ILMU, FILSAFAT, dan AGAMA
Pengertian Filsafat
Secara etimologi, istilah “filsafat” berasala dari Bahasa yunan, yaitu philosophia dan philoshophos. Philo artinya cint, sedangkan shopia atau shopos artinya kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah. Sehingga dalam hal ini definisi filsafat adalah sejumlah gagasan yang penuh dengan kebijaksanaan, pengetahua, dan hikmah.
Sepintas, antara ilmu dan filsafat terlihat sama saja. Tetapi bila ditelaah lebih jauh, akan terlihat perbedaan yang nyata antara keduanya. Namun demikian, tentu ada sisi-sisi persamaan dan juga perbedaan-perbedaan. “Walaupun filsafat muncul sebagai salah satu ilmu pengetahuan, akan tetapi ia mempunyai struktur tersendiri dan tidak dapat begitu saja dianggap sebagai ilmu pengetahuan”.
Tentu saja sedikit banyak bagi setiap ilmu pengetahuan berlaku, bahwa ilmu itu mempunyai struktur dan karakteristik tersendiri. Studi tentang ilmu kedokteran adalah sesuatu yang berbeda sekali dengan sejarah kesenian, dan ilmu pasti/matematika sesuatu yang berlainan sekali dengan ilmu pendidikan. Akan tetapi untuk filsafat, hal yang “tersendiri” ini berlaku dengan cara yang dasarnya lain.4 Ini menunjukkan bahwa filsafat memiliki akar lebih dalam daripada ilmu pengetahuan. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa filsafat adalah dasar-dasar ilmu pengetahuan itu sendiri.
Henrich Rombach, menyebutkan satu persatu sejumlah titik perbedaan antara ilmu dan filsafat. Pertama-tama, melalui filsafat kita dapat menanyakan mengenai sifat dan eksistensi dari suatu ilmu dan pengetahuan, akan tetapi “tidak ada suatu bidang di luar filsafat, yang kiranya dapat mengajukan pertanyaan yang menyangkut filsafat secara keseluruhan”. Fakta ini saja, secara fundamental sudah membedakan filsafat dari setiap ilmu pengetahuan yang lain. Bagi Plato, objek filsafat adalah penemuan kenyataan atau kebenaran mutlak, lewat dialektika.
Barangkali tempat tersendiri yang diduduki filsafat, lebih jelas lagi terlihat dari hal yang berikut. Begitu suatu ilmu pengetahuan menyadari tujuannya sendiri dan batas-batas ruang lingkup kerjanya, ilmu itu menunjukkan kemajuan dan perkembangan yang cukup merata dan logis. Setiap ilmu pengetahuan –keturunan demi keturunan – terus membangun berdasarkan asasnya semula dan dengan demikian berkembang secara berkesinambungan. Bahkan krisis-krisis dari apa yang dinamakan penelitian dasar pun hanya menyebabkan kerusuhan saja – bagaimanapun dahsyatnya kadang-kadang kerusuhan itu akan tetapi tidak ada yang musnah. Akan tetapi mengenai filsafat tidak ada “pembangunan yang logis”.
Pengetian Ilmu
J. Arthur Thompson dalam bukunya ”An Introduction to Science” menuliskan bahwa ilmu adalah deskripsi total dan konsisten dari fakta-fakta empiris yang dirumuskan secara bertanggung jawab dalam istilah-istilah yang sederhana mungkin.6 Secara bahasa, Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu, ‘ilman yang berarti mengetahui, memahami dan mengerti benar-benar.
Dalam bahasa Inggris disebut Science, dari bahasa Latin yang berasal dari kata Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam bahasa Yunani adalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang itu
Dalam Encyclopedia Americana, ilmu adalah pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis. Paul Freedman, dalam The Principles of Scientific Research mendefinisikan ilmu sebagai: bentuk aktifitas manusia yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu pengetahuan dan senantiasa lebih lengkap dan cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian hari, serta suatu kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya dan mengubah lingkungannya serta mengubah sifat-sifatnya sendiri.
Menurut . Slamet Ibrahim. Pada zaman Plato sampai pada masa Al-Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh dikatakan tidak ada. Seorang filosof (ahli filsafat) pasti menguasai semua ilmu pengetahuan. Perkembangan daya berpikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praktis dikalahkan oleh perkembangan ilmu yang didukung oleh teknologi. Wilayah kajian filsafat menjadi lebih sempit dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Sehingga ada anggapan filsafat tidak dibutuhkan lagi. Filsafat kurang membumi sedangkan ilmu lebih bermanfaat dan lebih praktis. Padahal filsafat menghendaki pengetahuan yang komprehensif yang luas, umum, dan universal dan hal ini tidak dapat diperoleh dalam ilmu. Sehingga filsafat dapat ditempatkan pada posisi dimana pemikiran manusia tidak mungkin dapat dijangkau oleh ilmu.
Pengertian Agama
Kata agama kadangkala diidentikkan dengan kepercayaan, keyakinan dan sesuatu yang menjadi anutan. Dalam konteks Islam, terdapat beberapa istilah yang merupakan padanan kata agama yaitu: al-Din, al-Millah dan al-Syari’at. Ahmad Daudy menghubungkan makna al-Din dengan kata al-Huda (petunjuk).Hal ini menunjukkan bahwa agama merupakan seperangkat pedoman atau petunjuk bagi setiap penganutnya. Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan agama (din) sebagai: “keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat –atau beberapa dzatghaib yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, ia memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia. Keyakinan mengenai ihwalnya akan memotivasi manusia untuk memujadzat itu dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukan dan pengagungan”. Secara lebih ringkas, ia mengatakan juga: bahwa agama adalah “keyakinan (keimanan) tentang suatu dzat (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah (persembahan). Sedangkan Daniel Djuned mendevinisikan agama sebagai: tuntutan dan tatanan ilahiyah yang diturunkan Allah melalui seorang rasul untuk umat manusia yang berakal guna kemaslahatannya di dunia dan akhirat. Fungsi agama salah satunya adalah sebagai penyelamat akal.
Esensi agama adalah untuk pembebasan diri manusia dari penderitaan, penindasan kekuasaan sang tiran untuk kedamaian hidup. Islam, seperti juga Abrahamic Religious keberadaannya untuk manusia (pemeluknya) agar dapat berdiri bebas di hadapan Tuhannya secara benar yang diaktualisasikan dengan formulasi taat kepada hukum-Nya, saling menyayangi dengan sesama, bertindak adil dan menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik serta merealisasikan rasa ketaqwaan. Dasar penegasan moral keagamaan tersebut berlawanan dengan sikap amoral. Dalam implementasinya institusi sosial keagamaan yang lahir dari etika agama sejatinya menjadi sumber perlawanan terhadap kedhaliman, ketidak-adilan, dan sebagainya.
Sesuatu yang tidak terbatas (muthlak). Hal ini seperti dikatakan oleh Herbert Spencer bahwa faktor utama dalam agama adalah iman akan adanya kekuasaan tak terbatas, atau kekuasaan yang tidak bisa digambarkan batas waktu atau tempatnya. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu unsur terpenting dalam pemahaman tentang agama adalah adanya kekuasaan muthlak dari dzat yang dianggap pokok segala sesuatu, yaitu Tuhan. Dalam konsep ini, agama identik dengan pemahaman bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam segala hal. Karena itu agama merupakan sebagai central dari segala sesuatu tersebut untuk dikembalikan dan diserahkan segala urusan. Kadar penyerahan segala urusan ini, memiliki tingkat yang berbeda bagi agama tertentu dan aliran tertentu.
Korelasi Filsafat, Ilmu dan Agama
Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen pada kebenaran, di samping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukumhukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuantemuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni.
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen); batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat.21 Dari sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-sendiri.
Hubungan Filsafat dan Agama
Sebagian ahli memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam memikirkan berbagai hal yang mencakup alam, manusia bahkan Tuhan yang disembah oleh manusia. Dalam konteks ini, terdapat hal-hal tertentu yang cenderung memiliki kesamaan antara agama dan filsafat. Tidak mengherankan dalam khazanah Islam, dianggap seseorang yang mampu dalam hal pemikiran melebihi manusia kebanyakan, dianggap sebagai Nabi. Lalu, sebagian yang lain, karena kemampuan seorang Nabi terutama dalam mengucapkan ungkapan-ungkapan bijaksana adakalanya juga dikatakan sebagai filosof. Untuk itu, Logika yang ada dalam Islam memiliki corak tersendiri dibandingkan logika Barat yang bebas nilai-nilai keagamaan.
Filsafat, sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah satu pendekatan tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam konteks keagamaan, pemikiran tentang berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam filsafat juga dibicarakan bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga persoalan kenabian, kedudukan dan fungsi akal dan wahyu, penciptaan manusia serta ibadah yangdilakukan oleh manusia. Secara lebih jelas, hal ini dapat dilihat pada uraian tentang objek filsafat, yaitu antara lain sebagai berikut:
Dari apakah benda-benda dapat berubah menjadi lainnya, seperti perubahan oksigen dan hidrogen menjadi air?
Apakah zaman itu yang menjadi ukuran gerakan dan ukuran wujud seua perkara?
Apakah bedanya makhluk hidup dengan makhluk yang tidak hidup?
Apakah ciri-ciri khas makhluk hidup itu?
Apa jiwa itu, jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu abadi atau musnah?
Dan masih ada pertanyaan-pertanyaan yang lain.
Pengungkapan pertanyaan-pertanyaan di atas, dalam Islam merupakan sesuatu yang dapat menjadikan pemikir tersebut menjadi yakin akan keberadaan Tuhan. Dan semakin berkeinginan untuk menjadikan hidupnya lebih bermakna.
Filsafat memasuki lapangan-lapangan ilmu keislaman dan mempengaruhi pembatasan-pembatasannya. Penyelidikan terhadap keilmuan meliputi kegiatan filsafat dalam dunia Islam. Dengan demikian filsafat Islam secara khusus memisahkan diri sebagai ilmu yang mandiri. Walaupun hasil juga ditemukan keidentikan dengan pemandangan orang Yunani (Aristoteles) dalam masalah teori tentang pembagian filsafat oleh filosof-filosof Islam.
Para ulama Islam memikirkan sesuatu dengan jalan filsafat. Ada yang lebih berani dan lebih bebas daripada pemikiran-pemikiran mereka yang biasa dikenal dengan nama filosuf-filosuf Islam. Di mana perlu diketahui bahwa pembahasan ilmu Kalam dan Tasawuf banyak terdapat pikiran dan teori-teori yang tidak kalah teliti daripada filosuf-filosuf Islam.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa antara filsafat dengan ilmu serta dengan agama, memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini didasarkan pada tujuan ketiganya, yaitu mencari kebenaran. Namun demikian, ketiga aspek dimaksud secara horizontal saling berhubungan, namun secara vertikal, menurut penulis, hanya agama saja yang memilikinya. Agama selain memiliki hubungan horizontal dengan filsafat dan ilmu, juga memiliki hubungan vertikal dengan Tuhan sebagai sembahan manusia itu sendiri.
Tidak semua pengetahuan dapat menjadi ilmu pengetahuan, namun pengetahuan yang mempunyai karakteristik tertentu, disusun secara sistematis, metodis, dan syarat-syarat tertentu.
Epistimologi merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas pengetahuan. Di dalam epistimologi dibahas hakikat pengetahuan dan metode pengetahuan.
Agama merupakan hal yang urgen untuk membimbing dan sebagai pedoman hidup agar manusia hidup tenang di dunia karena tuntunan yang diajarkan masing-masing agama.
Agama berfungsi bagi manusia baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan masyarakat. Bagi umat Islam kehidupan di dunia bersifat sementara dan hanya permainan adapun kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang kekal.
Ada perbedaan dan persamaan ilmu, filsafat, dan agama yaitu tentang kebenaran.
9