Efisiensi Teknis Pada Tanaman Tebu

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA) ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)

Volume 0, Nomor 0 (0000): 000-000

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI


TEBU KEPRASAN PADA PETANI MITRA WILAYAH SELATAN PG. KEBON
AGUNG MALANG DI KECAMATAN NGAJUM, KABUPATEN MALANG, JAWA
TIMUR

TECHNICAL EFFICIENCY ANALYSIS OF THE USE RATOON CANE PRODUCTION


FACTORS IN FARMERS PARTNER PG. KEBON AGUNG MALANG SOUTH AREA AT
NGAJUM SUB DISTRICT, MALANG REGENCY, EAST JAVA

Cahyono Abdi Wibowo*, Novil Dedy Adriatmoko, Fahriyah


Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang
*Penulis korespondensi: cahyonoaw17@gmail.com

ABSTRACT
One area in East Java which is the largest producer of sugar cane is located in
Malang Regency. In this sugar factory, it has an important role as a processor of
sugar cane into sugar, as well as a market for sugar cane farmers. Malang has the
largest sugar factory and has the largest number of partner farmers in East Java, PG.
Kebon Agung Malang. One of the biggest partners is located in Ngajum Sub District.
Problems faced by farmers in this sub-district are sugarcane production at the farmer
level which tends to decrease due to reduced land area and the use of production
inputs that are not optimal in the farming of ratoon sugar cane. Sampling method
used is proportionate stratified random sampling. So that there are 62 samples as
respondents. Analysis used in this research is quantitative data analysis. Factors
affecting production, multiple linear regression analysis is performed on the cobb-
douglas production function. Then an analysis of the level and scale of technical
efficiency is done, using the DEA (Data Envelopment Analysis) method using the BCC
(Barnes, Charnes, and Cooper) model which assumes VRS (Variable Returns to
Scale). Results of the regression analysis of the effect of production factors on
keprasan sugarcane farming in Ngajum Subdistrict, namely land area, Phonska
fertilizer, and ZA fertilizer have a positive effect. Meanwhile, Petroganik fertilizer and
labor have a negative effect. The results of the level of technical efficiency can be said
to be technically efficient, with an average value of 0.811. As for the technical
efficiency scale, 83.87% of farmers operate on the IRS scale and 14.52% of farmers
operate on the CRS scale. And only 1.61% of farmers operate on the DRS scale.
Keywords: Technical efficiency; ratoon sugarcane farming; DEA (Data Envelopment
Analysis).
ABSTRAK
Salah satu daerah di Jawa Timur yang merupakan penghasil tebu terbesar terletak di
Kabupaten Malang. Pabrik gula dalam ini, memiliki peranan penting sebagai pengolah tebu
menjadi gula, sekaligus sebagai pasar bagi petani tebu. Malang memiliki pabrik gula terbesar
dan memiliki jumlah petani mitra terbesar di Jawa Timur yaitu PG. Kebon Agung Malang.
Salah satu mitra terbesar terletak di Kecamatan Ngajum. Permasalahan yang dihadapi petani

https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2018.000.00.0
2 JEPA, 2 (3), 2018: 194-203

dikecamatan ini yaitu produksi tebu ditingkat petani yang cenderung mengalami penurunan
akibat berkurangnya luas lahan serta adanya penggunaan input-input produksi yang tidak
maksimal pada usahatani tebu keprasan. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu
proportionate stratified random sampling. Sehingga terdapat 62 sampel. Analisis yang
digunakan pada penelitian adalah analisis data kuantitatif. Untuk factor yang mempengaruhi
produksi dilakukan analisis regresi linier berganda pada fungsi produksi cobb-douglas.
Kemudian dilakukan analisis tingkat dan skala efisiensi teknis, menggunakan metode DEA
(Data Envelopment Analysis) dengan mengunakan model BCC (Barnes, Charnes, and
Cooper) yang mengasumsikan pada VRS (Variable Returns to Scale). Hasil analisis regresi
tentang pengaruh faktor produksi pada usahatani tebu keprasan di Kecamatan Ngajum, yaitu
faktor luas lahan, pupuk Phonska, dan pupuk ZA berpengaruh postif. Sedangkan, pupuk
Petroganik dan tenaga kerja berpengaruh negatif. Hasil tingkat efisiensi teknis dapat dikatakan
efisien secara teknis, dengan rata-rata nilai 0,811. Sedangkan untuk skala efisiensi teknis,
83,87% petani beroperasi pada skala IRS dan 14,52% petani beroperasi pada skala CRS. Serta
hanya 1,61% petani beroperasi pada skala DRS.
Kata Kunci: Efisiensi teknis; usahatani tebu keprasan; DEA (Data Envelopment Analysis).

PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi penghasil gula tebu terbesar dan
memiliki luas lahan untuk tanaman tebu yang cukup luas di Indonesia. Berdasarkan Direktorat
Jenderal Perkebunan (2019), jumlah produksi gula tebu dan luas lahan untuk tanaman tebu di
Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Produksi Gula Tebu dan Luas Lahan Tanaman tebu di Jawa Timur
Tahun dan Persentase Nasional
Keterangan 2017 Persentase (%) 2018 Persentase
(%)
Produksi Gula Tebu
1.023.514 48,25 1.065.965 49
(ton)
Luas Lahan Tebu (ha) 187.095 48,5 180.714 43,3
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2019 (Diolah).
Salah satu daerah di Jawa Timur sebagai penghasil tebu terbesar ialah terletak di Kabupaten
Malang. Berdasarkan Data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang (2016), Kabupaten
Malang memiliki jumlah petani tebu sebanyak 188.190 petani dan luas lahan untuk tanaman
tebu mencapai 44.318 ha. Pabrik gula dalam hal ini mempunyai kontribusi yang sangat tinggi
dalam pengolahan hasil produksi tebu menjadi gula. Salah satu pabrik gula di Kabupaten
Malang yang memiliki jumlah mitra terbanyak yaitu PG. Kebon Agung. Pabrik gula ini
merupakan salah satu pabrik gula yang memiliki kontribusi pada jumlah produksi gula pasir
yang dihasilkan oleh Kabupaten Malang. Dalam memproduksi gula, PG. Kebon Agung
bekerjasama dengan petani mitra yang tersebar diberbagai kecamatan di Malang Raya.
PG. Kebon Agung pada tahun 2019 mengusasai produksi tebu di Kabupaten Malang
sebesar 57,1% produksi tebu. Di wilayah selatan PG. Kebon Agung hampir mengusasai tebu
milik rakyat sebesar 78%. Terdapat tiga kecamatan diwilayah selatan yang dikuasai hampir
80% oleh PG. Kebon Agung yaitu Kecamatan Kromengan, Kecamatan Ngajum dan
Kecamatan Wonosari. Kecamatan Ngajum merupakan salah satu kecamatan dengan luas lahan

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


3Wibowo - Analisis Efisiensi Teknis Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Tebu Keprasan............

tebu terbesar keempat setelah Kecamatan Kalipare, Kecamatan Pagak, dan Kecamatan
Sumberpucung di wilayah selatan. Pada tahun 2016 Kecamatan Ngajum memiliki luas areal
untuk tanaman tebu mencapai 1.300 ha dengan produksi tebu sebesar 104.091 ton tebu atau
memiliki produktivitas tebu sebesar 80 ton/ha. Sedangkan pada tahun 2017 produksi tebu
mencapai produksi 93.951 ton tebu atau turun sebanyak 10.140 ton tebu dengan produktivitas
yang turun hingga mencapai produktivitas 72 ton/ha.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2017), terdapat kecamatan kromengan
dengan luas lahan untuk tanaman tebu di bawah Kecamatan Ngajum, namun memiliki
produktivitas tebu diatas Kecamatan Ngajum. Kecamatan Kromengan memiliki luas lahan
tanaman tebu pada tahun 2016 sebesar 1.214 ha dengan produksi 142.038 ton tebu atau
memiliki produktivitas sebesar 117 ton/ha tebu. Sedangkan pada tahun 2017 produksi tebu
mencapaim133.540 ton tebu atau hanya turun 8.498 ton tebu dengan produktivitas 110 ton/ha.
Selain itu, berdasarkan luas lahan dan produksi tebu dari PG. Kebon Agung pada tahun 2019,
luas areal tebu di Kecamatan Ngajum yang masuk PG, Kebon Agung sebesar 859,1 ha dengan
jumlah produksi tebu sebesar 64.567 ton tebu. Sedangkan luas areal tanaman tebu di
Kecamatan Kromengan yang masuk PG. Kebon Agung sebesar 828 ha dengan jumah produksi
78.001 ton tebu. Berdasarkan data tersebut luas lahan untuk tanaman tebu di Kecamatan
Ngajum lebih luas dibandingakan Kecamatan Kromengan, tetapi produksi dan produktivitas
tebu di Kecamatan Ngajum lebih rendah dibandingkan dengan Kecamatan Kromengan.
Sehingga dalam hal ini usahatani di Kecamatan Ngajum terdapat permasalahan secara teknis
pada pembudidayaan tebu dengan hasil panen yang semakin menurun di Kecamatan Ngajum.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis faktor produksi yang
mempengaruhi produksi tebu di Kecamatan Ngajum. (2) Menganalisis tingkat efisiensi teknis
pada usahatani tebu yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Ngajum. (3) Menganalisis skala
efisiensi teknis pada usahatani tebu yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Ngajum.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang yang
merupakan salah satu kecamatan yang menjadi mitra petani tebu terbesar PG. Kebon Agung
Malang diwilayah selatan. Obyek dari penelitian ini adalah petani tebu mitra PG. Kebon
Agung Malang yang melakukan usahatani tebu keprasan pada varietas BL merah. Pemilihan
lokasi dilakukan dengan cara purposive yang didasarkan atas Kecamatan Ngajum merupakan
salah satu daerah penghasil tebu terbesar keempat diwilayah selatan sebagai mitra PG. Kebon
Agung di Kabupaten Malang. Selain itu, sebagian besar petani di Kecamatan Ngajum
merupakan petani tebu mitra PG. Kebon Agung. Kecamatan Ngajum memiliki luas areal
untuk tanaman tebu yang lebih besar dibanding Kecamatan Kromengan, namun produksi tebu
yang dihasilkan lebih kecil dari Kecamatan Kromengan. Mayoritas petani tebu mitra di
Kecamatan Ngajum tidak menggunakan input sesuai dengan rekomendasi PG. Kebon Agung
melainkan melebihi rekomendasi, yaitu penggunaan input pupuk Phonska sebanyak 2
kwintal/ha, ZA sebanyak 1 kwintal/ha dan pupuk Petroganik sebanyak 3 kwintal/ha.
Responden dari penelitian ini diperoleh dengan metode Total populasi yang didapatkan
sebanyak 328 orang petani dari seluruh Kecamatan. Metode pengambilan sampel yang

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


4 JEPA, 2 (3), 2018: 194-203

digunakan pada penelitian yaitu proportionate stratified random sampling, menurut Sekaran
dan Bougie (2016), pengambilan sampel ini digunakan pada populasi yang memiliki anggota
atau unsur yang tidak homogen dan memiliki berstrata secara proporsional. Dari jumlah
populasi dari setiap strata diambil sampel sebanyak 20%, sehingga didapatkan total responden
sebanyak 62 responden. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif. Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian terdapat dua analisis yaitu analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dengan menggunakan regresi linier berganda dan analisis efisiensi
teknis. Berikut penjelasan dari analisis yang digunakan dalam penelitian ini.
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Tebu
Analisis fungsi regresi pada produksi tebu digunakan untuk membuktikan bahwa
penggunaan faktor-faktor produksi berpengaruh nyata terhadap hasil produksi tebu di
Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang. Analisis regresi dilakukan dengan menggunakan
softwere STATA 13. Fungsi produksi cobb douglas digunakan pada analisis ini, karena
terdapat penggunaan variabel lebih dari dua input produksi. Selain itu, juga didasari adanya
hukum produksi yaitu the law of diminishing return. Bentuk model regresi pada fungsi
produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Log Y = log a + b1 log x1 + b2 log x2 + b3 log x3 + b4 log x4 + b5 log x5 + u

Dimana Y adalah output, b0 adalah konstanta, b1-b5 adalah parameter, X1 adalah luas lahan
(ha), X2 adalah pupuk Phonska (kw), X3 adalah upuk ZA (kw), X4 adalah pupuk Petroganik
(kw), X5 adalah tenaga kerja (HOK), u adalah kesalahan atau nilai residu
Hipotesis analisis regresi linear berganda yang dilakukan yaitu H 0 diterima atau
berpengaruh, apabila memiliki nilai probabilitas kurang dari 0,10. sedangkan H 1 diterima atau
tidak berpengaruh, apabila memiliki nilai probabilitas lebih dari 0,10. Pengujian asumsi klasik
yaitu untuk persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda
yang berbasis Ordinary Least Square (OLS). Menurut Gujarati dan Porter (2010), uji asumsi
klasik terbagi menjadi empat yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas,
dan autokorelasi. Namun, dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga uji saja yaitu uji
normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.
Analisis Efisiensi Teknis
Analisis data tentang efisiensi teknis yang digunakan ialah menggunakan metode
Data Envelopment Analys (DEA) dengan software DEAFrontier (DEAP 2.1). Metode DEA
adalah metode non parametrik sebagai alat evaluasi kerja suatu aktivitas yang memerlukan
satu macam atau lebih dari satu input dan menghasilkan satu macam ouput atau lebih, dengan
menggunakan model program linier sebagai metode pengukuran efisiensi.Untuk mencari
tingkat efisiensi secara teknis pada model ini dengan menggunakan pendekatan VRS (model
BCC).
Pengukuran efisiensi teknis untuk petani tebu ke i, menggunakan persamaa sebagai
berikut:

Max π (Efisiensi Teknis Model BCC)

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


5Wibowo - Analisis Efisiensi Teknis Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Tebu Keprasan............

Subject to:
n

∑ xij λij ≥ πio


j=1
n

∑ yrj λ j≤ yio
j=1
n

∑ λj=1
j=1
n

∑ λj ≥ 0…………………………………………………..1
j=1

Dimana π adalah nilai teknis (TE), jika memiliki nilai = 1 dapat dikatakan efisien secara
teknis, dan jika memiliki nilai 0 ≤ TE < 1 dapat dikatakan belum efisien secara teknis, n
adalah jumlah DMU, x adalah jumlah input, y adalah jumlah output, xij adalah jumlah input
ke-i DMU j, yrj adalah jumlah output ke-r DMU j, dan λj adalah bobot DMU j untuk DMU
yang dihitung. Efisiensi teknis dengan menggunakan model BCC dengan input-oriented akan
menghasilkan efisiensi skala efisiensi dengan membandingkan efisiensi teknis total CRS
(Constant Return to Scale) dengan efisiensi teknis VRS (Varieable Return to Scale). Untuk
mencari skala efisiensi teknis pada analisis usahatani ini, dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

Sei = πiCRS/ πiVRS….………………………………………2

Dimana Sei adalah skala efisiensi, πiCRS adalah nilai efisiensi CRS, dan πiVRS adalah nilai
efisisensi VRS.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk menganalisis hubungan antar
variabel independen yang meliputi luas lahan, pupuk Phonska, pupuk ZA, pupuk Petroganik,
dan tenaga kerja terhadap variabel independen yaitu produksi. Berikut ini Tabel 2 tentang hasil
regresi linier berganda yang dilakukan.
Tabel 2. Analisis Regresi Linier Berganda
Model Coef. Std. Err. T Prob>|t|
Luas Lahan (ha) 117,6243 16,29451 7,22 0,098
Pupuk Phonska (kw) 12,01568 9,334667 1,29 0,049
Pupuk ZA (kw) -1,218474 5,064234 -0.24 0,088
Pupuk Petroganik (kw) -6,318438 6,524778 -0,97 0,262
Tenaga Kerja (HOK) 0,5526285 0,6953958 0,79 0,143
_Cons -58,34088 49,35206 -1,18 0,034
Prob > F = 0.0000 R-squared = 0.7729

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


6 JEPA, 2 (3), 2018: 194-203

Sumber: Data Primer, 2020 (Diolah).


Model persamaan regresi merupakan hasil analisis persamaan penduga dari data tabel
menunjukkan bahwa persamaan yang bisa dibentuk adalah sebagai berikut :
LogY = -Log58,34008 + Log117,6243X1 + Log12,01568X2 – Log1,218474X3 – Log6,318438X4
+ Log0,5526285X5
Koefisien determinasi R Square dari model persamaan regresi tersebut sebesar 0,7729. Hal ini
memiliki arti bahwa variasi variabel produksi (Y) sebesar 77,29% dapat diterangkan oleh
variabel-variabel independent dalam penelitian ini, sedangkan sisanya 22.71% dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak masuk ke dalam model regresi. Hasil regresi linier berganda
berdasarkan variable adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh luas lahan terhadap produksi tebu
Nilai signifikansi probabilitas yang diperoleh sebesar 0,098. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel luas lahan (X1), berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi tebu keprasan (Y).
Menurut Zainudin dan Wibowo (2018), luas lahan merupakan salah satu variabel yang
mempengaruhi secara responsif dalam usahatani tebu
2. Pengaruh pupuk Phonska terhadap produksi tebu
Nilai signifikansi probabilitas yang diperoleh sebesar 0,049. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel pupuk Phonska (X2), berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi tebu keprasan
(Y). Menurut Sumarno et al. (2020), pupuk Phonska berpengaruh secara nyata pada
usahatani tebu, hal ini dikarenakan pupuk Phonska merupakan pupuk makro utama
tanaman yaitu N, P, K.
3. Pengaruh pupuk ZA terhadap produksi tebu
Nilai signifikansi probabilitas yang diperoleh sebesar 0,088. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel pupuk ZA (X3), berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi tebu keprasan (Y).
Menurut Setyawati dan Wibowo (2019), pupuk ZA berpengaruh secara postif pada
usahatani tebu. Hal ini dikarenakan pupuk ZA dapat membantu peningkatan produksi, jika
dilakukan secara berimbang.
4. Pengaruh pupuk Petroganik terhadap produksi tebu
Nilai signifikansi probabilitas yang diperoleh sebesar 0,262. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel pupuk Petroganik (X4), tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah produksi
tebu keprasan (Y). Menurut Mazwan dan Masyhuri (2019), pupuk organik kurang
berpengaruh secara signifikan pada usahatani tebu.
5. Pengaruh tenaga kerja terhadap produksi tebu
Nilai signifikansi probabilitas yang diperoleh sebesar 0,143. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel tenaga kerja (X5), tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah produksi tebu
keprasan (Y). Menurut Zainudin dan Wibowo (2018), tenaga kerja mempengaruhi secara
responsif dalam usahatani tebu. Tenaga kerja secara teknis hanya mempengaruhi secara
kecil, tetapi akan berdampak besar pada produksi.
Analisis Tingkat Efisiensi Teknis pada Alokasi Penggunaan Input
Analisis efisiensi teknis penggunaan input produksi tebu keprasan dengan
menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Hasil dari metode ini DMU

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


7Wibowo - Analisis Efisiensi Teknis Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Tebu Keprasan............

dikatakan belum efisien apabila nilai efisiensi teknis atau ratio perbandingan output dengan
input yang digunakan berada diantara 0 hingga 1. Suatu kegiatan usahatani dapat dikatakan
efisien apabila nilai efisiensi teknis = 1 (Asmara, 2017). Jumlah DMU yang digunakan pada
penelitian ini sebanyak 62 DMU yang merupakan petani tebu keprasan varietas BL merah.
Umur untuk keprasan yang digunakan yaitu tahun keempat, yang kemudian dipanen pada
tahun 2019. Data yang digunakan meliputi jumlah output yang dihasilkan dan jumlah masing-
masing input (luas lahan, pupuk Phonska, pupuk ZA, pupuk Petroganik, dan tenaga
kerja).Berikut ini Tabel 3 yang merupakan hasil analisis tingkat efisiensi teknis pada alokasi
penggunaan inputnya.
Tabel 3. Hasil Analisis Tingkat Efisiensi Teknis Penggunaan Alokasi Input
Kategori Tingkat Efisiensi Nilai Efisiensi Teknis Jumlah DMU (orang)
Full eficient 1 19
Tinggi 1 < TE < 0,834 4
Sedang 0,834 ≤ TE < 0,668 25
Rendah 0,668 ≤ TE < 0,503 14
Total 62
Mean 0,811
Maksimum 1,000
Minimum 0,503
Sumber: Data Primer, 2020 (Diolah).
Nilai rata-rata efisiensi teknis pada alokasi penggunaan input yang diperoleh dengan
menggunakan model VRS adalah 0,811. Nilai rata-rata tersebut memiliki arti bahwa rata-rata
efisiensi penggunaan input pada produksi tebu keprasan BL merah yaitu 81,1%, Sehingga
petani tebu di Kecamatan Ngajum harus mengurangi penggunaan input sebesar 0,189 atau
18,9% agar dapat beroperasi secara full eficient. Menurut Hadad et al. (2003), bahwa nilai
tingkat efisiensi menunjukkan tentang penggunaan input, jika bernilai satu, maka optimal dan
kurang dari satu, maka belum efisien. Selain itu, Menurut Chyntia (2009), untuk menangani
kegiatan usahatani yang belum efisien secara teknis, dapat dilakukan pengombinasian input
yang sesuai agar dapat mendukung tanaman tebu keprasan dapat menghasilkan output yang
optimal. Dari hasil analisis efisien teknis dengan menggunakan model VRS, terdapat 19 petani
dari 62 petani yang secara teknis melakukan usahatani tebu keprasan dengan full eficient.
Sedangkan hanya terdapat 4 petani dari 62 petani yang beroperasi dengan kategori efisiensi
tinggi. Selain itu, terdapat 25 petani dari 62 petani yang beroperasi dengan kategori efisiensi
sedang. Serta terdapat 14 petani dari 62 petani yang beroperasi dengan kategori efisiesi
rendah.
Analisis Skala Efisiensi Teknis Penggunaan Input Produksi
Pada analisis skala efisiensi terdapat tiga karakteristik yaitu DMU yang beroperasi
pada skala menaik atau increasing return to scale, skala menurun atau decreasing return to
scale, dan skala yang beroperasi pada kondisi optimal atau constant return to scale. Pada hasil
analisis data yang dilakukan, hasil rata-rata efisiensi constant return to scale adalah 0,629.

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


8 JEPA, 2 (3), 2018: 194-203

Sedangkan hasil rata-rata efisiensi variable return to scale adalah 0,811. Sehingga hasil rata-
rata untuk skala efisiensinya adalah 0,775. Berikut ini merupakan persentase dan jumlah DMU
pada setiap kategoti skala efisiensi teknis yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase dan Jumlah DMU pada Setiap Kategori Skala Efisiensi Teknis
Kategori Skala Efisiensi Jumlah DMU (orang) Presentase (%)
IRS 52 83,87
CRS 9 14,52
DRS 1 1,61
Total 62 100,00
Sumber: Data Primer, 2020 (Diolah).
Berdasarkan hasil persentase skala efisiensi, dapat dilihat dari 62 responden terdapat
83,87% atau 52 petani memiliki skala IRS. Sedangkan sekitar 14,52% atau 9 petani memiliki
skala CRS dan hanya 1,61% atau 1 petani memiliki skala DRS. Menurut Cooper, et al. (2002),
bahwa DMU yang beroperasi pada skala IRS (Increasing Return to Scale) menunjukkan
bahwa penambahaan proporsi input akan menghasilkan output yang lebih besar dari jumlah
input yang digunakan. Sedangkan DMU yang beroperasi pada skala CRS (Constant Return to
Scale) menunjukkan bahwa penggunaan input sudah optimal, sehingga output yang dihasilkan
sudah optimal. Serta DMU yang beroperasi pada skala DRS (Decreasing Return to Scale)
menunjukkan bahwa penambahan proporsi input akan menghasilkan output yang lebih kecil
dari jumlah input yang digunakan.
DMU yang telah mencapai tingkat efisiensi teknis (full efficient), beroperasi kedalam
tiga kategori skala efisiensi. Pada full efficient terdapat 9 DMU yang beroperasi pada skala
IRS, terdapat 9 DMU yang beroperasi pada skala CRS dan terdapat 1 DMU yang beroperasi
pada skala DRS. Selain itu, pada tingkat efisiensi tinggi, sedang, dan rendah beroperasi secara
keseluruhan di skala IRS, dengan jumlah masing-masing secara berurutan yaitu 4 DMU, 25
DMU, dan 14 DMU. Menurut Mokoginta dan Wijaya (2014), pada DMU yang beroperasi
pada skala IRS, akan mencapai efisiensi teknis, tetapi masih dimungkinkan untuk menambah
atau mengurangi jumlah input yang digunakan untuk mengoptimalkan hasil output.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada petani yang melakukan usahatani tebu
keprasan dengan varietas BL merah di Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Faktor produksi yang digunakan yaitu luas lahan, pupuk Phonska, dan pupuk ZA
berpengaruh secara nyata pada produksi tebu keprasan. Sedangkan, faktor produksi pupuk
Petroganik dan tenaga kerja tidak berpengaruh secara nyata pada produksi tebu keprasan.
2. Tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor- faktor produksi tebu, terdapat 26% petani
yang berada pada kondisi efisiensi secara teknis, sedangkan sisanya sebesar 74% petani
berada pada kondisi yang belum efisien secara teknis pada alokasi penggunaan input. Hal
tersebut secara teknis penggunaan faktor-faktor produksi usahatani tebu keprasan belum
mancapai tingkat full efisiensi atau belum 100%, sehingga perlu dilakukan pengurangan
input untuk mencapai produksi tebu yang optimal.

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


9Wibowo - Analisis Efisiensi Teknis Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Tebu Keprasan............

3. Efisiensi skala teknis pada usahatani tebu keprasan dengan varietas BL merah di
Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang dari total 62 petani terdapat 52 petani yang
beroperasi pada skala menaik atau IRS (increasing return to scale). Kemudian, sebanyak 9
petani beroperasi pada kondisi optimal atau CRS (constant return to scale) dan terdapat 1
petani beroperasi pada skala menurun atau DRS (decreasing return to scale).

SARAN
Berdasarkan dari kesimpulan diatas, saran yang dapat diberikan hasil kepada petani
tebu dengan sistem tanam keprasan di Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang yaitu :
1. Lebih memperhatikan penggunaan faktor produksi, khususnya pada faktor produksi yang
berpengaruh secara nyata seperti luas lahan pupuk Phonska, dan pupuk ZA. Petani perlu
memperhatikan penggunaan input tersebut sebagai masukan dalam usahatani tebu,
sehingga dapat meningkatkan produksi dengan penggunaan input yang optimal.
2. Petani diharapkan untuk lebih berperan aktif dalam kegiatan sosialisasi maupun
penyuluhan yang diadakan oleh PG. Kebon Agung Malang. hal tersebut tentunya akan
bermanfaat bagi petani khususnya dalam kegiatan on farm terutama pada anjuran
penggunaan pupuk dan kegiatan budidaya tebu. Supaya mencapai efisiensi secara teknis,
seharusnya pihak PG. Kebon Agung Malang dan petani tebu perlu adanya kerja sama
dalam mengoptimalkan penggunaan faktor produksi.

DAFTAR PUSTAKA
Asmara, R. 2017. Efisiensi Produksi: Pendekatan Stokatistik Frontier dan Data Envelopment
Analysis (DEA): Malang: Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2016-2017. Data Luas dan Produksi Tebu Menurut
Kecamatan di Kabupeten Malang. Sumber Online:
https://malangkab.bps.go.id/statictablr/2016/09/06/553/luas-dan-produksi-tebu-rakyat-
menurut-kecamatan-di-kabupaten-malang-2016-2017.html
Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang. 2019. Kecamatan Ngajum dalam Angka 2019.
Malang: BPS Kabupaten Malang.
Coelli, T.J., Rao, D.S.P., Donnell, C.J dan G.E. Battese. 1998. An Introduction to
Efficiency and Productivity Analysis. New York: Springer.
Cooper, W.W., Seiford, L.M., dan Tone K. 2002. Data Envelopment Analysis, A
Comprehensive Text with Models, Application, References and DEA-Solver Software.
Moscow: Kluwer Academic Publisher.
Chyntia, V. 2009. Analisis Pendapatan Usahatani Tebu Pada Sistem Bongkar
Ratoon Dan Sistem Keprasan : studi kasus di Desa Ganjaran,
Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang. Malang: Skripsi Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2019. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta: Sekretariat
Direktorat Pertanian dan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian
Gujarati, Damodar N., dan Porter, Dawn C. 2010. Essential of Econometrics Fourth Edition.
New York: McGraw-Hill.
Hadad, M. D., Santoso, W., Ilyas, D., and Mardanugraha, E. 2003. Analisis Efisiensi Industri
Perbankan Indonesia: Penggunaan Metode Non Parametrik Data Envelopment

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)


10 JEPA, 2 (3), 2018: 194-203

Analysis (DEA). Jakarta: Publikasi Bank Indonesia.


Mazwan, M., dan Masyhuri. 2019. Alokasi Penggunakan Inpur Produksi Tebu Perkebunan
Rakyat di Jawa Timur (Studi Kasus Petani Tebu Plasma PTPN XI). Jurnal Ekonomi
Pertanian Dan Agribisnis (JEPA). Volume 3 Nomor 1: 138–151.
https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2019.003.01.14.
Mokoginta, I., dan Wijaya, M. 2014. Efisiensi Pengelolaan Ekonomi Daerah Dalam
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Bandung: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat, Universitas Katolik Parahyangan.
Setyawati, Intan., dan Wibowo, Rudi. 2019. Efisiensi Teknis Produksi Usahatani Tebu Plant
Cane dan Tebu Ratoon Cane. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian (JSEP). Volume 12
Nomor 1: 80–88.
Sumarno, Jaka., Anasiru, Rahmat., dan Retnawati, E. 2020. Efisiensi Usahatani Tebu di
Provinsi Gorontalo. Jurnal Litri. Volume 26 Nomor 1: 11-22.
https://dx.doi.org/10.21082/litri.v26n1.2020.
Zainudin, Ahmad., dan Wibowo, Rudi. 2018. Analisis Potensi Produksi Tebu dengan
Pendekatan Fungsi Produksi Frontier di PT Perkebunan Nusantara X. Jember:
Fakultas Pertanian Univesitas Jember.

JEPA, ISSN: 2614-4670 (p), ISSN: 2598-8174 (e)

You might also like