Pola Spasial Persebaran Kasus Tuberkulosis Paru Terhadap Kepadatan Penduduk
Pola Spasial Persebaran Kasus Tuberkulosis Paru Terhadap Kepadatan Penduduk
Pola Spasial Persebaran Kasus Tuberkulosis Paru Terhadap Kepadatan Penduduk
Hendra Rohman
Abstract
Tuberculosis is one of the most contagious diseases, it is still one of the most significant public health problems.
Tuberculosis has attained an important place among contagious diseases. When we take a glance at the mortality
rates due to tuberculosis, we recognize that this disease is common in crowded areas. This study aims to identify
spatially between tuberkulosis prevalence and population density in quarter I to IV 2014 in Kulon Progo District.
Population density data were obtained from secondary data in 12 sub-districts. While tuberkulosis prevalence
data obtained from TB03 data from Kulon Progo District Health Office. Tuberkulosis prevalence and population
density data were analyzed by descriptive method. This study will show a GIS based approach to an analysis
of tuberculosis data. GIS was used to show the distribution of tuberculosis cases. The mapping of the disease
density is significant because it may be a clue as to its causes and affects and can provide an insight into the
possible changes and rates of the disease in the coming years. Districts with high tuberkulosis prevalence are
districts with high population density, in the third quarter and also seen in the distribution of cases occurring
until the end of treatment. Such identification can be used to support tuberkulosis control programs, particularly
to reach populations at risk, strengthening TB management and intensify case finding.
Keywords: mycrobacterium tuberculosis, population density, geographic infromation system
Abstrak
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang paling menular, hal ini masih menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang paling signifikan. Tuberkulosis berada pada posisi penting di antara penyakit menular.
Dilihat dari tingkat kematian akibat tuberkulosis, penyakit ini biasa terjadi pada wilayah yang padat. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara spasial antara prevalensi tuberkulosis dengan kepadatan penduduk
pada triwulan I sampai IV tahun 2014 di Kabupaten Kulon Progo. Data kepadatan penduduk diperoleh dari
data sekunder di 12 kecamatan. Sedangkan data prevalensi tuberkulosis diperoleh dari data TB03 dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Kulon Progo. Data prevalensi tuberkulosis dan kepadatan penduduk dianalisis dengan
metode deskriptif. Penelitian ini menunjukkan pendekatan berbasis sistem informasi geografis untuk analisis data
tuberkulosis. Sistem informasi geografis digunakan untuk menunjukkan distribusi kasus tuberkulosis. Pemetaan
kepadatan terhadap penyakit sangat penting karena ini bisa menjadi petunjuk penyebab dan pengaruhnya serta
dapat memberikan wawasan tentang kemungkinan perubahan dan tingkat penyakit di tahun-tahun mendatang.
Kecamatan dengan prevalensi tuberkulosis tinggi merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk yang juga
tinggi, berada pada triwulan III dan terlihat pula pada distribusi kemunculan kasus hingga akhir pengobatan.
Identifikasi tersebut dapat digunakan untuk mendukung program pengendalian tuberkulosis, menjangkau populasi
yang berisiko, penguatan manajemen TB dan mengintensifkan penemuan kasus.
Kata kunci: mycrobacterium tuberculosis, kepadatan penduduk, sistem informasi geografis
8 ISBN: 978-602-6363-47-3
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis
wilayah yang mencakup ekosistem dalam dimensi Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan
ruang dan waktu, di dalamnya termasuk variabel penduduk tinggi, dan memiliki kegiatan sosial
lingkungan, kependudukan dan wilayah administratif. ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan
Sesuai peruntukan, wilayah dapat juga diberi batasan wilayah yang lebih maju, dan berkembang. Kabupaten
tertentu seperti wilayah kerja, wilayah pariwisata, Kulon Progo merupakan kabupaten terpadat ke tiga
wilayah perbatasan, wilayah kecamatan atau setelah Kabupaten Sleman dan Kota yogyakarta.
kelurahan. Proses kejadian penyakit merupakan hasil
Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Kulon
hubungan interaktif antara manusia dengan komponen
Progo 734 jiwa/km², rata-rata jumlah anggota per
lingkungan yang berpotensi penyakit. Berbagai
keluarga 4 jiwa. Kecamatan terpadat adalah Wates,
variabel kependudukan yang berperan antara lain
dengan rata-rata kepadatan per kilometer persegi
meliputi kepadatan, umur, jender, pendidikan, genetik,
1.476 jiwa, sedangkan terendah di Samigaluh, dengan
perilaku dan lain sebagainya [1].
rata-rata kepadatan 414 jiwa/km²[3].
Tuberkulosis (TB) didefinisikan sebagai penyakit yang
Analisis spasial eksplorasi adalah instrumen yang
disebabkan oleh bakteri yang disebut mycobacterium
tuberculosis. Kejadiannya telah meningkat dan sangat kuat dalam penelitian kesehatan secara spasial
menurun seiring berjalannya waktu, namun selalu berdasarkan kapasitasnya untuk memetakan distribusi
penyakit dan faktor risiko terkait pada tingkat populasi.
menjadi ancaman konstan bagi kesehatan masyarakat.
Tuberkulosis dipengaruhi oleh status kekebalan, HIV,
malnutrisi, usia, jenis kelamin, diabetes mellitus METODE
(DM), kedekatan, durasi kontak, polusi udara dalam
ruangan, alkohol, penggunaan obat imunosupresif, Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, suatu
asap rokok, ventilasi, kepadatan penduduk, risiko rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan
pekerjaan, sosial ekonomi, dan perilaku, yang juga antara penyakit dan paparan, dengan cara mengamati status
terbukti meningkatkan kerentanan terhadap infeksi [2]. paparan dan penyakit serentak pada satu saat atau satu
periode.
Penyakit tuberkulosis di Kabupaten Kulon Progo
masih menjadi masalah kesehatan. Penemuan dengan Populasi pada penelitian ini adalah 12 kecamatan di
BTA masih rendah. Tahun 2013, dari data puskesmas Kabupaten Kulon Progo. Sampel adalah seluruh populasi,
menunjukkan 118 kasus baru dan 142 kasus dengan yaitu 12 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo.
CNR (case notification rate) BTA (+) baru, sebesar Variabel penelitian pada penelitian ini terdiri dari: 1)
27,41 per 100.000 penduduk. Kesembuhan 80,82% variabel bebas, yaitu kepadatan penduduk pada tingkat
dan success rate 82,19% (berdasarkan 73 penderita kecamatan; 2) variabel terikat, yaitu prevalensi penderita
yang diobati tahun 2013 sebanyak 59 orang sembuh). tuberkulosis yang tercatat di puskesmas dan rumah sakit
Data tahun 2014 menunjukkan kasus tuberkulosis yang telah melaksanakan DOTS (directly observed
sebanyak 211 orang, dengan rincian: Tuberkulosis treatment short-course) pada tingkat kecamatan pada
ekstra paru sebanyak 15 orang, penderita tuberkulosis triwulan I sampai IV tahun 2014 di Kabupaten Kulon Progo.
paru dengan alamat di luar wilayah Kulon Progo
sebanyak 22 orang [3]. Tuberkulosis paru di wilayah Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengambilan
Kulon Progo sebanyak 174 kasus, dengan rincian: data sekunder. Data sekunder yang diambil mencakup: 1)
Tuberkulosis paru BTA (+) sebanyak 135 orang, kasus data kepadatan penduduk tingkat kecamatan; 2) prevalensi
tuberkulosis paru BTA (-) sebanyak 39 orang. tuberkulosis tingkat kecamatan. Pengambilan titik koordinat
dilakukan sesuai dengan alamat yang tertera pada data
Kondisi persebaran penduduk, ketersediaan prasarana, TB03.
dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi
penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah Pengolahan data pada penelitian ini mencakup 1) kelengkapan
yang Daerah Istimewa Yogyakarta masih timpang. data prevalensi tuberkulosis, dan kepadatan penduduk di
Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten tingkat kecamatan diperiksa kembali kelengkapannya
Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan dengan editing; 2) data dimasukkan dengan menggunakan
ISBN: 978-602-6363-47-3 9
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis
10 ISBN: 978-602-6363-47-3
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis
Gambar 1. Peta penderita tuberkulosis paru Triwulan I Gambar 3 Peta penderita tuberkulosis paru Triwulan II
ISBN: 978-602-6363-47-3 11
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis
12 ISBN: 978-602-6363-47-3
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis
Gambar 6 Peta penderita tuberkulosis paru Bulan Pada gambar 7, terlihat peta penderita tuberkulosis
April – September paru Bulan Juli-Desember, pola persebaran kasus
tuberkulosis paru tersebar (dispersed) merata
pada wilayah Kecataman Wates, Panjatan, Temon,
dan Sentolo. Kasus tertinggi berada pada wilayah
dengan kepadatan penduduk 700 – 800 jiwa/m². Pola
persebaran acak (random) masih terjadi juga di wilayah
lain. Pada peta tampak terdapat pengelompokkan
(clustering) yang lebih mencolok di wilayah Wates
dengan kepadatan penduduk > 900 jiwa/m².
PEMBAHASAN
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian
tuberkulosis paru BTA (+), di antaranya adalah faktor
lingkungan: kepadatan penduduk, kepadatan hunian,
ventilasi, lama kontak dengan penderita tuberkulosis,
akses ke pelayanan kesehatan. Keterpaparan asap:
asap rokok dan polusi dalam ruangan. Faktor individu:
umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan.
Faktor sosial ekonomi: kemiskinan, pendidikan dan
pekerjaan. Penyakit penyerta: HIV, malntrisi, diabetes
mellitus [2].
ISBN: 978-602-6363-47-3 13
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis
daya, selatan, dan utara Kulon Progo. Pada triwulan rasio = 13,7). Kerapatan kasus tertinggi sangat terkait
II lebih banyak di perkotaan daerah ibu kota Kulon dengan kepadatan penduduk yang lebih tinggi [6].
Progo, merata membujur dari timur hingga barat di
Kepadatan perumahan yang lebih tinggi dikaitkan
wilayah selatan, dan timur laut Kulon Progo. Triwulan
dengan risiko tuberkulosis yang lebih besar, sementara
III dan triwulan IV hampir sama dengan lokasi pada
kepadatan penduduk yang berlebihan meningkatkan
wilayah triwulan II, namun jumlah dan sebaran,
kemungkinan terinfeksi secara signifikan [7]. Kota-kota
semakin banyak dan luas. Tuberkulosis paru BTA (+)
kontemporer dicirikan oleh interaksi kompleks yang
terlihat merata di wilayah tersebut disetiap triwulan,
terdiri dari jaringan sosial dan koneksi masyarakat
namun terlihat pertambahan BTA (-) pada triwulan IV
yang berkembang secara global. Interaksi ini
di wilayah tenggara Kulon Progo. Semakin banyak
membawa implikasi penting bagi kesehatan, terutama
temuan tuberkulosis paru diindikasikan akibat
berkenaan dengan penyakit yang muncul dan muncul
makin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk
kembali, dan memperkuat gagasan bahwa penduduk
memeriksakan kesehatan di wilayah Kabupaten Kulon
selalu terpengaruh oleh dinamika kota [8].
Progo.
Jumlah dan distribusi penduduk menentukan Distribusi kemunculan kasus tuberkulosis paru
kepadatan penduduk di suatu wilayah. Kepadatan hingga akhir pengobatan (6 bulan) menunjukkan
penduduk selain menentukan cepat lambatnya bahwa diawal tahun (Januari – Juni) tersebar merata
penyakit dapat menular, banyak tidaknya penderita di wilayah dengan kepadatan tinggi hingga sedang.
apabila terjadi perubahan mendadak seperti kejadian Di pertengahan tahun (April – September) kasus
luar biasa dan tempat pelayanan kesehatan yang tuberkulosis paru tersebar merata di wilayah dengan
memadai. Menurut WHO dalam Aditama, wilayah kepadatan tinggi hingga sedang, namun telah nampak
pengelompokkan di wilayah yang kepadatannya
yang kepadatan penduduknya tinggi cenderung
tinggi. Di akhir tahun (Juli – Desember) terlihat
memiliki tempat tinggal yang kumuh, hygiene dan
distribusi kasus tuberkulosis paru mengelompok di
nutrisi yang buruk, sehingga bila ada warganya
wilayah yang kepadatan penduduknya tinggi.
terkena penyakit tuberkulosis akan mempercepat
proses penyebarannya [4] Kepadatan penduduk dan kurangnya perencanaan kota
Di kota-kota dengan kepadatan penduduk > 80 orang/ dapat memperburuk kerentanan sosial yang ada seperti
km², kejadian tuberkulosis 4,18 kali lipat lebih tinggi kurangnya sanitasi, perumahan yang tidak memadai,
daripada di kota-kota dengan tingkat kepadatan transportasi umum yang padat dan kelebihan layanan
kesehatan. Kepadatan penduduk memainkan peran
penduduk yang lebih rendah (P=0.000). Kepadatan
penting dalam penentuan spasial tuberkulosis bahkan
penduduk signifikan terkait dengan kejadian
setelah penyesuaian untuk pendapatan [6].
tuberkulosis [5]. Kepadatan penduduk tampak signifikan
pada analisis univariat. Dalam analisis analog untuk Berbeda dengan hasil analisis spasial kejadian
kejadian TB BTA-positif, kepadatan populasi serta penyakit tuberkulosis paru berhubungan dengan
semua variabel lain yang secara bermakna terkait faktor risiko kondisi rumah dan lingkungan di kota
dengan kejadian TB keseluruhan muncul sebagai Palembang bahwa hubungan antara overlay kepadatan
prediktor signifikan [14] penduduk tiap km² tidak menunjukkan hubungan yang
Penyakit tuberkulosis terdistribusi secara spasial bermakna [9]. Kepadatan penduduk memang bukan
ke seluruh wilayah perkotaan. Tingkat kejadian di satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadianya
antara saluran sensus perkotaan berkisar antara 0,06 infeksi bakteri tuberkulosis. Banyak faktor lain yang
sampai 1,1%, dan penyakit ini terjadi terutama di dapat menyebabkan seseorang terinfeksi bakteri
wilayah pusat kota (99,3%). Kepadatan populasi tuberkulosis, yaitu keadaan pemukiman yang kumuh,
yang lebih tinggi dikaitkan secara signifikan dengan kemiskinan, kontak dengan penderita tuberkulosis
meningkatnya peluang hidup di sektor dengan BTA (+) dan status gizi. Selain itu, orang yang
“kepadatan kasus yang lebih tinggi”, bahkan setelah terinfeksi bakteri tuberkulosis belum tentu menjadi
disesuaikan dengan pendapatan dan pendidikan (odds sakit tuberkulosis. Seseorang yang terinfeksi bakteri
14 ISBN: 978-602-6363-47-3
PROSIDING:
SEMINAR NASIONAL REKAM MEDIS & INFORMASI KESEHATAN
Standar Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1 Terkait Rekam Medis
tuberkulosis akan menjadi sakit ketika sistem imunnya dapat direkomendasikan bahwa data TB, termasuk
melemah. Lemahnya sistem imun biasanya disebabkan informasi tentang faktor risiko pasien, dikumpulkan
oleh kondisi gizi yang menurun, menderita penyakit dan dianalisis secara sistematis [12].
lain seperti diabetes mellitus atau tertular HIV [10]
TB terkonsentrasi di kota-kota besar, terutama
Terdapat faktor-faktor lain yang berkontribusi pada di kalangan kelompok berisiko tinggi perkotaan
peningkatan jumlah kasus tuberkulosis paru di tertentu, termasuk imigran dari negara-negara dengan
wilayah dengan risiko tinggi kasus tuberkulosis paru insiden TB yang tinggi, tunawisma, dan mereka
BTA positif yang menunjukkan bahwa kepadatan yang memiliki riwayat obat dan penyalahgunaan
penduduk bukan merupakan faktor tunggal dari alkohol. Eliminasi TB di kota-kota besar di Eropa
kejadian tuberkulosis paru BTA positif. Hal lain yang membutuhkan langkah-langkah pengendalian yang
membuktikan bahwa kepadatan penduduk bukan berfokus pada berbagai lapisan populasi perkotaan.
satu-satunya faktor risiko untuk terjadinya penyakit Kerumitan khusus dari kota-kota besar Uni Eropa,
tuberkulosis paru adalah bahwa di Kecamatan Galur misalnya kepadatan penduduk yang tinggi dan struktur
merupakan wilayah yang juga memiliki tingkat sosial, menciptakan peluang khusus untuk transmisi,
kepadatan yang tinggi, tetapi tidak diikuti dengan tetapi juga memungkinkan intervensi pengendalian TB
peningkatan jumlah kasus tuberkulosis paru BTA yang ditargetkan, tidak efisien dalam populasi umum.
positif. Begitu juga dengan Kecamatan Panjatan Pengendalian TB di kota-kota besar dan kelompok-
yang merupakan kecamatan dengan kepadatan kelompok berisiko di perkotaan menggambarkan
penduduk kurang padat tetapi memiliki jumlah kasus intervensi pengendalian TB secara umum dan khusus,
tuberkulosis paru BTA positif yang tinggi. pendidikan, operasional, organisasi, hukum dan
pemantauan TB, serta memberikan rekomendasi untuk
Pengendalian secara tuntas hanya mungkin dicapai
pengendalian TB di kota besar, berdasarkan model
jika setiap upaya pengendalian penyakit disertai
transmisi dan kontrol TB konseptual [13].
dengan pengendalian faktor risiko. Tanpa itu, penyakit
tuberkulosis yang bertahan lama dan selalu terjadi Identifikasi kecamatan dengan prevalensi tuberkulosis
letupan kejadian luar biasa berulang kali. Faktor risiko tinggi dan kepadatan penduduk tinggi dapat digunakan
adalah berbagai faktor yang berperan dalam setiap untuk mendukung program pengendalian tuberkulosis,
kejadian penyakit, mencakup kondisi lingkungan khususnya untuk menjangkau populasi yang berisiko,
pemukiman penduduk serta faktor penduduk yang penguatan manajemen TB dan mengintensifkan
mencakup budaya, perilaku, kepadatan, pendidikan penemuan kasus.
dan lain-lain [1].
16 ISBN: 978-602-6363-47-3