MANAJEMEN STRATEGI
CHAPTER 10 : STRATEGIC MANAGEMENT : Competitiveness &
Globalization
Corporate Governance
OLEH :
RELIFRA 19081061
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
1. Corporate Governance
Corporate governance atau tata kelola perusahaan merupakan
proses dalam mengelola perusahaan sehingga perusahaan dapat berjalan
sesuai dengan tujuan perusahaan dan mencapai keunggulan kompetitif.
Serta
mengelola
hubungan
dengan
pemangku
kepentingan
atau
stakeholders perusahaan dengan prinsip saling menguntungkan antara
perusahaan dan stakeholders. Hal lain dari tata kelola perusahaan yakni
memastikan setiap keputusan perusahaan terutama keputusan strategis
dapat berjalan efektif. Tata kelola perusahaan merupakan cerminan dari
standard perusahaan. Contoh : Sistem pengendalian dan pengawasan
internal, tata kelola teknologi dan pedoman perilaku etika.
2. Perbedaan antara manajemen dan corporate governance
Manajemen merupakan pengelolaan perusahaan yang mencakup
mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian serta
pengendalian sumber daya perusahaan manusia, fisik, financial dan
informasi untuk mencapai tujuan perusahaan. Manajemen lebih kepada
keputusan-keputusan yang besifat strategis, keputusan operasional serta
pengendalian
perusahaan
sumber
merupakan
daya
perusahaan.
pengawasan,
Sedangkan,
akuntabilitas
dan
tata
kelola
keputusan
strategis serta menjalin hubungan dengan stakeholders. Jadi, dapat
dikatakan bahwa tata kelo perusahaan merupakan bagian dari manajemen
perusahaan atau untuk menyempurnakan manajemen perusahaan.
3. Mengapa corporate governance penting bagi perusahaan
Tata kelola perusahaan merupakan hal yang sangat penting bagi
keberlangsungan
dan
keberhasilan
sebuah
perusahaan
dalam
menjalankan aktivitas bisnisnya. Tata kelola perusahaan berdampak pada
semua aktivitas bisnis, mulai dari hal yang kecil sampai pada pengambilan
keputusan yang strategis. Tata kelola perusahaan sangat penting dalam
menjalin hubungan denga para pemangku kepentingan (pemasok,
pemerintah, karyawan, pemegang saham, customer dan masyarakat)
sehingga perusahaan dapat menjalakan bisnis dengan baik. Penerapan
tata kelola perusahaan dapat menciptakan citra perusahaan sehingga
perusahaan memiliki nilai dan harga saham. Tata kelola perusahaan dapat
meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja di perusahaan sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dan kinerja. Contoh : Penerapan prinsip
akuntabilitas menghasilkan kualitas laporan keuangan yang baik dan
dapat dipercaya oleh para pemangku kepentingan.
4. Penerapan Good Corporate Governance apakah merugikan
Pertanyaan mengenai apakah GCG dapat merugikan perusahaan
atau tidak, tentunya penerapan GCG tidak akan merugikan perusahaan
karena penerapan GCG sangat penting untuk mempertahankan dan
meningkatkan keberlangsungan bisnis dalam mencapai keunggulan
kompetitif dan mencapai tujuan perusahaan jangka panjang serta
penerapan GCG berpengaruh pada citra perusahaan yang dapat
meningkatkan
kepercayaann
pemangku
kepentingan
dan
dapat
meningkatkan nilai dan harga saham perusahaan. Penerapan GCG
meningkatkan kinerja melalui proses keputusan strategis yang baik.
Penerapan GCG dengan prinsip-prinsip yang kuat tentu dapat berdampak
besar pada proses perusahaan dalam menjalakan bisnis. Prinsip-prinsip
tersebut
antara
lain,
transparansi,
akuntabilitas,
responsibilitas,
kemandirian, kewajaran dan kesetaraan. Contoh : perusahaan-perusahaan
AS seperti, Enron Corp tidak menjalankan GCG karena terjadi korupsi di
tingkat eksekutif perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut
runtuh.
5. Agency relationship dan managerial opportunism
Agency relationship merupakan hubungan keagenan yang dimana
dibentuk oleh pemegang saham atau pemilik dan manajer dalam
memerintah atau mendelegasikan orang lain (agen) serta memberi
wewenang dan tanggung jawab dalam proses pengambilan keputusan.
Sedangkan,
Managerial
opportunism
merupakan
motivasi
untuk
mementingan diri sendiri untuk mengambil keuntungan dari keadaan yang
sedang dihadapi perusahaan dengan cara yang tidak sehat (kelicikan dan
tipu daya).
6. Tiga makinisme internal yang dapat mengontrol dan memonitor
keputusan manajemen
Ownership concentration, represented by types of shareholders and
their different incentives to monitor managers.
Konsentratsi kepemilikan suatu kondisi sebagian besar saham
dimiliki inidividu/kelompok yang memiliki saham relatif dominan
dibandingkan pemegang saham lainnya. Konsentrasi kepemilikan
menjadikan pemegang saham dominan sebagai pengendali
manajemen. Pemegang saham memiliki peran yang sang kuat
dalam mengawasi dan mengendalikan perusahaan sehingga
perusahaan dapat berjalan secara efektif. Konsentrasi kepemilikan
dapat meningkatkan strategi dan kinerja perusahaan serta dapat
memudahkan dalam pengambilan keputusan.
The board of directors
Jajaran atau dewan direksi dipilih oleh pemegang saham untuk
memimpin suatu perusahaan sehingga perusahaan dapat berjalan
sesuai dengan apa yang diinginkan. Jajaran direksi dipilih untuk
memantau dan mengawasi kinerja dari manajer tingakat atas
perusahaan
untuk
memenuhi
kepentingan
para
pemangku
kepentingan. Dewan direksi dipilih untuk mewaki para pemegang
saham sehingga memperoleh informasi tentang perusahaaan yang
akan disampaikan kepada pemegang saham.
Executive compensation.
Kompensasi eksekutif merupakan kompensasi finansial dan non
finansial yang diterima oleh para eksekutif perusahaan atas kinerja
yang telah mereka lakukan kepada perusahaan. kompensasi untuk
para eksekutif perlu mempertimbangkan hal seperti tingkat kinerja
manajer atau keputusan yang dilakukan, apakah keputusan manajer
memberi dampak kepada perusahaan jangka panjang dan faktor
lain perubahan (ekonomi, politik dan lain sebagainya). Faktor-faktor
tersebut perlu diperhatikan oleh dewan direksi sehingga pemberian
kompensasi dapat efektif.
Tata kelola dari ketiga mekanisme internal diatas jika dilakukan
dengan baik dan efektif tentu akan memberikan dampak yang
positif bagi perusahaan untuk melayani pemangku kepentingan.
7. Mekanisme eksternal yang mengontrol keputusan manajemen
Mekanisme eksternal yang dapat mengontrol kebijakan keputusan
manajemen dalam perusahaan, seperti kebijakan pemerintah yang
mengatur tentang penyelenggaraan GCG sesuai dengan prinsip-prinsip
GCG sehingga keputusan manajemen dapat berjalan etis dan efektif.
Selain kebijakan pemerintah perusahaan dapat melalukan audit eksternal
yang melibatkan perusahaan audit yang kredibel sehingga laporan dari
perusahaan dapat dipercaya. Contoh : perusahaan yang telah bersifat
publik dapat memanfaatkan kantor akuntan publik untuk memperoleh
pendapat wajar dan laporan keuangan dapat dipercaya oleh stakeholders.
8. Prinsip-prinsip GCG di Indonesia
Kewajaran
Prinsip ini merupakan prinsip yang mengedepankan stakeholders.
Prinsip dimana pengelola dapat secara adil dan setara dalam
menjalin hubungan dengan stakeholders (pemasok, pelanggan,
karyawan, pemegang saham, pemerintahdan masyarakat serta
pihak lain).
Transparansi
Ini merupakan prinsip keterbukaan dari para pengelola menjalankan
bisnis dalam pengambilan keputusan serta penyampaian informasi
tentang perusahaan. Keputusan dan informasi yang disampaikan
kepada stakeholders harus lengkap, jelas, benar dan tepat waktu
serta tidak boleh ditutup-tutupi.
Akuntabilitas
Prinsip ini merupakan prinsip yang dapat menjadi acuan para
pengelola dalam melaksanakan sistem akuntansi dan keuangan
yang efektif sehingga laporannya dapat dipercaya atau hadal
(reliabel) dan berkualitas.
Responsibilitas
Pertanggung jawaban dari para pihak pengelola dari segala
tindakan yang mereka lakukan kepada stakeholders untuk dapat
menjalin hubungan yang baik sehingga perusahaan dapat dipercaya
oleh stakeholder. Pertanggung jawaban memperhatikan hal-hal
seperti, ekonomi, hukum, moral, sosial, dan rohani.
Kemadirian
Prinsip ini menuntut para pengelola dapat bersikap secara etis,
profesional, mandiri, bebas dari opportunism dan bebas dari
pengaruh dan tekanan dari pihak manapun dalam pengambilan
keputusan.
Contoh : Penerapan GCG dengan prinsip-prinsipnya di BUMN
merupakan keharusan dan landasan penting bagi keberhasilan BUMN
dalam mewujudkan visi dan misi serta dalam rangka mempertahankan
dan meningkatkan keberlangsungan bisnis.
9. Penearapan GCG di Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan negara
lainnya
Amerika Serikat
Penerapan GCG di Amerika dilakukan setelah terjadi nya market
crash dan krisis keuangan seperti, kasus skandal keuangan Enron
Corp, Worldcom, Xerox dan lainya yang melibatkan para eksekutif
atau manajemen tingkat atas tersebut. Hal ini disinyalir sebagai
kurang penerapan prinsip-prinsp good corporate governance serta
tidak adanya aturan yang mengatur tentang hal tersebut. Setelah
kejadian ini pemerintah Amerika Serikat melakukan perubahan
fedumental pada peraturan perundang-undangan di bidang audit
maupun pasar modal.
Jepang
Penerapan corporate governance di Jepang depengaruhi oleh,
obligasi, keluarga dan konsensus. Obligasi di Jepang masih tersa
aneh. Keluarga merupakan hal yang penting diperusahaan yang
dianggap lebih penting dari konsep-konsep ekonomi. Konsensus
memaikan peran penting di corporate governance, konsensus di
Jepang sang dihargai meski terkadang menghasilkan keputusan
yang sanga lambat.
Bank di Jepang membantu pendanaan dan monitoring perusahaanperusahaan go public. Bank merupakan pemegang saham terbesar
di Jepang serta memimiliki hubungang dekat dengan para eksekutif
perusahaan. Bank di Jepang bersedia memberi saran pada
perusahaan dalam hal financial serta menjaga perusahaan agar
tetap beroperasi. Saat ini, peran dari bank dalam pelaksanaan
corporate governance
mulai berkurang, bank Jepang tidak lagi
memiliki peran yang signifikan terhadap pengawasan serta
pengendalian
manajerial
perusahaan.
Struktur
corporate
governance mengalami perubahan dalam mengontrol pasar.
Jerman
Di Jerman pemilik dan manajer perusahaan merupakan orang yang
sama. Yang dapat menghidari dari pada permasalahan agensi.
Perusahaan go public kebanyakan memiliki pemegang saham yang
dominan. Di Jerman bank memiliki peran penting dalam tata kelola
perusahaan sebagai pemberi pinjaman, sama halnya di Jepang
bank sebagai pemegang saham mayoritas perusahaan di Jerman
ketika mereka membutuhkan modal besar dan melunasi hutang.
Bank besar di Jerman biasanya sebagai monitor dan mengontrol
para manjerial perusahaan serta bank memiliki perwakilan untuk
posisi direksi diperusahaan tersebut.
Perusahaan di Jerman menggunakan struktur dua tingkat dalam
tata kelola perusahaan, pengawasan para manajer terpisah dengan
fungsi lain direksi. Sistem dua tingkat ini juga memungkinkan
pengawasan dan pengendalian dari keputusan dapat dilakukan oleh
grup lain diluar perusahaan.
Di Jerman karena pengaruh yang kuat dan pemerintah dan bank,
pemegang saham khusus tidak dapat memiliki saham mayoritas.
Pemaegan saham institusional juga tidak dapat memiliki saham
mayoritas perusahaan.
Singapura
Di Singapura selalu melakukan revisi ulang dari penerapan tata
kelola perusahaan agar lebih baik dari sebelumnya. Menerapkan
GCG sesuai prinsip-prinsip yang digunakan dapat meningkatkan
nilai perusahan dan meningkatkan profit perusahaan. Di Singapura
Monetory
Authority
pemeriksaan
pada
of
Singapore
perusahaan
(MAS)
di
dapat
Singapura
melakukan
yang
tidak
menjalankan GCG sesuai dengan kebijakan pemerintah dan prinsipprinsip GCG serta akan memberikan sanksi atas ketidakpatuhan
perusahaan. Upaya ini merupakan salah satu langkah dari
pemerintah Singapura dalam mencegah korupsi. Singapura juga
mendirikan
Corrupt
Practices
Investigation
Bureau
(CPIB)
mencegah korupsi diperusahaan swasta maupun publik. Standard
laporan keuangan perusahaan mengacu pada standard internasionl
yaitu Singapore Financial Reporting Standard (SFRS).
Prancis
Manajemen di perusahaan Prancis memiliki kontribusi yang sangat
besar. President Directeur General (PDG) bebas melakukan
pengawasan dan pengendalian diperusahaan. Sistem GCG di
Prancis melakukan reformasi melalui code of best practies yang
dimana
mengatur
tentang
penerapan
GCG
di
perusahaan-
perusahaan prancis.
10. Contoh perusahaan yang menerapkan GCG
PT. Pertamina (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan menjadi ikon dalam penerapan GCG di Indonesia. PT.
Pertamina telah menerapkan GCG dalam menjalankan roda bisnis dengan
berbagai cara salah satunya membentuk Satuan Pengawasan Internal
(SPI). SPI merupakan bentuk evaluasi atas tindakan yang dilakukan oleh
setiap pekerja apakah berjalan sesuai prinsip-prinsip GCG atau tidak.
Manajemen GCG akan menerima pengaduan dari whistle blower system
yang diterapkan, SPI bertugas melakukan audit pendalaman untuk
mendalami permasalahan secara komprehensif. Hasil dari audit SPI
diserakan pada MSDM yang selanjutnya mengambil keputusan atas
permasalahan tersebut. SPI diharapakan memberi kontribusi kongkret
dalam rangka membangun integritas Pertamina menjadi perusahaan
publik (non listed) dengan terus meningkatkan kompetensi para auditor
melalui pelatihan, IT audit, risk base audit dan sertifikat internasional.
Dalam penerapannya Pertamina mengalami kendala pada kualitas dan
profesionalisme dari pada para auditor.
BNI merupakan perbankan besar yang ada di Indonesia yang ditutut
untuk menerapkan GCG sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, dalam
implementasinya BNI telah bekerja sama dengan KPK untuk melakukan
sosialisasi dan edukasi tentang tindak pidana korupsi dikantor pusat dan
wilayah di seluruh Indonesia. Sosialisasi dan edukasi ini bertujuan untuk
meningkatkan GCG yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme
dan kinerja perusahaan sehingga dapat memberi tambah bagi pemangku
kepentingan., implementasi GCG juga bertujuan untuk mitigasi risko
operasional perusahaan. BNI terus berbenah dalam penerapan GCG
diseluruh kantor di Indonesia dengan meningkatkan komitmen dalam
penerapan GCG dengan penandatanganan komitmen oleh anggota
komisaris, direksi, pimpinan divisi dan wilayah serta penandatangan fakta
integritas dalam pengadaan dan pengunaan barang atau jasa yang
transparan, wajar dan dapat dipertanggung jawabkan. BNI terus
meningkatkan penerapan GCG dengan terus melakukan sosialisasi dan
edukasi tentang penerapan GCG dengan meluncurkan media pengaduan,
sosialisasi tentang gratifikasi, serta meluncurkan aplikasi tentang
pemahaman dan kesadaran GCG. BNI mengalami berbagai kendala dalam
penerapan GCG seperti masalah internal yaitu penolakan akan perubahan.