Pengaruh Dinamika Kelompok Sosial Terhadap Angka Kejadian Dan Penyembuhan Penyakit Tuberkulosis Paru Di Wilayah Puskesmas Mojoroto

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

ISSN 2303-1433

PENGARUH DINAMIKA KELOMPOK SOSIAL


TERHADAP ANGKA KEJADIAN DAN PENYEMBUHAN
PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH PUSKESMAS MOJOROTO

(The effect of social group dynamics of events and healing tuberculosis lung disease in
Public Health Center Mojoroto)

Pardjono, Puguh Santoso, Dyah Ika Krisnawati, Erna Susilowati, Elfi Quyumi,
Novita Setyowti

ABSTRACT
Pulmonary tuberculosis is a chronic disease that must be controlled through a
comprehensive program to achieve Indonesian Health Program in 2012. From
retrospective data recorded and reported, tuberculosis (Pulmonary Tuberculosis) is one of
the cases that should get routine examination and scheduled to visit health center. Public
Health Center activities to the TB’s patient are by promotive, preventive, rehabilitative,
and curatif coordinate with activities in the development of health centers
The purpose of this study was to determine the effect of social group dynamics of
events and healing tuberculosis lung disease in Public Health Center Mojoroto. The
population in this study is all patients who was came in Public Health Center Mojoroto
totaled 50 people. The sampling technique used is total sampling so the number of samples
taken as many as 50 people..
Analysis for the effect of social group dynamics of events and healing tuberculosis
lung disease is McNemar-Bowker Test. From the processing of the analysis statistic
obtained probability value is more than 0.05, which means there is no effect of social
group dynamics of events and healing tuberculosis lung disease in Public Health Center
Mojoroto.
The results showed no significant effect of group dynamics activity on the incidence
of tuberculosis and cure of pulmonary tuberculosis. Most of sputum examination results
before and after shown the negative result may caused by patients can not cough up
sputum well.

Keywords: tuberculosis lung disease, social group dynamics

PENDAHULUAN Tuberkulosis paru merupakan penyakit


Tuberkulosis merupakan salah satu kronis yang harus dikontrol melalui
masalah kesehatan masyarakat yang program komprehensif untuk mencapai
penting di tingkat global, regional, Indonesia sehat tahun 2012. Namun
nasional, maupun lokal. Tuberkulosis sampai tahun 2010 belum tercapai tujuan
menyebabkan 5000 kematian per hari, tersebut. Data yang dilaporkan WHO
atau hampir 2 juta kematian per tahun di Indonesia menempati urutan nomor tiga
seluruh dunia. TB, HIV/AIDS, dan setelah India dan Cina yaitu dengan angka
malaria secara bersama-sama merupakan 1,7 juta orang Indonesia. Secara teori
penyebab 6 juta kematian setiap tahun. apabila tidak diobati, tiap satu orang
Seperempat juta (25%) kematian karena penderita tuberkulosis akan menularkan
TB berhubungan dengan HIV. Insidensi pada sekitar 10 sampai 15 orang dan cara
global TB terus meningkat sekitar 1% per penularannya dipengaruhi berbagai faktor.
tahun, terutama karena peningkatan pesat Data dari Depertemen Kesehatan
insidensi TB di Afrika berkaitan dengan menyebutkan bahwa Tuberkulosis paru
komorbiditas HIV/AIDS (WHO, 2009). merupakan penyakit yang perlu mendapat

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 1 No. 1 Nopember 2012 45


ISSN 2303-1433

perhatian karena walaupun prevalensinya merupakan tugas tenaga kesehatan dalam


dapat diturunkan dari sekitar 2,9 per 1000 upaya promotif dan preventif
penduduk menjadi sekitar 2,4 per 1000 Berdasarkan gambaran diatas maka
penduduk pada akhir pelita VI, dan di perlu dibina dan dilakukan pendampingan
Jawa, Bali dan Aceh prevalensinya masih dengan memberikan pengetahuan dan
berkisar antara 6,5 sampai 6,9 per 1000 praktik tentang tata cara mencegah
penduduk. (Depkes RI, 2005). Secara penularan penyakit TBC baik dalam
Regional prevalensi TB BTA positif di keluarga maupun di masyarakat berupa
Indonesia dikelompokkan dalam 3 penyuluhan tentang perilaku sehat baik
wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera angka untuk penderita TBC maupun yang
prevalensi TB adalah 160 per 100.000 beresiko dan demonstrasi tentang cara
penduduk; 2) wilayah Jawa dan Bali pencegahan penularan penyakit TBC
angka prevalensi TB adalah 110 per tersebut.
100.000 penduduk; 3) wilayah Indonesia Dari analisis situasi tersebut diatas
Timur angka prevalensi TB adalah 210 dapat diidentifikasi permasalahan yang
per 100.000 penduduk. Khusus untuk dihadapi pada komunitas resiko tinggi
propinsi DIY dan Bali angka prevalensi tertular TBC adalah sebagai berikut :
TB adalah 68 per 100.000 penduduk. 1. Kurangnya pengetahuan tentang
Mengacu pada hasil survey prevalensi perilaku sehat khusus untuk penderita
tahun 2004, diperkirakan penurunan TBC dan kelompok resiko untuk
insiden TB BTA positif secara Nasional 3- mencegah penularan pada orang lain
4 % setiap tahunnya. 2. Belum adanya Pembinaan pada
Dari berbagai kasus penyakit yang kelompok resiko tertular penyakit TBC
ditangani oleh Puskesmas, data secara dari Dinas Kesehatan setempat.
restropektif pada buku pencatatan dan 3. Kurang adanya pengetahuan tentang
pelaporan, penyakit TBC (Tuberkulosis pengadaan dan penyediaan menu TKTP
Paru) merupakan salah satu kasus yang yang efektif dan efisien untuk
harus menjalani pemerikasaan rutin dan meningkatkan daya tahan tubuh penderita
terjadual di Puskesmas. Kegiatan TBC dan kelompok resiko
Puskesmas dalam menangani kasus TBC 4. Perlunya ketrampilan batuk efektif dan
ini dengan cara promotif, preventif, curatif postural drainase serta cara pembuangan
dan rehabilitatif sesuai dengan dahak pada penderita TBC dengan
pengembangan kegiatan yang ada di dukungan support sistem keluarga untuk
Puskesmas. mencegah keparahan dan penularan TBC
Dari hasil studi pendahuluan yang di keluarga.
telah dilakukan di Dinas kesehatan kota Salah Satu upaya tersebut adalah
Kediri, didapatkan penderita TBC dengan Dinamika Kelompok Sosial
terbanyak di wilayah kerja puskesmas dimana dalam kegiatannya akan
Sukorame, Campurejo, dan Balowerti. menghasilkan suatu itikad untuk berbuat
Pada wilayah Puskesmas Sukorame sesuatu. Kegiatannya meliputi Promkes
dengan jumlah penduduk 46.076 jiwa tentang perilaku sehat pada penderita
pada bulan Januari sampai Juni TBC, pembuangan dahak penderita,
diperkirakan 493 jiwa suspek TBC. mengajarkan batuk efetif, postural
Banyak cara untuk menurunkan drainage, pembuatan larutan desinfektan
peningkatan angka penderita TBC dan pemeriksaan BTA untuk mendeteksi
diantaranya dengan berprilaku sehat. angka kejadian TBC, dengan harapan
Berdasar wawancara dengan beberapa akan terjadi perbaikan dalam pola hidup
warga Puskesmas Sukorame semua belum pasien TBC dan keluarganya yang
mengerti secara mendetail cara merupakan resiko tinggi tertular sehingga
pencegahan penularan TBC. Masalah ini diharapkan dapat menurunkan angka

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 1 No. 1 Nopember 2012 46


ISSN 2303-1433

kejadian dan meningkatkan angka Berdasarkan tabel diatas didapatkan


penyembuhan. bahwa sebagian kecil responden (2%)
berusia 71-80 tahun dan > 91 tahun.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu 2. Berdasarkan Jenis Kelamin
cara dalam melakukan penelitian, metode
yang dipilih berhubungan erat dengan Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden
prosedur, alat serta desain penelitian yang berdasarkan Jenis Kelamin
akan digunakan (Nasir, 1995). Pada bab
ini akan dijelaskan metode penelitian yang Jenis
akan digunakan untuk menjawab tujuan No Kelamin Frekuensi Prosentase
penelitian berdasar masalah yang 1 Laki-laki 23 46%
ditetapkan antara lain desain penelitian, 2 Perempuan 27 54%
kerangka operasional, desain sampling, TOTAL 50 100%
pengumpulan dan pengolahan data, etik Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan
penelitian dan keterbatasan dalam bahwa sebagian responden (54%)
penelitian. mempunyai jenis kelamin perempuan.
Desain penelitian merupakan hasil
akhir dari suatu tahap keputusan yang 3. Berdasarkan Penderita TB Dan
dibuat oleh peneliti berhubungan dengan Kelompok Resiko Tinggi TB Paru
bagaimana penelitian bisa diterapkan Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi
(Nursalam, 2003). Dalam penelitian ini,
menggunakan desain Pre Eksperimental No Kelompok Frekuensi Prosentase
Penderita
Design dengan rancangan penelitian One
1 TB 9 18%
group pre-post test design. Dimana ciri Kelompok
dari desain ini adalah terdapat dua 2 Resti 41 82%
kelompok ekperimental yang diberi total 50 100%
perlakuan dan diadakan pengukuran pre- Responden berdasarkan penderita TB Paru
post test (Nursalam, 2003). dan Kelompok Resiko Tinggi TB Paru
HASILPENELITIAN Berdasarkan tabel di atas
A. Karakteristik Responden didapatkan bahwa sebagian besar
1. Berdasarkan Usia merupakan kelompok resiko tinggi TB
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Paru (82%) dan sebanyak 18% adalah
Responden berdasarkan usia penderita TB Paru.
Usia
No (thn) Frekuensi Prosentase 4. Berdasarkan Ada Tidaknya Gejala
1 < 10 6 12 yang Muncul
2 11-20 9 18 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi
3 21-30 6 12 Responden berdasarkan Ada Tidaknya
4 31-40 13 26 Gejala yang Muncul
5 41-50 2 4 No Gejala Frekuensi Prosentase
6 51-60 7 14 1 Ada 6 12%
7 61-70 3 6 Tidak
8 71-80 1 2 2 ada 44 88%
9 81-90 2 4 total 50 100%
10 > 91 1 2
TOTAL 50 100% Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan
bahwa sebagian besar responden (88%)
tidak muncul gejala. Semua responden

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 1 No. 1 Nopember 2012 47


ISSN 2303-1433

yang muncul gejala klinis merupakan Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa
pasien yang menjalani pengobatan OAT. hasil pemeriksaan sputum (sewaktu)
sebelum dilakukan dinamika kelompok
5. Berdasarkan Gejala yang muncul untuk hampir seluruh responden (98%)
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi adalah negatif.
Responden berdasarkan Gejala yang
Muncul D. Hasil Pemeriksaan Sputum (pagi)
Gejala Setelah Dilakukan Dinamika
yang Kelompok
No muncul Frekuensi Prosentase Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi
1 Flu 1 17% Pemeriksaan Sputum (pagi) Setelah
2 Batuk 5 83% Dilakukan Dinamika Kelompok
Total 6 100%
Hasil
No Pemeriksaan Frekuensi Prosentase
Berdasarkan tabel diatas
Sputum
didapatkan bahwa sebagaian besar
1 Positif 0 0%
responden (83%) muncul gejala batuk.
2 Negatif 50 100%
B. Hasil Pemeriksaan Sputum (pagi) Total 50 100
Sebelum Dilakukan Dinamika
Kelompok Dari tabel diatas dapat diketahui
bahwa hasil pemeriksaan sputum (pagi)
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi setelah dilakukan dinamika kelompok
Pemeriksaan Sputum (Pagi) Sebelum untuk seluruh responden (100%) adalah
Dilakukan Dinamika Kelompok negatif.

Hasil E. Hasil Pemeriksaan Sputum


No Pemeriksaan Frekuensi Prosentase
Sputum
(Sewaktu) Setelah Dilakukan
1 Positif 1 2% Dinamika Kelompok
2 Negatif 49 98% Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi
Total 50 100 Pemeriksaan Sputum (sewaktu) setelah
dilakukan Dinamika Kelompok
Dari tabel 4.5 dapat diketahui
bahwa hasil pemeriksaan sputum (pagi) Hasil
sebelum dilakukan dinamika kelompok No Pemeriksaan Frekuensi Prosentase
untuk hampir seluruh responden (98%) Sputum
adalah negatif. 1 Positif 0 0%
2 Negatif 50 100%
C. Hasil Pemeriksaan Sputum (Sewaktu) Total 50 100
Sebelum Dilakukan Dinamika
Dari tabel 4.8 dapat diketahui bahwa
Kelompok
hasil pemeriksaan sputum (sewaktu)
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi
setelah dilakukan dinamika kelompok
Pemeriksaan Sputum (sewaktu) Sebelum
untuk seluruh responden (100%) adalah
Dilakukan Dinamika Kelompok
negatif.
Hasil
No Pemeriksaan Frekuensi Prosentase
Sputum
1 Positif 1 2%
2 Negatif 49 98%
Total 50 100

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 1 No. 1 Nopember 2012 48


ISSN 2303-1433

F. Pengaruh Dinamika Kelompok dahak sewaktu hasil yang didapatkan


terhadap Angka Kejadian 100% (seluruh responden) negatif.
Tuberkulosis dan Penyembuhan Diagnosis TBC Paru (Tuberculosis)
Penyakit Tuberkulosis Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan
dengan ditemukannya BTA (Bakteri
Tabel 4.9 Pengaruh Dinamika Tahan Asam) pada pemeriksaan dahak
Kelompok terhadap Angka Kejadian secara mikroskopis hasil pemeriksaan
Tuberkulosis dan Penyembuhan Penyakit dinyatakan positif apabila sedikitnya dua
Tuberkulosis Paru di wilayah kerja dari tiga spesimen hasilnya positif. Bila
Puskesmas Sukorame Kota Kediri hanya 1 spesimen yang positif perlu
Sebelum dinamika Setelah dinamika diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu
Hasil BTA Hasil BTA foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak
Positif 1 Positif (+) 0 diulang. Kalau hasil rontgen mendukung
(+) TBC, maka penderita didiagnosis sebagai
Negatif 49 Negatif (-) 50 penderita TBC positif. Sedangkan jika
(-) hasil rontgen tidak mendukung TBC,
maka pemeriksaan dahak diulangi.
Sebelum Sesudah Sedangkan, diagnosa TB Paru BTA
Positif (+) Negatif (-) negatif, bilamana pemeriksaan 3 spesimen
Positif(+) 0 1 dahak SPS (Sewaktu Pagi dan Sewaktu)
Negatif (-) 0 49 hasilnya BTA negatif dan foto rontgen
Jumlah 0 50 dada menunjukkan gambar tuberkulosis
tidak aktif.
X2 = ([A-D] – 1)2 = ([0-1] – 1)2 Beberapa faktor yang
1 mempengaruhi hasil pemeriksaan dahak,
X2 = 9 antara lain:
Jadi harga X2 hitung = 9 1) Pengambilan bagian dahak yang
Bila dk = , taraf kesalahan 5%, chi representatif. Dari data di dapatkan
kuadrat tabel = 3,481. Bila chi kuadrat ≤ hanya 12% dari responden yang
chi kuadrat tabel Ho diterima Ha ditolak. terdapat gejala (flu dan batuk),
Perhitungan chi kuadrat hitung lebih besar sedangkan pengambilan dahak pada
dari tabel (9> 3,481). Kesimpulan, Ho anak dan orang dewasa yang tanpa
ditolak, Ha diterima. keluhan batuk lama sulit dan jarang
didapatkan diagnosis TBC.
PEMBAHASAN 2) Waktu perawatan yang tepat
A. Angka Kejadian TBC Paru Jika dalam 2 bulan, penderita
Pada pelaksanaan pemeriksaan menggunakan OAT terdapat perbaikan
dahak pagi hari sebelum dilakukan klinis akan menunjang atau memperkuat
dinamika kelompok pada responden diagnosis TBC. Dari data di dapatkan
menunjukkan bahwa hampir seluruh semua pasien (12% dari responden) yang
responden (98%) didapatkan hasil negatif, menjalani pengobatan OAT masih
begitu juga pada pemeriksaan dahak terdapat gejala (flu dan batuk).
sewaktu ( pemeriksaan dahak 2 jam Sedangkan, anggota keluarga sebanyak
setelah dahak pagi hari) hasil yang 88% tidak didapatkan gejala klinis. Untuk
didapatkan 98% (hampir seluruh itu penting memikirkan adanya suspect
responden) negatif. Setelah dilakukan TBC jika terdapat gejala yang
dinamika kelompok didapatkan hasil mencurigakan seperti dibawah ini :
pemeriksaan dahak pagi seluruh a) Mempunyai sejarah kontak erat
responden (100%) didapatkan hasil (serumah) dengan penderita TBC BTA
negatif, begitu juga pada pemeriksaan positif, b) Berat badan turun selama 3

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 1 No. 1 Nopember 2012 49


ISSN 2303-1433

bulan berturut-turut dan tidak naik dalam pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan
1 bulan meskipun sudah dengan ke 2 hasilnya masih BTA positif,
penanganan gizi yang baik (failure to pengobatan diteruskan dengan OAT (Obat
thrive), c) Nafsu makan tidak ada Anti Tuberculosis) sisipan selama 1 bulan.
(anoreksia) dengan gagal tumbuh dan Setelah paket sisipan satu bulan selesai,
berat badan tidak naik dengan adekuat, d) dahak diperiksa kembali, Pengobatan
Demam lama/berulang tanpa sebab yang tahap lanjutan tetap diberikan meskipun
jelas disertai keringat malam, e) hasil pemeriksaan ulang dahak BTA
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis masih tetap positif.
yang tidak sakit biasanya multiple B. Pengobatan ulang penderita BTA
(pembesaran kelenjar limfe di berbagai positif dengan kategori 2:
tempat) paling sering didaerah leher Jika pemeriksaan ulang dahak pada
ketiak dan lipatan paha (inguinal), f) akhir bulan ke 3 masih positif, tahap
gejala dari saluran nafas misalnya batuk intensif harus diteruskan lagi selama 1
lama lebih dari 30 hari dan nyeri dada. bulan dengan OAT sisipan, Setelah satu
Pemantauan kemajuan hasil bulan diberi sisipan dahak diperiksa
pengobatan pada orang dewasa kembali. Pengobatan tahap lanjutan tetap
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang diberikan meskipun hasil pemeriksaan
dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak ulang BTA masih positif. Bila hasil
dahak secara mikroskopis lebih baik uji kepekaan obat menunjukan bahwa
dibandingkan dengan pemeriksaan kuman sudah resisten tehadap 2 atau lebih
radiologis dalam memantau kemajuan jenis OAT,maka penderita tersebut
pengobatan. Untuk memantau kemajuan dirujuk ke unit pelayanan spesialistik yang
pengobatan dilakukan pemeriksaan dapat menangani kasus resisten. Bila tidak
spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan mungkin, maka pengobatan dengan tahap
pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan lanjutan diteruskan sampai selesai.
negatif bila ke 2 spesimen tersebut C. Pengobatan penderita BTA negatif
negative, bila salah satu spesimen positif, rontgen positif dengan kategori 3
maka hasil pemeriksaan ulang dahak (ringan) atau kategori 1 (berat) :
tersebut dinyatakan positif. Pemeriksaan Penderita TBC paru BTA negatif,
ulang dahak untuk memantau kemajuan rontgen positif, baik dengan pengobatan
pengobatan dilakukan pada : kategori 3 (ringan) atau kategori 1 (berat)
a) Akhir tahap Intensif tetap dilakukan pemeriksaan ulang dahak
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan pada akhir bulan ke 2. Bila hasil
ke 2 pengobatan penderita baru BTA pemeriksaan ulang dahak BTA positif
positif dengan kategori 1,atau seminggu maka ada 2 kemungkinan:
sebelum akhir bulan ke 3 pengobatan 1. Suatu kekeliruan pada pemeriksaan
ulang penderita BTA positif dengan pertama (pada saat diagnosis sebenarnya
kategori 2. Pemeriksaan dahak pada akhir adalah BTA positif tapi dilaporkan
tahap intensif dilakukan untuk mengetahui sebagai BTA negatif).
apakah telah terjadi konversi dahak yaitu
perubahan dari BTA positif menjadi 2. Penderita berobat tidak teratur
negatif. Seorang penderita yang diagnosa
A. Pengobatan penderita baru BTA sebagai penderita BTA negatif dan diobati
positif dengan kategori 1 : dengan kategori 3 yang hasil pemeriksaan
Akhir bulan ke 2 pengobatan sebagian ulang dahak pada akhir bulan ke 2 adalah
besar (seharusnya > 80 % ) dari penderita BTA positif harus didaftar kembali
dahak nya sudah BTA negatif (konversi). sebagai penderita gagal BTA positif dan
Penderita ini dapat meneruskan mendapat pengobatan dengan kategori 2
pengobatan dengan tahap lanjutan. jika mulai dari awal. Bila pemeriksaan ulang

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 1 No. 1 Nopember 2012 50


ISSN 2303-1433

dahak akhir tahap intensif pada penderita pada saat dua bulan setelah pengobatan,
baru dan penderita pengobatan ulang BTA pada akhir sisipan kalau ada sisipan, dan
positif, dahak menjadi BTA negatif pada bulan kelima serta keenam pada
pengobatan diteruskan ketahap lamjutan. akhir pengobatan. Di samping itu,
Bila pada pemeriksaan ulang dahak akhir pemeriksaan sputum juga dapat
pada tahap akhir intensif penderita BTA memberikan evaluasi terhadap pengobatan
negatif Rontgen positif dahak menjadi yang sudah diberikan. Sebagian besar
BTA positif, penderita dianggap gagal dan hasil pemeriksaan sputum sebelum dan
dimulai pengobatan dari permulaan sesudah dinamika kelompok dilakukan
dengan kategori 2. negatif, disebabkan beberapa faktor: 1)
b) Sebulan sebelum akhir pengobatan kesulitan untuk mengeluarkan dahak
Dilakukan seminggu sebelum ketika pasien tidak batuk produktif atau
akhir bulan ke 5 pengobatan penderita pemeriksaan dahak yang berulang-ulang ,
baru BTA positif dengan kategori 1, atau 2) Pengobatan penderita baru BTA positif
seminggu sebelum akhir bulan ke 7 dengan kategori 1. Akhir bulan ke 2
pengobatan ulang menderita BTA positif pengobatan sebagian dari penderita,dahak
dengan katagori 2 nya sudah BTA negatif (konversi).
c) Akhir pengobatan Penderita ini dapat meneruskan
Dilakukan seminggu sebelum pengobatan dengan tahap lanjutan. jika
akhir bulan ke 6 pengobatan pada pemeriksaan ulang dahak pada akhir
penderita baru BTA positif dengan bulan ke 2 hasilnya masih BTA positif,
kategori 1, atau seminggu sebelum akhir pengobatan diteruskan dengan OAT
bulan ke 8 pengobatan ulang BTA positif, sisipan selama 1 bulan. Setelah paket
dengan kategori 2. Pemeriksaan ulang sisipan satu bulan selesai, dahak diperiksa
dahak pada sebulan sebelum akhir kembali, Pengobatan tahap lanjutan tetap
pengobatan dan akhir pengobatan (AP) diberikan meskipun hasil pemeriksaan
bertujuan untuk menilai hasil pengobatan ulang dahak BTA masih tetap positif.
( sembuh atau gagal). Penderita Pemeriksaan sputum penting
dinyatakan sembuh bila penderita telah karena dengan ditemukannya kuman
menyelesaikan pengobatan secara lengkap BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dan pemeriksaan ulang dahak (follow up dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
paling sedikit 2 kali berturut-turut sputum juga dapat memberikan evaluasi
hasilnya negative (pada AP dan / atau terhadap pengobatan yang sudah
sebulan Ap, dan pada satu pemeriksaan diberikan. Tetapi, tidak mudah untuk
follow up sebelumnya ). mendapat sputum, terutama pasien yang
tidak batuk atau batuk yang non produktif.
B. Pengaruh Dinamika Kelompok Dalam hal ini dianjurkan satu hari
terhadap Angka Kejadian Tuberkulosis sebelum pemeriksaan sputum, pasien
dan Penyembuhan Penyakit dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter
Tuberkulosis Paru dan diajarkan melakukan refleks batuk.
Berdasarkan analisis data dengan Dapat juga dengan memberikan tambahan
menggunakan McNemar-Bowker Test obat-obat mukolitik eks-pektoran atau
menunjukkan tidak ada pengaruh yang dengan inhalasi larutan garam hipertonik
signifikan dinamika kelompok terhadap selama 20-30 menit. Bila masih sulit,
angka kejadian tuberkulosis dan sputum dapat diperoleh dengan cara
penyembuhan penyakit tuberkulosis paru. bronkoskopi diambil dengan brushing atau
Pemeriksaan sputum adalah terlaksana bronchial washing atau BAL (Broncho
tidaknya pemeriksaan mikroskopis dahak Alveolar Lavage). BTA dari sputum bisa
tersangka atau penderita TB paru pada juga didapat dengan cara bilasan
saat pertama kali penderita datang dan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 1 No. 1 Nopember 2012 51


ISSN 2303-1433

anak-anak karena mereka sulit Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian:


mengeluarkan dahaknya. Sputum yang Suatu Pendekatan Praktik. Edisi 6.
akan diperiksa hendaknya sesegara Jakarta: Rineka Cipta.
mungkin. Bila sputum sudah didapat. Alimul , A.(2003). Riset Keperawatan dan
kuman BTA pun kadang sulit ditemukan. Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Kuman BTA dapat ditemukan bila Salemba Medika.
bronkus yang terlibat proses penyakit ini Azwar, A. (2003). Sikap Manusia: Teori
terbuka ke luar, sehingga sputum yang Dan Pengukurannya. Yogyakarta:
mengandung kuman BTA mudah ke luar. Pustaka Pelajar, Hal 4-5, 15-17,
Tidak semua pasien memberikan sediaan 23-24, 30-38.
atau biakan sputum yang positif karena Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan Dan
kelainan paru yang belum berhubungan Perilaku Kesehatan edisi pertama.
dengan bronkus atau pasien tidak bisa Jakarta: Rineka Cipta, hal 12-15.
membatukkan sputumnya dengan baik. Nursalam, (2003). Konsep Dan
Kelainan baru jelas setelah penyakit Penerapan Metodologi Penelitian
berlanjut sekali. Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis, Dan Instrumen
Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Daftar Pustaka Salemba Medika, hal 80-220.
Arikunto, S. (2002). Manajemen
Penelitian. edisi kelima. Jakarta:
Rineka Cipta, Hal : 178-198.

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 1 No. 1 Nopember 2012 52

You might also like