Pola Spasial Persebaran Kasus Tuberkulosis Paru Terhadap Kepadatan Penduduk

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

PROSIDING:

SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN


Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis

POLA SPASIAL PERSEBARAN KASUS TUBERKULOSIS PARU


TERHADAP KEPADATAN PENDUDUK

Hendra Rohman

Politeknik Kesehatan Bhakti Setya Indonesia


hendrarohman@mail.ugm.ac.id

Abstract
Tuberculosis is one of the most contagious diseases, it is still one of the most significant public health problems.
Tuberculosis has attained an important place among contagious diseases. When we take a glance at the mortality
rates due to tuberculosis, we recognize that this disease is common in crowded areas. This study aims to identify
spatially between tuberkulosis prevalence and population density in quarter I to IV 2014 in Kulon Progo District.
Population density data were obtained from secondary data in 12 sub-districts. While tuberkulosis prevalence
data obtained from TB03 data from Kulon Progo District Health Office. Tuberkulosis prevalence and population
density data were analyzed by descriptive method. This study will show a GIS based approach to an analysis
of tuberculosis data. GIS was used to show the distribution of tuberculosis cases. The mapping of the disease
density is significant because it may be a clue as to its causes and affects and can provide an insight into the
possible changes and rates of the disease in the coming years. Districts with high tuberkulosis prevalence are
districts with high population density, in the third quarter and also seen in the distribution of cases occurring
until the end of treatment. Such identification can be used to support tuberkulosis control programs, particularly
to reach populations at risk, strengthening TB management and intensify case finding.
Keywords: mycrobacterium tuberculosis, population density, geographic infromation system

Abstrak
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang paling menular, hal ini masih menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang paling signifikan. Tuberkulosis berada pada posisi penting di antara penyakit menular.
Dilihat dari tingkat kematian akibat tuberkulosis, penyakit ini biasa terjadi pada wilayah yang padat. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara spasial antara prevalensi tuberkulosis dengan kepadatan penduduk
pada triwulan I sampai IV tahun 2014 di Kabupaten Kulon Progo. Data kepadatan penduduk diperoleh dari
data sekunder di 12 kecamatan. Sedangkan data prevalensi tuberkulosis diperoleh dari data TB03 dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Kulon Progo. Data prevalensi tuberkulosis dan kepadatan penduduk dianalisis dengan
metode deskriptif. Penelitian ini menunjukkan pendekatan berbasis sistem informasi geografis untuk analisis data
tuberkulosis. Sistem informasi geografis digunakan untuk menunjukkan distribusi kasus tuberkulosis. Pemetaan
kepadatan terhadap penyakit sangat penting karena ini bisa menjadi petunjuk penyebab dan pengaruhnya serta
dapat memberikan wawasan tentang kemungkinan perubahan dan tingkat penyakit di tahun-tahun mendatang.
Kecamatan dengan prevalensi tuberkulosis tinggi merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk yang juga
tinggi, berada pada triwulan III dan terlihat pula pada distribusi kemunculan kasus hingga akhir pengobatan.
Identifikasi tersebut dapat digunakan untuk mendukung program pengendalian tuberkulosis, menjangkau populasi
yang berisiko, penguatan manajemen TB dan mengintensifkan penemuan kasus.
Kata kunci: mycrobacterium tuberculosis, kepadatan penduduk, sistem informasi geografis

PENDAHULUAN sekitar, kepadatan dan perilaku penduduk, bentuk


rumah, budaya, arah dan kecepatan angin dan
Satu kejadian penyakit dipengaruhi oleh berbagai
sebagainya. Singkat kata, kejadian penyakit
faktor ruang yang antara lain meliputi ketinggian
merupakan fenomena yang bersandar pada basis
permukaan tanah, jenis tanah, iklim, suhu, tanaman

8 ISBN: 978-602-6363-47-3
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis

wilayah yang mencakup ekosistem dalam dimensi Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan
ruang dan waktu, di dalamnya termasuk variabel penduduk tinggi, dan memiliki kegiatan sosial
lingkungan, kependudukan dan wilayah administratif. ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan
Sesuai peruntukan, wilayah dapat juga diberi batasan wilayah yang lebih maju, dan berkembang. Kabupaten
tertentu seperti wilayah kerja, wilayah pariwisata, Kulon Progo merupakan kabupaten terpadat ke tiga
wilayah perbatasan, wilayah kecamatan atau setelah Kabupaten Sleman dan Kota yogyakarta.
kelurahan. Proses kejadian penyakit merupakan hasil
Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Kulon
hubungan interaktif antara manusia dengan komponen
Progo 734 jiwa/km², rata-rata jumlah anggota per
lingkungan yang berpotensi penyakit. Berbagai
keluarga 4 jiwa. Kecamatan terpadat adalah Wates,
variabel kependudukan yang berperan antara lain
dengan rata-rata kepadatan per kilometer persegi
meliputi kepadatan, umur, jender, pendidikan, genetik,
1.476 jiwa, sedangkan terendah di Samigaluh, dengan
perilaku dan lain sebagainya [1].
rata-rata kepadatan 414 jiwa/km²[3].
Tuberkulosis (TB) didefinisikan sebagai penyakit yang
Analisis spasial eksplorasi adalah instrumen yang
disebabkan oleh bakteri yang disebut mycobacterium
tuberculosis. Kejadiannya telah meningkat dan sangat kuat dalam penelitian kesehatan secara spasial
menurun seiring berjalannya waktu, namun selalu berdasarkan kapasitasnya untuk memetakan distribusi
penyakit dan faktor risiko terkait pada tingkat populasi.
menjadi ancaman konstan bagi kesehatan masyarakat.
Tuberkulosis dipengaruhi oleh status kekebalan, HIV,
malnutrisi, usia, jenis kelamin, diabetes mellitus METODE
(DM), kedekatan, durasi kontak, polusi udara dalam
ruangan, alkohol, penggunaan obat imunosupresif, Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, suatu
asap rokok, ventilasi, kepadatan penduduk, risiko rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan
pekerjaan, sosial ekonomi, dan perilaku, yang juga antara penyakit dan paparan, dengan cara mengamati status
terbukti meningkatkan kerentanan terhadap infeksi [2]. paparan dan penyakit serentak pada satu saat atau satu
periode.
Penyakit tuberkulosis di Kabupaten Kulon Progo
masih menjadi masalah kesehatan. Penemuan dengan Populasi pada penelitian ini adalah 12 kecamatan di
BTA masih rendah. Tahun 2013, dari data puskesmas Kabupaten Kulon Progo. Sampel adalah seluruh populasi,
menunjukkan 118 kasus baru dan 142 kasus dengan yaitu 12 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo.
CNR (case notification rate) BTA (+) baru, sebesar Variabel penelitian pada penelitian ini terdiri dari: 1)
27,41 per 100.000 penduduk. Kesembuhan 80,82% variabel bebas, yaitu kepadatan penduduk pada tingkat
dan success rate 82,19% (berdasarkan 73 penderita kecamatan; 2) variabel terikat, yaitu prevalensi penderita
yang diobati tahun 2013 sebanyak 59 orang sembuh). tuberkulosis yang tercatat di puskesmas dan rumah sakit
Data tahun 2014 menunjukkan kasus tuberkulosis yang telah melaksanakan DOTS (directly observed
sebanyak 211 orang, dengan rincian: Tuberkulosis treatment short-course) pada tingkat kecamatan pada
ekstra paru sebanyak 15 orang, penderita tuberkulosis triwulan I sampai IV tahun 2014 di Kabupaten Kulon Progo.
paru dengan alamat di luar wilayah Kulon Progo
sebanyak 22 orang [3]. Tuberkulosis paru di wilayah Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengambilan
Kulon Progo sebanyak 174 kasus, dengan rincian: data sekunder. Data sekunder yang diambil mencakup: 1)
Tuberkulosis paru BTA (+) sebanyak 135 orang, kasus data kepadatan penduduk tingkat kecamatan; 2) prevalensi
tuberkulosis paru BTA (-) sebanyak 39 orang. tuberkulosis tingkat kecamatan. Pengambilan titik koordinat
dilakukan sesuai dengan alamat yang tertera pada data
Kondisi persebaran penduduk, ketersediaan prasarana, TB03.
dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi
penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah Pengolahan data pada penelitian ini mencakup 1) kelengkapan
yang Daerah Istimewa Yogyakarta masih timpang. data prevalensi tuberkulosis, dan kepadatan penduduk di
Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten tingkat kecamatan diperiksa kembali kelengkapannya
Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan dengan editing; 2) data dimasukkan dengan menggunakan

ISBN: 978-602-6363-47-3 9
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis

perangkat lunak Microsoft Excel 2007. 3) aplikasi ArcGIS Temon 731


TM
versi 10.1. digunakan untuk mengolah data menjadi Nanggulan 722
peta. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan Kalibawang 541
metode deskriptif untuk mengidentifikasi secara spasial Kokap 455
antara prevalensi tuberkulosis dan kepadatan penduduk Girimulyo 428
pada triwulan I sampai IV tahun 2014 di Kabupaten Kulon Samigaluh 389
Progo. Sumber data: Registrasi pertengahan tahun Dinas
Dukcapil 2014

HASIL Tabel 2. Jumlah kasus tuberkulosis berdasarkan


Kepadatan penduduk pada penelitian ini adalah triwulan di wilayah Kabupaten Kulon Progo
kepadatan penduduk di tingkat kecamatan Kabupaten
Kulon Progo. Variabel ini diperoleh dengan membagi
jumlah penduduk dengan luas kecamatan (dalam
km²). Jumlah penduduk dan luas kecamatan diperoleh
dari data sekunder di 12 kecamatan di Kabupaten
Kulon Progo. Kepadatan penduduk menurut wilayah
kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel
tersebut dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk
Jumlah penderita tuberkulosis paru tahun 2011
paling tinggi adalah di Kecamatan Wates, diikuti
hingga tahun 2014 mengalami dinamika kenaikan
Kecamatan Lendah dan Kecamatan Galur.
dan penurunan yang berkesinambungan di setiap
Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Kulon triwulan, namun di tahun 2014, jumlah penderita
Progo mencapai 699 jiwa/km² dengan rata-rata tuberkulosis paru dari triwulan I keberadaannya
jumlah anggota per keluarga 3 jiwa. Dilihat dari terus meningkat hingga triwulan IV. Pada tahun 2014
kepadatan penduduk per kecamatan terpadat adalah merupakan jumlah penemuan penderita tuberkulosis
Kecamatan Wates yang mempunyai luas wilayah 32 paru terbanyak dibandingkan dengan tahun-tahun
km² atau 5,46% dari luas Kabupaten Kulon Progo sebelumnya. Penemuan BTA (+) lebih banyak dari
berpenduduk 447.607 jiwa atau 11 % dari total BTA (-), pada triwulan II 2011 (39 orang), triwulan
penduduk Kabupaten Kulon Progo sehingga rata- III 2014 (38 orang), triwulan IV (37 orang), triwulan
rata kepadatan per kilometer persegi di Kecamatan II 2013 (36 orang), triwulan IV 2014 (35 orang),
Wates adalah 1.394 jiwa. Sedangkan di Kecamatan triwulan III 2012 dan triwulan II 2014 (34 orang).
Samigaluh yang mempunyai luas wilayah 69,29 km²
atau 11,82% dari total luas Kabupaten Kulon Progo
Tabel 3. Jumlah kasus tuberkulosis paru
berpenduduk 26.952 jiwa atau 6,67 % dari total
berdasarkan triwulan di wilayah Kabupaten
penduduk Kabupaten Kulon Progo, rata-rata
Kulon Progo
kepadatan 389 jiwa /km². Data lengkapnya seperti
pada tabel dibawah ini: Jumlah kasus
Kecamatan Total
I II III IV
Wates 5 8 11 10 34
Tabel 1. Kepadatan penduduk menurut wilayah di Lendah 3 1 2 3 9
Galur 1 2 2 3 8
Kabupaten Kulon Progo
Sentolo 3 3 4 5 15
Panjatan 5 5 5 5 20
Kecamatan Jiwa/km² Pengasih 3 1 2 3 9
Wates 1.394 Temon 2 5 5 4 16
Lendah 1.069 Nanggulan 2 4 4 4 14
Kalibawang 4 2 4 0 10
Galur 933 Kokap 5 2 3 2 12
Sentolo 867 Girimulyo 2 2 2 2 8
Panjatan 798 Samigaluh 1 1 1 4 7
Pengasih 765 Total 36 36 45 45 162

10 ISBN: 978-602-6363-47-3
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis

Jumlah penderita tuberkulosis paru tahun 2014 pada


triwulan I hingga triwulan IV mengalami dinamika kenaikan
dan penurunan yang berkesinambungan yang berbeda-
beda di setiap triwulan pada masing-masing wilayah, pada
triwulan I hingga triwulan II, jumlah keseluruhan penderita
tuberkulosis paru masih rendah, namun di triwulan III
dan IV, jumlah keseluruhan penderita tuberkulosis paru
meningkat.

Jumlah penderita tuberkulosis triwulan I, tertinggi di


Kecamatan Wates, Panjatan dan Kokap, sedangkan
terendah di Kecamatan Galur dan Samigaluh. Jumlah
penderita tuberkulosis triwulan II, tertinggi di Kecamatan
Wates, sedangkan terendah di Kecamatan Lendah, Pengasih
dan Samigaluh. Jumlah penderita tuberkulosis triwulan
III, tertinggi di Kecamatan Wates, sedangkan terendah
di Kecamatan Samigaluh. Jumlah penderita tuberkulosis
triwulan IV, tertinggi di Kecamatan Wates, sedangkan
terendah di Kecamatan Kalibawang.

Jumlah penderita tuberkulosis yang mengalami peningkatan


di Kecamatan Wates, Galur, Sentolo, Nanggulan, dan
Samigaluh.
Gambar 2 Peta penderita tuberkulosis paru Triwulan II

Gambar 1. Peta penderita tuberkulosis paru Triwulan I Gambar 3 Peta penderita tuberkulosis paru Triwulan II

ISBN: 978-602-6363-47-3 11
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis

Pada gambar 3, terlihat peta penderita tuberkulosis


paru triwulan III, pola persebaran kasus tuberkulosis
paru tersebar (dispersed) merata dan terjadi
peningkatan, tertinggi hanya berada di wilayah
Kecamatan Wates. Sedangkan terendah juga hanya
pada wilayah Kecamatan Samigaluh. Prevalensi
tertinggi tersebut berada pada wilayah dengan
kepadatan penduduk lebih dari 900 jiwa/m². Pola
persebaran acak (random) masih terjadi wilayah lain.
Pengelompokkan (clustering) terjadi di wilayah Wates
dengan kepadatan penduduk > 900 jiwa/m².
Pada gambar 4, terlihat peta penderita tuberkulosis paru
triwulan IV, pola persebaran kasus tuberkulosis paru
tersebar (dispersed) merata dan masih tinggi, tertinggi
hanya berada di wilayah Kecamatan Wates. Sedangkan
terendah juga hanya pada wilayah Kecamatan Kalibawang.
Prevalensi tertinggi tersebut berada pada wilayah dengan
kepadatan penduduk lebih dari 900 jiwa/m². Pola persebaran
acak (random) masih terjadi juga di wilayah lain. Tampak
terdapat pengelompokkan (clustering) dibandingkan
wilayah lain di wilayah Wates dengan kepadatan penduduk
> 900 jiwa/m².

Gambar 4 Peta penderita tuberkulosis paru Triwulan IV

Pada gambar 1, terlihat peta penderita tuberkulosis paru


triwulan I, pola persebaran kasus tuberkulosis paru
tersebar (dispersed) merata namun jumlahnya masih
sedikit, tertinggi berada di tiga wilayah, yaitu Kecamatan
Wates, Panjatan, Kokap. Sedangkan yang terendah
berada pada dua wilayah, yaitu Kecamatan Galur
dan Samigaluh. Prevalensi tertinggi tersebut tersebar
(dispersed) merata, yaitu berada pada wilayah dengan
kepadatan penduduk lebih dari 900 jiwa/m² hingga
kurang dari 700 jiwa/m². Pola persebaran acak (random)
berada di wilayah lain. Pada peta tersebut mulai tampak
terjadi pengelompokkan (clustering) di wilayah Wates
dengan kepadatan penduduk > 900 jiwa/m².
Pada gambar 2, terlihat peta penderita tuberkulosis
paru triwulan II, pola persebaran kasus tuberkulosis
paru tersebar (dispersed) merata namun jumlahnya
juga masih sedikit, tertinggi hanya berada di wilayah
Kecamatan Wates. Sedangkan terendah berada pada
tiga wilayah, yaitu Kecamatan Lendah, Pengasih dan
Samigaluh. Prevalensi tertinggi tersebut berada pada
wilayah dengan kepadatan penduduk lebih dari 900 Gambar 5 Peta penderita tuberkulosis paru Bulan
jiwa/m². Pola persebaran acak (random) masih terjadi Januari - Juni
wilayah lain.

12 ISBN: 978-602-6363-47-3
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis

Pada gambar 5, terlihat peta penderita tuberkulosis


paru Bulan Januari – Juni, pola persebaran kasus
tuberkulosis paru tersebar (dispersed) merata pada
wilayah Kecataman Wates, Panjatan, Temon, dan
Kokap. Kasus tertinggi berada pada wilayah dengan
kepadatan penduduk 700 – 800 jiwa/m². Pola
persebaran acak (random) berada di wilayah lain.
Pada peta mulai tampak terjadi pengelompokkan
(clustering) di wilayah Wates dengan kepadatan
penduduk > 900 jiwa/m².

Pada gambar 6, terlihat peta penderita tuberkulosis


paru Bulan April – September, pola persebaran kasus
tuberkulosis paru tersebar (dispersed) merata pada
wilayah Kecataman Wates, Panjatan, Temon, dan
Nanggulan. Kasus tertinggi berada pada wilayah
dengan kepadatan penduduk 700 – 800 jiwa/m². Pola
persebaran acak (random) masih terjadi di wilayah
lain. Pada peta tampak terjadi pengelompokkan
(clustering) di wilayah Wates dengan kepadatan
penduduk > 900 jiwa/m².

Gambar 6 Peta penderita tuberkulosis paru Bulan Pada gambar 7, terlihat peta penderita tuberkulosis
April – September paru Bulan Juli-Desember, pola persebaran kasus
tuberkulosis paru tersebar (dispersed) merata
pada wilayah Kecataman Wates, Panjatan, Temon,
dan Sentolo. Kasus tertinggi berada pada wilayah
dengan kepadatan penduduk 700 – 800 jiwa/m². Pola
persebaran acak (random) masih terjadi juga di wilayah
lain. Pada peta tampak terdapat pengelompokkan
(clustering) yang lebih mencolok di wilayah Wates
dengan kepadatan penduduk > 900 jiwa/m².

PEMBAHASAN
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian
tuberkulosis paru BTA (+), di antaranya adalah faktor
lingkungan: kepadatan penduduk, kepadatan hunian,
ventilasi, lama kontak dengan penderita tuberkulosis,
akses ke pelayanan kesehatan. Keterpaparan asap:
asap rokok dan polusi dalam ruangan. Faktor individu:
umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan.
Faktor sosial ekonomi: kemiskinan, pendidikan dan
pekerjaan. Penyakit penyerta: HIV, malntrisi, diabetes
mellitus [2].

Pada tahun 2014, keberadaan tuberkulosis paru


Gambar 7 Peta penderita tuberkulosis paru Bulan triwulan I terlihat di wilayah pedesaan bagian barat
Juli - Desember

ISBN: 978-602-6363-47-3 13
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis

daya, selatan, dan utara Kulon Progo. Pada triwulan rasio = 13,7). Kerapatan kasus tertinggi sangat terkait
II lebih banyak di perkotaan daerah ibu kota Kulon dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi [6].
Progo, merata membujur dari timur hingga barat di
Kepadatan perumahan yang lebih tinggi dikaitkan
wilayah selatan, dan timur laut Kulon Progo. Triwulan
dengan risiko tuberkulosis yang lebih besar, sementara
III dan triwulan IV hampir sama dengan lokasi pada
kepadatan penduduk yang berlebihan meningkatkan
wilayah triwulan II, namun jumlah dan sebaran,
kemungkinan terinfeksi secara signifikan [7]. Kota-kota
semakin banyak dan luas. Tuberkulosis paru BTA (+)
kontemporer dicirikan oleh interaksi kompleks yang
terlihat merata di wilayah tersebut disetiap triwulan,
terdiri dari jaringan sosial dan koneksi masyarakat
namun terlihat pertambahan BTA (-) pada triwulan IV
yang berkembang secara global. Interaksi ini
di wilayah tenggara Kulon Progo. Semakin banyak
membawa implikasi penting bagi kesehatan, terutama
temuan tuberkulosis paru diindikasikan akibat
berkenaan dengan penyakit yang muncul dan muncul
makin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
kembali, dan memperkuat gagasan bahwa penduduk
memeriksakan kesehatan di wilayah Kabupaten Kulon
selalu terpengaruh oleh dinamika kota [8].
Progo.
Jumlah dan distribusi penduduk menentukan Distribusi kemunculan kasus tuberkulosis paru
kepadatan penduduk di suatu wilayah. Kepadatan hingga akhir pengobatan (6 bulan) menunjukkan
penduduk selain menentukan cepat lambatnya bahwa diawal tahun (Januari – Juni) tersebar merata
penyakit dapat menular, banyak tidaknya penderita di wilayah dengan kepadatan tinggi hingga sedang.
apabila terjadi perubahan mendadak seperti kejadian Di pertengahan tahun (April – September) kasus
luar biasa dan tempat pelayanan kesehatan yang tuberkulosis paru tersebar merata di wilayah dengan
memadai. Menurut WHO dalam Aditama, wilayah kepadatan tinggi hingga sedang, namun telah nampak
pengelompokkan di wilayah yang kepadatannya
yang kepadatan penduduknya tinggi cenderung
tinggi. Di akhir tahun (Juli – Desember) terlihat
memiliki tempat tinggal yang kumuh, hygiene dan
distribusi kasus tuberkulosis paru mengelompok di
nutrisi yang buruk, sehingga bila ada warganya
wilayah yang kepadatan penduduknya tinggi.
terkena penyakit tuberkulosis akan mempercepat
proses penyebarannya [4] Kepadatan penduduk dan kurangnya perencanaan kota
Di kota-kota dengan kepadatan penduduk > 80 orang/ dapat memperburuk kerentanan sosial yang ada seperti
km², kejadian tuberkulosis 4,18 kali lipat lebih tinggi kurangnya sanitasi, perumahan yang tidak memadai,
daripada di kota-kota dengan tingkat kepadatan transportasi umum yang padat dan kelebihan layanan
kesehatan. Kepadatan penduduk memainkan peran
penduduk yang lebih rendah (P=0.000). Kepadatan
penting dalam penentuan spasial tuberkulosis bahkan
penduduk signifikan terkait dengan kejadian
setelah penyesuaian untuk pendapatan [6].
tuberkulosis [5]. Kepadatan penduduk tampak signifikan
pada analisis univariat. Dalam analisis analog untuk Berbeda dengan hasil analisis spasial kejadian
kejadian TB BTA-positif, kepadatan populasi serta penyakit tuberkulosis paru berhubungan dengan
semua variabel lain yang secara bermakna terkait faktor risiko kondisi rumah dan lingkungan di kota
dengan kejadian TB keseluruhan muncul sebagai Palembang bahwa hubungan antara overlay kepadatan
prediktor signifikan [14] penduduk tiap km² tidak menunjukkan hubungan yang
Penyakit tuberkulosis terdistribusi secara spasial bermakna [9]. Kepadatan penduduk memang bukan
ke seluruh wilayah perkotaan. Tingkat kejadian di satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadianya
antara saluran sensus perkotaan berkisar antara 0,06 infeksi bakteri tuberkulosis. Banyak faktor lain yang
sampai 1,1%, dan penyakit ini terjadi terutama di dapat menyebabkan seseorang terinfeksi bakteri
wilayah pusat kota (99,3%). Kepadatan populasi tuberkulosis, yaitu keadaan pemukiman yang kumuh,
yang lebih tinggi dikaitkan secara signifikan dengan kemiskinan, kontak dengan penderita tuberkulosis
meningkatnya peluang hidup di sektor dengan BTA (+) dan status gizi. Selain itu, orang yang
“kepadatan kasus yang lebih tinggi”, bahkan setelah terinfeksi bakteri tuberkulosis belum tentu menjadi
disesuaikan dengan pendapatan dan pendidikan (odds sakit tuberkulosis. Seseorang yang terinfeksi bakteri

14 ISBN: 978-602-6363-47-3
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis

tuberkulosis akan menjadi sakit ketika sistem imunnya dapat direkomendasikan bahwa data TB, termasuk
melemah. Lemahnya sistem imun biasanya disebabkan informasi tentang faktor risiko pasien, dikumpulkan
oleh kondisi gizi yang menurun, menderita penyakit dan dianalisis secara sistematis [12].
lain seperti diabetes mellitus atau tertular HIV [10]
TB terkonsentrasi di kota-kota besar, terutama
Terdapat faktor-faktor lain yang berkontribusi pada di kalangan kelompok berisiko tinggi perkotaan
peningkatan jumlah kasus tuberkulosis paru di tertentu, termasuk imigran dari negara-negara dengan
wilayah dengan risiko tinggi kasus tuberkulosis paru insiden TB yang tinggi, tunawisma, dan mereka
BTA positif yang menunjukkan bahwa kepadatan yang memiliki riwayat obat dan penyalahgunaan
penduduk bukan merupakan faktor tunggal dari alkohol. Eliminasi TB di kota-kota besar di Eropa
kejadian tuberkulosis paru BTA positif. Hal lain yang membutuhkan langkah-langkah pengendalian yang
membuktikan bahwa kepadatan penduduk bukan berfokus pada berbagai lapisan populasi perkotaan.
satu-satunya faktor risiko untuk terjadinya penyakit Kerumitan khusus dari kota-kota besar Uni Eropa,
tuberkulosis paru adalah bahwa di Kecamatan Galur misalnya kepadatan penduduk yang tinggi dan struktur
merupakan wilayah yang juga memiliki tingkat sosial, menciptakan peluang khusus untuk transmisi,
kepadatan yang tinggi, tetapi tidak diikuti dengan tetapi juga memungkinkan intervensi pengendalian TB
peningkatan jumlah kasus tuberkulosis paru BTA yang ditargetkan, tidak efisien dalam populasi umum.
positif. Begitu juga dengan Kecamatan Panjatan Pengendalian TB di kota-kota besar dan kelompok-
yang merupakan kecamatan dengan kepadatan kelompok berisiko di perkotaan menggambarkan
penduduk kurang padat tetapi memiliki jumlah kasus intervensi pengendalian TB secara umum dan khusus,
tuberkulosis paru BTA positif yang tinggi. pendidikan, operasional, organisasi, hukum dan
pemantauan TB, serta memberikan rekomendasi untuk
Pengendalian secara tuntas hanya mungkin dicapai
pengendalian TB di kota besar, berdasarkan model
jika setiap upaya pengendalian penyakit disertai
transmisi dan kontrol TB konseptual [13].
dengan pengendalian faktor risiko. Tanpa itu, penyakit
tuberkulosis yang bertahan lama dan selalu terjadi Identifikasi kecamatan dengan prevalensi tuberkulosis
letupan kejadian luar biasa berulang kali. Faktor risiko tinggi dan kepadatan penduduk tinggi dapat digunakan
adalah berbagai faktor yang berperan dalam setiap untuk mendukung program pengendalian tuberkulosis,
kejadian penyakit, mencakup kondisi lingkungan khususnya untuk menjangkau populasi yang berisiko,
pemukiman penduduk serta faktor penduduk yang penguatan manajemen TB dan mengintensifkan
mencakup budaya, perilaku, kepadatan, pendidikan penemuan kasus.
dan lain-lain [1].

Suatu negara harus mendeteksi dan mengobati TB


dalam jangka panjang karena transisi TB bisa sangat SIMPULAN
panjang. Namun, jika individu terinfeksi TB tetap 1. Distribusi kasus tuberkulosis paru tertinggi di
terpisah dari masyarakat, dan diberikan pengobatan di triwulan III, terdapat di Kecamatan Wates dengan
rumah sakit, hal ini dapat secara signifikan mengurangi jumlah 11 kasus.
angka kematian dan kejadian TB. Ventilasi yang 2. Angka tuberkulosis paru tertinggi terdapat
memadai, orang yang terinfeksi menutup mulut di Kecamatan Wates, demikian pula angka
dan hidung mereka ketika batuk atau bersin dan kepadatan penduduknya sekitar 1.394 jiwa/km².
mengurangi keadaan yang ramai sangat penting dalam 3. Angka tuberkulosis paru tertinggi berada di
mengurangi penyebaran tuberkulosis [11]. wilayah Kecamatan Wates dengan kepadatan
penduduk lebih dari 900 jiwa/m², begitu pula
Data transisi epidemiologi TB menggambarkan
distribusi kemunculan kasus hingga akhir
suatu situasi di mana penyakit TB terkonsentrasi di
pengobatan (6 bulan) yaitu dari Januari – Juni,
kota-kota besar ketika terjadi insiden nasional,
April – September, dan Juli – Desember.
kemungkinan besar sebagai hasil dari banyaknya
kelompok risiko tinggi yang ditemukan di sana.
DAFTAR PUSTAKA
Situasi ini membutuhkan target intervensi dan
1. Achmadi Umar F, Hasyim H. Manajemen
ISBN: 978-602-6363-47-3 15
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis
9. Budi Santoso. Analisis Spasial Kejadian
Penyakit Berbasis Wilayah. Jurnal
Penyakit Tuberkulosis Paru Berhubungan
Manajemen
Dengan Faktor Risiko Kondisi Rumah dan
Pelayanan Kesehatan 2008;11(2):72–6.
Lingkungan di Kota Palembang. 2011.
2. Narasimhan P, Wood J, Macintyre CR,
Mathai D. Risk Factors for Tuberculosis. 10. Nida S. Epidemiologi Spasial
Pulmonary Kejadian Tuberkulosis (TB) di Kota
medicine 2013;2013:828939. Tanggerang Selatan Tahun 2009-2013.
3. Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon 2014.
Progo. Profil Kesehatan Kabupaten Kulon 11. Desaleng D, Koya PR. The Role of
Progo Tahun 2014 (data 2013). Yogyakarta: Polluted Air and Population Density in
Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo the Spread of Mycobacterium
2014; 2014. Tuberculosis Disease. J Multidiscip Eng
4. Rizka Tri Yuli Aditama. Analisis Sci Technol 2015;2(5):1212–20.
Distribusi Dan Faktor Resiko Tuberkulosis 12. de Vries G, Aldridge RW, Caylã JA, Haas
Paru Melalui Pemetaan Berdasarkan Wilayah WH, Sandgren A, van Hest NA, et al.
Di Puskesmas Candilama Semarang Triwulan Epidemiology of tuberculosis in big cities
Terakhir Tahun 2012. Jurnal Kesehatan of the European union and European
Udinus 2012. economic area countries. Eurosurveillance
5. A.C. Tanrikulu, H. Acemoglu, Y. Palanci 2014;19(9):1–8.
CED. Tuberculosis in Turkey: high altitude 13. Hest NA, Aldridge RW, de Vries G,
and other socio-economic risk factors. Sandgren A, Hauer B, Hayward A, et al.
Public Health 2008;122(6):613–619. Tuberculosis control in big cities and urban
6. De Abreu E Silva M, Di Lorenzo Oliveira risk groups in the European Union: A
C, Teixeira Neto RG, Camargos PA. consensus statement. Euro Surveillance
Spatial distribution of tuberculosis from 2014;19(9):1–13.
2002 to 2012 in a midsize city in Brazil. 14. Shaweno D, Shaweno T, Trauer JM,
BMC Public Health 2016;16(1):1–8. Denholm JT, McBryde ES. Heterogeneity
7. Clark M, Riben P, Nowgesic E. The of distribution of tuberculosis in Sheka
association of housing density, isolation and Zone, Ethiopia: drivers and temporal trends.
tuberculosis in Canadian First Nations The International Journal of Tuberculosis
communities. International Journal of and Lung Disease 2017;21(1):79– 85.
Epidemiology.2002;31(5):940–5. 15. Shaweno D, Shaweno T, Trauer JM,
8. Dário Alves da Silva Costa, Sueli Denholm JT, McBryde ES. Heterogeneity
Aparecida Mingoti, Amanda Cristina de of distribution of tuberculosis in Sheka
Souza Andrade, César Coelho Xavier, Zone, Ethiopia: drivers and temporal trends.
Fernando Augusto Proietti WTC. Indicadores The International Journal of Tuberculosis
dos atributos físicos e sociais da vizinhança and Lung Disease 2017;21(1):79– 85.
obtidos pelo método de Observação Social
Sistemática. 2008;13(6):1785–96.

16 ISBN: 978-602-6363-47-3

You might also like