Modul 6
DINAMIKA KONSTITUSI DI INDONESIA
a. Pendahuluan :
Modul ini mengantarkan mahasiswa agar dapat mengklasifikasikan isi
Undang-Undang Dasar 1945 dan amandemennya, menganalisis pelaksanaan UUD
1945 dari awal kemerdekaan sampai dengan masa orde reformasi dan menganalisis
Amandemen UUD 1945.
b. Uraian materi :
1. Isi materi UUD 1945
Undang-undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara RI
yang bersifat mengikat seluruh warga Negara dan penduduk Indonesia, serta
seluruh praktek penyelenggaraan Negara. Disamping hukum dasar tertulis, dikenal
dan diakui pula adanya Konvensi. Konvensi ialah hukum dasar tidak tertulis yang
merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam praktek penyelenggaraan
Negara yang tidak bertentangan dengan hukum dasar tertulis.
Sebelum diamandemen, sesuai materi UUD 1945 merupakan penjelmaan
empat poko pikiran yang terkandung didalam Pembukaan UUD 1945, sebagai
pancaran dari Pancasila. Naskah Undang-undang Dasar yang ditetepkan oleh
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itu terdiri atas tiga bagian :
a. Pembukaan UUD 1945
b. Batang tubuh UUD 1945 terdiri atas 16 bab berisi 37 pasal, Aturan
Peralihan dan aturan tambahan;
c. Penjelasan UUD 1945
Batang tubuh dan penjelasan sebagai isi materi UUD 1945 dikelompokkan
menjadi empat hal, yaitu :
a. Pengaturan tentang Sistem Pemerintahan Negara
b. Ketentuan funsi dan kedudukan Lembaga Negara
c. Hubungan antara Negara dengan warga Negara
d. Ketentuan-ketentuan lain sebagai pelengkap
Setelah reformasi terjadilah perubahan-perubahan besari dalam sistem
ketatanegaraan RI tidak terkecuali prubahan Undang-undang dasar 1945. Secara
singkat dapat dinyatakan bahwa sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 UUD 1945
telah mengalami empat kali perubahan pasal-pasalnya, baik berupa penambahan
anak pasal baru maupun perbaikan dalam sususnan redaksinya.
Sekarang ini UUD 1945 hanya terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal saja,
berbeda dengan ketika pertama kali diundang dahulu bahwa UUD 1945 terdiri
atas Pembukaan, Batang Tubuh (pasal-pasal) dan penjelasan.
2. Pelaksanaan UUD 1945
a. Masa Awal Kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Sejak disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 UUD 1945
belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Ada berbagai gangguan yang
menghambat pelaksanaan UUD 1945, diantaranya adalah masuknya sekutu yang
diboncengi Belanda untuk menjajah kembali, adanya pemberontakan PKI madiun
1948, PRRI semesta dan DI/TII. Hal ini membuat semua pemerintah dan rakyat
Indonesia memusatkan perhatian pada upaya mempertahankan Negara kesatuan
RI dan implikasinya sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 belum dapat
dilaksanakan.
Pada awal berdirinya republik ini banyak lembaga tinggi Negara belum
terbentuk. Hal ini kemudian diantisipasi dengan Aturan Peralihan pasal IV yang
berbunyi: sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut Undang-undang Dasar,
segala kekuasaan dijalan oleh Presiden dengan bantuan komite Nasional untuk
memperkuat kedudukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) tersebut, maka
keluarlah maklumay Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang
isinya KNIP sebagai pembantu Presiden menjadi badan yang diberi tugas
kekuatan Legislatif dan ikut menetapkan GBHN.
Pada tanggal 3 November 1945 diumumka Maklumay Wakil Presiden
tentang pembentukan partai-partai politik. Selanjtnya atas usul KNIP, keluarlah
Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang isinya merubah cabinet
Presidensial menjadi cabinet Parlemeter.
Maklumat-maklumat itu dikeluarkan sebagai strategi kepada dunia
Internasional, terutama sekutu bahwa Indonesia benar-benar merupakan sebuah
Negara merdeka yang demokratis. Indicator Negara demokratis bagi barat
(sekutu) adalah adanya multi partai dan sistem pemerintahan parlementer. Maka
sejak tanggal 14 November 1945 itu kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana
Meneteri dan Menteri-menteri bertanggung jawab kepada KNIP bukan kepada
Presiden. Dilain pihak perundingan dengan Belanda dan sekutu memenang
Indonesia sebagai sebuat Negara yang merdeka dan pengakuan kedaulatan
Indonesia oleh belanda pada tanggal 27 Desember 1949, dengan syarat:
a. Negara RI dipecah-pecah menjadi Negara-negara bagian (RIS)
b. UUD 1945 diganti dengan UUDS
Maka sejak saat Negara Indonesia menjadi Negara serikat dengan UUD
yang ditentukan oleh sekutu dengan semangat liberalismenya.
UUD 1945, sedari awal telah dilektakkan sebagai dasar konstitusional
berditinya Negara Indonesia merdeka. Akan tetapi hal yang perlu disadari
mengenai keberadaan UUD bahwa selain hakikatnya terlekang waktu, UUD
bersifat “diam:. Hal ini berarti UUD digerakkan oleh berbagai faktor diluar diri
UUD tersebut. UUD 1945 memiliki banyak fakta menarik terkait hakikatnya
“diam”. Sejarah ketatanegaraan Indonesia telah mencatat bahwa UUD 1945 kerap
digerakkan oleh faktor diluar dirinya, yaitu pertama, situasi dan kondisi Negara
seperti adanya hasrat colonial Belanda untuk kembali menjajah bangsa Indonesia
melalui agresi-agresi militer setelah bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaan. .(fais;2018,64)
Meskipun secara ketatanegaraan, Indonesia sudah memiliki UUD tetapi
dalam
realitas
kehidupan
negaranya
tidak
dapat
menjamin
kekelan
keberadaannya. Hal ini dibuktikan oleh UUD 1945 yang sudah susah payah
dirancang oleh para pendiri bangsa, akan tetapi roboh juga oleh setiasi dan Negara
yang tidak stabil khususnya atas tindakan kejahatan bangsa Belanda yang ingin
selamanya menjajah Indonesia. Akibatnya, UUD 1945 hanya berlaku dari 18
Agustus 1945-26 Desember 1949. Dalam pada masa berlakunya yang singkat ini,
UUD 1945 lebih dijadikan sebagai simbo bawa Negara Indonesia memang telah
menjadi bangsa yang merdeka dan mandiri. Itulah mengapa UUD 1945 disebut
sementara atau revoluatin grondwet oleh Soekarno karena materi muatannya
belum lengkap dan masih rentan terhadp penafsiran-penafsiran.(fais;2018,65)
b.Masa UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)
Tidak bertahan lamanya, UUD RIS lebih dikarenakan kandungan politisinya
lebih tinggi daripada kandungan yuridisnya. Akhirnya, setelah Negara RIS itu runtuh
maka Negara Indonesia menyiapkan suatu naskah UUD baru dan dibentuklah satu
panitia besama itu. Setelah selesai, rancangan naskah UUD itu kemudian disahkan
oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 12 Agutus 1950.
Selanjutnya, naskah UUD baru itu diberlakukan secara resmi mulai tanggal 17 Agutus
1950 yang ditetapkan melalui UU No.7 tahun 1950. Naskah UUD baru tersebut
kemudian disebut dengan nama Undang-undang dasar Sementara (Jimly 38-39).
Mesekipun bernama dan sifatnta sementara, UUDS rtersebut berlaku hingga 5 Juli
1959 ketika Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959.
Sejak diberlakukannya UUD KRIS maka Indonesia menjadi Negara federal.
Tetapi semangat dan kesetiaan pada Negara kesatuan RI mengakibatkan Negaranegara bagian satu persatu meleburkan diri dalam Negara RI kembali. Maka pada
tanggal 17 Agustus 1950 negara KRIS sudah sepenuhnya menjadi Negara RI dengan
Undang-undang Dasar Sementara yaitu UUDS 1950 (merupakan modifikasi UUD
KRIS) dan sistem pemerintahan masih tetap bersifat parlementer.
Dalam
rangka
memenuhi
tugas diamanatkan oleh
UUDS
1950,
diselenggarakan Pemilu untuk memilih Anggota majelis Pembentuk Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Lembaga Pembentuk Undang-undang Dasar
dimaksud disebut Konsituante dilaksanakan dengan menyelenggaran Pemilu
berdasarkan UU No.7 tahun 1953 pada tanggal 15 Desember 1955.
Dibentuknya Badan Konstituante terutama didasari kebutuhan Negara
Indonesia akan suatu UUD yang lebih utuh dan komperhensif karena perlu juga untuk
diingatkan kembali bahwa UUD 1945 itu merupakan UUD yang bersifat kilat dan
sementara sebagaimana telah dikemukakan oleh ketua panitia perancang UUD
Soekarno. Sifat yang kilat dan sementara itulah yang memotivasi Negara Indonesia
untuk membuat UUD yang lebih lengkap sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan zaman. UUDS berlaku aktif dan cukup efektif sejak tanggal 17
Agustus 1950-5 Juli 1959..(fais;67-68)
Konstituante dilantik oleh Presiden RI pada tanggal 10 November 1956
dengan amanat Presiden yang intinya “susunlah Konstituante yang benar-benar Res
Publica “. Konstituante bersidang di Bandung dengan catatan bahwa sampai bulan
Februari 1959 telah menghasilkan butir-butir menteri yang akan disusun menjadi
materi Undang-undang Dasar Negara (Marsono:2000;8)
Badan konstituante mulai bekerja menyusun UUD, tetapi gagal mencapai kata
sepakat untuk membuat UUD yang baru. Maka keluarlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
yang isinya :
1. Menetapkan pembubaran Konstituante
2. Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali mulai saat tanggal dekrit dan
menyatakan tidak berlakunya UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS
Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945.
Masa ini yang disebutkan Orde Lama (ORLA) benyak pula terjadi penyimpnganpenyimpangan yang dilakukan. Sistem pemerintahan dijalankan tidak sesuai dengan
UUD 1945 itu sendiri.
Pada masa UUDS ini tidak beda jauh dengan masa awal kemerdekaan yang
mana kekuatan-kekuatn politik melalui partai politik dan organisasi-organisasi
masyarakat lainnya menggeliat. Praktik demokrasi liberal menjadi kiblat pelaksaaan
demokrasi waktu itu. Akan tetapi, sekaligus memiliki hasil yang baik yaitu
terbentuknya konstituante yang bertugas untuk membuat UUD yang baru badan ini
merupakan badan yang dibentuk sebagai pembuat UUD Negara Indonesia atas hasil
pemilu 1955.
Sebagai hasil dari Pemilu 1955, maka ada empat partai besar yang
berpengaruh, yaitu PNI, PKI, Masyumi dan NU. Besarnya pengaruh PKI
mengakibatkan ideologi NASAKOM dikukuhkkan dan disamakan dengan Pnacasila.
Masa ini juga dipaksakan doktrin seolah-olah Negara dalam keadaan Revolusi dan
presiden sebagai kepala Negara otomatis menjadi Pemimpin besar Revolusi. Pada
masa ini juga diperkenalkan demokrasi Terpimpin sehingga menuju pada
kepemimpinan yang ootriter. Selain itu banyak penyipangan lain yang dilakuan
seperti Presiden mengeluarkan produk hukum yang setingkat Undang-undang tanpa
persetujuan DPR, presiden membubarkan DPR hasil Pemilu karena tidak menyetujui
RAPBN dan kemudian Presiden membentuk DPR gotong royong, pemimpin lembaga
tertinggi Negara dan lembaga tinggi Negara dijadikan menteri Negara.
Masa ORLA berakhir dengan adanya pemberontakan G-30S PKI rakyat
menuntut perbaikan-perbaikan dalam penyelengaraan Negara. Lahirlah TRITURA
(tiga tuntutan Rakyat) yaitu bubarkan PKI, bersihkan cabinet dari Unsur PKI dan
turunkan harga-harga. Dalam keadaan kacau itu Presiden Soekarno mengeluarkan
Surat Perintah !! Maret Kepada Letjen Soeharto dan dengan dasar Surat Perintah itu
Letjen Soeharto mengeluarkan surat Keputusan Presiden NO.1/3/1966 tanggal 12
Maret 1966 yang ditandatanagninya. Isi Kepres ini ialah pembubaran PKI di seluruh
wilayah Indonesia yang berlaku sejak tanggal dikeluarkannya surat tersebut.
c.
Masa Orde Baru.
Pada masa rezim Soekarno dimana dengan demokrasi khasnya yang ia
yakini sebagai demokrasi khas dari Indonesia. Akan tetapi pada akhirnya rezim
dari soekarno tumbang karena adanya gerakan-gerakan dari sekelompok yang
mempunyai kekuatan menjadi poros kekuasaan pada waktu itu, yaitu TNI
angkatan darat dan PKI yang semakin masif dan tak terkontrol. Dan Negara
menjadi tidak stabil yang berakibat adanya benturan dari keuatan tersebut
membuat Soekarno mengeluarkan Surat Perintah. Kemudian lahirlah Surat
Perintah Sebelas Maret atau Supersemar pada tahun 1966. Dimana supersemar
adalah surat mandate Presiden Soekarno kepada Soeharto yang pada intinya
melakukan stabilitas NKRI terhadap kekacauan oleh PKI dan merekonsilidasi
kekuatan demi keutuhan kesatuan dan persatuan serta yang lebih penting adalah
menjaga bung Karno tetap aman dan hidup.
Setelah ORLA runtuh, pemerintah baru terbentuk yang diberi nama
Orde baru (ORBA). Tekad ORBA ialah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Untuk mewujudkan tekad itu siding MPRS tahun
1966 mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 yang merupakan
koreksi terhadap pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 dalam periode 1959-1965
yang dipimpin oleh Presiden Sukarno. Ketetepan MPRS No. XX/MPRS/1966
tentang Memorandum DPR-Gr mengenai sumber tertib Hukum Republik
Indonesia dan tata Urutan Perundangan Republik Indonesia yang dikeluarkan
pada tanggal 5 Juli 1966. Selain itu MPRS juga mengeluarkan ketetepan lain,
diantaranya :
1. Tap No. XII/MPRS/1966 yang memerintahkan Soeharto segera membentu
cabinet Ampera
2. Tap No. XVII/MPRS/1966 yang menarik kembalipengangkatan Pemimpin
Besar Revolusi menjadi Presiden Seumur Hidup
3. Tap No. XXI/MPRS/1966 tentang penyederhanaan kepartaian keormasan dan
kekaryaan
4. Tap No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI
Bulan februari 1967 DPRGR mengeluarkan resolusi meminta MPRS
mengadakan
siding
Istimewa
pada
bulan
1967
untuk
meminta
pertanggungajwaban presiden Soekaro. Presiden Soekarno tidak dapat memenuhi
pertanggungjawaban secara konstitusional dan tidak dapat menjalankan haluan
Negara. Sidang itu juga memberlakukan Tap. Nomor XV/MPRS/1966 tentang
pemilihan/penunjukan wakil Presiden dan mengangkat Soeharto sebagai
Presiden.
Mandat tersebut kemudian menjadi jalan bagi Soeharto sebagai
pelaksana mandat yang pada akhirnya berkuasa selama 32 tahun lamanya.
Setelah Soeharto berhasil menciptakan
stabilitas Negara, maka ia pun
mendapatkan tongkat estafet kekuasaan dan akhirnya Soekarno diturunkan oleh
MPRS pada tahun 1967 dengan kemudian menjadikan Soeharta menjadi
pengganti.
Pemerintah Soeharto berusaha untuk melaksanakan Pancasila dan
UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam hidup berbangsa, bermasyarakat
dan bernegara. Untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen maka pada tahun 1971 diadakan Pemilihan Umum yang didasarkan
UU No.15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum angggota-anggota Badan
Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat. Diera soeharto menggunakan konsep
Negara Integralistik Soepomo yang menginginkan tidak adanya jarak antara
Negara dan warga negaradengan penguasa sebagai pemangku keputusan dan
kebijakan tertinggi. Pemilu tersebut dikuti oleh Sembilan partai politik dan
Sekber Golongan Karya, dengan kemenagan gemilang pada Sekber Golongan
Karya (62,8%). Sekber Golongan Karya ini sebenarnya dibentuk oleh Presiden
Soekarno dan dibersihkan oleh Presiden Soeharto dari unsur-unsur partai politik.
Pemerintahan yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 ini menghasilkan
lembaga-lembaga Negara dan lembaga Pemerintahan yang tidak sementara lagi.
MPR kemudian menetapkan GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden dan
memberi mandate kepada Presiden terpilih untuk melaksanakan GBHN. Sejak itu
mekanisme lima tahun berjalan dengan teratur dan stabil, sebab sepertiga anggota
MPR dikontrol dengan pengangkatan (Suwarno,1996;164).
Setelah meninjau sejarah pertiakaian antara kaum komunis di pihak
kiri dan kaum Islamis dipihak kanan dalam spectrum politik, pemerintah ORBA
menarik kesimpulan bawa ideology, membangkitkan gerak hati primitive dan
berbahaya yangakan terhindarkan menuju konflik social. Hal ini membelokkan
rakyat Indonesia dari persatuan yang dibutuhkan apabila ingin meraih kemajuan
(modernitas). Untuk meredakan konflik ideologis ini maka ORBA membangun
konsep baru tentang demokrasi yang diberi nama “Demokrasi Pancasila” yang
sebenarnya bersifat otoriter dengan angkatan bersenjata menjadi intinya. Orde
baru bersifat anti komunis, anti-Islamis dan mempunyai komitemen terhdap
pembangunan. (Cribb,2000;58)
Pada mas ORBA ini selain kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislative
dan yudikatif juga dibawah Presiden. Pembangunan segala bidang dengan
prioritas pertumbuhan ekonomi telah menghasilkan ketidakmerataan pendapatan.
Segelintir orang iIndonesia mebuagasai dua pertiga GNP Indonesia sehingga
jurang antara sikaya dan si miskin makin dalam. Sementara di pihalk lain,
pemerintah dan penguasa menjalin kerjasaa yang menguntungkan pribadi dan
keluarga pejabat. Korupsi dan kolusi dan nepotisme seakan menjadi budaya yang
wajar-wajar aja.
Pancasila dan UUD 1945 yang dilakukan Soeharto merupakan
rekonstruksi dan dimana ia melakukan itu untuk mengamankan kekuasaannya.
Dan MPR yang berkuasa atas memilih, mengangkat dan memberhentikan
Presiden sebagai
mandatarisnya
dapat
dengan mudah diberdaya
oleh
mandatarisnya. Pemberdayaan ini dapat dengan mudah memang dilakukan
karena keanggotaan MPR sendiri sebagian besar diangkat oleh Presiden dan
dalam kenyataannya menjadi kelemahan UUD 1945 pada waktu itu., dimana
tidak menciptakan unsur saling mengawasi dan mengimbangi.
Sampai pada terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 telah mebawa
krisis-krisis lain yang akhirnya membawa pada krisis kepercayaan dan krisis
politik. Rakyat dengan dipelopori oleh mahasiswa menghendaki agar Soeharto
turun dan gaung reformasi mulai bergam dimana-mana menginginkan adanya
perbaikan kehidupan kenagaran di Indonesia. Setelah terjadinya demonstasi
dimana-mana, ultimatum MPR dan pengunduran diri empat belas Meneterimenterinya, Soeharto menyatakan berhendi menjadi Presiden pada hari kamis 21
Mei 1998.
d.
Masa orde Reformasi
Soekarno dan soeharto sama-sama terobsesi gaya penyelenggaraan
pemerintah kosentris ala kerajaan-kerajaan wilayah Jawa (akibatnya pengaruh
India dengan ajaran Hindu-Budhanya) dengan karakter otokrasi, hanya saja
ketika dikontekstualisasikan dalam Negara maka otokrasi berubah menjadi
otoriter. Pengaruh otoritarianisme Soeharto mendatangkan gejolak-gejolak
ketidakpuasaan dari rakyat bahkan mejadi semacam resistensi dari rakyat
terhadap Soeharto. (Aidul F Azhari; 2014, 78-79)
Setelah Soeharto turun, Bj. Habibie naik menjadi presiden, karena
hanya dianggap sebagai tokoh transisi, ia dapat berusaha mengurusi transisi itu
sebagai tugas yang istimewa sehingga perannya dapat dikatakan berhasil.
Prakasa awalnya adalah menjadwalkan reformasi politik. Setelah berunding
bersama pimpinan MPR dan DPR saat itu hasilnya adalah sidang Istimewa MPR
pada Desember 1998. Sidang itu antara lain menghasilkan keputusan
memberikan mandate kepada Presiden untuk menyelenggarakan Pemilu baru
pada tahun 1999.
Partai-partai baru bermunculan dimana untuk memperebutkan kursi
DPR dalam pemilu 1999 tersebut yang diikuti oleh 48 partai. Dan banyak
kalangan mengatakan dan termasuk pengamat Luar Negari bahwa Pemilu 1999
adalah pemilu paling demokratis bila dibandingkan pemilu-pemilu di zaman
Orde Baru. Dibukanya karena demokrasi menghasilkan komposisi multi partai
dalam parlemen. Tidak ada mayoritas partai yang berkuasa, hal itu terbukti
dengan persentase tertinggi diraih PDIP hanya sekitar 34 persen.
Puncak kekecewaan bangsa Indonesia terhadap rezim soeharto
dimana itu telah membelenggu serta memasung kebebasan dari manusia
Indonesia terjadi pada pengorbana refprmasi pada tahun 1998. Reformasi yang
terjadi membawa angina kebebasan apalagi dengan menjadikan reformasi
konstitusi melalui amandemen UUD 1945 yang menjadi proyek utama. Dan
hasil UUD 1945 diberikan makna baru atau pembaharuan untuk menyesuaikan
diri dengan perkembangan zaman.
Sidang MPR pasca pemilu 1999 memilih presiden KH. Abdurahman
Wahid dan wakil presiden Megawati Soekarnoputri. Tetapi, terkait dengan
pelaksanaan UUD 1945, ada hal yang sangat penting dalam sidang MPR 1999
tersebut. Terdapat kesepakatan politik yang dibuat oleh seluruh anggota MPR
untuk mengamandeman secara bertahap pasal-pasal didalam UUD 1945 agar
lebih lengkap, lebih jelas (tidak multi-interpretable) dan sesuai dengan dinamika
masyarakat serta perkembangan zaman. Sedangkan pembukaan UUD 1945 dan
konsep Negara kesatuan sebagaimana termaktub didalam pasal 1 ayat 1 tidak
akan diubah. UUD 1945 hasil amandeman juga menghilangkan penjelasan dari
UUD tersebut yang merupakan hasil kesepakatan MPR ketika melakukan
amandeman pada tahun 1998-2002.
Pada era orde baru melakukan perubahan terhadap UUD 1945
merupakan hal yang tabu, akan tetapi sebaliknya Orde reformasi memandang
sangat perlu perubahan UUD 1945 dalam bentuk amandeman untuk
memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
3.Amanademan Undang-undang Dasar 1945
Melakukan amandemen terhadap Undang-undang Dasar 1945 bukan hall ah yang
mudah untuk dilakukan dalam sistem ketatamegaraan di Indonesia. Dimana terdapat
catatan dalam sejarah di Indonesia, sejak ditetapkannya UUD Negara Republik
Indonesia oleh PPKI, tidak pernah dilakukan sampai pada akhirnya reformasi pada tahun
1998. Hal tersebut, bukan berarti UUD 1945 tidak dapat mengikuti perkembangan
zaman, akan tetapi karena kondisi dan sistuasi Negara yang tidak stabil serta adanya
kepentinga-kepentingan dari pemangku kekuasaan. Meskupun kewenangan dalam
melakukan perubahan diamanatkan kepada lembaga legislative tertinggi MPR, tetapi hal
tersebut cukup sulit untuk dilaksanakan.
Dibawah rezim Soeharto MPR sama sekali tidak dapat berkutik. Hal tersebut
berakibat kepada kedududkan MPR sebagai lembaga tertinggi Negara, dimana sebagai
penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia dan sebagai pelaksana tunggal kedaulatan
rakyat hanya berlaku secara de jure tetapi tidak secara de facto.Setahun setelah
berhasilnya reformasi 1998, amandemen UUD 1945 merupakan keinginan dari seluruh
rakyat Indonesia akhirnya terjadi. Untuk memperlancar kegiatan reformasi konstitusi
tersebut, dikeluarkan TAP MPR No. VII/MPR/1998 tentang mencabut TAP MPR No.
IV/MPR/1983 tentang referendum. Dengan dicabutnya TAP MPR tentang referendum
tersebut berarti kewenangan amandemen dilakukan langsung dan sepenuhnya oleh MPR
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUD 1945 “Majelis Permusyawaratan Rakyat
menetapkan Undang-undang dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara”
Amandemen UUD 1945 kemudian dilakukan oleh MPR sejak 14 Oktober sampai
dengan 21 Oktober pada tahun 1999. Kemudian MPR memberikan tugas kepada Badan
Pekerja MPR untuk melanjutkan amandemen melalui TAP MPR No. IX/MPR/1999
tentang penugasan Badan Pekerja MPR-RI untuk melanjutkan perubahan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terlaksananya amandemen UUD
1945 merupakan pencapaian yang telah lama diperjuangkan oleh MPR. MPR telah
melakukan amandemen sebanyak empat kali (bertahap) pada tahun 1999, 2000,2001
dan 2002. Dan hasil dari Amandemen MPR tersebut menghasilkan berbagai konstruksi
baru terhadap keberlangsungan hidup bernegara di Indonesia.
Sejak Mei 1998 bangsa Indonesia bertekad mereformasi berbagai bidang
kehidupan kenegaraan. Salah satunya adalah reformasi hukum dan sebagai realisasi dari
reformasi hukum
itu adalah perubahan terhadap pasal-pasal dalam UUD 1945.
Amandemen UUD 1945 merupakan agenda prioritas dari reformasi pada tahun 1998.
Agenda tersebut dilaksanakan dengan penuh semangat reformasi atau semangat
pembaharuan oleh anggota MPR pada waktu itu. Terkait dengan hal tersebut ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal melakukan Amandemen UUD 1945,
yaitu mekanisme amandemen UUD, latar belakang konstitusionalnya dan konsekuensi
logisnya.
a. Mekanisme Amandemen UUD 1945
Amandemen terhadap UUD merupakan penambahan, pengurangan dan
penyempurnaan atau dalam bahasa progresifnya terhadap pembaharuan UUD
tersebut. Menurut K. C Wheare, yang dikutip oleh Fais Yonas Boa ada empat cara
mekanime perubahan UUD:
1) Beberapa kekuatan penting (some primary forces), yaitu perubahan yang terjadi
jika dilakukan oleh sebagian besar rakyat sebagai suatu kekuatan yang
berpengaruh, golongan-golongan kekuatan yang menentukan dimasyarakat
2) Formal amandemen (formal amandement), yaitu perubahan yang dilakukan
sesuai dengan cara-cara yang diatur dalam UUD yang berlaku
3) Penafsiran yudisial (judicial interpretation), yaitu penafsiran dilakukan melalui
penfasiran berdasarkan hukum
4) Kekuasaan dan adat istiadat (usage custom), yaitu terhadap perubahan UUD
dilakukan melalui kebiasasn dan adat istiadat ketatanegaraan seperti konvensi.
Berdasarkan cara-cara yang dikemukaan oleh K.C Wheare, perubahan UUD
1945 menggunakan cara yang kedua yaitu formal amandement sebagai mana telah
diatur dalam Pasal 37 UUD 1945. Menurut Jellinek dikutip oleh Ismail Sunny,
memngemukakan dua siafat perubahan terhadap UUD yaitu Verfassungganderung
(perubahan terhadap UUD yang dilakukan melalui cara-cara istimewa seperti
revolusi, konvensi)(Ismail:1986;41). Berkaitan dengan hal tersebut ada dua sifat ,
dimana UUD 1945 cenderung menjadi penyatuan dari kedua cara tersebut. Apabila
ditinjau dari yuridis konstitusional, dilakukan dengan Verfassunganderung melalui
pasal 37 UUD 1945 sedangkan secara sosio historis dilakukan dengan
Verfassungwandlung atas dasar desakan reformasi 1998.
Perubahan UUD apabila mengacu pada Pasal 37 UUD 1945 yaitu, yang
mengatur tentang mekanisme perubahan, maka dapat dilihat jelas syarat-syarat
MPR untuk mengusulkan, mengubah dan menetapkan perubahan terhadap UUD
1945. Adapun syarat-syaratnya sebagai berikut:
1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar dapat diagendakan dalam
sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukann oleh sekurangkurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar diajukan secara tertulis
dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah berserta
alasannya
3. Untuk
mengubah
pasal-pasal
Undang-undang
dasar,
sidang
Majelis
Permusyawaratan rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang Dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari
seluruh anggota Majelis Permusyawaratan rakyat;
Mekanisme dan syarat-syarat tersebut telah diatur dalam UUD 1945, akan
membuka ruang bagi MPR untuk melakuakan pembaharuan konstitusi melalui
Amandemen seperti yang pernah dilakukan pada reformasi pada tahun 1999-2002.
Dimana pelaksanaan kewenanangan akan mengubah dan menetapkan UUD oleh
MPR akan menghasilkan UUD 1945 yang baru atau dikenel denga UUD 1945
perubahan.
b. Latar belakang Konstitusional
Secara umum latar belakang dilakukan amandemen terhadap UUD 1945
adalah karena adanya kelemahan-kelamahan dan ketidaksesuaian dengan kebutuhan
konstitusi. Kelemahan UUD 1945 sebelum diamandemen karena terjadi pengaruhpengaruh dari luar dan adanya pengaruh kekuasaan yang tidak wajar. Dengan adanya
amandemen UUD 1945 menciptakan konfigurasi ketatanegaraan yang baru dan
sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan zaman.
Menurut Didik Sukrisno, beberapa kelemahan mendasar UUD 1945 sebelum
terjadi perubahan, sebagai berikut:
1. UUD 1945 sebelum amanademne melahirkan sistem politik yang excutive
heavy, yang memusatkan kekuasaan pada Presiden, dan tidak memuat
mekanisme checks and balances;
2. Memuat
pasal-pasal yang multi-interpretable, artinya realitas politik
interpretasi dan kemauan penguasalah yang diterima bukan interpretasi
dan kemauan hukum;
3. Memberikan banyak atribusi kewenanagan kepada lembaga legislative
dalam hal legislasi, padahal presiden menminasi urusan legislasi, sehingga
legislasi seperti UU menjadi sarana untuk menghimpun kekuasaan bagi
Presiden;
4. Terlalu percaya kepada semnagat dan itikad baik penguasa sehingga lebih
menggantungkan pada semangat penyelengggaraan Negara daripada
mengatur pembatasan kekuasaan secara tegas.(Didik: 2013,11-12).
c. Konsekuensi Amandemen UUD 1945
Walaupun
amandemen
dilakuakn
dengan
berbagai
pertimbangan-
pertimbangan logis seperti diatas, tentu juga memiliki resiko-resiko logis pula.
Menurut mahfud MD ada beberapa keuntungan dari hasil amandemen UUD 1945,
sebagai berikut :
1. Penguatan dan penegasan prinsip Negara hukum yang terbingkai pada
Pasal 1 ayat 1 (3), adanya supremasi konstitusi yang tertian pada pasal 1
ayat (2), serta jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka
2. Hak asasi manusia dan hak konstitusional warga Negara harus dilindungi,
dihormati
dan
dimajukan
oleh
Negara.
Dengan
begitu,
tujuan
penyelengggaraan Negara dan pemeintahan pada hakikatnya untuk
melindungi, menghormati dan memajukan HAM.
3. Prinsip Bhineka Tunggal Ika ditegaskan dengan jaminan pengakuan
terhadap keragaman bangsa Indonesia
4. Perekonomian
dan
kesejahteraan
social
harus
diarahkan
untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat
5. Demokrasi politik dikembangkan dengan memperluas partisipasi rakyat
dalam penyelenggaraan Negara serta untuk mencegah terjadinya
pemusatan kekuasaan yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan
kekuasaan. Selain itu prinsip saling mengawasi dan mengimbangi antar
lembaga juga sangant ditonjolkan. (Mahfud; 2013,147)
Ada beberapa catatan dalam sidang MPR tahun 1999 seluruh anggota dan
pimpinan MPR telah sepakat bulaut untuk emnagamandemen UUD 1945
(Istianah;2002), adalah sebagai berikut :
1.Amandemen tidak merubah Negara kesatuan RI
2. Amandemen tidak merubah Pembukaan UUD 1945
3. Amandemen tetap mempertahankan Presidensial.
4. Amandemen dilakukan secara adindum
5. Penjelasan UUD 1945 yang bernilai positif ditarik kedalam Batang tubuh
Sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 Majelis Permustyawaratan Rakyat RI
telah empat kali menetapkan perubahan pasal-pasal dalam Undang-undang Dasar 1945,
artinya ada pasal-pasal yang diubah da nada pula pasal-pasal yang ditambah.
1. Perubahan UUD 1945 Pertama.
Perubahan pertama terhadap Pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada
tanggal 19 Oktober 1999. Perubahan pertama kali dilakukan terhadap Sembilan
pasal UUD 1945, yaitu pasal 5, pasal 7, pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal
17, pasal 20 dan pasal 21. Secara garis besar perubahan itu lebih ditujukan untuk
mengurangi kewenangan Presiden dan lebih memberdayakan peran DPR,
khususnya sebagai lembaga control terhadap pemerintah (eksekutif) yang selama
orde Baru tidak berjalan. Sebagai contoh, pasal 5 UUD 1945 yang lama
menyatakan bahwa presiden memegang kekuasaan membentuk UU dengan
persetujuan DPR, maka sekarang didalam Pasal 5 UUD 1945 yang telah
diamandemen dinyatakan bahwa Presiden hanya berhak untuk mengajukan
rancangan UU kepada DPR. Kebalikannya, sekarang ini justru DPR yang
memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20). Demikian pula, pasal 14 yang
sekarang bahwa kewenangan preseiden dalam hal memberi grasi dan rehabilitasi
tidak penuh lagi karena harus memperhatikan pertimbangan MA, sedangkan hak
Presiden memberi amnesti dan abolisi hendaklah mempertimbangkan DPR.
Demikian pula presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR dalam
mengangkat duta/menerimana duta. Presiden meminta pertimbangan DPR dalam
memberi amnessti dan abolisis. Selain itu kekuasaan presiden dibatasi maksimum
dua kali masa jabatan..
2. Perubahan UUD 1945 kedua
Perubahan kedua terhadap UUD 1945 dilakukan pada sidang tahunan
MPR, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan kedua ini lebih banyak
dari pada perubahan perubahan pertama. Ada 26 pasal yang diubah dan ditambah,
yaitu pasal 18, 18 A, 18B, pasal 19, 20 ayat 5, 20 A, Pasal 22 A, 22 B, pasal 25 E,
pasal 26 ayat 2&3, pasal 27 ayat 3, pasal 28, 28 A, 28 B, 29 C, 28 D, 28,E, 28F,
28G,28H, 29I, 28J, pasal 30, pasal 36 A,36B, 36 C.
Secara garis besar perubahan itu mengenai pemerintahan daerah, wilayah
Negara, DPR, warga Negara dan penduduk, hak asasi manusia, pertahanan dan
keamanan Negara dan lambing Negara serta lagu kebangsaaan.
Bab VI Pasal 18 tentang pemerintahan daerah menunjukkan adanya
peningkatan dan pemberdayaan pemerintah daerah. Dibandingkan dengan pasal
18 yang belum diamandemen, maka tampak bahwa pasal 18 uyang telah
diamandemen membuka peluang sebesar-besarnya bagi pemerintah daerah untuk
mengelola potensi-potensi daerah untuk kesejahteraan warga daerahnya, tanpa
keluar dari kerangka Negara kesatuan RI. Pengaturannya secara rinci diatur
didalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-undang Nomr 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat
dan daerah. Walaupun perubahan pasal 18 ini menunjukkannadanya pemberian
kewenanagan yang besar kepada Pemerintah Daerah, hal itu tidak berarti bahwa
susunan Negara RI menjadi Negara federal. Tidak ada Negara didalam Negara
Indonesia.
Selain perubahan tentang pemerintahan daerah, hal lain yang juga
diputuskan didalam amandemen kedua pada tahun 2000 adalah tentang wilayah
Negara (pasal 25A). didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa Negara RI
merupakan Negara kepualauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang
batas-batas dan hak-haknya ditetapkan Undang-undang.
Pasal lain yang mengalami banyak penambahan adalah pasal 28, yaitu
tentang hak asasi manusia (HAM). Pasal-pasal UUD 1945 yang belum
diamandemen hanya sedikit sekali memuat ketentuan tentang hak-hak asasi
manusia (pasal 27-pasal 34). Oleh karena hak asasi manusia merupakan isu global
yang harus diakomadasi oleh bangsa Indonesia, maka amandemen kedua
mencantumkan sepuluh pasal tambahan, yaitu meliputi anatar; hak hidup dan hak
mempertahankan hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturuanan pmelalui
perkawinanansah, hak anak, hak social, hak budaya, hak ekonomi, hak politik hak
perlindungan hukum, dsb.
Pasal 30 UUD 1945 yang telah diamandemen menunjukkan bahwa sistem
pertahanan keamanan yang dipakai adalah sishankamrata (sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta). Disamping itu terdapat pemisahan peran dan
kewenanagan antara TNI dan Polisi. TNI sebagai alat Negara bertugas
mempertahankan melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara,
sedangkan Kepolisian Negara RI sebagai alat Negara yang mejaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi mengayomi, melayani masyarakat
serta menegakkan hukum.
Hal-hal lain yang ditambahkan didalam amandemen kedua ini, yaitu
berkaitan dengan lambing Negara (Garuda Pancasila) dan lagu Kebangsaan
(Indonesia Raya).
3. Perubahan UUD 1945 Ketiga.
Perubahan ketiga ditetapkan oleh MPR pada tanggal 9 Setember 2001
adalah 2001 adalah pasal 1 ayat 2 & 3, pasal 3 (ayat 1,3 &4); pasal 6 ayat 1 dan 2,
pasal 6A ayat 1,2,3 dan 5; pasal 7A, pasal 7B ayat 1,2,3,4,5,6,&7, pasal 7C, pasal
8 ayat 1 &2 , pasal 11 ayat 2 dan 3, pasal 17 ayat 4, pasal 22 C ayat 1,2,3,&4,
pasal 22D ayat 1,2,3 &4, pasal 22E ayat 1,2,3,4,5,&6, pasal 23 ayat 1,2,3, pasal 23
A, pasal 23C, pasal 23 E ayat 1,2,3; pasal 23F ayat 1& 2, pasal 23G ayat 1& 2,
pasal 24 ayat 1&2, pasal 24 A ayat 1,2,3,4 &5, pasal 24 B ayat 1,2,3 &4, pasal 24
C ayat 1,2,3,4,5,&6
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa perubahan yang dilakukan
mengenai hal-hal sebagai berikut :
Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
(pasal
1ayat2). Negara Indonesia adalah Negara Hukum (pasal 1 ayat 3). Tugas MPR
mengubah dan menetapkan UUD (pasal 2 ayat 1). Tugas MPR mengubah dan
menetapkan UUD (pasal 2 ayat1). MPR melentik Presiden dan /atau Wakil
Presiden (pasal 3 ayat 2).
1. MPR memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut UUD (pasal 3 ayat 3)
2. Syarat-syarat menjadi calon Presiden dan wakil Presiden (pasal 6 ayat
1)
3. Syarat-syarat pemilihan Presiden dan wakil Presiden (pasal 6A)
4. Pemberhentian Presiden/wakil Presiden oleh MPR atas usul DPR
(pasal 7A)
5. Makamah Konstitusi bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus
dengan seadil-adilnya atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden telah melakukann Pelnggaran hukum (pasal 7B)
6. Presiden tidak dapat membekekukan dan/atau membubarkan DPR
(pasal 7C)
7. Kekosongan jabatan Presiden (pasal 8)
8. Perjanjian Internasional yang berakibat luas dan membebani
keuangan
Negara
yang
dilakukan
Presiden
harus
mendapat
persetujuan DPR (pasal 11 ayat2)
9. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih melalui pemilu tingkat
Propinsi dan anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR
(pasal 22 C ayat 2 &3)
10. Hak DPD dalam mengajukan dan membahas rancangan Undangundangan otonomi daerah dan melakukan pengawasan pelaksanaan
Undang-undang mengenai otonomi daerah. (pasal 22D)
11. Penyelenggaraan Pemilihan pemilu (Pasal 22 E)
12. APBN (pasal 23)
13. Pajak dan penguatan lain yang mekasa untuk keperluan Negara (pasal
23A)
14. BPK memeriksa pengelola keuangan secara bebas dan mandiri (pasal
23E)
15. Anggota BPK dipilih oeleh DPR dengan pertimbangan DPD (pasal
23F)
16. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Makamah Agung dan
Makamah Konstitusi (pasal 24)
17. Wewenang makamah Agung dan penguslan calon hakim Agung
(pasal 24A)
18. Kedudukan Komisi Yudisial (pasal 24B)
19. Wewenang Makamah Konstitusi dan pengangkatan hakim Konstitus
(pasal 24C).
d. Perubahan UUD 1945 keempat
Perubahan keempat dilakukan pada sidang tahunan MPR bulan Agustus
2002. Diantara pasal-pasal yang diamandemen didalam sidang MPR tahun 2002
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Ketentuan pemilihan Presiden dan wakil Presiden tahap selanjutnya,
apabila tidak ada yang memenuhi syarat pada tahap pertama (Pasal 6A
ayat 4)
2. Pelaksaan Tugas Kepresiden jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat
berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melaksanakan tugas secara
bersamaam (pasal 8 ayat 3)
3. Pemberhentian anggota Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam Undangundang (pasal 22 D ayat 4)
4. Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-undang (pasal
23B)
5. Warga Negara berhak mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1)
6. Pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar (pasal 31 ayat 2)
7. Pemerintah mengusahakan sistem pendidikan nasional dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa (pasal 31 ayat 3)
8. Anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD (pasal 31 ayat
4)
9. Pemerintahan memajukan IPTEK dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa
(pasal 31 ayat 5)
10. Negara memajukan kebudayaan Nasional Indonesia (Pasal 32 ayat 1)
11. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya Nasional (pasal 32 ayat 2)
12. Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi (pasal 33 ayat 4)
13. Pelaksanaan perekonomian Nasional diatur dalam undang-undang (33
ayat 5)
14. Fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh Negara (pasal 34
ayat 1)
15. Negara mengembangkan sistem jaminan social dan memberdayakan
masyarakat lemah (pasal 34 ayat 2)
16. Negara bertanggungjwab atas penyediaan fasilitas umum (pasal 34 ayat
3)
17. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam undang-undang (pasal 34 ayat 3)
18. Usul perubahan pasal-pasal Undang-undang dasar minimal diajukan 1/3
jumlah anggota MPR (pasal 37 ayat 1)
19. Usul perubahan pasal-pasal diajukan secara tertulis (pasal 37 ayat 2)
20. Sidang perubahan pasal-pasal undang-undang Dasar minimal dihadiri 2/3
anggota MPR (pasal 37 ayat 3)
21. Putusan diambil minimal disetujui oleh lima puluh persen ditambah satu
dari seluruh anggota MPR (pasal 37 ayat 4)
22. Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan (pasal 37 ayat 5)
23. Semua lembaga Negara yang ada masih tetap ada masih tetap berfungsi
sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang Dasar dan
belum diadakan yang baru (Aturan Peralihan Pasal 11)
24. Makamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17
Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan
oleh Makamah Agung (aturan peralihan, Pasal III)
25. Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan
terhadap materi dan status hukum Tap MPRS/MPR untuk diambil
putusan pada sidang MPR 2003 (aturan Tambahan, pasal 1)
26. Undang-undang dasar Negara RI tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan
Pasal-pasal (Aturan Tambahan , pasal II).
Dengan perubahan-perubahan yang dilakukan MPR tampaknya pasal-pasal UUD 1945
hampit seluruhnya diubah. Walaupun demikian perubahan itu dalam rangka memperjelas,
melengkapi dan menyempurnakan konstitusi Negara RI.
a. Rangkuman
UUD 1945 setelah di amandemen hanya terdiri atas Pembukaan dan Pasalpasal saja, dan itu berbeda dengan ketika pertamakali diundangkan pertama kali
dimana UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (Pasal-Pasal) dan
Penjelasan.Setahun setelah berhasilnya reformasi 1998, amandemen UUD 1945
merupakan keinginan dari seluruh rakyat Indonesia akhirnya terjadi. Untuk
memperlancar kegiatan reformasi konstitusi tersebut, dikeluarkan TAP MPR No.
VII/MPR/1998 tentang mencabut TAP MPR No. IV/MPR/1983 tentang referendum.
Dengan dicabutnya TAP MPR tentang referendum tersebut berarti kewenangan
amandemen dilakukan langsung dan sepenuhnya oleh MPR sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 UUD 1945 “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undangundang dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara”. Amandemen UUD
1945 kemudian dilakukan selama empat kali berturut-turut oleh MPR sejak 14
Oktober sampai dengan 21 Oktober pada tahun 1999. Kemudian MPR memberikan
tugas kepada Badan Pekerja MPR untuk melanjutkan amandemen melalui TAP MPR
No. IX/MPR/1999 tentang penugasan Badan Pekerja MPR-RI untuk melanjutkan
perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Terlaksananaya amandemen UUD 1945, merupakan pencapaian yang telah lama
diperjuangkan oleh MPR. MPR telah melakukan amandemen pada tahun 1999,
2000,2001 dan 2002. Dan hasil dari Amandemen MPR tersebut menghasilkan
berbagai konstruksi baru terhadap keberlangsungan hidup bernegara di Indonesia.
b. Daftar Pustaka
Aidul F Azhari, 2014, Rekonstruksi Tradisi bernegara Dalam UUD 1945, Yogyakarta;
Gentha Publishing
Didik Sukriono, 2013, Hukum, Konstitusi dan Konsep Otonomi (kajian Politik hukum
tentang Konstitusi, otonomi Daerah dan desa pasca perubahan Konstitusi,
Malang.Setara Press.
Emerson, Donald K, 2002, Sisi Positif Amandemen UUD 1945, Makalah Kuliah Umum
Semester Gasal Tahun Akademik 2002-203, UPTMKU UNY.
Mahfud MD, 2003, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia; studi tentang interaksi Politik
dan kehidupan ketatanegaraan, Cetakan Kedua, Jakarta: Rineka Cipta.
Rukiyati, dkk. 2017. Pancasila.Yogyakarta: UNY Press.
Undang-undang Dasar 1945, setelah Amandemen I-IV