2173 4259 1 SM
2173 4259 1 SM
2173 4259 1 SM
Oleh :
I Dewa Made Satya Prawira
Gugus Irianto, SE., MSA., Ph.D., Ak.
Jurusan Akuntansi, FEB, Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang
Email: dewaprawira@ymail.com
gugusir@gmail.com
Abstract
This study aimed at examining the factors that influence students academic fraud behavior by
using fraud diamond dimensions which consisted of pressure, opportunity, rationalization, and
capability. This study used a mixed method with concurrent triangulation model to combine the
quantitative and qualitative methods together, both during the data collection and data analysis.
The samples of this study were 120 students and 5 informants from the undergraduate (S1)
students majoring in accounting since 2011 who were active in the even semester in the
academic year of 2014/2015 at the University of Brawijaya, the State University of Malang, and
the State Islamic University of Maulana Malik Ibrahim Malang. This study found an evidence
that the students academic fraud behavior was determined by fraud diamond dimensions. This
study also explained why and how the students performed the academic fraud behavior, so that it
could be an input to the relevant institutions to minimize the academic fraud behavior done by
the students.
Keyword : academic fraud behavior, pressure, opportunity, rationalization, and capability.
Abstrak
Penelitian ini menguji faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kecurangan akademik
mahasiswa menggunakan dimensi fraud diamond yang terdiri dari tekanan, peluang,
rasionalisasi, dan kemampuan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kombinasi dengan
model concurrent triangulation yaitu dengan menggabungkan antara metode kuantitatif dan
kualitatif secara bersama-sama, baik dalam pengumpulan dan analisis data. Sampel penelitian
sebesar 120 mahasiswa serta 5 informan yang merupakan mahasiswa S1 jurusan akuntansi
angkatan 2011 yang aktif pada semester genap 2014/2015 di Universitas Brawijaya, Universitas
Negeri Malang, dan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Hasil dari
penelitian ini memperoleh bukti empiris bahwa perilaku kecurangan akademik mahasiswa
dipengaruhi oleh dimensi fraud diamond. Penelitian ini juga menjelaskan tentang mengapa dan
bagaimana mahasiswa melakukan perilaku kecurangan akademik sehingga dapat menjadi
masukan kepada lembaga terkait untuk meminimalkan perilaku kecurangan akademik.
PENDAHULUAN
Pendidikan masa kini tidak luput dari yang namanya kecurangan (fraud). Praktik-praktik
kecurangan terjadi hampir di semua tingkat pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi. Tujuan pendidikan yang seharusnya membangun moral bangsa, kini malah
meruntuhkan moral generasi muda penerus bangsa. Tampaknya nilai kejujuran dalam dunia
pendidikan masih menjadi sesuatu yang sangat mahal.
Perguruan tinggi diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Salah satu
tolok ukur dari keberhasilan sebuah perguruan tinggi adalah nilai evaluasi dari hasil
pembelajaran. Setiap mahasiswa tentunya ingin mendapatkan nilai yang baik karena nilai
tersebut adalah salah satu tolak ukur keberhasilan seorang mahasiswa. Mereka juga beranggapan
bahwa sarjana yang lulus dengan nilai cumlaude akan lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan
dibanding dengan mahasiswa yang mendapatkan nilai pas-pasan. Pada umumnya mahasiswa
banyak yang berorientasi pada nilai, bukan proses untuk mendapatkan ilmu. Sehingga segala
upaya dilakukan agar dapat berhasil dalam ujian, termasuk melakukan berbagai perilaku
kecurangan (academic fraud).
Friyatmi (2011:174) dalam penelitiannya memaparkan adanya perilaku kecurangan
akademik di kalangan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang (UNP).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di beberapa kelas yang sedang melaksanakan Ujian
Akhir Semester (UAS) Juli - Desember 2008, ditemukan bahwa sekitar 80% mahasiswa sering
menyontek saat ujian berlangsung. Banyak strategi yang dilakukan mahasiswa dalam
menyontek, seperti bertanya kepada teman, membuat catatan kecil di kertas dan menyimpannya
di saku baju atau di kotak pena, membuat catatan-catatan penting di bangku dan di dinding-
dinding kelas, atau menyembunyikan buku di dalam baju dan minta izin keluar ruangan saat
ujian berlangsung.
Hasil penelitian Suwarjo dkk. (2012) juga menunjukkan kecurangan akademik yang
dilakukan mahasiswa. Penelitian mengenai bentuk-bentuk plagiat skripsi dilakukan terhadap
mahasiswa FIP UNY dan menemukan kecurangan antara lain: 1) mengacu dan mengutip istilah,
kata/kalimat, data/info dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan kutipan dan
tanpa menyatakan sumber secara memadai sebesar 63,29%; 2) mengacu dan mengutip secara
acak istilah, kata/kalimat, data/info dari suatu sumber tanpa menyebutkan sumber dalam catatan
kutipan dan tanpa menyatakan sumber secara memadai sebesar 17,6%; 3) menggunakan sumber
gagasan, pendapat, pandangan/teori tanpa menyebutkan sumber secara memadai sebesar 17,1%;
4) merumuskan dengan kata-kata dan kalimat sendiri dari sumber kata-kata, kalimat, gagasan,
pendapat/teori tanpa menyebutkan sumber secara memadai sebesar 1,4%.
Gitaniali (2004) mengemukakan bahwa kecurangan akademis merupakan suatu tindakan
penipuan atau ketidakjujuran yang dilakukan secara sengaja pada saat memenuhi atau
menyelesaikan persyaratan dan/atau kewajiban akademis. Dalam konteks pendidikan, beberapa
perbuatan yang termasuk dalam kategori academic fraud yaitu menyontek pekerjaan teman,
menyalin tugas teman, copy paste tugas dari internet, menggunakan informasi atau data-data
yang palsu, serta membawa catatan kecil dan membuka buku saat ujian. Mulyawati, dkk.
(2010:44) menyatakan bahwa akibat dari kecurangan akademik akan memunculkan dalam diri
siswa perilaku atau watak yang tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak
kreatif, tidak berprestasi, tidak mau membaca buku pelajaran tapi siswa lebih rajin membuat
catatan-catatan kecil untuk bahan menyontek. Becker et al. (2006) menyebutkan bahwa
mahasiswa yang cenderung melakukan ketidakjujuran dalam bidang akademik maka akan
cenderung melakukan beragam ketidakjujuran di dunia kerja.
Seiring semakin berkembangnya teknologi, tak heran perilaku menyontek pun juga
semakin berkembang. Jika mahasiswa diberikan tugas oleh dosen, maka mereka tinggal copy
paste berbagai sumber tulisan yang ada di internet. Terkadang tulisan yang hanya copy paste itu
tidak dipahami terlebih dahulu isinya dan tulisan itu langsung diserahkan kepada dosen dengan
sedikit editing menggantikan nama penulis aslinya atau mengganti jenis dan ukuran hurufnya.
Hal ini sejalan dengan pernyataan King (2009) yang mengemukakan bahwa adanya
perkembangan teknologi dengan munculnya internet menghadirkan tantangan unik untuk para
akademisi dengan kontribusi internet sebagai godaan untuk mengakui paper seseorang tanpa
adanya tanda bahwa itu merupakan kutipan. Jika perilaku-perilaku tersebut menjadi perilaku
yang dapat diterima, maka hal itu menunjukkan bahwa terjadi penurunan kesadaran akan suatu
yang baik dan yang buruk, benar atau salah, serta etis atau tidak etis.
Semua orang dapat melakukan kecurangan dan menjadi pelaku dari setiap tindak
kecurangan (Albrecht, 2012). Setiap pelaku fraud pasti memiliki alasan tersendiri. Cressey
(1950) dalam Tuanakotta (2010: 206) memberikan kesimpulan mengenai faktor-faktor pemicu
terjadinya fraud yang dikenal dengan fraud triangle yaitu tekanan (pressure), peluang
(opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Namun pada tahun 2004, Wolfe dan
Hermanson memperkenalkan Fraud Diamond Model yang menambahkan satu faktor
tambahan dari fraud triangle yang telah dikemukakan Cressey (1950) dalam Tuanakotta (2010:
206) sebelumnya yaitu the fraudsters capabilities. Sifat individu dan kemampuan yang
dimiliki adalah hal yang sangat berperan penting dalam munculnya fraud dibandingkan dengan
ketiga elemen lain dalam fraud triangle. Pada dasarnya fraud tidak akan muncul bilamana
seseorang memiliki kemampuan (capability) yang baik. Dari tambahan faktor capability tersebut,
maka istilah fraud triangle kini telah berkembang menjadi fraud diamond.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Nursani (2014) yang melakukan penelitian
mengenai perilaku kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi Universitas Brawijaya
Malang menggunakan dimensi fraud diamond. Penelitian tersebut juga merupakan penelitian
ekstensi dari Becker et al. (2006) yang menggunakan konsep fraud triangle dalam meneliti
Academic Dishonesty pada mahasiswa bisnis serta pelaku bisnis yang berkecimpung dalam area
praktik dan biasanya bertentangan dengan etika dimana diharuskan untuk menggunakan
keseimbangan dari keduanya untuk mengambil keputusan. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nursani (2014) adalah sampel dan metode penelitian. Penelitian
ingin menguji kembali keefektifan dimensi fraud diamond terhadap perilaku kecurangan
akademik mahasiswa dengan menggunakan metode penelitian kombinasi yang mengambil
sampel pada mahasiswa S1 Jurusan Akuntansi Perguruan Tinggi Negeri Kota Malang.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti, antara
lain: (1) Apakah tekanan, peluang, rasionalisasi, dan kemampuan berpengaruh terhadap perilaku
kecurangan akademik mahasiswa? (2) Mengapa dan bagaimana mahasiswa melakukan
kecurangan akademik?
TINJAUAN PUSTAKA
Fraud Diamond
Menurut Albrecht (2012) mengemukakan bahwa terdapat tiga elemen utama (fraud
triangle) yang mendasari seseorang untuk melakukan perilaku kecurangan yaitu: (1) Tekanan
(pressure). Tekanan adalah dorongan atau motivasi yang ingin dicapai tetapi dibatasi oleh
ketidakmampuan untuk meraihnya, sehingga dapat mengakibatkan seseorang melakukan
kecurangan. Tekanan dapat berupa faktor keuangan, kebiasaan buruk yang dimilki seseorang,
dan tekanan pihak eksternal. (2) Peluang (opportunity). Peluang adalah sebuah situasi yang
memungkinkan seseorang untuk melakukan kecurangan dan yang dianggap aman untuk
melakukan kecurangan. Peluang dapat berupa lemahnya pengendalian untuk mendeteksi
kecurangan, ketidakmampuan untuk menilai kualitas dari suatu kinerja, kegagalan dalam
mendisiplinkan pelaku, ketidaktahuan, apatis, serta kurangnya akses informasi. (3) Rasionalisasi
(rationalization). Rasionalisasi adalah pembenaran diri untuk suatu perilaku yang salah sebagai
upaya untuk membenarkan perilaku kecurangan yang dilakukannya.
Fraud diamond (Wolfe dan Hermanson, 2004) merupakan suatu bentuk penyempurnaan
dari teori fraud triangle yang dikemukakan oleh Cressey (1950). Wolfe dan Hermanson (2004)
menyebutkan bahwa disamping menggunakan elemen fraud triangle yaitu tekanan (pressure),
peluang (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization) untuk meningkatkan pencegahan dan
pendeteksian kecurangan juga perlu mempertimbangkan elemen yang keempat yaitu kemampuan
(capability). Wolfe dan Hermanson (2004) juga menjelaskan sifat-sifat terkait kemampuan
dalam pribadi pelaku kecurangan, antara lain: (1) Positioning. Posisi seseorang dalam organisasi
dapat memberikan kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan untuk melakukan fraud. (2)
Intelligence dan creativity. Pelaku dapat memahami dan mengeksploitasi kelemahan
pengendalian internal dan menggunakan posisi dan fungsinya untuk melakukan fraud. (3)
Convidence dan Ego. Seseorang yang memiliki keyakinan dan ego yang besar cenderung tidak
mudah untuk terdeteksi dalam melakukan fraud. (4) Coercion. Pelaku bisa mempengaruhi orang
lain untuk melakukan atau meyembunyikan tindakan fraud. (5) Deceit. Pelaku kecurangan harus
mampu berbohong secara meyakinkan agar tidak mudah untuk terdeteksi. (6) Stress. Pelaku
harus mampu mengontrol diri dan stres setelah melakukan tindakan kecurangan.
Pengembangan Hipotesis
Albrecht (2012) menyatakan bahwa tekanan (pressure) adalah dorongan atau tujuan yang
ingin diraih tetapi dibatasi oleh ketidakmampuan untuk meraihnya sehingga mengakibatkan
seseorang melakukan kecurangan. Semakin tingginya tekanan yang dihadapi oleh seseorang
maka semakin besar juga kemungkinan tindakan kecurangan akademik yang akan terjadi
(Becker et al., 2006). Tekanan dalam konteks kecurangan akademik adalah tekanan yang
dirasakan oleh mahasiswa sebagai faktor pendorong mengenai masalah akademik yang
menyebabkan mereka memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan kecurangan akademik agar
mendapatkan hasil yang terbaik. Becker et al. (2006) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
tekanan (incentive) memang berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku kecurangan.
Faktor tekanan penyebab mahasiswa melakukan kecurangan adalah karena mahasiswa merasa
tidak dapat memenuhi standar kelulusan yang ditetapkan tanpa melakukan kecurangan, tugas
yang diberikan di dalam kelas dirasa terlalu sulit dan banyak, soal ujian yang diberikan dirasa
terlalu sulit, dan kegiatan diluar perkuliahan membuat mahasiswa tidak dapat mengatur waktu
dengan baik.
Purnamasari (2014) dalam penelitiannya kepada mahasiswa angkatan 2010 dan 2013
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya bahwa tekanan seperti adanya tuntutan
standar nilai tertentu dari pihak eksternal (orang tua, pemberi beasiswa, fakultas, dsb), kesulitan
dalam mengikuti kegiatan perkuliahan di dalam kelas, mendapatkan tugas yang terlalu banyak
dan sulit, banyaknya kegiatan di luar perkuliahan (kegiatan organisasi, kerja paruh waktu,
kursus, dsb), serta adanya aturan harus lulus mata kuliah tertentu sebagai syarat untuk
mengambil mata kuliah selanjutnya merupakan faktor determinan yang mempengaruhi perilaku
kecurangan akademik. Penelitian Forgas dan Negre (2010) menjelaskan mengenai perspektif
mahasiswa dalam tindak plagiarisme yaitu tekanan yang dirasakan mahasiswa merupakan aspek
yang terkait dengan masalah pribadi mahasiswa yang bersangkutan seperti masalah yang
berkaitan dengan tugas-tugas yang berlebihan, tidak bisa mengatur waktu dengan baik, dan
keinginan untuk melakukan tindakan plagiarisme dikarenakan tugas yang diberikan terlalu
teoritis. Berdasarkan uraian diatas peneliti merumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut:
H1: Tekanan dari dalam maupun dari luar diri yang mendorong untuk melakukan
kecurangan berpengaruh terhadap perilaku kecurangan akademik mahasiswa.
Albrecht (2012) menyatakan bahwa peluang (opportunity) adalah sebuah situasi yang
memungkinkan seseorang untuk melakukan kecurangan yang dianggap aman oleh pelaku untuk
berbuat curang dengan anggapan tindakan kecurangannya tidak akan terdeteksi. Semakin
meningkat peluang yang tersedia, maka semakin besar kemungkinan perilaku kecurangan akan
terjadi (Albrecht, 2012). Peluang sebenarnya bisa diminimalkan dengan membuat sistem dan
pengendalian yang baik karena semakin bagus sistem dan pengendalian yang ada maka semakin
kecil peluang untuk melakukan kecurangan. Bolin (2004) dalam penelitiannya menujukkan
bahwa terdapat dua faktor yang memengaruhi perilaku kecurangan akademik, yaitu kebiasaan
mahasiswa dalam merasionalisasi ketidakjujuran akademik dan merasakan adanya peluang untuk
dapat melakukan kecurangan. Becker et al. (2006) menjelaskan bahwa peluang adalah faktor
yang mendorong terjadinya kecurangan akademik. Faktor peluang penyebab mahasiswa
melakukan kecurangan seperti pengajar tidak melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan
plagiarisme, pengajar tidak mengubah pola tugas atau ujian yang diberikan kepada kelompok
mahasiswa yang berbeda, serta pengajar tidak melakukan pencegahan terhadap tindak
kecurangan.
Nursani (2014) melakukan penelitian tentang perilaku kecurangan akademik mahasiswa
menggunakan konsep fraud diamond terhadap 292 mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang menyebutkan bahwa peluang memberikan
pengaruh positif terhadap terjadinya perilaku kecurangan akademik mahasiswa. Purnamasari
(2014) menyebutkan adanya peluang seperti lemahnya pengawasan baik di dalam maupun di luar
ruangan ujian, posisi tempat duduk pada saat ujian, dan fasilitas mengakses internet dapat
mempermudah ketika melakukan kecurangan akademik. Penelitian Forgas dan Negre (2010)
menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peluang dengan tindakan
kecurangan akademik. Kemajuan teknologi informasi merupakan salah satu faktor peluang yang
diberikan yang dapat memudahkan untuk melakukan plagiarisme seperti melakukan copy paste
suatu kalimat, paragraf, dan informasi tertentu tanpa menyebutkan sumbernya. Berdasarkan
uraian diatas, peneliti merumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut:
H2: Peluang dari situasi dan kondisi ketika melakukan kecurangan berpengaruh
terhadap perilaku kecurangan akademik mahasiswa.
Albrecht (2012) menyatakan bahwa rasionalisasi (rationalization) adalah pembenaran diri
sendiri atau alasan yang salah untuk suatu perilaku yang salah. Williams dan Hosek (2003)
menyatakan bahwa tindakan kecurangan yang dilakukan mahasiswa merupakan rasionalisasi
mahasiswa tersebut terhadap keputusan mereka bahwa manfaat untuk melakukan suatu
kecurangan lebih besar dari pada risikonya. Rasionalisasi dalam konteks kecurangan akademik
adalah cara untuk membenarkan diri yang dilakukan mahasiswa ketika melakukan perilaku
kecurangan akademik untuk mengurangi rasa bersalah atau menganggap bahwa kecurangan yang
dilakukan merupakan tindakan yang tidak salah. Becker et al. (2006) dalam penelitiannya juga
berhasil membuktikan bahwa rasionalisasi memberikan pengaruh yang positif terhadap
kemungkinan terjadinya kecurangan akademik. Faktor rasionalisasi penyebab mahasiswa
melakukan kecurangan seperti pengajar tidak memberikan penjelasan yang cukup mengenai
peraturan atas perilaku kecurangan, tidak adanya sanksi yang tegas terhadap mahasiswa yang
terlibat dalam kecurangan, dan fakultas tidak selalu mendeteksi adanya perilaku kecurangan.
Penelitian Nursani (2014) menjelaskan bahwa rasionalisasi berpengaruh terhadap perilaku
kecurangan akademik mahasiswa. Rasionalisasi adalah pembenaran diri sendiri atau alasan yang
salah untuk suatu perilaku yang salah. Dalam penelitiannya faktor rasionalisasi mahasiswa
melakukan kecurangan adalah merasa kecurangan akademik merupakan hal yang wajar karena
orang lain juga pernah melakukannya, terbiasa melakukan kecurangan saat di bangku sekolah,
dan merasa bahwa kecurangan akademik tidak merugikan orang lain. Purnamasari (2014)
menjelaskan dalam penelitiannya terhadap mahasiswa angkatan 2010 dan 2013 Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya bahwa rasionalisasi seperti melakukan kecurangan
akademik karena banyak mahasiswa lain yang melakukannya, pengawas meninggalkan ruangan
pada saat ujian berlangsung menandakan bahwa pengawas memperbolehkan untuk melakukan
kecurangan akademik, serta melakukan kecurangan akademik sebagai bentuk solidaritas sesama
mahasiswa berpengaruh terhadap perilaku kecurangan akademik. Berdasarkan uraian diatas,
peneliti merumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut:
H3: Rasionalisasi pembenaran diri ketika melakukan kecurangan berpengaruh
terhadap perilaku kecurangan akademik mahasiswa.
Wolfe dan Hermanson (2004) berpendapat bahwa banyak fraud tidak akan terjadi jika
seseorang tidak mempunyai kemampuan (capability) tentang fraud tersebut. Oleh karena itu,
faktor kemampuan (capability) menjadi penyempurnaan dari fraud model yang dikemukakan
oleh Cressey. Wolfe dan Hermanson (2004) juga menjelaskan mengenai sifat-sifat terkait elemen
kemampuan yang sangat penting dalam diri pelaku kecurangan seperti pelaku kecurangan
memiliki kemampuan dalam memahami dan memanfaatkan kelemahan internal kontrol untuk
melakukan tindakan kecurangan, pelaku kecurangan memiliki ego dan kepercayaan diri yang
tinggi bahwa perbuatannya tidak akan terdeteksi, pelaku kecurangan dapat memengaruhi orang
lain untuk turut serta dalam tindakan kecurangan, dan pelaku kecurangan dapat mengontrol
stress dengan baik.
Nursani (2014) juga melakukan penelitian terhadap 292 mahasiswa Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya mengenai perilaku kecurangan akademik
mahasiswa menggunakan konsep fraud diamond yaitu tekanan, peluang, rasionalisasi, dan
kemampuan yang menyatakan bahwa kemampuan memberikan pengaruh positif terhadap
terjadinya perilaku kecurangan akademik mahasiswa. Kemampuan yang dimiliki pelaku
kecurangan seperti dapat menekan rasa bersalah atau bahkan tidak merasa bersalah setelah
melakukan kecurangan akademik, memiliki rasa percaya diri saat melakukan kecurangan, dan
dapat dengan mudah mengajak teman untuk ikut dalam melakukan perilaku kecurangan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti merumuskan hipotesis alternatif sebagai berikut:
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kombinasi
(mixed methods). Metode penelitian kombinasi (mixed methods) adalah suatu metode penelitian
yang mengkombinasikan atau menggabungkan antara metode penelitian kuantitatif dan metode
kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga
diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel, dan objektif (Sugiyono, 2013:404).
Tabel 1 menyajikan data pengumpulan sampel dan tingkat pengembalian kuesioner dalam
penelitian ini. Jumlah kuesioner yang disebar sebanyak 120 buah dengan tingkat respon rate
sebesar 100%.
Tabel 1. Data Pengumpulan Kuesioner
Tabel 2 menyajikan data demografi responden. Dari 120 responden, 60 responden (50%)
berusia 21 tahun, 48 responden (40%) berusia 22 tahun, dan 12 responden (10%) berusia 23
tahun. Responden dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 54 (45%) dan perempuan berjumlah
66 orang (55%). Tidak ada responden yang memiliki IPK dibawah 2,51 dan rata-rata IPK dari
sampel yang digunakan adalah 3,01-3,50. Sebagian besar responden dalam penelitian ini tidak
bekerja sebesar 103 orang (86%) dan hanya menggunakan waktunya sekitar 1-2 jam per hari
untuk belajar serta rata-rata waktu yang digunakan responden untuk refreshing adalah seminggu
sekali.
PENUTUP
Kesimpulan
Penelitian ini telah menguji faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kecurangan
akademik mahasiswa S1 Jurusan Akuntansi angkatan 2011 yang aktif pada semester genap
2014/2015 di Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, dan Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang dengan menggunakan dimensi fraud diamond yang terdiri dari
tekanan, peluang, rasionalisasi, dan kemampuan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tekanan, peluang, rasionalisasi, dan
kemampuan berpengaruh terhadap perilaku kecurangan akademik. Tekanan dari dalam diri
yang mendorong mahasiswa untuk melakukan kecurangan seperti mengalami kesulitan
dalam memahami perkuliahan di dalam kelas dan ingin mendapatkan nilai dan IP yang
bagus. Sedangkan tekanan dari luar diri berupa mendapatkan banyak deadline tugas dalam
satu waktu, pengaruh orang tua, serta terlalu aktif di kegiatan diluar perkuliahan atau suatu
organisasi. Situasi dan kondisi yang dirasa mahasiswa dapat menjadi peluang untuk
melakukan kecurangan seperti pengawasan yang tidak ketat saat ujian, adanya internet yang
memudahkan untuk melakukan copy paste tanpa menyebutkan sumber, mendapatkan
solution manual atau jawaban, dan faktor posisi tempat duduk saat ujian. Rasionalisasi
pembenaran diri ketika melakukan kecurangan seperti banyaknya teman yang juga
melakukan kecurangan akademik, malas belajar sehingga menyebabkan tidak siap
menghadapi ujian dan dosen yang berorientasi pada nilai akhir dan tidak melihat proses.
Sedangkan kemampuan mengontrol diri ketika melakukan kecurangan yang dimiliki
mahasiswa seperti dapat memahami perilaku pengawas ketika ujian serta mempunyai rasa
percaya diri dan dapat menekan rasa bersalah setelah melakukan tindakan kecurangan
akademik.
2. Jenis-jenis kecurangan akademik yang sering dilakukan oleh mahasiswa yaitu: menyalin
tugas teman dan mengakuinya sebagai tulisan sendiri, copy paste sebagian tugas dari internet,
melihat dan langsung menyalin jawaban dari solution manual, mengkombinasikan beberapa
tugas teman lalu dikumpulkan, menyalin kalimat atau paragraf dari tulisan orang lain tanpa
menyebutkan sumbernya, membantu teman dalam melakukan kecurangan akademik saat
ujian, memperlihatkan dan menyebarkan foto jawaban kepada teman, bertanya dan melihat
jawaban teman, membuat catatan kecil di kertas, kalkulator atau diletakkan di smartphone,
dan menggunakan smartphone untuk browsing jawaban.
DAFTAR PUSTAKA
Alison. (2006). Fraud auditing. Artikel. Reinfokus. PT. Reasuransi Internasional Indonesia.
(Online). http://www.reindo.co.id, diakses pada 6 Februari 2015.
Becker, J. Coonoly, Paula L., & J. Morrison. (2006). Using the business fraud triangle to predict
academic dishonesty among business students. Academy of Educational Leadership
Journal, 10 (1), 37-54.
Bolin, A.U. (2004). Self-control, perceived opportunity, and attitudes as predictors of academic
dishonesty. The Journal of Psychology, 2 (138), 101-114.
Creswell, J. W. (2013). Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Edisi
Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Davis, S. F. Drinan, P. F. Gallant, T. B. (2009). Cheating in school: What we know and what we
can do. Chicester: Wiley Blackwell.
Forgas dan Negre. (2010). Academic explanatory factors from student. Journal Academic Ethic,
8, 217-232.
Friyatmi. (2011). Faktor-faktor penentu perilaku mencontek di kalangan mahasiswa, Fakultas
Ekonomi UNP Vol 7, No 2 (2011): TINGKAP. (Online)
http://ejournal.unp.ac.id/index.pdf, diakses pada 24 Juni 2015.
Hendricks, B. (2004). Academic dishonesty: A study in the magnitude of and justification for
academic dishonesty among college undergraduate and graduate students. Journal of
College Students Development, 35, 212-260.
Jogiyanto, H.M. (2011). Konsep dan aplikasi structural equation modeling berbasis varian
dalam penelitian bisnis. Yogyakarta: BPFE.
King, C. (2009). Online exams and cheating: An empirical analysis of business students views.
The Journal of Educators Online, 6 (1). 1-11
Mulyawati, H., Masturoh, I., Anwaruddin, I., Mulyati, L. Agustendi, S., & Tartila, T.S.S. (2010).
Pembelajaran Studi Sosial. Bandung: Alfabeta.
Nursani, R. (2014.) Perilaku kecurangan akademik mahasiswa dimensi fraud diamond. Skripsi.
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Malang.
Riski, S.A. (2009). Hubungan prokrastinasi akademis dan kecurangan akademis pada mahasiswa
fakultas psikologi universitas sumatera utara. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Sagoro, E.M. (2013). Pensinergian mahasiswa, dosen, dan lembaga dalam pencegahan
kecurangan akademik mahasiswa akuntansi. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia,
XI (2), 54-77.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Cetakan ke-3. Bandung:
Alfabeta
Suwarjo dkk. (2012). Identifikasi bentuk plagiat pada skripsi mahasiswa fakultas ilmu
pendidikan universitas negeri yogyakarta. fakultas ilmu pendidikan uny. (Online)
http://staff.uny.ac.id, diakses pada 24 Juni 2015.
Tuanakotta, Theodorus M. (2010). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.
William, M. S., & Hosek, W. R. (2003). Strategies for Reducing Academic Dishonesty. Journal
of Legal Studies Education, 21 (1), 88-107.
Wolfe, David T., & R. Hermanson. (2004). The fraud diamond: Considering the four elements of
fraud. The CPA Journal, 38-42.
LAMPIRAN
Universitas Negeri
Malang 50 0 50 100%
Universitas Islam
Negeri Maulana Malik 19 0 19 100%
Ibrahim Malang
Total 120 0 120 100%
Sumber: Data Primer (diolah)
X1.1 <- X1
0.747 0.743 0.054 0.054 13.873
X1.2 <- X1
0.621 0.610 0.075 0.075 8.283
X1.3 <- X1
0.734 0.724 0.069 0.069 10.624
X1.4 <- X1
0.696 0.689 0.063 0.063 11.014
X1.5 <- X1
0.793 0.793 0.039 0.039 20.403
X1.6 <- X1
0.719 0.711 0.061 0.061 11.766
X2.1 <- X2
0.757 0.760 0.045 0.045 16.819
X2.2 <- X2
0.761 0.754 0.060 0.060 12.805
X2.3 <- X2
0.728 0.725 0.057 0.057 12.850
X2.4 <- X2
0.770 0.765 0.059 0.059 13.114
X2.5 <- X2
0.543 0.546 0.109 0.109 5.007
X3.1 <- X3
0.692 0.691 0.065 0.065 10.612
X3.2 <- X3
0.734 0.732 0.054 0.054 13.596
X3.3 <- X3
0.644 0.626 0.094 0.094 6.829
X3.4 <- X3
0.806 0.803 0.039 0.039 20.496
X3.5 <- X3
0.689 0.686 0.079 0.079 8.713
X4.1 <- X4
0.742 0.738 0.063 0.063 11.870
X4.2 <- X4
0.817 0.815 0.035 0.035 23.124
X4.3 <- X4
0.698 0.685 0.074 0.074 9.479
X4.4 <- X4
0.725 0.714 0.062 0.062 11.693
X4.5 <- X4
0.695 0.694 0.070 0.070 9.965
Y1 <- Y
0.703 0.695 0.066 0.066 10.631
Y2 <- Y
0.751 0.744 0.053 0.053 14.304
Y3 <- Y
0.685 0.680 0.062 0.062 11.139
Y4 <- Y
0.758 0.758 0.057 0.057 13.320
Y5 <- Y
0.771 0.765 0.055 0.055 14.150
Sumber: Data Primer (diolah)
Variabel X1 X2 X3 X4 Y
X1.1
0.747 0.382 0.326 0.427 0.480
X1.2
0.621 0.407 0.366 0.437 0.426
X1.3
0.734 0.267 0.290 0.258 0.345
X1.4
0.696 0.163 0.297 0.191 0.310
X1.5
0.793 0.317 0.301 0.429 0.410
X1.6
0.719 0.230 0.292 0.346 0.394
X2.1
0.444 0.757 0.480 0.384 0.467
X2.2
0.282 0.761 0.321 0.225 0.323
X2.3
0.260 0.728 0.427 0.281 0.443
X2.4
0.243 0.770 0.358 0.230 0.332
X2.5
0.247 0.543 0.150 0.113 0.263
X3.1
0.385 0.413 0.692 0.427 0.464
X3.2
0.375 0.353 0.734 0.487 0.440
X3.3
0.153 0.252 0.644 0.216 0.296
X3.4
0.348 0.409 0.806 0.385 0.445
X3.5
0.230 0.377 0.689 0.336 0.313
X4.1
0.464 0.389 0.440 0.742 0.478
X4.2
0.340 0.195 0.417 0.817 0.438
X4.3
0.290 0.264 0.492 0.698 0.436
X4.4
0.356 0.236 0.248 0.725 0.409
X4.5
0.387 0.246 0.353 0.695 0.399
Y1
0.484 0.265 0.373 0.471 0.703
Y2
0.349 0.456 0.500 0.401 0.751
Y3
0.367 0.452 0.408 0.327 0.685
Y4
0.447 0.373 0.368 0.487 0.758
Y5
0.405 0.397 0.417 0.469 0.771
Sumber: Data Primer (diolah)
X1 -> Y
0.236 0.238 0.082 0.082 2.895
X2 -> Y
0.227 0.235 0.067 0.067 3.401
X3 -> Y
0.191 0.184 0.072 0.072 2.656
X4 -> Y
0.286 0.290 0.074 0.074 3.843
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 1. Model Penelitian