AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN MADRASAH;
SEBUAH WACANA STRATEGI REPOSISI
Oleh: Umar*
***
Abstrak
Di Indonesia lembaga pendidikan Islam (madrasah) merupakan lembaga
pendidikan kedua setelah pesantren. Pada historisnya lembaga pendidikan
Islam ini mengalami dinamika sekaligus polemik yang sangat panjang sejak
pra kemerdekaan hingga era pasca reformasi saat ini. Problematika yang
dihadapi lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah dinilai sangat
terkait dengan kebijakan yang belum sepenuhnya berpihak pada pola
pengembangan madrasah yang cenderung eksklusif dibanding dengan system
pendidikan umum sehingga berimplikasi pada out put yang dihasilkan belum
menempati posisi yang setaraf dengan yang lainnya, pada hal pendidikan
Islam madrasah di era globalisasi penting melakukan reposisi secara
sistemik, empiris-paradigmatik. Strategi reposisi ini dapat dilakukan dengan
melihat bentuk-bentuk kebijakan dan sistemnya sekaligus diarahkan pada
pola pengembangan yang lebih kompetitif di era global, inklusif, dan
substansif dalam peranannya.
Kata Kunci: Kebijakan, Madrasah, Strategi Reposisi.
PENDAHULUAN
alah satu institusi pendidikan formal yang bercirikan Islam di Indonesia
adalah madrasah. Madrasah yang lahir dari rahim pesantren dan telah
berkembang hingga saat ini. Sedangkan pesantren merupakan system
pendidikan yang telah hadir dan tertua jauh sebelum Indonesia merdeka. Dalam
konteks sejarah pendidikan bangsa Indonesia hingga kini peran pesantren dan
madrasah sangat memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan manusia
Indonesia yang utuh. System pendidikan yang bercirikan Islam seperti halnya
madrasah merupakan salah satu dambaan masyarakat Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam disamping system pendidikan umum.
*
Dosen STAI Muhammadiyah Sinjai
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 125
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
Kemunculan madrasah dipandang menjadi salah satu indikator penting bagi
perkembangan positif kemajuan prestasi budaya umat Islam, mengingat realitas
pendidikan, sebagaimana terlihat pada fenomena madrasah yang sedemikian
maju, adalah cerminan dari keunggulan capaian keilmuan, intelektual dan
kultural. Maka dari itu, timbul kebanggaan terhadap madrasah, karena lembaga ini
mempunyai citra “ekslusif” dalam penilaian masyarakat. Akan tetapi kini
eksistensi madrasah di tanah air nampaknya jauh berbeda dengan prestasi
gemilang sejarah madrasah dimasa lalu tersebut.1
Potensi madrasah dalam pembangunan manusia Indonesia yang utuh sangat
besar dan selalu diperhitungkan oleh masyarakat modern, system pendidikan ini
merupakan bentuk kemajuan
dari tradisi pesantren yang tetap perlu
pengembangan seiring dengan kemajuan zaman dan tuntutan globalisasi, hal ini
disebabkan karena madrasah pun memiliki kompleksitas dan dinamika problem
yang dihadapi. Disisi lain perhatian pemerintah terhadap institusi dan system
pendidikan di Indonesia seolah hanya sepihak pada pendidikan umum jika
dibanding dengan lembaga pendidikan keilmuan yang berbasiskan keislaman
seperti madrasah.
Eksistensi madrasah hingga kini tetap seiring dengan pembangunan dan
pendidikan nasional. Sebagai bagian dari system pendidikan nasional yang
dikelolah oleh Kementerian Agama juga tetap berada pada tatanan fungsinya yang
mencerdaskan anak bangsa. Hal ini tetap relevan dengan tujuan dan cita-cita
pendidikan nasional kita.2 Dengan demikian kebijakan penyelenggaraan
pendidikan madrasah ini untuk pengembangan mutu pendidikan berpijak pada
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang diantaranya adalah UUSPN No.
20 Tahun 2003 dan keputusan Menteri Agama RI diantaranya adalah nomor 369
1
Mahmud Arif, Sketsa Sejarah, Geliat, dan Dinamika Peran Madrasah dalam Merespon
Tantangan Pendidika Islam (Dilema Madrasah dalam Kancah Pendidikan dan Peran Kontributif
Madrasah Berbasis Pesantren). Eds. Prof. Dr. Nizar Ali, M.Ag dan Dr. H. Sumedi, M.Ag. dalam
Ontologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga kerjasama
Penerbit Idea Press, 2010), hlm.143.
2
Lihat lebih lanjut fungsi dan tujuan pendidikan nasional, pasal 3 dalam Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4301), diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2003.
Page 126
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
tahun 1993 tentang Madrasah Tsanawiyah, nomor 370 Tahun 1993 tentang
madrasah Aliyah.
Madrasah sebagai komponen pendidikan nasional tidak perlu vakum dalam
satu situasi (ruang dan waktu) tetapi memerlukan pembaharuan seiring dengan
tuntutan globalisasi. Pengembangan madrasah dalam era globalisasi ini bukanlah
sesuatu yang sederhana.
Aturan yang lahir sebagai kebijakan yang normatif
tentunya menuntut pula pengembangan system madrasah yang tak hanya pada
aspek eksistensi keislaman yang menjadi ciri khasnya. Banyaknya aspek dalam
pendidikan Islam (madrasah) perlu mendapat perhatian dari berbagai kalangan
khususnya pemerintah, praktisi dan akademisi pendidikan guna mengembangkan
system pendidikan terutama madrasah yang terkait persoalan terbengkalainya
mutu (kendati banyak pengakuan dari berbagai kalangan akan mutunya), belum
lagi persoalan yang diasumsikan oleh masyarakat kita bahwa lembaga dan system
pendidikan madrasah belum bisa menyaingi pendidikan umum. Hasan
Langgulung berpendapat bahwa satu hal yang perlu diingat disini bahwa dalam
mengupas mengenai pendidikan Islam disini tidak dibatasi pada persekolahan
saja, walaupun tradisi sekolah (madrasah) itu adalah salah satu ciri utama sejarah
pendidikan Islam.3
Berangkat dari uraian di atas, dapat ditelaah rumusan permasalahan yang
perlu dilakukan eksplorasi mendalam melalui pendekatan ideologis dan historis.
Rumusan masalah tersebut yaitu, (1) Seperti apa sejarah kemunculan madrasah?,
(2) Bagaimana tinjauan historis dan perkembangan madrasah di Indonesia?, (3)
Bagaimana kebijakan pemerintah dan problematika madrasah di Indonesia?, (4)
Bagaimana langkah-langkah reposisi pengembangan madrasah?.
Hasil eksplorasi permasalahan tersebut tentunya diharapkan untuk
memberikan informasi dan pemahaman bagi pemegang kebijakan pendidikan dan
unsur-unsur yang terkait dalam pengelolaan dan pengembangan pendidikan
khususnya pengembangan madrasah dalam skala makro sekaligus sifatnya
3
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000), hlm.
viii.
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 127
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
otokritik plus produktif dengan mengambil peran menempatkan diri disela-sela
kekosongan ruang terhadap polemik dan dinamika pendidikan di Indonesia. Tidak
dapat dipungkiri persoalan kebijakan dalam pendidikan maupun pengembangan
sistem pendidikan adalah persoalan politik.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kemunculan Madrasah
Maksum mengutip Al-Maqrizi dalam karyanya Itti’adz al-Hunafa bi Akhbar
al
Aimmah
al-Fatimiyyin
al-Khulafa,
mengemukakan
bahwa
madrasah
merupakan prestasi abad kelima hijriyah. Madrasah-madrasah yang timbul dalam
Islam, tidak dikenal pada masa-masa sahabat dan tabi’in, melainkan sesuatu yang
baru setelah 400 tahun sesudah hijriyah, lebih lanjut Umar Rida Kahhalah dalam
Jaula fi Rubu’ al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, mengemukakan bahwa madrasah
pertama yang didirikan pada abad kelima Hijriyah (ke-11 Masehi) itu ialah
Nizamiyah yang didirikan pada tahun 457 H oleh Nizam al-Mulk4di Baghdad.
Dilain hal penulis kontemporer menyatakan bahwa kata “madrasah” belum
dijumpai pada sumber-sumber sejarah hingga kira-kira abad ke-4 masehi. Akan
tetapi banyak bukti yang signifikan justru menunjukkan bahwa madrasah telah
berdiri sejak abad ke empat hijriyah dan dihubungkan dengan penduduk
Naisabur.5 Dalam KBBI kata “madrasah” adalah sekolah atau perguruan
(biasanya yang berdasarkan agama Islam)6, Kelahiran lembaga pendidikan
(madrasah) memberikan corak yang mewarnai eksistensi Islam dimasa
4
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta,Logos Wacana Ilmu,1999),
hlm. 60. Menurut Ahmad Syalaby, sekolah-sekolah Nizhamul Mulk termasyhur di dunia. Tidak
ada suatu negeri pun yang disitu tidak berdiri sekolah Nizhamul Mulk, Nizhamul Mulk mendirikan
sekolah-sekolahnya yang besar yaitu di Baghdad, Balch, Nashabur, Harat, Isfahan, Basrah, Merw,
Amul dan Mosul, ada orang yang mengatakatan bahwa Nizhamul Mulk mendirikan sebuah
sekolah pada tiap-tiap negeri di Irak dan Khurasan. Sekolah-sekolah yang didirikan oleh Nizhamul
Mulk mempunyai kedudukan yang tinggi dalam pandangan kaum muslimin. Lihat, Ahmad
Syalaby, Sedjarah Pendidikan Islam, Ter. Muchtar Yahya & Sanusi Latief, (Jakarta: Bulan
Bintang, t.t), hlm. 111-112.
5
Ibid,
6
Suharso & Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux, (Semarang:
CV. Widia Karya, 2011), hlm. 302.
Page 128
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
kejayaannya hingga sekarang, dimana peranannya yang sangat vital dalam
pengembangan ilmu pengetahuan yang berbasiskan keislaman maupun bidang
ilmu lainnya. Abdullah Idi dan Toto Suharto7 mengemukakan bahwa bahwa
kelahiran madrasah menjadi lambang kebangkitan sistem pendidikan Islam.
B. Sekilas Historis Madrasah dan Perkembangannya di Indonesia
di Indonesia kata “madrasah” digunakan sebagai nama sebuah sistem
pendidikan Islam yang sudah menggunakan metode klasikal dan berada dibawah
naungan Kementerian Agama. Diluar mata pelajaran agama, sistem pendidikan di
madrasah hampir sama dengan sistem pendidikan umum. Dalam sistem
pendidikan madrasah ini dikenal Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah
Dasar, Madrasah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah pertama,
Madrasah Aliyah setingkat dengan SMU (Sekolah Menengah Umum).8 Madrasah
tidak serta merta dipahami sebagai sekolah melainkan diberi konotasi yang lebih
spesifik yaitu “sekolah agama” tempat dimana anak-anak didik menempuh
pembelajaran hal-ikhwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (Islam).9
Pemaknaan kata “madrasah” untuk menyebut sekolah Islam dilatari munculnya
gagasan modernisasi pendidikan Islam oleh beberapa organisasi “modernis”,
seperti Jami’at Khair, al-Irsyad, Muhammadiyah dan lain-lain dengan mengadopsi
sistem pendidikan kolonial Belanda.10
Perkembangan pendidikan Islam (madrasah) di Indonesia melalui 4 masa
yaitu:
1. Madrasah Pada Masa Pra-Kemerdekaan
Menurut Malik Fadjar dalam Abdurrachman Mas’ud mengemukakan
bahwa Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia relatif lebih
muda dibanding pesantren. Ia lahir pada abad ke-20 dengan munculnya
7
Abdullah Idi & Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2006), hlm.20.
8
S. Yunanto, et.al, Pendidikan Islam di Asia Tenggara dan di Asia Selatan (Keragaman,
Permasalahan dan Strategi), (Jakarta:The RIDEP Institut kerjasama Friedrich Ebert
Stiftung,2005), hlm. 21.
9
Ara Hidayat & Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan (Konsep, Prinsip, dan Aplikasi
dalam Mengelolah Sekolah dan Madrasah, (Yogyakarta: Kaukaba, 2012), hlm. 128.
10
S. Yunanto, et.al, Pendidikan., hlm. 22.
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 129
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
Madrasah Mamba’ul Ulum Kerajaan Surakarta pada tahun 1905 dan sekolah
Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat pada
tahun 1909.11
Terlepas dari kenyataan historisnya, eksistensi madrasah dalam tradisi
pendidikan Islam di Indonesia tergolong fenomena modern yaitu mulai sekitar
awal abad ke-20.12 Kehadirannya di Indonesia merupakan tahapan
pembaharuan dan pengembangan lembaga pendidikan yang tak hanya terpusat
pada tradisi pengajaran ilmu-ilmu Islam. Gerakan pembaharuan lembaga
pendidikan Islam ini yang diawali oleh para tokoh intelektual Islam yang
sebagian besar disambut baik oleh masyarakat Islam nusantara. System
pendidikan Islam madrasah yang identitasnya telah diterapkan hingga
sekarang, tetap bertahan kendati beragam tantangan dan kendala sekaligus
intervensi yang dihadapi terutama pada masa-masa penjajahan kolonial
Belanda.
Kemunculan madrasah merupakan realisasi upaya pembaharuan system
pendidikan Islam yang telah ada. Pembaharuan tersebut meliputi tiga hal
yaitu: (1) upaya penyempurnaan system pesantren, (2) penyesuaian terhadap
system Barat, (3) menjembatani antara system pendidikan tradisional
Pesantren dan system pendidikan modern barat.13 Senada dengan pendapat
Maksum, bahwa latar belakang pertumbuhan madrasah di Indonesia dapat
dikembalikan pada dua situasi yaitu adanya gerakan pembaharuan Islam di
Abdurrachman Mas’ud, dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah, eds. Ismail SM, dkk,
(Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo bekerja sama Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002),
hlm.226.
12
Buku-buku sejarah pendidikan Islam di Indonesia sejauh ini agaknya tidak pernah
menginformasikan adanya lembaga pendidikan yang disebut madrasah pada masa-masa awal
penyebaran dan perkembangan Islam di Nusantara. Evolusi kelembagaan pendidikan diwilayah ini
bermula dari pesantren, madrasah, dan kemudian sekolah. Sebagai bahan perbandingan, di
Malaysia perkembangan pendidikan Islam berawal dari majelis pengajaran al-Qur’an, pondok
pesantren, dan akhirnya madrasah. Dalam hal ini diakui bahwa madrasah baru muncul pada awal
abad ke-20 sebagai akibat dari perasaan tidak puas terhadap system pondok yang terlalu sempit
dan terbatas pengajaran ilmu-ilmu fard‘ain. Rosnani Hashim dalam Maksum, Educational
Dualism: Impication for Theory and Practice, (Oxford: Oxford University Press, 1996) yang pada
awalnya merupakan disertasi penulisnya pada University of Florida, Gainesville, 1995. Lihat
Maksum, Madrasah., Ibid, hlm. 79-80
13
Abdurrachman Mas’ud, dkk, Dinamika., hlm. xxi.
11
Page 130
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
Indonesia dan adanya respon pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan
Hindia Belanda.14 Dari pembaruan tersebut dapat disimpulkan bahwa
kehadiran madrasah disebabkan pesantren dirasakan kurang memenuhi
kebutuhan pendidikan Islam dan kemampuan pragmatis masyarakat. Disisi
lain kekhawatiran akan perkembangan pendidikan barat (system pendidikan
Belanda) yang sekuler guna menyeimbangkan pemikiran sekularisme.
Seiring dengan perkembangan dan menjawab kebutuhan masyarakat
akan pentingnya lembaga pendidikan khususnya lembaga pendidikan Islam
yang tidak hanya terfokus pada pendidikan keislaman semata, maka lembaga
pendidikan pesantren secara perlahan dikonversi baik metode maupun
sistemnya menjadi pendidikan madrasah. Dengan demikian visi pesantren
tetap menjadi bagian dari visi yang ada pada pendidikan madrasah. Menurut
Karel A. Steenbrink bahwa lembaga agama itu memang berkembang ke arah
yang memang mirip dengan sistem sekolah. Namun iya berbeda karena lebih
menekankan pengajaran agama. Sistem pendidikan seperti ini disebut dengan
sistem pendidikan madrasah, karena pengajaran Qur’an dan kitab yang sudah
memakai sistem kelas ini di Indonesia pada umumnya disebut madrasah baik
yang sudah ditambah pelajaran umum maupun yang 100 persen agama.15
2. Madrasah pada Masa Orde Lama
Diawal tulisan ini dikemukakan bahwa lembaga pendidikan Islam di
Indonesia yang lebih tua yaitu pesantren yang telah ada jauh sebelum
kemerdekaan bangsa Indonesia, lembaga pendidikan madrasah sebagai embrio
dari pesantren pun telah hadir sejak itu. Madrasah dianggap sebagai
perkembangan lanjut atau pembaharuan dari lembaga pendidikan pesantren
dan surau.16 Berselang pasca kemerdekaan−pemerintahan Orde Lama peranan
madrasah juga menyesuaikan kelembagaannya dengan kebutuhan masyarakat.
14
Maksum, Madrasah., hlm. 82.
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah (Pendidikan Islam dalam Kurun
Moderen), (Jakarta: Darma Aksara Perkasa, 1986), hlm.88.
16
Maksum, Madrasah., hlm.80
15
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 131
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
Namun lembaga pendidikan Islam madrasah ini belum begitu berkembang
baik kebijakan yang berpihak untuk pengembangan maupun jumlahnya
diwilayah tanah air.
Dilain hal menurut Zuhairini dalam Imam Machali bahwa perkembangan
pendidikan Islam pada masa Orde Lama erat kaitannya dengan peran
Departemen Agama yang secara intensif memperjuangkan politik pendidikan
Islam. Orientasi Depag dalam bidang pendidikan Islam berdasarkan aspirasi
umat Islam adalah agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah
disamping pengembangan madrasah itu sendiri. Kebijakan pendidikan Islam
semakin signifikan sejak Depag mendapat tanggung jawab membina dan
pengembangan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan.17 Selain
itu tujuan utama dari kebijaksanaan Departemen Agama adalah untuk
menghapuskan perbedaan antara sistem sekolah dan madrasah.18
Selama 20 tahun pemerintahan Orde Lama praksis bergelut
pada
persoalan politik dan kelembagaan negara serta mengabaikan banyak aspek
kehidupan lainnya, termasuk dalam hal pendidikan. Namun terdapat sisi
menarik terkait dengan pendidikan Islam di era tersebut yaitu dengan
berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1946 oleh
Badan Pengurus Sekolah Tinggi Islam (STI) yang kemudian hari ketika itu
pemerintahan pindah ke Yogyakarta, STI juga pindah dan dikenal dengan
nama Universitas Islam Indonesia (UII).19 Kendati demikian bangsa Indonesia
tetap menilai hal ini menandai bahwa pemerintah ketika itu sama sekali belum
terfokus pada sektor pendidikan bagi anak-anak bangsa. Pada tahap
selanjutnya menjelang pemerintahan Orde Baru telah muncul tanda
peningkatan yang signifikan dengan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan
Islam diberbagai wilayah di Nusantara.
17
Ara Hidayat & Imam Machali, Pengelolaan., hlm. 136.
Karel A. Steenbrink, Pesantren., hlm. 88.
19
Eko Susilo, dkk. Politik Pendidikan Nasional, edt. Syahridlo dan Sutarman, (Yogyakarta,
Kopertais Wilayah III Daerah Istimewa Yogyakarta UIN Sunan Kalijaga,2011), hlm. 270. Lihat
juga, Amin Abdullah, Pendidikan dan Upaya Mencerdaskan Bangsa, Paradigma Baru
Pendidikan, (Jakarta: IISEP), hlm.42-43.
18
Page 132
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
Jika ditinjau dari dari beberapa aspek historisnya ketika orde lama, boleh
dikatakan bahwa madrasah khususnya dibeberapa daerah terutama di pulau
Jawa memang mendapat perhatian namun masih sebatas pengembangan
politik pendidikan Islam, pengembangan ini belum menunjukkan pemerataan
yang signifikan ke berbagai wilayah di tanah air, yang mendominasi hanyalah
pendidikan Islam pesantren namun lambat laun pendidikan madrasah ini pun
dikenal oleh masyarakat Indonesia menjelang pemerintahan orde baru.
3. Madrasah pada Masa Orde Baru
Memasuki masa Orde Baru kebijakan penguasa dalam segala sektor
turut mempengaruhi perkembangan pendidikan, terutama pada lembaga
pendidikan Islam. Madrasah pun dinilai berkembang dan tetap menyandang
indentitas sebagai lembaga pendidikan Islam. Kebijakan pemerintah terhadap
madrasah dalam hal ini adalah adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3
Menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 037/U/1975, Menteri
Agama No. 6 Tahun 1975, dan Menteri dalam Negeri No. 36 Tahun 1975
tentang “Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah” dan SK Bersama
Dua Menteri, yaitu: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0299/U/1984
dan Menteri Agama No. 45 Tahun 1984 “Tentang Peraturan Pembakuan
Kurikulum Sekolah Umum dan Madrasah”. Namun sebelum dikeluarkannya
SKB 3 Menteri tersebut diatas madrasah mengalami perubahan nama dan
struktur menjadi madrasah negeri terutama Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan
Madrasah Aliyah (MA) pada awal pemerintahan Orde Baru.
Abdurrachman Mas’ud mengemukakan, keputusan bersama tersebut
dinilai sebagai strategi dan lengkah positif terhadap peningkatan mutu
pendidikan madrasah dalam hal status, persamaan ijazah dengan sekolah
umum maupun dari segi kurikulumnya. Didalam salah satu diktum
pertimbangan SKB tiga menteri disebutkan perlunya diambil langkah-langkah
untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah agar lulusan dari
madrasah dapat melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 133
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
sekolah dasar sampai perguruan tinggi.20 Lebih lanjut Maksum, SKB tiga
Menteri ini dapat dipandang sebagai pengakuan yang lebih nyata terhadap
eksistensi madrasah dan sekaligus merupakan langkah strategis menuju
tahapan integrasi madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional yang
tuntas.21
Imbas lain diberlakukannya SKB 3 menteri yakni konsep penyetaraan
pendidikan madrasah dengan sekolah umum pada akhirnya menimbulkan
konsekwensi mengenai pendidikan agama yang proporsinya hanya 30 % dan
pendidikan umum 70 % yang sebelumnya pendidikan agama adalah 60 % dan
pendidikan umum sebanyak 40 %. Langkah tersebut sebagai salah satu bentuk
memodernisasi madrasah, hal ini banyak yang mengindikasikan bahwa
penentuan proporsi yang agak berlebihan menimbulkan kekhawatiran akan
adanya tendensi kearah pendidikan yang bercirikan pendidikan sekuler
modern hingga berpotensi mengarahkan lembaga madrasah yang lepas dari
ciri khasnya yaitu nilai-nilai keislaman.
4. Pada Masa Reformasi Hingga Sekarang
Pada era orde reformasi, kebijakan pemerintah yang sangat berpengaruh
terhadap pendidikan di Indonesia, yakni dengan pergantian Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989 menjadi Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, hal ini telah memberikan
peluang yang sama kepada lembaga pendidikan Islam (madrasah) selain
sekolah umum berciri khas Islam untuk mendapat pengakuan, penghargaan.
Imam Machali mengutip Ali Masykur dalam tulisannya menjelaskan
bahwa Undang-undang terbaru ini (UUSPN nomor 20 Tahun 2003) sudah
cukup akomodatif dan representatif bila dibandingkan dengan UU No. 12 tahun
1989, sebab selama ini ada pandangan dan reaksi masyarakat yang menyoroti
dasar
20
21
filsafat
pendidikan,
tujuan
pendidikan
yang
dianggap
tidak
Abdurrachman Mas’ud, dkk, Dinamika.,hlm.227.
Maksum, Madrasah., hlm.151.
Page 134
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
mencerdaskan, campur tangan pemerintah, aturan yang tidak demokratis dan
memihak agama tertentu.22
Dengan diberlakukannya UUSPN nomor 20 Tahun 2003 menjadikan
pendidikan Islam (madrasah) semakin diakui dan turut berperan dalam
peningkatan
kualitas
generasi
bangsa,
selain
itu
pertumbuhan
dan
perkembangan pendidikan Islam (madrasah) akan lebih baik dibandingkan
dengan kebijakan-kebijakan sebelumnya.23 Dengan diperkuat oleh UU No. 22
tahun 1999 tentang “otonomi daerah”, hal ini telah memberikan ruang terbuka
yang lebih luas untuk proses pengembangan pendidikan Islam madrasah kearah
yang lebih maju seiring tantangan globalisasi.
Pada pasca reformasi24 amanah yang telah tertuang dalam UndangUndang yang terkait kebijakan pengembangan pendidikan belumlah dapat
dimaksimalkan pemerintah sesuai harapan dan cita-cita bangsa khususnya umat
Islam
dalam
pengembangan
pendidikan
Islam
(madrasah).
Perhatian
pemerintah dalam hal ini masih belum memuaskan semua pihak, adanya
perbedaan pemahaman tentang pendidikan Islam dikalangan pemerintah
sehingga kebijakan yang muncul hanya berdasarkan cara pandang masingmasing. Tataran praktis ini pun kian menimbulkan ketidakadilan yang belum
berujung.
Belum maksimalnya keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap
pendidikan madrasah yang dirasakan hingga hari ini, kendati telah dikenal
adanya otonomi daerah dan otonomi sekolah sebagai desentralisasi pendidikan
yang konsepnya memberikan ruang terbuka pengembangan pendidikan yang
lebih berkualitas, namun system otonomi tersebut seolah sebatas wacana.
Sebagai potret sederhana “kurikulum tetap keputusan dan milik pemerintah
pusat”,−cukup dinamis sebab dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir terjadi
22
Imam Machali, Kebijakan Pendidikan Islam dari Masa Ke Masa, Dari Kebijakan
Diskriminatif
Menuju
Kebijakan
Berkeadilan,
dalam
Website:
http://www.imammachali.com/berita-138-.html, Diakses, 2 Maret 2013, pukul 17.00 WIB.
23
Ara Hidayat & Imam Machali, Pengelolaan., hlm. 140.
24
Era pemerintahan presiden SBY (pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid I dan Kabinet
Indonesia Bersatu jilid II).
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 135
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
tiga pergantian kurikulum, berikut aturan-aturan lainnya. Ragam serta
pergantian kurikulum yang diberlakukan dalam skala waktu tertentu dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) belum pula menunjukkan capaian yang serius, menyusul
kurikulum 2013 yang pernah diberlakukan secara tergesa-gesa dan (dalam
tahap uji public) namun akhirnya kembali ke KTSP hingga menimbulkan
ragam pertanyaan baik penggunaan maupun substansinya. Hal ini tentunya
kebijakan dimasa-masa yang akan datang diindikasikan akan memiliki
pengaruh yang luar biasa entah keberpihakan atau pun malah menyempitkan
ruang terhadap lembaga pendidikan Islam (madrasah). Tentu kebijakan
terhadap pendidikan umum dan pendidikan Islam (madrasah) khususnya akan
semakin kompleks dimasa-masa yang akan datang.
C. Dari Kebijakan Hingga Problematika Madrasah di Indonesia Masa Kini
Sejak kehadiran madrasah di bumi nusantara hingga era global sekarang
ini kebijakan pemerintah terhadap eksistensi madrasah masih dinilai belum
berpihak maksimal terhadap pengembangan SDM yang berbasiskan Islam
yang notabene negara Indonesia berpenduduk muslim terbesar. Sejak
kemerdekaan hingga pasca reformasi madrasah tetap memberikan peran yang
maksimal terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa, namun benar adanya
penilaian dari berbagai pihak bahwa peranan dan jasa besar tersebut dengan
kebijakan pemerintah terhadap lembaga pendidikan Islam madrasah dirasakan
tidaklah sebanding.
Sepanjang
menantikan
sejarahnya
persoalan-persoalan
sentuhan-sentuhan
pemikiran
dan
yang
solutif
muncul
justru
tepat
sesuai
perkembangan dan kompetisi global saat ini. Persoalan utama yang dihadapi
oleh madrasah selalu menjadi topik perbincangan diberbagai kalangan adalah
umumnya pada persoalan mutu yang dimiliki terutama pada madrasahmadrasah yang berstatus swasta.
Page 136
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
Problematika pendidikan madrasah di Indonesia pada umumnya
sebagaimana yang dikemukakan Yusuf Hasyim mengutip Philip H. Coombs
dalam bukunya “What is Educational Planning?”, paling tidak ada 4 tahapan
permasalahan yang dilewati dunia pendidikan, yaitu;25
1. Tahap
rekonstruksi,
pendidikan
dihadapkan
pada
permasalahan
pengkondisian otoritas pendidikan, desentralisasi pendidikan, serta
perencanaan fasilitas pendidikan.
2. Tahap Ketenagakerjaan/Penyiapan SDM, pendidikan dihadapkan pada
penyiapan tenaga kerja yang terampil dan cakap (tenaga ahli).
3. Tahap Perluasan/Pengembangan pendidikan meliputi pengembangan
kurikulum, metode, pengujian, demokrasi pendidikan, serta adaptasi
sistem pendidikan dan ekonomi.
4. Tahap Inovasi, berhubungan dengan perencanaan pendidikan dan strategistrategi pengembangan.
Dengan adanya kebijakan SKB 3 Menteri seperti yang tersebut di awal
memunculkan pula polemik yang dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit.
yaitu, Pertama, disatu sisi ia harus tetap mempertahankan mutu pendidikan
agama yang menjadi ciri khasnya; Kedua, disisi lain dituntut untuk mampu
menyelenggarakan pendidikan umum yang secara baik dan berkualitas supaya
sejajar dengan sekolah umum. Kegagalan madrasah dalam memikul tersebut
hanya akan memperkuat anggapan orang bahwa madrasah adalah semacam
“sekolah serba tanggung”.26 Azyumardi Azra mengemukakan bahwa tugas
yang dipikul madrasah pada akhirnya, adalah mewujukan anak didik yang
memiliki pengetahuan keislaman dan ilmu-ilmu lain; dan sekaligus dapat
mengamalkan pengetahuan yang mereka miliki. Dengan begitu, mereka
selanjutnya dapat tumbuh menjadi anggota masyarakat Muslim Indonesia
25
Yusuf Hasyim, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Madrasah, dalam Website: http://gurubangsaku.wordpress.com,2012/04/27/, diakses, 2 Maret
2013. Pukul, 17.15 WIB.
26
H. Ary Gunawan, Kebijakan Kebijakan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm.
15.
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 137
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.27 Selain dituntut mampu
mengembangkan tugas pendidikan, dituntut pula untuk menunaikan tugas
utamanya dalam pendidikan keagamaan. Belum lagi tugas utama tadi
dijalankan
dengan
baik
tugas
pendidikan
keagamaan
yang
dulu
melatarbelakangi kelahiran madrasah pun belakangan ini kian senter disorot,
seiring memperihatinkannya gejala dekadensi moral generasi muda.28
Pada persoalan lain, kesenjangan antara madrasah swasta dan madrasah
negeri yang belum terselesaikan, perhatian pemerintah terkait masalah ini
masih seolah jadi catatan yang tersimpan rapi. Sebagai implikasi kebijakan
seakan memunculkan penilaian bagi masyarakat akan madrasah negeri yang
mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Mutu pendidikan yang relatif
kurang terjamin dibandingkan mutu sekolah umum, hal ini disebabkan karena
ragamnya mata pelajaran yang harus diajarkan dan sekaligus sebagai tuntutan
kebijakan, tuntutan untuk berkualitas pada pendidikan Islam yang diajarkan
disatu sisi, dan disisi lain pada mata pelajaran umum. Hal lain kualitas tenaga
guru (tenaga pendidik) yang kualitasnya rendah, manajemen pengelolaan
madrasah kurang professional, dan sarana pendidikan yang kurang memadai,
kuantitas siswa mayoritas latarbelakang ekonomi keluarga kurang mampu.
Berikut penganggaran pendidikan mengalami tendensi dikotomi jika
dibandingkan dengan sekolah umum. Demikian kebijakan yang kurang adil
dan kecenderungan diskriminatif masih menyisakan pertanyaan serius
diberbagai kalangan.
Lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan Kementerian
Agama ini mayoritasnya adalah madrasah yang berstatus swasta, jika
dibandingkan dengan madrasah negeri pun mengalami dikotomi. Meskipun
pada awalnya, mayoritasnya madrasah pada semua jenjang adalah berstatus
swasta, bahkan madrasah yang berstatus negeri pada awalnya adalah madrasah
27
Azyumardi Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekonstruksi dan
Demokratisasi, (Jakarta, Kompas Buku, 2002), hlm. 88.
28
Mahmud Arif, Panorama Pendidikan Islam di Indonesia. Sejarah, Pemikiran, dan
Kelembagaan,Yogyakarta: Idea Press, 2009), hlm. 83-84.
Page 138
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
swasta yang dikonversi menjadi madrasah negeri.29 Kerumitan yang terjadi
pada system pendidikan Islam ini menyebabkan madrasah seolah hanya jalan
ditempat. Disisi lain terjadi pula kerumitan dalam pendidikan di Indonesia,
yaitu lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan Islam (madrasah)
dengan kelembagaan pusat yang berbeda sejak era Orde Baru, pendidikan kita
mengalami system dualistik kelembagaan pusat sebagai payungnya. Sekolah
umum yang berada dibawah naungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dan madrasah berada dibawah naungan Kementerian Agama.
Kendati banyak persoalan yang muncul dalam penyelenggaraan
madrasah, dewasa ini lembaga pendidikan Islam madrasah hadir dan familiyar
serta menjadi salah satu pilihan elit masyarakat, karena madrasah yang murah
dalam hal pembiayaan serta dapat dijangkau oleh banyak kalangan, hal ini
makin mampu beriringan dalam ranah global terlebih peranannya dalam
pemberantasan buta huruf dalam rangka upaya pencerdasan generasi bangsa.
Di beberapa daerah di tanah air tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi
madrasah hingga hari ini dinilai telah dapat menempati posisi setaraf dengan
pendidikan formal lainnya terkait output yang dihasilkan dalam hal kualitas
baik dari segi ilmu-ilmu terapan terlebih ilmu keislaman sebagai ciri khasnya.
D. Pengembangan Madrasah; Wacana Strategi Reposisi
Pengembangan madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam perlu
menjadi perhatian serius bagi semua kalangan guna tercapainya mutu
pendidikan yang dicita-citakan sesuai tujuan pendidikan nasional disamping
tujuan pendidikan Islam. Menurut Abuddin Nata dalam Imron Fauzi, bahwa
pengembangan tersebut terkait dengan upaya memperbaiki, meningkatkan,
dan memajukan suatu kegiatan dari keadaan yang kurang maju kepada
keadaan yang lebih maju. dalam bidang pendidikan, pengembangan dapat
dilakukan pada seluruh komponen pendidikan, antara lain pengembangan
29
Ali Maksum, Pembaharuan Sistem Pendidikan Pada Madrasah, dalam Nizamia,
(Surabaya, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 2005), Vol. 8 Nomor 1, hlm.38.
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 139
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
mutu sumber daya manusia (khususnya guru), pengembangan kurikulum dan
materi pelajaran, pengembangan proses belajar mengajar, pengembangan
sarana prasarana dan sebagainya.30
Hal ini dinilai penting menjadi perhatian serius sehingga tetap eksis dan
mengejar ketertinggalan, namun usaha tersebut perlu dipahami bahwa
madrasah juga memiliki faktor penghambat dan pendukung, disinilah para
pengelolah lembaga pendidikan madrasah perlu berjuang maksimal untuk
mengembangkannya. Eko Susilo mengutip A. Fatta Yasin dalam bukunya
Dimensi-Dimensi Pendidikan, mengemukakan faktor penghambat dan faktor
pendukung perkembangan madrasah yaitu:31
1. Faktor penghambat:
a. Sistem manajemen dan etos kerja yang rendah
b. Kualitas dan kuantitas guru yang kurang memadai
c. Kurikulum yang tidak efektif
d. Sarana fisik dan fasilitas yang masih belum cukup
2. Faktor pendukung:
a. Merespon kebutuhan peserta didik, kemajuan ilmu dan tekhnologi,
kebutuhan pembangunan nasional dan relevan dengan pandangan
hidup bangsa serta ajaran agama masyarakat.
b. Sistem pendidikan yang dikembangkan adalah mampu menumbuhkan
peserta didik sesuai dengan kecenderungan sehingga dapat bekerja
untuk menghidupi dirinya dan keluarganya tersebut.
c. Pemberian pedoman moral sesuai dengan keyakinan dan tantangan
zamannya sehingga peserta didik mampu hidup hormat dan disegani
dalam tata pergaulan hidup bersama ditengah-tengah masyarakat.
d. Mampu mengembangkan keterampilan dan budi pekerti luhur peserta
didik sesui dengan agama, kepercayaan dan budayanya. Sehingga
dapat menghadirkan peserta didik untuk dapat hidup ditengah
30
Imron Fauzi, Manajenen Pendidikan ala Rasulullah, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012),
hlm.66-67.
31
Eko Susilo, dkk. Politik., hlm.304-305.
Page 140
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
masyarakat yang dapat mendatangkan manfaat, rasa aman, dan
kepercayaan
serta
memberikan
harapan-harapan
baru
bagi
masyarakatnya.
Prinsip pengembangan madrasah tidak hanya terkait pada persoalan
mutu, kurikulum dan sarana prasarana, jika esensi SKB tiga Menteri disisi
lain memberikan penyetaraan derajat kelulusan dan persamaan kurikulum
dengan sekolah umum yang telah diberlakukan selama ini (baik materi
maupun jumlah jam), maka hingga kini masih muncul pertanyaan diberbagai
kalangan, mengapa madrasah masih belum begitu maksimal akan memainkan
peranannya secara praksis-aplikatifnya? Apakah pemerintah masih setengah
hati memberikan layanan yang memadai, baik dari segi sarana-prasarana
maupun anggaran pendidikan?, maka hal ini dapat diidentifikasi sekurangkurangnya ada tiga penyebab yaitu:
1) Madrasah dalam praktek pengelolaannya sebagian besar (khususnya
madrasah swasta) belum tangani sepenuhnya secara professional oleh
orang dibidangnya sehingga hal ini belum memberikan nilai jual dan nilai
tawar bagi masyarakat pada umumnya, kebanyakan madrasah masih
seolah tertutup dengan informasi perkembangan pendidikan dan
globalisasi, hal ini dikarenakan masih adanya asumsi bahwa era
globalisasi (tekhnologi informasi) dapat menggeser nilai-nilai historisnya
yang masih kental dengan prinsip-prinsip Islam, disini penting dilakukan
pengintegrasian antara ilmu agama sebagai dasar historisnya dengan
teknologi informasi sebagai langkah memodernisasi kemajuan lembaga
pendidikan Islam madrasah−swasta yang masih terbelakang.
2) Perhatian pemerintah dalam hal pengelolaan pendidikan secara nasional
masih terpecah dan disinyalir tidak fokus karena masih memainkan peran
masing-masing baik sekolah umum di bawah naungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, maupun sekolah (madrasah) dibawah
naungan Kementerian agama. Hingga kini banyak isu yang berkembang
dikalangan akademisi maupun praktisi pendidikan sekaligus tawaran akan
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 141
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
penyamaan hak antara madrasah dan sekolah umum baik dari segi
penganggaran (pembiayaan) yang disalurkan pemerintah maupun system
pengelolaan dalam satu kebijakan pusat, dengan pengertian bahwa yang
terkait pendidikan secara keseluruhan perlu dibawah naungan satu
Departemen yakni khusus Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
sedangkan untuk Departemen Agama fokus pada wilayah kebijakannya
yakni keagamaan. Kendati tawaran penyamaan pengelolaan satu
kebijakan terpusat tersebut, melakukannya bukanlah hal yang mudah.
Dibutuhkan analisis yang mendalam dari latarbelakang historisnya hingga
kesiapan semua pihak dalam mengambil peran untuk menyukseskan
pendidikan serta konsekwensi yang akan ditimbulkan.
3) Pada sisi lain hingga kini kenyataannya citra kepercayaan masyarakat
mulai menurun disebabkan karena mutu lulusan dalam persaingan kerja,
kurangnya profesionalisme pengelolaan administrasi madrasah, etos kerja
pegawai yang rendah, maupun system manajemen yang tidak mengalami
pembaruan. Disini diperlukan peranan unsur pengelolah (kepala sekolah
dan guru) untuk mengambil langkah serta membangun citra kepercayaan
masyarakat, sehingga kesan yang timbul tidak hanya pada tingkat
pembayaran yang dikeluarkan oleh orang tua siswa melainkan prestasi
yang mampu bersaing.
Berangkat dari hal diatas, adanya konsep desentralisasi pendidikan32
(otonomi sekolah) maka reposisi dan pengembangan madrasah perlu
dukungan pemerintah daerah dan segenap pihak. Desentralisasi pendidikan
32
Lihat, Landasan yuridis desentralisasi ini termuat dalam Undang-undang Otonomi Daerah
No. 22 Tahun 1999 pada Bab I pasal 1 e dan h. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3839, hlm.3. Desentralisasi pendidikan disini dapat diartikan terjadinya pelimpahan
kekuasaan dan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan
mengambil keputusannya sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dibidang
pendidikan.
Abdul
Halim,
Bunga
Rampai
Manajemen
Keuangan
Daerah,
(Yogyakarta:YKPN,2001), hlm. 12. Selanjutnya menurut Ali Riyadi, Desentralisasi pendidikan
sesungguhnya memberikan keleluasaan kepada lembaga pendidikan dalam setiap aktifitas
kelembagaan dan kependidikannya. Ali Riyadi, Politik Pendidikan, Menggugat Birokrasi
Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006), hlm. 231.
Page 142
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
khususnya pendidikan madrasah adalah kewenangan yang diberikan kepada
daerah dalam hal ini Kementerian Agama dan pengelolah madrasah untuk
membuat suatu strategi pengembangan (membuat perencanaan dan mengambil
keputusan) terkait system dan manajemen madrasah yang bermutu guna
memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat seiring dengan perkembangan
globalisasi tanpa meninggalkan asas-asas keislaman sebagai ciri khas
pendidikan madrasah tersebut.
Beragam paradigma baru yang muncul dibidang pendidikan hal ini
mengindikasikan
masyarakat
menantikan
pentingnya
pengembangan
pendidikan khususnya pengembangan madrasah diera kompetisi global,
langkah penting yang dapat menjadi catatan bagi segenap komponen yang
terlibat pengelolaan pengembangan madrasah adalah kebijakan pendidikan
yang demokratis. Pengelolaan pendidikan secara demokratis ini dapat
dikatakan sebagai salah satu strategi yang tepat masa kini. Demokratisasi
disini sebagai contoh dapat dimaksudkan Manajemen Berbasis Madrasah
(MBM), melalui MBM pendidikan dimadrasah dapat dipahami sebagai
langkah menjawab kebutuhan masyarakat sesuai kondisi yang dialami, baik
secara kultural, adat-istiadat, terlebih persoalan ilmu keagamaan dan
pengetahuan umum. Said Agil Husin Al-Munawar memberikan pandangan
bahwa dengan MBM ini berarti akan mengembalikan peran madrasah yang
sesungguhnya, sebagaimana visi dan misi pertama madrasah didirikan.33
Keberadaan
unsur-unsur
kebebasan
dalam
aktivitas
pendidikan
merupakan kunci atau fondasi terwujudnya demokratisasi pendidikan Islam.
Demokratisasi pendidikan Islam sendiri merupakan upaya-upaya yang
menciptakan pendidikan Islam yang berbasis dari tekanan-tekanan dan
pemaksaan serta bentuk-bentuk aktivitas pendidikan yang serba sangat
birokratis, hirarkis, sentralistis dan elitis.34 Dalam hal ini kebijakan
33
Said Agil Husin Al-Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’an dalam Sistem Pendidikan
Islam, edt. Ummi Kalsum dan Syahrini Tambak, (Ciputat: PT. Cirutat Press, 2005), hlm. 200.
34
Adapun demokratisasi pendidikan dalam pandangan para pemikir pendidikan Islam di
Indonesia berawal dari kritik mereka terhadap system pendidikan Islam tradisional seperti apa
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 143
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
pendidikan dan pengembangan madrasah sangat dipengaruhi adanya
demoraktisasi.
format
alternatif
yang
berkenaan
dengan
kebijakan
demokratisasi patut dijadikan pertimbangan sebagai proses pengembangan
madrasah.
Oleh karena itu menurut hemat penulis, pengembangan madrasah
sebagai strategi reposisi menuju perkembangan mutu diera kompetitif
globalisasi masa kini adalah: (1) Perlunya integratif dikalangan pemerintah
dengan pengelolah pendidikan di madrasah sangat berperan dalam upaya
menumbuhkan kesadaran untuk kemajuan entitas budaya lokal madrasah yang
bercirikhaskan Islam religius. Pemerintah penting membuka diri dan memiliki
keberanian untuk menumbuhkembangkan pendidikan Islam khususnya
madrasah. Namun kelemahan disisi lainnya adalah menimbulkan kesenjangan
mutu pendidikan antar daerah. (2) Peranan masyarakat yang sadar pendidikan
sangat penting, partisipasi terhadap pendidikan Islam tak hanya mengarahkan
anak didik untuk belajar pada pendidikan formal (madrasah) namun
bimbingan orang tua sebagai utama dikalangan keluarga paling berpengaruh,
demikian pula masyarakat Islam mayoritas patut diperhitungkan dalam
mengambil peran baik dari dukungan finansial yang memadai untuk
menunjang proses pendidikan di madrasah. (3) Diera kompetitif madrasah
swasta penting membangun system jaringan kerja dan sumber pembiayaan
tambahan (networking and funding) dengan pihak-pihak atau lembaga yang
memiliki perhatian terhadap pendidikan, baik dalam ranah lokal, nasional
maupun internasional. (4) Pentingnya pemerintah pusat berlaku lebih adil
tanpa mendiskriminasikan lembaga pendidikan Islam dibawah pengelolaan
Kementerian Agama dengan lembaga pendidikan umum yang berada dibawah
yang telah disampaikan oleh Syafii Maarif. Ia mengatakan bahwa system pendidikan tradisional
yang kurang atau lemah pengalaman berdemokrasi. Demokrasi pendidikan yang dibangun oleh
para pemikir pendidikan Islam merupakan upaya untuk membangun dasar-dasar persamaan,
kebebasan, keadilan, keterbukaan, dan anti diskriminatif. Saleh Subagja, Gagagsan Liberalisasi
Pendidikan Islam, (Konsep Pembebasan dalam Pembelajaran Pendidikan Islam), (Malang,
Penerbit Madani, 2010), hlm.188-189.
Page 144
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
pengeloaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (5) Lembaga
pendidikan madrasah perlu melakukan peningkatan layanan pendidikan yang
mencakup seluruh siswa tanpa adanya perbedaan latar belakang sosial
maupun ekonomi, mempertahankan kualitas pendidikan yang telah tercapai
dan melakukan upaya pencegahan siswa putus sekolah. (6) Pengembangan
bakat dan kreatifitas siswa dengan menciptakan lembaga organisasi yang
dapat mengembangkan minat profesionalnya. (7) Perlunya madrasah
merumuskan, menetapkan serta mensosialisasikan kepada publik mengenai
visi dan misi madrasah yang dimiliki serta jelas yang berorientasi tujuan
utama pendidikan Islam dan mengarah pada nilai kebutuhan masa depan
masyarakat yang siap menghadapi perkembangan globalisasi. (8) Pentingnya
madrasah meningkatkan penguasaan dan keahlian yang berbasis sains dan
tekhnologi. (9) pendidik adalah pelaku dalam proses transfer of knowledge,
motifator dan inspirator, maka diperlukan perekrutan guru−pendidik yang
betul-betul siap dan memiliki kompetensi dibidangnya serta terbukti akan
kualitasnya. (10) Pentingnya penerapan dan penekanan terhadap peserta didik
dalam penguasaan bahasa dalam hal bahasa asing, penting menjadi modal
sekaligus wawasan global untuk mampu bersaing dalam percaturan
pembangunan nasional. (11) Pemerintah−pemegang kebijakan pendidikan,
penting merumuskan dan menetapkan kebijakan yang betul-betul berpihak
dan menguntungkan semua pihak yang terlibat baik pengelolah pendidikan,
pegawai, guru, peserta serta masyarakat.
Langkah-langkah pengembangan tersebut sebagai wacana strategi
reposisi tentunya dapat dilihat dari aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan
aspek teknis. Pola pengembangan pendidikan Islam madrasah yang bersifat
makro ini menuntut kesadaran, kemauan dan kerja keras serta komitmen yang
tinggi meskipun melakukannya dipengaruhi pasang surutnya kebijakan politik
pemerintah.
KESIMPULAN
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 145
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang telah lahir sejak abad ke
empat hijriyah membawa misi pendidikan bagi umat Islam pada umumnya,
hingga keberadaan madrasah di Indonesia sebagai embrio yang lahir dari rahim
pesantren pada abad ke-20 sebagai bentuk kebangkitan pendidikan Islam di tanah
air. Madrasah sebagai sekolah yang bercirikan Islam merupakan tahapan dan
pengembangan dari pesantren sejak pra kemerdekaan, kelahirannya yang
dilatarbelakangi oleh kurang memenuhinya kebutuhan masyarakat terkait lembaga
pendidikan keislaman madrasah−persekolahan dan kemampuan pragmatis
demikian pula sebagai respon kebijakan pendidikan terhadap pemerintah Belanda
dalam menerapkan pendidikan sekuler.
Perkembangan madrasah pada era Orde Lama yang kurang mendapatkan
ruang dan perhatian pemerintah namun ketika pada Orde Baru telah melahirkan
beberapa kebijakan terkait pengembangan madrasah ini seperti lahirnya Surat
Keputusan Bersama tiga Menteri yang terkait penyetaraan dan perubahan
mendasar strukturalnya. Hingga memasuki era reformasi peran madrasah dalam
membina generasi bangsa Indonesia tetap diperhitungkan dengan kebijakan
pemerintah terkait lahirnya UUSPN No. 20 Tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional yang memberikan pengakuan tanpa dikriminasi dalam
pendidikan nasional. Kendati hingga sekarang pendidikan madrasah masih menuai
problematika yang tak kian surut dengan kebijakan pemerintah hingga kini.
Eksistensi madrasah hingga kini walau peranannya yang demikian besar
seolah tak sebanding dengan kebijakan pemerintah terhadap madrasah sebagai
bagian dari pendidikan nasional selalu diwarnai dengan ragam polemiknya baik
dari segi mutu, kurikulum, kebijakan pemerintah dalam hal penganggaran dan
sebagainya.
Hal
ini
menuntut
perbaikan
dari
berbagai
pihak
untuk
mengembangkannya sehingga dapat menempatkan diri sebagai lembaga
pendidikan yang terkemuka baik dalam ciri khas keislamannya maupun dalam
bidang pengetahuan umum di Indonesia. Langkah reposisi dan pengembangan
diharapkan dapat membawa pendidikan Islam madrasah dalam era kompetitif
global kini, dengan mengambil bagian dari wacana solutif itu maka pada
Page 146
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
pembahasan di atas beberapa strategi pengembangan madrasah dapat menyentuh
sebagai analisis strategis. Olehnya kebijakan politik pemerintah yang betul-betul
berpihak pada pendidikan sangat berperang dalam mendukung tercapainya
pengembangan madrasah kini dan masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Munawar, Husin, Agil, Said, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’an dalam Sistem
Pendidikan Islam, edt. Ummi Kalsum dan Syahrini Tambak, (Ciputat: PT.
Cirutat Press), 2005.
Arif, Mahmud, Panorama Pendidikan Islam di Indonesia. Sejarah, Pemikiran,
dan Kelembagaan,(Yogyakarta: Idea Press), 2009.
Arif, Mahmud, Sketsa Sejarah, Geliat, dan Dinamika Peran Madrasah dalam
Merespon Tantangan Pendidika Islam (Dilema Madrasah dalam Kancah
Pendidikan dan Peran Kontributif Madrasah Berbasis Pesantren). Edt.
Prof. Dr. Nizar Ali, M.Ag dan Dr. H. Sumedi, M.Ag. dalam Ontologi
Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Program Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga kerjasama Penerbit Idea Press), 2010.
Azra, Azyumardi, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekonstruksi dan
Demokratisasi, (Jakarta, Kompas Buku), 2002.
Fauzi, Imron, Manajenen Pendidikan ala Rasulullah, (Yogyakarta:Ar-Ruzz
Media), 2012.
Gunawan, Ary, H, Kebijakan Kebijakan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta),
1995.
Halim, Abdul, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah, (Yogyakarta:
YKPN), 2001.
Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husna Zikra),
2000.
Machali, Imam, dan Hidayat, Ara, Pengelolaan Pendidikan (Konsep, Prinsip, dan
Aplikasi dalam Mengelolah Sekolah dan Madrasah), (Yogyakarta:
Kaukaba), 2012.
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 147
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
_________, Kebijakan Pendidikan Islam dari Masa Ke Masa, Dari Kebijakan
Diskriminatif Menuju Kebijakan Berkeadilan, dalam Website:
http://www.imammachali.com.
Maksum, Ali, Pembaharuan Sistem Pendidikan Pada Madrasah, dalam Nizamia,
Surabaya, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 2005, Vol. 8 Nomor 1.
Maksum, Madrasah Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta, Logos Wacana
Ilmu), 1999.
Mas’ud, Abdurrachman, dkk, Dinamika Pesantren dan Madrasah, edt. Ismail SM
dkk, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo bekerja sama Pustaka
Pelajar, Yogyakarta), 2002.
Hasyim, Yusuf, Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan
Madrasah,
dalam
Website:
http://gurubangsaku.wordpress.com.
Retnoningsih, Ana, dan, Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Lux,
(Semarang: CV. Widia Karya), 2011.
Riyadi, Ali, Politik Pendidikan, Menggugat Birokrasi Pendidikan Nasional,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media), 2006.
Steenbrink, A. Karel, Pesantren Madrasah Sekolah (Pendidikan Islam dalam
Kurun Moderen), (Jakarta: Darma Aksara Perkasa), 1986.
Subagja, Saleh, Gagagsan Liberalisasi Pendidikan Islam, (Konsep Pembebasan
dalam Pembelajaran Pendidikan Islam), (Malang, Penerbit Madani),
2010.
Susilo, Eko, dkk. Politik Pendidikan Nasional, edt. Syahridlo dan Sutarman,
Yogyakarta, Kopertais Wilayah III Daerah Istimewa Yogyakarta UIN
Sunan Kalijaga, 2011.
Syalaby, Ahmad, Sedjarah Pendidikan Islam, Ter. Muchtar Yahya dan Sanusi
Latief, (Jakarta: Bulan Bintang), t.t,.
Toto Suharto, Abdullah Idi, dan, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Tiara Wacana), 2006.
Undang-Undang Republik Indonesia No, 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
Daerah, (dalam pdf), Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3839.
Page 148
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
AL-QALAM
Jurnal Kajian Islam & Pendidikan
Volume 07 No 02 2015
ISSN (print) : 1858-4152
ISSN (online) : 2715-5684
Homepage : http://journal.iaimsinjai.ac.id/index.php/al-qalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, (dalam pdf), (Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301), diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2003.
Yunanto. S, et.al, Pendidikan Islam di Asia Tenggara dan di Asia Selatan
(Keragaman, Permasalahan dan Strategi), (Jakarta: The RIDEP Institut
kerjasama Friedrich Ebert Stiftung), 2005.
Al-Qalam | Volume 7 Nomor 2, 2015
Page 149