Jbptunpaspp GDL Prestilaur 3136 1 Artikel

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 25

PENGARUH KONSENTRASI PEKTIN DAN KONSENTRASI ASAM SITRAT

TERHADAP KARAKTERISTIK SELAI LEMBARAN LABU KUNING


(Cucurbita moschata)

ARTIKEL

Oleh :
Presti Laura Waisa Bella Aritonang
09.302.0006

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2013

PENGARUH KONSENTRASI PEKTIN DAN KONSENTRASI ASAM SITRAT


TERHADAP KARAKTERISTIK SELAI LEMBARAN LABU KUNING
(Cucurbita moschata)

Dr. Ir. H. Dede Zainal Arief., M.Sc., Ir. Hj. Ina Siti Nurminabari., MP., dam Presti
Laura Waisa Bella Aritonang
ABSTRACT
The purpose of this research is to find out the influence of the concentration of
pectin and concentration of citric acid against characteristic of jam slice pumpkin. The
benefits of this research is to know the basic principle in making jam slice, created food
products worth of nutrition high that are useful for the society, to increase farmers '
income pumpkin, increase the value of economical pumpkin, diversifies the processed
products and improve their knowledge and insight for researchers.
A method of research includes draft treatment having a factor of A ( the
concentration of pectin ) and the B ( the concentration of citric acid ). A draft set of
experiments which used to research main are thoughts of random group, each factor
consisting of 3 ( 3 ) standard and with 3 times deut, so that got 27 treatment.
The draft of the response that will be done in research main that produces jam
slice pumpkin covering response chemical by counting the water level and the level of
fibers, response physical computing the power gel and test organoleptik by using the
method hedonik test.
The result showed treatment is a1b1 best treatment. The water level 23.47 %, 2.90
%, levels of fibers the power of a gel 706 gr/cm2, yellow color, the scent of typical of a
gourd, a sour taste and the texture of solid very fond of by the panel.
I PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Penelitian

Labu
kuning
(Cucurbita
moschata), yang dalam bahasa Inggris
dikenal sebagai pumpkin, termasuk
komoditas pangan yang telah banyak
dikenal masyarakat. Jawa barat
termasuk wilayah Indonesia penghasil
labu kuning. Garut dan Cikole adalah
salah satu daerah pemasok labu kuning
khusus untuk daerah Jawa barat. Jumlah
labu kuning yang dikirim oleh petani
dari daerah Cikole sebanyak 5 kuintal
dalam
setiap
pengiriman
untuk
diditribusikan. Melihat dari data

tersebut
membuktikan
bahwa
ketersediaan bahan pangan ini cukup
relatif tinggi, tapi tingkat konsumsi dan
pemanfaatan labu kuning di Indonesia
masih sangat rendah.
Pemanfaatan labu kuning masih
sangat rendah, karena masyarakat
Indonesia hanya memanfaatkan labu
kuning
sebagai
olahan
pangan
tradisonal seperti kolak, asinan, manisan
serta sebagai bahan campuran lauk dan
labu kuning diolah pada waktu tertentu
saja. Saat ini banyak penelitian seperti
Suprapti
pada
tahun
2005
memanfaatkan labu kuning menjadi
produk awetan seperti dodol labu

kuning, mie dari labu kuning, selai atau


jam,
sirup, saos tomat yang
ditambahkan labu kuning, tepung labu
kuning, dan tepung labu kuning diolah
menjadi kue atau cake.
Salah satu olahan dari labu kuning
adalah selai. Selai biasanya digunakan
sebagai pelengkap hidangan roti.
Umumnya cara penyajiannya dengan
mengolesi selai yang berbentuk semi
padat pada roti. Selai yang ada di
pasaran umumnya dalam bentuk selai
oles. Selai oles dianggap kurang praktis
dalam penyajiannya. Salah satu peneliti
yaitu Syafitri pada tahun 1992
mengembangkan olahan dari selai yang
berbentuk lembaran seperti cheese
slices yang bersifat lebih padat. Selai
lembaran lebih praktis dan lebih mudah
dalam penyajiannya tanpa melakukan
tahapan proses pengolesan pada roti,
sehingga diharapkan menjadi alternatif
utama produk pangan yang dapat
dikonsumsi.
Tiga bahan pokok pada proses
pembuatan selai lembaran adalah
pektin, asam dan gula dengan
perbandingan
tertentu
untuk
menghasilkan produk yang baik. Selai
buah yang baik harus bewarna cerah,
jernih, kenyal seperti agar agar tetapi
tidak terlalu keras, serta mempunyai
rasa buah asli (Margono, 2003).
Pektin bersama gula dan asam
pada suhu tinggi akan membentuk gel
seperti pada pembuatan selai lembaran.
Pektin adalah bahan pembentuk gel
untuk memodifikasi tekstur selai agar
diperoleh rasa cicip yang baik. Asam
sitrat berfungsi sebagai pencengah
kristalisasi, penjernihan gel yang
dihasilkam, dan asam sitrat juga dapat
memberikan kekuatan gel yang lebih
tinggi
(Suryani, Hambali,
dan Rivai, 2004).
Menggunakan
Pektin
yang
berlebihan akan terbentuk gel besar dan
kaku. Penambahan asam sitrat yang

berlebihan akan menghasilkan kekuatan


gel yang lemah sehingga terjadi
pengeluaran air pada gel. Jika
penambahan pektin yang kurang akan
menyebabkan gel yang kurang padat,
dan kekurangan asam sitrat akan
menyebabkan gel yang lemah dan akan
membentuk memberikan warna yang
kurang baik
pada selai lembaran
(Muchtadi, dan Gumbira, 1979).
1.2.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar


belakang penelitian, maka dapat
dilakukan identifikasi masalah, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi
pektin terhadap karakteristik selai
lembaran labu kuning?
2. Bagaimana pengaruh konsentrasi
asam sitrat terhadap karakteristik
selai lembaran labu kuning?
2. Bagaimana
pengaruh
interaksi
antara konsentrasi pektin dan
konsentrasi asam sitrat terhadap
karakteristik selai lembaran labu
kuning.
1.3.

Maksud
Penelitian

dan

Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah


meneliti pengaruh konsentrasi pektin
dan konsentrasi asam sitrat terhadap
karakteristik selai lembaran labu
kuning.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
pektin dan konsentrasi asam sitrat
terhadap karakteristik selai lembaran
labu kuning.
1.4.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah


mengetahui prinsip dasar dalam
pembuatan selai lembaran, menciptakan
produk makanan bernilai gizi tinggi
yang bermanfaat bagi masyarakat,
menambah pendapatan petani labu
kuning, meningkatkan nilai ekonomis
labu kuning, diversifikasi produk olahan

labu
kuning,
dan
menambah
pengetahuan dan wawasan
bagi
peneliti.
1.5.

Kerangka Pemikiran

Penggunan
bahan
dalam
pembuatan selai lembaran seperti
pektin, gula, asam, agar agar dan
margarin
diharapkan
dapat
menghasilkan selai lembaran yang baik.
Karakteristik
organoleptik
selai
lembaran labu kuning yang diinginkan
memiliki rasa asam, warna kuning,
aroma khas labu kuning dan tekstur
yang padat tapi plastis. Karakteristik
kimia dari selai lembaran labu kuning
yang diharapkan memiliki nilai pH,
kadar air, kadar serat, dan kadar gula
yang sesuai dengan kebutuhan proses
serta
aman
untuk
dikonsumsi.
Karakteristik fisik dari selai lembaran
labu kuning yang diharapkan memiliki
kekuatan gel yang cukup kuat.
Karakteristik selai lembaran yang
baik tidak hanya dipengaruhi oleh
pektin, gula dan asam sitrat. Proses
pemanasan merupakan salah satu faktor
yang
mempengaruhi
hasil
selai
lembaran yang baik. Menurut Suryani,
Hambali, dan Rivai (2004), pemasakan
yang terlalu lama akan menghasilkan
selai yang keras, sedangkan pemasakan
yang kurang lama akan menghasilkan
selai yang encer.
Kadar air selai lembaran labu
kuning dipengaruhi oleh konsentrasi
pektin. Pada proses pemasakan dengan
adanya gula, air, dan asam, pektin akan
membentuk serabut halus yang mampu
menahan
air.
Semakin
tinggi
konsentrasi pektin yang digunakan
maka akan menghasilkan kadar air yang
rendah. Penambahan asam sitrat
berpengaruh terhadap kadar air selai
lembaran
labu
kuning.
Jika
menggunakan asam yang terlalu
berlebihan maka kadar air akan tinggi
akibatnya pengeluaran air dari gel.

Berdasarkan penelitian Fatimah


(2007), pada pembuatan selai lembaran
ubi jalar dengan stroberi, penambahan
pektin sebanyak 1% dan asam sitrat
0,1% didapatkan selai lembaran ubi
jalar terbaik dengan kadar air 13,416 %.
Menurut Edinarwati (2006), pada selai
lembaran stroberi dengan konsentrasi
gula 50%, pektin 1%, dan asam sitrat
sebanyak 0,1% menghasilkan kadar air
28,910%.
Berdasarkan penilitian
Agustina (2007), pada pembuatan selai
lembaran nangka, penambahan asam
sitrat 0,2% dan pektin 0,4% didapatkan
selai lembaran nangka dengan kadar air
20,4603%.
Berdasarkan
penelitian
Rani
(2007) pada pembuatan selai lembaran
kelapa, dengan konsentrasi pektin 0,7%
dan
asam
sitrat
0,1%
sudah
menghasilkan selai lembaran kelapa
dengan kadar air 21,64%. Berdasarkan
penelitian Nuriska (2006), pada
pembuatan selai lembaran terong
belanda dengan konsentrasi gula 55%
dan pektin 0,75% menghasilkan selai
lembaran terong belanda yang memiliki
kadar air 18,087%.
Kadar serat selai lembaran labu
kuning dipengaruhi oleh pektin.
Penggunaan pektin yang tinggi akan
menghasilkan kadar serat yang tinggi,
ini terjadi karena pektin merupakan
komponen
penyusun
serat
dari
golongan polisakarida. Asam sitrat tidak
berpengaruh pada kadar serat selai
lembaran labu kuning.
Berdasarkan penelitian Nuriska
(2006), pada pembuatan selai lembaran
terung belanda dengan konsentrasi gula
55% dan pektin 0,75% menghasilkan
selai lembaran terong belanda dengan
kadar serat 1,787%. Berdasarkan
penelitian Edinarwati (2006), pada selai
lembaran stroberi dengan konsentrasi
gula 50%, pektin 1%, dan asam sitrat
sebanyak 0,1%
didapatkan selai
lembaran stroberi dengan kadar serat

1,366%.
Berdasarkan penilitian
Agustina (2007), pada pembuatan selai
lembaran nangka dengan menggunakan
asam sitrat 0,2% dan pektin 0,4%
menghasilkan selai lembaran nangka
dengan kadar serat 0,030% .
Karakteristik fisik selai lembaran
labu kuning memiliki kekuatan gel yang
kuat. Pektin dan asam berpengaruh
terhadap kekuatan gel. Semakin rendah
penambahan pektin akan menghasilkan
kekuatan gel yang lembek, dan semakin
rendah nilai pH pada selai lembaran
maka akan menghasilkan gel yang kuat.
Berdasarkan penelitian Edinarwati
(2006), pada selai lembaran stroberi
dengan konsentrasi gula 50%, pektin
1% dan asam sitrat 0,1% didapatkan
kekuatan
gel
1213,285gram/cm2.
Berdasarkan penelitian Agustina (2007),
pada pembuatan selai lembaran nangka
digunakan asam sitrat 0,2% dan 0,4%
sehingga menghasilkan kekuatan gel
685,71 gram/cm2.
Karakteristik organoleptik selai
lembaran yaitu warna, rasa, aroma dan
tekstur dipengaruhi oleh konsentrasi
pektin. Penggunaan pektin yang rendah
akan terbentuk gel yang kurang
sempurna dan menghasilkan serabut
serabut
yang
lemah.
Pektin
berpengaruh terhadap warna, hal ini
disebabkan karena pektin mengandung
asam galakturonat sehingga mampu
mempengaruhi penurunan pH selai
lembaran labu kuning. Aroma yang
diinginkan pada selai lembaran labu
kuning memiliki khas labu kuning,
pektin berpengaruh terhadap aroma
selai lembaran labu kuning. Jika
menggunakan konsentrasi pektin yang
tinggi akan menghasilkan aroma selai
lembaran
yang
kurang
tajam,
pengunaan bubur labu kuning yang

sedikit. Rasa manis yang diinginkan


pada selai lembaran labu kuning
dipengaruhi
penambahan
pektin.
Semakin tinggi penambahan pektin
maka akan menghasilkan rasa manis
yang baik. Pektin merupakan campuran
polisakarida.
Polisakarida
adalah
karbohidrat yang terdiri dari banyak
molekul gula atau terdiri dari banyak
unit monosakarida.
Asam sitrat berpengaruh terhadap
karakteristik organoleptik, salah satunya
warna. Warna akan sedikit pudar jika
menggunakan asam sitrat yang seikit.
Tingkat kecerahan warna produk
dipengaruhi oleh asam asam organik
baik yang didalam produk maupun yang
ditambahkan. Penggunaan asam sitrat
yang tinggi juga berpengaruh terhadap
rasa selai lembaran yang diinginkan.
Jika penambahan asam sitrat yang
berlebihan akan membuat rasa selai
lembaran yang manis menjadi asam.
Aroma tidak berpengaruh terhadap
penambahan asam sitrat, tapi tekstur
berpengaruh pada penambahan asam.
Jika menggunakan asam yang tinggi
akan menyebabkan gel pecah, dan
menghasilkan tekstur yang kurang
disukai oleh konsumen.
Berdasarkan penelitian Edinarwati
(2006), pada selai lembaran stroberi
dengan konsentrasi gula 50%, pektin
1%, dan asam sitrat sebanyak 0,1%
menghasilkan selai lembaran stroberi
warna yang cerah, memiliki aroma yang
tajam, tekstur yang plastis dan rasa
manis. Berdasarkan penelitian Mahmud
(2012), pada pembuatan selai ubi ungu
dengan menggunakan kosentrasi pektin
1%, sukrosa 65%, dan asam sitrat 1,5%
didapatkan selai ubi jalar yang memilki
aroma tidak terlalu berbau ubi, tekstur
yang tidak terlalu keras, rasa manis dan
warna ungu kemerahan.

Berdasarkan
penelitian
Rani
(2007) pada pembuatan selai lembaran
kelapa dengan menggunakan pektin
0,7% dan asam sitrat 0,1%, panelis
sangat suka dengan tekstur selai
lembaran kelapa yang elastis dan tidak
rapuh, warna yang cerah, aroma khas
kelapa, dan rasa yang manis.
Berdasarkan penilitian Zilvia (2009),
pada pembuatan selai lembaran
campuran nenas dengan jonjot labu
kuning dengan menggunakan asam
sitrat 0,1 gram menghasilkan selai
lembaran nenas dengan jonjot labu
kuning dengan warna orange tua, rasa
manis dan khas nenas, aroma khas
nenas dan tekstur yang tidak terlalu
keras disukai oleh panelis.
Berdasarkan penelitian Agniya
(2011), pada pembuatan selai lembaran
terong belanda dengan menggunakan
pektin 0,25% menghasilkan selai
lembaran terong belanda dengan tekstur
lunak tapi tidak terlalu keras dan rasa
yang manis. Berdasarkan penelitian
Ramadhan (2011), pada selai lembaran
jambu biji dengan konsentrasi gula
90%, dan asam sitrat sebanyak 0,04%
menghasilkan selai lembaran jambu biji
warna merah cerah, memiliki aroma
yang tajam, tekstur yang plastis dan rasa
manis
Menurut DeMan dan Gupta
(1989), pembentukan gel terbaik pada
pembuatan selai dapat dicapai jika
kandungan pektin yang digunakan 0,2
1,5%. Untuk mebentuk gel pektin, harus
ada senyawa pendehidrasi (biasanya
gula) dan harus ditambahkan asam
dengan
jumlah
yang
cocok.
Pembentukan gel terbaik dicapai jika
menggunakan pektin yang gugus
metoksinya telah dikurangi sampai
menjadi sekitar 8%. Kondisi yang biasa
ialah pH 3,2 3,5, gula 55 70% dan
pektin 0,2 1,5%. Menurut Desrosier
(1988), kadar pektin kurang dari 1%

sudah cukup untuk pembentukan


struktur yang memuaskan.
Menurut
Desrosier
(1988),
mekanisme pembentukan gel dalam
pembuatan selai merupakan campuran
dari pektin, gula, asam dan air. Dimana
penambahan gula akan mempengaruhi
keseimbangan pektin-air yang ada dan
meniadakan kenampakan pektin. Pektin
akan menggumpal dan membentuk
serabut halus. Struktur ini mampu
menahan cairan. Kontinuitas dan
kepadatan serabut yang terbentuk
ditentukan oleh banyaknya kadar
pektin, jika semakin tinggi kadar pektin
yang ditambahkan maka semakin padat
pula struktur serabut serabut tersebut.
Penambahan asam bertujuan
untuk menurunkan pH selai agar
diperoleh kondisi asam yang cocok
untuk
pembentukan
gel
dan
menghindari pengkritalan gula, dapat
membentuk menstabilkan warna, cita
rasa dan tekstur. Jumlah asam yang
ditambahkan tergantung dari keasaman
buah dan pH akhir selai yang
dikehendaki. Kondisi optimum agar
terbentuk gel terjadi pada pH 3,2
(Desrosier, 1988).
Selai lembaran menggunakan
pektin, asam dan gula, selain 3 bahan
pokok
tersebut
selai
lembaran
menggunakan bahan tambahan yaitu
agar agar dan margarine. Berdasarkan
penelitian Edinarwati (2006), pada
pembuatan selai lembaran stroberi
ditambahkan agar agar sebanyak 1,5%
dapat memberikan tekstur yang baik.
Menggunakan margarine sebanyak 2%
sudah cukup memperbaiki tekstur selai
lembaran stroberi menjadi plastis dan
tidak lengket pada saat dilakukan proses
pengemasan.
1.6.

Hipotesis Penilitian

Berdasarkan kerangka pemikiran


yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diambil hipotesis, diduga bahwa :

1. Konsentrasi pektin berpengaruh


terhadap
karakteristik
selai
lembaran labu kuning
2. Konsentrasi
asam
sitrat
berpengaruh terhadap karakteristik
selai lembaran labu kuning
3. Interaksi antara konsentrasi pektin
dan konsentrasi asam sitrat
berpengaruh terhadap karakteristik
selai lembaran labu kuning
1.7.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada


bulan Agustus sampai dengan bulan
September
2013,
bertempat
di
Laboratorium
Penelitian,
Jurusan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknik,
Universitas Pasundan, Bandung.
II METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Bahan dan Alat yang Digunakan
2.1.1. Bahan-Bahan yang Digunakan
Bahan
baku
utama
yang
digunakan dalam pembuatan selai
lembaran labu kuning adalah labu
kuning
dengan
jenis
Cucurbita
moschata atau labu parang didapat dari
Lembang. Bahan penunjang yang
digunakan adalah pektin, asam sitrat,
sukrosa, agar agar, dan margarine
didapat dari tokoh Kijang Mas.
Bahan kimia yang digunakan batu
didih, toluene, alkohol 95%, H2SO4
0,3N, CHCl3, NaOH 0,3N, aquadest,
HCl 0,05 N, phenolfthalein, NaOH 1 N,
HAc 1 N, CaCl2 1 N, dan AgNO3.
2.1.2. Alat-Alat yang Digunakan
Alat-alat yang akan digunakan
dalam percobaan ini adalah timbangan,
plastik tahan panas, sendok, pisau,
nampan, kompor, panci, pengaduk,
rolling pin, wajan, blender dan pH
meter. Alat-alat yang akan digunakan
untuk analisis adalah tekstur analyzer,
kertas lakmus, kertas saring, gelas
kimia, gelas ukur, buret, eksikator,

corong,
labu
erlenmeyer,
oven,
seperangkat alat destilasi, dan labu ukur.
2.2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan
metode penelitian dilakukan dalam dua
tahap, yaitu : penelitian pendahuluan
dan penelitian utama.
2.2.1. Penelitian Pendahuluan
Tujuan penelitian pendahuluan
untuk menentukan metode proses
terbaik yang akan dijadikan acuan
dalam penelitian utama. Penelitian
pendahuluan yang dilakukan adalah
mencari lama pemanasan yang terbaik,
uji kadar pektin dan kadar metoksil
pada bahan baku. Lama pemanasan
yang digunakan dalam penenilitan
pendahuluan adalah 5 menit, 10 menit
dan 15 menit.
Parameter yang digunakan pada
penelitian
pendahuluan
adalah
menggunakan uji organoleptik terhadap
warna kuning, rasa manis, tekstur padat
dan plastis, dan aroma khas labu.
Metode
uji
organoleptik
yang
digunakan adalah uji hedonik. Uji
hedonik didasarkan pada tingkat
kesukaan panelis sebanyak 15 orang,
terhadap selai lembaran labu kuning.
2.2.2. Penelitian Utama
Penelitian utama merupakan
kelanjutan penelitian pendahuluan yang
terdiri dari rancangan perlakuan,
rancangan
percobaan,
rancangan
analisis, dan rancangan respon.
2.2.2.1. Rancangan Perlakuan
Rancangan
perlakuan
yang
dilakukan dalam penelitian ini terdiri
dari dua faktor. Faktor pertama adalah
konsentrasi pektin (A) yang terdiri dari
tiga taraf yaitu a1 : 0,3%, a2 : 1 %, dan
a3 : 2%. Faktor kedua adalah
konsentrasi asam sitrat (B) terdiri dari
tiga taraf yaitu b1 : 3%, b2 : 4,5%, dan
b3 : 6%.
2.2.2.2. Rancangan Percobaan

Rancangan
percobaan
yang
digunakan pada penelitian utama adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan faktorial 3x3 yang terdiri dari

dua faktor, masing-masing faktor terdiri


dari 3 (tiga) taraf dan dengan 3 (tiga)
kali ulangan, sehingga didapatkan 27
perlakuan.

Tabel 1. Model Eksperimen Interaksi Pola


Acak Kelompok 3 Kali Ulangan
Sumber : Gasperz, (1995)
Konsentrasi
Konsentrasi Pektin
Asam sitrat
(A)
(B)
b1 (1 %)
a1 (0,3%)
b2 (2%)
b3 (3%)
b1 (1 %)
a2 (1%)
b2 (2%)
b3 (3%)
b1 (1 %)
a3 (2%)
b2 (2%)
b3 (3%)
Tabel 2. Denah (Layout) Pola Faktorial
Kali Ulangan
Kelompok Ulangan Pertama
a2b2
a3b3
a2b3
a1b1
a1b2

Faktorial

(3x3) dalam Rancangan


Ulangan

a1b1
a1b2
a1b3
a2b1
a2b2
a2b3
a3b1
a3b2
a3b3

a1b1
a1b2
a1b3
a2b1
a2b2
a2b3
a3b1
a3b2
a3b3

a1b1
a1b2
a1b3
a2b1
a2b2
a2b3
a3b1
a3b2
a3b3

(3x3) dalam Rancangan Acak Kelompok 3


a3b2

a3b1

a2b1

a1b3

Kelompok Ulangan Kedua


a3b2
a2b2
a1b1
a3b3

a2b1

a3b1

a1b2

a1b3

a2b3

Kelompok Ulangan Ketiga


a3b1
a2b2
a1b3
a1b2

a1b1

a3b3

a2b1

a2b3

a3b2

2.2.2.3. Rancangan Analisis


Berdasarkan rancangan di atas
maka dapat dibuat analisis variasi
(ANAVA)
untuk
mendapatkan
kesimpulan
mengenai
pengaruh
perlakuan. Analisis data dilakukan
dengan model matematika sebagai
berikut :
Yij = + Kk + Ai + Bj + (AB)ij + ijk
Dimana :
Yij = nilai pengamatan ke-k yang
memperoleh taraf ke i dari

faktor konsentrasi pektin (A) dan


taraf ke j dari faktor konsentrasi
asam sitrat (B)

= nilai tengah populasi


Kk = pengaruh perlakuan dari
kelompok ke-k
Ai = pengaruh perlakuan ke i dari
faktor konsentrasi pektin
Bj
= pengaruh perlakuan ke j dari
faktor konsentrasi asam sitrat
(AB)ij = pengaruh interaksi antara
perlakuan konsentrasi pektin ke

ijk

i serta perlakuan konsentrasi


asam sitrat ke j
= Pengaruh galat pengamatan kek dari perlakuan konsentrasi
pektin ke i serta perlakuan
konsentrasi asam sitrat ke j

i
j
k

= 1, 2, 3 (banyaknya variasi
perbandingan
konsentrasi
pektin a1, a2, a3)
= 1,2,3 (banyaknya variasi
konsentrasi asam sitrat b1, b2,
b3)
= 1, 2,3 (banyaknya ulangan)

Tabel 3. Analisis Variasi (ANAVA)


Jumlah
Kuadrat
Sumber
Deret bebas
kuadrat
tengah
Fhitung
Variansi
(DB)
(JK)
(KT)
Kelompok
r-1
JKK
Perlakuan
ab-1
JKP
A
a-1
JK(A)
KT(A)
KT(A)/KTG
B
b-1
JK(B)
KT(B)
KT(B)/KTG
KT(AB)/KT
Interaksi AB
(a-1)(b-1)
JK(AB)
KT(AB)
G
Galat
(ab-1)(r-1)
JK(G)
KT(G)
Total
rab-1
JKT
Sumber : Gaspersz, (1995)
Selanjutnya ditentukan daerah
penolakan hipotesis, yaitu :
(1) H1 diterima (Ho ditolak), jika F
hitung > F tabel 5%, terdapat
pengaruh konsentrasi pektin dan
konsentrasi
asam
terhadap
karakteristik selai lembaran labu
kuning
(2) H1 ditolak (Ho diterima), jika F
hitung F tabel 5%, tidak terdapat
pengaruh konsentrasi pektin dan
konsentrasi
asam
terhadap
karakteristik selai lembaran labu
kuning. (Gaspersz, 1995).
2.2.2.4. Rancangan Respon
Rancangan respon yang akan
dilakukan dalam penelitian utama yang
menghasilkan selai lembaran labu
kuning meliputi respon kimia, respon
fisik dan organoleptik.
1. Respon Kimia

Ftabel
(5%)

Respon kimia yang dilakukan


terhadap selai lembaran labu kuning
yang diperoleh dari penelitian utama
yaitu analisis kadar air dengan metode
destilasi (AOAC, 1984), dan kadar serat
(AOAC, 1984).
2. Respon Fisik
Respon fisik yang dilakukan
terhadap selai lembaran labu kuning
yang diperoleh dari penelitian utama
yaitu uji kekuatan gel dengan
menggunakan alat texture analyzer.
3. Respon Organoleptik
Respon
organoleptik
dapat
menentukan suatu produk diterima atau
tidak oleh konsumen yang diwakili oleh
panelis. Penilaian produk selai lembaran
labu kuning dilakukan terhadap rasa,
aroma, tekstur, dan warna. Uji
organoleptik ini dilakukan secara

hedonik
(Soekarto,
1985)
dilakukan oleh 15 orang panelis.

yang

Tabel 4. Kriteria Skala Hedonik dan


Skala Numerik
Skala Hedonik
Skala Numerik
Sangat suka
1
Agak suka
2
Suka
3
Tidak suka
4
Agak tidak suka
5
Sangat tidak suka 6
(Sumber : Soekarto, 1985).
2.3. Deskripsi Percobaan
Deskripsi proses pengolahan selai
lembaran labu kuning pada penelitian
terdiri dari
deskripsi percobaan
penelitian pendahuluan dan deskripsi
percobaan penelitian utama.
3.3.1. Deskripsi
Percobaan
Penelitian
Pendahuluan
1. Sortasi
Pertama dilakukan proses sortasi
yang bertujuan untuk memilih labu
kuning yang berkualitas baik, yakni
masih segar, dan labu kuning yang
cukup muda.
2. Trimming
Labu kuning yang telah dilakukan
sortasi, selanjutnya dilakukan trimming.
Daging labu kuning dipisahkan dengan
kulit dan biji.
3. Pencucian
Selanjutnya daging labu kuning
dibersihkan dengar air bersih lalu
ditiriskan.
4. Pemotongan
Daging labu kuning yang telah
bersih dilakukan pemotongan dengan
ukuran yang lebih kecil agar dapat
mempercepat proses pengukusan.
5. Pengukusan

Pengukusan daging labu kuning


dilakukan selama 15 menit dengan
menggunakan suhu 90oC. Pengukusan
dilakukan ingin mendapatkan tekstur
labu kuning yang keras menjadi lunak.
6. Penghancuran
Setelah daging labu kuning
dikukus,
lalu
dilakukan
proses
penghancuran daging labu kuning
menggunakan blender.
7. Penimbangan
Daging labu kuning yang telah
halus lalu ditimbang sesuai berat yang
diinginkan
8. Pencampuran
Bubur buah dicampur dengan
bahan penunjang seperti sukrosa dengan
kosentrasi 42%, asam sitrat 2%, pektin
1%, dan agar agar 2% yang telah
dicairkan terlebih dahulu.
9. Pemasakan
Pemasakan bertujuan membuat
gula dan bubur buah menjadi homogen
dan menghilangkan air yang berlebihan
sehingga selai yang dihasilkan menjadi
pekat. Di samping itu, pemasakan juga
bertujuan mengekstraksi pektin untuk
memperoleh sari buah yang optimum,
untuk menghasilkan cita rasa yang baik
dan untuk memperoleh struktur gel.
Pemasakan dengan menggunakan suhu
103 105oC dengan waktu 5 menit, 10
menit, dan 15 menit. Pada waktu proses
pemasakan ditambahkan margarine 3%.
10. Pembentukan lembaran
Selanjutnya adonan selai yang
telah dimasak, dilakukan pembentukan
lembaran dengan bantuan plastik tahan
panas sebagai alas dan rolling pin yang
berfungsi menipiskan adonan dengan
ketebalan 2 mm.
11. Pemotongan

Selai lembaran labu kuning


dipotong menjadi berbentuk segi empat
dengan ukuran 8 x 8 cm.
12. Pengemasan
Selai lembaran labu kuning yang
telah jadi dikemas dan sealing agar selai
lembaran lebih tahan lama.
3.3.2. Deskripsi Percobaan Penelitian
Utama
1. Sortasi
Pertama dilakukan proses sortasi
yang bertujuan untuk memilih labu
kuning yang berkualitas baik, yakni
masih segar, dan labu kuning yang
cukup muda.
2. Trimming
Labu kuning yang telah dilakukan
sortasi, selanjutnya dilakukan trimming.
Daging labu kuning dipisahkan dengan
kulit dan biji.
3. Pencucian
Selanjutnya daging labu kuning
dibersihkan dengar air bersih lalu
ditiriskan.
4. Pemotongan
Daging labu kuning yang telah
bersih dilakukan pemotongan dengan
ukuran yang lebih kecil agar dapat
mempercepat proses pengukusan.
5. Pengukusan
Pengukusan daging labu kuning
dilakukan selama 15 menit dengan
menggunakan suhu 90oC. Pengukusan
dilakukan ingin mendapatkan tekstur
labu kuning yang keras menjadi lunak.
6. Penghancuran
Setelah daging labu kuning
dikukus,
lalu
dilakukan
proses
penghancuran daging labu kuning
menggunakan blender.
7. Penimbangan

Daging labu kuning yang telah


halus lalu ditimbang sesuai berat yang
diinginkan
8. Pencampuran
Bubur buah dicampur dengan
bahan penunjang seperti sukrosa 42%,
asam sitrat dengan konsentrasi 1%, 2%,
dan 3%, pektin 0,3%, 1% dan 2%, dan
agar agar 2% yang telah dicairkan
terlebih dahulu.
9. Pemasakan
Pemasakan
dengan
menggunakan suhu 103 105oC. Waktu
yang
digunakan
dalam
proses
pemasakan adalah waktu yang terbaik
dari selai lembaran yang telah dilakukan
uji organoleptik. Pada waktu proses
pemasakan ditambahkan margarine 3%.
10. Pembentukan lembaran
Selanjutnya adonan selai yang
telah dimasak, dilakukan pembentukan
lembaran dengan bantuan plastik tahan
panas sebagai alas dan rolling pin yang
berfungsi memipiskan adonan dengan
ketebalan 2 mm.
11. Pemotongan
Selai lembaran labu kuning
dipotong menjadi berbentuk segi empat
dengan ukuran 8 x 8 cm.
12. Pengemasan
Selai lembaran labu kuning yang
telah jadi dikemas dan sealing agar selai
lembaran lebih tahan lama.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian


Pendahuluan Proses Pembuatan Selai
Lembaran Labu Kuning

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian


Utama Proses Pembuatan Selai
Lembaran Labu Kuning
III HASIL DAN PEMBASAHAN
3.1. Hasil
dan
Pembahasan
Penelitian Pendahuluan
3.1.1. Analisis Bahan Baku
Penelitian pendahuluan adalah
analisis bahan baku yaitu uji kadar
pektin dan uji kadar metoksil pektin
pada labu kuning. Tujuan uji kadar
pektin yaitu untuk mengetahui berapa
kandungan pektin pada bahan baku,
sehingga bisa mengetahui berapa
banyak penambahan pektin pada
pembuatan selai lembaran. Uji kadar
metoksil pada labu kuning untuk
mengetahui apakah jenis metoksil pada

labu kuning termasuk golongan rendah


atau tinggi. Hasil analisis bahan baku
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Analisis Pektin dan
Metoksil Labu Kuning
Komponen
Kadar
Pektin
0.36%
Metoksil Pektin
4.8%
Pektin
merupakan
senyawa
polisakarida dengan bobot molekul
tinggi, pektin digunakan sebagai
pembentuk gel dan pengental dalam
pembuatan jelly, marmalade dan selai
(Hariyati, 2006). Pada labu kuning
kandungan pektin rendah sebanyak
0.36%. Akibat dari kandungan pektin
yang rendah pada labu kuning, maka
perlu
penambahan
pektin
pada
pembuatan selai lembaran. Menurut
Fachruddin (1997), jumlah pektin yang
ideal untuk pembentukan gel berkisar
0,75 1,5%.
Kadar metoksil didefinisikan
sebagai jumlah metanol yang terdapat
di
dalam
pektin.
Berdasarkan
kandungan
metoksilnya
pektin
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pektin
dengan kandungan metoksil tinggi
(High Methoxyl Pectin) dan pektin
dengan kandungan metoksil rendah
(Low Methoxyl Pectin). Pektin disebut
bermetoksil tinggi jika memiliki nilai
kadar metoksil sama dengan 7% atau
lebih. Jika kadar metoksil kurang dari
7% maka pektin disebut bermetoksil
rendah (Goycoolea dan Adriana, 2003).
Dari hasil analisis, kadar metoksil
pada labu kuning yaitu 4.8%.
Kandungan pektin pada labu kuning
termasuk
metoksil
rendah.
Ini
dikarenakan kadar metoksilnya kurang
dari 7%. Kadar metoksil pektin
memiliki peranan penting dalam
menentukan sifat fungsional larutan
pektin dan dapat mempengaruhi
struktur dan tekstur dari gel pektin
(Constenla dan Lozano, 2006).

Pektin bermetoksil
tinggi
membentuk gel dengan adanya gula dan
asam. Kondisi yang diperlukan untuk
pembentukan gel adalah kadar gula 5875% dengan pH
2.8-3.5. Pektin
bermetoksil rendah tidak memiliki
kemampuan membentuk gel dengan
adanya gula dan asam, tetapi dapat
membentuk gel dengan adanya kation
polivalen (Cruess, 1958). Maka dari itu
agar terbentuk gel pada pembuatan selai
lembaran, ditambahakan pektin yang
mengandung metoksil tinggi.
3.1.2. Hasil Uji Oragonoleptik
Penelitian pendahuluan yang
dilakukan selanjutnya adalah mencari
lama pemanasan dengan menggunakan
waktu 5 menit, 10 menit dan 25 menit.
Respon untuk memilih perlakuan
terbaik dilakukan dengan menggunakan
uji hedonik terhadap selai lembaran
yang meliputi warna, rasa, aroma dan
tekstur.
Berdasarkan hasil analisis variasi
(ANAVA) menujukkan beberapa atribut
penilaian yang berpengaruh nyata
terhadap lama proses pemanasan dan
ada yang tidak berpengaruh. Penilaian
warna dan tekstur berpengaruh nyata
terhadap lama proses pemanasan.
Atribut rasa dan aroma tidak
berpengaruh terhadap lama proses
pemanasan. Hasil analisis variasi dapat
dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Lama Pemanasan
Terhadap Selai Lembaran Labu Kuning
Lama Pemanasan Warna Tekstur
Waktu pemanasan
2.16 a
3.13 b
5 menit (315)
Waktu pemanasan
2.70 b
2.65 a
10 menit (603)
Waktu pemanasan
3.24 c
3.47 c
15 menit (924)
Warna selai lembaran dengan
waktu yang singkat yaitu 5 menit
memiliki warna kuning yang lebih cerah
jika dibandingkan dengan warna kuning

dengan waktu 10 menit dan 15 menit.


Waktu 10 menit memiliki warna kuning
tapi selai lembaran dengan waktu
pemanasan dengan 15 menit memiliki
warna kuning kecoklatan. Panelis lebih
menyukai warna kuning yang cerah
yaitu sampel dengan menggunakan
waktu pemanasan 5 menit. Perbedaan
warna yang mencolok ini akibat
terjadinya reaksi browning non
enzimatis
yaitu
karamelisasi.
Karamelisasi terjadi akibat adanya
sukrosa.
Karamelisasi merupakan peristiwa
pencoklatan non enzimatis pada
senyawa gula. Proses ini terjadi adanya
degradasi gula tanpa adanya enzim.
Proses karamelisasi inilah yang
menyebabkan terjadinya warna kuning.
Warna kuning ditimbulkan karena gula
mengalami karamelisasi dengan adanya
alkali (Tranggono, 1987).
Mekanisme karamelisasi terjadi
awalnya adalah sukrosa diuapkan
hingga konsentrasinya akan meningkat,
demikian juga titik didihnya. Keadaan
ini akan terus berlangsung sehingga
seluruh air menguap semua. Bila
keadaan tersebut telah tercapai dan
pemanasan diteruskan, maka cairan
yang ada bukan lagi terdiri dari air
tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik
lebur sukrosa adalah 160 oC. Bila gula
yang telah mencair tersebut dipanaskan
terus sehingga suhunya melampaui titik
leburnya, misalnya pada suhu 170 oC,
maka mulailah terjadi karamelisasi
sukrosa (Winarno, 1991).
Reaksi yang terjadi bila gula
mulai hancur atau terpecah-pecah tidak
diketahui pasti, tetapi paling sedikit
melalui tahap-tahap seperti berikut,

mula-mula setiap molekul sukrosa


dipecah menjadi sebuah molekul
glukosa dan sebuah molekul fruktosan
(fruktosa yang kekurangan satu molekul
air). Suhu yang tinggi mampu
mengeluarkan sebuah molekul air dari
setiap molekul gula sehingga terjadilah
glukosan, suatu molekul yang analog
dengan fruktosan. Proses pemecahan
dan
dehidrasi
diikuti
dengan
polimerisasi dan beberapa jenis asam
dalam campuran tersebut (Winarno,
1991).
Tekstur selai lembaran yang
diinginkan adalah padat tapi masih
memiliki sifat plastis. Pada waktu
pemanasan 5 menit, selai lembaran
memiliki tekstur yang kurang padat.
Waktu pemanasan 10 menit, selai
lembaran yang dihasilkan adalah tekstur
yang padat, dan waktu pemanasan 15
menit memiliki tekstur yang keras dan
lengket. Panelis lebih suka tekstur selai
lembaran pada waktu proses pemanasan
selama 10 menit.
Proses
pemasakan salah satu
pengaruh dalam pembuatan selai
lembaran. Pengaruh panas selama
proses pemasakan akan mempengaruhi
kualitas selai lembaran yang dihasilkan.
Pemasakan
diperlukan
untuk
mencampur rata hancuran buah dan
bahan tambahan serta menguapkan
sebagian air sehingga diperoleh struktur
gel. Di samping itu, pemasakan juga
bertujuan mengekstraksi pektin untuk
memperoleh sari buah yang optimum
dan untuk menghasilkan cita rasa yang
baik. Suhu pemasakan pada proses
pembuatan selai lembaran biasanya
103-105oC. Pemasakan yang terlalu
lama akan menghasilkan selai lembaran
yang keras, sedangkan pemasakan yang
kurang lama akan menghasilkan selai
lembaran yang encer (Mutchadi dan
Gumbira, 1979).

Tabel 7. Nilai Dari Semua Atribut Mutu

Sampel

Warna

Aroma

Rasa

Tesktur

Skor Total

Rata - rata

315

1.80

603

5*

1.76

924

15

1.92

Keterangan : *)menunjukkan sampel terbaik


Berdasarkan data dari tabel 7,
selai lembaran dengan lama pemanasan
5 menit (315) memiliki warna yang
sangat disukai oleh panelis, dalam hal
aroma, rasa dan tekstur kode sampel
315 disukai oleh panelis. Selai lembaran
dengan kode 603 dalam hal warna
panelis suka, sedangkan aroma, rasa dan
tekstur panelis sangat suka. Warna dan
tekstur dari selai lembaran dengan lama
pemanasan 15 menit panelis agak suka,
sedangkan aroma panelis tidak suka dan
rasa panelis agak tidak suka. Jadi, pada
saat melakukan penelitian utama lama
pemanasan yang digunakan adalah 10
menit.
Panelis sangat suka selai lembaran
dengan warna kuning cerah yang
terdapat pada sampel kode 315 (5
menit), ini dikarenakan pada waktu
pemanasan 5 menit
belum terjadi
proses karamelisasi yang dapat merubah
warna menjadi coklat. Aroma, rasa dan
tekstur panelis suka karena pemanasan
dengan waktu 5 menit ini belum
merubah aroma dan rasa. Sedangkan
tekstur dari selai lembaran 315 masih
cukup padat tapi lunak. Panelis suka
dengan warna sampel 603 (10 menit),
pada selai lembaran dengan lama
pemanasan 10 menit belum merubah
warna menjadi kecoklatan tetapi warna
kuning tidak secerah warna kuning
sampel 315. Selai lembaran dengan
sampel 603 panelis sangat suka dengan
tekstur yang padat, aroma khas labu
kuning masih ada dan rasa masih baik.
Sampel dengan kode 924 panelis
agak suka warna kuning kecoklatan
selai lembaran akibat terjadinya proses

karemelisasi yang merubaha warna selai


lembaran, aroma dan rasa asam pada
sampel 924 mulai hilang. Ini
dikarenakan lamanya proses pemanasan
berdampak pada aroma yang menguap
dan rasa asam hilang. Tekstur pada selai
lembaran 924 agak tidak suka akibat
lamanya proses pemanasan berdampak
pada gel menjadi keras sehingga
membuat tekstur menjadi keras.
3.2. Hasil dan Pembahasan Penelitian
Utama
3.2.1. Kadar air
Kadar
air
adalah
presentase kandungan air dari
suatu bahan pangan yang sangat
penting dalam menentukan
keawetan bahan pangan karena
berpengaruh terhadap sifat
sifat fisik, perubahan kimia,
enzimatis dan mikroorganisme
(Buckle, Edward, dan Fleet,
1987).
Berdasarkan hasil analisis
variasi menunjukkan bahwa
konsentrasi
pektin
dan
konsentrasi
asam
sitrat
memberikan pengaruh nyata
terhadap
kadar
air
selai
lembaran. Interaksi kedua faktor
tidak memberikan pengaruh
terhadap
kadar
air
selai
lembaran. Pengaruh konsentrasi
pektin terhadap kadar air selai
lembaran dapat dilihat pada
tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh Konsentrasi Pektin
Terhadap Kadar Air Selai Lembaran
Labu Kuning

Konsentrasi Pektin
Kadar Air (%)
a3 (2%)
23.45 a
a2 (1%)
24.47 b
a1 (0.3%)
24.92 c
Keterangan : Setiap Perlakuan yang
ditandai oleh huruf kecil yang
berbeda menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji lanjut Duncan
dengan taraf 5%.
Berdasarkan
tabel
8
menunjukkan kadar air selai
lembaran
pada
konsentrasi
pektin 0.3%, 1% dan 2%
berbeda nyata. Kadar air pada
konsentrasi 0.3% sebanyak
24.92%, kadar air 24.47%
dimiliki oleh selai lembaran
dengan penambahan pektin 1%
dan selai lembaran dengan
menggunakan
pektin
2%
memiliki kadar air sebanyak
23.45%.
Pada
hasil
analisis
menunjukkan makin tinggi
konsentrasi pektin makin rendah
kadar air pada selai lembaran,
ini dikarenakan makin tinggi
konsentrasi pektin makin keras
gel yang terbentuk. Menurut
Desrosier (1988), semakin keras
gel yang terbentuk maka jumlah
air bebas yang terdapat dalam
bahan akan berkurang.
Pektin berfungsi sebagai
pembentuk gel. Pada proses
pembentukan gel, pektin akan
menggumpal dan membentuk
serabut halus. Struktur ini
mampu
menahan
cairan.
Kepadatan serabut serabut
tersebut
ditentukan
oleh
banyaknya kadar pektin. Makin
tinggi kadar pektin maka serabut
serabut tersebut makin padat,
sehingga gel terbentuk makin
keras.

Tabel 9. Pengaruh Konsentrasi Asam


Sitrat Terhadap Kadar Air Selai
Lembaran Labu Kuning
Konsentrasi Asam
Kadar Air (%)
Sitrat
b1 (1%)
23.19 a
b2 (2%)
24.12 b
b3 (3%)
25.53 c
Keterangan : Setiap Perlakuan yang
ditandai oleh huruf kecil yang
berbeda menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji lanjut Duncan
dengan taraf 5%.
Berdasarkan
tabel
9
menunjukkan kadar air selai
lembaran pada konsentrasi asam
sitrat 1%, 2% dan 3% berbeda
nyata.
Kadar
air
pada
konsentrasi
1%
sebanyak
23.19%, kadar air 24.47%
dimiliki oleh selai lembaran
dengan penambahan asam sitrat
2% dan selai lembaran dengan
menggunakan asam sitrat 3%
memiliki kadar air cukup tinggi
dibandingkan dengan yang
lainnya yaitu 25.53%.
Dari hasil analisis variasi
menunjukkan konsentrasi asam
sitrat 3% yang memiliki kadar
air
cukup
tinggi
jika
dibandingan dengan kadar air
selai
lembaran
dengan
penambahan asam sitrat 1% dan
2 %, berakibat pecahnya gel
karena tidak dapat menahan air
dalam
struktur
gel
selai
lembaran. Menurut Buckle,
Edward, dan Fleet (1987),
penambahan
asam
dalam
pembuatan selai berguna untuk
menurunkan pH bubur buah
karena struktur gel dalam
pembuatan selai hanya terbentuk
pada pH rendah. Penambahan
asam yang berlebihan akan
menyebabkan
pH
menjadi
rendah, akan menghasilkan

kekuatan gel yang pecah


sehingga air keluar dari gel
(sineresis). Sebaliknya jika pH
tinggi, akan menyebabkan gel
lemah.
Penambahan
asam
bertujuan mengatur pH dan
menghindari pengkristalan gula,
pH optimum yang dikehendaki
dalam pembuatan selai berkisar
3,10-3,46. Apabila terlalu asam
akan terjadi sineresis yakni
keluarnya air dari gel sehingga
kekentalan selai akan berkurang
bahkan dapat sama sekali tidak
terbentuk gel (Fachrudin, 1997).
Suatu proses yang terjadi
akibat adanya kontraksi di dalam
massa gel. Cairan yang terjerat
akan keluar dan berada di atas
permukaan gel. Pada waktu
pembentukan gel terjadi tekanan
yang elastis, sehingga terbentuk
massa
gel
yang
tegar.
Mekanisme terjadinya kontraksi
berhubungan
dengan
fase
relaksasi akibat adanya tekanan
elastis pada saat terbentuknya
gel. Adanya perubahan pada
ketegaran
gel
akan
mengakibatkan
jarak
antar
matriks
berubah,
sehingga
memungkinkan cairan bergerak
menuju permukaan (Ayanati,
2011)
3.2.2. Kadar Serat
Serat
merupakan
komponen
dari
jaringan
tanaman, serat banyak berasal
dari dinding sel berbagai
sayuran dan buah buahan.
Secara kimia dinding sel terdiri
beberapa
jenis
karbohidrat
seperti selulosa, hemiselulosa,
pektin dan non karbohidrat.
Serat pada umunya merupakan
karbohidrat atau polisakarida
(Winarno, 1991).

Berdasarkan hasil analisis


variasi menunjukkan bahwa
konsentrasi pektin memberikan
pengaruh nyata terhadap kadar
serat selai lembaran. Konsentrasi
asam sitrat dan interaksi kedua
faktor
tidak
memberikan
pengaruh terhadap kadar serat
selai
lembaran.
Pengaruh
konsentrasi pektin terhadap
kadar serat selai lembaran dapat
dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Pengaruh Konsentrasi Pektin
Terhadap Kadar Serat Selai Lembaran
Labu Kuning
Konsentrasi Pektin
Kadar serat (%)
a1 (0.3%)
2.91 a
a2 (1%)
3.59 b
a3 (2%)
3.99 c
Keterangan : Setiap Perlakuan yang
ditandai oleh huruf kecil yang
berbeda menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji lanjut Duncan
dengan taraf 5%.
Berdasarkan uji lanjut
Duncan, menunjukkan bahwa
selai lembaran yang dihasilkan
pada perlakuan konsentrasi
pektin a1 (0.3%), a2 (1%), dan
a3 (2%) berbeda nyata terhadap
kadar serat selai lembaran labu
kuning. Berdasarkan tabel 10
menunjukan pada penambahn
pektin 2% (a3) memiliki kadar
serat sebanyak 3.99%, selai
lembaran
pada
penambahn
pektin 1% (a2) memiliki kadar
serat sebanyak 3.59% dan
sampel selai lembaran dengan
penambahan 0.3% (a1) memiliki
kadar serat cukup rendah
dibandingkan dengan yang lain
sebanyak 2.91%. Tabel 10 dapat
dilihat
makin
rendah
penambahan
pektin
makin
rendah juga kadar serat pada
selai lembaran. Ini dikarenakan

pektin merupakan salah satu


serat yang larut dalam air.
Menurut Trowell et al.
(1985) mendefiniskan serat
pangan adalah sisa dari dinding
sel tumbuhan yang tidak
terhidrolisis atau tercerna oleh
enzim pencernaan manusia yaitu
meliputi hemiselulosa, selulosa,
lignin, oligosakarida, pektin,
gum, dan lapisan lilin.
Berdasarkan kelarutannya
serat pangan terbagi menjadi dua
yaitu serat pangan yang terlarut
dan tidak terlarut. Serat pangan

terlarut meliputi pektin, beta


glukan, galaktomanan, gum,
serta beberapa oligosakarida
yang tidak tercerna termasuk
inulin di dalamnya, sedangkan
serat tidak larut meliputi lignin,
selulosa, dan hemiselulosa.
3.2.3. Kekuatan Gel
Analisis
fisik
yang
dilakukan pada selai lembaran
labu kuning adalah analisis
kekuatan gel menggunakan alat
texture analyzer. Hasil analisis
dapat dihat pada tabel 11 dan
tabel 12.

Tabel 11. Hasil Analisis Kekuatan gel Selai Lembaran dengan Asam Sitrat
Konsentrasi Pektin
Konsentrasi
Total
Asam Sitrat
0.30%
1%
1.70%
2.40%
3.10%
1%
699.46
794.44
800.92
920.16
1030.46 4245.44
2%
290.3
486
546
642
677.44
2641.74
3%
241.05
256.6
279.93
388.8
501.55
1667.93
Total
1230.81 1537.04 1626.85 1950.96 2209.45
8555.11
Tabel 12. Hasil Analisis Kekuatan gel Selai Lembaran dengan Pektin
Konsentrasi Asam Sitrat
Total
Konsentrasi
Pektin
1%
2%
3%
4%
5%
0.3%
706
285.12
239.76 180.14 130.89
1541.91
1%
793.15
479
247.53 237.16 189.21
1946.05
2%
944.78
598.75
374.54 260.49
189.2
2367.76
Total
2443.93
1362.87 861.83 677.79
509.3
5855.72
1200Kekuatan Gel (gr/cm2)
1000
800
As. Sitrat 1%
As. Sitrat 2%
As. Sitrat 3%

600
400
200

Konsentrasi Pektin
(%)

0
0

0.5

1.5

2.5

3.5

Gambar 3. Grafik Kekuatan Gel Selai Lembaran dengan Asam Sitrat


1000
Kekuatan Gel (gr/cm2)
900
800
700
600

Pektin 0.3%
Pektin 1%
Pektin 2%

500
400
300
200
100
0
0.5

1.5

2.5

3.5

4.5

5.5

Konsentrasi
As. Sitrat (%)

Gambar 4. Grafik Kekuatan Gel Selai Lembaran dengan Pektin


Dari hasil analisis variasi, selai
lembaran menggunakan asam sitrat
terhadap pektin memberikan pengaruh
nyata pada kekuatan gel selai lembaran.
Tabel 11 menunjukkan kekuatan gel
terkecil pada penambahan asam sitrat
3% dan pektin 0.3%. Kekuatan gel kecil
akibat dari pecahnya gel yang terbentuk
oleh adanya asam yang sangat tinggi.
Kekuatan gel terbesar terdapat pada
selai lembaran dengan penambahan
asam sitrat 1% dan pektin 3.1%, pektin
yang banyak menghasilkan gel yang
kuat dan keras. Dapat dilihat dari
gambar 3, semakin rendah penambahan
asam sitrat dan semakin tinggi
penambahan pektin akan menghasilkan
nilai kekuatan gel yang tinggi.
Pada tabel 12, menunjukkan
kekuatan gel yang bervariasi dimana
semakin tinggi penambahan asam sitrat
akan menghasilkan kekuatan gel yang
sedikit dikarenakan asam sitrat yang
ditambahkan sangat tinggi sehingga
membuat gel pecah. Pada gambar 4
dapat dilihat, grafik pada setiap pektin
mengalami penurunan jika dilakukan
penambahan asam sitrat yang tinggi.
Kekuatan gel yang tinggi dimiliki oleh
selai lembaran dengan pektin 2% dan
asam sitrat 1%. Titik grafik yang

tertinggi dengan kekuatan gel 944.78


gr/cm2 dimiliki oleh selai lembaran
dengan konsentrasi pektin 2% dan asam
sitrat yang sedikit yaitu 1%.
Menurut
Desrosier
(1988),
mekanisme pembentukan gel dalam
pembuatan selai merupakan campuran
dari pektin, gula, asam dan air. Dimana
penambahan gula akan mempengaruhi
keseimbangan pektin - air yang ada dan
meniadakan kenampakan pektin. Pektin
akan menggumpal dan membentuk
serabut halus. Struktur ini mampu
menahan cairan. Kontinuitas dan
kepadatan serabut yang terbentuk
ditentukan oleh banyaknya kadar
pektin, jika semakin tinggi kadar pektin
yang ditambahkan maka semakin padat
pula struktur serabut serabut tersebut.
Menurut mutchadi dan Gumbira
(1979), pemanasan yang berlebihan
akan
menurunkan
kemampuan
membentuk gel terutama pada buah
yang sangat asam karena terjadi
hidrolisis pektin menjadi asam pektat.
3.2.4. Uji Organoleptik
Uji
organoleptik
dapat
menentukan suatu produk diterima atau
tidak oleh konsumen yang diwakili oleh
panelis. Penilaian produk selai lembaran

labu kuning dilakukan terhadap rasa,


aroma, tekstur dan warna. Uji
organoleptik ini dilakukan secara
hedonik
(Soekarto,
1985)
yang
dilakukan oleh 20 orang panelis.
3.2.4.1. Warna
Penentuan mutu bahan makanan
sangat bergantung pada beberapa faktor
yang salah satunya adalah warna. Suatu
bahan makanan yang dinilai bergizi
tinggi, enak dan teksturnya sangat baik
tidak akan dimakan apabila memiliki
warna yang tidak sedap dipandang.
Selain sebagai faktor yang ikut
menentukan mutu, warna juga dapat
digunakan
sebagai
indikator
kesegaraman
atau
kematangan
(Winarno,1991).
Pada hasil analisis di lampiran,
konsentrasi pektin, konsentrasi asam
sitrat dan interaksi kedua faktor tidak
berpengaruh terhadap warna selai
lembaran yang dihasilkan. Warna selai
lembaran yang dihasilkan kuning
orange. Warna kuning orange terbentuk
karena pigmen dari labu kuning.
Pigmen yang dikandung oleh labu
kuning adalah karotenoid. Karotenoid
adalah suatu kelompok pigmen yang
berwarna kuning, orange, atau merah
orange yang mempunyai sifat larut
dalam lemak atau pelarut organik, tetapi
tidak larut dalam air.
Pektin tidak mempengaruhi warna
dari produk, karena pektin merupakan
bahan pengental yang digunakan
sebagai pengumpal dan bukan sebagai
perubahan warna atau mempengaruhi
warna produk. Asam sitrat tidak
berpengaruh terhadap warna selai
lembaran. Menurut Lusia (2012), dalam
penelitian pengaruh zat warna terhadap
asam dan basa yang menggunakan
sampel wortel menyimpulkan pada
keadaan asam, warna karotenoid akan
lebih terjaga atau dapat menaikan
intensitas warna karotenoid.
3.2.4.2. Aroma

Aroma merupakan zat atau


komponen tertentu yang mempunyai
beberapa fungsi dalam makanan,
diantaranya dapat bersifat memperbaiki,
membuat lebih bernilai atau dapat
diterima sehingga peranan aroma disini
mempu menarik kesukaan pelanggan
terhadap makanan tersebut. Pengujian
terhadap aroma dianggap penting
karena dapat cepat memberikan
penilaian terhadap suatu produk
diterima atau tidaknya oleh pelanggan
(Winarno, 1991).
Berdasarkan hasil perhintungan
analisis variasi menunjukan konsentrasi
pektin dan interaksi keduanya tidak
memberikan pengaruh terhadap aroma
selai lembaran dan konsentrasi asam
sitrat memberikan pengaruh sangat
nyata terhadap aroma selai lembaran
labu kuning. Pengaruh konsentrasi asam
sitrat terhadap aroma selai lembaran
dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Pengaruh Konsentrasi Asam
Sitart Terhadap aroma Selai Lembaran
Labu Kuning
Konsentrasi Asam
Nilai Rata rata
Sitrat
b1 (1%)
2.48 a
b2 (2%)
2.65 b
b3 (3%)
2.84 c
Keterangan : Setiap Perlakuan yang
ditandai oleh huruf kecil yang
berbeda menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji lanjut Duncan
dengan taraf 5%.
Tabel 13 menunjukkan setiap
konsentrasi asam sitrat memberikan
perbedaan
aroma selai lembaran
dihasilkan. Penggunaan asam sitrat
sebanyak 1% memberikan nilai rata
rata 2.48, konsentrasi asam sitrat 2%
memberikan nilai rata rata 2.65, dan
nilai rata rata 2.84 dimiliki oleh selai
lembaran dengan menggunakan asam
sitrat 3%. Makin sedikit penambahan
asam sitrat semakin kecil nilai rata

rata yang arti disukai oleh panelis.


Asam sitrat memiliki aroma asam yang
sangat
menyengat
sehingga
menghilangkan aroma dari khas labu
kuning.
3.2.4.3. Rasa
Rasa merupakan parameter yang
sangat penting dalam menentukkan
tingkat penerimaan konsumen terhadap
suatu produk makanan. Rasa yang enak
dapat menunjang produk sehingga dapat
diterima oleh kosumen (Winarno,1991).
Produk makanan atau minuman
merupakan gabungan berbagai rasa
yang terpadu sehingga menimbulkan
cita rasa yang khas. Rasa yang
ditimbulkan oleh bahan pangan itu
sendiri atau dapat pula dari penambahan
zat lain dari luar pada saat proses. Pada
proses
pembuatan
selai,
rasa
dipengaruhi oleh asam dan gula yang
tinggi (Desrosier,1988 ).
Berdasarkan hasil perhitungan
analisis variasi (ANAVA) menunjukan
konsentrasi pektin dan interaksi
keduanya tidak berpengaruh terhadap
rasa selai lembaran, sedangkan pada
konsentrasi asam sitrat berpengaruh
sangat nyata. Pengaruh konsentrasi
asam sitrat terhadap rasa selai lembaran
dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Pengaruh Konsentrasi Asam
Sitrat Terhadap Rasa Selai Lembaran
Labu Kuning
Konsentrasi Asam
Nilai Rata - rata
Sitrat
b1 (1%)
2.42 a
b2 (2%)
2.89 b
b3 (3%)
3.71 c
Keterangan : Setiap Perlakuan yang
ditandai oleh huruf kecil yang
berbeda menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji lanjut Duncan
dengan taraf 5%.
Pada tabel 14 menunjukkan
bahwa setiap perlakuan konsentrasi
asam sitrat 1%, 2% dan 3% berbeda

nyata. Rasa selai lembaran dengan


menggunakan asam sitrat sebanyak 1%
memiliki rasa asam yang sedikit, rasa
asam yang sedikit ini adalah rasa yang
disukai oleh panelis, sedangkan selai
lembaran dengan menggunakan asam
sitrat 2% memiliki rasa asam yang tidak
terlalu berlebihan. Rasa asam yang
berlebihan tidak disukai oleh panelis.
Selai lembaran dengan menggunakan
asam sitrat 3% adalah rasa selai
lembaran yang tidak disukai oleh
panelis. Penambahan asam sitrat
dilakukan untuk menambah cita rasa
dari makanan. Panelis suka dengan selai
lembaran yang menggunakan 1%
karena masih memiliki rasa manis yang
diperoleh dari sukrosa. Selai lembaran
dengan penambahan 2% dan 3% rasa
manisnya tertutupi oleh rasa asam yang
berlebihan.
4.2.4.4. Tekstur
Tekstur merupakan sifat bahan
makanan
yang
dapat
dinilai
menggunakan indera peraba. Penilaian
terhadap tekrut antara lain dengan cara
menilai kehalusan dan kekentalan
produk yang dihasilkan (Kartika,1988).
Tektur
makanan
dapat
didenifisikan sebagai cara bagaimana
berbagai unsur komponen dan unsur
struktur digabungkan menjadi makro
dan mikro struktur. Tekstur merupakan
segi penting mutu makanan, terkadang
kebih penting daripada warna dan
aroma, karena tekstur mempengaruhi
citra makanan itu sendiri baik pada
makanan lunak maupun pada makanan
renyah (deMan dan Gupta, 1989).
Berdasarkan hasil perhitungan
analisis variasi (ANAVA) menunjukkan
konsentrasi pektin, konsentrasi asam
sitrat dan interaksi keduanya faktor
memberikan pengaruh nyata terhadap
tekstur selai lembaran. Hasil uji lanjut
Duncan dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel
15.
Pengaruh
Interaksi
Konsentrasi Pektin (A) dan Konsentrasi

Asam Sitrat (B) Terhadap Tekstur Selai


Lembaran Labu Kuning
Konsentrasi Asam Sitrat
Konsentrasi Pektin
(Faktor A)

(Faktor B)
(b1)

(b2)
a

(a1)

ab
2.48

2.62

A
a

2.50

2.52

a
(a3)

2.38

a
(a2)

(b3)

2.70

2.75

3.03

Keterangan : Huruf besar dibaca horizontal, dan huruf kecil dibaca vertikal.
Nilai rata-rata yang ditandai notasi huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata
dan notasi huruf yang berbeda menunjukan perbedaan yang nyata terhadap kadar
lemak menurut uji lanjut duncan pada taraf nyata 5 %.
Berdasarkan tabel 15, semakin
tinggi konsentrasi pektin semakin tinggi
nilai rata rata yang artinya semakin
tidak disukai oleh panelis. Tekstur selai
lembaran menggunakan pektin 0.3%
dan asam sitrat 1% berbeda nyata
dengan
selai
lembaran
yang
menggunakan asam sitrat 3% tapi sama
dengan
selai
lembaran
yang
menggunakan asam sitrat 2%. Pada
penambahan pektin 1% dengan
penambahan asam sitrat 1% dan 2%
tekstur yang dihasilkan tidak berbeda
nyata, sedangkan dengan penambahan
asam sitrat 3% berbeda nyata. Selai
lembaran yang dihasilkan dengan
penambahan pektin 2% dan asam sitrat
1% menghasilkan tekstur tidak berbeda
nyata dengan selai lembaran yang
menggunakan asam sitrat 2%, tetapi
dengan konsentrasi 3% berbeda nyata.

Panelis lebih menyukai tekstur selai


lembaran yang pada penambahan pektin
1% dengan penambahan asam sitrat 1%
dan 2%, ini dikarenakan selai lembaran
yang menggunakan pektin 1% dan asam
sitrat 2% memiliki tekstur yang padat
jika dibandingkan dengan tekstur selai
lembaran dengan menggunakan asam
sitrat 3%.
Tekstur dari selai lembaran yang
menggunakan asam sitrat 1% dan pektin
0.3% tidak berbeda nyata dengan
tekstur
selai
lembaran
yang
menggunakan pektin 1%, tetapi berbeda
nyata
dengan
tekstur
yang
menggunakan pektin 3%. Konsentrasi
asam sitrat 2% dan
pektin 0.3%
menghasilkan tekstur yang sama dengan
tekstur dari selai lembaran yang
menggunakan pektin 1% dan 2%.
Tekstur dari selai lembaran yang

menggunakan asam sitrat 3% dan pektin


0.3% berbeda nyata dengan tekstur selai
lembaran yang menggunakan pektin 1%
dan 3%.
Menggunakan asam sitrat yang
berlebihan
berpengaruh
terhadap
tekstur, karena menggunakan asam
sitrat berlebihan akan berdampak pada
pecahnya gel sehingga menghasilkan
tekstur yang tidak baik sehingga panelis
tidak suka.
Tekstur selai lembaran yang
diharapkan adalah padat dan plastis,
selai lembaran yang menggunakan
pektin yang cukup tinggi tidak disukai
oleh panelis karena menggunakan
pektin yang tinggi menghasilkan gel
terlalu keras. Menurut Desrosier (1988),
banyaknya kadar pektin yang digunakan
mempengaruhi kepadatan dari serabut
serabut halus yang terbentuk. Makin
tinggi kadar pektin maka serabut
serabut gel terbentuk semakin padat,
sehingga gel yang terbentuk semakin
keras.
IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Konsentrasi pektin berpengaruh
terhadap kadar air, kadar serat dan
tekstur selai lembaran labu kuning.
Konsentrasi
pektin
tidak
berpengaruh terhadap warna, rasa
dan aroma.
2. Konsentrasi
asam
sitrat
berpengaruh terhadap kadar air,
aroma,
rasa
dan
tekstur.
Konsentrasi asam sitrat tidak
berpengaruh terhadap warna dan
kadar serat.
3. Interaksi kedua faktor hanya
berpengaruh terhadap tekstur dan
kekuatan gel selai lembaran.
Interaksi konsentrasi pektin dan
konsentrasi asam sitrat tidak
berpengaruh terhadap kadar air,
kadar serat, warna, rasa dan aroma.

4.

5.

Hasil penelitian pendahuluan yang


dilakukan adalah kadar pektin labu
kuning adalah 0.36% dan kadar
metoksil pektin labu kuning adalah
4.6% yang termasuk dalam
metoksil rendah. Lama proses
pemanasan yang terpilih dari hasil
uji organoletik adalah selama 10
menit. Dilihat dari warna, aroma,
rasa dan tekstur. Dimana panelis
suka terhadap warna kuning selai
lembaran
yang
di
lakukan
pemanasan 10 menit, tekstur yang
padat, aroma khas labu dan rasa
yang asam.
Perlakuan yang terbaik adalah
perlakuan a1b1. Kadar air 23.47% ,
kadar serat 2.90%, kekuatan gel
706 gr/cm2 , warna kuning, aroma
khas labu, rasa asam serta tekstur
padat sangat suka oleh panelis.

4.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan menggunakan jenis bahan
pengental yang lain yang dapat
digunakan untuk proses pembuatan
selai lembaran labu kuning.
2. Perlu
dilakukan
penelitian
menggunakan jenis asam yang lain
yang dapat digunakan untuk proses
pembuatan selai lembaran labu
kuning.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan
dengan mengukur umur simpan
selai lembaran labu kuning.
4. Perlu adanya pengadaan mesin
texture analyzer, sehingga dapat
menghitung
tekstur
produk,
diantaranya mengihitung kekuatan
gel,
viscositas,
kekerasan,
kerapuhan,
kelengkatan,
kekompakan dan masih banyak
yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agniya, C. 2011. Pembuatan Selai
Lembaran Terong Belanda. Jurnal

Universitas Pembangunan Nasional


Veteran. Surabaya
Agustina,
A.
2007.
Pengaruh
Kosentrasi
Bahan
Pengental
terhadap
Karakteristik
Selai
Nangka (Artocarpus heterophyllus
Lamk,)
Lembaran.
Jurnal
Universitas Pasudan. Bandung.
AOAC. 1984. Official Methods of
Analysis The Association of Official
Analytical Chemist. Ed. Sidney
William Arlington. Virginia.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H.
Fleet, dan M. Wooton., Terjemahan :
Hari Purnomo, dan Adiono. 1987.
Ilmu Pangan. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Constenla, D., dan Lozano, J.E. 2006.
Kinetic Model of Pektin
Demethylation. Applied
deMan, J. M., and S. Gupta, Terjemahan
: Kosasi Padmawinata. 1989. Kimia
Makanan. Kosasih Padmawinata.
Bandung
Desrosier, N., Terjemahan : Muchidi
Muljoharjo, Edisi Ketiga. 1988.
Teknologi Pengawetan Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Erdinawati, P. 2006. Pengaruh
Konsentrasi
Sukrosa
dan
Kosentrasi
Pektin
Terhadap
Karakteristik Selai Lembaran
Stroberi (Fragaria vesca L).
Skripsi
Universitas
Pasundan.
Bandung.
Fachruddin. 1997. Membuat Aneka
Selai. Kanisius.Yogyakarta.
Fatimah, E. 2007. Kajian Subtitusi
Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
dengan Stroberi (Fragaria vesca
L) dan Kosentrasi Sukrosa
Terhadap
Karakteristik
Selai
Lembaran Ubi Jalar. Jurnal
Universitas Pasundan. Bandung.
Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis
dalam
Penelitian
Percobaan.
Tarsito. Bandung.

Hariyati, N.M. 2006. Ektraksi Dan


Karakterisasi Pektin Dari Limbah
Proses
Pengolahan
Jeruk
Pontianak (Citrus nobilis var
microcarpa).
Skripsi
Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Mahmud, M. 2012. Peran Pektin dan
Sukrosa Pada Selai Ubi Jalar
Ungu.
Jurnal
Universitas
Pembangunan Nasional Veteran.
Surabaya.
Muchtadi, T.R., dan E. Gumbira. 1979.
Pengolahan Hasil Pertanian II
Nabati. Pertanian Bogor. Bogor.
Nuriska,
R.
2006.
Pengaruh
Konsentrasi Pektin dan Kosentrasi
Sukrosa Terhadap Karakteristik
Selai Lembaran Terung Belanda
(Cyphomandra betacea Sentd,).
Jurnal
Universitas
Pasundan.
Bandung.
Ramadhan, W. 2011. Pemanfaatan
Agar agar Tepung Sebagai
Texturizer Formulasi
Selai
Jambu Biji (Psidium Guajava L,)
Lembaran dan Pendugaan Umur
Simpan. Skripsi Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Rani, R. 2007. Pengaruh Kosentrasi
Pektin dan Perbandingan Sukrosa
dengan Sirup Glukosa terhadap
Karakteristik Selai Kelapa (Cocos
nucifera L,)
Lembaran. Jurnal
Universitas Pasudan. Bandung.
Zilvia, R. 2009. Mutu Selai Lembaran
Campuran Nenas (Ananas
Comusus) dengan Jonjot Labu
Kuning (Curcubita Moschata).
Jurnal Universitas Andalas. Padang.
Soekarto,
T.S.
1985.
Penilaian
Organoleptik.
Bharata
Karya
Aksara. Jakarta.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan
dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Tranggono. 1987. Kimia Pangan. PAU
Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Goycoolea, F.M., dan Adriana, C. 2003.


Pectins from Opuntia Spp. A Short
Review. J.PACD.
Kartika, B., Hastuti, P., dan Supartono,
W. 1988. Pedoman Uji Inderawi
Bahan Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi.
Yogyakarta.
Ayanati, A. 2011. Sediaan Gel.
http://apotecherry.blogspot.com/.
Akses 15 Oktober 2013.
Trowell, H., D. Burkitt, dan K. Heaton.
1985.
Dietary Fiber, Fiber-

Depleted Foods and Disease.


Academic Press, London.Research.
Amerika Lantin
Suryani, A., E. Hambali, dan M. Rivai.
2004. Membuat Aneka Selai.
Penebar Swadaya. Jakarta
Syafitri, E. 1992. Analisis Preferensi
Konsumen
Untuk
Penentuan
Spesifikasi Produk Baru (Studi
Kasus Produk Selai Lembaran).
Skripsi Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

You might also like