Academia.eduAcademia.edu

Kebijakan Pariwisata Indonesia Pada Era Pandemi COVID-19

2021, Jurnal Analis Kebijakan

Saat ini ada terjadi pergeseran (shifting) yang mempengaruhi dinamika pariwisata di Indonesia, yaitu terjadinya Pandemi Covid 19 yang berdampak pada perubahan drastis multi-sektoral dan multi-dimensional, dan lahirnya Undang Undang Cipta Kerja atau yang dikenal dengan Omnibus Law. Tantangan pembangunan ke depan semakin menuntut berbagai terobosan yang dapat menjawab permasalahan dan kebutuhan riil dalam rangka mencapai daya saing destinasi yang kompetitif. Dalam konteks regulasi, berbagai kelemahan berupa tumpang-tindih dan miskoordinasi melalui UU Cipta Kerja dan review Undang-undang Kepariwisataan diharapkan dapat menjadi jawaban penyelesaiannya. Namun di sisi lain, aspek pengelolaan melalui kolaborasi lintas sektor yang masih ditemui berbagai kendala perlu pula menjadi perhatian. Di masa lalu, para aktor yang memiliki berbagai kewenangan kurang berjalan sinergis dan kadang justru cenderung mengedepankan ego sektornya. Pembangunan dan pengembangan kepariwisataan Indonesia, baik di...

KEBIJAKAN PARIWISATA INDONESIA PADA ERA PANDEMI COVID-19 INDONESIAN TOURISM POLICY IN THE ERA OF THE COVID-19 PANDEMIC Torang Nasution Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ABSTRAK Saat ini ada terjadi pergeseran (shifting) yang mempengaruhi dinamika pariwisata di Indonesia, yaitu terjadinya Pandemi Covid 19 yang berdampak pada perubahan drastis multi-sektoral dan multi-dimensional, dan lahirnya Undang Undang Cipta Kerja atau yang dikenal dengan Omnibus Law. Tantangan pembangunan ke depan semakin menuntut berbagai terobosan yang dapat menjawab permasalahan dan kebutuhan riil dalam rangka mencapai daya saing destinasi yang kompetitif. Dalam konteks regulasi, berbagai kelemahan berupa tumpang-tindih dan miskoordinasi melalui UU Cipta Kerja dan review Undang-undang Kepariwisataan diharapkan dapat menjadi jawaban penyelesaiannya. Namun di sisi lain, aspek pengelolaan melalui kolaborasi lintas sektor yang masih ditemui berbagai kendala perlu pula menjadi perhatian. Di masa lalu, para aktor yang memiliki berbagai kewenangan kurang berjalan sinergis dan kadang justru cenderung mengedepankan ego sektornya. Pembangunan dan pengembangan kepariwisataan Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu melakukan kebijakan pembenahan (revamping) dengan merekontektualisasi strategi pengembangan destinasi pariwisata melalui pemanfaatan suatu instrumen pengelolaan dan tatakelola destinasi pariwisata yang berkelanjutan, bertanggungjawab, berkeadilan buat masyarakat setempat. Instrumen pengelolaan dan tata kelola destinasi dimaksud adalah konsep Destination Management Organization (DMO) dan Destination Governance (DG). Platform DMO-DG diharapkan dapat memberikan suatu solusi dalam rangka mencerahkan dan menyalakan kembali pariwisata di daerah (reignite tourism). Berdasarkan pembelajaran pengelolaan destinasi yang baik, maka konsep Destination Management Organization (DMO) & Destination Governance (DG) dapat semakin berperan dalam memperkuat daya saing destinasi pariwisata, khususnya di masa adaptasi baru. Selanjutnya dapat diterapkan pada pengembangan destinasi nasional pada 5 (lima) destinasi prioritas, yaitu kawasan Danau Toba, Mandalika, Borobudur, Labuan Bajo dan Likupang. Kata Kunci : Instrumen DMO-DG, Destination Management System, Model Destination Development Strategy ABSTRACT At present there is a shift that affects the dynamics of tourism in Indonesia, namely the occurrence of the Covid 19 Pandemic which has an impact on drastic multi-sectoral and multidimensional changes, and the birth of the Job Creation Act or known as the Omnibus Law. Future development challenges increasingly demand various breakthroughs that can answer real problems and needs in order to achieve the competitiveness of competitive destinations. In the context of regulation, various weaknesses in the form of overlapping and miscoordination through the Job Creation Act and a review of the Tourism Law are expected to be the answer to the solution. But on the other hand, aspects of management through cross149 Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 5 No.2 Tahun 2021 sectoral collaboration, which are still encountered with various obstacles, need to be considered. In the past, actors with various powers were less synergistic and sometimes tended to put forward their sector ego. The development of Indonesian tourism, both at the central and regional levels, needs to carry out revamping policies by recontextualizing tourism destination development strategies through the use of an instrument for managing and managing tourism destinations that are sustainable, responsible, and equitable for the local community. The destination management and governance instruments are the concepts of Destination Management Organization (DMO) and Destination Governance (DG). The DMO-DG platform is expected to provide a solution in order to enlighten and revive tourism in the region. Based on good destination management lessons, the concept of Destination Management Organization (DMO) & Destination Governance (DG) can play an increasingly important role in strengthening the competitiveness of tourism destinations, especially in the new adaptation period. Furthermore, it can be applied to the development of national destinations in 5 (five) priority destinations, namely the Lake Toba, Mandalika, Borobudur, Labuan Bajo and Likupang areas. Keywords: DMO-DG Instrument, Destination Management System, Destination Development Strategy Model daerah. Semua model daya Tarik wisata ada dan bisa dikembangkan, mulai dari wisata yang mengandalkan keindahan dan kekayaan alam hingga keberagaman sosial budaya. Pariwisata adalah salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia dan merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak negara. Pariwisata membantu merevitalisasi ekonomi lokal dengan menjadi industri yang menyediakan banyak pekerjaan dan membutuhkan banyak tenaga kerja (UNESCO, 2018). Proses globalisasi dan urbanisasi di dunia modern telah menimbulkan sejumlah tantangan di hadapan pemerintah dan organisasi pengelola destinasi terkait dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan dan kebijakan yang ditargetkan untuk mengatasi kesenjangan ekonomi, memperkuat inklusi sosial, mengurangi kemiskinan dan memastikan produk yang aman dan berkualitas serta lingkungan hidup yang sehat. di tempat tujuan pariwisata (Kumar & Barnwal, 2019). Peranan Pariwisata sebagai “the big umbrella” dalam pengembangan suatu perekonomian di daerah sangatlah penting yang diharapkan dapat menggerakkan, mendorong, menstimulus dan A. Pendahuluan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah menetapkan sektor Pariwisata sebagai program prioritas pembangunan Kabinet Indonesia Maju untuk masa periode tahun 2019 – 2024. Sektor kepariwisataan tumbuh menjadi sektor unggulan dengan pertumbuhan yang cepat dan menjadi lokomotif untuk penerimaan devisa negara, pengembangan usaha, pembangunan infrastruktur serta penyerapan tenaga kerja. Saat ini Pariwisata diakui sebagai sektor strategis perekonomian Indonesia. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dalam kerangka kebijakan pembangunan nasional, yang terus mendapatkan perhatian serius dan dukungan penuh pemerintah, sebagai salah satu pilar penting dalam pembangunan perekonomian nasional karena kontribusinya yang signifikan dalam penerimaan devisa dan kesejahteraan masyarakat. Kepariwisataan merupakan potensi luar biasa yang dimiliki Indonesia. Negara ini memiliki potensi sumber daya yang terdiri dari 17.100 Pulau, keberagaman budaya bangsa seperti terdapat 300 Suku dan Etnis, dan lebih dari 700 jenis bahasa 150 menginfluencer sektor-sektor lainya. Pariwisata juga sudah selayaknya berperan sebagai leading sector dan lokomotif bagi sektor di luar pariwisata. Ada beberapa alasan pemerintah daerah menganggap pentingnya pariwisata, pertama; kepemilikan potensi sumber daya yang tersedia, kedua; kemampuannya menciptakan nilai tambah (pelipat ganda/multiplier effect) PDRB, ketiga; dapat merubah perilaku masyarakat setempat dan stakeholders (tourism behavior/budaya pariwisata) dengan adanya dampak positif pariwisata tersebut. Pandemi dan Tahun to win back; Pandemic covid 19 telah menciptakan krisis ekonomi global yang dampaknya sangat serius. Kontraksi ekonomi terjadi di semua negara. Tahun 2021 merupakan tahun survival, semua pemilik usaha berusaha bertahan ditengah ketidak pastian. Perlu disadari, situasi tidak akan pernah kembali normal mengingat pandemi telah merubah perilaku konsumen/wisatawan secara ekstrim. Untuk itu, pemilik usaha/pengelola destinasi harus mempersiapkan diri menghadapi era baru yaitu era next-normal yang seharusnya menghadapi ancaman menjadi suatu peluang. Covid 19 telah mempengaruhi rantai pasok dalam negeri, volatilitas pasar pariwisata, demikian juga dampaknya pada goncangan permintaan berwisata. Tekanan pada industri pariwisata sangat terlihat pada penurunan yang besar dari kedatangan Wisatawan Mancanegara ke Indonesia. Menurut data Biro Pusat Statistik Provinsi Bali Destinasi Bali, Wisatawan Mancanegara yang berkunjung ke Bali hanya sekitar 45 orang Wisman selama Bulan Januari Juni 2021, (www.kompas.com). Kebijakan publik PPKM merupakan kebijakan pemerintah pusat dalam rangka menghadapi dan mengendalikan penyebaran C 19 di Indonesia. Khususnya di Pulau Jawa dan Bali serta di luar daerahnya lainnya. Tingginya angka kenaikan C 19 berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan masyarakat yang ada, seperti ekonomi, sosial, budaya dan khususnya juga berdampak kepada sektor Kepariwisataan Indonesia yang menyerang mata rantai permintaan dan penawaran pariwisata serta mengganggu ekosistem kepariwisataan saat ini. Fenomena yang muncul saat ini adalah 2 (dua) variabel yang saling berkaitan, ketergantungan dan saling melengkapi yaitu variabel Kesehatan dan Ekonomi (khususnya pergerakan ekonomi masyarakat), disatu sisi untuk menekan wabah pandemic C 19 memerlukan peranan sektor Kesehatan yang menjadi lokomotif untuk menuntaskan C 19 dan juga anjuran wajib dari pemerintah untuk tetap menjaga Prokes, menguatkan imun tubuh, menetap sementara di rumah (stayhome/staylive). Sedangkan aspek Ekonomi menjadi hal yang sangat penting juga bagi masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai usaha dagang atau buruh pekerja, dan lainnya. Tipe wisatawan ikut bergeser (shifting) dari Tourist yang membeli paket wisata menjadi Traveler yang melakukan perjalanan sendiri ke tempat-tempat yang lebih aman dan nyaman. Dari sisi supply juga terjadi perubahan ketika moda penjualan resto, homestay, kuliner memilih moda yang lebih safety dan bersih. Demand behind the crisis. Selama beberapa bulan PPKM, masyarakat dihimbau untuk bekerja di rumah. Hal ini membuat penetrasi digital sangat masif. Salah satu yang paling terlihat yaitu aktivitas berbelanja online di platform ecommerce. Tidak hanya untuk kebutuhan sekunder, namun juga kebutuhan primer seperti sembako dan lainnya. Saat aktivitas ke luar rumah dilonggarkan dan diberlakukan beraktivitas di luar dengan belanja di mal dan restoran. Level pada PPKM membuka ruang lebih luas sehingga traveler dan konsumen mulai ke Mal dan café. Dan dengan dibukanya pusat perbelanjaan dan lainnya, menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi masih berjalan. 151 Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 5 No.2 Tahun 2021 Pasca Pandemi konsumen akan semakin bertanggung jawab (Prof. Yuwana Marjuka, 2020), patuh terhadap standard protokol kesehatan dan bukan lagi dilihat sebagai pengekangan dan instruksi yang bersangsi. Kesadaran mengikuti potokol kesehatan adalah bentuk menjaga diri, keluarga dan orang lain dari kontaminasi virus Covid 19. Kesadaran masyarakat untuk mengikuti protokol kesehatan telah menjadi kegiatan baru yang mengedepankan CHSE (Cleanliness, Health, Safety & Environment). Kebiasaan ini tidak akan hilang sekalipun vaksin sudah disediakan. Maka orientasi dan perilaku wisatawan juga berubah. Wisatawan yang tadinya lebih berorientasi pada spot-spot popular, mainstream dan top attraction; sekarang ini bergeser ke traveler ke off the beaten path, experiential vacation. Wisatawan yang tadinya egocentric, value pricing mainstream following the trend; sekarang cenderung lebih esteem, menjadi pribadi yang otentik, kolaborasi dengan komunitas local dan eco-friendly. Ada andagium bahwa “the traveler sees what he sees. But the tourist sees what he has co to see”. Apa yang saat ini dibutuhkan wisatawan di masa pandemi: lebih peduli pada sanitasi dan hygines, fasilitas WIFI, transportasi pribadi, direct booking dan online booking. Bagi seorang Wisatawan yang experience seeker, makan di resto bukan hanya sekedar menikmati sajian menu, tetapi juga merasakan atmosfer/suasana resto yang bagi mereka dianggap dapat menghadirkan experience yang bisa mereka rasakan melalui pancaindera. Contohnya wisatawan yang menikmati Kafe Atjeh Connection yang tidak hanya menerapkan standar Protokol Kesehatan, tetapi juga merubah desain restonya dengan memberi sekat antar tempat duduk untuk mencegah kontaminasi droplets. Di tengah situasi pandemik Covid 19, para pelaku bisnis wisata termasuk resto dan kafe terus mengembangkan inovasi terbaru, salah satunya dengan menerbitkan fitur buy online pickup in store (BOPS). Fitur ini awalnya sebagai solusi untuk mengurai antrean panjang yang sering membuat konsumen malas untuk membeli produk makanan di resto dan kafe favorit mereka. Konsumen pada segmen ini akan sangat mematuhi standar protocol Kesehatan, maka dari itu, memastikan makan yang mereka pesan akan minimumkan sentuhan, sehingga Gojek dengan pick-up akan sangat memudahkan konsumen. Selain itu konsumen tipe ini cenderung akan memesan kategori healthy food. Bagi mereka, makanan yang masuk ke tubuh tidak hanya aman, tetapi juga sehat. Intermittent social distancing policy. Pembatasan sosial skala global maupun nasional telah memberikan tantangan bagi industri pariwisata. Kebijakan ini memaksa destinasi wisata untuk sementara tidak bisa melayani tamu. Seiring penerapan PPKM transisi menuju nex-normal, destinasi wisata melakukan pembatasan kapasitas sesuai level PPKM di lokasi. Karena harus mematuhi protocol Kesehatan maka industri pariwisata terpaksa meningkatkan biaya operasional menjadi lebih tinggi, namun jumlah kunjungan belum naik secara signifikan. Gambaran saat ini tentang isu VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous) memberikan situasi yang terjadi di dunia organisasi dan bisnis dimasa pandemi yang menjadi tantangan yang semakin berat dalam menghadapi kenyataan tersebut, untuk itu perlu memikirkan kembali melalui rekontekstualisasi pembangunan dan pengembangan kepariwisataan Indonesia, melalui proses adaptasi, inovasi dan kolaborasi, dengan merubah VUCA menjadi Vision, Understanding, Clarity, dan Agility. Adanya paradigma NewNorma (L), Prokes, Sertifikasi CHSE (cleanliness, healthy, safety, environment), Sertifikat Vaksin C19 (PeduliLindungi) yang dikeluarkan pemerintah, dampak pandemi sektor ekonomi, tenaga kerja, risk management, Kebijakan Pemerintah berupa Instruksi Presiden RI tentang Level PPKM, WFH (stayhome) dan WFO (batas 152 % pegawai), testing, tracing, treatment (3 T), memakai Masker, Menjaga Jarak, Mencuci tangan (3M), serta perubahan dalam Consumer Trend, Technology Development, Social Changes, NewTomorrow. Keseluruhan paradigma tersebut menjadi cara pandang orang dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku (Steven Covey, 7 Habits of Highly Effective People). Destination Management Organization (DMO) Organisasi manajemen destinasi didefinisikan oleh Asosiasi Manajemen Destinasi sebagai organisasi yang “bertugas mewakili destinasi spesifik dan membantu pengembangan komunitas jangka panjang melalui strategi perjalanan dan pariwisata” menganggap organisasi tersebut berharga bagi pengunjung, pelancong bisnis atau perencana terutama karena informasi yang diberikan dan menghemat waktu dan energi dan mereka dipandang sebagai alat untuk pengembangan destinasi yang berkelanjutan. Menurut Morrison, Baum T & Andrew R (1998), DMO merupakan sistem pengelolaan pariwisata terintegrasi yang lengkap. DMO memiliki 5 fungsi yang menunjukkan kelengkapan sistem DMO, yaitu a. Sebagai penggerak ekonomi dalam menghasilkan pendapatan asli daerah, lapangan kerja, dan penerimaan pajak yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. b. Sebagai community marketer dalam visualisasi destinasi wisata, kegiatan wisata sehingga menjadi pilihan pengunjung. c. Sebagai koordinator industri yang mempunyai kejelasan fokus untuk memperoleh hasil dari pertumbuhan industri dari pariwisata. d. Sebagai quasi-public representative merupakan representasi dari pendapat tentang industri pariwisata yang dinikmati oleh Pengunjung atau kelompok pengunjung. e. Sebagai pembina kebanggaan masyarakat dengan peningkatan kualitas hidup. Upaya Peran Pemerintah (Kemenparekraf) Eksternal dan Internal Dimasa pandemi ini pemerintah dalam hal ini Kemenparekraf memberikan Bantuan Insentif Pemerintah (BIP), Bansos, fasilitasi program pelatihan dan pendampingan, pengusahaan dana hibah untuk pelaku Pariewisata & Ekonomi Kreatif, dukungan vaksin Kemenparekraf dan bantuan likuiditas lainnya, seperti humanity dan solidarity, people first safety & security. Pendekatan kebijakan pariwisata seperti Quality Tourism (product, service, management), Slow Tourism, Smart/Agility Tourism (ambient intelligence), fokus destinasi, Kawasan pariwisata Perdesaan/Perkotaan, Sustainable Development Goals (SDGs) kawasan Perdesaan, keberlanjutan pariwisata (STDev/STC) yang bertanggung jawab, berkeadilan buat masyarakat, aman nyaman berwisata (tanggap bencana alam & non alam), Sustainability Green Financing, Green Sukuk, menjadi perhatian yang serius sebagai suatu kebijakan pariwisata yang penting untuk melihat roadmap, sasaran dan program yang terpetakan dengan jelas. Kebijakan pariwisata akan memberikan suatu keputusan yang reaktif dan pada kebijakan yang terukur, berkesinambungan dan transparan kepada publik, sesuai dengan prinsipprinsip tatakelola pemerintahan yang baik (good governance). Organisasi manajemen destinasi (DMO) menurut (UNWTO, 2019) secara tradisonal memiliki tanggung jawab untuk melakukan pemasaran terhadap destinasi 153 Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 5 No.2 Tahun 2021 pembangunan destinasi pariwisata ditinjau dari perspektif/dimensi : Skala Kewilayahan yang memerlukan strategi pengelolaan dan tatakelola berbeda (Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Desa), Kompleksitas (Destination Management System, multi stakeholders, multi disiplin ilmu, egosystem, egosektoral, belum optimalnya tatakelola destinasi & pengelolaan destinasi, good governance, sulitnya dalam mengorkestrasikan stakeholders daerah, dll), Kapasitas (keterbatasan sektor pariwisata yang hanya dapat menfaatkan fungsi ruang, visitor management, quality tourism, slow tourism, carrying capacity National & International recognition), Sinergitas (Destination Governance, Tourism Ecosystem, co-creation & coevolving destinasi, Quintaple Helix). Seperti terlihat dalam Gambar 1. Mind Mapping of Tourism : pengembangan destinasi pariwisata, khususnya pada core problem yakni dimensi Tatakelola dan Pengelolaan destinasi pariwisata, seperti koordinasi, sinkronisasi, kolaborasi, partnership dan lainnya, juga tentang regulasi, komunikasi, relationship serta persoalan baru mengenai aspek pemberdayaan (adaptasi) CHSE (Cleanliness, Health, Safety dan Environment/ramah lingkungan). Problematika seperti ini akan menpengaruhi dan berdampak terhadap kebijakan-kebijakan dalam pengembangan destinasi pariwisata, salah satu contoh yakni pengembangan produk, pemasaran, kualitas destinasi, penguatan ekosistem, keberlanjutan pariwisata dan dampak ekonomi, sosial, budaya pada masyarakat setempat. wisata, namun seiring dengan perkembangan dari dunia pariwsata itu sendiri, peran dari DMO semakin luas, yaitu melakukan perencanaan strategis, mengkoordinasi dan mengintegrasikan seluruh elemen dari destinasi dan tentunya seluruh stakeholders. Oleh karena itu DMO sangat memerlukan strategic leadership yang baik, sehingga dapat mengumpulkan dan memanfaatkan segala upaya dan energi stakeholders untuk menuju visi yang sama, lalu memetakan strategi untuk mencapai visi, mengkomunikasikan dan mengadvokasi keuntungan dan prinsip manajemen pariwisata yang efektif, mempromosikan kemitraan publik-swasta, dll. B. Rumusan Masalah The tourism system is made up of three elements: the tourist, the destination and the tourism intermediaries. Among them, the tourist is the most crucial one. It is the starting point of the tourism and gives impetus to the development of it. 31 Agust 2016. (https://www.slideshare.net › mobile Basic Concept of Tourism -) Dalam ulasan konsep di atas, dikatakan bahwa ‘the tourist is the most crucial one’, hal ini menekankan adanya pergerakkan orang/manusia/kelompok yang melakukan aktivitas perjalanan berwisata dan traveller/Non Tourist. Hal ini yang menjadi dilema dimana orang (sementara) dilarang bepergian untuk melakukan perjalanan wisata pada saat pandemi. Selanjutnya dalam situasi demikian, sangat berdampak pada mata rantai pariwisata (tourism value chain), supply & demand side, bisnis pariwisata dan multiplier effect (langsung, tidak langsung, ikutan) yang diakibatkannya. Disamping itu juga, kepariwisataan Indonesia masih menyimpan problematika yang terus menerus menjadi diskursus dan pemikiran dari para pakar pariwisata yakni 154 Gambar 1. Mind Mapping of Tourism Sumber :Buku Pedoman Tatakelola Destinasi Pariwisata (DMO-DG) 2014.& Diolah Penulis C. Metodologi D. Pembahasan Menurut Jaromir Polasek (2020) Konsep DMO adalah : “a form of management of a certain area (destination) in order to increase the effectiveness of activities related to tourism & the sustainable development. It is generally defined as the most mature & complex form tourism management in tourist destinations. a set of techniques, tools and measure used in the coordinated planning, organization, communication, decision making process and regulation of tourism in the given destination.” Penulisan jurnal ini bersifat deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis (Rina Hayati https://penelitianilmiah.com) adalah metode atau cara kerja dalam suatu pemecahan masalah dengan cara mendeskripsikan, menggambarkan, menjelaskan dan menganalisis situasi dan kondisi suatu obyek permasalahan dari sudut pandang penulis berdasarkan hasil telaah pustaka yang menunjang (studi literatur) dan pengalaman empirik di beberapa kawasan destinasi pariwisata. 155 Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 5 No.2 Tahun 2021 Merujuk UNWTO Guidelines (2020) for Institutional Strengthening of Destination Management Organizations (DMOs) Preparing DMOs for new challenges. terpimpin secara terpadu dengan peran serta masyarakat, pelaku/asosiasi, industri, akademisi dan pemerintah yang memiliki tujuan, proses dan kepentingan bersama dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan, volume kunjungan wisata, lama tinggal dan besaran pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat lokal. A Destination Management Organization (DMO) is “the leading organizational entity which may encompass the various authorities, stakeholders and professionals and facilitates partnerships towards a collective destination vision”. The governance structures of DMOs vary from a single public authority to a public private partnership model – to a lesser extent also entirely private models are found – with the key role of initiating, coordinating and managing certain activities which will be further explored in the next pages. The functions of the DMOs may vary from national to regional and local levels depending on the current and potential needs, as well as on the decentralization level of the public administration. Convention and Visitors Bureaus are also widely considered as DMOs, although their remit is primarily focused on promoting the destination for the meetings industry. Not all tourism destinations have a DMO. Sumber: Buku PEDOMAN DMO 2014 Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif Destination Governance (DG) adalah konsep untuk memperkuat sistem destinasi pariwisata melalui interkoneksi, keterkaitan, dan di mata rantai destinasi pariwisata. Konvergensi Destination Governance melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang diarahkan kepada fokus dan sinergi sistem dan upaya untuk meningkatkan peluang dan sinergitas dalam tata kelola. Sumber: UNWTO Guidelines (2020) for Institutional Strengthening of Destination Management Organizations (DMOs) Preparing DMOs for new challenges. Destination Management Organization/ DMO adalah tatakelola destinasi pariwisata yang terstruktur dan sinergis yang mencakup fungsi koordinasi, perencanaan, implementasi, dan pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik melalui pemanfaatan jejaring, informasi dan teknologi, yang 156 Gambar 2. Pengertian DMO-DG Sumber : Buku Pedoman DMO-DG 2014 & Diolah Penulis. manajemen pariwisata yang efektif, mempromosikan kemitraan publik-swasta, dll. Tentunya agar DMO dapat berfungsi dengan efektif, dibutuhkan kemitraan di luar batas organisasi tradisional seperti melibatkan masyarakat dan aktor nonpemerintah dalam pengambilan keputusan dan manajemen. Organisasi manajemen destinasi (DMO) menurut (UNWTO, 2019) secara tradisonal memiliki tanggung jawab untuk melakukan pemasaran terhadap destinasi wisata, namun seiring dengan perkembangan dari dunia pariwsata itu sendiri, peran dari DMO semakin luas, yaitu melakukan perencanaan strategis, mengkoordinasi dan mengintegrasikan seluruh elemen dari destinasi dan tentunya seluruh stakeholders. Oleh karena itu DMO sangat memerlukan strategic leadership yang baik, sehingga dapat mengumpulkan dan memanfaatkan segala upaya dan energi stakeholders untuk menuju visi yang sama, lalu memetakan strategi untuk mencapai visi, mengkomunikasikan dan mengadvokasi keuntungan dan prinsip 157 Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 5 No.2 Tahun 2021 Gambar 3 : Prinsip Pendekatan Tata Kelola Destinasi Kawasan Pariwisata Sumber : Buku Pedoman DMO-DG 2014 & Diolah Penulis subsistem, sektor, dimensi, disiplin, komponen yang terintegrasi untuk memastikan kualitas aktivitas, fasilitas, serta pengalaman dan nilai tambah agar memberikan benefit pada masyarakat dan lingkungan. Prinsip pendekatan Tata Kelola Destinasi Kawasan diharapkan dapat membangun dan memperkuat Ekosistem Kepariwisataan agar menghasilkan linkage, value chain, dan interkoneksitas sistem, 158 Gambar 4. Fungsi DMO-DG Sumber : Buku Pedoman DMO-DG 2014 dan Diolah Penulis. (berkolaborasi) membangun kekuatan tata kelola berkelanjutan dengan menguatkan dan meningkatkan kapasitas perencanaan, regulasi/kebijakan dan kelembagaan secara sistematis agar berdaya saing, berkualitas, bertanggung jawab dan bermanfaat bagi masyarakat lokal. Fungsi DMO-DG sebagai instrumen strategis berupaya mendorong proses aktivitas, dimana institusi dan pelaku kunci di kawasan destinasi pariwisata yang berasal dari dimensi publik, swasta, masyarakat, akademisi, dan media (Pentahelix) saling bekerjasama 159 Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 5 No.2 Tahun 2021 Gambar 4. Output DMO-DG Sumber : Buku Pedoman DMO-DG 2014 & Diolah Penulis. Output dari DMO & DG diskenariokan dapat menopang (shore up) keunggulan kompetitif yang menghasilkan pemimpin destinasi (destination leaders), Champions (fasilitator teladan), atau manajer destinasi untuk mengembangkan strategi pengelolaan dan penataan destinasi pariwisata. Transformasi konsep Tata Kelola Destinasi Pariwisata di Indonesia diarahkan untuk pembentukan & pengembangan tata kelola pariwisata secara manajerial, akuntabel, berorientasi manfaat kepada masyarakat lokal serta terjaminnya keseimbangan lingkungan fisik, sosial dan budaya. pengelola destinasi pariwisata, maka peran teknologi perlu terus dikembangkan sesuai dengan fungsi DMO-DG bagi destinasi pariwisata. Pada awal berkembangnya, DMO-DG dibentuk untuk menjalankan fungsinya dalam memasarkan destinasi pariwisata, dan teknologi menjadi bagian penting dalam membangun Destination Management System (DMS). DMS merupakan media berbasis teknologi informasi yang strategis untuk membantu pelaku dan pengusaha pariwisata dalam membangun integrasi, promosi, dan distribusi produk dan pelayanan pariwisata (UNCTAD, 2005). Saat ini, fungsi DMO-DG telah berkembang, tidak hanya untuk memasarkan, tetapi juga sebagai organisasi pengelola destinasi pariwisata. Fungsi teknologi juga turut berkembang, tidak hanya membangun DMS untuk pemasaran destinasi pariwisata, tetapi juga menjadi media untuk mengumpulkan dan Destination Management System (DMS) Sebagai komponen penting yang mendukung keberhasilan kinerja Destination Management Organization (DMO) & Destination Governance (DG) dalam menjalankan tugasnya sebagai 160 menyebarluaskan informasi dan pengetahuan kepada seluruh pelaku pariwisata dan pemangku kepentingan lainnya sehingga memungkinkan terbangunnya kolaborasi dan koordinasi lebih lanjut dalam pembangunan dan pengelolaan destinasi pariwisata (Sheehan dkk, 2016). Teknologi informasi bahkan dianggap sebagai alat yang inovatif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan (Tosun, 2000; Ali and Frew, 2013. Di Era Disruptive Technologi saat ini, seperti smart tourism (e-destination) mempunyai peran penting yang memudahkan berkomunikasi dan berinteraksi dengan pemangku kepentingan baik di pusat dan daerah. DMO saat ini dihadapkan pada tantangan yang lebih besar. Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat sebagai bagian dari revolusi industri 4.0 menggerus cara-cara konvensional dalam penyelenggaraan kepariwisataan. Banyak fungsi-fungsi dalam penyelenggaraan kepariwisataan yang tergantikan dengan perkembangan teknologi informasi, khususnya yang terkait dengan pemasaran dan pengusahaan perjalanan wisata. Sementara industri pariwisata di Indonesia masih berusaha keras untuk beradaptasi dengan revolusi industri 4.0, negara-negara lain sudah bersiap untuk beralih pada Society 5.0 yang dianggap menjadi alternatif yang lebih baik dari terjadinya degradasi peran manusia sebagai akibat revolusi Industri 4.0. Society 5.0 menempatkan kehidupan manusia sebagai subyek utama yang harus dijadikan tujuan akhir ketika berbagai teknologi diaplikasikan. Oleh karenanya, dunia kepariwisataan di Indonesia harus mulai bersiap menghadapi Society 5.0 ini. Tantangan besar lain yang sedang dihadapi di depan mata saat ini adalah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Pandemi ini mampu menghentikan pergerakan wisatawan Internasional khususnya, menahan orang melakukan perjalanan wisata bahkan di negaranya sendiri, membuat industri pariwisata oleng, bahkan ada yang sudah tidak bisa bergerak sama sekali. Kedua tantangan global yang mempengaruhi kepariwisataan sampai ke tingkat lokal ini terjadi di saat dunia sedang giat mewujudkan Sustainable Development Goals (SDG’s) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang merupakan komitmen seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk mewujudkan bumi yang lebih baik bagi generasi yang akan datang. Dua tantangan global yang harus diselaraskan dengan upaya mewujudkan tujuan Pembangunan Berkelanjutan, justru menuntut peran teknologi informasi yang lebih besar dan kuat serta kecepatan adaptasi dari para pelaku dan pengelola destinasi pariwisata yang lebih cepat dan tanggap. DMO-DG sebagai organisasi yang mengedepankan kolaborasi dan sinergi para pihak dalam pengelolaan destinasi pariwisata, harus dapat memanfaatkan dan mengembangkan teknologi informasi dalam kerangka DMS untuk menjawab tantangan besar tersebut. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa DMS menjadi alat yang sangat penting bagi DMO-DG untuk menjalankan perannya dalam membina kolaborasi dan sinergi para pemangku kepentingan kepariwisataan di tingkat lokal (Sheehan dkk, 2016; Trunfio dan Lucia, 2019). Di era ini, peran DMS akan menjadi kunci bagi keberhasilan reaktivasi dan penguatan peran DMO sebagai koordinator, mediator, dan fasilitator dalam mewujudkan kolaborasi dan sinergi para pihak dalam pengelolaan destinasi pariwisata agar dapat berkontribusi terhadap terwujudnya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. 161 Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 5 No.2 Tahun 2021 Gambar 5 : Model Destination Development Strategy. Sumber : Penulis 2021 Pada Gambar model Destination Development Strategy : Ada 4 (empat) komponen utama dalam strategi pengembangan destinasi pariwisata yaitu Komponen NewNorma (L), Industri Pariwisata, Kelembagaan DMO-DG dan SDM. Pada saat pandemi DMO-DG memainkan perannya untuk melihat dan merekontekstualisasi strategi pengembangan destinasi, mengingat pandemi mengubah kebijakan pariwisata Indonesia yang berefek pada dinamika pengelolaan dan tatakelola pengembangan destinasi pariwisata, seperti diperlukannya komponen yang melekat yakni prokes, pedulilindungi, vaksin dan lainnya. Merujuk pengalaman empirik, terdapat 4 (empat) hal dalam pengembangan kebijakan pariwisata di daerah; pertama, stakeholders berkomitmen bersama menjadikan daerah (destinasi) sebagai suatu produk yang siap lepas landas untuk masuk pasar; kedua, stakeholders memiliki skenario-skenario strategi pengembangan Destination Management Organization (internal destination development/IDD & eksternal destination marketing/EDM) serta Destination Governance; ketiga, stakeholders mempunyai smart inovation yang berkelanjutan pada destinasi; keempat, menjadikan people centre development pada setiap aktifitas pariwisata. Governance dalam perspektif kepariwisataan: sangat berperan mendukung destination management, mengingat kompleksitas kepariwisataan yang tak terhindarkan. Governance sebagai platform yang berisikan 3 (tiga) dimensi penting pembangunan pariwisata yakni dimensi public, private & community (stakeholders engagement), memainkan peran mendinamiskan dan memastikan pembangunan kepariwisataan di pusat dan daerah berjalan sesuai harapan agar destinasi tersebut dapat terwujud suatu 162 kawasan pariwisata yang excellent & premium. Peristilahan kata Tatakelola dan Pengelolaan pada suatu Destinasi Pariwisata, berbedakah? Jika kita sependapat Tatakelola itu (governance) dan Pengelolaan (management), maka keduanya dapat diibaratkan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Tatakelola merupakan platform sekaligus sistem komunikasi lintas stakeholders yang dibangun oleh para aktor (pelaku) daerah\regional, terkait utk memobilisasi & mendorong realisasi pembangunan dan pengembangan destinasi pariwisata melalui kaidah pengelolaan yang profesional, sebagai jawaban terhadap tantangan dan dinamika pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. Regional, Nasional, dan Internasional di bidang pariwisata; DMO-DG mempercepat kinerja magnitude pariwisata Nasional melalui penguasaan product portfolio dan market portfolio, serta smart tourism (e_destination); DMO-DG harus membangun konten, konteks, dan konektivitas termasuk melalui e-tourism, digitalisasi, dan creative tourism; DMO-DG menjadi pusat pertumbuhan > center of growth, center of excellence untuk menarik pembangunan infrastruktur, investasi, serta networking; DMO-DG harus menjadi center of gravity dan keseimbangan nilai ekonomi dan non ekonomi (estetika dan etika) serta keseimbangan high tech-high touch; DMO-DG harus membangun ekosistem pariwisata : sinergi, aliansi, konvergensi, integrasi tidak egosystem tapi ecosystem; DMO-DG harus menjadi production base total tourism experience, community satisfaction, and environment satisfaction, dan destination excellence; DMO-DG menjadi landscape dan tourismscape untuk tumbuhnya nilai attractiveness, competitiveness, sustainability dan localness; DMO-DG harus mampu memperkuat organisasi/kelembagaan dan pengelolaan pariwisata di destinasi. Fungsi katalisasi, moderasi, fasilitasi untuk memperkokoh entitas Tatakelola pariwisata. Karena itu peran Forum Tata Kelola Pariwisata diperlukan untuk menjembatani dan merajut kepentingan dan kebutuhan pembangunan pariwisata. 4. Pandemi membuat banyak perubahan dan pembelajaran buat organisasi dan masyarakat seperti contoh dari sisi Consumers Trend, Technology Development dan Social Changes. Era E. Kesimpulan : 1. Melalui Model DMO-DG sebagai instrumen strategis diharapkan dapat menjawab tantangan dan peluang pengembangan destinasi pariwisata di era keadaan baru (NewNormal & NewTomorrow). 2. Konsep Destination Management Organization (DMO) dan Destination Governance (DG) sebagai perwujudan prinsip tatakelola yang dapat memecahkan persoalan kompleksitas, sinergitas, tanggung jawab, kolaborasi, dan kemitraan di dalam ekosistem pariwisata untuk membangun destinasi yang berkualitas, berdaya saing (competitive), berkelanjutan (sustainable) dan berbasis lokalitas (localness). 3. DMO-DG harus mampu membangun platform dan lokomotif pariwisata bersama para pihak pemangku kepentingan untuk kepentingan masyarakat dan daerah secara akuntabel; DMO-DG diharapkan mampu menjadi power house/center of energy bagi pariwisata daerah; DMO-DG harus melahirkan champion (fasilitator teladan, volounter) Lokal, 163 Jurnal Analis Kebijakan | Vol. 5 No.2 Tahun 2021 5. 6. 7. 8. 9. Kemenparekraf / Baparekraf sebagai bagian dari Institusi pemerintah yang melaksanakan tugas pembangunan disektor Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif di Indonesia, melihat kondisi dan fenomena yang ada saat pandemik ini, telah melaksanakan tugas tambahan membantu pemulihan ekonomi nasional melalui program-program seperti Bantuan Insentif Pemenrintah (BIP) untuk UMKM Parekraf, Bansos, bantuan percepatan vaksin di daerah, dukungan fasilitas untuk yang Isoman, sosialisasi PeduliLindungi, dan lainnya. NewNormal bertransformasi menjadi NewNorma (aturan yang terbarukan). Disruptive Technologi saat ini memaksa kita untuk segera merekontekstualisasi Management Strategic Pariwisata Indonesia melalui adaptasi : smart tourism (e_destination), teknologi digital, e-commerce, IoT, AI, Era society 5.0, Robotic, Big Data dan lainnya, yang selanjutnya menjadi wajib hukumnya untuk kita terima sebagai tantangan nyata. Covid 19 menciptakan era dan konteks baru yang sedemikian besar dampaknya bagi pariwisatan yaitu “the virtual century”. Sebuah abad baru dimana semua ruang bekerja, belajar dan bermain dengan menggunakan perangkat digital dan online platform. Pandemi mempercepat proses migrasi digital dan menciptakan “the renaisance of digital adoption”. Dampak DMO-DG : Benefit Tourism, a. Mewujudkan Pro Growth, Pro Poor, Pro Job, Pro Environment; b. Menigkatkan Quality (Product, Services, Management), Tourism Satelite Account (TSA), Competitive Advantage (Value Chain), Spreading the benefit of tourism, etc.; c. Peningkatan kualitas ekosistem kepariwisataan (enhance tourism ecosystem), Memastikan keberlanjutan pariwisata (ensuring sustainability), Penguatan Tata Kelola Destinasi Pariwisata (Strengthening Institutional Governance), dan lainnya. Tugas utama bagi sektor Parekraf adalah membangun sistem, Parekraf hanya dapat memanfaatkan fungsi ruang yang terdapat pada sektor K/L lannya, fungsi ruang Parekraf kecil, untuk itu perlu membangun suatu ekosistem parekraf yang tepat guna dan berkualitas bersama dengan Kementerian/ Lembaga dan pemangku kepentingan (stakeholders) baik dipusat dan daerah serta lintas disiplin yang mempengaruhinya. Daftar Pustaka Buku Adizes, Ichak Ph.D. : Managing Corporate Lifecycles, by Prentice Hall Press 1999. Bren Ritchie, J.R. & Charles R, Goeldener; Travel, Tourism, and Hospitality Research a Handbook for Managers and Researchers, second edition 1994. Pedoman Tatakelola Destinasi Pariwisata Berbasis Konsep Destination Management Organization (DMO) Daestination Governance (DG), 2014. Dokumen UNWTO Guidelines (2020) for Institutional Strengthening of Destination Management Organizations (DMOs) Preparing DMOs for new challenges. Sheehan, L., Vargas‐Sánchez, A., Presenza, A., & Abbate, T. (2016). The Use of Intelligence in Tourism Destination Management: An Emerging Role for DMOs. International Journal of Tourism Research, 18(6), 549-557. 164 Hospitality Research a Handbook for Managers and Researchers, second edition 1994. Morrison AJ, Baum T, Andrew R. Entrepreneurship in the hospitality. Tourism and leisure industries. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1998. Kajian Faisal, Budi, Ir, MAUD., MLA., Ph.D, Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan ITB, Destination Management System (DMS) dalam penguatan fungsi Destination Management Organization (DMO) di Indonesia, 2020. Rapid Assesment Destination Management Organizations dan Destination Governance. Direktorat Kajian Strategis dan Puspar UGM, 2021. Paparan Plt. Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Destination Management Organization & Destination Governance, 2020. Website UNWTO Guidelines for Institutional Strengthening of Destination Management Organizations (DMOs), https://www.eunwto.org/doi/book/10.18111/9789 284420841 - Tuesday, July 07, 2020 6:31:54 AM IP Address:114.124.169.111 Abdurahman, Benjamin; Anggota Tim Tenaga Ahli Evaluasi Tata Kelola Kelembagaan Destinasi Pariwisata Destination Management Organization (DMO); Kajian Pemanfaatan DMO-DG Dalam Konsep Pengelolaan Destinasi Pariwisata Menyongsong Adaptasi Baru, 2020. The Yuwana, M, Prof.; Kontekstualisasi DMO dalam masa Pandemi Covid 19, 2020. Sustainable Development Goals (SDGs) are a framework of 17 goals and 169 targets, through which States, civil society, and private sector can guide and measure their contributions to sustainable development towards 2030. http://tourism4sdgs.org/tourismfor-sdgs/what-are-the-sdgs/. Destination Management Organizations (DMOs) and crisis management, ://www.researchgate.net/publicatio n/318589329 Hayati, Rina. Macam Metode Penelitian dan Penjelasannya. https://penelitianilmiah.com Diposting pada 18 Januari 2020. Pedoman Manajemen dan Tatakelola Destinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; Puspar UGMub & Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf, 2020. Mutiara, Diena Prof.; DMO Sebagai Akselelator Kepariwisataan Berkelanjutan di Indonesoa, 2020. Jaromir Polasek (2020) How to successfully run a DMO//Youtube, practical examples & experience from Czech Republic Bren Ritchie, J.R. & Charles R, Goeldener; Travel, Tourism, and 165