Kearifan Lokal 1

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal.

54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF


BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI
PENUNJANG DAYA TARIK WISATA

Strategy for Developing Local-Based Creative Economy to Support


Tourism Attraction

Muhammad Rakib
Universitas Negeri Makassar, Jln A. P. Pettarani Kampus Gunungsari Baru,
Makassar
Email: rakib_feunm@yahoo.com

ABSTRACT

The aims of this research are to analyse local-based creative economy


to support tourism attraction and to propose strategies and programs
for localbased creative economy in traditional housing zone of Balla
Peu in Mamasa regency. The subjects of this research are government,
community, owner of the creative industry and tourists who visit
Mamasa regency. Data were collected through interviews, observation
and documentation which were then analysed through quantitative and
qualitative analysis as well as SWOT analysis. The research shows
that Balla Peu is potential to be developed as tourism attraction.
However, accessibility does not support the existence of Balla Peu as
tourism attraction. Strategies and programs that may be useful for
Balla Peu including managing the housing area (zone); enhancing the
quality of the environment; implementing programs for quality of
socio-cultural life of community; developing the quality of products of
creative industry; Encouraging the role of Local Board of Culture and
Tourism and tours and travel in promotion program; encouraging
institution for promotion and tourism information; implementing
programs for human resource development.

Keywords: Creative economy, local wisdom, tourism attraction

54
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

PENDAHULUAN
Kontribusi ekonomi kreatif dalam perekonomian dan kultur Indonesia
dengan keragaman sosio-budaya menjadi sumber inspirasi dalam
mengembangkan ekonomi kreatif di Indonesia. Keragaman sosio-budaya
Indonesia memberikan indikasi bahwa kreativitas masyarakat Indonesia
sangat tinggi. Begitu pula halnya dengan keragaman produk dari berbagai
etnis, yang menjadi factor pendukung pengembangan ekonomi kreatif.
Pengembangan ekonomi kreatif tidak terlepas dari budaya masyarakat
setempat. Pengembangan ekonomi kreatif harus berbasis budaya masyarakat
setempat. Budaya masyarakat setempat merupakan kearifan lokal yang harus
dilestarikan dan dikembangankan dalam bentuk terintegrasi dalam setiap
kegiatan pembangunan. Kearifan local dalam budaya biasa dalam bentuk
fisik dan non fisik. Kearifan local dalam bentuk fisik dan non fisik dapat
berupa produk-produk yang memiliki nilai-nilai yang bermakna seperti
kerajian, seni, kuliner, dan lain-lain.
Ekonomi kreatif bukan hanya diukur dari segi ekonomi tetapi juga
dapat diukur dari segi dimensi budaya. Dewasa ini, ide-ide kreatif yang
muncul pada dasarnya bersumber dari kearifan local daerah. Hal ini
memberikan makna bahwa kearifan lokal sangat menentukan arah
perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia.
Ekonomi kreatif yang dikembangkan dengan memperhatikan kearifan
lokal merupakan solusi alternatif yang dapat mendorong perkembangan
ekonomi kreatif untuk menjadi lebih mandiri terutama di daerah. Dimana,
daerah memiliki produk-produk yang mencerminkan budayanya masing-
masing. Hal ini merupakan potensi yang dapat dikembangkan menjadi
produk berbasis kearifan lokal yang dengan sentuhan teknologi sehingga
memiliki keunikan atau kekhasan tersendiri.
Seperti halnya kearifan lokal di Kabupaten Mamasa dapat menjadi
daya tarik wisata alternative. Berdasarkan RIPDA Provinsi Sulawesi Barat,
Kabupaten Mamasa merupakan Daerah Tujuan Wisata (DTW) dengan
potensinya sebagai salah satu pusat etnis Toraja yang tertua yang masih
menyimpan keaslian budaya Toraja dan keberadaan lokasinya terletak di
Desa Balla Tumuka Kecamatan Balla. Pola tata ruang dan gaya arsitekturnya
yang tradisional merupakan salah satu bentuk heritage/budaya yang kaya
akan nilai sejarah, filosofi, seni, dan budaya masyarakat setempat.
Oleh karena itu, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku secara
turun-temurun di wilayah atau lembang Mamasa (Kondosapata Uai
Sapalelean) dan sekitarnya harus menjadi acuan dalam pengembangannya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Desa Balla Tumuka, jumlah
55
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

kunjungan wisatawan ke kawasan permukiman tradisional Balla Peu selama


5 (lima) tahun sejak tahun 2007 sampai 2011 selalu mengalami peningkatan.
Wisatawan domestik, Asia, Eropa, Amerika dan Australia pada tahun 2011
jumlahnya berkisar 169 orang mengalami perkembangan yang cukup
signifikan pada tahun 2015 yakni 213 orang. Kunjungan wisatawan yang
paling banyak adalah wisatawan dari Eropa, kemudian wisatawan domestik
biasanya kunjungan dari kalangan pegawai pemerintah provinsi atau pusat,
siswa sekolah dan peneliti.
Dengan demikian, dalam tulisan ini akan dianalisis aspek-aspek yang
berpengaruh khususnya aspek potensi perwujudan kawasan wisata, aspek
aksesibilitas, dan aspek amenitas dalam hal keberadaannya sebagai
penunjang pariwisata pedesaan. Selanjutnya, akan dikemukakan pula strategi
dan program pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal dalam
menunjang daya Tarik wisata. Adapun tujuan penelitian ini yaitu; (1) untuk
menganalisis aspek Ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal dalam
menunjang Daya Tarik Wisata dan (2) untuk merumuskan strategi dan
program pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal di
Kabupaten Mamasa.

TINJAUAN PUSTAKA
Ekonomi Kreatif
Definisi ekonomi kreatif hingga saat ini masih belum dapat
dirumuskan secara jelas. Kreatifitas yang menjadi unsur vital dalam ekonomi
kreatif sendiri masih sulit untuk dibedakan apakah sebagai proses atau
karakter bawaan manusia. Depdag RI (2008) merumuskan ekonomi kreatif
sebagai upaya pembangunan ekonomi secara berkelanjutan melalui
kreativitas dengan iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki
cadangan sumber daya yang terbarukan.
Definisi yang lebih jelas disampaikan oleh UNDP/UNCTAD (2008)
yang merumuskan bahwa ekonomi kreatif merupakan bagian integratif dari
pengetahuan yang bersifat inovatif, pemanfaatan teknologi secara kreatif, dan
budaya. Namun demikian, ekonomi kreatif dapat dilihat dari beberapa jenis
yaitu; periklanan (advertising), arsitektur, pasar barang seni, kerajinan (craft),
desain, fesyen (fashion), video, film dan fotografi, permainan interaktif
(game) musik, seni pertunjukan (showbiz), penerbitan dan percetakan,
layanan komputer dan piranti lunak (software), televisi & radio
(broadcasting), riset dan pengembangan (R & D), dan kuliner.
Beberapa prinsip yang mendasari desa (kawasan) wisata yang dapat
dijadikan acuan dalam mengembangkan ekonomi kreatif yang merupakan
hasil penelitian atau studi dari UNDP dan WTO (1981), antara lain: (1)
Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan

56
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

di dalam atau dekat dengan kawasan, (2) Fasilitas-fasilitas dan pelayanan


tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk, salah satu bisa bekerjasama
atau individu yang memiliki, dan (3) Pengembangan kawasan wisata
didasarkan pada salah satu “sifat” budaya tradisional yang lekat pada suatu
kawasan atau atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan
kawasan sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua
atraksi tersebut.

Kearifan Lokal
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup, kearifan lokal adalah
nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Karakteristik
kearifan lokal dapat berupa bentuk warisan peradaban yang dilakukan secara
turun temurun, dianggap mampu mengendalikan berbagai pengaruh dari luar,
menyangkut nilai dan moral pada masyarakat setempat, tidak tertulisakan
namun tetap diakui sebagai kekayaan dalam berbagai segi pandangan hukum,
dan bentuk sifat yang melekat pada seseorang atau kelompok berdasarkan
pada asalnya. Salah satu kearifan local di Kabupaten Mamasa yaitu Kawasan
Permukiman Tradisional Balla Peu.
Pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan local merupakan
konsep mengembangkan potensi alam, budaya, dan tradisi yang dimiliki oleh
masyarakat setempat. Masyarakat berpartisipasi langsung di dalamnya
sehingga sedikit demi sedikit akan tercipta suatu kreativitas masyarakat
dalam mengembangkan daya Tarik wisata sebagai salah satu sumber
pendapatan dalam meningkatkan kesejahteraannya.

Daya Tarik Wisata


Dalam hal pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal,
masyarakat lokal sebagai pelaku yang menjadi aktor yang akan membangun,
memiliki dan mengelola langsung fasilitas wisata serta pelayanannya,
sehingga dengan demikian masyarakat diharapkan dapat menerima langsung
keuntungan ekonomi.
Sejalan dengan itu, dengan adanya kesadaran akan pembangunan
pariwisata yang berwawasan lingkungan yang merupakan alternative tourism
(Smith dan Eadington, 1992; Weiler dan Hall, 1992). Model pariwisata ini
mempertimbangkan pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan untuk
generasi mendatang. Termasuk pariwisata alternatif diantaranya green
tourism; soft tourism; low impact tourism; eco-tourism; responsible tourism;
appropriate tourism; sustainable tourism; dan lain-lain (Hunter dan Green,
1995).

57
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

Pembangunan di sektor kepariwisataan sangat ditentukan oleh daya


tarik wisata. Roger dan Slinn (1998) menyatakan bahwa daya tarik adalah
segala sesuatu yang terdapat pada destinasi wisata yang menjadi daya tarik
sehingga orang berkunjung ke tempat tersebut. Sejalan dengan pendapat
Crouch dan Ritchie (1999) mengemukakan bahwa daya tarik merupakan
elemen utama yang menarik dari destinasi dan merupakan motivator kunci
untuk mengunjungi destinasi. Suwantoro (2000) menjelaskan bahwa daya
tarik wisata yang melekat pada keindahan dan keunikan alam dari pencipta
yang mana terdiri atas keindahan alam (natural amenities), iklim,
pemandangan, fauna dan flora yang aneh (uncommon vegetation & animals),
hutan (the sylvan elements), dan sumber kesehatan (health centre) seperti
sumber air panas belerang, dan mandi lumpur. Selain itu, ada juga daya Tarik
wisata yang sengaja diciptakan atau dibuat oleh manusia, misalnya
monumen, candi, art gallery, kesenian, festival, pesta ritual, upacara
perkawinan tradisional, dan lain-lain.
Dengan demikian, dalam upaya mewujudkan suatu daya tarik wisata
menjadi destinasi wisata yang menarik perlu didukung oleh beberapa aspek
yaitu aspek fisik, sosial, biotis, tipologis, tata ruang, tata bangunan, budaya,
kerajinan, cerita rakyat dan upacara adat (Nuryanti, 1993). Aspek-aspek
tersebut dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu aspek potensi perwujudan
kawasan permukiman, aspek aksesibilitas, dan aspek sarana dan prasarana.
Ketiga aspek tersebut, perlu dilakukan penilaian sebagai aspek yang sangat
mendukung pengembangan daya tarik wisata khususnya ddilihat dari sektor
ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal.
Pengembangan ekonomi kreatif sangat ditentukan oleh ketiga aspek
tersebut. Aspek perwujudan kawasan permukiman berupa potensi yang
dimiliki permukiman itu sebagai pendukung terwujudnya daya tarik wisata
yang menjadi Daerah Tujuan Wisata yang menarik. Aspek aksesibilitas dapat
berupa akses informasi dan akses transportasi serta akses tempat akhir
perjalanan (terminal atau tempat parker). Sebagaimana dikemukakan oleh
Suwantoro (2000) bahwa aksesibilitas merupakan salah satu aspek penting
yang mendukung pengembangan pariwisata, karena menyangkut
pengembangan lintas sektoral, tanpa dihubungkan dengan jaringan
transportasi tidak mungkin sesuatu daya tarik wisata mendapat desetinasi
wisatawan.
Soekadijo (2003) mengungkapkan persyaratan aksesibilitas terdiri atas
akses informasi dimana fasilitas harus mudah ditemukan dan mudah dicapai,
harus memiliki akses kondisi jalan yang dapat dilalui dan sampai ke tempat
obyek wisata serta harus ada akhir tempat suatu perjalanan. Begitu pula
halnya aspek sarana dan prasarana. Spillane (2000:23) menjelaskan bahwa
fasilitas fisik (physical facility) adalah sarana yang disediakan oleh pengelola
daya tarik wisata untuk memberikan pelayanan atau kesempatan kepada
58
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

wisatawan menikmatinya. Dengan tersedianya sarana maka akan mendorong


calon wisatawan untuk berkunjung dan menikmati daya tsrik wisata dengan
waktu yang relatif lama. Dengan demikian, dapat membelanjakan uangnya
lebih banyak.

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Lokasi penelitian ini yaitu Kawasan Permukiman Tradisional
Balla Peu di Kabupaten Mamasa. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Subyek penelitian ini yaitu pemerintah,
masyarakat, pemilik usaha industri kreatif, dan wisatawan. Teknik
pengumpulan data digunakan yaitu wawancara, observasi, dan Dokumentasi.
Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan
kualitatif dan analisis SWOT.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil analisis penilaian aspek potensi pengembangan
ekonomi kreatit berbasis kearifan local dalam menunjang daya tarik wisata,
menunjukkan bahwa aspek perwujudan kawasan permukiman tradisional
dengan nilai rerata yaitu 4,5 (sangat mendukung) dan aspek aksesibilitas
dengan nilai rerata yaitu 2,0 (kurang mendukung) serta aspek sarana dan
prasarana dengan nilai rerata yaitu 2,5 (cukup mendukung). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 1. Hasil Penilaian Aspek-aspek Penunjang Pengembangan Ekonomi


Kreatif

No Aspek Nilai Kategori


1 Potensi 4,5 Sangat
Perwujudan mendukung
Kawasan
Wisata
2 Aksesibilitas 2,0 Kurang
mendukung
3 Infrastruktur 2,5 Cukup
mendukung
Total Jumlah 9,0 -
Rerata 3,0 Cukup
mendukung

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa jumlah nilai rerata yang diperoleh


yaitu 3,0 Ini berarti aspek-aspek yang menunjang pengembangan ekonomi
59
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

kreatif berbasis kearifan lokal dalam menunjang daya tarik wisata di


Kabupaten Mamasa cukup mendukung dalam pengembangan ekonomi
kreatif berbasis kearifan lokal tersebut.

Lingkungan Eksternal
Berdasarkan analisis SWOT khususnya Peluang yang dapat menjadi
potensi dan dapat pula menjadi ancaman dalam pengembangan ekonomi
kreatif berbasis kearifan lokal dalam menunjang Daya Tarik Wisata, yaitu;
(1) Adanya ketetapan Kabupaten Mamasa sebagai Daerah Tujuan Wisata
(DTW) dalam Rencana Induk Pembangunan Daerah (RIPDA) Provinsi
Sulawesi Barat, (2) Adanya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan
domestic dan mancanegara dari tahun ke tahun, (3) Memiliki daya saing yang
tinggi dengan daerah lain yang memiliki aktraksi wisata yang sejenis, dan (4)
Adanya teknologi yang memudahkan para calon wisatawan dalam
memperoleh informasi tentang Daerah Tujuan Wisata (DTW).
Ancaman (treats) yang dimiliki Kawasan Permukiman Tradisional
Balla Peu, yaitu: (1) Kondisi daerah yang dinilai rawan terhadap bencana
alam (kelerengan), (2) Adanya persamaan karakteristik budaya dengan
daerah lain khususnya Tana Toraja dan Toraja Utara sebagai tempat wisata
yang berakibat pada tingkat daya saing wisata, (3) Sarana dan prasarana
transportasi masih kurang memadai sehingga akses yang masih sulit
dijangkau, dan (4) Belum adanya sistem informasi di Kabupaten Mamasa
yang berorientasi pada profil kawasan yang bersifat promosi wisata terhadap
keberadaan permukiman tradisional Balla Peu di Kabupaten Mamasa.

Lingkungan Internal
Selain lingkungan eksternal, lingkungan internal juga merupakan
bagian pokok dalam analisis SWOT yang menguraikan berbagai dampak
yang akan timbul dari dalam yaitu kekuatan dan kelemahan kawasan
permukiman tradisional Balla Peu. Hal tersebut, sangat mempengaruhi
pengembangan ekonomi kreatif sebagai penunjang Daya Tarik Wisata
tersebut. Terdapat poin pokok mengenai kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses) yang dimiliki Kawasan Permukiman Tradisional Balla Peu,
sebagaimana diuraikan berikut ini.
Kekuatan (Strengths). Kekuatan yang dimiliki Kawasan Permukinan
Tradisional Balla Peu meliputi; (1) Memiliki keindahan dan panorama alam
yang alami dan eksotis, (2) Memiliki upacara adat bernuansa ritual, (3)
Keunikan budaya masyarakat setempat, (4) Keberadaan aktrasi wisata yang
masih alami dengan ciri khas daerah, (5) Memiliki rumah tradisional dengan
arsitektur yang unik dan berkarakter, (6) Memiliki produk industri kreatif
yang unik khususnya industri kerajinan rakyat, (7) Jarak wilayah dekat dari

60
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

ibukota kabupaten, dan (8) Adanya Kebijakan pemerintah dan dukungan


masyarakat setempat sangat besar dalam pengembangan wisata.

Tabel 1. Analisis SWOT Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan


Lokal dalam Menunjang Daya Tarik Wisata di Kabupaten
Mamasa

Kekuatan (Strengths) Kelemahan


 Memiliki keindahan dan
FAKTOR (Weaknesses)
panorama alam yang  Infrastuktur
INTERNALalami dan eksotis transportasi sangat
 Memiliki upacara adat terbatas
bernuansa ritual  Akses menuju lokasi
 Keunikan budaya masih sulit dijangkau
masyarakat setempat.  Fasilitas wisata yang
 Keberadaan aktrasi masih terbatas bahkan
wisata yang masih alami belum ada
dengan ciri khas daerah  Infrastruktur
 Memiliki rumah permukiman yang
tradisional dengan masih terbatas
arsitektur yang unik dan  Keterbatasan anggaran
berkarakter. dari pemerintah daerah
 Memiliki produk dalam mengembangkan
industri kreatif yang aktraksi wisata
unik khususnya industri  Kebijakan pemerintah
kerajinan rakyat. daerah yang kurang
memanfaatkan potensi
 Jarak wilayah dekat dari
wisata yang ada.
ibukota kabupaten.
 Pengelolaan daya tarik
FAKTOR  Adanya kebijakan
wisata dari pemerintah
pemerintah dan
EKSTERNAL dan swasta belum ada.
dukungan masyarakat
 Promosi wisata belum
setempat sangat besar
dilaksanakan secara
dalam pengembangan
maksimal
wisata.
 Tourist Information
Center (TIC) tidak
tersedia
 Fasilitas
telekomunikasi dalam
kawasan permukiman
tradisional masih
terbatas

Peluang (Opportunity) Strategi (SO) Strategi (WO)

61
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

 Adanya ketetapan Pertahankan dan Tingkatkan dan


Kabupaten Mamasa Kembangkan Kembangkan
sebagai Daerah Tujuan
Wisata (DTW) dalam
Rencana Induk
Pembangunan Daerah
(RIPDA) Provinsi
Sulawesi Barat.
 Adanya peningkatan
jumlah kunjungan
wisatawan domestic dan
mancanegara dari tahun
ke tahun.
 Memiliki daya saing
yang tinggi dengan
daerah lain yang
memiliki aktraksi wisata
yang sejenis.
 Adanya teknologi yang
memudahkan para calon
wisatawan dalam
memperoleh informasi
tentang Daerah Tujuan
Wisata (DTW).
Ancaman (Treats)
 Kondisi daerah yang
dinilai rawan terhadap
bencana alam
(kelerengan)
 Adanya persamaan
karakteristik budaya
dengan daerah lain
khususnya Tana Toraja
dan Toraja Utara sebagai
Strategi (ST) Strategi (WT)
tempat wisata yang
Pertahankan dan Atasi Tingkatkan dan Atasi
berakibat pada tingkat
daya saing wisata.\
 Infrastruktur transportasi
masih kurang memadai
sehingga akses yang
masih sulit dijangkau,
dan
 Belum adanya sistem
informasi di Kabupaten
Mamasa.

62
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

Kelemahan (Weaknesses). Adapun kelemahan kawasan permukiman


tradisional Balla Peu yaitu; (1) Keterbatasan infrastruktur transportasi, (2)
Akses menuju lokasi masih sulit dijangkau, (3) Fasilitas wisata yang masih
terbatas bahkan belum ada, (4) Sarana dan prasarana permukiman yang masih
terbatas, (5) Keterbatasan anggaran dari pemerintah daerah dalam
mengembangkan aktraksi wisata, (6) Keterbatasan sumberdaya manusia, (7)
Belum adanya pengelolaan daya tarik wisata, (8) Belum maksimalnya upaya
promosi, (9) Belum tersedianya Tourist Information Center (TIC), dan (10)
Keterbatasan fasilitas telekomunikasi dalam kawasan lokasi studi.

Strategi dan Program Pengembangan Ekonomi Kreatif


Strategi pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan local dalam
menunjang Daya Tarik Wisata pada Kawasan Permukiman Balla Peu
meliputi: (1) Strategi SO (Strength Opportunity) yaitu strategi yang
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, menghasilkan strategi
pengembangan aksesibilitas dan infrastruktur, (2) Strategi ST (Strength
Threat) yaitu strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi
ancaman, menghasilkan strategi pengembangan ekonomi kreatif berbasis
kearifan lokal dalam menunjang Daya Tarik Wisata yang berkelanjutan, (3)
Strategi WO (Weakness Opportunity) yaitu strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang, menghasilkan strategi
pengembangan promosi wisata, dan (4) Strategi WT (Weakness Threat) yaitu
strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
menghasilkan strategi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Adapun program pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan
local dalam menunjang Daya Tarik Wisata pada Kawasan Permukiman
Tradisional Balla Peu di Kabupaten Mamasa meliputi:
1) Program Pengembangan dari Strategi SO (Strengths – Opportunities)
Dari strategi SO (Strategi Pengembangan Aksesibilitas dan
infrastruktur) dirumuskan program penataan Kawasan Permukiman
Tradisional Balla Peu di Kabupaten Mamasa. Ada beberapa program yang
dimaksud sebagaiman dijelaskan berikut ini.
Pembangunan dan peningkatan sarana prasarana kawasan wisata.
Untuk menunjang tumbuh dan berkembangnya kawasan sebagai Daya Tarik
Wisata. Aspek infrastruktur juga menjadi kebutuhan untuk melayani
wisatawan. Adapun sarana yang sudah ada di lokasi studi namun masih perlu
untuk ditingkatkan yaitu kios makan dan minum, tempat parkir kios/rumah
makan, serta WC umum. Dan sarana yang belum ada di lokasi studi antara
lain; hotel/ penginapan, pintu gerbang kawasan, pos keamanan, Pos P3K,
toko cendramata, galeri, tempat pementasan atraksi wisata, restauran, tourist
information center, dan shelter.

63
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

Sementara prasarana yang sudah ada di lokasi studi antara lain;


jaringan listrik, air bersih, dan telekomunikasi di luar kawasan (ibukota
kabupaten). Sedangkan prasarana yang belum ada di lokasi studi antara lain;
fasilitas kesehatan, fasilitas ibadah, fasilitas keamanan, dan telekomunikasi di
dalam kawasan permukiman.
Pembangunan dan peningkatan jalan (aksesibilitas). Aksesibilitas juga
merupakan aspek yang berpengaruh dalam tumbuh dan berkembangnya
kawasan dalam memberikan kemudahan dan kelancaran aktivitas. Lokasi
studi berdasarkan aspek aksesibilitasnya memiliki akses yang rendah dalam
arti masih sulit dijangkau. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan sarana dan
prasarana transportasi yang ada seperti; kualitas jalan raya dari ibukota
kabupaten ke lokasi studi, lebar badan jalan yang belum atau tidak sesuai
dengan standar jalan raya dan jalan akses, keterbatasan rambu lalu lintas dan
marka jalan, serta jenis angkutan menuju lokasi studi masih sangat terbatas.
2) Program Pengembangan dari Strategi ST (Strengths – Treats)

Program pengembangan dari strategi ST yaitu strategi pengembangan


ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal berkelanjutan. Konsep
pengembangan berkelanjutan adalah proses pengembangan potensi ekonomi
kreatif yang tidak mengesampingkan sumber daya yang dimiliki untuk
pengembangan di masa yang akan datang. Untuk itu pengembangan kawasan
permukiman tradisional Balla Peu tetap memperhatikan aspek penting yaitu
keberlanjutan ekonomi, lingkungan fisik kawasan, serta budaya sebagai
sumber daya yang penting dalam pengembangan kepariwisataan. Adapun
program pengembangan yang dapat dilakukan, sebagaimana dijelaskan
berikut ini.
Peningkatan Kualitas Lingkungan. Lingkungan merupakan faktor yang
sangat vital dalam pengembangan pariwisata. Kerusakan lingkungan yang
diakibatkan karena pariwisata akan memerlukan waktu yang sangat lama
untuk dikembalikan seperti sediakalanya. Terdapat beberapa program
pelaksanaan yang dapat dilakukan dalam mencegah timbulnya kerusakan
lingkungan yaitu: (1) Budaya bersih lingkungan. Membangun budaya
masyarakat yang ramah lingkungan yang dapat dilakukan melalui tindakan
pengawasan, pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup baik dari unsur
pemerintah maupun masyarakat. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh unsur
pemerintah adalah mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup kepada masyarakat
dan industri, termasuk larangan dan sangsi bagi siapa saja yang jelas-jelas
melakukan perusakan lingkungan. Sedangkan dari unsur masyarakat
pemberdayaan pengelolaan lingkungan, (1) Aturan yang tegas dari
pemerintah bagi pengelolaan lingkungan. Mengadakan berbagai penyuluhan
kepada masyarakat dalam upaya membangun dan meningkatkan kesadaran
64
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

masyarakat akan pentingnya budaya ramah lingkungan. Penyuluhan perlu


dilakukan secara terus menerus secara langsung maupun tidak langsung
melalui media massa baik media massa cetak maupun media massa
elektronik., (3) Membangun sistem daur ulang sampah organik dan non
organik sehingga dapat mengurangi pencemaran, (4) Reboisasi dan
pemeliharaan. Secara umum pemeliharaan diharapkan dilakukan secara
berkelanjutan dan efektif artinya menyediakan sarana penunjang untuk
menjaga kebersihan lingkungan seperti tempat sampah organik dan non
organik. Kerja bakti atau gotong royong dapat dilakukan oleh masyarakat
atau stakeholder lainnya merupakan sebuah bentuk tanggung jawab
masyarakat pada alam. Hal ini dapat digunakan sebagai salah satu ajang
edukasi pada daya tarik yang ada. Reboisasi yang dimaksudkan adalah
memberikan peremajaan dan penanaman kembali pada lahan atau pohon
yang telah mengalami kerusakan.
Peningkatan Kualitas Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat di Kawasan Permukiman Balla Peu
harus dapat semakin ditingkatkan guna terwujudnya suatu peningkatan
kualitas kehidupan sosial budaya masyarakat. Hal-hal yang perlu dilakukan
antara lain: (1) Menjadikan budaya lokal sebagai daya tarik wisata. Budaya
merupakan suatu hal yang terpenting bagi pariwisata di kawasan permukiman
tradisional Balla Peu karena di wilayah Kabupaten Mamasa terdapat
beraneka ragam budaya dengan keunikan dan kekhasannya masing-masing
yang diharapkan mampu menjadi daya tarik utama bagi pariwisata di wilayah
tersebut. Budaya yang dimaksudkan adalah tradisi dan adat yang
mencerminkan sikap dan tingkah laku masyarakat yang sangat ramah dalam
menerima kunjungan dari wisatawan; (2) Penyesuaian aturan kehidupan adat
istiadat masyarakat dengan perkembangan waktu.
Kehidupan sosial masyarakat di lokasi studi diatur dalam adat istiadat.
Aturan ini sudah semestinya disesuaikan dengan perkembangan zaman
namun tidak mengubah nilai dasar dari adat-istiadat tersebut. Dalam arti
bahwa kehidupan sosial yang diatur dalam adat-istiadat tersebut tidak lagi
mengatur secara ekstrim atau otoriter namun semakin fleksibel demi
perkembangan kehidupan sosial masyarakat di kawasan tersebut; (3)
Penyelenggaraan even-even kebudayaan. Kawasan permukiman tradisional
Balla Peu merupakan suatu kawasan yang memiliki potensi yang sangat
besar. Potensi tersebut akan semakin sempurna pemanfaatannya jika
dikombinasikan dengan adanya even-even kebudayaan yang dapat
meningkatkan kunjungan wisatawan. Even kebudayaan yang dimaksudkan
adalah malam kesenian dan pagelaran seni budaya yang memiliki nilai
estetika tinggi; dan (4) Peningkatan Perekonomian Masyarakat. Manfaat yang
diperoleh dari pengembangan daya tarik wisata baik secara langsung maupun
tidak langsung akan membuka kesempatan kerja dan kesempatan berusaha
65
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

bagi usaha jasa wisata yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat. Manfaat yang dirasakan masyarakat bagi
pengembangan kepariwisataan akan mengubah tingkat perekonomian
masyarakat setempat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain: (1) Pemerintah
membantu memberikan kemudahan untuk mendapatkan pinjaman modal
usaha kepada masyarakat yang ingin membuka usaha. Hal ini agar secara
tidak langsung dapat merangsang minat masyarakat untuk berwirausaha
khususnya kepada masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap; (2)
Pemerintah dan para pelaku pariwisata bekerja sama untuk memberikan
pemahaman dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai usaha apa saja yang
bisa dilakukan untuk menangkap peluang yang ada; dan (3) Memberikan
pembinaan dan pelatihan kepada masyarakat agar mereka dapat menjadi
pemandu/guide bagi wisatawan yang datang dan berbagai peluang lainnya
yang perlu digali secara terus menerus namun tetap memperhatikan aspek
keberlanjutan sumber daya.

3) Program Pengembangan dari Strategi WO (Weaknesses – Opportunities)


Program yang dapat dilakukan dalam mempromosikan kawasan
permukiman tradisional Balla Peu di Kabupaten Mamasa yang dapat
dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mamasa.
Adapun upaya peningkatan promosi pariwisata melalui: (1) Promosi
pariwisata dengan memanfaatkan teknologi informasi baik melalui media
cetak maupun media elektronik. Promosi media elektronik dilakukan dengan
memanfaatkan teknologi informasi yaitu internet dengan membuat website
resmi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Mamasa. Promosi
dengan media cetak bisa dilakukan dengan program percetakan brosur,
leaflet, booklet dan sejenisnya secara regular setiap tahun yang disebarkan
kepada masyarakat, wisatawan dan pengusaha industri pariwisata; (2)
Melakukan perjalanan promosi pariwisata baik yang dilakukan didalam
daerah, luar daerah maupun luar negeri; (3) Kerjasama dengan Biro
Perjalanan Wisata (BPW). Biro perjalanan wisata adalah perusahaan yang
menyelenggarakan kegiatan paket wisata dan agen perjalanan. Sesuai dengan
bidang usahanya, maka pihak Biro Perjalanan Wisata mempunyai akses besar
dan memiliki kemampuan yang profesional dalam mempromosikan produk
ekonomi kreatif kepada wisatawan baik wisatawan domestik maupun
mancanegara. Kemampuan di dalam melayani kebutuhan dan keinginan
konsumen akan memengaruhi keputusan wisatawan dalam melakukan
perjalanan wisata; dan (4) Penyediaan Tourist Information Center (TIC).
Penyediaan Tourist Information Center (TIC) sebagai salah satu solusi untuk
membantu wisatawan dalam mencari segala informasi kepariwisataan
khususnya kepariwisataan Kabupaten Mamasa.
66
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

4) Program Pengembangan dari Strategi WT (Weaknesses Threats)


Program pengembangan dari strategi WT yaitu peningkatan Sumber
Daya Manusia. Para ahli pariwisata menyatakan bahwa “tourism is high-
touch, high-tech and high involvement industry where is the people who make
the difference”. Oleh Karena itu, penyiapan sumber daya manusia
kepariwisataan harus menjadi perhatian utama. Langkah-langkah peningkatan
sumber daya manusia tentunya dilakukan dari dua sisi yaitu kuantitas dan
kualitas. Kuantitas sumber daya manusia harus dipersiapkan dalam rangka
mengantisipasi kecenderungan berubahnya jumlah wisatawan. Di sisi lain
unsur kualitas sumber daya manusia harus mampu mengakomodasikan
beragam trend karakteristik wisatawan yang semakin berkembang.

Tabel 2. Strategi dan Program Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis


Kearifan Lokal dalam Menunjang Daya Tarik Wisata pada di
Kabupaten Mamasa
No. SWOT Strategi Program
1 SO Strategi Pengembangan Penataan kawasan permukiman
Aksesibilitas dan tradisional Balla Peu.
Infrastruktur
2 ST Strategi Pengembangan  Peningkatan kualitas produk
Potensi Ekonomi Kreatif barang dan jasa berbasis
berkelanjutan kearifan local sebagai
penunjang sektor
kepariwisataan
 Peningkatan kualitas
kehidupan sosial budaya
masyarakat lokal
Peningkatan perekonomian
masyarakat
3 WO Strategi Pengembangan  Promosi oleh Dinas
Promosi Ekonomi Pariwisata dan Dinas
Kreatif di bidang Perdagangan dan Usaha Kecil
kepariwistaan Kabupaten Mamasa
 Kerjasama dengan Biro
Perjalanan Wisata
 Pengadaan Tourist
Information Center
4 WT Strategi Pengembangan Peningkatan Sumber Daya
SDM Manusia

67
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

KESIMPULAN
Aspek pengembangan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal dalam
menunjang daya Tarik wisata pada kawasan permukiman Balla Peu meliputi;
Aspek potensi perwujudan kawasan permukiman sangat mendukung seperti
upacara adat, kesenian, bentuk kerajinan rakyat, cerita rakyat, keindahan
alam, dan keanekaragaman flora dan fauna. Akan tetapi terdapat pula
permasalahan pokok yang menjadi kelemahan dan ancaman, meliputi; aspek
infrastruktur di bidang pariwisata yang masih terbatas bahkan sebagian belum
tersedia, Sedangkan, aspek aksesibilitas yang rendah akibat dari kondisi jalan
yang kurang-tidak baik, keterbatasan fasilitas di lingkungan permukiman;
keterbatasan infrastrukur transportasi menuju lokasi studi, serta belum
maksimalnya upaya promosi dan belum tersedianya Tourist Information
Center (TIC).
Strategi dan program pengembangan Ekonomi Kreatif yang perlu
dilakukan di kawasan permukiman tradisional Balla Peu, meliputi: (a)
Penataan kawasan permukiman tradisional Balla Peu, (b) Peningkatan
Kualitas Lingkungan, Peningkatan Kualitas Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat, Peningkatan kualitas produk-produk industry kreatif, (c)
Peningkatan promosi wisata oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Mamasa, Kerjasama dengan Biro Perjalanan Wisata (BPW),
Penyediaan Tourist Information Center (TIC), dan (d) Peningkatan sumber
daya manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Crouch, G.I, dan Ritchie, J R.B. 1999. Destination Competitiveness an the
Role of the Tourism Enterprise. Proceeding in the Fouth Annual
Business Conress. Istambul Turkey 13-16 July 1999, p. 43-48.
Depdag RI. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025.
Departemen Perdagangan Republik Indonesia.
Hunter, C. and Green, H. 1995. Tourism and the Environment: a Sustainable.
Relationship. Routledge, London.
Nuryanty, W.. 1993. Concept, Perspektive and Challenges. Makalah
konfrensi Internasional Mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta:
UGM Press.
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat No. 15 Tahun 2008 tentang
Destinasi Kabupaten Mamasa Unggulan Pariwisata di Sulawesi Barat.
Roger, Anthea and Judy Slinn. 1998. Tourism Management of Facilities.
London: Pitman Publishing.
Smith and Eadington. 1992. Tourism and Alternatives. University of
Pennsiylvania. Press. Philadelphia.

68
Jurnal Kepariwisataan, Volume 01, No. 02 Agustus 2017. Hal. 54 – 69
ISSN 2580-7803 (print), 2580-5681 (online)
POLITEKNIK PARIWISATA MAKASSAR

Soekadijo, R.G. 2000. Anatomi Pariwisata. Jakarta: Gramedia Pustaka


Umum.
Spillane, James. 2000. Ekonomi Pariwisata: Sejarah dan Prospeknya.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Suwantoro, G. 2000. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup kepada masyarakat dan industrI.
UNDP/UNCTAD. 2008. Creative Economy, Report 2008. Geneva-New
York: UNDP, UNCTAD.
UNDP dan WTO. 1981. Tourism Development Plan for Nusa Tenggara,
Indonesia. Madrid: World Tourism Organization.
Weiler, B., dan C. M. Hall. 1992. Special Interest Tourism.

69

You might also like