Bite Mark
Bite Mark
Bite Mark
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedokteran gigi forensik umumnya membahas masalah mengidentifikasi
individu berdasarkan sifat-sifat gigi atau mengidentifikasi individu berdasarkan
bite mark. Hal ini secara hukum, relevan untuk secara akurat sesuai bite mark
untuk menempatkan penjahat di tempat kejahatan. Klasifikasi bite mark dapat
secara luas diklasifikasikan sebagai non-manusia (bite mark hewan) dan orang-
orang yang ditimbulkan oleh manusia. Berdasarkan cara penyebab, tanda
gigitan dapat menjadi non-kriminal serta pidana yang selanjutnya dapat
diklasifikasikan ke dalam ofensif (pada korban oleh penyerang) dan defensive
(setelah penyerangan pada korban).1
Analisis bite mark sangat penting dalam identifikasi kasus forensik. Bite
mark dapat direkam dalam kejahatan kekerasan seperti kekerasan seksual,
pembunuhan, kasus kekerasan terhadap anak, dan selama acara olahraga.
Pengaturan ukuran dan penyelarasan gigi manusia yang dimiliki oleh setiap
orang sangat berbeda-beda. Gigi dapat bertindak sebagai alat bukti, yang
meninggalkan bekas dan dapat dikenali tergantung pada pengaturan gigi,
maloklusi, kebiasaan, pekerjaan, fraktur gigi, dan hilang atau gigi ekstra.
Identifikasi Bite mark didasarkan pada individualitas dari gigi, yang digunakan
untuk mencocokkan Bite mark untuk tersangka. Bite mark sering dianggap
sebagai alternatif dalam penyelidikan untuk sidik jari dan identifikasi DNA
dalam ilmu forensik,2
Aplikasi ilmu forensik dalam membantu proses penyidikan di bidang
hukum tidak hanya menggunakan ilmu kedokteran namun juga menggunakan
ilmu kedokteran gigi. Forensik dengan ilmu kedokteran gigi disebut ilmu
kedokteran gigi forensik. Pada forensik kedokteran gigi, digunakan rekam
medis dental individu yang diperiksa, baik sebagai korban maupun tersangka,
yang sangat membantu menentukan keputusan akhir dari kasus yang ada.7
Dokter gigi forensik seringkali terlibat dalam identifikasi korban yang
telah meninggal.Perbandingan ciri-ciri khusus yang terdapat pada gigi asli
maupun gigi palsu serta restorasi-restorasi gigi memungkinkan korban yang
telah membusuk, terbakar, atau termutilasi dapat diindentifikasi sebagai
individu spesifik. Identifikasi korban yang telah meninggal merupakan tugas
yang paling sering dilakukan dokter gigi forensik namun bidang ilmu
kedokteran gigi forensik yang paling menantang adalah analisis bite mark
manusia atau hewan yang ditemukan pada kulit atau objek-objek pada tempat
kejadian perkara. Perbandingan ciri-ciri unik yang ditemukan dengan ciri-ciri
pada gigi tersangka dapat mengungkapkan hubungan penting antara tersangka
dan korban.3
Proses membandingkan bite mark dengan gigi-geligi tersangka mencakup
analisis dan pengukuran ukuran, bentuk, dan posisi gigi individual.8
Ketidaksempurnaan atau irregularitas unik yang teridentifikasi baik pada
perlukaan maupun gigi tersangka merupakan indikator yang penting untuk
menentukan kesesuaian bite mark dengan gigi tersangka.3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Bite mark atau pola gigitan ialah bekas gigitan dari pelaku yang tertera
pada kulit korban dalam bentuk luka, jaringan kulit maupun jaringan ikat di
bawah kulit sebagai akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku
dengan perkataan lain pola gigitan merupakan suatu produksi dari gigi-gigi
pelaku melalui kulit korban.2,3
c. Kelas III : derajat luka lebih parah dari kelas II, yaitu permukaan gigit
incisivus telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai
derajat lebih parah dari pola gigitan kelas II.
d. Kelas IV : terdapat luka pada kulit dan otot di bawah kulit yang sedikit
terlepas atau rupture sehingga terlihat pola gigitannya irreguler.
e. Kelas V : terlihat luka yang menyatu pola gigitan incisivus, kaninus, dan
premolar baik pada rahang atas maupun rahang bawah.
f. Kelas VI : memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari gigi rahang atas
dan bawah, serta jaringan kulit dan otot terlepas sesuai dengan kekerasan
oklusi dan pembukaan mulut
F. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Awal (Inspeksi)
Gigitan biasanya tampak sebagai luka oval atau melingkar disertai
goresan, abrasi, kadang-kadang laserasi, indentasi, dan avulsi yang
disebabkan oleh gigi tertentu bisa tampak dipermukaan kulit.Bekas gigitan
menggambarkan bentuk susunan gigi dari seseorang.Sering kali tampak
sebagai bentuk busur ganda atau kadang goresan tidak terpola. Paling
sering bekas gigitan berasal dari enam gigi depan atas atau enam gigi
depan bawah, kadang juga terdapat juga bekas gigitan yang berasal dari
gigi geraham belakang.
Pada gigitan hewan (lebih besar dari pada serangan gigitan manusia)
mengakibatkan laserasi yang parah pada permukaan kulit bahkan
pengelupasan seluruh lapisan kulit. Papila mamma dan beberapa daerah
atau lokasi lain pada payudara, perut, bahu, hidung, telinga, dan jari sering
menjadi target gigitan manusia. Ekstremitas seperti kaki atau tungkai,
lengan, dan tangan sering menjadi serangan atau gigitan binatang.
Bekas gigitan akan terbentuk bila suatu benda keras (dalam hal ini gigi)
menekan benda yang lebih lunak (dalam hal ini kulit dan daging). Dalam
kasus bekas gigitan, gigi yang keras meninggalkan bekas berupa abrasi,
laserasi, dan indentasi atau luka trauma yang lain pada permukaan kulit
yang halus pada lokasi yang digigit.
Dalam investigasi, ciri utama atau karakteristik utama luka bekas
gigitan merupakan sumber atau alat identifikasi yang umum
digunakan.Menurut odontologi, bekas sirkuler atau melingkar di kulit yang
terdiri dari beberapa laserasi kecil dengan area pusat berupa ekimosis
merupakan karakteristik utama dari gigitan. Ciri ini berbeda dari kasus-
kasus luka yang diakibatkan oleh hal lain. Selain itu, ciri-ciri khusus dari
suatu bekas gigitan juga bisa menentukan bekas gigitan itu diakibatkan
oleh karena gigitan anak atau orang dewasa, dengan membandingkan
ukuran gigi, bentuk, dan lebar dari busur gigi.Odontologi juga bisa
membedakan dimensi dari goresan, abrasi, dan laserasi sehingga dapat
membantu membedakan bekas gigitan tersebut merupakan gigitan
manusia atau bukan.
Ciri, bentuk, atau anatomis dari gigi seperti patahan enamel, batas
gigitan yang tidak sesuai merupakan ciri susunan gigi perorangan yang
bisa dijadikan ciri gigi seseorang yang merupakan data berharga bagi
odontologist.Dengan demikian, jika informasi yang tersedia minimal, jenis
luka atau pola luka kadang tidak dapat diidentifikasi.
Ketika bekas gigitan ditemukan dan odontologist diminta untuk
melakukan pemeriksaan awal pada bekas gigitan tersebut biasanya yang
berwajib (pihak berwajib) menjadikannya sebagai bukti forensik penting.
Pemeriksaan awal pada bekas gigitan yang harus ditanyakan adalah
sebagai berikut:
1. Apakah luka tersebut merupakan bekas gigitan?
2. Jika itu adalah gigitan, apakah gigitan tersebut disebabkan oleh
gigitan manusia?
3. Apakah penampilan dari bekas gigitan sesuai dengan umur dari
tersangka yang dianggap melakukan kriminalitas atau kejahatan
dan waktu terjadinya?
4. Apakah bekas gigitan tersebut menampakkan ciri khusus, unik,
individual, dari gigi penggigit tersebut?
5. Dapatkah gambaran gigitan tersebut dibandingkan dengan bekas
gigitan tersangka lain yang diduga turut melakukan gigitan?
Odontologi harus berhati-hati dalam menganalisa luka bekas gigitan
untk mendapatkan kesimpulan yang akurat sebagai bukti yang membantu
dalam pengadilan.Harus ada juga cukup data untuk menegakkan dugaan
terhadap bukti gigitan tersebut cocok atau sesuai dengan keadaan fisik gigi
seseorang.
2. Pemeriksaan Khusus
1) Pemeriksaan Bekas Gigitan Pada Korban
Ketika suatu keputusan untuk meneliti bekas gigitan sebagai
barang bukti ditegakkan, harus segera ditetapkan tindakan untuk memulai
bekerja.Pengenalan dini dan pengawetan bekas gigitan selanjutnya adalah
hal yang terpenting mengingat penampilan luka bekas gigitan tersebut
dapat berubah dengan cepat khususnya pada korban hidup sehingga sangat
penting untuk mempunyai protokol penanganan bekas gigitan segera di
TKP.
Hampir sebagian besar dokter gigi forensik menyetujui bahawa
protokol standartnya meliputi swab saliva pada luka bekas gigitan,
fotografi luka, dan membuat model permukaan gigi dengan mengambil
impressi dari kulit. Pada kasus di mana korban meninggal, juga dapat
dilakukan pengambilan kulit pada luka bekas gigitan sehingga dapat
dilakukan pemeliharaan jangka panjang terhadap bekas gigitan tersebut.
Oleh karena protokol ini sangat penting dalam penegakan hukum, maka
seorang dokter gigi forensik diharuskan untuk mencatat prosedur
pengumpulan dan pengawetan bekas gigitan secara detail dan lengkap
sehingga dapat menggambarkan secara tepat apa yang terjadi saat
pemeriksaan berlangsung.
Setelah foto, swab, impressi, dan bahan lain diambil dari
korban,dokter gigi forensik harus pula membuat catatan detail mengenai
prosedur dan bahan yang digunakan bersama dengan batas tanggal akhir
berlakunya dan nomor seri pabrik yang membuatnya. Sebagai contoh,
mencatat waktu diambilnya impressi gigi, oleh siapa, bagaimana
prosedurnya, jumlah bahan yang dipakai, berat dan tipe batu gigi yang
digunakan.
a. Salivary Trace Evidence (Bukti Jejak Saliva)
Para ahli serologi memperkirakan bahwa 80-85% dari seluruh
populasi manusia,mensekresi agglutinin yang identik dengan golongan
darah ABO pada cairan tubuh mereka (saliva atau air liur,cairan
seminalis,air mata,keringat) sehingga dapat digunakan untuk menentukan
klasifikasi golongan darah ABO masing masing individu. Pada
penampilan luka yang meragukan, penemuan enzim amilase pada luka
dapat memastikan bahwa luka tersebut merupakan bekas gigitan.Sebagai
tambahan, penelitian terakhir menunjukkan bahwa saliva juga
mengandung sel sel epitel dari permukaan dalam bibir dan mukosa mulut,
serta leukosit dari cairan atau jaringan gusi.Sel-sel ini dapat menjadi
sumber bukti DNA.
Sebuah gigitan tidak akan terjadi tanpa meninggalkan jejak saliva
sehingga langkah pertama pengambilan bukti, sebelum tubuh korban
dibersihkan,adalah melakukan swab secara hati-hati pada area gigitan
dengan menggunakan kapas swab yang agak basah untuk mengambil
saliva dan atau sel-sel mukosa permukaan kulit. Sebelum melakukan swab,
harus ditanyakan dahulu pada orang-orang di TKP apakah area luka
tersebut belum pernah dibersihkan,disentuh, atau diubah dengan cara
apapun.
b. Fotografi
Daerah luka harus difoto dengan menggunakan film berwarna dan
film hitam-putih. Fotografi adalah bagian termurah dari protokol ini, tetapi
pada beberapa kasus dapat menjadi bukti yang paling berguna. Bekas
gigitan dan luka memar dan berubah dalam beberapa waktu, terutama pada
korban hidup, tetapi juga terjadi pada korban mati, sehingga penting untuk
melakukan fotografi serial tiap interval waktu tertentu. Interval 24 jam
dalam periode 3-5 hari telah terbukti efektif untuk merekam fenomena
kematangan luka memar. Kegunaan fotografi ini secara umum adalah
merekam lokasi gigitan pada tubuh korban sehubungan dengan letak
anatomis. Fotografi close-up bertujuan untuk merekam hal-hal spesifik
dari bekas gigitan tersebut.
c. Cetakan Permukaan Kulit
Pada kasus yang melibatkan baik korban hidup maupun korban
mati, suatu cetakan akurat permukaan kulit dapat diperoleh dengan
menggunakan bahan-bahan impresi gigi. Kekakuan dan stabilitas adalah
kriteria utama bahan ideal mengingat kegunaannya untuk mempertahankan
kontur anatomis impresi ketika dilepaskan dari kulit. Bahan-bahan seperti
dental laboratory stone, acrylic dental tray material, thermoplastic tray
material, dan thermoplastic orthopedic mesh adalah yang secara luas
dipakai.
d. Pelepasan Jaringan
Pada kasus yang melibatkan korban meninggal, kulit korban dapat
diambil dan diawetkan. Hal ini sangat penting untuk mempertahakan kulit
dalam bentuk anatomis aslinya dan menghindari distorsi atau kerusakan
pada pola bekas gigitan tersebut. Para dokter gigi forensik, menyetujui
bahwa penggunaan cincin acrylic yang dapat mempertahankan bentuk
anatomis tubuh pada area gigitan adalah metode terbaik untuk
meminimalisasi pengerutan dan distorsi kulit
2) Pemeriksaan Pada Tersangka
Saat memperoleh bekas gigitan yang tidak diketahui dari korban atau
tersangka, odontologist tetap membutuhkan informed consent, untuk
memberikan perlindungan pada odontologist. Dan meningkatkan
kemungkinan bahwa bukti itu dapat diterima secara sah.
a. Pemeriksaan Fisik
Penting untuk ditanyakan kepada tersangka mengenai riwayat
perawatan gigi untuk membantu identifikasi. Pengamatan dan rekaman
dari jaringan keras dan lunak yang signifikan, dinamika dari gigitan dari
tersangka atau kemampuan untuk membuka mulut atau menggerakkan
rahang, seperti keadaan temporo mandibular junction, asimetris dari
wajah dan tonus otot, dan massa otot mungkin cukup signifikan.
Pembukaan maksimal dari mulut juga harus dicatat, begitu juga beberapa
deviasi pada saat membuka atau menutup mulut secara oklusi. Adanya
luka pada wajah atau bekas pembedahan sebelumnya dan keadaan bulu-
bulu wajah juga harus dicatat.
Pada rongga mulut, ukuran dan fungsi lidah harus dicatat, begitu
juga abnormalitas dari gerakannya, kesehatan jaringan sekitar gigi yang
berhubungan gigi yang goyang, daerah meradang atau hipertrofi, dan gigi
yang lepas juga harus dicatat. Gigi yang patah juga harus dicatat secara
akurat untuk mengetahui berapa lama kondisi itu telah terjadi.
b. Saliva swab
Jika saliva swab telah diambil dari luka gigitan, odontologist perlu
untuk mengambil sampel saliva dari pelaku. Gunakan cotton swab steril.
Langkah yang terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan memutar swab
di dalam vestibulum dan sepanjang mukosa pada daerah buccal dengan
tekanan yang cukup untuk mengambil saliva dan melepas sel epitel. Jika
dilakukan dengan benar, saliva dan DNA dari saliva pelaku dapat
dibandingkan (dianalisa) dengan hasil swab yang diambil dari luka
gigitan pada korban.
c. Fotografi
Fotografi serial pada tersangka yang ideal adalah merekam posisi
gigi dan dagu dalam berbagai sudut, ketajaman dan kontur gigi. Foto
pertama adalah foto seluruh wajah dan profil dari tersangka. Selanjutnya
semua foto harus diambil sesuai dengan referensi skala yang ada dan
disesuaikan dengan informasi yang ada. Skala yang digunakan adalah
referensi skala ABFO no. 2.
Dengan menggunakan retraktor bibir dan foto close-up dari lateral,
foto dari gigi diambil dari tiap sisi dalam keadaan gigi menutup pada
posisi menggigit secara normal. Kemudian prosedur pengambilan foto
dari frontal untuk gigi bagian anterior dalam keadaan oklusi normal dan
dalam posisi permukaan masing-masing gigi bersentuhan, seolah-olah
sedang menggigit dengan kuat. Pengambilan foto lengkung gigi atas
untuk memperlihatkan tepi gigi bagian atas. Untuk melengkapi foto
dilakukan pengambilan lengkung gigi bagian bawah dengan cara yang
sama. Dengan menggunakan permukaan cermin bagian depan dapat
membantu untuk mendapatkan foto dari sudut yang lain.
d. Impresi Gigi (Dental Impression)
Impresi gigi bagian atas dan bawah secara menyeluruh harus
diperoleh menggunakan bahan impresi yang paling akurat dan stabil.
Bahan Vinyl PolySiloxane (VPS) menghasilkan model gigi yang sangat
akurat. Bahan ini seharusnya digunakan jika memungkinkan,
bagaimanapun juga, karena pemakaian VPS membutuhkan waktu lama,
khususnya untuk tersangka yang tidak koopertaif, sebaiknya digunakan
bahan lain yang penggunaannya lebih cepat, contohnya Alginate, bahan
ini dapatdigunakan dengan cepat sehingga dapat menggantikan VPS.
Tiga model gigi harus dibuat.Model pertama dibuat sebagai
arsip.Model kedua digunakan sebagai analisa gigitan dan model yang
ketiga digunakan sebagai cadangan. Dengan menggunakan VPS dapat
dibuat beberapa model sekaligus., sendangkan dengan Alginate hanya
dapat untuk satu model. Jika dipilih bahan ini, tiga set impresi gigi atas
dan bawah harus dibuat untuk membuat tiga set model.
Seluruh impresi dan hasil pemeriksaan dari model harus difoto,
ditandai, dan disegel sebagai data yang akan direkomendasikan pada
rangkaian pemeriksaan.
BAB III
PENUTUP
Bitemark atau bekas gigitan adalah bekas yang disebabkan oleh gigi saja
atau bersamaan dengan bagian mulut yang lain. Juga dapat didefinikan sebagai
pola yang dibentuk oleh gigi manusia atau binatang dan struktur yang berkaitan
yang menyebabkan bekas gigitan.
Bekas gigitan dapat disebabkan oleh gigitan manusia atau binatang, oleh
karena itu dokter gigi forensik harus dapat membedakannya. Apabila ditemukan
bekas gigitan pada suatu kasus, perlu segera dilakukan pemeriksaan baik pada
korban, tersangka, maupun pada benda mati yang ada bekas gigitan. Karena
gigitan yang disebabkan oleh manusia atau hewan dapat dibedakan dengan
melihat pola yang berbeda dalam hal bentuk kelengkungan dan morfologi gigi
dari spesies yang menyebabkannya.
Pemeriksaan-pemeriksaan menggunakan beberapa prosedur yang harus
dilakukan secara benar oleh dokter gigi forensik. Pemeriksaan korban meliputi
mengambil foto dari bekas gigitan, mengambil dan mempertahankan bukti saliva,
serta membuat impresi bekas gigitan. Pemerisaan untuk tersangka meliputi
pengambilan foto dan membuat cetakan gigi tersangka, sedangkan pemeriksaan
terhadap benda mati meliputi pengumpulan dan pengawetan barang bukti, benda
mati antara lain benda yang tidak tahan lama, benda yang tahan lama, pengawetan
jangka panjang, fotografi dan model. Setelah semua prosedur pemeriksaan ini
dilakukan, kemudian dilakukan analisis. Analisis dapat menggunakan beberapa
macam metode yang dianggap paling benar dan akurat, sehingga didapatkan
kejelasan yang semakin membantu penyidik untuk dapat mengidentifikasi
tersangka atau pelaku berdasarkan keunikan dari susunan gigi secara individual.
DAFTAR PUSTAKA