Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
6 pages
1 file
Pada mulanya adalah kemiskinan.Lalu pengangguran.Kemudian kekerasan dan kejahatan [crime]. Martin Luther King [1960] mengingatkan, "you are as strong as the weakestof the people." Kita tidak akan menjadi bangsa yang besar kalau mayoritas masyarakatnya masih miskin dan lemah. Maka untuk menjadi bangsa yang besar mayoritas masyarakatnya tidak boleh hidup dalam kemiskinan dan lemah. Sesungguhnya kemiskinan bukanlah persoalan baru di negeri ini.Sekitar seabad sebelum kemerdekaan Pemerintah Kolonial Belanda mulai resah atas kemiskinan yang terjadi di Indonesia [Pulau Jawa].Pada saat itu indikator kemiskinan hanya dilihat dari pertambahan penduduk yang pesat [Soejadmoko, 1980].
Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus angka US $ 18,000 atau sekitar Rp. 180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh di atas beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia yang hanya memiliki pendapatan per kapita penduduk US $ 6,220, atau Thailand dengan pendapatan per kapita penduduknya US $ 2,990. Rekor tersebut hampir menyamai Korea yang memiliki income per kapita penduduk US $ 20,000, meskipun masih jauh di bawah Jepang, Australia, dan Amerika yang memiliki pendapatan per kapita penduduk di atas US $ 30,000.
Muhammad Lutfi, 2012
Tulisan ini akan membahas dan mengkaji tentang kebijakan pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan dengan berbagai macam bentuk dan program yang telah dilakukan oleh pemerintah. Fokus ini didasarkan pada alasan bahwa dalam kurun waktu pasca orde atau pada masa bergulirnya era reformasi, permasalahan kemiskinan masih menjadi polemik dan fenomena bangsa. Berbagai kebijakan pemerintah telah dilakukan dalam mengatasi masalah kemiskinan, namun pada kenyataannya tidak secara signifikan menekan angka kemiskinan di Indonesia. Bahkan dalam beberapa kebijakan yang ada bukannya mengatasi masalah kemiskinan, justru melahirkan masalah baru.
Rizki Permatasari, 2020
Paper ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui ilmu tentang “Korupsi dan Kemiskinan”. Selain bertujuan untuk memenuhi tugas, tujuan saya selanjutnya adalah untuk mengetahui segala tindakan korupsi yang merugikan masyarakat di Indonesia dan dapat menyebabkan kemiskinan.
Kepemimpinan pasca Soekarno di Indonesia diwarnai dominasi militer khususnya Angkatan Darat yang beraliansi dengan teknokrat untuk merealisir pseudo – idiologi rezim orde baru yaitu pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam stabilitas nasional. Lembaga presiden merupakan unsur yang paling menentukan kehidupan negara, keberhasilan orde baru dalam melaksanakan pembangunan dan penyelesaian secara cepat atas persoalan politik merupakan legitimasi yang sangat penting bagi rezim Soeharto. Dalam regimentasi sosial politik penyebab kekuatan birokrasi dan militer mempunyai kesempatan yang besar sekali untuk menopang kekuasaan Presiden dan memungkinkan melahirkan pemimpin nasional yang lain. Untuk suksesi ke depan perlukah dipersiapkan atau berproses secara alamiah dan teratur dengan sidang-sidang MPR. Yang jelas para pemimpin di Indonesia selalu takut dengan cara-cara pemaksaan atau kekerasan, oleh karena itu “mempersiapkan suksesi” adalah salah satu jalan yang rupanya diinginkan oleh para pemimpin negara untuk melahirkan pemimpin baru.
Dinamika konstitusi Indonesia, 2021
JIL: Journal of Islamic Law, 2020
Article 7 of Law No. 1 of 1974 established that the minimum age of marriage for men is 19 years old and women 16 years old. The regulation was amended through Law No. 16 of 2019 which sets the minimum threshold for marriage for men and women to be married is a minimum age of 19 years. Changes to the minimum marital boundaries are of course intended that the age of marriage becomes an inward part with the goal of marriage, animating the basis of marriage and it is hoped that in the future it will be able to minimize conflicts in the household. Unfortunately, the marriage age limit still causes dynamics. By using library research, there are three results of this study. First, Islamic law does not specify a minimum age for a bride and groom who will carry out the marriage. The foqoha' differ in opinion in determining the age of maturity of a person in carrying out marriage but has the same goal, namely to establish goals rather than Islamic law. Second, psychologists think that the age of adulthood (adolescent) is right in carrying out marriage, that is someone who is 21 years old and so on. Third, the consequences of premature marriages will arise legal problems, biological problems, psychological problems, social problems, and problems of deviant sexual behavior. Abstrak: Pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 menetapkan bahwa usia minimal pernikahan bagi pria adalah umur 19 tahun dan wanita umur 16 tahun. Aturan tersebut dirubah melalui Undang-Undang No. 16 tahun 2019 yang menetapkan batas minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan yang akan menikah adalah minimal di usia 19 tahun. Perubahan batasan minimal perkawinan ini tentu dimaksudkan bahwa usia perkawinan menjadi bagian yang inhern dengan tujuan perkawinan, menjiwai dasar perkawinan dan diharapkan kedepanya nanti dapat meminimalisir konflik dalam rumah tangga. Sayangnya, batasan usia perkawinan tersebut masih menimbulkan dinamika. Dengan menggunakan penelitian pustaka, ada tiga hasil penelitian ini. Pertama, hukum Islam tidak menetapkan minimal usia bagi calon mempelai yang akan melaksanakan perkawinan. Para foqoha' berbeda pendapat dalam menentukan usia kedewasaan seseorang dalam melaksanakan sebuah perkawinan, tetapi memiliki tujuan sama, yaitu menegakan tujuan dari pada Hukum Islam. Kedua, para ahli psikologi berpendapat bahwa usia dewasa (edolesen) tepat dalam melaksanakan
Makalah yang mengkaji tentang perekonomian di Indonesia yang mengkaji permasalahan ekonomi, perkembangan ekonomi, dampak kebijakan dari para pemimpin di negeri Indonesia.
CEKUNGAN (BASIN) DI SELURUH DAERAH INDONESIA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERTAMBANGAN
1.0.Latar Belakang kesejahteraan nelayan sangat minim dan identik dengan kemiskinan. Sebagian besar (63,47 persen) penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pesisir dan pedesaan. Data statistik menunjukan bahwa upah riil harian yang diterima seorang buruh tani (termasuk buruh nelayan) hanya sebesar Rp. 30.449,-per hari. Jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan upah nominal harian seorang buruh bangunan biasa (tukang bukan mandor) Rp. 48.301,-per hari. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan pengelolaan wilayah pesisir. Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh tingginya angka kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula memicu sebuah lingkaran setan karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab rusaknya lingkungan pesisir, namun penduduk miskin pulalah yang akan menanggung dampak dari kerusakan lingkungan. Dengan kondisi tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak masih sering terjadi di wilayah pesisir. Pendapatan mereka dari kegiatan pengeboman dan penangkapan ikan karang dengan cyanide masih jauh lebih besar dari pendapatan mereka sebagai nelayan. Dengan besarnya perbedaan pendapatan tersebut di atas, sulit untuk mengatasi masalah kerusakan ekosistem pesisir tanpa memecahkan masalah kemiskinan yang terjadi di wilayah pesisir itu sendiri. 2.0.Tinjauan Pustaka Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Oleh karena itu, harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan pada nelayan. Terdapat beberapa aspek yang menyebabkan terpeliharanya kemiskinan nelayan atau masyarakat pinggiran pantai, diantaranya; Kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Kondisi bergantung pada musim sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan nelayan, terkadang beberapa pekan nelayan tidak melaut dikarenakan musim yang tidak menentu. Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan yang digunakan nelayan berpengaruh pada cara dalam menangkap ikan, keterbatasan dalam pemahaman akan teknologi, menjadikan kualitas dan kuantitas tangkapan tidak mengalami perbaikan.
Katowice : Wydawnictwo Uniwersytetu Śląskiego eBooks, 2008
Recherches en Sciences de Gestion, 2016
Geoscience Frontiers, 2024
Review of Business and Economics Studies
Times Higher Education Supplement, 2005
International Review of Management and Business Research, 2015
The intersectionality of critical identities in art education, 2024
arXiv (Cornell University), 2008
Research Article, 2024
Spectrum of Emerging Sciences, 2024
Post-Communist Economies , 2024
in: HSozKult, 16.03.2024, <www.hsozkult.de/debate/id/fddebate-142694>, 2024
Field Programmable Logic and Application, 2003
Lecture Notes in Computer Science, 2004
International Journal of Molecular Sciences
RSC Advances, 2021
Transactions of The Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene, 1988