BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tasawuf adalah sebuah ilmu yang membicarakan tentang bagaimana upaya seorang manusia sebagai hamba Allah, berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Pendekatan diri manusia dalam konteks ini memberi makna bahwa seseorang dikatakan dekat dengan tuhannya apabila telah melaksanakan kewajiban pokok ditambah ibadah-ibadah lainnya yang tidak wajib dilaksanakan. Dalam tasawuf juga terdapat teori-teori yang digagas oleh para tokoh sufisebagai sebuah metode yang dapat dipraktekkan oleh siapa saja yang ingin dirinya dekat kepada tuhan mereka. Dalam konteks ini dikatakan dengan maqam-maqam (maqamat), yang dihasilkan dari latihan spiritual seseorang hamba. Sedangkan ahwal adalah kondisi seseorang yang menunjukkan kedekatannya kepada Tuhan mereka tanpa dilalui latihan-latihan spiritual. Dengan kata lain ahwal adalah kondisi atau status seorang hamba terhadap Tuhannya yang merupakan nugerah dari Tuhan, tanpa melalui usaha berupa latihan maupun pembelajaran.
Rumusan Masalah
Apa pengertian Maqamat dan tahapan-tahapannya dalam Tasawuf?
Apa pengertian Ahwal dan tahapan-tahapannya dalam Tasawuf?
Tujuan
Untuk mengetahui pengertian Maqamat dan tahapan-tahapannya dalam Tasawuf
Untuk mengetahui pengertian Ahwal dan tahapan-tahapannya dalam Tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Maqamat
Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti tempat berpijak atau pangkat mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah. Dalam bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah stages yang bearti tangga.
Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf, (Jakarta:PT Grafindo Persada,1997), 193. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakannya, baik melalui riyadha, ibadah, maupun mujahadah. Disamping itu, maqamat berarti jalan panjang atau fase-fase yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Maqam dilalui seorang hamba melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan sebuah kewajiban yang harus ditempuh dalam jangka waktu tertentu. Seorang hamba tidak akan mencapai maqam berikutnya sebelum menyempurnakan maqam sebelumnya.
Hamzah Tualeka, Akhlaq Tasawuf, (Surabaya:UINSA Press, 2013), 243-244.
Seseorang sufi yang menjalani proses Maqamat ini akan merasa dekat dengan tuhan dan hatinya menjadi tenang, tentram dan damai. Maqamat juga ditakrifkan sebagai usaha pra-kondisional berupa amalan-amalan lahir dan batin. Amalan itu kemudian dijadikan sufi sebagai maqam dalam tazkiyyah al-nafs. Maqam yang terdapat dalam tasawuf tersebut merupakan satu peringkat perjalanan kerohanian yang mempunyai peraturan-peraturan tertentu yng mesti ditaati agar selalu dekat dengan tuhan. Mendapat kecintaan dan keredaan-Nya.
Khairunnas Rajab, al-Maqam dan al-Ahwal dalam Tasawuf, Ushuluddin, 2007, 2-3.
Para sufi memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang berapa jumlah tangga atau maqamat yang harus ditempuholeh seorang sufi untuk sampai menuju Tuhan. Menurut al-Ghazali yang diuraikan dalam kitabnya, Ihya’ Ulum ad-Din, maqamat terdiri dari delapan tingkat, yaitu taubat, sabar, zuhud tawakal, mahabbah, ridha dan ma’rifat. Menurut as-Sarraj ath-thusi, maqamat terdiri dari tujuh tingkatan yaitu taubat, wara’, zuhud, faqr. Sabar, ridha, dan tawakal. Sedangkan menurut al-Kalabazy maqamat terdiri dari sepuluh tingkatan yaitu taubat, zuhud, sabar, faqr, tawadhu, taqwa, tawakal, ridha, mahabbah, dan ma’rifat. Dalam uraian ini maqamat yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah taubah, zuhud, wara’, faqr, sabar, tawakal, dan ridha.
Tahapan-tahapan Maqamat dalam Tasawuf
Taubat
Taubat berasal dari bahasa Arab taba-yatubu-taubatan yang berarti “kembali” dan penyesalan. Sedangkan taubat bagi kalangan sufi adalah memohon ampun atas segala dosa yang disertai dengan penyesalan dan berjanji dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut dan dibarengi dengan melakukan kebajikan yang dianjurkan oleh Allah. Bagi orang awam, taubat dilakukan dengan membaca astaghfirullah wa atubu ilahisedangkan bagi orang khawash taubat dilakukan dengan riyadhah dan mujahadah dalam rangka membuka hijab yang membatasi dirinya dengan Allah. Taubat ini dilakukan oleh para sufi hingga mampu menggapai maqam yang lebih tinggi.
Ibid, 244-247.
Zuhud
Zuhud secara harfiah berarti meniggalkan kesenangan dunia, atau tidak ingin sesuatu yang bersifat keduniawian. Menurut pandangan para sufi, zuhud diartikan suatu sikap melepaskan diri rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan ukhrawi. Zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan , pertama (terendah) menjauhkan ini agar terlihat dari hukuman akhirat. Kedua, menjauhi dunia dengan menimbang imbalan diakhirat. Ketiga (tertinggi), mengucilkan dunia bukan karena takut atau berharap, tetapi karena cinta kepada Allah semata.
Wara’
Wara’ secara harfiah, berarti saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau maksiat. Sedangkan dalam pandangan sufi adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas hukumnya. Baik yang menyangkut makanan, pakaian, maupun persoalan lainnya. Orang-orang wara’ dibagi menjadi tiga tingkatan. Pertama, orang yang mejauhkan diri dari syubhat. Kedua, orang yang menjauhkan diri dari sesuatu yang menjadi keraguan hati dan keganjalan di dada. Kitiga, orang arif yang sanggup menghayati dengan hati nurani.
Faqr
Faqr diartikan sebagai orang yang membutuhkan dan memerlukan. Dalam al-Qur’an, istilah ini digunakan dengan mengacu pada dua makna. Pertama, digunakan dalam konteks social ekonomi. Kedua, dalam konteks eksistensi manusia. Dalam pandangan sufi, faqr diartikan tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah dimiliki dan merasa puas dengan apa yng dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.
Sabar
Sabar secara harfiah, berarti tabah hati, menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, serta sabar dalam menerima segala cobaan yang ditimpahkan tuhan kepadanya. Sabar, jika dipandang sebagai pengekangan tuntunan nafsu dan amarah, dinamakan al-Ghazali sebagai kesabaran jiwa, sedangkan menahan terhadap penyakit fisik disebut sabar badani. Kesabaran jiwa sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek, misalnya untuk menahan nafsu makan dan seks yang berlebihan.
Rosihon Anwar, Akhlaq Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia,2009),79.
Tawakal
Tawakal secara harfiah, berarti menyerahkan diri. Pengertian umumnya adalah pasrah dan menyerahkan segalanya kepada Allah setelah melakukan rencana atau usaha. Sikap ini erat kaitannya dengan amal dan keikhlasan hati, yaitu ikhlas semata-mata karena Allah. Tanda-tanda tawakal ada tiga: pertama, menyingkirkan sikap ketergantungan. Kedua, menghilangkan bujukan yang berkaitan dengan tabiat dan ketiga, berpedoman dalam kebenaran dalam mengikiti tabiat.
Ridha
Ridha berarti rela, senang, dan suka. Sedangkan pengertian umumnya tidak menentang qadha dan qadhar Allah, menerimanya dengan hati senang. Ridha dibagi menjadi dua macam: pertama, ridha dengan Allah, berarti bahwa seorang hamba rela terhadap Allah sebagai pengatur jagad raya seisinya. kedua, ridha terhadap apa yang datang dari Allah berarti, rela terhadap apa saja yang telah menjadi ketetapan Allah.
Hamzah, Akhlak Tasawuf…, 255-257.
Pengertian Ahwal
Hal adalah bentuk jama’ dari kata ahwal yang berarti suasana atau keadaan jiwa. Secara terminologi ahwal berarti keadaan atau kondisi spiritual yang menguasai hati. Menurut Harun Nasution, hal adalah keadaan mental seperti perasaan senang, sedih, takut, dan sebagainya.
Ali Mas’ud, Akhlak Tasawuf, ( Sidoarjo: CV DwiputraPustaka Jaya, 2012), hal 112. Hal juga dapat diartikan suatu kondisi mental atau situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia dari Allah.
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 1994), hal 137.
Hal berlainan dengan maqam, hal ini bukan diperoleh atas usaha manusia, akan tetapi hal didapat sebagai anugerah dan rahmat dari Tuhan yang bersifat sementara yang dating dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya untuk mendekati Tuhan.
Nata, AkhlakTasawuf…,205. Sebagaimana dikatakan al-Qusyairi, bahwa pada dasarnya maqam adalah upaya, sedangkan hal adalah karunia. Sehingga kadangkala hal datang pada diri seseorang dalam waktu yang cukup lama dan kadang hanya sekejap. Hanya saja hal tidak datang tanpa kesadaran namun kedatangan hal bahkan harus menjadi kepribadian seseorang.
Berkenaan dengan hal, Abu Nashr at-Thusi menyebutkan 9 macam Hal, yaitu: al-Muraqabah, al-Mahabbah, al-Khauf, al-Raja’, al-Syauq, al-Uns, al-Thuma’nina, al-Musyahadah, al-Yakin.
Tahapan-tahapan Ahwal dalam Tasawuf
al-Muraqabah
Muraqabah adalah suatu kondisi dimana orang memosisikan dirinya pada keadaan waspada dan konsentrasi penuh. Selain itu, muraqabah dapat diartikan sebagai rasa penyatuan diri dengan Tuhan, dengan alam, dan dengan diri sendiri.
Dalam kondisi ini, seseorang selalu sadar bahwa dirinya tidak pernah terlepas dari pengawasan Allah, yang selalu mengawasi semua niat, gerak, tindakan, serta perilaku yng ia lakukan pada setiap situasi. Sikap Rinilah yang membawa seseorang pada suasana ketenangan, kedamaian, serta rasa syukur kepaada Allah.
al-Mahabbah
Mahabbah atau cinta, adalah suatu kondisi atau perasaan yang agung dimana orang yang mencinta itu memberikan seluruh jiwanya kepada yang dicinta. Dalam mahabbah mengandung makna kemntapan sikap untuk selalu konsisten kepada apa yang ia cintai, memikirkan yang ia cintai, serta rela berkorban apapun demi yang ia cintai.
Al-Junaid menyatakan bahwa seorang yang dilanda rasa cinta akan dipenuhi oleh ingatan pada sang kekasih, bahakan sampai melupakan dirinya sendiri. Kesadaran cinta ini pun juga berimplikasi kepada rasa penerimaan yang mantap terhadapmapapun yang terjadi di alam semesta ini, sehingga segala sesuatu baik yang mengandung kebaikan maupun kejahatan, selalu diterima dengan lapang dada.
al-Khauf
Khauf atau takut adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak mengharapkan sesuatu yang ia tidak harapkan. Banyak ungkapan yang dikemukakan oleh banyak ahli tentang khauf ini, akan tetapi pada dasarnya, khauf atau tahut ini yang dimaksudkan adalah suatu perasaan takut yang timbul dari perbuatan yang dilakukan. Seseorang yang dianda rasa takut akan berbuat yang lebih baik dari sebelumnya agar kelak akan mendapatkan kebaikan dari apa yang ia usahakan dimasa mendatang. Dan tindakannya ini selalu dipertimbangkan dan bukan hanya untuk kesenangan semata.
al-Raja’
Raja’ dapat dibilang kebalikan dari al-Khauf. Kalau al-Khauf merupakan perasaan takut sesuatu akan terjadi, sedangkan Raja’ ini justru berharap sesuatu agar terjadi. Penerapan dalam al-khauf dan al-raja’ ini pun berbeda, jika al-khauf diperlukan bagi orng yang telah melakukan kesalahan agar tidak diulangi nya lagi, sedangkan al-raja’ diperlukan untuk memupuk rasa optimisme, agar apa yang diharapkan terlaksana dengan baik.
al-Syauq ( perasaan rindu )
Syauq atau rindu adalah suatu kondisi dimana seorang selaluingin bertemu dengan yang dirindukan atau dicintai. Dalam hal ini, seorang hamba yang dilanda kerinduan kepada Allah adalah seorang hamba yang ingin selalu berdekatan dengan Nya.
al-Uns
Al-Uns atau suka cita adalah kondisi dimana sesorang merasa selalu berteman, tidak pernah merasa sepi. Dalam hal ini, al-uns dapat diartikan dengan keakraban dengan Tuhan. Ras kebahagiaan, kegembiraan, kesenangan, serta rasa suka cita yang membara karena merasakan kedekatan dengan Allah yang sangat ia cintai, semua itu akan menjadikan kepekaan dalam bathinnya.
Moenir Nahrowi, Menjelajahi Eksistensi Tasawuf Meniti Jalan Menuju Tuhan, (Jakarta: PT as-Salam Sejahtera, 2012), hal 103-104.
al-Thuma’ninah
Thuma’ninah atau rasa tenang adalah suatu kondisi dimana seseorang merasakan ketentraman hati karena terpengaruh oleh sesuatu yang lain.
al-Musyahadah
Musyahadah adalah suatu perasaan melihat Tuhan dengan mata hati, tanpa adanya keraguan sedikitpun bagaikan melihat dengan mata kepala.
al-Yaqin
Al-Yaqin mengandung 3 unsur, yakni ‘ilm al-yaqin, ‘ain al-yaqin, serta haqq al-yaqin. ‘Ilm al-yaqin adalah sesuatu yang dianggap ada setelah adanya pembuktian, ‘ain al-yaqin adalah sesuatu yang ada setelah dijelaskan, haqq al-yaqin adalah sesuatu yang ada dengan sifat-sifat yang sudah sesuai dengan kenyataannya. Namun secara umum al-yaqin dapat dijelaskan sebagai keyakinan yang kuat terhadap sesuatu kebenaran, dengan berdasarkankesaksian dari kenyataan.
Selain melaksanakan berbagai kegiatan dan usaha sebagaimana disebutkan diatas, seorang sufi juga harus melakukan serangkaian kegiatan mental seperti Riyadhah ( latihan mental dengan melaksanakan dzikr dan tafakur dengan sebanyak-banyaknya ), mujahadah ( berusaha dengan sungguh-sungguh dalam melakukan perintah Allah ), muraqabah ( mendekatkan diri kepada Allah ), dan Suluk ( menjalankan cara hidup sebagai sufi dengan dzikir ).
Mas’ud, Akhlak Tasawuf…, 136-138.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Secara harfiah, maqamat merupakan jamak dari kata maqam yang berarti tempat berpijak atau pangkat mulia. Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah. Sedangkan dalam ilmu Tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakannya, baik melalui riyadha, ibadah, maupun mujahadah.
Hal adalah bentuk jama’ dari kata ahwal yang berarti suasana atau keadaan jiwa. Secara terminologi ahwal berarti keadaan atau kondisi spiritual yang menguasai hati. Menurut Harun Nasution, hal adalah keadaan mental seperti perasaan senang, sedih, takut, dan sebagainya. Hal juga dapat diartikan suatu kondisi mental atau situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia dari Allah.
Hal berlainan dengan maqam, hal ini bukan diperoleh atas usaha manusia, akan tetapi hal didapat sebagai anugerah dan rahmat dari Tuhan yang bersifat sementara yang dating dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanannya untuk mendekati Tuhan. Sebagaimana dikatakan al-Qusyairi, bahwa pada dasarnya maqam adalah upaya, sedangkan hal adalah karunia. Sehingga kadangkala hal datang pada diri seseorang dalam waktu yang cukup lama dan kadang hanya sekejap. Hanya saja hal tidak datang tanpa kesadaran namun kedatangan hal bahkan harus menjadi kepribadian seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. 2009. Akhlaq Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia
Asmaran. 1994. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press
Mas’ud, Ali.2014. Akhlak Tasawuf. Surabaya: UINSA Press
Nahrowi, Moenir. 2012.Menjelajahi Eksistensi Tasawuf Meniti Jalan Menuju Tuhan. Jakarta: PT as-Salam Sejahtera
Nata, Abuddin.1997. Akhlaq Tasawuf. Jakarta:PT Grafindo Persada
Rajab, Khairunnas. al-Maqam dan al-Ahwal dalam Tasawuf. Ushuluddin, 2007
Tualeka, Hamzah. 2013.Akhlaq Tasawuf. Surabaya:UINSA Press
10