Academia.eduAcademia.edu

DINAMIKA KONSTITUSI DI INDONESIA

2021, Dinamika konstitusi Indonesia

Modul 6 DINAMIKA KONSTITUSI DI INDONESIA a. Pendahuluan : Modul ini mengantarkan mahasiswa agar dapat mengklasifikasikan isi Undang-Undang Dasar 1945 dan amandemennya, menganalisis pelaksanaan UUD 1945 dari awal kemerdekaan sampai dengan masa orde reformasi dan menganalisis Amandemen UUD 1945. b. Uraian materi : 1. Isi materi UUD 1945 Undang-undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara RI yang bersifat mengikat seluruh warga Negara dan penduduk Indonesia, serta seluruh praktek penyelenggaraan Negara. Disamping hukum dasar tertulis, dikenal dan diakui pula adanya Konvensi. Konvensi ialah hukum dasar tidak tertulis yang merupakan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam praktek penyelenggaraan Negara yang tidak bertentangan dengan hukum dasar tertulis. Sebelum diamandemen, sesuai materi UUD 1945 merupakan penjelmaan empat poko pikiran yang terkandung didalam Pembukaan UUD 1945, sebagai pancaran dari Pancasila. Naskah Undang-undang Dasar yang ditetepkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itu terdiri atas tiga bagian : a. Pembukaan UUD 1945 b. Batang tubuh UUD 1945 terdiri atas 16 bab berisi 37 pasal, Aturan Peralihan dan aturan tambahan; c. Penjelasan UUD 1945 Batang tubuh dan penjelasan sebagai isi materi UUD 1945 dikelompokkan menjadi empat hal, yaitu : a. Pengaturan tentang Sistem Pemerintahan Negara b. Ketentuan funsi dan kedudukan Lembaga Negara c. Hubungan antara Negara dengan warga Negara d. Ketentuan-ketentuan lain sebagai pelengkap Setelah reformasi terjadilah perubahan-perubahan besari dalam sistem ketatanegaraan RI tidak terkecuali prubahan Undang-undang dasar 1945. Secara singkat dapat dinyatakan bahwa sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan pasal-pasalnya, baik berupa penambahan anak pasal baru maupun perbaikan dalam sususnan redaksinya. Sekarang ini UUD 1945 hanya terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal saja, berbeda dengan ketika pertama kali diundang dahulu bahwa UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (pasal-pasal) dan penjelasan. 2. Pelaksanaan UUD 1945 a. Masa Awal Kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949) Sejak disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 UUD 1945 belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Ada berbagai gangguan yang menghambat pelaksanaan UUD 1945, diantaranya adalah masuknya sekutu yang diboncengi Belanda untuk menjajah kembali, adanya pemberontakan PKI madiun 1948, PRRI semesta dan DI/TII. Hal ini membuat semua pemerintah dan rakyat Indonesia memusatkan perhatian pada upaya mempertahankan Negara kesatuan RI dan implikasinya sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945 belum dapat dilaksanakan. Pada awal berdirinya republik ini banyak lembaga tinggi Negara belum terbentuk. Hal ini kemudian diantisipasi dengan Aturan Peralihan pasal IV yang berbunyi: sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut Undang-undang Dasar, segala kekuasaan dijalan oleh Presiden dengan bantuan komite Nasional untuk memperkuat kedudukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) tersebut, maka keluarlah maklumay Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang isinya KNIP sebagai pembantu Presiden menjadi badan yang diberi tugas kekuatan Legislatif dan ikut menetapkan GBHN. Pada tanggal 3 November 1945 diumumka Maklumay Wakil Presiden tentang pembentukan partai-partai politik. Selanjtnya atas usul KNIP, keluarlah Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang isinya merubah cabinet Presidensial menjadi cabinet Parlemeter. Maklumat-maklumat itu dikeluarkan sebagai strategi kepada dunia Internasional, terutama sekutu bahwa Indonesia benar-benar merupakan sebuah Negara merdeka yang demokratis. Indicator Negara demokratis bagi barat (sekutu) adalah adanya multi partai dan sistem pemerintahan parlementer. Maka sejak tanggal 14 November 1945 itu kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Meneteri dan Menteri-menteri bertanggung jawab kepada KNIP bukan kepada Presiden. Dilain pihak perundingan dengan Belanda dan sekutu memenang Indonesia sebagai sebuat Negara yang merdeka dan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh belanda pada tanggal 27 Desember 1949, dengan syarat: a. Negara RI dipecah-pecah menjadi Negara-negara bagian (RIS) b. UUD 1945 diganti dengan UUDS Maka sejak saat Negara Indonesia menjadi Negara serikat dengan UUD yang ditentukan oleh sekutu dengan semangat liberalismenya. UUD 1945, sedari awal telah dilektakkan sebagai dasar konstitusional berditinya Negara Indonesia merdeka. Akan tetapi hal yang perlu disadari mengenai keberadaan UUD bahwa selain hakikatnya terlekang waktu, UUD bersifat “diam:. Hal ini berarti UUD digerakkan oleh berbagai faktor diluar diri UUD tersebut. UUD 1945 memiliki banyak fakta menarik terkait hakikatnya “diam”. Sejarah ketatanegaraan Indonesia telah mencatat bahwa UUD 1945 kerap digerakkan oleh faktor diluar dirinya, yaitu pertama, situasi dan kondisi Negara seperti adanya hasrat colonial Belanda untuk kembali menjajah bangsa Indonesia melalui agresi-agresi militer setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. .(fais;2018,64) Meskipun secara ketatanegaraan, Indonesia sudah memiliki UUD tetapi dalam realitas kehidupan negaranya tidak dapat menjamin kekelan keberadaannya. Hal ini dibuktikan oleh UUD 1945 yang sudah susah payah dirancang oleh para pendiri bangsa, akan tetapi roboh juga oleh setiasi dan Negara yang tidak stabil khususnya atas tindakan kejahatan bangsa Belanda yang ingin selamanya menjajah Indonesia. Akibatnya, UUD 1945 hanya berlaku dari 18 Agustus 1945-26 Desember 1949. Dalam pada masa berlakunya yang singkat ini, UUD 1945 lebih dijadikan sebagai simbo bawa Negara Indonesia memang telah menjadi bangsa yang merdeka dan mandiri. Itulah mengapa UUD 1945 disebut sementara atau revoluatin grondwet oleh Soekarno karena materi muatannya belum lengkap dan masih rentan terhadp penafsiran-penafsiran.(fais;2018,65) b.Masa UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959) Tidak bertahan lamanya, UUD RIS lebih dikarenakan kandungan politisinya lebih tinggi daripada kandungan yuridisnya. Akhirnya, setelah Negara RIS itu runtuh maka Negara Indonesia menyiapkan suatu naskah UUD baru dan dibentuklah satu panitia besama itu. Setelah selesai, rancangan naskah UUD itu kemudian disahkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 12 Agutus 1950. Selanjutnya, naskah UUD baru itu diberlakukan secara resmi mulai tanggal 17 Agutus 1950 yang ditetapkan melalui UU No.7 tahun 1950. Naskah UUD baru tersebut kemudian disebut dengan nama Undang-undang dasar Sementara (Jimly 38-39). Mesekipun bernama dan sifatnta sementara, UUDS rtersebut berlaku hingga 5 Juli 1959 ketika Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959. Sejak diberlakukannya UUD KRIS maka Indonesia menjadi Negara federal. Tetapi semangat dan kesetiaan pada Negara kesatuan RI mengakibatkan Negaranegara bagian satu persatu meleburkan diri dalam Negara RI kembali. Maka pada tanggal 17 Agustus 1950 negara KRIS sudah sepenuhnya menjadi Negara RI dengan Undang-undang Dasar Sementara yaitu UUDS 1950 (merupakan modifikasi UUD KRIS) dan sistem pemerintahan masih tetap bersifat parlementer. Dalam rangka memenuhi tugas diamanatkan oleh UUDS 1950, diselenggarakan Pemilu untuk memilih Anggota majelis Pembentuk Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Lembaga Pembentuk Undang-undang Dasar dimaksud disebut Konsituante dilaksanakan dengan menyelenggaran Pemilu berdasarkan UU No.7 tahun 1953 pada tanggal 15 Desember 1955. Dibentuknya Badan Konstituante terutama didasari kebutuhan Negara Indonesia akan suatu UUD yang lebih utuh dan komperhensif karena perlu juga untuk diingatkan kembali bahwa UUD 1945 itu merupakan UUD yang bersifat kilat dan sementara sebagaimana telah dikemukakan oleh ketua panitia perancang UUD Soekarno. Sifat yang kilat dan sementara itulah yang memotivasi Negara Indonesia untuk membuat UUD yang lebih lengkap sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. UUDS berlaku aktif dan cukup efektif sejak tanggal 17 Agustus 1950-5 Juli 1959..(fais;67-68) Konstituante dilantik oleh Presiden RI pada tanggal 10 November 1956 dengan amanat Presiden yang intinya “susunlah Konstituante yang benar-benar Res Publica “. Konstituante bersidang di Bandung dengan catatan bahwa sampai bulan Februari 1959 telah menghasilkan butir-butir menteri yang akan disusun menjadi materi Undang-undang Dasar Negara (Marsono:2000;8) Badan konstituante mulai bekerja menyusun UUD, tetapi gagal mencapai kata sepakat untuk membuat UUD yang baru. Maka keluarlah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya : 1. Menetapkan pembubaran Konstituante 2. Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali mulai saat tanggal dekrit dan menyatakan tidak berlakunya UUDS 1950 3. Pembentukan MPRS Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945. Masa ini yang disebutkan Orde Lama (ORLA) benyak pula terjadi penyimpnganpenyimpangan yang dilakukan. Sistem pemerintahan dijalankan tidak sesuai dengan UUD 1945 itu sendiri. Pada masa UUDS ini tidak beda jauh dengan masa awal kemerdekaan yang mana kekuatan-kekuatn politik melalui partai politik dan organisasi-organisasi masyarakat lainnya menggeliat. Praktik demokrasi liberal menjadi kiblat pelaksaaan demokrasi waktu itu. Akan tetapi, sekaligus memiliki hasil yang baik yaitu terbentuknya konstituante yang bertugas untuk membuat UUD yang baru badan ini merupakan badan yang dibentuk sebagai pembuat UUD Negara Indonesia atas hasil pemilu 1955. Sebagai hasil dari Pemilu 1955, maka ada empat partai besar yang berpengaruh, yaitu PNI, PKI, Masyumi dan NU. Besarnya pengaruh PKI mengakibatkan ideologi NASAKOM dikukuhkkan dan disamakan dengan Pnacasila. Masa ini juga dipaksakan doktrin seolah-olah Negara dalam keadaan Revolusi dan presiden sebagai kepala Negara otomatis menjadi Pemimpin besar Revolusi. Pada masa ini juga diperkenalkan demokrasi Terpimpin sehingga menuju pada kepemimpinan yang ootriter. Selain itu banyak penyipangan lain yang dilakuan seperti Presiden mengeluarkan produk hukum yang setingkat Undang-undang tanpa persetujuan DPR, presiden membubarkan DPR hasil Pemilu karena tidak menyetujui RAPBN dan kemudian Presiden membentuk DPR gotong royong, pemimpin lembaga tertinggi Negara dan lembaga tinggi Negara dijadikan menteri Negara. Masa ORLA berakhir dengan adanya pemberontakan G-30S PKI rakyat menuntut perbaikan-perbaikan dalam penyelengaraan Negara. Lahirlah TRITURA (tiga tuntutan Rakyat) yaitu bubarkan PKI, bersihkan cabinet dari Unsur PKI dan turunkan harga-harga. Dalam keadaan kacau itu Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah !! Maret Kepada Letjen Soeharto dan dengan dasar Surat Perintah itu Letjen Soeharto mengeluarkan surat Keputusan Presiden NO.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966 yang ditandatanagninya. Isi Kepres ini ialah pembubaran PKI di seluruh wilayah Indonesia yang berlaku sejak tanggal dikeluarkannya surat tersebut. c. Masa Orde Baru. Pada masa rezim Soekarno dimana dengan demokrasi khasnya yang ia yakini sebagai demokrasi khas dari Indonesia. Akan tetapi pada akhirnya rezim dari soekarno tumbang karena adanya gerakan-gerakan dari sekelompok yang mempunyai kekuatan menjadi poros kekuasaan pada waktu itu, yaitu TNI angkatan darat dan PKI yang semakin masif dan tak terkontrol. Dan Negara menjadi tidak stabil yang berakibat adanya benturan dari keuatan tersebut membuat Soekarno mengeluarkan Surat Perintah. Kemudian lahirlah Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar pada tahun 1966. Dimana supersemar adalah surat mandate Presiden Soekarno kepada Soeharto yang pada intinya melakukan stabilitas NKRI terhadap kekacauan oleh PKI dan merekonsilidasi kekuatan demi keutuhan kesatuan dan persatuan serta yang lebih penting adalah menjaga bung Karno tetap aman dan hidup. Setelah ORLA runtuh, pemerintah baru terbentuk yang diberi nama Orde baru (ORBA). Tekad ORBA ialah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Untuk mewujudkan tekad itu siding MPRS tahun 1966 mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 yang merupakan koreksi terhadap pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 dalam periode 1959-1965 yang dipimpin oleh Presiden Sukarno. Ketetepan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-Gr mengenai sumber tertib Hukum Republik Indonesia dan tata Urutan Perundangan Republik Indonesia yang dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1966. Selain itu MPRS juga mengeluarkan ketetepan lain, diantaranya : 1. Tap No. XII/MPRS/1966 yang memerintahkan Soeharto segera membentu cabinet Ampera 2. Tap No. XVII/MPRS/1966 yang menarik kembalipengangkatan Pemimpin Besar Revolusi menjadi Presiden Seumur Hidup 3. Tap No. XXI/MPRS/1966 tentang penyederhanaan kepartaian keormasan dan kekaryaan 4. Tap No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI Bulan februari 1967 DPRGR mengeluarkan resolusi meminta MPRS mengadakan siding Istimewa pada bulan 1967 untuk meminta pertanggungajwaban presiden Soekaro. Presiden Soekarno tidak dapat memenuhi pertanggungjawaban secara konstitusional dan tidak dapat menjalankan haluan Negara. Sidang itu juga memberlakukan Tap. Nomor XV/MPRS/1966 tentang pemilihan/penunjukan wakil Presiden dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden. Mandat tersebut kemudian menjadi jalan bagi Soeharto sebagai pelaksana mandat yang pada akhirnya berkuasa selama 32 tahun lamanya. Setelah Soeharto berhasil menciptakan stabilitas Negara, maka ia pun mendapatkan tongkat estafet kekuasaan dan akhirnya Soekarno diturunkan oleh MPRS pada tahun 1967 dengan kemudian menjadikan Soeharta menjadi pengganti. Pemerintah Soeharto berusaha untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam hidup berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka pada tahun 1971 diadakan Pemilihan Umum yang didasarkan UU No.15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum angggota-anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat. Diera soeharto menggunakan konsep Negara Integralistik Soepomo yang menginginkan tidak adanya jarak antara Negara dan warga negaradengan penguasa sebagai pemangku keputusan dan kebijakan tertinggi. Pemilu tersebut dikuti oleh Sembilan partai politik dan Sekber Golongan Karya, dengan kemenagan gemilang pada Sekber Golongan Karya (62,8%). Sekber Golongan Karya ini sebenarnya dibentuk oleh Presiden Soekarno dan dibersihkan oleh Presiden Soeharto dari unsur-unsur partai politik. Pemerintahan yang dibentuk berdasarkan UUD 1945 ini menghasilkan lembaga-lembaga Negara dan lembaga Pemerintahan yang tidak sementara lagi. MPR kemudian menetapkan GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden dan memberi mandate kepada Presiden terpilih untuk melaksanakan GBHN. Sejak itu mekanisme lima tahun berjalan dengan teratur dan stabil, sebab sepertiga anggota MPR dikontrol dengan pengangkatan (Suwarno,1996;164). Setelah meninjau sejarah pertiakaian antara kaum komunis di pihak kiri dan kaum Islamis dipihak kanan dalam spectrum politik, pemerintah ORBA menarik kesimpulan bawa ideology, membangkitkan gerak hati primitive dan berbahaya yangakan terhindarkan menuju konflik social. Hal ini membelokkan rakyat Indonesia dari persatuan yang dibutuhkan apabila ingin meraih kemajuan (modernitas). Untuk meredakan konflik ideologis ini maka ORBA membangun konsep baru tentang demokrasi yang diberi nama “Demokrasi Pancasila” yang sebenarnya bersifat otoriter dengan angkatan bersenjata menjadi intinya. Orde baru bersifat anti komunis, anti-Islamis dan mempunyai komitemen terhdap pembangunan. (Cribb,2000;58) Pada mas ORBA ini selain kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislative dan yudikatif juga dibawah Presiden. Pembangunan segala bidang dengan prioritas pertumbuhan ekonomi telah menghasilkan ketidakmerataan pendapatan. Segelintir orang iIndonesia mebuagasai dua pertiga GNP Indonesia sehingga jurang antara sikaya dan si miskin makin dalam. Sementara di pihalk lain, pemerintah dan penguasa menjalin kerjasaa yang menguntungkan pribadi dan keluarga pejabat. Korupsi dan kolusi dan nepotisme seakan menjadi budaya yang wajar-wajar aja. Pancasila dan UUD 1945 yang dilakukan Soeharto merupakan rekonstruksi dan dimana ia melakukan itu untuk mengamankan kekuasaannya. Dan MPR yang berkuasa atas memilih, mengangkat dan memberhentikan Presiden sebagai mandatarisnya dapat dengan mudah diberdaya oleh mandatarisnya. Pemberdayaan ini dapat dengan mudah memang dilakukan karena keanggotaan MPR sendiri sebagian besar diangkat oleh Presiden dan dalam kenyataannya menjadi kelemahan UUD 1945 pada waktu itu., dimana tidak menciptakan unsur saling mengawasi dan mengimbangi. Sampai pada terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 telah mebawa krisis-krisis lain yang akhirnya membawa pada krisis kepercayaan dan krisis politik. Rakyat dengan dipelopori oleh mahasiswa menghendaki agar Soeharto turun dan gaung reformasi mulai bergam dimana-mana menginginkan adanya perbaikan kehidupan kenagaran di Indonesia. Setelah terjadinya demonstasi dimana-mana, ultimatum MPR dan pengunduran diri empat belas Meneterimenterinya, Soeharto menyatakan berhendi menjadi Presiden pada hari kamis 21 Mei 1998. d. Masa orde Reformasi Soekarno dan soeharto sama-sama terobsesi gaya penyelenggaraan pemerintah kosentris ala kerajaan-kerajaan wilayah Jawa (akibatnya pengaruh India dengan ajaran Hindu-Budhanya) dengan karakter otokrasi, hanya saja ketika dikontekstualisasikan dalam Negara maka otokrasi berubah menjadi otoriter. Pengaruh otoritarianisme Soeharto mendatangkan gejolak-gejolak ketidakpuasaan dari rakyat bahkan mejadi semacam resistensi dari rakyat terhadap Soeharto. (Aidul F Azhari; 2014, 78-79) Setelah Soeharto turun, Bj. Habibie naik menjadi presiden, karena hanya dianggap sebagai tokoh transisi, ia dapat berusaha mengurusi transisi itu sebagai tugas yang istimewa sehingga perannya dapat dikatakan berhasil. Prakasa awalnya adalah menjadwalkan reformasi politik. Setelah berunding bersama pimpinan MPR dan DPR saat itu hasilnya adalah sidang Istimewa MPR pada Desember 1998. Sidang itu antara lain menghasilkan keputusan memberikan mandate kepada Presiden untuk menyelenggarakan Pemilu baru pada tahun 1999. Partai-partai baru bermunculan dimana untuk memperebutkan kursi DPR dalam pemilu 1999 tersebut yang diikuti oleh 48 partai. Dan banyak kalangan mengatakan dan termasuk pengamat Luar Negari bahwa Pemilu 1999 adalah pemilu paling demokratis bila dibandingkan pemilu-pemilu di zaman Orde Baru. Dibukanya karena demokrasi menghasilkan komposisi multi partai dalam parlemen. Tidak ada mayoritas partai yang berkuasa, hal itu terbukti dengan persentase tertinggi diraih PDIP hanya sekitar 34 persen. Puncak kekecewaan bangsa Indonesia terhadap rezim soeharto dimana itu telah membelenggu serta memasung kebebasan dari manusia Indonesia terjadi pada pengorbana refprmasi pada tahun 1998. Reformasi yang terjadi membawa angina kebebasan apalagi dengan menjadikan reformasi konstitusi melalui amandemen UUD 1945 yang menjadi proyek utama. Dan hasil UUD 1945 diberikan makna baru atau pembaharuan untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Sidang MPR pasca pemilu 1999 memilih presiden KH. Abdurahman Wahid dan wakil presiden Megawati Soekarnoputri. Tetapi, terkait dengan pelaksanaan UUD 1945, ada hal yang sangat penting dalam sidang MPR 1999 tersebut. Terdapat kesepakatan politik yang dibuat oleh seluruh anggota MPR untuk mengamandeman secara bertahap pasal-pasal didalam UUD 1945 agar lebih lengkap, lebih jelas (tidak multi-interpretable) dan sesuai dengan dinamika masyarakat serta perkembangan zaman. Sedangkan pembukaan UUD 1945 dan konsep Negara kesatuan sebagaimana termaktub didalam pasal 1 ayat 1 tidak akan diubah. UUD 1945 hasil amandeman juga menghilangkan penjelasan dari UUD tersebut yang merupakan hasil kesepakatan MPR ketika melakukan amandeman pada tahun 1998-2002. Pada era orde baru melakukan perubahan terhadap UUD 1945 merupakan hal yang tabu, akan tetapi sebaliknya Orde reformasi memandang sangat perlu perubahan UUD 1945 dalam bentuk amandeman untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. 3.Amanademan Undang-undang Dasar 1945 Melakukan amandemen terhadap Undang-undang Dasar 1945 bukan hall ah yang mudah untuk dilakukan dalam sistem ketatamegaraan di Indonesia. Dimana terdapat catatan dalam sejarah di Indonesia, sejak ditetapkannya UUD Negara Republik Indonesia oleh PPKI, tidak pernah dilakukan sampai pada akhirnya reformasi pada tahun 1998. Hal tersebut, bukan berarti UUD 1945 tidak dapat mengikuti perkembangan zaman, akan tetapi karena kondisi dan sistuasi Negara yang tidak stabil serta adanya kepentinga-kepentingan dari pemangku kekuasaan. Meskupun kewenangan dalam melakukan perubahan diamanatkan kepada lembaga legislative tertinggi MPR, tetapi hal tersebut cukup sulit untuk dilaksanakan. Dibawah rezim Soeharto MPR sama sekali tidak dapat berkutik. Hal tersebut berakibat kepada kedududkan MPR sebagai lembaga tertinggi Negara, dimana sebagai penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia dan sebagai pelaksana tunggal kedaulatan rakyat hanya berlaku secara de jure tetapi tidak secara de facto.Setahun setelah berhasilnya reformasi 1998, amandemen UUD 1945 merupakan keinginan dari seluruh rakyat Indonesia akhirnya terjadi. Untuk memperlancar kegiatan reformasi konstitusi tersebut, dikeluarkan TAP MPR No. VII/MPR/1998 tentang mencabut TAP MPR No. IV/MPR/1983 tentang referendum. Dengan dicabutnya TAP MPR tentang referendum tersebut berarti kewenangan amandemen dilakukan langsung dan sepenuhnya oleh MPR sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUD 1945 “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-undang dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara” Amandemen UUD 1945 kemudian dilakukan oleh MPR sejak 14 Oktober sampai dengan 21 Oktober pada tahun 1999. Kemudian MPR memberikan tugas kepada Badan Pekerja MPR untuk melanjutkan amandemen melalui TAP MPR No. IX/MPR/1999 tentang penugasan Badan Pekerja MPR-RI untuk melanjutkan perubahan Undangundang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terlaksananya amandemen UUD 1945 merupakan pencapaian yang telah lama diperjuangkan oleh MPR. MPR telah melakukan amandemen sebanyak empat kali (bertahap) pada tahun 1999, 2000,2001 dan 2002. Dan hasil dari Amandemen MPR tersebut menghasilkan berbagai konstruksi baru terhadap keberlangsungan hidup bernegara di Indonesia. Sejak Mei 1998 bangsa Indonesia bertekad mereformasi berbagai bidang kehidupan kenegaraan. Salah satunya adalah reformasi hukum dan sebagai realisasi dari reformasi hukum itu adalah perubahan terhadap pasal-pasal dalam UUD 1945. Amandemen UUD 1945 merupakan agenda prioritas dari reformasi pada tahun 1998. Agenda tersebut dilaksanakan dengan penuh semangat reformasi atau semangat pembaharuan oleh anggota MPR pada waktu itu. Terkait dengan hal tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal melakukan Amandemen UUD 1945, yaitu mekanisme amandemen UUD, latar belakang konstitusionalnya dan konsekuensi logisnya. a. Mekanisme Amandemen UUD 1945 Amandemen terhadap UUD merupakan penambahan, pengurangan dan penyempurnaan atau dalam bahasa progresifnya terhadap pembaharuan UUD tersebut. Menurut K. C Wheare, yang dikutip oleh Fais Yonas Boa ada empat cara mekanime perubahan UUD: 1) Beberapa kekuatan penting (some primary forces), yaitu perubahan yang terjadi jika dilakukan oleh sebagian besar rakyat sebagai suatu kekuatan yang berpengaruh, golongan-golongan kekuatan yang menentukan dimasyarakat 2) Formal amandemen (formal amandement), yaitu perubahan yang dilakukan sesuai dengan cara-cara yang diatur dalam UUD yang berlaku 3) Penafsiran yudisial (judicial interpretation), yaitu penafsiran dilakukan melalui penfasiran berdasarkan hukum 4) Kekuasaan dan adat istiadat (usage custom), yaitu terhadap perubahan UUD dilakukan melalui kebiasasn dan adat istiadat ketatanegaraan seperti konvensi. Berdasarkan cara-cara yang dikemukaan oleh K.C Wheare, perubahan UUD 1945 menggunakan cara yang kedua yaitu formal amandement sebagai mana telah diatur dalam Pasal 37 UUD 1945. Menurut Jellinek dikutip oleh Ismail Sunny, memngemukakan dua siafat perubahan terhadap UUD yaitu Verfassungganderung (perubahan terhadap UUD yang dilakukan melalui cara-cara istimewa seperti revolusi, konvensi)(Ismail:1986;41). Berkaitan dengan hal tersebut ada dua sifat , dimana UUD 1945 cenderung menjadi penyatuan dari kedua cara tersebut. Apabila ditinjau dari yuridis konstitusional, dilakukan dengan Verfassunganderung melalui pasal 37 UUD 1945 sedangkan secara sosio historis dilakukan dengan Verfassungwandlung atas dasar desakan reformasi 1998. Perubahan UUD apabila mengacu pada Pasal 37 UUD 1945 yaitu, yang mengatur tentang mekanisme perubahan, maka dapat dilihat jelas syarat-syarat MPR untuk mengusulkan, mengubah dan menetapkan perubahan terhadap UUD 1945. Adapun syarat-syaratnya sebagai berikut: 1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukann oleh sekurangkurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; 2. Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah berserta alasannya 3. Untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang dasar, sidang Majelis Permusyawaratan rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; 4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan rakyat; Mekanisme dan syarat-syarat tersebut telah diatur dalam UUD 1945, akan membuka ruang bagi MPR untuk melakuakan pembaharuan konstitusi melalui Amandemen seperti yang pernah dilakukan pada reformasi pada tahun 1999-2002. Dimana pelaksanaan kewenanangan akan mengubah dan menetapkan UUD oleh MPR akan menghasilkan UUD 1945 yang baru atau dikenel denga UUD 1945 perubahan. b. Latar belakang Konstitusional Secara umum latar belakang dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 adalah karena adanya kelemahan-kelamahan dan ketidaksesuaian dengan kebutuhan konstitusi. Kelemahan UUD 1945 sebelum diamandemen karena terjadi pengaruhpengaruh dari luar dan adanya pengaruh kekuasaan yang tidak wajar. Dengan adanya amandemen UUD 1945 menciptakan konfigurasi ketatanegaraan yang baru dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan zaman. Menurut Didik Sukrisno, beberapa kelemahan mendasar UUD 1945 sebelum terjadi perubahan, sebagai berikut: 1. UUD 1945 sebelum amanademne melahirkan sistem politik yang excutive heavy, yang memusatkan kekuasaan pada Presiden, dan tidak memuat mekanisme checks and balances; 2. Memuat pasal-pasal yang multi-interpretable, artinya realitas politik interpretasi dan kemauan penguasalah yang diterima bukan interpretasi dan kemauan hukum; 3. Memberikan banyak atribusi kewenanagan kepada lembaga legislative dalam hal legislasi, padahal presiden menminasi urusan legislasi, sehingga legislasi seperti UU menjadi sarana untuk menghimpun kekuasaan bagi Presiden; 4. Terlalu percaya kepada semnagat dan itikad baik penguasa sehingga lebih menggantungkan pada semangat penyelengggaraan Negara daripada mengatur pembatasan kekuasaan secara tegas.(Didik: 2013,11-12). c. Konsekuensi Amandemen UUD 1945 Walaupun amandemen dilakuakn dengan berbagai pertimbangan- pertimbangan logis seperti diatas, tentu juga memiliki resiko-resiko logis pula. Menurut mahfud MD ada beberapa keuntungan dari hasil amandemen UUD 1945, sebagai berikut : 1. Penguatan dan penegasan prinsip Negara hukum yang terbingkai pada Pasal 1 ayat 1 (3), adanya supremasi konstitusi yang tertian pada pasal 1 ayat (2), serta jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka 2. Hak asasi manusia dan hak konstitusional warga Negara harus dilindungi, dihormati dan dimajukan oleh Negara. Dengan begitu, tujuan penyelengggaraan Negara dan pemeintahan pada hakikatnya untuk melindungi, menghormati dan memajukan HAM. 3. Prinsip Bhineka Tunggal Ika ditegaskan dengan jaminan pengakuan terhadap keragaman bangsa Indonesia 4. Perekonomian dan kesejahteraan social harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat 5. Demokrasi politik dikembangkan dengan memperluas partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan Negara serta untuk mencegah terjadinya pemusatan kekuasaan yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu prinsip saling mengawasi dan mengimbangi antar lembaga juga sangant ditonjolkan. (Mahfud; 2013,147) Ada beberapa catatan dalam sidang MPR tahun 1999 seluruh anggota dan pimpinan MPR telah sepakat bulaut untuk emnagamandemen UUD 1945 (Istianah;2002), adalah sebagai berikut : 1.Amandemen tidak merubah Negara kesatuan RI 2. Amandemen tidak merubah Pembukaan UUD 1945 3. Amandemen tetap mempertahankan Presidensial. 4. Amandemen dilakukan secara adindum 5. Penjelasan UUD 1945 yang bernilai positif ditarik kedalam Batang tubuh Sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 Majelis Permustyawaratan Rakyat RI telah empat kali menetapkan perubahan pasal-pasal dalam Undang-undang Dasar 1945, artinya ada pasal-pasal yang diubah da nada pula pasal-pasal yang ditambah. 1. Perubahan UUD 1945 Pertama. Perubahan pertama terhadap Pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999. Perubahan pertama kali dilakukan terhadap Sembilan pasal UUD 1945, yaitu pasal 5, pasal 7, pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 17, pasal 20 dan pasal 21. Secara garis besar perubahan itu lebih ditujukan untuk mengurangi kewenangan Presiden dan lebih memberdayakan peran DPR, khususnya sebagai lembaga control terhadap pemerintah (eksekutif) yang selama orde Baru tidak berjalan. Sebagai contoh, pasal 5 UUD 1945 yang lama menyatakan bahwa presiden memegang kekuasaan membentuk UU dengan persetujuan DPR, maka sekarang didalam Pasal 5 UUD 1945 yang telah diamandemen dinyatakan bahwa Presiden hanya berhak untuk mengajukan rancangan UU kepada DPR. Kebalikannya, sekarang ini justru DPR yang memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20). Demikian pula, pasal 14 yang sekarang bahwa kewenangan preseiden dalam hal memberi grasi dan rehabilitasi tidak penuh lagi karena harus memperhatikan pertimbangan MA, sedangkan hak Presiden memberi amnesti dan abolisi hendaklah mempertimbangkan DPR. Demikian pula presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR dalam mengangkat duta/menerimana duta. Presiden meminta pertimbangan DPR dalam memberi amnessti dan abolisis. Selain itu kekuasaan presiden dibatasi maksimum dua kali masa jabatan.. 2. Perubahan UUD 1945 kedua Perubahan kedua terhadap UUD 1945 dilakukan pada sidang tahunan MPR, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan kedua ini lebih banyak dari pada perubahan perubahan pertama. Ada 26 pasal yang diubah dan ditambah, yaitu pasal 18, 18 A, 18B, pasal 19, 20 ayat 5, 20 A, Pasal 22 A, 22 B, pasal 25 E, pasal 26 ayat 2&3, pasal 27 ayat 3, pasal 28, 28 A, 28 B, 29 C, 28 D, 28,E, 28F, 28G,28H, 29I, 28J, pasal 30, pasal 36 A,36B, 36 C. Secara garis besar perubahan itu mengenai pemerintahan daerah, wilayah Negara, DPR, warga Negara dan penduduk, hak asasi manusia, pertahanan dan keamanan Negara dan lambing Negara serta lagu kebangsaaan. Bab VI Pasal 18 tentang pemerintahan daerah menunjukkan adanya peningkatan dan pemberdayaan pemerintah daerah. Dibandingkan dengan pasal 18 yang belum diamandemen, maka tampak bahwa pasal 18 uyang telah diamandemen membuka peluang sebesar-besarnya bagi pemerintah daerah untuk mengelola potensi-potensi daerah untuk kesejahteraan warga daerahnya, tanpa keluar dari kerangka Negara kesatuan RI. Pengaturannya secara rinci diatur didalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomr 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Walaupun perubahan pasal 18 ini menunjukkannadanya pemberian kewenanagan yang besar kepada Pemerintah Daerah, hal itu tidak berarti bahwa susunan Negara RI menjadi Negara federal. Tidak ada Negara didalam Negara Indonesia. Selain perubahan tentang pemerintahan daerah, hal lain yang juga diputuskan didalam amandemen kedua pada tahun 2000 adalah tentang wilayah Negara (pasal 25A). didalam pasal tersebut dinyatakan bahwa Negara RI merupakan Negara kepualauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan Undang-undang. Pasal lain yang mengalami banyak penambahan adalah pasal 28, yaitu tentang hak asasi manusia (HAM). Pasal-pasal UUD 1945 yang belum diamandemen hanya sedikit sekali memuat ketentuan tentang hak-hak asasi manusia (pasal 27-pasal 34). Oleh karena hak asasi manusia merupakan isu global yang harus diakomadasi oleh bangsa Indonesia, maka amandemen kedua mencantumkan sepuluh pasal tambahan, yaitu meliputi anatar; hak hidup dan hak mempertahankan hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturuanan pmelalui perkawinanansah, hak anak, hak social, hak budaya, hak ekonomi, hak politik hak perlindungan hukum, dsb. Pasal 30 UUD 1945 yang telah diamandemen menunjukkan bahwa sistem pertahanan keamanan yang dipakai adalah sishankamrata (sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta). Disamping itu terdapat pemisahan peran dan kewenanagan antara TNI dan Polisi. TNI sebagai alat Negara bertugas mempertahankan melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan Negara, sedangkan Kepolisian Negara RI sebagai alat Negara yang mejaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Hal-hal lain yang ditambahkan didalam amandemen kedua ini, yaitu berkaitan dengan lambing Negara (Garuda Pancasila) dan lagu Kebangsaan (Indonesia Raya). 3. Perubahan UUD 1945 Ketiga. Perubahan ketiga ditetapkan oleh MPR pada tanggal 9 Setember 2001 adalah 2001 adalah pasal 1 ayat 2 & 3, pasal 3 (ayat 1,3 &4); pasal 6 ayat 1 dan 2, pasal 6A ayat 1,2,3 dan 5; pasal 7A, pasal 7B ayat 1,2,3,4,5,6,&7, pasal 7C, pasal 8 ayat 1 &2 , pasal 11 ayat 2 dan 3, pasal 17 ayat 4, pasal 22 C ayat 1,2,3,&4, pasal 22D ayat 1,2,3 &4, pasal 22E ayat 1,2,3,4,5,&6, pasal 23 ayat 1,2,3, pasal 23 A, pasal 23C, pasal 23 E ayat 1,2,3; pasal 23F ayat 1& 2, pasal 23G ayat 1& 2, pasal 24 ayat 1&2, pasal 24 A ayat 1,2,3,4 &5, pasal 24 B ayat 1,2,3 &4, pasal 24 C ayat 1,2,3,4,5,&6 Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa perubahan yang dilakukan mengenai hal-hal sebagai berikut : Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1ayat2). Negara Indonesia adalah Negara Hukum (pasal 1 ayat 3). Tugas MPR mengubah dan menetapkan UUD (pasal 2 ayat 1). Tugas MPR mengubah dan menetapkan UUD (pasal 2 ayat1). MPR melentik Presiden dan /atau Wakil Presiden (pasal 3 ayat 2). 1. MPR memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD (pasal 3 ayat 3) 2. Syarat-syarat menjadi calon Presiden dan wakil Presiden (pasal 6 ayat 1) 3. Syarat-syarat pemilihan Presiden dan wakil Presiden (pasal 6A) 4. Pemberhentian Presiden/wakil Presiden oleh MPR atas usul DPR (pasal 7A) 5. Makamah Konstitusi bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukann Pelnggaran hukum (pasal 7B) 6. Presiden tidak dapat membekekukan dan/atau membubarkan DPR (pasal 7C) 7. Kekosongan jabatan Presiden (pasal 8) 8. Perjanjian Internasional yang berakibat luas dan membebani keuangan Negara yang dilakukan Presiden harus mendapat persetujuan DPR (pasal 11 ayat2) 9. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih melalui pemilu tingkat Propinsi dan anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR (pasal 22 C ayat 2 &3) 10. Hak DPD dalam mengajukan dan membahas rancangan Undangundangan otonomi daerah dan melakukan pengawasan pelaksanaan Undang-undang mengenai otonomi daerah. (pasal 22D) 11. Penyelenggaraan Pemilihan pemilu (Pasal 22 E) 12. APBN (pasal 23) 13. Pajak dan penguatan lain yang mekasa untuk keperluan Negara (pasal 23A) 14. BPK memeriksa pengelola keuangan secara bebas dan mandiri (pasal 23E) 15. Anggota BPK dipilih oeleh DPR dengan pertimbangan DPD (pasal 23F) 16. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Makamah Agung dan Makamah Konstitusi (pasal 24) 17. Wewenang makamah Agung dan penguslan calon hakim Agung (pasal 24A) 18. Kedudukan Komisi Yudisial (pasal 24B) 19. Wewenang Makamah Konstitusi dan pengangkatan hakim Konstitus (pasal 24C). d. Perubahan UUD 1945 keempat Perubahan keempat dilakukan pada sidang tahunan MPR bulan Agustus 2002. Diantara pasal-pasal yang diamandemen didalam sidang MPR tahun 2002 meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Ketentuan pemilihan Presiden dan wakil Presiden tahap selanjutnya, apabila tidak ada yang memenuhi syarat pada tahap pertama (Pasal 6A ayat 4) 2. Pelaksaan Tugas Kepresiden jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melaksanakan tugas secara bersamaam (pasal 8 ayat 3) 3. Pemberhentian anggota Dewan Perwakilan Daerah diatur dalam Undangundang (pasal 22 D ayat 4) 4. Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-undang (pasal 23B) 5. Warga Negara berhak mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1) 6. Pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar (pasal 31 ayat 2) 7. Pemerintah mengusahakan sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (pasal 31 ayat 3) 8. Anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD (pasal 31 ayat 4) 9. Pemerintahan memajukan IPTEK dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa (pasal 31 ayat 5) 10. Negara memajukan kebudayaan Nasional Indonesia (Pasal 32 ayat 1) 11. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya Nasional (pasal 32 ayat 2) 12. Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi (pasal 33 ayat 4) 13. Pelaksanaan perekonomian Nasional diatur dalam undang-undang (33 ayat 5) 14. Fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh Negara (pasal 34 ayat 1) 15. Negara mengembangkan sistem jaminan social dan memberdayakan masyarakat lemah (pasal 34 ayat 2) 16. Negara bertanggungjwab atas penyediaan fasilitas umum (pasal 34 ayat 3) 17. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam undang-undang (pasal 34 ayat 3) 18. Usul perubahan pasal-pasal Undang-undang dasar minimal diajukan 1/3 jumlah anggota MPR (pasal 37 ayat 1) 19. Usul perubahan pasal-pasal diajukan secara tertulis (pasal 37 ayat 2) 20. Sidang perubahan pasal-pasal undang-undang Dasar minimal dihadiri 2/3 anggota MPR (pasal 37 ayat 3) 21. Putusan diambil minimal disetujui oleh lima puluh persen ditambah satu dari seluruh anggota MPR (pasal 37 ayat 4) 22. Khusus tentang bentuk Negara Kesatuan republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan (pasal 37 ayat 5) 23. Semua lembaga Negara yang ada masih tetap ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang Dasar dan belum diadakan yang baru (Aturan Peralihan Pasal 11) 24. Makamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Makamah Agung (aturan peralihan, Pasal III) 25. Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Tap MPRS/MPR untuk diambil putusan pada sidang MPR 2003 (aturan Tambahan, pasal 1) 26. Undang-undang dasar Negara RI tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal (Aturan Tambahan , pasal II). Dengan perubahan-perubahan yang dilakukan MPR tampaknya pasal-pasal UUD 1945 hampit seluruhnya diubah. Walaupun demikian perubahan itu dalam rangka memperjelas, melengkapi dan menyempurnakan konstitusi Negara RI. a. Rangkuman UUD 1945 setelah di amandemen hanya terdiri atas Pembukaan dan Pasalpasal saja, dan itu berbeda dengan ketika pertamakali diundangkan pertama kali dimana UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (Pasal-Pasal) dan Penjelasan.Setahun setelah berhasilnya reformasi 1998, amandemen UUD 1945 merupakan keinginan dari seluruh rakyat Indonesia akhirnya terjadi. Untuk memperlancar kegiatan reformasi konstitusi tersebut, dikeluarkan TAP MPR No. VII/MPR/1998 tentang mencabut TAP MPR No. IV/MPR/1983 tentang referendum. Dengan dicabutnya TAP MPR tentang referendum tersebut berarti kewenangan amandemen dilakukan langsung dan sepenuhnya oleh MPR sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUD 1945 “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undangundang dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara”. Amandemen UUD 1945 kemudian dilakukan selama empat kali berturut-turut oleh MPR sejak 14 Oktober sampai dengan 21 Oktober pada tahun 1999. Kemudian MPR memberikan tugas kepada Badan Pekerja MPR untuk melanjutkan amandemen melalui TAP MPR No. IX/MPR/1999 tentang penugasan Badan Pekerja MPR-RI untuk melanjutkan perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terlaksananaya amandemen UUD 1945, merupakan pencapaian yang telah lama diperjuangkan oleh MPR. MPR telah melakukan amandemen pada tahun 1999, 2000,2001 dan 2002. Dan hasil dari Amandemen MPR tersebut menghasilkan berbagai konstruksi baru terhadap keberlangsungan hidup bernegara di Indonesia. b. Daftar Pustaka Aidul F Azhari, 2014, Rekonstruksi Tradisi bernegara Dalam UUD 1945, Yogyakarta; Gentha Publishing Didik Sukriono, 2013, Hukum, Konstitusi dan Konsep Otonomi (kajian Politik hukum tentang Konstitusi, otonomi Daerah dan desa pasca perubahan Konstitusi, Malang.Setara Press. Emerson, Donald K, 2002, Sisi Positif Amandemen UUD 1945, Makalah Kuliah Umum Semester Gasal Tahun Akademik 2002-203, UPTMKU UNY. Mahfud MD, 2003, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia; studi tentang interaksi Politik dan kehidupan ketatanegaraan, Cetakan Kedua, Jakarta: Rineka Cipta. Rukiyati, dkk. 2017. Pancasila.Yogyakarta: UNY Press. Undang-undang Dasar 1945, setelah Amandemen I-IV