Proses Dan Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Memaafkan Pada Remaja Broken Home

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Psikoborneo, Vol 5, No 1, 2017: 34-40 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2647

Proses dan Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Memaafkan Pada Remaja Broken Home
Aswina Mayang Safitri1

Program Studi Psikologi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Mulawarman Samarinda

ABSTRACT. Divorce is divorced life or life separation between husband and wife as a result of their failure to
carry out their respective roles. Adolescence is a period that is vulnerable to things that are full of conflict and
mood swings, especially if the problems faced are about their parents' divorce. Forgiveness is a form of
manifestation of valuable personal assets and actions to resolve conflicts or problems among adolescents.
Forgivess itself has several stages and influencing factors. This research uses a qualitative approach with a
phenomenological method. The data collection method uses interviews and observations on sampling which have
criteria of adolescents aged between 10-22 years with divorced families. The purpose of this study was to determine
the process of forgiveness and the factors that influence forgiving behavior in broken home teenagers.
The results showed the process of forgiving behavior that occurred on the subject, one subject was still not feeling
disappointed because of the divorce of his parents (uncovering stage or disclosure), and the three other subjects
had been able to accept the fact that his father and mother had separated (desicion stage or decision). The factors
that influence forgiving behavior in broken home adolescents in this study are the type of personality, religiosity,
the quality of relationships with perpetrators, and empathy

Keywords: divorce, forgiveness and teenager.

ABSTRAK. Perceraian adalah cerai hidup atau perpisahan hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari
kegagalan mereka menjalankan perannya masing- masing. Masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap
hal-hal yang penuh konflik dan perubahan suasana hati, apalagi jika permasalahan yang dihadapi itu mengenai
perceraian orang tua mereka. Perilaku memaafkan merupakan suatu bentuk manifestasi tindakan dan aset pribadi
yang berharga untuk menyelesaikan konflik atau permasalahan di kalangan remaja. Forgivness sendiri memiliki
beberapa tahapan dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode fenomenologi. Metode pengambilan data menggunakan wawancara dan observasi pada sampling yang
memiliki kriteria remaja yang berusia antara 10- 22 tahun dengan keluarga yang bercerai. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui proses memaafkan dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku memaafkan pada remaja
broken home. Hasil penelitian menunjukkan proses perilaku memaafkan yang terjadi pada subjek adalah, satu
subjek belum masih merasa kecewa karena perceraian orang tuanya (tahap uncovering atau pengungkapan), dan
ketiga subjek lain sudah dapat menerima kenyataan bahwa ayah-ibunya telah berpisah (tahap desicion atau
keputusan). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku memaafkan pada remaja broken home dalam
penelitian ini adalah tipe kepribadian, religiusitas, kualitas hubungan dengan pelaku, dan empati

Kata Kunci: perceraian, perilaku memaafkan, remaja

1
Email: Mayank_pix@yahoo.com
34
Psikoborneo, Vol 5, No 1, 2017: 34-40 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2647

PENDAHULUAN terutama remaja sebagai kejadian yang tidak


menyenangkan dan menyakitkan mereka, bahkan
Perceraian seringkali dianggap penyelesaian
seringkali mereka merasa lebih sakit daripada orang
yang tepat untuk mengakhiri hubungan rumah tangga
tua. Ketika seseorang merasa disakiti, dirugikan, atau
yang tidak kondusif, dan tidak sedikit suami-istri yang
diperlakukan tidak adil oleh orang lain, maka
mengakhiri jalinan mereka dengan perceraian. Bennet
kesejahteraan emosinya terganggu. Bagi kebanyakan
(dalam Dewi, 2006) mengemukakan, perceraian adalah
remaja, perceraian orang tua membuat keterkejutan
pemutusan hubungan pernikahan yang dilakukan
sekaligus terganggu. Masalah yang ditimbulkan pada
secara legal (hukum). Sepertiga perkawinan pertama
fisik tidak terlalu tampak, bahkan bisa dikatakan tidak
dalam sepuluh tahun terakhir berujung pada
ada karena ini sifatnya psikis. Akan tetapi, ada juga
perceraian. Konsekuensi dari tingginya angka
yang berpengaruh terhadap fisik, setelah remaja
perceraian tersebut adalah, ditemukannya lebih dari
tersebut mengalami beberapa akibat dari tidak
satu juta anak terlibat dalam situasi perceraian setiap
terkendalinya psikis atau kepribadian yang tidak
tahunnya (Putri, 2012). Peristiwa perceraian dalam
terjaga dengan baik. Sebagai contoh, seringkali remaja
keluarga senantiasa membawa dampak yang
mengonsumsi minuman beralkohol, maka lambat-laun
mendalam. Kasus ini menimbulkan stress, juga
akan mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh
menimbulkan perubahan fisik dan mental. Keadaan ini
yang akhirnya menimbulkan sakit (Putri, 2012).
dialami oleh semua anggota keluarga, ayah, ibu, dan
Arthasari (2010) menambahkan, remaja yang
anak (Dagun, 2004).
orang tuanya bercerai dominan memiliki emosi marah,
Data dari Pengadilan Agama Samarinda
kecewa, tertekan, malu, menarik diri, dan sakit hati
menyatakan, bahwa angka kasus perceraian terhadap
selama periode waktu tertentu, yang akan
perkawinan dari tahun-tahun terakhir menunjukan
mengekspresikannya dengan cara menunjukkan sikap
angka yang cukup besar. Tahun 2012 kasus perceraian
bermusuhan kepada pihak yang menimbulkannya.
yang terjadi mencapai angka 1.610 perkara, kasus
Memaafkan (forgiveness) merupakan cara yang baik
perceraian tahun 2013 ditemukan adanya peningkatan
untuk mengatasi berbagai dampak buruk dari
jumlah tapi tidak signifikan dengan angka 1.611
perceraian orang tuanya. Remaja harus berusaha tidak
perkara, dan pada tahun 2014 mengalami kenaikan
menyalahkan keputusan orang tua untuk bercerai yang
kembali dengan angka 1.624 perkara.
membuat mereka tidak dapat merasakan lagi
Masalah perceraian memang tidak hanya
kebersamaan dalam keluarga yang utuh. Remaja
dirasakan oleh orang tua yang mengalaminya, hal ini
sebagai anak harus berusaha aktif membangun kembali
tentunya juga memiliki dampak terhadap anak
hubungan antara dirinya dengan kedua orang tuanya,
terutama di masa remaja. Masa remaja merupakan
dengan terlebih dahulu melupakan kesalahan yang
masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa
dilakukan orang tua atas keputusan mereka bercerai
dewasa. Sebab orang tua merupakan contoh (role
(Arthasari, 2010). Memaafkan adalah kemampuan
model), panutan dan teladan bagi perkembangan di
untuk melepaskan pikiran dan hati dari semua masa
masa remaja, terutama perkembangan psikis dan
lalu yang menyakitkan, semua perasaan atau rasa
emosi, perlu pengarahan, kontrol, serta perhatian yang
bersalah. Memaafkan mampu mengalahkan kemarahan
cukup dari orang tua. Orang tua merupakan salah satu
dan mampu menghilangkan pikiran untuk melakukan
faktor yang sangat penting dalam pembentukan
balas dendam kepada seseorang yang telah
karakter remaja selain faktor lingkungan, sosial, dan
menyakitinya.
pergaulan (Willis, 2008). Santrock (2007)
Hargrave dan Sells (Hadriami, 2008)
menjelaskan, remaja dari keluarga yang bercerai lebih
menyimpulkan, forgiveness merujuk pada terlepasnya
rentan mengalami masalah penyesuaian diri, akademis,
seseorang dari kemarahan di pikirannya, serta
kurang memiliki tanggung-jawab sosial, berhubungan
kesembuhan terhadap luka-luka hati, dan tidak ada
dengan teman sebaya yang antisosial, putus sekolah,
balas dendam. Ada unsur melepaskan dari kemarahan
menggunakan obat-obatan, dan aktif secara seksual di
(afeksi negatif) dan tercipta kembali hubungan, yang
usia dini, jika dibandingkan dengan remaja dari
berarti adanya rekonsiliasi dengan munculnya
keluarga utuh.
kepercayaan, sembuhnya luka, dan kehilangan
Perceraian orang tua dimaknai anak-anak
motivasi balas dendam. Artinya yaitu, forgiveness
35
Psikoborneo, Vol 5, No 1, 2017: 34-40 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2647

tidak hanya terjadi di tahap afeksi, tetapi juga pada subjek dari perceraian orang tuanya, dan mengetahui
tahap perilaku, yang mana korban berani membangun tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
kembali hubungan dengan situasi yang positif. untuk memaafkan pada subjek.
Memaafkan adalah proses (atau hasil dari sebuah
proses) yang melibatkan perubahan dalam emosi TINJAUAN PUSTAKA
maupun sikap pada individu terhadap pelaku yang Perceraian
menyakitinya. Sebagian besar para ahli mengatakan,
Menurut Dariyo (2008) perceraian (divorce)
adanya kesengajaan dan proses sukarela yang didorong merupakan peristiwa yang sebenarnya tidak
untuk membuat keputusan memaafkan tersebut direncanakan dan dikehendaki kedua individu yang
(Denmark dkk, 2006). sama-sama terikat dalam perkawinan. Perceraian
Menurut Smedes (Wardhati dan Faturrahman,
merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau
2009) proses memaafkan adalah proses yang berjalan
kedua pasangan memutuskan untuk saling
perlahan dan memerlukan waktu. Tahapan perilaku meninggalkan, sehingga mereka berhenti melakukan
forgiveness individu tidaklah sama, oleh karena itu kewajibannya sebagai suami-istri.
proses maafkan memiliki sifat adaptif, artinya tidak Dariyo (2008) menjabarkan faktor-faktor
harus sesuai urutan yang telah dijabarkan oleh Enright penyebab perceraian antara lain yaitu masalah
dan Coyle (Nashori, 2009). Dalam penjelasannya, keperawanan, ketidaksetiaan salah satu pasangan
terdapat empat tahapan proses memaafkan; hidup, tekanan ekonomi keluarga, tidak mempunyai
uncovering, decision, work, outcome or deeping. Dari keturunan, salah satu pasangan hidup meninggal dunia,
semua data awal ini dapat ditafsirkan, bahwa masing- perbedaan prinsip (ideologi dan agama).
masing subjek memiliki perbedaan tahapan Lesley (dalam Ihromi, 2004) mengemukakan,
forgiveness. Ada yang telah sampai pada tahap bahwa anak-anak yang orang tuanya bercerai sering
keputusan untuk menerima fakta perceraian orang tua, hidup menderita, khususnya dalam hal keuangan, serta
tapi ada pula yang terus-menurus merasa tersakiti dan secara emosional kehilangan rasa aman. Berbagai
seringkali membuatnya sulit untuk memaafkan. macam kepedihan dirasakan anak seperti terluka,
Keputusan memaafkan pada satu individu dengan bingung, marah, dan tidak aman. Sering pula mereka
individu lain pasti memiliki berbagai perbedaan, tidak berkhayal akan rujuknya kedua orang tua mereka.
semua orang memiliki faktor yang sama untuk bisa Anak akan merasakan kepedihan yang luar biasa dan
memaafkan, hingga mengiklaskan apa yang telah sangat mendalam. Tidak jarang anak malah
terjadi dengan mudah. Perbedaan individu tentu tidak menyalahkan dirinya sendiri serta menganggap bahwa
dapat dikesampingkan begitu saja, apalagi dalam hal merekalah penyebab perceraian kedua orang tuanya.
memaafkan, ini merupakan sesuatu yang sangat Sementara Landis (dalam Ihromi, 2004) menyatakan,
individual (idealis). Penelitian dalam pandangan bahwa dampak lain dari perceraian adalah,
subjektif (fenomenologi) berusaha memahami arti meningkatnya perasaan dekat anak dengan ibunya serta
peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang menurunnya jarak emosional anak dengan ayahnya, di
yang berada dalam situasi- situasi tertentu. Hal samping anak menjadi inferior terhadap anak yang lain.
demikianlah yang menjadikan metode fenomenologi Sedangkan menurut Gardner (dalam Ihromi, 2004)
sebagai garis fokus dalam penelitian mengenai perilaku anak merasakan kepedihan luar biasa dan mendalam,
forgiveness dan remaja yang mengalami perceraian sehingga anak sering menyalahkan dirinya sendiri
orang tua. Penelitian ini merupakan studi sebagai penyebab perceraian orang tuanya dan
fenomenologi mengenai proses dan faktor yang
kepergian orang tuanya itu dinilai sebagai tanda tidak
mempengaruhi perilaku forgiveness pada remaja
menyayangi mereka.
broken home di kota Samarinda.
Tujuan penelitian yang diajukan dari proses dan
Remaja
faktor yang mempengaruhi perilaku forgiveness pada
Santrock (2007) mengartikan remaja sebagai
remaja broken home di kota Samarinda adalah untul
masa perkembangan transisi antara masa anak dan
mengetahui proses memaafkan sebagai keputusan yang
masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
diambil oleh subjek, memahami bentuk gambaran,
kognitif, dan sosio-emosional. Santrock (2007)
maupun kondisi psikologis dari problema yang dialami
36
Psikoborneo, Vol 5, No 1, 2017: 34-40 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2647

menyatakan, remaja merupakan suatu periode di mana Seseorang tidak mungkin forgive (memaafkan) kecuali
kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat jika unforgive (tidak memaafkan) telah terjadi.
terutama pada awal masa remaja. Masa remaja terjadi Forgiveness baru dapat muncul setelah adanya
secara berangsur-angsur, tidak dapat ditentukan secara unforgiveness, namun orang yang mengalami
tepat kapan permulaan dan akhirnya, tidak ada tanda unforgiveness bukan berarti pasti akan mengalami
tunggal yang menandai. forgiveness. Forgiveness merupakan suatu cara untuk
Hurlock (2004) menjelaskan, bahwa semua tugas mengatasi unforgivenes.
perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada Perilaku memaafkan merupakan proses yang
penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak- terjadi dalam diri seseorang, di mana individu yang
kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi telah disakiti mampu melepaskan dirinya dari rasa
masa dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan marah, benci, dan takut yang dirasakan serta tidak ingin
remaja, antara lain: mencapai hubungan baru dan lebih balas dendam. Forgiveness lebih kepada pilihan aktif
matang dengan teman sebaya, mencapai peran sosial daripada sekadar pengurangan pasif pada rasa marah
pria dan wanita, menerima keadaan fisik dan atau rasa dendam sepanjang waktu (dalam Sakti dkk,
menggunakan tubuhnya secara efektif, mengharapkan 2012).
dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab, Enright dan Coyle (dalam Sakti dkk, 2012)
mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan mengembangkan suatu model tahapan memaafkan.
orang-orang dewasa lainnya, mempersiapkan karir Model ini meliputi aspek kognitif, afektif, dan perilaku
ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, yang terjadi dalam proses memaafkan. Tahapan
dan memperoleh perangkat nilai dan sistematis sebagai tersebut dibagi ke dalam empat fase, yaitu: uncovering
pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. phase, decision phase, work phase, dan outcome or
Menurut Yusuf (2001) terdapat enam deepening phase.
karakteristik pada diri remaja, yaitu: perkembangan Kemauan individu untuk memaafkan tidak
fisik, perkembangan kognitif, perkembangan emosi, datang secara tiba-tiba, tapi didukung oleh berbagai
perkembangan sosial, perkembangan moral, faktor. Berikut ini dijelaskan secara lebih rinci
perkembangan kepribadian, perkembangan kesadaran beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
beragama. forgiveness yang dikemukakan McCullough dkk
Dagun (2004) berpendapat, tahun pertama (dalam Wardhati dan Faturochman, 2009). Adapun
perceraian merupakan masa krisis yang paling sulit. faktor-faktor tersebut adalah empati, karakteristik
Orang tua tampaknya dari waktu ke waktu serangan, tipe kepribadian, kualitas hubungan dengan
memperlihatkan sikap kasar pada anaknya. Dengan pelaku, dan religiusitas.
demikian, secara langsung maupun tidak langsung
akan memberikan dampak terhadap anak dan keluarga. METODE PENELITIAN
Perceraian tidak hanya membawa dampak bagi orang Pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan
tua saja, tetapi juga anak, terutama remaja. Pada remaja menggunakan pendekatan kualitatif. Metode
merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa pendekatan dan cara yang akan digunakan dalam
kanak-kanak ke masa dewasa, yang sering disebut juga penelitian ini adalah fenomenologi. Mulyana (dalam
sebagai masa krisis, di mana mulai terjadinya proses Kuswarno, 2006) menyebutkan, pendekatan
pembentukan jati diri. Pada masa peralihan ini, status fenomenologi termasuk pada pendekatan subjektif atau
individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan interpretif. Sebagai salah satu dari dua sudut pandang
peran yang harus dilakukan. Masa remaja juga tentang perilaku manusia, yaitu pendekatan objektif
merupakan periode yang penting, yang mana terjadi dan subjektif. Subjek dari penelitian ini adalah anak
perkembangan fisik begitu cepat dan penting disertai dari orang tua yang telah bercerai, remaja (usia 10
cepatnya perkembangan mental, khususnya di awal hingga 22 tahun), anak remaja yang ikut salah satu
masa remaja orang tuanya (atau setidaknya pernah bersama salah
Memaafkan adalah kesediaan menanggalkan satu orang tuanya sebelum hidup mandiri tinggal
kesalahan yang dilakukan seseorang yang telah sendiri). Banyak subjek dalam penelitian ini berjumlah
menyakiti hati atau melakukan suatu perbuatan salah empat orang (tiga perempuan, satu laki-laki). Metode
pada individu lain (dalam McCullough dkk, 2004).
37
Psikoborneo, Vol 5, No 1, 2017: 34-40 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2647

pengumpulan data menggunakan observasi, dan dengan ayah ataupun ibunya. Ia mengaku lebih banyak
wawancara. jalan keluar dengan teman-temannya, atau hanya diam
di kamar apabila berada di rumah, dan sangat jarang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN mengobrol dengan ibunya yang tinggal serumah
dengannya. Jarak tempat tinggal yang jauh dengan
Penelitian ini mengangkat tema tentang proses
ayahnya membuat Nam semakin sulit, ia mengaku
dan faktor yang mempengaruhi perilaku memaafkan
sangat jarang menghubungi ayahnya meski lewat
pada anak remaja dengan orang tua yang bercerai.
telepon sekalipun. Orang tuanya bercerai ketika dia
Terdapat beberapa definisi tentang forgiveness, Enright
berusia dua belas tahun, waktu itu Nam belum
et. al. (dalam Sari, 2012) melihat perilaku memaafkan
memahami apa yang sebenarnya terjadi di
sebagai suatu bentuk kesiapan melepaskan hak yang
keluarganya. Dia tak diminta untuk memilih untuk ikut
dimiliki seseorang untuk meremehkan, menyalahkan,
dengan orang tuanya yang mana, tahu-tahu ibunya
dan membalas dendam terhadap pelaku yang telah
membawa Nam pergi dari rumahnya. Saat ia telah
bertindak tidak benar terhadapnya, dan di waktu yang
paham dengan persoalan di antara kedua orang tuanya,
bersamaan mengembangkan kasih sayang, kemurahan
yang Nam rasakan adalah rasa sakit hati yang sulit
hati, bahkan cinta terhadapnya. Perilaku memaafkan
diatasinya. Meminta penjelasan pun sulit, karena
adalah upaya membuang semua keinginan pembalasan
seringkali ia dianggap anak kecil yang belum mengerti
dendam dan sakit hati, yang bersifat pribadi terhadap
urusan orang dewasa.
pihak yang bersalah atau orang yang menyakiti dan
Perceraian orang tua dimaknai anak-anak
mempunyai keinginan untuk membina hubungan
terutama remaja sebagai kejadian yang tidak
kembali.
menyenangkan dan menyakitkan, bahkan seringkali
Proses forgiveness adalah tahapan yang berjalan
mereka merasa lebih sakit daripada orang tua atau
perlahan dan memerlukan waktu (dalam Wardhati dan
orang lain ketahui. Oleh sebab itu, semua subjek
Faturohman, 2009). Terdapat empat tahapan dalam
memiliki perasaan kecewa dan sedih sebagai dampak
perilaku memaafkan yakni: uncovering, decision,
umum yang terjadi akibat perceraian orang tua mereka.
work, outcome or deepening (Nashori, 2008).
Tipe kepribadian merupakan faktor yang
Worthington menjelaskan, bahwa proses pemaafan
mempengaruhi proses perilaku memaafkan pada
tidak pasti berjalan secara linier (bersifat fleksibel,
seluruh subjek. Keempat subjek memiliki tipe
artinya tak harus sesuai urutan), dan dapat berbeda dari
kepribadian yang terbuka – dari pengakuan para
satu dengan yang lainnya (Sakti dkk, 2012).
partisipan, kepribadian mereka lebih mengarah pada
Forgiveness dipengaruhi oleh penilaian korban
tipe ekstrovert. Religiusitas juga menjadi faktor yang
terhadap pelaku, penilaian korban terhadap kejadian,
mempengaruhi perilaku memaafkan pada semua
keparahan kejadian, dan keinginan untuk menjauhi
subjek. Masing-masing partisipan memiliki
pelaku, disimpulkan ada lima faktor yang
latarbelakang keagaaman yang cukup baik, atau
mempengaruhi forgiveness, yaitu: empati, karakteristik
setidaknya memiliki pengetahuan agama yang
serangan, tipe kepribadian, kualitas hubungan dengan
memadai.
pelaku, dan religiusitas (Wardhati dan Faturrochman,
Berdasarkan penjabaran hasil penelitian dari
2009).
tiap-tiap subjek, mendapati hasil yang cukup beragam,
Dari seluruh partisipan yang membantu jalannya
para subjek cendrung memiliki perbedaan satu sama
penelitian ini, Nam merupakan subjek yang mengalami
lain pada dampak perceraian orang tua mereka, dan
rasa kekecewaan yang paling berat, dan masih berada
faktor yang mempengaruhi perilaku memaafkan.
pada fase yang sulit menerima kenyataan bahwa orang
Sebab pada dasarnya, memaafkan bersifat subjektif,
tuanya telah bercerai (tahap pengungkapan). Hal ini
individu satu dengan yang lainnya tentu memiliki
bisa dilihat dari lamanya perceraian kedua orang
keberagaman dalam menghadapi persoalan yang
tuanya, perpisahan ayah-ibunya telah berlangsung
menyangkut dengan perilaku memaafkan itu sendiri,
selama lebih dari delapan tahun, dan Nam tetap belum
maupun proses, serta faktor yang mempengaruhi.
dapat menerima fakta tersebut – ia masih sering merasa
Forgiveness merupakan proses yang terjadi dalam diri
sedih karena permasalahan ini. Hubungan dengan
seseorang, di mana individu yang telah disakiti mampu
kedua orang tua pun tidak begitu baik, ia tak dekat
melepaskan dirinya dari rasa marah, benci, dan takut
38
Psikoborneo, Vol 5, No 1, 2017: 34-40 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2647

yang dirasakan serta tidak ingin balas dendam. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Secara psikologis, perilaku memaafkan akan a. Bagi peneliti selanjutnya yang menggunakan
efektif dan berdampak positif bila ada penuntasan tema serupa, agar melakukan proses
persoalan psikologis yang antara lain ditandai dengan pengumpulan data dan analisis yang lebih
ketulusan dan kesungguhan untuk memperbaiki relasi mendalam (dilakukan secara berulang- ulang,
di masa mendatang pada pihak-pihak yang terlibat. hingga dapat mengerti secara menyeluruh
Perwujudan akan hal itu harus tampak dalam ungkapan pemahaman tentang fenomenologis subjek).
meminta dan memberi maaf. Karenanya, memaafkan
secara psikologis tanpa diwujudkan secara DAFTAR PUSTAKA
interpersonal dapat menyakitkan. Sementara itu, Arthasari, D. P. (2010). Perbedaan Antara Forgiveness
ungkapan secara interpersonal tanpa dilandasi
dengan Trait Kepribadian Big Five Factors pada
ketulusan mengarahkan pemaafan hanya sekadar ritual
remaja korban perceraian di Bumi Serpong
(Wardhati dan Faturrochman, 2009). Damai Tangerang. Skripsi. UIN Syarif
Hidayatilah Jakarta: Fakultas Psikologi.
KESIMPULAN DAN SARAN Dagun, M. S. (2003). Psikologi keluarga. Jakarta:
Kesimpulan Rineka Cipta.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Dariyo, A. (2003). Psikologi perkembangan dewasa
maka dapat disimpulkan sebagai berikut perilaku muda. Jakarta: Gramedia Widiasarana
memaafkan merupakan motivasi seseorang mengurangi Indonesia.
keinginannya untuk menghindar dan mengasingkan diri Denmark, F., Chitayat, D., Cook, H., Okorodudu, C.,
dari orang yang telah menyakitinya. Proses memaafkan Sigal, J., & Takooshian, H. (2006). Forgiveness.
selalu berlangsung perlahan, berlanjut sepanjang A Sampling of Research Results. American
hubungan personal antara individu yang disakiti dan Psychological Association (APA).
yang menyakiti, serta didukung oleh faktor-faktor yang Dewi, M. (2006). Gambaran Proses Memaafkan Pada
mempengaruhi perilaku memaafkan tersebut. Remaja yang Orang Tuanya Bercerai. Jurnal
Memaafkan bersifat subjektif, individu satu dengan Psikologi Vol, 4(1), 1.
yang lainnya tentu memiliki keberagaman dalam Hadriami, E. (2008). Pemaafaan dalam Kaidah
menghadapi persoalan yang menyangkut dengan Kerukunan Hidup Orang Jawa. Jurnal
perilaku memaafkan itu sendiri, maupun proses, serta Psikodimensia, 7(1), 12-25
faktor yang mempengaruhi forgiveness. Hurlock, E. B. 2000. Psikologi perkembangan; suatu
pendekatan sepanjang rentang kehidupan.
Saran Jakarta: Erlangga
Berdasarkan hasil penelitian di atas makan Karina, C. (2014). Resiliensi remaja yang memiliki
peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: orang tua bercerai. Cognicia, 2(1).
1. Bagi Subjek Penelitian Kuswarno, E. (2006). Tradisi fenomenologi pada
a. Untuk para subjek, agar lebih berupaya penelitian komunikasi kualitatif: sebuah
meningkatkan kualitas proses perilaku pengalaman akademis. MediaTor (Jurnal
memaafkan agar berkembang ke tahapan yang Komunikasi), 7(1), 47-58.
lebih optimal dalam memperbaiki hubungan McCullough, M. E., Fincham, F. D., & Tsang, J. A.
dengan kedua orang tua seiring berjalannya (2003). Forgiveness, forbearance, and time: the
waktu. temporal unfolding of transgression-related
2. Bagi Pihak Keluarga interpersonal motivations. Journal of personality
a. Diharapkan untuk dapat mengerti kepentingan and social psychology, 84(3), 540.
dan kebutuhan anak. Pasalnya seringkali perilaku Nashori, F. (2009). Pemaafan: Penyembuhan Problem
negatif anak timbul dari perceraian ayah-ibunya, Psikologis Individu dan Bangsa.
oleh karena itu masyarakat diharapkan untuk turut HTTP://WWW.PIKORDONG.ORANG/KEPRI
memperhatikan anak-anak yang memiliki NADIAN/PRI 17 php.
permasalahan orang tua yang berpisah. Ningrum, P. R. (2013). Perceraian Orang Tua dan

39
Psikoborneo, Vol 5, No 1, 2017: 34-40 ISSN: 2477-2666/E-ISSN: 2477-2647

Penyesuaian Diri Remaja Studi Pada Remaja akibat perselingkuhan suami. Jurnal
Sekolah Menengah Atas/Kejuruan Di Kota Psikologi, 11(1), 9.
Samarinda. Psikoborneo, 1(1). Tri & Faturohman. (2009). Psikologi memaafan. Jurnal
Sakti, dkk. (2012). Perilaku Memaafkan Istri pada psikologi, 25, 1-11.
Ketidaksetiaan Suami. Jurnal Psikologi, 1(1). Willis, S. S. (2009). Remaja dan permasalahannya.
Santrock, J. W. (2007). Remaja edisi 11 jilid 1. Jakarta: Bandung: Alfabeta.
Erlangga. Yusuf, S. (2001). Psikologi perkembangan anak dan
Sari, K. (2012). Forgiveness pada istri sebagai upaya remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
untuk mengembalikan keutuhan rumah tangga

40

You might also like