AKREDITASI RS
PENGERTIAN
pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, setelah dilakukan penilaian bahwa Rumah Sakit telah
memenuhi Standar Akreditasi.
TUJUAN
Menentukan apakah RS tersebut memenuhi standar yg direncanakan untk memperbaiki keselamatan
mutu pelayanan
STANDAR AKREDITASI
pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien.
PERUBAHAN PARADIGMA STANDAR AKERDITASI BARU
Tujuan akreditasi adalah peningkatan mutu
Memenuhi kriteria-kriteria internasional dan bersifat dinamis
Pelayanan berfokus pada pasien
Kesinambungan pelayanan
Prosesnya mencari bukti-bukti tracer methodology
Survey upaya pencapaian RS terhadap skoring, berupa level-level pencapaian PRATAMA,
MADYA, UTAMA, PARIPURNA
MANFAAT AKREDITASI
Menitik beratkan sasaran keselamatan pasien & mutu pelayanan
Menyediakan lingkungan yg aman & efisien
Mendengarkan pasien & keluarga, menghormati dan melibatkan mereka sbg mitra dalam proses
pelayanan
Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien
Membangun kepemimpinan yg mengutamakan pelayanan
Kepemimpinan ini menetapkan prioritas utk & demi terciptanya kepemimpinan yg
berkelanjutan utk meraih kualitas dan keselamatan.
DASAR HUKUM AKREDITASI RS
UU NO 44 TAHUN 2009 TENTANG RS
PERMENKES NO 34 TAHUN 2017
TUJUAN AKREDITASI BERDASARKAN PMK NO 34 TAHUN 2017
meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit dan melindungi keselamatan pasien Rumah Sakit;
meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di Rumah Sakit dan Rumah
Sakit sebagai institusi;
mendukung program Pemerintah di bidang kesehatan; dan
meningkatkan profesionalisme Rumah Sakit Indonesia di mata Internasional.
PASAL 4
Akreditasi dilaksanakan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang berasal dari
dalam atau luar negeri. 2)
Lembaga independen penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri. 3)
Lembaga independen penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
telah terakreditasi oleh lembaga International Society for Quality in Health Care (ISQua). 4)
Lembaga independen penyelenggara Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkewajiban: 1) melaksanakan Akreditasi berdasarkan Standar Akreditasi masing-masing; dan
2) menyusun tata laksana penyelenggaraan Akreditasi.
PASAL 5
Rumah Sakit harus melakukan perpanjangan Akreditasi sebelum masa berlaku status
Akreditasinya berakhir.
Untuk mendapatkan status Akreditasi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direktur atau
kepala Rumah sakit harus mengajukan perpanjangan Akreditasi kepada lembaga independen
penyelenggara Akreditasi.
PENGERTIAN AKREDITASI
Pengakuan oleh pemerintah kepada RS yang telah memenuhi standar yang ditetapkan
(Pedoman Akreditasi RS di Indonesia)
Self assessment & proses external peer review oleh organisasi yan kes yang menilai keakuratan
tingkat kinerja dihubungkan dng standar & cara implementasi peningkatan sistem yan kes
secara berkesinambungan (IsQua, Year 2000)
MENGAPA PERLU AKREDITASI
FILOSOFI
Respect & protect terhadap konsumen
Safety terhadap konsumen *
Profesional code of conduct good clinical practice
QUALITY OF CARE ISSUES : *
Pelayanan sesuai dengan standar *
Memacu profesionalisme *
Effisiensi *
Kemampuan kompe
KEUNGGULAN AKREDITASI
Standar yang dipakai spesifik untuk pelayanan kesehatan
Pengembangan standar dilakukan oleh pakar kesehatan/perumah sakitan
Pengembangan standar dilakukan dalam dunia perumah sakitan
Asesmen elemen-elemen akreditasi terlengkap: struktur-proses-hasil/outcome lebih diarahkan
pada output /outcome
Surveior: pakar/praktisi kesehatan/rumah sakit
TUJUAN
Bagi petugas RS : Jaminan sarana, prasarana & alat sesuai standa
BagiRS : Pengakuan & Penghargaan
Bagi pasien : Memperhatikan hak pasien
PERAN STANDARISASI DALAM AKREDITASI RS
Sebagai dasar dalam penyusunan instrumen akreditasi •
Sebagai dasar dalam penyusunan kriteria akreditasi •
Sebagai dasar penyusunan indikator output
STANDAR AKREDITASI
Standar Akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang harus dipenuhi oleh rumah
sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien
STANDAR YANG DIHARAPKAN
HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM STANDAR AKREDITASI RS
Standar pelayanan RS ini merupakan standar minimal yang harus dipenuhi oleh sebuah RS agar
dpt menjalankan fungsi yang diembannya, yaitu fungsi pelayanan, pendidikan, penelitian &
penapisan ilmu pengetahuan & teknologi
Standar pelayanan RS ini merupakan acuan & pelengkap untuk RS
Standar pelayanan RS ini merupakan standar masukan & standar profesi
Sebagai standar yang selalu berkembang sesuai dgn perkembangan ilmu pengetahuan &
teknologi, maka secara berkala standar ini perlu di evaluasi
SISTEM AKREDITASI RS DI INDONESIA
SNARS EDISI 1.1
PENGELOMPOKAN BAB
1. STANDAR PELAYANAN BERFOKUS PASIEN
2. STANDAR MANAJEMEN RS
3. SASARAN KESELAMATAN PASIEN
4. PROGRAM NASIONAL
5. INTEGRASI PELAYANAN DALAM PENDIDIKAN DI RS
REDOWSKO
• R = Regulasi (Pedoman, Panduan, Kebijakan , SPO) •
D = Dokumen bukti implementasi (Rekam Medis, dll) •
O = Observasi pelaksanaan regulasi oleh civitas Hospitalia •
W = Wawancara dengan pelaksana asuhan dan pasien atau keluarga •
S = Simulasi pelaksanaan SPO •
Ko: Konfirmasi
UNDANG UNDANG TENTANG RS
UU RS
Pasal 7 •(1) RS harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan.
UURS BAGIAN KEFARMASIAN
PELAYANAN KEFARMASIAN DI RS
1. Kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Bahan Medis Habis
Pakai Alat Kesehatan, dan
2. Kegiatan pelayanan farmasi klinik.
PKPO GAMBARAN UMUM
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yan
berkaitan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
PERAN APOTEKER DALAM PKPO
1. Menjamin mutu, manfaat, keamanan dan khasiat sediaan farmasi, alat kesehatan;, BMHP 2.
2. Tata Kelola Obat 3.
3. Pelayanan farmasi klinik 4
4. Melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari penggunaan obat yang tidak rasional, obat palsu,
produk rusak, terkontaminasi dalam rangka keselamatan pasien 5
5. . Menjamin sistem PKPO yang lebih aman (medication safety) 6.
6. Menurunkan angka kesalahan penggunaan obat (Medication Error)
PERAN MANAJERIAL APOTEKER
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
seleksi,
pengadaan,
penyimpanan, 4.
Peresepan/permintaan obat/instruksi pengobatan 5.
penyalinan (transcribe), 6.
pendistribusian, 7.
pemberian, 8.
Pendokumentasian
PELAYANAN FARMASI KLINIK PADA PASIEN RS
ASUHAN KEFARMASIAN DI RS
PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT
PENYEBAB UTAMA CEDERA DAN BAHAYA DALAM PKPO: •
Praktik penggunaan obat yang tidak aman (unsafe medication practices) dan •
Kesalahan penggunaan obat (medication errors)
RS DIMINTA UNTUK :
Mematuhi Peraturan Perundang-undangan, 2.
Membuat Sistem PKPO Yang Lebih Aman Dan 3.
Menurunkan Kesalahan Pemberian ObaT
METODE TELUSUR TERDIRI DARI
Telusur individual
Telusur sistem : 1. penggunaan data 2. manajemen obat 3. pencegahan pengendalian infeksi 3.
Telusur program spesifik : 1. kelanjutan temuan pd telusur 2. fokus pada masalah atau topik
spesifik, terkait keselamatan 3. integrasi laboratorium
Telusur lingkungan : menilai kepatuhan melaksanakan standar manajemen lingkungan,
manajemen kedaruratan
TOPIK TELUSUR
SISTRMATIKA TELUSUR PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT
Pengorganisasian 2.
Seleksi Dan Pengadaan Obat 3.
Penyimpanan 4.
Kebijakan Dan Prosedur Permintaan Obat 5.
Verifikasi Peresepan /permintaan serta verifikasi penyerahan obat 6.
Pengawasan 7.
Penyimpanan, 8.
Monitoring 9.
Penggunaan High alert/Risk Terapi : Iv Mixing, handling citotoxic, Elektrolit Konsentrat, Look
Alike And Sound Alike Drugs; 10. P
Peran Farmasi Dalam Rencana Pemulangan ( Discharge Planning ) Dan Pendidikan Pasien/ Kel
TELUSUR DOKUMEN IMPLEMENTASI
Formularium Obat 2.
SK Panitia Farmasi dan terapi, 3.
Daftar dokter. Pemesan obat 4. R
Rekam medis catatan obat catatan perintah lewat telepon/pemberian obat 5.
Laporan narkotik, psikotropik 6.
File kepegawaian Ijazah, STRA, SIPA, sertifikat pelatihan 7.
MOU/PKS dg pihak luar 8.
form usulan obat baru, daftar obat baru, kriteria masuk/keluarnya obat ke formularium 9.
Kebijakan obat automatic stop order 10.
Daftar obat high alert 11. Berita acara pemusnahan obat kadaluarsa, penarikan obat kadaluarsa
WALKING AROUND
Lihat resep
Lihat troli/lemari/kit emergensi
Lihat penyimpanan obat : B3, Kulkas, LASA high alert
Keselamatan, kewaspadaan bencana
Kebersihan lingkungan
Telusur individu
SUBYEK PENELUSURAN SURVEYOR
Pasien dan keluarga 2.
Panitia Farmasi dan Terapi 3.
Ka Instalasi farmasi 4.
Farmasis/TTK/ asisten apoteker 5.
Bagian Pengadaan obat 6.
Dokter 7.
Perawat
PENGORGANISASIAN
Standar PKPO 1
Pengorganisasian pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di rumah sakit harus sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan dan diorganisir untuk memenuhi kebutuhan pasien
SELEKSI DAN PENGADAAN
Standar PKPO 2
Ada proses seleksi obat dengan benar yang menghasilkan formularium dan digunakan untuk
permintaan obat serta instruksi pengobatan. Obat dalam formularium senantiasa tersedia dalam
stok di rumah sakit atau sumber di dalam atau di luar rumah sakit.
Rumah sakit menetapkan proses pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan berkhasiat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk mendapatkan obat bila sewaktu-waktu obat tidak
tersedia.
PENYIMPANAN
Standar PKPO 3
Rumah sakit menetapkan tata laksana pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, serta aman.
Rumah sakit mengatur tata kelola bahan berbahaya, serta obat narkotika dan psikotropika
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang- undangan
Rumah sakit mengatur tata kelola penyimpanan elektrolit konsentrat dan eletrolit dengan
konsentrasi tertentu yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Rumah sakit menetapkan pengaturan penyimpanan dan pengawasan penggunaan obat tertentu
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk memastikan obat emergensi yang tersimpan di dalam
maupun di luar unit farmasi tersedia, tersimpan aman, dan dimonitor.
Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak layak digunakan karena rusak, mutu substandar,
atau kadaluwarsa.
Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan identifikasi dalam proses penarikan kembali (recall)
oleh Pemerintah, pabrik, atau pemasok.
Rumah sakit juga harus menjamin bahwa sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis yang tidak layak pakai karena rusak, mutu substandard, atau kedaluwarsa tidak digunakan
serta dimusnahkan.
PERESEPAN DAN PENYALINAN
Standar PKPO 4
Ada regulasi peresepan, permintaan obat dan instruksi pengobatan.
Standar PKPO 4.1
Regulasi ditetapkan untuk menentukan pengertian dan syarat kelengkapan resep atau
pemesanan
Rumah sakit menetapkan individu yang kompeten yang diberi kewenangan untuk menulis
resep/permintaan obat atau instruksi pengobata
Standar PKPO 4.3
Obat yang diresepkan dan diberikan tercatat di rekam medis pasien.
PERSIAPAN DAN PENYERAHAN
Standar PKPO 5
Obat disiapkan dan diserahkan di dalam lingkungan aman dan bersih.
Rumah sakit menetapkan regulasi yang mengatur semua resep/permintaan obat dan instruksi
pengobatan obat ditelaah ketepatannya
PEMBERIAN ADMINISTRASI OBAT
Standar PKPO 6
Rumah sakit menetapkan staf klinis yang kompeten dan berwenang untuk memberikan obat.
Proses pemberian obat termasuk proses verifikasi apakah obat yang akan diberikan telah sesuai
resep/permintaan obat. S
tandar PKPO 6.
Ada regulasi tentang obat yang dibawa oleh pasien ke rumah sakit untuk digunakan sendirI
PEMANTAUAN DAN MONITORING
Standar PKPO 7
Efek obat dan efek samping obat terhadap pasien dipantau.
Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses pelaporan serta tindakan terhadap
kesalahan penggunaan obat (medication error) serta upaya menurunkan angkanya
PERESEPAN SAMPAI KE DISTRIBUSI YANG AMAN
INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
AKREDITASI JCI EDISI 6
Standard JCI edisi 5 Terdapat beberapa revisi dan penambahan elemen penilaian pada beberapa
standart.
SISTEM AKREDITASI JCI
STANDAR AMC
14 standart JCI edisi 5 Medical Professional Education (MPE) Standard 1 s/d 7 Human Subject
Research Programs (HRP) Standart 1 s/d 7
DISTRIBUSI OBAT
DEFINISI
merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. (PMK no 72 th 2016; Siregar,
2004)
⚫ Prinsip → distribusi obat harus aman, efektif dan efisien, juga harus dapat menjamin obat benar bagi
penderita tertentu (dengan dosis yang tepat, pada waktu yang ditentukan dan cara penggunaan yang
benar).
SISTEM DISTRIBUSI OBAT
proses penyaluran obat dari IFRS ke pasien untuk menjamin ketersediaan obat bagi pasien dan mutu obat
yang terjaga. (Siregar, 2004) ⚫
Dibedakan berdasarkan jangkauan pelayanan IFRS serta mekanisme distribusi
BERDASARKAN JANGKAUAN IFRS
Sistem sentralisasi, jika seluruh resep disiapkan dan didistribusikan oleh instalasi farmasi sentral.
Sistem desentralisasi, jika terdapat instalasi farmasi lain (outlet/depo/satelit) yang memberikan
pelayanan farmasi dalam kesatuan manajemen rumah sakit.
BERDASARKAN MEKANISME DISTRIBUSI
Individual Prescribing
Floor Stock
Gabungan IP & floor stock
Unit Dose Dispensing (UDD)
INDIVIDUAL PRESCRIBING
suatu sistem distribusi di mana obat diberikan kepada pasien berdasarkan resep perseorangan.
Sistem ini biasa digunakan karena memudahkan cara untuk menarik pembayaran atas obatobatan yang
digunakan pasien dan memberikan pelayanan kepada pasien secara perorangan.
DISTRIBUSI PADA PASIEN RAWAT JALAN
Pencantuman nama RS, alamat, telpon, keterangan obat yang diberikan, nama penderita, aturan pakai
pada etiket.
Komunikasi dgn pasien rawat jalan berupa : - Informasi lisan, konseling obat - Informasi tertulis : label,
brosur, leaflet, tas plastik obat dll
KEUNTUNGAN INDIVIDUAL PRESCRIBING
Semua pesanan obat langsung diperiksa oleh Farmasis
Memungkinkan interaksi antara Farmasis, dokter, perawat dan pasien.
Memungkinkan pengawasan obat-obatan dengan lebih teliti.
Memberikan cara yang cocok untuk melaksanakan pembayaran obat-obatan yang digunakan pasien.
KERUGIAN INDIVIDUAL PRESCRIBING
Kemungkinan ada penundaan untuk mendapatkan obat yang dibutuhkan.
Jumlah personil IFRS yang dibutuhkan meningkat.
METODE PENGIRIMAN PESANAN OBAT DARI DOKTER KE FARMASI
Resep ditulis pada kertas kosong tersendiri oleh dokter
Pesanan pada rekam medik (catatan tentang pasien) ditulis oleh personil RS yang bertugas di pos
perawatan
Tembusan atau kopi lain dari ‘chart order’ (pesanan obat yg ditulis pada catatan tentang pasien) dikirim
ke farmasi
PENGAWASAN
Pada setiap lembar resep yang dikerjakan ada kolom HTKP / HETIP, diparaf petugas yg melakukan kegiatan
tersebut :
H = Harga H = Harga E = Etiket T = Timbang T = Timbang K = Kemas I = Isi P = Penyerahan P = Penyerahan
PENGAWASAN
Catatan pemberian obat:
Formulir yang digunakan perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan pada pasien
Daftar riwayat farmasi pasien (pharmacy patient profile)
Lembaran yg digunakan farmasis untuk meninjau pengobatan, menyiapkan obat untuk dikirim ke pos
perawatan serta membuat catatan yg diteliti untuk penagihan.
FLOOR STOCK
Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi
Farmasi dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari
penanggung jawab ruangan.
Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis
Obat yangdisediakan di floor stock
KELEBIHAN FLOOR STOK
Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita.
Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS.
Pengurangan penyalinan kembali order obat.
Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan
KEKURANGAN FLOOR STOK
Kesalahan penggunaan obat
Pengendalian persediaan dan mutu kurang menjadi fokus,
Kemungkinan pencurian obat meningkat.
Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat.
Penambahan modal investasi ⚫
Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat.
SOLUSI
Peningkatan pengetahuan para perawat tentang penyimpanan obat, penyiapan obat dengan diadakan
pelatihan-pelatihan oleh apoteker.
Pemantauan obat oleh apoteker secara berkala.
Sistem pencatatan berupa daftar obat, pencatatan pemakaian.
OBAT OBAT FLOOR STOK
Pemilihan obat yang difloor stock berdasarkan:
Biaya preparasi
Frekuensi
Jumlah
Budget
GOLONGAN OBAT FLOOR STOK : ANTI ALERGI ANTIBIOTIK, ANTIKOAGULAN, ANTIHIPERTENSI, AGEN
KARDIOVASKULER, DIURETIK, DLL
UNIT DOSE DISPENSING/UDD
⚫ Dasar → obat dalam kemasan unit tunggal didispensing dalam bentuk siap konsumsi; dan untuk
kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan ke atau tersedia pada ruang
perawatan pada setiap waktu. ⚫
Farmasis lebih aktif dalam proses pengobatan
Menguntungkan penderita
Perawat terfokus pada perawatan penderita
Centralized UDD & Decentralized UDD
KELEBIHAN UDD
Pasien menerima layanan Unit Pelayanan Farmasi 24 jam sehari
Dapat meminimalkan Medication Error karena adanya pemeriksaan ganda, obat disiapkan oleh tenaga
farmasi dan diserahkan oleh perawat.
Interaksi antara farmasis dengan dokter dan perawat menjadi lebih intensif.
Mengurangi beban perawat dalam penyiapan obat sehingga perawat memiliki waktu lebih banyak untuk
merawat pasien.
Pasien hanya membayar obat yang telah digunakan.
Meningkatkan pengendalian dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh apoteker dapat datang ke
ruang penderita untuk memberi konsultasi obat (Siregar dan Amalia, 2004).
HASIL PENELITIAN
Observasi pelaksanaan UDD di 3 RS di Indonesia
Hasil: Faktor utama yang menghambat pelaksanaan UDD adalah kurangnya fasilitas di bangsal untuk
penyiapan UDD, inkapabilitas dari staff, dan kurangnya dukungan dari manajerial RS
PERBANDINGAN SISTEM DISTRIBUSI
Kesalahan pemberian obat (PMK No 72 thn 2016): UDD → < 5% floor stock dan IP → hingga 18%
INDIKATOR DISTRIBUSI OBAT
Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien → racikan – non racikan
Persentase obat yang diserahkan → 100%
Persentase obat yang diberi label dengan benar.
DRUG USE EVALUATION (DUE) EVALUASI PENGGUNAAN OBAT (EPO)
DEFINISI
Pengkajian penggunaan obat (Drug Usage Evaluation/Drug Utilization Study), merupakan program
terstruktur & berkesinambungan untuk menjamin penggunaan obat sesuai dengan indikasi, efektif,
aman dan terjangkau oleh pasien
DRUG USE EVALUATION
Manajemen RS membutuhkan data evaluasi penggunaan obat internal RS untuk pengambilan
keputusan. Data yg dibutuhkan a.l.: pola penggunaan obat, problem penggunaan obat spesifik dan
monitoring penggunaan obat secara berkelanjutan
PROSES PENGKAJIAN
•
Pengkaji penggunaan obat diawali dengan identifikasi pola penggunaan obat saat ini;
•
Kemudian dibandingkan dengan standar khusus yang telah ada;
•
Menerapkan tindakan/intervensi yang tepat bila terdapat pola penggunaan obat yang tidak
sesuai dengan standar tersebut.
•
Program pengkajian penggunaan obat (PPO) ini berupa siklus yang tidak pernah putus dan
selalu disertai dengan umpan balik kepada pihak yang terkait
DUR
•
Peresepan dan penggunaan obat yang mencakup pemasaran dan distribusi pada masyarakat
yang dititikberatkan khususnya pada konsekuensi ekonomis, sosial, dan kesehatan.
•
MUE proses yang dilaksanakan secara prospektif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan standart yang diinginkan. Selain itu mempelajari tentang manajemen obat.
ALASAN PENINGKATAN MUE
1. Masalah obat yang beresiko tinggi
2. Vol tinggi dan harga obat yang tinggi
3. Resiko pengobatan yang tinggi
4. Populasi pasien dengan resiko tinggi
5. Munculnya obat-obat baru
6. Rencana terapi yang baru
SUMBER DATA
STUDI RETROSPEKTIF
•
Catatan registrasi pasien
•
Arsip Resep/Kartu Obat
•
Catatan Medik/Rekam Medik
STUDI PROSPEKTIF
•
Observasi pasien langsung
•
Survei pasien pulang
•
Survei pasien di ruang rawat inap
Tujuan umum dari studi penggunaan obat adalah mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang
berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam pengobatan.
Riview bisa secara kualitatif dan kuantitatif
2 TIPE DUR
•
Prospektif DUR (Pro DUR)
Review yang dilakukan seorang Fa sebelum dispensing resep baru
•
Retrospektif DUR (RDUR)
Riview pada sejumlah resep yang telah siap untuk didispensing
UNSUR UNSUR PRO DRUG
1. Legalitas resep
2. Dosis, rute,jdwl, bentuk sediaan yang berhubungan dengan penyakitnya, karakteristik
pengobatn dan px khusu
3. Reaksi alergi atau side efek
4. Over utilization dan under utilization
5. Yang tidak diharapkan manajemen:
KI, interaksi, duplikasi
6. Cek penggunaan obat resep dan non resep
7. Obat yang memiliki resiko tinggi
AKSES INFORMASI YANG HARUS DIMILIKI FA
1. Gaya Hidup Pasien
2. Riwayat pengobatan
3. Diagnosis terkini
4. Riwayat pengobatan dan terapi sekarang
5. Nilai laboratorium
RDUR
•
Database berjumlah beasr ini diperiksa dari beberapa masalah potensi :
a. Penipuan
b. Penyalahgunaan
c. Penggunaan berlebihan
d. Pelayanan medis yang tidak sesuai
Tujuan:…?
CONTOH PENGGUNAAN PRO DRUG DAN RDUR YANG DIKAITKAN DENGAN DUE ATAU MUE
•
Ditetapkan DUE kisaran dosis 50-100mg. Standar Pro DUR: yang melebihi dosis itu harus
diriview FA
•
RDUR : 75%
•
Maka jika lebih 25% peresepan terdapat lebih dari itu harus diusut da diriview
•
Bagaimana saat menghadapi problem???
•
Apa yang harus diperhatikan???
•
Bagiamana mengatasinya??
MENGATASI PERMASALAHAN DOKTER DAN APOTEKER
METODE KUALITATIF
•
Focus Group Discussion
•
In-Depth Interview
•
Structured Observation
•
Questionnaire
•
Simulated Patient Survey
PROMOTING RATIONAL PRESCRIBING
INTERVENSI EDUKASI
•
Training kpd dokter
•
leaflet info obat
•
Pendekatan face to face
•
Pengaruh tokoh kunci
•
Pharmaceutical Care ( PC ): adalah suatu konsep yang melibatkan tanggung jawab farmasis
untuk menjamin TERAPI OBAT OPTIMAL terhadap pasien secara INDIVIDU, sehingga pasien
membaik dan kualitas hidupnya meningkat
•
Fungsi utama Pharmaceutical Care :
l Identifikasi aktual dan potensial DRP
l Menyelesaikan masalah DRP
l Mencegah terjadinya DRP
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT (EPO)
•
Suatu proses jaminan mutu yang terstruktur, dilaksanakan terus- menerus, dan diotorisasi
rumah sakit, ditujukan untuk memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan tepat, aman,
dan efektif
•
TUJUSN PEMANTAUAN DAN EVALUASI
MANFAAT MONITORING DAN EVALUASI
LANGKAH PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENGGUNAAN OBAT
TAHAP PERSIAPAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI
CONTOH INDIKATOR WHO
MEDICATION RECONCILIATION
LATAR BELAKANG
Medication Error
setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak
tepat atau membahayakan pasien sementara obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau
pasien (NCC MERPP, 2012). Diperkirakan 7000 orang meninggal per tahun (The Business Case for
Medication Safety, February 2003). Studi di 36 rumah sakit (2002) ditemukan pada setiap kemungkinan
terjadi 2 ME setiap hari.
Di AS kesalahan pemberian obat di 2 rumah sakit adalah 56% dan 34% (BATES, 1995) di Indonesia
(Yogyakarta) menurut Iwan Dwiprahasto, medication error di ICU mencapai 96% (tak sesuai indikasi, tak
sesuai dosis, polifarmaka tak logis, dll ) dan medication error di puskesmas adalah sekitar 80 %.
ASHP, 2012 Sekitar 50% ME dan 20% ADE terjadi karena komunikasi yang kurang pada saat transisi
pelayanan
AKREDITASI
Joint Commision National Patient Safety Goal NPSG.03.06.01 → Maintain and communicate accurate
patient medication information. (The Joint Commission, Hospital Accreditation Program, 2014)
kreditasi SNARS 2018 ➢ Standar Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO) ❑ Peresepan dan
Penyalinan PKPO 4. Ada regulasi peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan
DEFINISI MEDICATION RECONCILIATION
Proses identifikasi daftar terapi pasien yang melibatkan pasien dan/atau keluarga pasien Proses
membandingkan terapi yang sedang dikonsumsi pasien dengan terapi baru yang baru diresepkan Yang
termasuk terapi disini: ➢Obat resep ➢OTC ➢Herbal, nutrasetika, suplemen, vitamin
Daftar Terapi di Rumah → Semua terapi yang secara rutin dikonsumsi oleh pasien di rumah Kapan
dilakukan medrec? ❖Pasien masuk (daftar) di RS ❖Pasien ditransfer ke unit lain dalam suatu RS atau ke
RS lain ❖Pasien pulang dari RS ❖Home care
CONTOH KASUS MEDICATION RECONCILIATION
Pasien sebelumnya mengonsumsi donepezil 10 mg kemudian masuk RS tanpa medrec → pasien bingung
Pasien datang ke suatu RS setelah dirujuk oleh RS sebelumnya → staf kesulitan memindahkan pasien
karena marah-marah selama perpindahan hingga harus mendatangkan staff bagian kejiwaan
TUJUAN UMUM
Menjamin terapi obat yang diberikan/diresepkan di rumah sakit sesuai (cocok) dengan terapi obat
sebelumnya (NICE, 2007)
TUJUAN KHUSUS
Mencegah medication errors → omisi, duplikasi, kesalahan pendosisan, interaksi obat Menentukan
terapi yang tepat bagi pasien → dilanjutkan, dihentikan, penyesuaian dosis Menjamin daftar terapi
lengkap diketahui oleh tenaga medis selanjutnya
TANGGUNG JAWAB
Dokter penulis resep, perawat, farmasis → bekerjasama untuk menjamin keberlangsungan proses
MEDICATION RECONCILIATION pada saat pendaftaran/admisi
Jenis eror: Menentukan terapi obat yang sedang dikonsumsi oleh pasien dari berbagai sumber Menulis
hasil wawancara pada rekam medik pasien Peresepan obat setelah admisi
PROSES MEDICATION RECONCILIATION
Dokumentasi home medication list sejak bagian pendaftaran → dalam 24 jam Bandingkan terapi yang
sedang dikonsumsi oleh pasien dengan rencana terapi selanjutnya → tentukan med error → planning
Dokumentasi setiap perubahan terapi yang terjadi Berikan informasi tertulis kepada pasien/keluarga
pasien tentang pengobatan saat proses discharge Beritau pasien tentang pentingnya menyimpan daftar
pengobatan yang sedang dijalani
Data yang perlu didokumentasikan
Nama obat Dosis dan frekuensi Rute administrasi → Didapat dari wawancara dengan pasien
dan/atau keluarga atau rekam medik sebelumnya
FAKTOR KEBERHASILAN MEDICATION RECONCILIATION
Multidisiplin
SOP
Sentralisasi data
FAKTOR PENGHAMBAT MEDICATION RECONCILIATION
Tidak ada akses mendapatkan daftar terapi pasien dari tempat pelayanan primer
Ketidaksesuaian antara daftar terapi dari tempat pelayanan primer dengan terapi obat yang benarbenar
dikonsumsi oleh pasien
Kesulitan mendapatkan informasi akurat
Kesalahan penulisan hasil medrec dalam rekam medik pasien di RS
PERAN FARMASIS DALAM MEDICATION RECONCILIATION
Hasil studi RCT → jumlah ketidaksesuaian obat RS – obat dari rumah menurun setelah farmasis terlibat
dalam medrec (44% → 19%)
Keuntungan → + review obat
Hambatan → waktu, SDM
Menjadi leader dalam merancang dan mengatur sistem medrec berbasis pasien
Edukasi pasien dan tenaga kesehatan lain mengenai manfaat dan hambatan dalam medrec
Melayani kebutuhan terapi obat pasien selama transisi (ASHP, 2012)
METODE MENGGALI INFORMASI
PERAN FARMASI DI ICU
PELAYANAN FARMASI KLINIK
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada pasien dalam
rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat,
untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin
PELAYANAN FARMASI KLINIK
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Pengkajian dan pelayanan Resep;
Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
. Rekonsiliasi Obat;
Pelayanan Informasi Obat (PIO);
Konseling;
. Visite;
Pemantauan Terapi Obat (PTO);
. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
. Dispensing sediaan steril; dan
. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
REKONSILIASI OBAT
Proses mendapatkan dan memelihara daftar semua obat (resep dan nonresep) yang sedang pasien
gunakan secara akurat dan rinci, termasuk dosis dan frekuensi, sebelum masuk RS dan
membandingkannya dengan resep/instruksi pengobatan ketika admisi, transfer dan discharge,
mengidentifikasi adanya diskrepansi dan mencatat setiap perubahan, sehingga dihasilkan daftar yang
lengkap dan akurat. ( T he Institute for Healthcare Improvement , 2005)
VISITE
Kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim
tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait
Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang
rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan
terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas
terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
MONITORING EFEK SAMPING OBAT (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat
yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang
terkait dengan kerja farmakologi.
PELAYANAN DI ICU
Tindakan resusitasi jangka panjang yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti
Arway (fungsi jalan napas),
Breathing( fungsi pernapasan),
Circulation (fungsi sirkulasi)
Brain( fungsi otak)
Dan fungsi organ lain disertai dengan diagnosis dan terapi definitif.
Pasien yang dirawat di lCU adalah pasien dengan gangguan akut yang masih diharapkan reversible (pulih
kembali).
PASIEN YANG LAYAK DIRAWAT DI ICU
memerlukan intervensi medis segera oleh Tim intensive care.
memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan.
sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk mencegah
timbulnya dekompensasi fisiologis.
KRTITERIA MASUK ICU
Golongan pasien prioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi
seperti dukungan/bantuan ventilasi alat penunjang fungsi organ/sistem yang lain, infus obat-obat
vasoaktif/inotropik, obat anti aritmia, serta pengobatan lainlainnya secara kontinyu dan tertitrasi.
CONTOH
Pasien pasca bedah kardiotorasik
Sepsis berat
Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.
GOLONGAN PASIEN PRIORITAS 2
Golongan pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di lCU, sebab sangat berisiko bila tidak
mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial
catheter.
Contoh :
Pasien yag menderita penyakit dasar jantung-paru.
Gagal ginjal akut
Pasien yang mengalami pembedahan mayor
GOLONGAN PASIEN PRIORITAS 3
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya, yang
disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akut nya secara sendirian atau kombinasi.
Contoh :
Pasien mengalami keganasan metastasis disertai penyulit infeksi,
PEMANTAUAN UMUM MELIPUTI
Pemeriksaan tanda- tanda vital, meliputi pemeriksaan tensi, nadi, suhu, respirasi, saturasi oksige
Pemeriksaan fisik meliputi sistem syaraf, sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem
gastrointestinal, sistem tractus urinarius dan sistem lokomotif.
Balans cairan dilakukan setiap 3- 6 jam; diperhitungkan intake dan output cairan
Evaluasi CVP ( Central Venous Pressure )
PEMERIKSAAN LABORATORIUM MELIPUTI
Analisa gas darah
Gula darah
Darah rutin
Elektrolit
Ureum, kreatinin
Keton darah sesuai indikasi
Keton urine sesuai indikasi
Hemostase lengkap sesuai indikasi
SGOT / GPT sesuai indikasi
Pemeriksaan lain bila dibutuhkan
MONITORING DAN EVALUASI
Sistem skoring prognosis dibuat dalam 24 jam pasien masuk ke ICU.
Contoh :
APACHE II (Acute Physiologic and Chronic Health Evaluation)
SASP II (Simplified Acute Physiologic Score)
MODS (Multiple Organ Disfuntion Score)
OBAT OBATAN DAN INFUS
Pasien yang masuk ICU harus terdapat dokumen riwayat pengobatan yang lengkap : a. Pengobatan yang
sedang diberikan b. Efek samping obat sebelumnya dan riwayat alergi. c. Catatan potensial interaksi obat
2. Rencana pemberian obat dan infus yang akan dilakukan oleh staf medis ICU. a. Terapi obat dari rumah,
harus dikomunikasikan dengan staf medis ICU sebagai pertimbangan prioritas pemberian obat
(Rekonsiliasi obat)
Semua obat, infus dan cairan direview setiap hari. 4. Semua pemberian antibiotika harus tercatat pada
status di ICU disertai indikasinya. Tanggal mulai dan selesai Lama pemberian dan posisi saat
pemberian
PRINSIP PEMBERIAN OBAT DI ICU
Obat-obatan diberikan berdasarkan protocol dan guideline.
Pasien yang sakit kritis terjadi perubahan farmakokinetika dan farmakodinamika, yang potensial
terjadi toksisitas dan interaksi obat.
Jika mungkin : Gunakan obat yang dapat dititrasi atau diresepkan yang dapat diukur dengan
mudah Gunakan obat yang dapat diukur dan dimonitor terapi obatnya
Hindari obat dengan index terapi sempit ( seperti digoxin, theophylline), terutama untuk pasien
dengan disfungsi hepar atau renal.
Hentikan obat jika tidak ada manfaatnya.
OBAT KARDIOVASKULER
Inotropic : Hypovolaemia sering terjadi akibat dari hipotensi dan adanya cardiac output yang
lambat, dan harus selalu dimonitor Indikasi pemakaian dari inotrop untuk menaikkan kontraksi
myocardial, heart rate dan/atau irama jantung
OBAT INOTROPIK DI ICU : NORADRENALINE, DOBUTAMINE,DOPAMINE,ISOPRENALINE,
LEVOSIMENDAN, MILRINONE
CATHECOLAMINES Peresepan berdasarkan berat badan (μg/kg/min) Pemberian infus harus
dimulai dengan kecepatan rendah (3-5 μg/min) dan dititrasi sampai terdapat respon klinik.
PHOSPHOIDIESTERASE INHIBITORS (MILRINONE) Inhibition of PDE3 meningkatkan intracellular
cAMP dan calcium, menyebabkan: Menaikkan kontraksi myokardial. Vasodilatasi sistemik
dan paru-paru meningkatkan diastole
VASOPRESSOR AGENT Vasopressors biasanya bekerja langsung pada peripheral vasculature
dan digunakan terutama untuk menaikkan tekanan darah. Penyebab hipotensi biasanya adalah
hypovolaemia.
OBAT VASOPRESSOR AGENT DI ICU : METARAMINOL, EPHEDRINE, VASOPRESSIN
ANTIHIPERTENSIVE AGENT Pasien acut renal failure sering mengalami hipertensi. Hypertensi
diikuti kejadian intracranial (haemorrhagic atau ischaemic) biasanya karena diluar kontrol diet.
Target therapy harus dengan titrasi pada pasien premorbid BP. Bila ada efek samping, pada
terapi dengan dosis maksimal bisa dipilih prioritas kedua atau ketiga.
OBAT ANTI HIPERTENSIVE DAN VASODILATOR AGEN DI ICU : GLYCERYL TRINITRATE (GTN)
SODIUM NITROPRUSSIDE (SNP), PHENTOLAMINE, HYDRALAZINE, AMLODIPINE, PERINDOPRIL,
PHENOXYBENZAMINE, PRAZOSIN, METOPROLOL, ESMOLOL, CLONIDINE, DEXMEDETOMIDINE,
MGSO4,
ANTIARITMIA Pemberian antiaritmia terutama pada : Hypovolemia Metabolic abnormalities
K+, Mg++, Ca++, HPO4= Hypoxaemia, hypo/hyper-carbia, alkalosis/acidosis Myocardial
ischaemia or cardiac failure (especially post-cardiac surgery) Pain and agitation. Semua obat
antiaritmia potensial arrhytmogenic Penekanan kontraksi myocardial Indikasi Obat
Antiarrhythmia : Actual or potential haemodynamic compromise, or Susceptible patients with
myocardial ischaemia. Diperlukan anticoagulation jika AF > 48 jam Bisa digunakan lebih dari
satu antiarrythmic. INDIKASI ANTIARITMIA : Pengatasan pada acute arrhythmia Prophylaxis
against recurrence Rate control Enhance efficacy of cardioversion
OBAT ANTI ARITMIA DI ICU : AMIODARONE, MAGNESIUM, VERAPAMIL, DIGOXIN, METOPROLOL,
SOTOLOL, ADENOSINE, LIGNOCAINE, FLECANAIDE, PHENYTOIN,
TROMBOLITIK TERAPI Semua pasien dengan MI potensial terjadi primary angioplasty : Ahli
Cardiology harus diberi tahu segera mungkin. Cardiologist akan mengambil keputusan antara
primary angioplasty, thrombolysis dan medical management. INDIKASI TROMBOLITIK TERAPI :
Acute myocardial infarction No specific age limit Onset selama 12 jam (potentially 24jam dari
terjadinya serangan Manfaat terjadi kebalikannya dengan menunda thrombolysis, therapy
harus dilakukan segera (“medical emergency” ) Keterlambatan terapi dapat mengakibatkan
“small” infarcts. KOMPLIKASI Complications Reperfusion arrhythmias Bleeding (cerebral
haemorrhage 0.5%) Anaphylaxis/anaphylactoid reactions: hypotension, rash, bronchospasm
OBAT TROMBOLITIK DI ICU : TENECTEPLASE/ TNK, ALTEPLASE, ALTEPLASE IN PULMONARY
EMBOLUS
OBAT ANTIPLATELET DI ICU : ASPIRIN, CLOPIDOGREL, REOPRO (ABCIXIMAB), TEROFBAN
(AGGRASTAT),
RESPIRATORY DRUGS DI ICU : SALBUTAMOL MDI, SALBUTAMOL NEBULAIZER, IPRATOPIUM
NEBULAIZER, ADRENALINE NEBULAIZER, SALBUTAMOL IV, ADRENALINE IV, AMINOPHYLINE
Indications: Asthma. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD). Bronchospasm,
infeksi, aspirasi atau selama mechanical ventilation Untuk treatment hyperkalaemia (nebulised
salbutamol ).
PARENTERAL TERAPI : Indikasi: Untuk terapi pencegahan terjadi asma acut yang berat, atau
COPD yang tdk memberikan respon pada pemberian inhalasi bronchodilator dengan dosis
maksimum. Komplikasi Tachyarrhythmias. Hypokalaemia. Hyperglycaemia. Lactic
acidosis.
SEDATION DAN ALAGESIA SEDATIF DAN ANALGESIK
Sedation and Analgesia analgesia yang adekuat and anxiolysis merupakan tujuan utama
managemen di ICU. Nyeri dan anxiety berhubungan secara signifikan dengan efek dari :
Hypertension, tachycardia Increased myocardial and cerebral oxygen consumption Gastric
erosions Intracranial hypertension Increased catabolism Delirium
Sedatives and analgesics juga berhubungan dengan efek samping dari : Respiratory depression
Prolonged ventilation and complications (e.g. nosocomial infections) Delirium Hypotension
Gastroparesis, ileus and resultant feed intolerance Increased cost & ventilator days
PHARMACOTERAPY DELIRIUM
Drug choice should be individualized and therapy short term. Recommended agents (see table
below) include: a. Haloperidol b. Olanzapine c. Dexmedetomidine /clonidine d.
Quetiapine, Chlorpromazine Benzodiazepines are best avoided unless indicated for rapid
sedation or treatment of GABA withdrawal syndromes, e.g. delirium treatmens. One agent
should be titrated to maximal safe dose (or onset of adverse effect) before introduction of a
second agent.
CONTOH OBAT ANALGESIK SEDATIF DI ICU : PROPOFOL, FENTANYL, MORFIN, MIDAZOLAM, MORFIN,
DIAZEPAM, EPIDURAL COCKTAIL, DEXMEDETOMIDINE, HALOPERIDOL, CHLORPROMAZINE, OLANZAPINE,
QUETIAPINE,
MUSCLE RELACTION/RELAKSASI OTOT
Digunakan secara terbatas di ICU dan tidak boleh digunakan pada pasien yang mengalami sedasi Nondepolarising agents (kecuali rocuronium) tidak boleh digunakan pada kasus emergency (rapid sequence
induction) endotracheal intubation.
CONTOH OBAT MUSCLE RELACTION : SUXAMETHONIUM, ROCURONIUM, VECURONIUM,
ANTIKOAGULAN
General principles Semua pasien yang diberi systemic anticoagulation harus dipantau APTT, INR
setiap hari
CONTOH OBAT ANTIKOAGULAN DI ICU : WARFARINE, HEPARINE INFUS, HEPERIN SUBKUTAN,
ENOXAPARINE, PROSTACYCLINE, DANAPAROID, LEPIRUDIN, DABIGATRAN,
ENDOCRIN DRUGS
Insulin a) Indications: Diabetic emergencies – DKA and hyperosmolar coma Treatment of
hyperkalaemia 50% dextrose 50ml, plus Actrapid 10U Perioperative diabetic patients (both insulin and
noninsulin dependent)
STEROID DRUGS
Indikasi i) Pre-existing steroid therapy: Wide variety of indications, doses and durations of therapy.
The need to continue steroids, with or without dose adjustment, should be assessed. ICU conditions
where steroid therapy may be beneficial. : Addisonian crisis Anaphylaxis Asthma, Chronic
obstructive pulmonary disease
Bacterial meningitis - esp. pneumococcal prior to antibiotics Croup, post-extubation laryngeal oedema
Fulminant vasculitis Hypercalcaemia Idiopathic thrombocytopenic purpura Myasthenic crisis
Myxoedema coma / Thyroid storm. Organ transplantation Pneumocystis jurovecii pneumonia
CONTOH OBAT STEROID DI ICU : HYDROCORTISONE, PREDNISONE, METYLPREDNISOLONE,
DEXAMETHASONE, CORTISONE ACETATE, FLUDROCORTISONE.
CONTOH OBAT DIURETIK DI ICU : FUROSEMIDE, ACETAZOLAMIDE, SPIRONOLAKTONE, MANITOL,
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT dan SISTIM FRS SATU PINTU
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Per MenKes No. 72 tahun 2016
Dasar :
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3781)
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
5. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
6. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
8. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single
use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
9. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit.
10. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
11. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga
Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety).
Pasal 3
(1) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
2) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a.
pemilihan;
b.
perencanaan kebutuhan;
c. pengadaan;
d. penerimaan;
e. penyimpanan;
f. pendistribusian;
g. pemusnahan dan penarikan;
h. pengendalian; dan
i. administrasi
3) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;
b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. konseling;
f.
visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i.
j.
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
4) Pelayanan farmasi klinik berupa dispensing sediaan steril sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf j
hanya dapat dilakukan oleh Rumah Sakit yang mempunyai sarana untuk melakukan produksi sediaan
steril.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dan pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus menjamin ketersediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
(2) Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit melalui sistem satu pintu.
(3) Instalasi Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai
penanggung jawab.
(4) Dalam penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dapat dibentuk satelit farmasi sesuai
dengan kebutuhan yang merupakan bagian dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
A. Kegiatan pengelolaan sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP :
1. Pemilihan ,berdasarkan:
a Formularium dan SPM
b. Standar sediaan yang telah ditetapkan
c. pola penyakit
d.
efektifitas dan keamanan
e pengobatan berbasis bukti
f Mutu
g Harga
I ketersediaan di pasaran
2. Perencanaan Kebutuhan
Pedoman Perencanaan mempertimbangkan :
a. anggaran yang tersedia;
b.
penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f.
rencana pengembangan.
3. Pengadaan :
Obat, AMHP / BMHP Mutu
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa;
b. bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS);
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai Nomor Izin
Edar; dan
d. expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Pengadaan dapat dilakukan melalui :
a. Pembelian sesuai ketentuan yang berlaku
b. Produksi sediaan farmasi, dengan ketentuan
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus
. Sumbangan / Hibah / Dropping
Instalasi Farmasi memberi rekomendasi kepada pimpinan RS untuk menolak apabila sumbangan /
dropping sediaan farmasi, AMHP/BMHP tidak bermanfaat.
4. Penerimaan sesuai :
- Jenis
- spesifikasi
- Jumlah
- Mutu
dokumen !
5. Penyimpanan
- Gudang Farmasi sesuai standart
- Elektrolit konsentrasi tinggi
- FIFO / FEFO
-B3
Tanda khsuus
- HAM
- Pengelolaan obat emergensi
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
Obat-obat Emergency
•
Obat yang digunakan untuk mengatasi keadaan gawat darurat
•
Disiapkan dan disediakan ditempat yang aman, mudah dijangkau
•
Tempat tidak boleh dirubah-rubah
•
Selalu siap pakai
•
Unit Gawat Darurat
•
Tempat praktek dokter/dokter gigi
CARA PENYIMPANAN OBAT YANG BENAR
•
Simpanlah obat terpisah dari makanan dan bahan makanan
•
Simpan obat ditempat aslinya, jgn ditukar dgn tempat lain
•
Hindari obat dari tempat panas, sinar matahari langsung, lembab, dapur atau kamar mandi
•
Jangan simpan dikulkas atau lemari pendingin kecuali ada keterangan resmi.
•
Pisahkan antara obat yang diminum dengan obat luar.
•
Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak
Pendistribusian
LASA
a. Sistem Floor stock
b. Individual Prescription (IP)
c. Sistem Unit Dose ( UDD )
d. Sistem kombinasi
7. Pemusnahan dan Penarikan sediaan Farmasi, AMHP/BMHP
- Pemusnahan dilakukan untuk
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. telah kadaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan; dan
d. dicabut izin edarnya.
Tahap pemusnahan :
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang akan
dimusnahkan;
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait;
d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan yang
berlaku.
-
Penarikan sediaan farmasi, AMHP/BMHP dilakukan terhadap produk yang ijin edarnya dicabut
oleh BPOM
-
Pencatatan
Pengendalian
Tujuan Pengendalian untuk :
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
9. Administrasi
Membuat pencatatan dan pelaporan
Manajemen Resiko menurunkan risiko terjadinya kecelakaan pada pasien, tenaga kesehatan,
keluarga pasien
1. Menentukan konteks manajemen risiko
2. Mengidentifikasi Risiko
3. Menganalisa Risiko
4. Mengevaluasi Risiko
5. Mengatasi Risiko
Unit K 3
Pelayanan Farmasi Klinik, meliputi :
1. pengkajian dan pelayanan Resep;
2. penelusuran riwayat penggunaan Obat;
3. rekonsiliasi Obat;
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
5. konseling;
6. visite;
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
10. dispensing sediaan steril; dan
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep (Skrining Resep) pencegahan terjadinya Medication Error
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
a. membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan
Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat;
b. melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan
memberikan informasi tambahan jika diperlukan;
c. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
d. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat;
e. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam
f.
Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
. melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan;
h. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan;
i. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat;
j. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat;
k. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum Obat
(concordance aids);
l. mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter; dan
Kegiatan :
a. penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya; dan
b. melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.
Informasi yang didapat:
a. nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi
dan lama penggunaan Obat;
b. reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi; dan
c. kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa).
3. Rekonsiliasi obat Dimana??
Mencegah Medication Error:
- Obat tidak diberikan
- duplikasi
- kesalahan dosis
- interaksi obat
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO), tujuan
a. menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah Sakit;
b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan Obat/Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi;
c. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan :
a. menjawab pertanyaan;
b. menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter;
c. menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan
Formularium Rumah Sakit;
d. . bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan
penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap;
e. e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya;
dan
f.
f. melakukan penelitian.
g. 5. Konseling
h.
- Mengoptimalkan hasil terapi
i.
- Meminimalkan ROTD
j.
- Meningkatkan keamanan penggunaan obat
Kegiatan :
a. membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien;
b. mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions;
c. menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan Obat;
d.
memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah pengunaan Obat;
e. melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien; dan
f.
dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan
1. Kriteria Pasien:
a. pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui);
b. pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-lain);
c. pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortiksteroid
dengan tappering down/off);
d. pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin);
e. pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi); dan
f.
pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.
2. Sarana dan Prasarana
a. ruangan atau tempat konseling; dan
b. alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling
6. Visite
-
Kunjungan ke pasien RaNap oleh Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
-
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung DRP
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Kegiatan PTO meliputi :
a. pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD);
b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan
c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO :
a. Pengumpulan data pasien;
b. identifikasi masalah terkait Obat;
c. rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
d. pemantauan; dan
e. tindak lanjut
Faktor yang harus diperhatikan :
a. kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan terpercaya
(Evidence Best Medicine);
b. kerahasiaan informasi; dan
c. kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO
a. mendeteksi adanya kejadian reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ESO);
b. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO;
c. mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo;
d. mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Tim Farmasi dan Terapi;
e. melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Tujuan EPO
a. mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat;
b. membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu;
c. memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat; dan
d. menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
Kegiatan EPO :
a. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif; dan
b. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif
c. Dengan memperhatikan indikator peersepan, pelayanan dan fasilitas di RS
10 . Dispensing sediaan steril
Kegiatan dispensing sediaan steril
1. Pencampuran obat suntik
Melakukan pencampuran Obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan
stabilitas Obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan.
Kegiatan :
a. mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus;
b. melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai; dan
c. mengemas menjadi sediaan siap pakai.
2. Penyiapan Nutrisi Parenteral :
Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus
a. mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan perorangan;
dan
b. mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.
3. Penanganan sediaan obat sitostatika
Kegiatan ini meliputi :
a. melakukan perhitungan dosis secara akurat;
b.
melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai;
c. mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan;
d. mengemas dalam kemasan tertentu; dan
e. membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang diperhatikan :
a. ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai;
b. lemari pencampuran Biological Safety Cabinet;
c. HEPA filter;
d. Alat Pelindung Diri (APD);
e. sumber daya manusia yang terlatih; dan
f.
cara pemberian Obat kanker.
11. Pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) = TDM
PKOD bertujuan
a. mengetahui Kadar Obat dalam Darah; dan
memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat
Kegiatan PKOD
a. melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan Kadar Obat dalam
Darah (PKOD);
b. mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan Kadar Obat dalam
Darah (PKOD); dan
c. menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan memberikan rekomendasi.
Pelayanan Kefarmasian Sistem Satu Pintu
(Instalasi Farmasi adalah satu-satunya Penyelenggara kegiatan pengelolaan PF di rumah sakit )
Manfaat :
a. pelaksanaan pengawasn dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai;
b. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
c. c. penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
d. d. pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
e. e. pemantauan terapi Obat;
f.
f. penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
g. g. kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
akurat;