayaan berbasis syariah dan sumber pembiayaan yang lebih mudah,
dengan emas sebagai jaminan dengan imbalan uang tunai. Pialang gadai Islam
didasarkan pada empat konsep yaitu Qardhul Hassan (Wajib YadAmanah), Alujrah (amanah), danWadiah Yadhomanah (dijamin dengan jaminan) (Bhatt and
Sinnakkannu, 2008).16
Pembentukan skema Ar-Rahnu di lembaga perbankan dengan maksud
untuk memberikan kepatuhan syariah dan alternatif yang lebih baik dari metode
pembiayaan bagi masyarakat Muslim namun tidak dapat dikonsumsi pada tingkat
yang baik dari penggunaan karena dua alasan yaitu; Sebuah persepsi bahwa
institusi perbankan selalu diasosiasikan untuk mereka yang memiliki uang dan
tidak cocok dengan kelompok berpenghasilan rendah dengan hanya sedikit emas
sebagai aset gadai; Dan kemungkinan bahwa mereka yang ingin uang cepat
mungkin menemukan bahwa mereka tidak memenuhi syarat karena ada kaset
merah dalam mendapatkan pembiayaan atau pinjaman dari lembaga-lembaga
tersebut (Amin et al, 2007).17
15
Nor Zaihan bin Mohd Noar&Mohd Aminul Islam, A Study On The Efficacy Of Islamic Pawn
Broking Services In Fulfilling Socio –Economic Needs: A Case Of Two Cities-Kuantan And Kuala
Terengganuin Malaysia.
16
Mohamad Abd Hamid, Ishak Abd Rahman, &Ahmad Nafis Abd Halim, Key Factors Influencing
Customers to Use Ar-Rahnu (Islamic Pawn Shop) In Malaysia: Evidence from Bank Rakyat, hlm.
74.
17
Mohamad Abd Hamid, Ishak Abd Rahman, &Ahmad Nafis Abd Halim, Ibid.
56
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
2.
Akada Qard dan akad Ijarah dengan Angggunan Emas pada Gadai
Syariah
a.
Akad Qard
Pembiayaan berdasarkan akad pinjam meminjam ini ditempuh bank dalam
keadaan darurat (emergency situation), karena pada prinsipnya melalui
pembiayaan berdsarkan akad pinjam meminjam ini bank tidak boleh mengambil
keuntungan dari nasabah sedikit pun, kecuali hanya sebatas biaya administrasi
yang benar-benar digunakan oleh pihak bank dalam proses pembiayaan.
Pembiayaan akad pinjam meminjam dibenarkan menjadi dua, yaitu pembiayaan
qardh dan pembiayaan qardh al-hasan.18
Ketentua qardh telah diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional, sebagai
berikut:19
Pertama: Ketentuan Umum al-Qardh
1.
Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang
memerlukan.
2.
Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada
waktu yang telah disepakati bersama.
3.
Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
4.
LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
5.
Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela
kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad.
6.
Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya
pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan
ketidakmampuannya, LKS dapat:
a.
memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
b.
menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Kedua: Sanksi
18
19
Abdul Ghafur Anshari, Loc. cit. hlm. 23.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
57
1.
Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian
atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidak-mampuannya, LKS
dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah.
2.
Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat
berupa --dan tidak terbatas pada-- penjualan barang jaminan.
3.
Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi
kewajibannya secara penuh.
Ketiga: Sumber Dana
Dana al-Qardh dapat bersumber dari:
a.
Bagian modal LKS;
b.
Keuntungan LKS yang disisihkan; dan
c.
Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya
kepada LKS.
Keempat: 1.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
2.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana mestinya.
b.
Akad Ijarah
Jenis pembiayaan ini diberikan kepada nasabah yang ingin mendapatkan
manfaat atas dasar suatu barang tertentu tanpa perlu memiliki. Untuk memenuhi
kepentingan nasabah dimaksud, maka pihak bank syariah dapat menyewakan
barang yang menjadi objek sewa dan untuk itu pihak bank berhak mendapatkan
uang sewa (ujrah) yang besarnya sesuai kesepakatan. Varian dari akad sewamenyewa ini selain berupa pembiayaan ijarah, maka dimungkinkan pihak nasabah
untuk memiliki barang yang disewa di akhir masa sewa dengan menggunakan
akad opsi melalui mekanisme hibah maupun mekanisme beli. Yang terakhir ini
disebut Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT).
58
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
Dewan Syariah telah mengeluarkan fatwa tentang ijarah yaitu sebagai
berikut:
Pertama: Rukun dan Syarat Ijarah
1.
Pernyataan ijab dan qabul.
2.
Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberian sewa (lessor,
pemilik aset, LKS) dan Penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari
penggunaan aset, nasabah)
3.
Obyek kontrak: pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset.
4.
Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak yang harus
dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan
bukan aset itu sendiri.
5.
Sighat Ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang
berkontrak , baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent,
dengan cara penawaran dari pemilik aset (LKS) dan penerimaan yang
dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua: Ketentua Obyek Ijarah
1.
Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2.
Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
3.
Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
4.
Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5.
Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6.
Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7.
Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada
LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam
jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
8.
Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis
yang sama dengan obyek kontrak.
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
59
9.
Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan
dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
1.
Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
2.
a.
Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
b.
Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c.
Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
a.
Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga
keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak.
b.
Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak
materiil).
c.
Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak
penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas
kerusakan tersebut.
Keempat: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Dewan Syariah Nasional juga telah mengeluarkan fatwa tentang Ijarah
Muntahiya Bit Tamlik, dengan ketentuan sebagai berikut:20
Pertama: Ketentuan Umum:
Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor:
09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi
al-Tamlik.
b.
Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus
disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
20
Fatwa DSN Nomor. 27/DSN-MUI/III/2002.
60
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
c.
Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
Kedua: Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1.
Pihak
yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus
melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan,
baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa
Ijarah selesai.
2.
Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah
wa'd, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan,
maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa
Ijarah selesai.
Ketiga: 1.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
2.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana mestinya.
Fatwa DSN memang menyebutkan secara terperinci mengenai rukun dan
syarat sah dari gadai emas ini adalah harus ada murtahin (penerima gadai), rahin
(yang menyerahkan barang), dan marhun (barang yang digadaikan). Gadai Emas
di Bank BRI Syariah telah memenuhi rukun dan syarat sah gadai emas sesuai
dengan Fatwa DSN yaitu adanya murtahin (Bank BRI Syariah), rahin (Nasabah),
dan marhun (barang yang digadaikan berupa perhiasan emas atau emas batangan).
Bank BRI Syariah sebagai murtahin sesuai dengan Fatwa DSN, berhak untuk
menahan marhun atau barang yang digadaikan berupa emas sampai Nasabah
melunasi hutangnya.
Untuk ijab qabul atau perjanjian gadai, dalam implementasi pada Bank
BRI Syariah perjanjian tersebut tertuang dalam Sertifikat Gadai Syariah (SGS)
dimana akad yang digunakan adalah Akad Pinjaman dengan Gadai (akad qardh)
dan Akad Sewa Tempat (akad ijarah). Untuk pemeliharaannya, dalam Fatwa DSN
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
61
No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn disebutkan bahwa pemeliharaan dan
penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, tetapi dapat
dilakukan juga oleh murtahin. Pada praktek Gadai Emas pada Bank BRI Syariah,
marhun harus disimpan dan dipelihara secara langsung oleh Bank BRI Syariah.
Hal ini dilakukan agar ada jaminan bahwa rahin akan membayar hutangnya tepat
waktu.
21
Prosedur pelelangan barang jaminan jatuh tempo menurut SOP BRI
Syariah. Pihak Perusahaan (Bank) diwajibkan untuk menghubungi para nasabah
yang sudah jatuh tempo masa pinjamannya minimal 7 hari sebelum jatuh tempo
masa pinjamannya.
Setelah perberitahuan jatuh tempo kepada Nasabah dilaksanakan, kepada
Nasabah masih diberi kesempatan terakhir untuk menyelesaikannya sampai batas
tenggang waktu eksekusi barang jaminan yaitu 4 hari setelah tanggal jatuh
tempo.22Metode pelaksanaan lelang memang sudah tercantum dalam SOP
Panduan Pelaksanaan Lelang, namun pada realita yang terjadi selama ini Bank
BRI Syariah belum pernah melaksanakan lelang tersebut, akan tetapi Bank BRI
Syariah langsung mengundang Toko Emas yang ada di Pekanbaru dan langsung
menanyakan berapa Toko tersebut berani membeli barang jaminan tersebut, jika
harga sudah disepakati maka akan terjadi transaksi jual beli. Transaksi tersebut
dilakukan dengan menggunakan telephon.23Menurut ketentuan surat edaran BI
No. 14/7/DPbS perihal Produk Qardh Beragun Emas Bagi Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah. Bank Syariah atau UUS wajib menjelaskan secara lisan atau
tertulis (transparant) kepada nasabah antara lain:
a.
karakteristik produk antara lain fitur, risiko, manfaat, biaya, persyaratan, dan
penyelesaian apabila terdapat sengketa;
b.
hak dan kewajiban nasabah termasuk apabila terjadi eksekusi agunan emas.
Akad yang terkait dengan produk Qardh Beragun Emas yangsudah ada
sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini dinyatakan tetap berlaku
21
Ahmad Maulidizen, Aplikasi Gadai Emas Syari’ah: Studi Kasus Pada BRI Syari’ah Cabang
Pekanbaru.
22
Mega Pendra (Penaksir Madya Bank BRI Syariah Kantor Cabang Pekanbaru) Wawancara
Dengan Ahmad Maulidizen.
23
Ibid.
62
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
sampai dengan jatuh tempo, dan dapat diperpanjang. Pembiayaan Qardh Beragun
Emas dapat diberikan palingbanyak sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) untuk setiap nasabah, dengan jangka waktu pembiayaan paling
lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua)
kali.Perpanjangan jangka waktu Qardh Beragun Emas yang telahdilakukan oleh
Bank Syariah atau UUS sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini
tidak dihitung sebagaiPerpanjangan.
D. Penutup
Dengan jumlah penduduk Indonesia yang banyak dengan mayoritas
beragama islam. Produk-produk keuangan yang berbasis syariah sangat berguna,
dan menggantikan sistem keuangan konvensional pada masa ini.
Pemerintah telah memberikan pilihan mengenai sistem keuangan kepada
masyarakat yaitu sistem keuangan syariah dan sistem keuangan berbasis syariah.
Sistem keuangan berbasis syariah terdiri :
a.
Bank syariah,
b.
Lembaga keuangan mikro syariah,
c.
Asuransi syariah,
d.
Reasuransi syariah,
e.
Reksadana syariah,
f.
Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,
g.
Sekuritas syariah,
h.
Pembiayaan syariah,
i.
Pegadaian syariah,
j.
Dana pensiun lembaga keuangan syariah,
k.
Bisnis syariah.
Gadai syariah sebagai salah satu layanan keuangan berbasis syariah yang
dimiliki oleh Indonesia harus diperbaiki sistem keuangannya terutama pada
penerapan prinsip-prinsip syariah. Karena kondisi dilapangan produk-produk yang
dikeluarkan yang mengatasnamakan syariah tapi dalam pelaksanaannya tidak
sesuai dengan prinsip syariah.
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018
63
Daftar Pustaka
Buku
Abdul Ghafur Anshari,2008, Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga
Keuangan, Lembaga Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.1.
Mardani, 2014, Hukum Bisnis Syariah, Jakarta: Prenamedia Group.
Jurnal
Ahmad Maulidizen, Aplikasi Gadai Emas Syari’ah: Studi Kasus Pada BRI
Syari’ah Cabang Pekanbaru.
Erie Hariyanto, penyelesaian sengketa ekonomi syariahdi indonesia.
Mohamad Abd Hamid, Ishak Abd Rahman, & Ahmad Nafis Abd Halim, Key
Factors Influencing Customers to Use Ar-Rahnu (Islamic Pawn
Shop) In Malaysia: Evidence from Bank Rakyat.
Mohammad Omar Farooq, Qarḍ Ḥ asan, Wadi ʾah/Amanah and Bank Deposits:
Applications and Misapplications of Some Concepts in Islamic
Banking.
S. Purnamasari, Upaya-Upaya Pegadaian Syariah Dalam Mengentaskan Praktik
Riba.
Zor Zaihan Bin Mohd Noar and Mohd Aminul Islam, A Study On The Efficacy Of
Islamic Pawn Brokingservices In Fulfilling Soci –Economic Needs:
A Case Of Two Cities-Kuantan And Kuala Terengganuin Malaysia.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Fatwa
Fatwa Dewan Syariah No.25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang
Ar-Rahn
Fatwa Dewan Syariah No.26/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002 tentang
Rahn Emas
64
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum QISTIE Vol. 11 No. 1 Mei 2018