Studi Hubungan Ruralisasi Dengan Penduduk Lokal: Pola Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Daerah Pinggiran Jakarta
Studi Hubungan Ruralisasi Dengan Penduduk Lokal: Pola Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Daerah Pinggiran Jakarta
Studi Hubungan Ruralisasi Dengan Penduduk Lokal: Pola Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Daerah Pinggiran Jakarta
M Ridwan Lubis
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (ridwan.lubis@uinjkt.ac.id)
Bambang Wirawan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (bambang.irawan@uinjkt.ac.id)
Amirsyah Tambunan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (amirsyahtambunan@yahoo.com)
Abstract: There are four types patterns of shifting population due to the influence of modernity,
namely ruralization, urbanization, transmigration and circulation. Ruralization is the movement from
city to village while urbanization is moving from village to city. Migration is a permanent migration
of people from one area to another. Finally, circulation is the movement of people to fulfill certain
interests such as work and living in two different places, so they must move every day from village to
city. This research focuses on the Study of the Relationship between Ruralization and Local
Residents: The Pattern of Religious Harmony in the Suburbs of Jakarta. The overflow of Jakarta's
population is accommodated by new growth areas which are then concluded to be Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, Bekasi. The occurrence of this displacement is due to a push factor from the area
of origin, a pull factor from the destination. Attractor factor is the hope of getting opportunity to
improve their standard of living and religious, political, and ethnic considerations in the area of
origin. Eventhough religion is another factor but residents of villages as rural targets have religious
affinity that is inherent in religious identity with ethnic groups, especially Betawi ethnic groups as
local residents with migrants residents. Religious factors as a basis for determining the work ethic of
social cohesiveness in this case religious harmony. Therefore, a strategy is needed to build social
cohesiveness due to culture and diversity to avoid social tensions.
Keywords: ruralization, competition, integration, religious harmony.
Abstrak: Ada empat jenis pola pergeseran populasi karena pengaruh modernitas, yaitu ruralisasi,
urbanisasi, transmigrasi dan sirkulasi. Ruralisasi adalah perpindahan dari kota ke desa sementara
urbanisasi bergerak dari desa ke kota. Migrasi adalah migrasi permanen orang dari satu area ke
area lain. Akhirnya, sirkulasi adalah pergerakan orang untuk memenuhi minat tertentu seperti
bekerja dan tinggal di dua tempat yang berbeda, sehingga mereka harus pindah setiap hari dari desa
ke kota. Penelitian ini berfokus pada Studi Hubungan antara Rasionalisasi dan Penduduk Lokal:
Pola Kerukunan Umat Beragama di Pinggiran Kota Jakarta. Luapan penduduk Jakarta diakomodasi
oleh daerah-daerah pertumbuhan baru yang kemudian disimpulkan sebagai Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi. Terjadinya perpindahan ini disebabkan oleh faktor pendorong dari daerah asal,
faktor penarik dari tujuan. Faktor penarik adalah harapan mendapatkan kesempatan untuk
meningkatkan standar hidup dan pertimbangan agama, politik, dan etnis mereka di daerah asal.
Walaupun agama adalah faktor lain tetapi penduduk desa sebagai sasaran pedesaan memiliki
kedekatan agama yang melekat dalam identitas agama dengan kelompok etnis, terutama kelompok
etnis Betawi sebagai penduduk lokal dengan penduduk pendatang. Faktor agama sebagai dasar
penentuan etos kerja kekompakan sosial dalam hal ini kerukunan beragama. Oleh karena itu,
diperlukan strategi untuk membangun kekompakan sosial karena budaya dan keragaman untuk
menghindari ketegangan sosial.
Kata kunci: ruralisasi, kompetisi, integrasi, kerukunan umat beragama.
91
92 Ilmu Ushuluddin, Volume 6, Nomor 1, Januari 2019
1
Christoper Bates Dobb, The Sociology: An undangan Kerukunan Umat Beragama, Puslitbang
Introduction, (New York, CBS Colleg, 1985), 168-170. Kehidupan Keagamaan, (Jakarta: Balitbang Diklat,
2
Badan Litbang Dan Diklat, Kemenag RI, Kemenag RI, 2012), 120
Komplikasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang-
M. Ridwan Lubis dkk, Studi Hubungan Ruralisasi Dengan Penduduk Lokal... 93
orang desa maka ikatan solidaritas terjalin umumnya tinggi, hukum yang berlaku adalah
kembali. hukum tertulis dan bersifat kompleks, adanya
Seiring dengan terjadinya pertumbuhan gedung-gedung yang menjulang tinggi,
grafik pembangunan khususnya dalam kemacetan, kesibukan warga masyarakatnya,
pembangunan infrastruktur seperti sikapnya cenderung individual. Atas dasar
pembangunan sarana perhubungan maka akan pola kehidupan yang demikian, maka tentu
berdampak terhadap terjadinya intensifikasi saja kehidupan di perkotaan yang kemudian
mobilitas sosial penduduk dari perkotaan ke ditularkan kepada masyarakat perdesaan akan
kawasan pinggiran perkotaan atau perdesaan. rentan menimbulkan konflik.
Mobilitas sosial ini biasanya akan melahirkan Konflik sosial bisa terjadi akibat
dua kemungkinan yaitu tetap terpeliharanya perbedaan latar belakang budaya, agama dan
integrasi sosial akibat kemampuan sebagainya. Hal itu disebabkan karena agama
memanipulasi perubahan menjadi daya kohesi dan budaya adalah dua hal yang menjadi
sosial atau sebaliknya heterogenitas sumber referensi masyarakat ketika akan
masyarakat khususnya dalam konfigurasi umat melakukan suatu penilaian terhadap setiap
beragama akan semakin kentara sehingga fenomena yang terjadi di dalam masyarakat.
mudah terjadi konflik di antara masyarakat. Pola pembangunan baik nasional maupun
Hal itu disebabkan karena fungsi agama telah daerah selama ini masih lebih mengutamakan
berkembang tidak lagi sekedar dipahami aspek-aspek yang bersifat meteril dengan
sebagai sumber makna (The ground of harapan apabila aspek materiil ini terselesaikan
meaning) akan tetapi telah berkembang maka akan membawa dampak luncuran bola
menjadi agama sebagai sub sistem sosial. salju kepada kehidupan spiritual masyarakat
Dengan demikian, sub sistem agama dapat (snowball effect). Dalam pada itu, antisipasi
saling mempengaruhi sub sistem sosial lainnya dari pihak pemerintah masih kurang
seperti politik, ekonomi, pendidikan, hukum mempersiapkan dampak dari keberhasilan
dan lain sebagainya. Hal itu disebabkan karena pembangunan infrastruktur itu. Sehingga tidak
cara berpikir masyarakat tidak lagi murni bisa dihindari adanya kesenjangan hubungan
sebagai orang desa akan tetapi telah antara masyarakat pendatang dengan
berkembang menjadi masyarakat tepian kota masyarakat pemukim lokal yang ditandai
(sub urban society). Ditambah lagi dengan dengan munculnya pemukiman eksklusif
peran media informasi yang telah merambah dalam bentuk komplek perumahan yang
berbagai tingkatan dan jenis kelompok dibatasi secara fisik dengan pemukim lama.
masyarakat. Menurut Bintarto, kota dapat Hal ini tentu saja menjadi lahan yang subur
diartikan sebagai suatu sistem jaringan kemungkinan peluang terjadinya konflik
kehidupan manusia ditandai dengan strata antara dua kelompok masyarakat yang
sosial ekonomi heterogen dan coraknya memiliki peta budaya dan profesi yang
materialistis. Ciri-ciri masyarakat kota; berbeda.
hubungan dengan masyarakat lain dilakukan Berbagai kasus konflik di kalangan umat
secara terbuka dan saling mempengaruhi, beragama akan semakin mendorong kepada
kepercayaan kuat akan ilmu pengetahuan kesenjangan hubungan antar kelompok umat
teknologi, masyarakatnya tergolong ke beragama. Hal itu disebabkan munculnya
berbagai profesi, tingkat pendidikan pada sikap labeling di antara kelompok sosial yang
94 Ilmu Ushuluddin, Volume 6, Nomor 1, Januari 2019
kemungkinan memiliki kekuasaan berubah pola relasi antara pemukim baru dengan
menjadi memutlakkan kelompok yang satu dan pemukim lama di sekitar wilayah ibukota
meniadakan hak hidup kelompok yang lain. Jakarta. Melalui penelitian ini diharapkan akan
Terminologi agama yang digunakan untuk ditemukan model perubahan sosial menuju
saling memperkuat argumentasinya akan modernisasi pembangunan khususnya
merenggangkan jaringan hubungan kawasan pinggiran Jakarta dan sedikit atau
masyarakat padahal mereka adalah terdiri dari banyak memiliki persamaan dengan terjadinya
komunitas yang bertetangga. Demikian juga pertumbuhan serta perluasan kota-kota besar
manakala terjadi sebaliknya yaitu kelompok di Indonesia. Maka dalam rangka itu, sejak dini
agama atau aliran keagamaan menjadikan dapat diantisipasi guna menghindari dampak
agama sebagai kendaraan meraih supremasi negatif yaitu konflik antar umat dan intern
dalam kontestasi politik maka agama menjadi umat beragama. Dan selanjutnya dapat
terdegradasi ke titik yang rendah karena agama dirumuskan strategi pembangunan integrasi
dijadikan sebagai alat untuk melegitimasi kehidupan masyarakat pendatang dengan
suatu aliran atau pilihan politik. Masyarakat pemukim lama dalam berbagai bentuk kerja
yang semula berdiam di kawasan perkotaan sama budaya dan keberagamaan.
kemudian dengan alasan-alasan tertentu
memilih pindah tempat tinggal ke daerah Permasalahan Ruralisasi
perdesaan, umumnya mereka adalah relatif Perluasan program pembangunan akan
lebih tinggi wawasan politiknya dan perilaku menjangkau seluruh komponen bangsa baik
itu mereka bawa ketika berinteraksi dengan yang berada di perkotaan maupun perdesaan.
kelompok pemukim lama di perdesaan. Dalam Hal itu akan berdampak terjadinya mobilitas
posisi yang seperti itulah baik pemukim baru sosial yang kemudian akan mempengaruhi
maupun pemukim lama memasuki suatu peta budaya masyarakat. Bentuk perubahan itu
suasana baru yaitu lahirnya berbagai perilaku adalah pelebaran pemukiman masyarakat
baru (novum habitus) yang seharusnya terjadi sejalan dengan pertumbuhan kota-kota baru
proses adaptasi, akomodasi dan seleksi di yang berkembang di seputar Jakarta yang
antara mereka. disebut ruralisasi. Mobilitas sosial akan
Dalam pada itulah, masyarakat berakibat terjadinya perubahan peta budaya
hendaknya dituntun untuk memasuki suasana masyarakat termasuk dalam urusan
baru yaitu mendorong mereka untuk memiliki keberagamaan. Peta budaya itu ditandai
perilaku baru agar kehidupan di antara mereka dengan berkembangnya keragaman dalam
menjadi masyarakat yang terintegrasi wacana keberagamaan termasuk pendirian
sekalipun perbedaan masih tetap diberikan rumah ibadat, praksis maupun simbol-simbol
peluangnya sesuai dengan semboyan bhinneka keagamaan. Pelaku ruralisasi memiliki pola
tunggal ika. Manakala pola interaksi ini pikir pragmatis bahkan lebih mengandalkan
berlangsung tanpa didahului oleh perencanaan legalitas formal terutama proses mekanisme
dari pemerintahan maka tidak tertutup pendirian rumah ibadat dan upacara
kemungkinan terjadinya gesekan sosial yang keagamaan sehingga masyarakat perdesaan
kemudian berubah menjadi konflik sosial. lebih menekankan aspek askriptif. Dilihat dari
Berdasarkan uraian di atas maka dipandang segi konfigurasi sosial, masyarakat pendatang
perlu untuk melakukan penelitian terhadap ke kawasan pemukiman baru di pinggiran
96 Ilmu Ushuluddin, Volume 6, Nomor 1, Januari 2019
3 5
Jef Rudianho Saragih, Perencanaan Wilayah Rahardjo Adisasmita, Pertumbuhan Wilayah &
Dan Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Wilayah Pertumbuhan, (Yogyakarta, Graha Ilmu,
Pertanian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 24-25 2014), 99.
4
Jef Rudianho Saragih, Perencanaan Wilayah
Dan Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis
Pertanian, 24-25
M. Ridwan Lubis dkk, Studi Hubungan Ruralisasi Dengan Penduduk Lokal... 97
asal atau kenangan masa kecil. Adapun bentuk tidak meruncing menjadi gesekan sosial yaitu
pemukiman penduduk yang mengalami simbiosis-mutualisme; adanya forum sebagai
ruralisasi dapat dikelompokkan kepada dua zona netral yang mempertemukan kepentingan
macam yaitu masyarakat yang menyatu baik para pihak, dan adanya dukungan serta sense
pemukiman maupun budaya dengan of belonging dari tokoh masyarakat dan agama
masyarakat lokal dan masyarakat yang serta lembaga sosial yang mencegah
mengambil jarak dengan penduduk lokal kemungkinan terjadinya konflik horizontal.6
karena tingkat ekonomi, pendidikan dan Dalam setiap interaksi dalam kehidupan
budaya yang masih terbawa pola masyarakat bermasyarakat, terdapat empat aspek yang
urban karena mereka tinggal di kompleks- perlu diketahui yaitu fakta sosial, tindakan
kompleks perumahan. Persoalan yang sering sosial, khayalan sosial dan realitas sosial.
terjadi pada masyarakat rural yaitu yang Fakta Sosial sebagai cara bertindak, berpikir,
berupaya memindahkan kultur kehidupan dan berperasaan yang berada di luar individu
masyarakat urban kepada kultur lokal. dan mempunyai kekuatan memaksa dan
Masyarakat urban tipe kedua ini pada mengendalikan individu tersebut. Pada
umumnya adalah memiliki tradisi budaya masyarakat yang percaya terhadap keabsolutan
maupun agama yang berbeda dari masyarakat ajaran agama tertentu akan membentengi diri
desa. Oleh karena mereka bermukim di dalam dengan berbagai identitas sosial melalui
wilayah pemukiman yang membentuk enclave kepemimpinan pemuka agama dan
tersendiri sehingga mereka merasa tidak memandang umat lain sebagai umat sesat yang
berkewajiban melakukan dialog untuk tidak patut dikasihani. Oleh karena itu, sikap
membangun komunikasi kepada komunitas rukun terhadap umat lain adalah perbuatan
lokal ketika hendak mendirikan rumah ibadat menyalahi keabsolutan ajaran agama yang
serta tradisi keagamaan. Pada saat itulah dianut. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya
terbuka kemungkinan terjadinya konflik cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang
dengan penduduk lokal. ada di luar individu yang bersifat memaksa dan
Pada daerah yang telah lama melakukan mengendalikan individu penganut
proses akulturasi budaya maka hampir tidak agama. Kajian terhadap kelompok ini
terjadi konflik sosial oleh karena masing- diperlukan untuk memahami terjadinya
masing baik secara rekayasa maupun alamiah perubahan pada umat beragama yang terbentuk
telah terjadi proses adaptasi antara satu melalui pemahaman terhadap ajaran agama
kelompok dengan yang lain. Dalam penelitian yang dianutnya dan agama orang lain
yang dilakukan FISIP Universitas Airlangga di Tindakan sosial yaitu tindakan yang
Surabaya menunjukkan kenyataan yang dilakukan dengan mempertimbangkan
menarik ketika menggambarkan terjadinya perilaku orang lain. Contoh dengan memotong
relasi sosial di Surabaya antara penduduk Cina, hewan korban secara diam-diam karena
Madura dan Jawa. Dalam penelitian tersebut kesenangan pribadi untuk menuju rida Allah
digambarkan adanya tiga faktor sosial yang tidak termasuk dalam kajian sosiologi akan
berperan mengeliminasi perbedaan antar etnis tetapi ketika pelaksanaan pemotongan hewan
6
Bagong Suyanto (ed.), Sosiologi, Teks
Pengantar, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), 204-
205
M. Ridwan Lubis dkk, Studi Hubungan Ruralisasi Dengan Penduduk Lokal... 99
korban dilakukan secara bersama dengan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan
mengorganisirnya melalui pembagian tugas di pengendalian prasangka pribadi, dan
antara panitia serta masyarakat yang pengamatan tabir secara jeli serta menghindari
membutuhkan daging korban maka hal itu penilaian normatif. Sebagai contoh proses
menjadi obyek kajian sosiologi. Demikian juga transformasi sosial dari masyarakat agraris
halnya perubahan tindakan sosial yang terjadi menjadi masyarakat urban. Pada dasarnya
menjelang keberangkatan serta asumsi masyarakat agraris adalah mereka yang
penyelenggaraan ibadah haji yang semula relatif taat terhadap tradisi termasuk agama
dalam lingkup yang terbatas namun sekarang dengan semua pranata sosialnya. Kemudian
telah menjadi bagian dari kebijakan negara. masyarakat urban adalah dikhayalkan sebagai
Khayalan sosiologis sebagai cara untuk masyarakat yang permisif terhadap nilai-nilai
memahami apa yang terjadi di masyarakat moral. Akan tetapi fakta menunjukkan bahwa
maupun yang ada dalam diri manusia. Melalui modernitas menunjukkan realitas sosial yang
khayalan sosiologi, kita mampu memahami menyimpang yaitu terjadinya kesemarakan
sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan baru pengamalan ajaran agama di kalangan
hubungan antara keduanya. Alat untuk kelas menengah-atas perkotaan sebagai wujud
melakukan khayalan sosiologis adalah kerinduan terhadap nilai-nilai spiritualitas
permasalahan (troubles) dan isu (issues). yang baru.
Konflik yang terjadi di Ambon pada beberapa Bangsa Indonesia, telah ditakdirkan
tahun yang lalu menjadi obyek khayalan sebagai bangsa yang memiliki kemajemukan
sosiologis yang faktor-faktornya bermula dari budaya termasuk agama yang sangat tinggi.
potensi konflik, pemekaran konflik, Hampir tidak ada bangsa di dunia yang
pelembagaan konflik, penakaran konflik dan memiliki keragaman seperti Indonesia.
berakhir dengan ledakan konflik. Dalam kaitan Kemajemukan bangsa Indonesia bukan hanya
ini kelihatan betapa permasalahan pribadi karena keragaman masyarakatnya akan tetapi
individu merupakan ancaman terhadap nilai- juga sebagai negara kepulauan memiliki
nilai pribadi karena ide terjadinya konflik pada perbedaan etnis, ras, budaya maupun agama.
mulanya berasal dari individu yang resah Dalam kemajemukan itu terjadi etnisitas dan
terhadap kehidupan masyarakat yang rukun religiositas saling beririsan yang melahirkan
kemudian terbentuk opini pertentangan antara tumpang tindih antara etnisitas dan
satu kelompok agama dengan kelompok keberagamaan (religious affinity). Dengan
lainnya. Faktor pemicunya bukan hanya mengutip Rita Smith Kipp dalam Dissociated
berasal dari persepsi perbedaan agama akan Identities: Ethnicity, Religion and Class in an
tetapi bisa muncul karena perbedaan jarak Indonesian Society, Bahrul Hayat mengatakan
sosial antara penduduk asli dengan pendatang bahwa kondisi tersebut bisa menjadi kekuatan
sementara kehidupan pendatang lebih yang potensial terwujudnya keserasian sosial
sejahtera dari lainnya. yang disebut kekuatan pluralisme apabila di
Realitas Sosial adalah pengungkapan
tabir yang semula sifatnya merupakan misteri
namun kemudian berubah menjadi suatu
realitas yang tidak terduga. Sosiolog dengan
mengikuti aturan-aturan ilmiah melakukan
100 Ilmu Ushuluddin, Volume 6, Nomor 1, Januari 2019
dalamnya terkandung nilai-nilai (cultural and mereka dalam keragaman namun bersatu
pluralism as value).7 dalam tujuan sesuai dengan format kehidupan
Tetapi sebaliknya, kemajemukan berbangsa dan bernegara yang tersimpul dalam
tersebut menyimpan sejumlah potensi semboyan bhinneka tunggal ika. Hal itu berarti
kompetisi antar kelompok yang kemudian bahwa kerukunan bukan dimaksudkan setiap
melahirkan konflik. Karena itu, sebagai upaya orang harus melarutkan diri pada budaya dan
membangun keserasian sosial, tentulah harus agama yang sama. Setiap orang terbuka untuk
bisa diwujudkan berbagai kerja sama di antara memiliki pengakuan absolut terhadap klaim
masyarakat pendatang dan pemukim lokal. kebenaran dan keselamatan ajaran agamanya
Terjadinya integrasi sosial antara warga serta kebebasan mengekspresikan budaya
ruralisasi dengan penduduk lokal didukung masing-masing tetapi pada saat yang sama
oleh aktifnya sistem yang disebut modal sosial juga mengakui serta menghormati keberadaan
(social capital) yang ditandai adanya budaya orang lain. Dalam pada itulah, setiap
kesediaan para individu berbagi (sharing) nilai warga masyarakat memiliki semangat saling
dan norma yang disepakati bersama sehingga belajar terhadap pengalaman keberagamaan
para individu kelompok ruralisasi maupun masing-masing.10
penduduk lokal diikat oleh rasa saling percaya Terjadinya mobilitas sosial yang disebut
(mutual trust).8 ruralisasi tidak sekedar terjadinya perpindahan
Secara teoritis, sekalipun umat jumlah penduduk akan tetapi bisa
beragama berbeda dalam kelas sosial akan memunculkan berbagai rupa konsekuensi.
tetapi juga bersikap inklusif karena mereka Bagi masyarakat modern yang memiliki ikatan
memiliki nilai tertinggi kehidupan yaitu yang dengan modernitas tentu akan cenderung
kebenaran absolut (ultimate reality). Namun, mengabaikan nilai-nilai spiritualitas karena
sekalipun sifat dasar keberagamaan adalah yang berkuasa secara faktual adalah kekuatan
inklusif tetapi apabila tidak diimbangi materi. Apabila wawasan keberagamaan yang
frekuensi dan intensitas interaksional artificial tersebut mereka kembangkan di
antarkelompok akan menyebabkan pemukiman baru tentulah akan menimbulkan
berkembangnya perilaku yang cenderung reaksi dari masyarakat pemukim lama yang
introvert, menutup diri dan acuh tak acuh sudah memiliki tradisi keyakinan yang lama.
terhadap lingkungan. Akibatnya, diri atau Manakala sikap pemukim yang baru tersebut
kelompoknya merasa tidak diterima oleh terobsesi dengan motivasi pengembangan
kelompok lain. Perilaku demikian dipertajam misionaris keagamaan maka mereka lebih
lagi dengan pemaknaan agama yang cenderung mengejar pertambahan populasi umat dan
konfrontatif dan rendahnya saling keterkaitan sekaligus menekankan simbol keberagamaan
emosional.9 seperti upacara keagamaan dan pengembangan
Konsep persatuan bangsa dalam komunitas jumlah penganut. Dan hal ini tentu
semangat kerukunan adalah membiarkan pula menimbulkan reaksi di kalangan
7 9
Bahrul Hayat, Mengelola Kemajemukan Umat Andrik Purwasito, Komunikasi Multikultural,
Beragama, (Jakarta: PT Saadah Cipta Mandiri, 2012), 4. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 220.
8
Bambang Rudito dan Melia Famiola, Social 10
Bagong Suyanto dan Sudarso, “Diferensiasi
Mapping, Metode Pemetaan Sosial, (Bandung: Sosial” ….., 204-206
Rekayasa Sains, 2008), 57.
M. Ridwan Lubis dkk, Studi Hubungan Ruralisasi Dengan Penduduk Lokal...
101
pemukim lama yang sudah memiliki tradisi implementasi masih menghadapi sejumlah
keberagamaan yang sudah mapan. Dengan kendala. Sementara sebagian warga
terjadinya pengembangan misi penyiaran masyarakat berpandangan bahwa adanya
agama sekaligus rencana pendirian bangunan Peraturan Bersama ini justru mempersulit
rumah ibadat yang tidak didahului dengan kegiatan pendirian rumah ibadat.11
pendekatan secara persuasif cenderung akan Berangkat dari dilema di atas, yaitu
terbuka ruang konflik dengan pemukim yang proses ruralisasi yang melahirkan sikap ofensif
lama. pemukim baru dan sikap bertahan pemukim
Cara pandang ini yang cenderung lokal, maka diperlukan kesediaan para pihak
nihilistik yaitu pola kehidupan modern yang untuk membangun sikap toleransi dalam batas-
tidak mengakui adanya nilai absolut di luar diri batas yang tidak melanggar ajaran pokok
manusia dan pemahaman keagamaan yang agama-agama yang kemudian diharapkan
simbolik akan berbenturan dengan sikap melahirkan kesepakatan terhadap norma-
masyarakat perdesaan sebagai masyarakat norma universal etika keberagamaan.12 Maka
homogen yang selalu mengaitkan nilai tradisi dalam rangka itu diperlukan kemampuan untuk
budaya mereka dengan keberagamaan. mempertahankan disiplin warga dengan
Berkaitan dengan kegiatan penyiaran agama membangun disiplin etik dan keagamaan yang
dan pendirian bangunan rumah ibadat telah ketat sebagai upaya memelihara kerukunan
dilakukan pengaturan oleh pemerintah dengan umat beragama di tengah pengaruh
merumuskan semacam kode etik penyiaran modernitas. Secara teoritis, adanya masalah-
agama dan pendirian rumah ibadat. Aturan masalah sosial dapat ditelusuri dari berbagai
tentang hal itu telah dituangkan melalui SKB aspek yaitu mendalami perkembangan sosial
Menag dan Mendagri No.1/BER/MDN- guna mengetahui arah tertentu karena keadaan
MAG/1979. Aturan tentang pendirian rumah sistem tidak terulang lagi pada setiap
ibadat telah dirumuskan secara bersama oleh tingkatan; bangunan sistem sosial yang
wakil majelis-majelis agama yang kemudian mencerminkan tingkat lebih tinggi dari
ditetapkan menjadi Peraturan Bersama semula; dan, perkembangan ini hendaknya
Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri juga dipicu oleh kecenderungan yang berasal
No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang tata cara dari dalam sistem seperti pengaruh urbanisasi
Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala terhadap peningkatan religiositas. Selanjutnya
Daerah/Wakil Kepala Daeah Dalam Interaksi sosial ini akan melahirkan pola
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, peredaran sosial yaitu proses sosial yang tidak
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat mengarah kepada perkembangan tertentu
Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat. tetapi juga tidak berkembang secara
Namun, oleh karena baik SKB maupun PBM serampangan. Cirinya dapat dilihat pada dua
tersebut hanya berstatus peraturan pada tingkat hal (1) mengikuti pola edaran yaitu keadaan
menteri maka keduanya hanya mengandalkan sistem pada waktu tertentu kemungkinan besar
sanksi moral bagi para pelanggar aturan muncul kembali pada waktu mendatang dan
tersebut. Oleh karena itulah, pada tahap merupakan replika dari yang terjadi pada masa
11 12
D.E Lindstrom, American Rural Life, (New Elizabeth K. Nottingham, Agama Dan
York: The Ronald Press Company, 1948), 229-230. Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), 146
102 Ilmu Ushuluddin, Volume 6, Nomor 1, Januari 2019
lalu (2) perulangan ini disebabkan wawancara, studi dokumen dan kemudian
kecenderungan permanen di dalam sistem dipadukan dengan triangulasi.
karena sifatnya yang bergerak ke sana ke mari. Observasi adalah sebagai alat bagi
Terakhir adalah kemajuan sosial (sosial peneliti belajar tentang perilaku dan makna
progress) yang memberikan kategori terhadap dari perilaku tersebut. Sanafiah Faisal
perubahan sosial lebih obyektif, netral mengklasifikasikan observasi menjadi
terhadap aspek kehidupan normatif. observasi berpartisipan (participant
Pengertian kemajuan sosial adalah mencakup observation), observasi yang terang-terangan
(1) proses menjurus kepada kondisi yang dan tersamar (overt observation and covert
diharapkan (2) sistem sosial terus menerus observation) dan observasi yang tidak
mendekati keadaan yang lebih baik atau lebih berstruktur (unstructured observation).
menguntungkan berdasarkan pertimbangan Sedang Sparedley dalam Susan Stainback
etika seperti keadilan, kebahagiaan, menggambarkan observasi menjadi empat
kebebasan, kesejahteraan atau kepada yaitu passive observation, moderate
masyarakat utopia sebagai masyarakat ideal participation, active participation dan
complete participation.15 Dalam penelitian ini,
Metode Penelitian digunakan observasi dalam model moderate
Penelitian dalam artikel ini participation dengan alasan peneliti akan dapat
menggunakan pendekatan kualitatif. Metode memerankan diri sebagai peneliti, yang
penelitian dengan pendekatan kualitatif berupaya membantu merumuskan cara yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek lebih moderat dalam melihat hubungan antara
yang alamiah dimana peneliti adalah instrumen dua kelompok yang saling berseberangan.
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan Observasi dengan melakukan pengamatan
melalui teknik observasi, wawancara, studi terhadap pola relasi hubungan masyarakat
dokumen dan triangulasi, analisis data bersifat ruralisme dengan penduduk lokal dalam
induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih berbagai kegiatan sosial, perkawinan,
menekankan makna daripada generalisasi.13 kematian, rembuk desa. Demikian juga
Metode penelitian dengan pendekatan pengamatan apakah di lokasi penelitian terjadi
kualitatif disebut juga penelitian naturalistis konflik tentang pendirian rumah ibadat dan
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi kegiatan ritual-ritual keagamaan dan
yang alamiah (natural setting). Disebut juga bagaimana cara masyarakat membangun
metode etnografi, karena pada awalnya metode ekuilibrium dalam berbagai hubungan sosial
ini lebih banyak digunakan untuk penelitian tersebut.
antropologi budaya dan disebut juga metode Observasi dilakukan, sesuai pendapat
kualitatif karena data yang terkumpul dan Spradely, pada situasi sosial yang terdiri dari
analisisnya lebih bersifat kualitatif.14 tiga komponen yaitu place (tempat) dengan
Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik mengamati tempat interaksi berlangsung,
proses pengumpulan data melalui observasi, actor (pelaku) dengan mengamati orang-orang
yang memainkan peran tertentu dan activities
13 15
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif,
(Bandung: Alvabeta, 2009), 1. 64.
14
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 1.
M. Ridwan Lubis dkk, Studi Hubungan Ruralisasi Dengan Penduduk Lokal...
103
(aktivitas) yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pengetahuan, indra dan pertanyaan yang
aktor dalam situasi sosial yang sedang berkenaan dengan latar belakang atau
berlangsung.16 Observasi kemudian demografi. Informasi data yang diperoleh
dilanjutkan dengan melakukan sejumlah melalui observasi dan wawancara ini
wawancara kepada warga masyarakat baik kemudian dibandingkan dengan dokumen jika
yang melakukan ruralisasi maupun penduduk ditemukan data dokumen pada masing-masing
yang menjadi pemukim lama. Selain dari itu, lokasi penelitian.
pendalaman terhadap informasi yang diperoleh Kemudian, metode penelitian yang akan
melalui pertemuan dengan dua kelompok digunakan adalah triangulasi yaitu sebagai
warga, juga dikembangkan wawancara dengan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda
pejabat pemerintahan setempat termasuk juga dengan menggabungkan berbagai teknik
wawancara dilakukan kepada pemuka agama, pengumpulan data guna mendapatkan data dari
budaya dan yang dipandang sebagai sumber yang sama. Metode triangulasi
cendekiawan masyarakat. Obyek penelitian sekaligus juga dimaksudkan untuk menguji
adalah warga masyarakat baik yang melakukan kredibilitas data melalui teknik yang berbeda-
program ruralisasi maupun pemukim lama beda. Dengan demikian, tujuan penelitian
yang ke semuanya bertempat tinggal pada kualitatif ini bukan semata-mata mencari
kabupaten/Kota di sekitar Provinsi Daerah kebenaran akan tetapi lebih ditekankan kepada
Khusus Ibukota Jakarta yaitu Kota Bekasi, pemahaman subyek terhadap dunia
17
Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, sekitarnya. Setelah data terkumpul maka
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. proses berikutnya adalah analisis data yang
Kemudian, wawancara dilakukan terstruktur diarahkan kepada menjawab 5 (lima) rumusan
sebagai teknik pengumpulan data sesuai masalah sebagaimana telah diuraikan dimuka.
dengan panduan wawancara yang sudah Langkah ketiga setelah pengumpulan
disusun dan dibahas secara mendalam oleh data maka dilakukan analisis data yang
Tim Peneliti bersama dengan petugas kemudian menarik lima simpulan sesuai
penelitian lapangan. dengan tujuan penelitian. Simpulan dalam
Pengumpulan data melalui wawancara penelitian kualitatif dapat berupa temuan
dan observasi dalam penelitian ini dibantu deskripsi atau gambaran tentang suatu obyek
oleh Tim Pewawancara dari Mahasiswa yang diteliti yang sebelumnya masih kabur
Fakultas Usuluddin UIN Syarif Hidayatullah kemudian menjadi terang baik bentuk obyek,
yang telah memperoleh perkuliahan Sosiologi faktor penyebabnya, langkah lanjutan yang
sehingga kegiatan pengumpulan data ini juga harus diambil oleh para pengambil kebijakan.
merupakan bagian dari proses pembelajaran Hal inilah kemudian yang menjadi jawaban
bagi mereka. Dengan wawancara terstruktur, terhadap rumusan masalah dan selanjutnya
setiap responden diberi pertanyaan yang sama pengambil kebijakan berperan untuk
dan pengumpul data tinggal mencatatnya. menindaklanjutinya. Dengan ditemukan
Jenis pertanyaan dalam wawancara diarahkan benang merah dari hasil analisis domain,
untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan taksonomi dan kompetensi maka selanjutnya
dengan pengalaman, pendapat, perasaan, akan dapat tersusun konstruksi bangunan
16 17
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, 85
68.
104 Ilmu Ushuluddin, Volume 6, Nomor 1, Januari 2019
format ideal pola hubungan pemukim berdasar hewan berkaki empat. Sementara masyarakat
ruralisme dengan penduduk lokal sehingga setempat yang umumnya menganut Mazhab
terwujud kerukunan hidup umat beragama di Syafi’i memandang hewan berkaki empat
daerah pinggiran di Jakarta. khususnya anjing dan babi adalah najis berat
(mughallazah). Sementara itu, dalam
Simpulan hubungan intern umat beragama maka kasus
Faktor yang mendorong masyarakat yang banyak terjadi khususnya di kalangan
melakukan ruralisasi ke daerah pinggiran umat Islam baik adalah perbedaan budaya
Jakarta adalah didasarkan kepada tiga aspek maupun aliran pemahaman keagamaan. Kasus
yaitu faktor pendorong (push factor) dari intern umat Islam yang paling menonjol adalah
daerah asal, faktor penarik (pull factor) dari keberadaan warga Ahmadiyah di Cipondoh
daerah tujuan, dan faktor lainnya (other Tangerang. Pada mulanya, kehadiran
factor). Sulitnya mempertahankan kehidupan kelompok Ahmadiyah ditentang masyarakat
di daerah asal, tingginya biaya hidup serta akan tetapi karena di antara mereka adalah
kondisi lingkungan yang kurang ramah masih ada ikatan kekerabatan maka secara
menjadi faktor pendorong (push factor). lambat laun, masyarakat seakan bersikap
Selanjutnya faktor penarik adalah suasana permisif terhadap Ahmadiyah.
lingkungan yang asri, tenang, tenteram dan Strategi penyelesaian yang dilakukan
semangat guyub menjadi daya penarik dari Pemerintah terhadap perubahan konfigurasi
lokasi baru. Sedang faktor lainnya adalah kependudukan ini belum ada secara
karena keinginan untuk meningkatkan konsepsional. Aparat pemerintah
ketahanan hidup dalam menghadapi berbagai menyerahkan sepenuhnya kepada kearifan dari
perubahan sosial. masing-masing kelompok sosial untuk
Pengaruh aktual ruralisasi adalah membangun kehidupan yang integratif. Di
terjadinya interaksi di antara penduduk yang samping itu, keberadaan forum kerukunan
memiliki dua latar belakang kultur yang semacam FKUB, dan FPK kurang dirasakan
berbeda. Manakala masyarakat memiliki warga kehadirannya di lapisan massa akibat
kemampuan untuk mengatasi perbedaan itu dari berbagai persoalan yang dialami FKUB
maka dengan sendirinya mereka hidup dalam baik dukungan finansial maupun wawasan
suasana integratif yang asosiatif. Sebaliknya, pemahaman terhadap makna kerukunan. Oleh
manakala masyarakat pendatang maupun karena itu, mereka membentuk wadah
perkampungan setempat tidak mampu kerukunan pada tingkat lokal seperti MUB di
membangun integrasi di antara mereka maka Bekasi.
dengan sendirinya suasana hubungan sosial Pemerintah belum memiliki strategi
adalah disintegratif yang disosiatif. dalam menyelesaikan berbagai potensi konflik
Berbagai kasus aktual terjadinya konflik kecuali sekedar himbauan secara sepintas yang
di antara dua kelompok masyarakat tersebut disampaikan ketika dilangsungkan pertemuan
berkaitan dengan semangat keberagamaan sosialisasi program tertentu dari pemerintah.
khususnya terkait dengan penyiaran agama dan Pada akhirnya diharapkan kesediaan
pendirian rumah ibadat serta adanya tradisi masyarakat yang melakukan ruralisasi maupun
sebagian pendatang terutama di kalangan warga perkampungan untuk membangun
komunitas perumahan yang memelihara secara proaktif solidaritas ketika muncul
M. Ridwan Lubis dkk, Studi Hubungan Ruralisasi Dengan Penduduk Lokal...
105
ancaman yang datang dari dalam maupun dari ancaman terhadap kerukunan umat beragama
luar. Kekuatan yang dapat menghidupkan akibat kehadiran warga ruralisasi yang sukar
solidaritas sosial adalah adanya persilangan menyatu dengan penduduk lokal. Demikian
afiliasi (cross-cutting affiliations) dan juga sikap para pemukim lama yang selalu
persilangan kelembagaan (cross-cutting menaruh curiga kepada penduduk pendatang.
institutions). Hal itu dapat terwujud manakala Kearifan lokal yang selama ini diharapkan
di antara dua kelompok warga terbina rasa sebagai perekat sosial ternyata kurang ampuh
saling percaya (mutual trust) satu dengan karena kearifan lokal lahir dari budaya agraris
lainnya melalui berbagai jalur kerja sama baik sedang masyarakat di kawasan pinggiran
yang terrencana maupun kegiatan secara Jakarta sedang bergerak menjadi masyarakat
spontanitas dari warga. Oleh karena itu industri dengan sendirinya solidaritas mekanik
hendaknya dapat diciptakan kondisi saling akan tergeser oleh solidaritas organik.
menguntungkan (mutual-simbiosis), zona
netral dan pranata yang mengarah terwujudnya Pustaka Acuan
kerukunan. Adisasmita, Rahardjo. Pertumbuhan Wilayah
& Wilayah Pertumbuhan, Yogyakarta,
Saran Graha Ilmu, 2014
Format ideal hubungan ruralisasi dengan Ariyani, Nur Indah. “Strategi Adaptasi Orang
penduduk lokal dapat terbentuk melalui Minang Terhadap Bahasa, Makanan,
suasana saling memahami dan bersedia dan Norma Masyarakat Jawa”, dalam
berbagi kemampuan dan pengetahuan Jurnal Komunitas Vol. 5 No. 1, Maret
sehingga jarak sosial akan semakin dekat. 2013
Kedekatan hubungan tersebut menjadi BPS Kota Tangerang, Kecamatan Cipondoh
semacam modal sosial (social capital) dalam Angka, 2017
sehingga memperpendek jarak sosial. Hal ini Cross, Frank B. Constitutions and Religious
diharapkan akan terwujud manakala Freedom, Co0mparative Constitutional
pemerintahan melakukan rekayasa intervensi Law and Policy, Cambridge University
untuk menghindarkan masyarakat tidak Press, 2015
terjebak dalam sindrom pembangunan yaitu Dobb, Christoper Bates. The Sociology: An
kemiskinan dan inertia yaitu manusia yang Introduction, New York, CBS Colleg,
bersikap pasrah (fix mindset) dan kelembanan 1985
dalam berkreasi. Allah telah Haryano, Joko Tri. “Kearifan Lokal
menganugerahkan potensi kemauan (masyi- Pendukung Kerukunan Beragama Pada
ah) dan kemampuan (istitha’ah) karena itu Komunitas Tengger Malang Jatim”,
tidak ada alasan lagi untuk bersikap pasrah dan dalam Jurnal Analisa Vol. 21 No. 02,
lamban di dalam melakukan kegiatan. Dengan Desember 2014
dua potensi kemauan dan kemampuan, setiap Hayat, Bahrul Mengelola Kemajemukan Umat
warga memiliki pola berpikir yang tumbuh Beragama, Jakarta, PT Saadah Cipta
(growth mindset) sebagai lawan dari perangkat Mandiri, 2012
berpikir yang baku (fix mindset). Idianto, M. Sosiologi, Jakarta: Erlangga, 2005
Persoalan penting dalam proses Kemenag RI, Komplikasi Kebijakan Dan
ruralisasi di kawasan pinggiran Jakarta adalah Peraturan Perundang-undangan
106 Ilmu Ushuluddin, Volume 6, Nomor 1, Januari 2019