Pergulatan Politik Identitas Partai-Partai Politik Islam: Studi Tentang PAN, PKB Dan PKS

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

MADANI

Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan


Vol 11 No 2 (2019): Agustus 2019
(P-ISSN 2085 - 143X) (E-ISSN 2620 - 8857)

Pergulatan Politik Identitas Partai-partai Politik Islam:


Studi tentang PAN, PKB dan PKS
Yeby Ma’asan Mayrudin
yeby.mayrudin@gmail.com
M. Chairil Akbar
chairilakbar.set@gmail.com
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Abstract
This study seeks to conduct a critical analysis of the vision and practice of Political
Islam held by the leading Islamic parties in Indonesia, the National Mandate Party (PAN), the
National Awakening Party (PKB) and the Prosperous Justice Party (PKS). Strategy and the
methods adopted by the three parties are not always based linearly with Islamic style. The
analysis will be directed at explaining their adaptive actions and changes in response to the
concrete political realities and developments. Political Islam will be placed in the context not
only in terms of identity and ideological elements but also in its intersection with efforts to
achieve the targets of political power and success in general elections both in a short-term
and a long term.
The authors believe that the theme of Political Islam is very interesting after observing
the phenomenon of national politics especially since 2017. Strengthened Islamic identity
sentiment over the past two years through the National Movement of Guarding MUI Fatwa or
GNPF-MUI has undeniably attracted more public attention. Political mobilization against the
case of blasphemy by the Governor of Jakarta at that time had opened crucial political spaces.
Thus, the struggle for identity politics in Indonesia has become more dynamic and further
study or research is highly needed. The development of the Islamic party in Indonesia to a
certain degree shows the irony and paradox.

Keywords: Political Islam, Islamic Party, Identity Politics, Election

169 I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

Pendahuluan organisasi tersebut. Meskipun demikian,


Artikel ini membahas tentang kedua organisasi tersebut, berujar bahwa
bagaimana fragmentasi partai-partai mereka tidak memiliki hubungan
politik Islam merupakan penegasan organisatoris dengan partai-partai yang
politik identitas dari sub-kultur yang dibentuknya. Hubungan yang ada, hanya
menyertainya. Agnes Heller memaknai bersifat inisiator dan aspirator. Pada
politik identitas sebagai konsep dan akhirnya, NU memfasilitasi berdirinya
gerakan politik yang fokus perhatiannya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan
adalah “perbedaan” sebagai suatu yang Muhammadiyah memfasilitasi pendirian
khas. Identitas agama dimaknai sebagai Partai Amanat Nasional (PAN).2 Selain
kekuatan politik atau alat legitimasi atas itu, ada juga gerakan keagamaan yang
dasar normativitas doktrinal transenden. biasa disebut dengan istilah gerakan
Di samping itu, identitas keagamaan tarbiyah, yang pada 1999 mendirikan
menjadi simbolisasi praktik-praktik Partai Keadilan. Gerakan tarbiyah
politik dan juga implementasinya1 untuk merupakan inisiasi dari para aktifis
merangkul simpati dari pengikutnya. muda Muslim yang awalnya
Pasca runtuhnya Orde Baru, memfokuskan gerakannya hanya pada
muncul fenomena kelahiran partai-partai lingkup kampus.
politik baru yang menarik untuk Secara kasat mata, jelas bahwa
dicermati. Salah satunya adalah partai-partai politik Islam mengandalkan
fenomena kelompok atau organisasi simbolisasi Islam dalam menggalang
keagamaan –khususnya Islam– yang pemilih didasarkan atas hubungan
mendorong pendirian partai-partai emosional keagamaan tersebut.
politik. Organisasi keagamaan Islam itu Simbolisasi Islam menurut Azyumardi
adalah NU dan Muhammadiyah, yang Azra diharapkan menjadi “lem perekat”
berusaha mengambil peran politik. Akan antara partai dengan pemilih.3
tetapi, tidak kemudian mengkonversi Sehubungan dengan itu, ternyata kunci
organisasinya berubah atau menjadi 2 Sigit Pamungkas, Partai Politik: Teori dan
partai politik, melainkan kedua Praktik di Indonesia (Yogyakarta: Institute for
Democracy and Welfare: 2012), h. 141-142.
organisasi itu memfasilitasi pendirian 3 Azyumardi Azra juga menyatakan hal yang

sama, yaitu “memanfaatkan simbolisme agama


partai politik sebagai bagian dari politik sebagai perekat massa.” Lihat Azyumardi Azra,
Islam Substantif: Agar Umat Tidak Jadi Buih
1 Ubed Abdillah S., Politik Identitas Etnis: (Jakarta: Mizan, 2000), h. 151. Selaras dengan itu,
Pergulatan Tanda Tanpa Identitas (Magelang: lihat juga M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik
IndonesiaTera, 2002), h. 16 dan 67. di Indonesia: Sebuah Pasang Surut, h. 204.

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I 170
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

kekuatan partai menurut O’Donnell dan misalnya masyarakat Amerika Serikat


Scmitter terletak pada kemampuannya yang dikenal sebagai negara “liberal”
mengartikulasikan simbol-simbol hampir selalu memiliki perasaan
identitas partai seperti melalui nama, kedekatan dengan kelompok keagamaan
ideologi, program, dan lambang yang tertentu dan mereka memiliki tingkat
menyatukan antara partai dengan keterlibatan keagamaan yang jauh lebih
pemilih.4 Oleh sebab itu, kemampuan luas dibandingkan dengan keterlibatan
mengartikulasikan menjadi pokok dalam politik.7
penentu dalam meraih dukungan dari Dalam tulisan ini, tim penulis hendak
pemilih. memahami serta menggali lebih dalam
Eickelman dan Piscatori kemampuan partai-partai politik Islam8
berpendapat bahwa Islam telah menjadi seperti PAN, PKB dan PKS yang
kekuatan dalam konstruksi relasi kuasa, memanfaatkan sentimen identitas
sehingga seringkali dimanfaatkan dalam keagamaan dan sebagai penegasan
membangun legitimasi politik. Di politik identitas dari masing-masingnya
samping itu, simbolisasi Islam dinilai dalam berkompetisi di arena elektoral.
efektif sebagai instrumen mobilisasi
dukungan.5 George M. Marsden
7 Dan keterlibatan yang luas ini diperkirakan
memiliki pengaruh yang berarti. Namun, ini
menyatakan bahwa “Agama tetap bukan sekadar luasnya keterlibatan yang
membuat Kellstendt memperkirakan terdapat
merupakan salah satu indikator terbaik pengaruh agama atas politik. Institusi-institusi
keagamaan, dan khususnya gereja-gereja,
terhadap perilaku politik [memilih]. berperan sebagai “organisasi perantara dalam
politik, jalinan organisasi-organisasi yang berdiri
Agama mempunyai banyak hubungan di antara individu-individu warga negara dan
dengan politik. Karena agama institusi-institusi pemerintahan” Lihat Lyman A.
Kellstendt, “Pentingkah Agama dalam Studi
membentuk dan memperkuat visi-visi tentang Perilaku dan Sikap Pemilih?” dalam
David C. Leege dan Lyman A. Kellstendt ed.,
moral.”6 Argumen bahwa agama itu Agama dalam Politik Amerika: Rediscovering the
Religious Factor in American Politics. Penerjemah
penting pastilah tidak mengejutkan, Ahmad Baiquni (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2006), h. 423-424.
4 Guillermo O’Donnell, Phillippe C. Scmitter dan 8 Partai politik Islam dicirikan dengan
Laurence Whitehead, Transisi Menuju Demokrasi: karakteristik sebagai partai yang memakai asas
Rangkaian Kemungkinan dan Ketidakpastian. Islam, menggunakan simbol formal Islam, dan
Penerjemah Nurul Agustina (Jakarta: LP3S, memiliki konstituen besar dari kalangan Muslim.
1993), h. 94. Jadi, PAN dan PKB yang notabene memiliki basis
5 Eickelman, Dale F. dan Piscatori, James. Ekspresi utama dari konstituen Muslim merupakan partai
Politik Muslim. Penerjemah Endi Haryono dan politik Islam. Lihat Azyumardi Azra, “Reposisi
Rahmi Yunita (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, Hubungan Agama dan Negara: Merajut
1998), h. 4-5. Kerukunan Antarumat,” dalam Idris Thaha,
6 George M. Marsden, Agama dan Budaya Demokrasi Religius: Pemikiran Politik Nurcholis
Amerika. Penerjemah B. Dicky Soetadi (Jakarta: Madjid dan M. Amien Rais (Jakarta: Teraju, 2005),
Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 148-150. h. 203

171 I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

Akar Historis Lahirnya PAN, PKB dan kelas menengah-atas terdidik kota, dan
PKS terutama pengikut Muhammadiyah.9
Fenomena berdirinya partai- Bahkan Bambang Cipto, menyatakan
partai politik Islam pasca tumbangnya bahwa “Urbanisme partai [PAN]
rejim Orde Baru begitu beragam dan didukung oleh komunitas
cenderung terfragmentasi. Pada titik ini, Muhammadiyah yang secara tak
terlihat bahwa para elit politiknya coba terelakkan menjadi backbone partai.”10
menghidupkan sentimen identitas Secara resmi, Muhammadiyah
keagamaan masing-masing sebagai memang tidak memiliki kaitan dengan
penegasan politik identitas yang melekat PAN. Relasi di antara keduanya
pada diri mereka. Berikut di bawah ini dijembatani oleh Amien Rais yang
catatan tentang akar historis lahirnya pernah menjadi Ketua Umum
tiga partai politik Islam menjelang Muhammadiyah. Muhammadiyah sendiri
pemilu 1999, yaitu PAN, PKB dan PKS memilih untuk tidak terlibat dalam
(pada pemilu 1999, bernama PK/Partai politik kepartaian. Pengganti Amien Rais,
Keadilan). Buya Syafi’i Ma’arif, menyatakan bahwa
1. PAN Muhammadiyah sebagai organisasi
Partai Amanat Nasional (PAN) keagamaan tetap menjaga jarak dengan
dideklarasikan pada 23 Agustus 1998. dunia politik, namun organisasi ini
Kelahirannya dibidani oleh tokoh-tokoh mengijinkan anggotanya masuk politik
pengggerak reformasi. Berbagai tokoh sebagai individu. Meskipun demikian,
dengan latar belakang menjadi peletak pernyataan resmi tersebut tidak
dasar partai tersebut. Namun demikian, menghalangi para kader Muhammadiyah
partai ini seringkali diidentikkan sebagai di daerah-daerah untuk membantu PAN
artikulator politik Muhammadiyah, satu mendirikan cabang-cabang di daerah
organisasi keagamaan Islam modernis. masing-masing.11
Hal ini didasarkan karena tokoh 2. PKB
utamanya, yaitu Amin Rais, adalah
mantan Ketua Umum Muhammadiyah. 9 Sigit Pamungkas, Partai Politik: Teori dan
Praktik di Indonesia, h. 143.
Selain itu, deklarasi dan pendukung 10 Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan dan
Militerisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),
utama pendirian partai difasilitasi oleh h. 56.
11 Kuskrido Ambardi, Mengungkap Politik Kartel:
Muhammadiyah. Dan basis massa partai Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era
ini berasal dari kalangan masyarakat Reformasi (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2009), h. 144.

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I 172
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menatap masa depan yang lebih cerah,
dideklarasikan pada 23 Juli 1998 di setelah 32 tahun menjadi kelompok yang
Jakarta. Sudah menjadi rahasia umum dipinggirkan. PKB yang dilahirkan dari
bahwa PKB lahir dari rahim NU dengan NU untuk bangsa Indonesia tentunya
motor utama Abdul Rahman Wahid (Gus harus mencontoh Wali Songo dalam
Dur). Pendirian PKB oleh NU sebagai rangka membangun tatatan masyarakat,
uapaya untuk mengatasi dua sangat mengutamakan gerakan moral
kecenderungan besar yang muncul di NU dan spiritual.13
pasca Orde Baru. Satu kelompok lainnya Tuntutan warga Nahdhiyin agar
adalah menginginkan NU tetap menjadi Nahdhatul Ulama (NU) mendirikan partai
ormas keagamaan. Jalan keluarnya atau berubah menjadi partai politik
adalah NU membidani pendirian partai, begitu besar. Tak sedikit di antara warga
dalam hal ini PKB, untuk fasilitas dan Nahdhiyin yang sudah tidak sabar
artikulasi kepentingan warga NU tanpa menanti kehadiran partai yang dibidani
menjadikan NU sebagai partai politik. orang-orang NU. Meladeni tuntutan
Dengan demikian, relasi antara NU seperti itu tentu tidak mudah bagi
dengan PKB adalah bersifat historis, jam’iyyah NU. Sebagai konsekuensi dari
kultural, dan aspiratif. Historis artinya kembali ke khitthah 1926, NU adalah
pembentukan PKB bertalian erat dengan jam’iyyah diniyah ijtima’iyah, yakni
NU. Kultural berarti perjuangan PKB organisasi yang menjaga jarak dari
harus memerhatikan lingkungan kultural keterlibatan politik secara langsung.
khas yang dianut oleh NU, yaitu Dengan mendirikan partai politik, berarti
lingkungan kebudayaan yang dibentuk NU telah melakukan pengingkaran
oleh nilai-nilai keagamaan Islam terhadap gerakan kembali ke khitthah
Ahlussunnah wal Jama’ah. Sedangkan 1926 yang dilakukan pada 1984. Dengan
aspiratif artinya PKB berkewajiban pengingkaran itu pun, secara
untuk memerjuangkan cita-cita politik konstitusional, hasil dilakukan
yang dimiliki warga NU.12 muktamar, sebuah institusi tertinggi
Gema kemunculan Partai pembuat keputusan. Tapi menolak
Kebangkitan Bangsa (PKB) cukup
menggugah semangat warga NU untuk 13 Agoes Ali Masyhuri, “Kebangkitan Politik
Warga NU” dalam Musa Kazhim dan Alfian
Hamzah, 5 Partai dalam Timbangan: Analisis dan
12 Sigit Pamungkas, Partai Politik: Teori dan Prospek (Bandung, Pustaka Hidayah: 1999), h.
Praktik di Indonesia, h. 142. 257-258.

173 I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

tuntutan warga merupakan potensi yang dimiliki,


pengingkaran terhadap realitas.14 sebagaimana terjadi pada
Untuk itu, langkah yang diambil masa sebelumnya. Dalam
Pengurus Besar (PB) NU cukup strategis. bahasa Kiai Mustofa Bisri,
Pengelola jam’iyyah NU itu berketetapan kelompok ini tidak ingin
bahwa NU tetap sebagai jam’iyyah melihat NU tereduksi hanya
diniyah ijtimaiyah, bukan partai politik, sebagai partai politik an sich.
dan tidak ada akan mendirikan partai Padahal, sebagai organisasi
politik. Meskipun demikian, PBNU besar, NU memiliki potensi
mempersilahkan warga Nahdhiyin untuk melakukan berbagai
mendirikan partai asal dilakukan secara kegiatan, bukan hanya
konseptual dan melalui pertimbangan- politik.”15
pertimbangan matang. PBNU pun sudah Masih menurutnya, politik NU
membentuk tim yang bertugas harus ditempatkan pada posisi
memfasilitasi keinginan besar itu. subordinasi, bukan dalam posisi ordinasi.
Menurut Kacung Marijan: Penempatan demikian akan membuat
“Keputusan PBNU itu jam’iyyah NU memiliki dua gerakan
cukup realistis, dan dalam sekaligus. Sejumlah jamaahnya
taraf tertentu sesuai dengan melakukan gerakan politik melalui
keinginan kelangan pembentukan partai politik, jamaah lain
intelektual dan kaum muda dan jam’iyyah NU sendiri tetap konsisten
NU. Dalam merespon tuntutan dengan khitthah 1926.16 Berdirinya NU,
untuk mendirikan partai memang sudah sejak awal diniatkan
politik, kelompok ini cukup sebagai gerakan kultural. Organisasi
kritis. Memang mereka bisa tersebut, didirikan oleh para ulama
memahami tuntutan itu. Tapi tradisional dan mampu bertahan sampai
mereka juga [tidak] ingin saat ini, juga karena ikatan-ikatan
melihat NU terjebak oleh kultural. Keterikatan yang kuat,
kegiatan politik praktis yang hubungan kiai dengan para santrinya,
menyeret seluruh energy dan doktrin keagamaan yang berdasarkan
ajaran ahlus sunnah wal jamaah, dan
14 Kacung Marijan, “Politik NU” dalam Musa
Kazhim dan Alfian Hamzah, 5 Partai dalam
Timbangan: Analisis dan Prospek (Bandung, 15 Ibid., h. 263.
Pustaka Hidayah: 1999), h. 261-263. 16 Ibid., h. 263.

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I 174
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

simbol-simbol sosio-kultural yang terus Islam secara menyeluruh (kaffah),


berkembang dalam komunitas NU komprehensif (syamil), dan manusiawi
terbukti telah menjadikan ormas ini (insani). Gerakan ini pada mulanya
kenyal dari berbagai guncangan. Meski digagas oleh Hasan Al-Banna. Pada
sejak berdiri telah beberapa kali perkembangannya gerakan ini mampu
bermetamorfosis menjadi sebuah melawan trend politik dan budaya yang
gerakan politik dalam rezim yang cukup kuat di Mesir pertengahan abad
berbeda-beda, NU ternyata masih 20, menjadi gerakan yang cukup
mampu bertahan menjadi organisasi diperhitungkan di Timur Tengah, Asia,
keagamaan Islam terbesar.17 sampai Indonesia, dan kini menjadi
3. PKS gerakan global.19
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Gerakan tarbiyah dinilai berhasil
berdiri menjelang pemilu 1999, dengan mengartikulasikan dirinya di Indonesia
nama Partai Keadilan (PK). Partai ini secara nyata dan juga dalam
menjadi fenomenal karena dilahirkan penggalangan kekuatan politik berturut-
dari gerakan tarbiyah (aktifis muslim turut dari PK pada awalnya sampai
kampus). Secara harfiah, tarbiyah berarti berubah menjadi PKS di pemilu 2004.20
pendidikan, namun kata tersebut Berdirinya partai tersebut sebagai
menurut Liddle dan Mujani, mendapat bentuk perjuangan secara formal dan
makna lebih khusus bagi PKS, yakni legal dalam rangka mencapai keinginan
membangkitkan kesadaran tentang Islam diterapkannya ideologi Islam secara
atau Islamic consciousness raising.18 formal di Indonesia. Menurut Mashad,
Gerakan tarbiyah merupakan prototype partai tersebut adalah salah satu
dari gerakan dakwah kampus yang representasi dari partai-partai Islam
mengedepankan aspek pendidikan atau yang mendambakan penerapan syariah
pembinaan jamaah dengan mengacu Islam bagi umat Islam di Indonesia.21
pada marhalah dakwah yang ditempuh Fragmentasi Partai-partai Politik
Rasulullah; berupaya mengaplikasikan Islam

17 Arief A. dan Tjahjani R.W., “PKB, Parameter


Soliditas Politik NU” dalam Musa Kazhim dan
Alfian Hamzah, 5 Partai dalam Timbangan: 19 Djony Edward, Efek Bola Salju Partai Keadilan
Analisis dan Prospek (Bandung, Pustaka Hidayah: Sejahtera (Bandung: PT Syaamil Cipta Media,
1999), h. 273. 2006), h. 9.
18 Kuskrido Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: 20 Ibid., h. 11.

Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era 21 Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam

Reformasi, h. 141. di Indonesia, h. 102 dan 169.

175 I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

Dalam konteks pembahasan konfrontasional yang berkembang pada


fragmentasi partai-partai politik Islam, pemilu 1955, terlihat sangat jelas, yaitu
fragmentasi22 diartikan sebagai pertarungan antara dua kelompok besar
pecahnya kekuatan politik Islam ke Masyumi dan NU (kelompok santri)
dalam berbagai kekuatan seperti dalam dengan PNI dan PKI (kelompok
wujud beberapa partai Islam. Setiap abangan).24
partai Islam bukanlah representasi Dalam hal yang hampir sama,
tunggal dari partai Islam lainnya. Tetapi, dimensi kebudayaan pada analisa Geertz
pada diri setiap partai Islam memang mengenai aliran adalah penting.
merupakan bagian dari partai itu sendiri, Menurutnya aliran merupakan
dan masing-masing memiliki bentuk dan masyarakat yang mempunyai landasan
penampilan politik yang berbeda.23 organisasi modern, dan muncul dari
Mengenai akar dari fragmentasi kerangka sosio-kultural yang lebih tua.
masyarakat Indonesia, kita bisa lihat dari Konsep aliran Geertz memperkaya
penelitian Robert Jay yang telah peralatan analisis kita, sebab konsep
membuat kesimpulan tentang dikotomi tersebut merupakan alat yang berharga
antara santri dan abangan. Perhatian untuk memahami kaitan antara ide
utamanya adalah masalah skisme partai nasional dengan pola kultural
keagamaan yang menyebabkan skisme pada tingkat yang paling dasar di
politis yang berkembang antara Indonesia.25
subkultur santri (muslim yang taat) dan Berbeda dengan Robert Jay,
subkultur abangan (muslim yang Jawa- Geertz membagi tiga varian sosio-
is). Dengan dasar kajian seperti itu, kultural yang terkenal dengan istilah
Robert Jay mencoba menjelaskan Abangan, Santri, dan Priyayi. Selanjutkan
perjalanan politik Islam dalam konteks ia memaparkan perbedaan-perbedaan
Indonesia tahun 1950-an. Pola umum antara ketiga varian tersebut di

22 Fragmentasi dalam kajian ini diberi batasan


pengertian sebagai terpecahnya sesuatu yang
tunggal menjadi beberapa bagian. Setiap bagian
hakikatnya tetap merupakan bagian dari sesuatu
yang tunggal tadi. Tetapi, setiap bagian tidak 24 Lihat Bahtiar Effendy, Islam dan Negara:
dapat mengklaim sebagai wakil dari Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di
(perwujudan) yang tunggal dan utuh tadi. Setiap Indonesia, h. 32-37.
bagian mengandung sebagian unsur yang sama 25 Lihat Herbert Feith, “Studi Politik Indonesia:

dari sesuatu yang tunggal, tapi dari setiap bagian Suatu Tujuan dan Pembelaan” dalam Arbi Sanit,
bisa berbeda bentuknya. Sistem Politik Indonesia: Penghampiran dan
23 Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam Lingkungan Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta:
di Indonesia, h. 26. Yayasan Ilmu-ilmu Sosial, 1980), h. 21.

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I 176
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

dalam karyanya The Religion Of Java, Ia dan sikap politik Islam itu sendiri.28
menulis:26 Kondisi kekuatan-kekuatan politik Islam
“Abangan mewakili suatu kemudian memunculkan fragmentasi
penekanan kepada aspek- partai-partai politik Islam. Berikut tiga
aspek animistis dari seluruh faktor utama penyebab fragmentasi.
sinkretisme Jawa dan secara
luas berkaitan dengan unsur Gambar 1. Tiga Faktor Utama Penyebab
Fragmentasi.
petani di kalangan penduduk;
santri mewakili suatu
Perbedaan
penekanan kepada aspek- Nilai

aspek Islam sinkretisme di Persaingan


Fragmentasi
Kepentingan
atas dan umumnya berkaitan
Perbedaan
dengan unsur dagang (juga Pemaknaan
Umum
unsur-unsur tertentu dalam Sumber: Diilustrasikan Berdasar pada Skema
pertanian); dan priayi Mashad, 2008.
menekankan aspek-aspek
Dengan demikan, jelaslah bahwa
Hinduistis dan berkaitan
fragmentasi politik terjadi setidaknya
dengan unsur birokrasi.”27
dipengaruhi oleh tiga faktor utama:
Kategorisasi Geertz tersebut,
Perbedaan interpretasi nilai, persaingan
mungkin secara antropologis tidak
kepentingan, dan perbedaan pemaknaan
terlepas dari perbedaan arus pemikiran
kepentingan umum. Seiring bergesernya
wujud fragmentasi dari sekedar
perbedaan pemaknaan kebijakan umum,
menjadi persaingan kepentingan, atau
26 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara:
Transformasi Gagasan dan Praktik Politik Islam di bahkan pada perbedaan nilai, biasanya
Indonesia, h. 37.
27 Banyak peneliti Indonesia modern yang
akan terjadi pergeseran dari kerja sama
mengkritik kategorisasi Geertz tersebut. ke arah persaingan, yang akhirnya
Diantaranya, Robert W. Hefner, Mitsuo
Nakamura, dan lain-lain. Sejumlah kritik menjadi konflik. Semakin kental tingkat
diarahkan untuk menolak pembilahan religio-
kultural seperti itu. Karena memang varian
abangan-santri secara luas dipandang sebagai
suatu hal yang sah dalam perbedaan keagamaan.
Akan tetapi, varian priyayi tidak seperti itu.
Priyayi banyak dipandang sebagai status
ketimbang kategorisasi keagamaan. Lihat Bahtiar 28 Dwi Purwoko, dkk., Nasionalis Islam vs
Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Gagasan Nasionalis Sekuler (Jakarta: PT Permata Artistika
dan Praktik Politik Islam di Indonesia, h. 37-38. Kreasi, 2001), h. 7.

177 I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

fragmentasi, semakin kuat pula cerminan dari sebab-sebab terjadinya


kecenderungan intensitas konfliknya.29 fragmentasi politik Islam.32 Seperti
Pertama, perbedaan interpretasi alasan tentang mengapa warga NU ingin
nilai. Konstelasi politik pasca Orde Baru, memiliki partai politik sendiri. Hal
memang terdapat fenomena menarik demikian tidak terlepas dengan alasan
dalam wacana politik Islam di Indonesia. yang sarat dengan kepentingan. Faktor
Hal itu ditandai dengan terpecah kepentingan juga terlihat dari alasan
belahnya kultur politik Islam, yang dikemukakan K.H. Cholil Bisri
substansialisme dan formalisme bahwa NU perlu memiliki partai sendiri,
(walaupun memang masih tetap bergaris agar tidak menjadi pendorong gerbong
pada sub kultur tradisional dan orang lain (maksudnya partai lain). Yang
modernis), tentu saja dengan segala secara tidak langsung berarti “Enak di
tingkatannya. Polarisasi tersebut, malah orang, tak enak di kita”. Argumentasi ini
terefleksi dalam proses fragmentasi tentu tidak lepas dari faktor historis, di
pembentukan partai, yang secara jelas mana NU mendapat jatah yang tidak
disimak dari berdirinya PAN dan PKB.30 proporsional ketika bergabung dalam
Kehadiran dua partai dengan massa Masyumi dan kemudian PPP. Pernyataan
pendukung yang besar dan luas dari dari kiai sepuh tersebut
kalangan Islam tersebut, memiliki mengindikasikan bahwa faktor
platform pluralisme dan kebangsaan di kepentingan menjadi sumber dan
samping komitmen keagamaan dengan landasan dari fragmentasi politik Islam.33
interpretasi mereka terhadap nilai-nilai Disamping itu, yang cukup nyata adalah
Islam. Keberadaan dua partai semacam bagaimana partai-partai politik Islam
itu menunjukkan adanya transformasi seperti PAN, PKB dan PKS atau elitnya
dan reorientasi politik yang lebih coba mengejawantahkan dan/atau
substantif.31 mengartikulasikan kepentingan-
Kedua, persaingan dan perbedaan kepentingan dari basis massa atau
kepentingan. Perbedaan visi, orientasi pendukung utamanya, yaitu PAN dengan
dan kepentingan elit politik merupakan warga Muhammadiyah, PKB dengan

29 Ibid., h. 41-42 dan 123.


30 Ibid., h. 163. 32 M. Arskal Salim, “Fragmentasi Politik Islam”
31 M. Arskal Salim, “Islam dan Relasi Agama- dalam Abdul Mun’im, ed., Islam di Tengah Arus
negara di Indonesia” dalam Abdul Mun’im ed., Transisi, h. 126.
Islam di Tengah Arus Transisi (Jakarta: Kompas, 33 Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam

2000), h. 11. di Indonesia, h. 177-178.

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I 178
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

warga Nahdhiyin (NU) dan PKS dengan penegasan politik identitas yang melekat
komunitas gerakan Tarbiyah. pada diri mereka. Dengan begitu, dalam
Ketiga, Perbedaan pemaknaan implementasi pemikiran di atas, di
kebijakan umum. Dalam konteks antara partai-partai Islamis terpatri
kepartaian, perbedaan dalam nilai yang fragmentasi antara satu partai dengan
dianut oleh sebuah partai pada akhirnya partai lainnya, di antaranya dalam
sangat menentukan pemaknaan partai dimensi kultural (modernis versus
tentang “kebijakan umum”. Perbedaan tradisionalis) dan ideologis (formalis
sangat kentara dapat dijumpai secara versus substansialis).35 Berikut penulis
jelas pada level pemaknaan kebijakan sajikan gambar ilustrasinya.
yang rendah, seperti tercermin dari Gambar 2. Fragmentasi Politik PAN, PKB
program-program partai yang dan PKS
memperlihatkan variasi tujuan, sehingga Sub-Kultur
menjadi bukti adanya perbedaan
kecenderungan dalam pemaknaan Tradisionalis Modernis
kebijakan. Perbedaan datang dari PKB
dan PAN dengan PKS. Jika PKB dan PAN Substansialis Formalis Substansialis Formalis

mengklaim mengedepankan nilai-nilai


inklusivitas, maka PKS PKB PAN PKS
mengidentifikasikan diri sebagai partai Sumber: Diilustrasikan oleh Penulis.

Islam yang memperjuangkan nilai-nilai Selaras dengan ilustrasi di atas, partai-


ke-Islam-an universal dengan partai politik Islam dapat tergolong ke
menerapkan syariat Islam secara formal dalam dua dimensi besar itu yaitu
(formalisasi) di Indonesia.34 dimensi kultural dan ideologis. Pertama,
Fenomena berdirinya partai- dimensi kultural, di dalamnya terdapat
partai politik Islam pasca tumbangnya disparitas antara kelompok tradisionalis
rejim Orde Baru begitu beragam dan dan modernis. Kelompok tradisionalis,
cenderung terfragmentasi. Pada titik ini, didasarkan pada nilai yang ada di
terlihat bahwa para elit politiknya coba dalamnya mencoba melakukan
menghidupkan sentimen identitas domestifikasi ajaran Islam (akulturasi
keagamaan masing-masing sebagai yang dilakukan oleh walisongo dan

34 Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam


di Indonesia, h. 170-172. 35 Ibid., h. 41-42 dan 123.

179 I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

diteruskan para ulama/kiai). Partai yang simpati para pemilih. Hal ini selaras
masuk dalam kategori ini adalah PKB. dengan apa yang telah dituliskan oleh
Sedangkan kelompok modernis, mengacu Abdilllah, yang menyatakan bahwa
pada pembaruan Islam yang terpengaruh “kekuatan agama dalam mengikat
pada dalam konteks global yang individu dalam suatu ikatan
berlandaskan pada pemikiran politik kebersamaan sangat kuat, agama
tokoh-tokoh ‘modern’ atau tepatnya menjadi komoditas politik yang kental
kontemporer. PAN dan PKS termasuk bagi beberapa kelompok individu. Partai-
dalam kategori ini. Kedua, dimensi partai yang mendasarkan asasnya pada
ideologis, yang terbelah menjadi agama, merupakan bukti bahwa
kelompok formalis dan substansialis. PKS keterlibatan agama cukup kuat.”37
masuk dalam kategori partai Islam Sehingga ikatan pemilih Muslim
formalis. Oleh karena, partai tersebut terhadap partai-partai politik Islam
melakukan formalisasi “Islam” ke dalam kemungkinan besar dapat mampu
partainya baik secara asas/ideologi menopang perolehan suara suatu partai.
maupun nilai perjuangannya. Sementara Konteks sosiologis ini tampaknya
PAN dan PKB merupakan partai Islam digunakan oleh elit-elit politik Islam
yang masuk dalam kategori kelompok untuk mendirikan serta selanjutnya
substansialis, karena tidak melakukan mempertahankan eksistensi partai-
formalisasi “Islam” dalam asas atau partai Islam. Dengan jumlah umat Islam
ideologinya dan lebih mengutamakan yang mayoritas tentu dengan sendirinya
gerakan kultural dibanding formalisasi.36 akan mendapat dukungan dari umat
Pergulatan Politik Identitas Partai- Islam. Karena itu, adanya partai-partai
partai Islam di Arena Elektoral politik Islam secara otomatis akan
Pada bagian ini, penulis coba didukung oleh umat Islam. Apalagi
menyajikan tentang bagaimana ditambah dengan perspektif teologis, di
konstelasi pergulatan partai-partai mana perlunya alat perjuangan untuk
politik Islam seperti PAN, PKB, dan PKS mewujudkan aspirasi Islam. Dengan
dengan memanfaatkan politik identitas konteks ini maka antara faktor sosiologis
dan/atau simbol-simbol keagamaan dan teologis bertemu, saling mengisi dan
sebagai komoditas politik untuk meraih

36 Dhurorudin Mashad, Akar Konflik Politik Islam 37 Ubed Abdillah S., Politik Identitas Etnis:
di Indonesia, h. 123-124. Pergulatan Tanda Tanpa Identitas, h. 66.

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I 180
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

menunjang satu sama lain.38 Berikut ini dukungan ini sedikit lebih kuat di Jawa
data perolehan suara PAN, PKB dan PKS ketimbang Luar Jawa. Basis dukungan
dari pemilu 1999 sampai dengan pemilu terkuat PAN adalah di Sumatera Barat,
2019. yang berhasil menjadi runner up setelah
Tabel 1. Perolehan Suara PAN, PKB dan Partai Golkar. Begitu juga di Aceh, partai
PKS dari Pemilu 1999-2019 tersebut memeroleh urutan kedua
Partai/ PAN PKB PKS setelah PPP. Dan juga di Yogyakarta, di
Tahun Total Total Total mana PAN menempati juga urutan kedua
Pemilu % % %
Suara Suara Suara setelah PDI-P.39 Kita mengetahui, bahwa
12 daerah perkotaan dan pusat pendidikan
7,
7.528. 13.33 ,6 1.436. 1,36
1999 12 merupakan basis massa Muhammadiyah.
956 6.982 1 565 %
% Sehingga asumsinya adalah sokongan
%
perolehan suara partai ini pada pemilu
10
6,
7.303. 11.98 ,5 8.325. 7,34 tahun itu berasal dari warga
2004 44
324 9.564 7 020 % Muhammadiyah. Sedangkan, pada
%
%
pemilu 2014, PAN berhasil
6, 4,
6.254. 5.146. 8.206. 7,88 meningkatkan perolehan suaranya
2009 01 94
580
%
122
%
955 % dengan meraih 9.481.621 suara atau
7,59%. Suara ini cukup meningkat
7, 9,
9.481. 11.29 8.480. 6,79
2014 59 04 signifikan yaitu sekitar 3 juta suara. Dan
621 8.957 204 %
% % partai ini, berhasil menjadi juara di
6, 9, daerah Sulawesi Tenggara. Adapun pada
9.572. 13.57 11.49 8,21
2019 84 69 pemilu 2019 secara persentase
623 0.097 3.663 %
% %
mengalami penurunan, namun PAN
Sumber: Diolah dari berbagai sumber. sebenarnya mengalami kenaikan

Pada pemilu 1999, PAN berhasil perolehan suara riil meskipun

memeroleh 7,12% suara secara nasional. kenaikannya tidak signifikan.

Pada pemilu waktu itu, basis dukungan PKB pada pemilu 1999 berhasil

suaranya yang paling kuat adalah di menjadi juara ketiga perolehan suara

wilayah-wilayah perkotaan. Basis nasional. Namun, basis dukungan massa


dari partai ini terbatas di Jawa. Karena
38Lili Romli, Islam Yes, Partai Islam Yes: Sejarah 39 Kevin Raymond Evans, Sejarah Pemilu dan
Perkembangan Partai-partai Islam di Indonesia, h. Parpol di Indonesia (Jakarta: PT Arise
118. Consultancies, 2003), h. 38.

181 I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

hampir 90% suaranya berasal dari mengalami peningkatan perolehan suara


Jawa.40 Dan yang menarik dan unik lebih kurang sebanyak 280.000 suara.
adalah partai ini sangat disokong dari Yang perlu dipahami bahwa, sejak
para pemilih di pedesaan. Karakter yang pemilu 2004-2014, perolehan suara PKS
memang cocok sebagai partai warga cenderung terpaku di angka 8 juta suara.
nahdhiyin yang kebanyakan berada di Stagnasi seperti ini yang coba
daerah pedesaan. Pada pemilu 2014, PKB diasumsikan bahwa ternyata kaderisasi
mengalami peningkatan perolehan yang yang menurut beberapa tokoh internal
fantastis yaitu sekitar 6 juta suara. Dari maupun eksternal dari PKS berjalan
5.146.122 suara meningkat menjadi sangat baik, namun kenyataannya tidak
11.298.957 suara. Pada pemilu ini pun, begitu. Mentoknya suara partai ini
PKB cukup memperoleh suara yang merupakan bukti bahwa sistem
besar di Jawa Timur yang merupakan kaderisasi internal pun mengalami
basis utamanya. Seperti kita ketahui, hambatan seperti partai-partai lainnya.
bahwa daerah itu merupakan kawasan Namun pada pemilu 2019, partai kaum
dengan sejumlah kiai sepuh dan warga Tarbiyah ini mengalami peningkatan
nahdhiyin yang merupakan penyokong perolehan suara sebanyak 3 juta suara.
utama PKB. Kegemilangan partai ini Berikut di bawah ini adalah
terus terlihat dengan perolehan suara gambar yang penulis sajikan untuk
yang meningkat sebanyak 2 juta suara mendeskripsikan bagaimana pergulatan
pada pemilu 2019. partai-partai Islam (PAN, PKB, dan PKS)
Sedangkan, PKS (pada 1999, mencoba mendorong politik identitasnya
bernama PK) memeroleh 1.436.565 terhadap basis pendukung utamanya
suara. Akan tetapi partai ini berhasil naik masing-masing dengan
secara signifikan pada pemilu 2004 mengampanyekan isu atau persoalan
dengan memeroleh 8.325.020 suara. keagamaan dan bersamaan dengan itu
Pada pemilu 2009, partai tersebut juga mereka menyasar basis massa di
memperoleh suara 7,89% atau 8.206.955 luar basis inti masing-masing.
suara. Akan tetapi, pada pemilu 2014,
dengan berlandaskan pada persentase
mengalami penurunan menjadi 6,79%.
Namun sebenarnya, partai tersebut

40 Ibid., h. 37.

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I 182
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

Gambar 3. Buble Partai-partai Politik dengan semakin memperbesar wacana


Islam dan Basis Massanya politik identitas yang memang sudah
lama mereka suarakan. Karakteristik
yang melekat pada satu kelompok dalam
hal ini partai bercorak Islam adalah
tumbuhnya perasaan dalam satu
komunitas berlabel identitas keagamaan
di antara para anggota atau kadernya.
Perasaan tersebut menimbulkan
kesadaran akan hubungan yang kuat.
Selain itu, tumbuh juga perasaan
“kekitaan” pada diri anggotanya masing-
masing.41
Kedua, upaya tersebut
Sumber: Diilustrasikan oleh Penulis.
mensyaratkan aliansi atau persatuan
Optimalisasi politik identitas kerap dengan elemen lain di luar basis massa
dipraktekkan oleh PAN, PKB dan PKS dan Partai Islam baik itu Organisasi
menjadi keharusan dalam mencapai Kemasyarakatan (Ormas), individu,
target elektoral. Mari kita menengok maupun dengan Partai lain yang
fenomena politik nasional terutama pada bercorak nasionalis serta sejumlah
2017 bahwa tema Islam Politik sangat perubahan kebijakan internal partai.
menarik untuk diobservasi. Menguatnya Perkembangan partai Islam di Indonesia
sentimen identitas Islam ketika pilkada pada derajat tertentu menunjukan ironi
DKI Jakarta tahun 2017 dan menjelang dan paradoks. Dengan demikian,
pemilu 2019, melalui Gerakan Nasional pergulatan politik identitas di Indonesia
Pengawal Fatwa MUI atau GNPF-MUI menjadi lebih dinamis dan tidak statis.
yang sangat menyedot perhatian publik. Tindakan adaptif dan perubahan
Mobilisasi politik melawan kasus tindakan partai politik Islam sebagai
penistaan agama oleh Gubernur Jakarta respon atas realitas konkrit politik dan
pada saat itu telah membuka dua ruang perkembangan-perkembangan yang ada.
politik krusial. Pertama, partai Islam Islam Politik akan ditempatkan pada
seperti PAN, PKB, dan PKS berupaya
41 Ubed Abdillah S., Politik Identitas Etnis:
mengkapitalisasi atau memanfaatkannya
Pergulatan Tanda Tanpa Identitas, h. 67.

183 I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

konteks bukan hanya pada unsur-unsur catch-all yakni partai terbuka yang
identitas maupun ideologis tapi juga menyasar perluasan segmentasi
persilangannya dengan upaya mencapai dukungan lintas kelompok tanpa
target kekuasaan politik dan pandang bulu atau menyasar siapapun
keberhasilan dalam pemilihan umum atau kelompok manapun yang sedianya
baik yang berjangka pendek maupun mau mendukung dan memilih partai-
jangka panjang. partai Islam pada saat pemilu.42
PAN, PKB dan PKS sepanjang ini Partai-partai Islam seperti PAN,
melakukan perluasan segmentasi PKB dan PKS terlihat begitu rasional
dukungan melampaui basis intinya. dalam menghadapi kontestasi politik
Bahkan mereka saling berkelindan dan elektoral. Hal itu dapat dilihat dari
bergulat untuk merangkul komunitas di tingkah laku pola yang dipraktekkannya
luar basis intinya. Bagaimana tidak, PAN di beberapa pemilu terakhirnya. Mereka
tidak lagi hanya mengkonsolidasikan cenderung begitu menghendaki
dukungan dari basis Muhammadiyah dan perolehan suaranya dapat semaksimal
perkotaan tapi juga menyasar basis mungkin. Oleh karena itu, baik PAN, PKB
Nahdlatul Ulama dan pedesaan. PKB juga dan PKS melakukan beragam cara atau
terus memperluas sasarannya ke basis strategi untuk menggolkan hal itu, salah
Muhammadiyah, masyarakat perkotaan satunya dengan cara mengembang-
dan generasi milenial. Begitu juga dengan luaskan segmentasi basis dukungannya
PKS, meski di satu sisi partai atau elitnya ke tengah atau basis massa mainstream
tetap menjaga dan memelihara basis inti sehingga terjadi pergulatan antara ketiga
pendukung konservatifnya, namun sisi partai Islam tersebut. Meski demikian,
lain melakukan perluasan atau mereka tetap menjaga hubungan baik
pengembangan basis elektoralnya secara dengan basis massa tradisionalnya yang
progresif seperti menyasar basis NU dan militant agar tetap menopang perolehan
Muhammadiyah, sehingga partai ini suara partainya.
mampu menaikkan perolehan suara Kesimpulan
signifikan sebanyak 3 juta suara pada Dalam penelitian ini tim penulis
2019. menggaris bawahi bahwa Islam Politik
Strategi penguatan basis elektoral yang diwakili oleh partai-partai Islam
semacam itu, sejalan dengan pandangan 42Otto Kirchheimer, “Transformasi Sistem-sistem
Kirchheimer tentang hakekat partai Kepartaian Eropa Barat,” dalam Ichlasul Amal,
ed., Teori-teori Mutakhir Partai Politik, h. 45-46.

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I 184
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

seperti PAN, PKB dan PKS ternyata harus Kerukunan Antarumat,” dalam
mendorong kompromi dan langkah Idris Thaha, Demokrasi Religius:
pragmatis. Wacana politik identitas Pemikiran Politik Nurcholis Madjid
seringkali dimanfaatkan sebagai tameng dan M. Amien Rais. Jakarta: Teraju,
untuk mengadvokasi pencapaian- 2005.
pencapaian politik jangka pendek. Pada Bambang, Cipto. Partai, Kekuasaan dan
gilirannya, pergulatan identitas Islam Militerisme. Yogyakarta: Pustaka
Politik boleh jadi bermuara pada segenap Pelajar, 2000.
perubahan signifikan mekanisme Edward, Djony. Efek Bola Salju Partai
internal partai dan reinterpretasi nilai Keadilan Sejahtera. Bandung: PT
partai ke arah yang lebih moderat dan Syaamil Cipta Media, 2006.
akomodatif terhadap lingkungan Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara:
politiknya agar dapat mendulang Transformasi Gagasan dan Praktik
perolahan suara yang signifikan Politik Islam di Indonesia. Jakarta:
utamanya di ranah elektoral. Paramadina, 2009.
Daftar Pustaka Evans, Kevin Raymond Sejarah Pemilu
dan Parpol di Indonesia. Jakarta:
A. Arief. dan W., Tjahjani R. “PKB,
PT Arise Consultancies, 2003.
Parameter Soliditas Politik NU”
Feith, Herbert. “Studi Politik Indonesia:
dalam Musa Kazhim dan Alfian
Suatu Tujuan dan Pembelaan”
Hamzah, 5 Partai dalam
dalam Arbi Sanit, Sistem Politik
Timbangan: Analisis dan Prospek.
Indonesia: Penghampiran dan
Bandung, Pustaka Hidayah: 1999.
Lingkungan Sebuah Bunga
Ambardi, Kuskrido. Mengungkap Politik
Rampai. Jakarta: Yayasan Ilmu-
Kartel: Studi tentang Sistem
ilmu Sosial, 1980.
Kepartaian di Indonesia Era
F., Eickelman, Dale, dan James, Piscatori.
Reformasi. Jakarta: Kepustakaan
Ekspresi Politik Muslim.
Populer Gramedia, 2009.
Penerjemah Endi Haryono dan
Azra, Azyumardi. Islam Substantif: Agar
Rahmi Yunita. Yogyakarta: Tiara
Umat Tidak Jadi Buih. Jakarta:
Wacana Yogya, 1998.
Mizan, 2000.
Karim, M. Rusli. Perjalanan Partai Politik
Azra, Azyumardi. “Reposisi Hubungan
di Indonesia: Sebuah Pasang Surut.
Agama dan Negara: Merajut

185 I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I
Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol 11 No 2 (2019) : Agustus 2019

Kazhim, Musa. dan Hamzah, Alfian. 5 dalam Timbangan: Analisis dan


Partai dalam Timbangan: Analisis Prospek. Bandung, Pustaka
dan Prospek.Bandung, Pustaka Hidayah: 1999.
Hidayah: 1999. O’Donnell, Guillermo. Scmitter, Phillippe
Kirchheimer, Otto. “Transformasi Sistem- C. dan Whitehead, Laurence.
sistem Kepartaian Eropa Barat,” Transisi Menuju Demokrasi:
dalam Ichlasul Amal, ed., Teori- Rangkaian Kemungkinan dan
teori Mutakhir Partai Politik, Ketidakpastian. Penerjemah Nurul
Yogyakarta, PT Tiara Wacana: Agustina. Jakarta: LP3S, 1993.
1996. Pamungkas, Sigit. Partai Politik: Teori
Leege. David C., dan Kellstendt, Lyman A. dan Praktik di Indonesia.
ed., Agama dalam Politik Amerika: Yogyakarta: Institute for
Rediscovering the Religious Factor Democracy and Welfare: 2012.
in American Politics. Penerjemah Purwoko, Dwi. dkk., Nasionalis Islam vs
Ahmad Baiquni. Jakarta: Yayasan Nasionalis Sekuler. Jakarta: PT
Obor Indonesia, 2006. Permata Artistika Kreasi, 2001.
Lili Romli, Islam Yes, Partai Islam Yes: Salim, M. Arskal. “Islam dan Relasi
Sejarah Perkembangan Partai- Agama-negara di Indonesia”
partai Islam di Indonesia. dalam Abdul Mun’im ed., Islam di
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Tengah Arus Transisi. Jakarta:
2006. Kompas, 2000.
Marijan, Kacung. “Politik NU” dalam Musa S., Ubed Abdillah. Politik Identitas Etnis:
Kazhim dan Alfian Hamzah, 5 Pergulatan Tanda Tanpa Identitas.
Partai dalam Timbangan: Analisis Magelang: IndonesiaTera, 2002.
dan Prospek. Bandung, Pustaka Thaha, Idris. Demokrasi Religius:
Hidayah: 1999. Pemikiran Politik Nurcholis Madjid
Marsden, George M. Agama dan Budaya dan M. Amien Rais. Jakarta: Teraju,
Amerika. Penerjemah B. Dicky 2005.
Soetadi. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996.
Masyhuri, Agoes Ali. “Kebangkitan Politik
Warga NU” dalam Musa Kazhim
dan Alfian Hamzah, 5 Partai

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I 186

You might also like