Proses Belajar

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia

Vol. 11 No. 1 / April 2012

Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau Dari Faktor Lingkungan Dalam
dan Luar Rumah di Kabupaten Pekalongan

(Spatial Analysis Distribution of Pulmonary Tuberculosis Cases Based From Environmental


Factors in the Inner and Outer House District Pekalongan)

Bambang Ruswanto, Nurjazuli, Mursid Raharjo

ABSTRACT
Background : Pulmonary tuberculosis (TB) is caused by “mycobacterium tuberculosis”. In Pekalongan, the
prevalence rate of TB is 1,08 per 1000 population. Approximately 75% of those is the economically productive
group. No information of TB distribution based on the environmental characteristic. This research aimed to
anlyze the association between demographic, physical environment factors and to conduct spatial analysis of
regional characteristics that influence the distribution of tuberculosis cases in Pekalongan Regency.
Method: It was an observasional research using case control design. Data analysis performed by chi-square
(univariate and bivariate analysis). Multivariate analysis uses logistic regression test to determine of risk factors
which the association is significant with pulmonary tuberculosis.
Result : The statistical test showed that occupancy density, ventilation area, humidity of room in the house, air
temperature, natural lighting in the house, kind of floor, air temperature outside the house, knowledge, nutrition
status, and contact with the cases (p=0,05). While the result of multivariate analysis proved that there are seven
factors which have significantly association with tuberculosis: knowledge, occupancy density, temperature in the
home, natural lighting in the house, kind of floor, nutrition status, and contact with cases (OR>1,00).
It was recommended to improve thr physical environment of the house, increase investigation and counselling for
amily contact in the same house.

Keywords: Risk factors, Pulmonary tuberculosis, Spatial analysis

PENDAHULUAN Km2 yang terdiri dari 19 Kecamatan dan 283 desa, terbagi
Sampai saat ini penyakit tuberkulosis paru masih menjadi daerah dataran rendah dengan jumlah desa 225
menjadi masalah kesehatan yang utama, baik di dunia (80.31 %), dan daerah pegunungan/dataran tinggi dengan
maupun di Indonesia. Menurut WHO (2006), angka jumlah desa 58 (19.69 %). Di Kabupaten Pekalongan
prevalensi tuberkulosis paru di Indonesia 1,3 per 1000 terdapat 2 rumah sakit pemerintah, 1 rumah sakit swasta,
penduduk. Penyakit ini merupakan penyebab kematian dan 26 puskesmas. Wilayah ini mempunyai fluktuasi
urutan ketiga, setelah penyakit jantung dan penyakit kejadian penyakit tuberkulosis paru dalam 5 tahun
saluran pernapasan.2 Sekitar 75% penderita tuberkulosis terakhir dengan jumlah kasus penderita tuberkulosis paru
paru adalah kelompok usia produktif secara ekonomis semakin menurun, begitu pula dengan angka prevalensi
(15-50 tahun). Tuberkulosis paru juga memberikan disetiap tahun menunjukkan tren yang menurun pula.
dampak buruk lainnya secara sosial bahkan kadang Register tuberkulosis paru di Kabupaten
dikucilkan oleh masyarakat.2 Pekalongan masih terbatas dalam bentuk analisis tabular
Di Jawa Tengah berdasarkan laporan evaluasi dan grafik. Analisis sebaran kasus masih berupa agregasi
program pemberantasan penyakit menular, angka di tingkat desa dan kecamatan, tetapi bukan dalam bentuk
prevalensi TB paru sebesar 56,95 per 100.000 penduduk pemetaan. Agar dapat mengidentifikasi rantai penularan
dengan Case Detection Rate (CDR) sebesar 56,95%. tuberkulosis paru, sistem surveilans seharusnya dapat
Tahun 2008 angka kasus penderita tuberkulosis paru mengidentifikasi sebaran kasus tuberkulosis paru hingga
16.748 penderita, angka prevalensi sebesar 54.92 per tingkat individual. Identifikasi lokasi penderita
100.000 dengan angka case detection rate 46,88%.4 tuberkulosis paru sampai tingkat lokasi individu sangat
Kabupaten Pekalongan dengan luas wilayah 836.13 dimungkinkan karena dalam register tuberkulosis paru

_________________________________________________
Bambang Ruswanto, SKM, M.Kes, Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan
Nurjazuli, SKM, M.Kes, Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP
Ir. Mursyid Rahardjo, M.Si Program Magister Kesehatan Lingkungan UNDIP

22
Bambang Ruswanto, Nurjazuli, Mursid Raharjo

terdapat alamat penderita yang dapat dipetakan diagnosis oleh puskesmas yang bertempat tinggal di
menggunakan pendekatan Geographic Information wilayah Kabupaten Pekalongan. Kelompok kontrol
System (GIS).6 adalah suspek penderita tuberkulosis paru dengan hasil
Analisis spasial adalah salah satu cara pendataan pemeriksaan BTA (-) yang berusia 15 tahun keatas dan
dalam upaya untuk manajemen lingkungan dan telah didiagnosis oleh puskesmas yang bertempat tinggal
merupakan bagian dari pengelolaan (manajemen) di wilayah Kabupaten Pekalongan.
penyakit berbasis wilayah, merupakan suatu analisis dan Populasi dalam penelitian ini adalah populasi
uraian tentang data penyakit secara geografis berkenaan wilayah (Area Population) yaitu segmen-segmen wilayah
dengan kependudukan, persebaran, lingkungan, perilaku, yang mengandung jumlah unit penelitian (keseluruhan
sosial, ekonomi, kasus kejadian penyakit dan hubungan kecamatan yang ada di kabupaten Pekalongan) dan
antar variabel tersebut dimana masing-masing variabel seluruh kasus tuberkulosis paru BTA (+) di Kabupaten
dapat menjadi faktor risiko terjadinya penyakit Pekalongan. Subyek dalam penelitian ini adalah penderita
tuberkulosis paru. Berbagai faktor risiko dapat tuberkulosis paru BTA (+) yang tinggal di Kabupaten
dikelompokkan kedalam 2 kelompok faktor risiko yaitu Pekalongan dan tercatat di register tuberkulosis paru
faktor kependudukkan dan faktor lingkungan. Faktor Dinas kesehatan Kabupaten Pekalongan pada bulan Juli
kependudukan meliputi ; jenis kelamin, umur, status gizi, sampai dengan Desember 2009.
status imunisasi, kondisi sosial ekonomi, adapun faktor Alat dan cara penelitian
risiko lingkungan meliputi ; kepadatan hunian, lantai 1. Alat ukur penelitian; format kuesioner, peralatan
rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban, suhu dan pengukuran (rol meter, sling hygrometer, luxmeter,
ketinggian. Untuk mendeteksi lingkungan yang rentan thermometer ruangan, timbangan dan GPS (Global
penyakit dapat dilakukan dengan menggunakan Positioning System)).
teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan 2. Cara penelitian
Geographic Information System (GIS) yang merupakan Pewawancara yang telah dilakukan pelatihan akan
suatu sistem yang mampu mengolah, memperbaiki, melakukan pengukuran dengan menggunakan
memperbaharui, dan menganalisis data, khususnya data kuesioner terhadap responden baik yang kasus
spasial secara cepat. maupun yang control dengan mendatangi setiap
Sampai saat ini belum diketahui pola spasial yang rumah responden. Selain menggunakan kuesioner,
terinci mengenai distribusi kasus tuberkulosis paru di dilakukan pula pengukuran terhadap responden,
Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini bertujuan untuk pewawancara akan mengamati, mengukur dan
menganalisis distribusi spasial terhadap kasus penyakit mencatat kondisi lingkungan fisik rumah responden.
tuberkulosis paru di Kabupaten Pekalongan pada bulan Data yang ada dilakukan analisis dengan
Januari 2009 sampai dengan Desember 2009. Gambaran menggunakan; analisis univariat untuk mengetahui
spasial kasus penyakit tuberkulosis paru diharapkan deskripsi variabel penelitian, analisis bivariat untuk
dapat mengidentifikasi faktor-faktor risiko keruangan mengetahui hubungan antara dua variabel dengan
terhadap penyebaran penyakit tuberkulosis paru di menggunakan uji statistik Chi-square, analisis
Kabupaten Pekalongan.6 multivariat untuk menganalisis asosiasi beberapa
faktor risiko secara bersama-sama dengan kejadian
METODE PENELITIAN tuberkulosis paru BTA (+), analisis spasial tentang
Jenis penelitian ini adalah studi observasional distribusi kasus tuberkulosis paru untuk
analitik dengan rancangan penelitian case control (kasus mengidentifikasi faktor-faktor risiko keruangan
kontrol), yang mengkaji hubungan kasus dengan faktor terhadap penyebaran penyakit tuberkulosis paru.
risiko, kemudian dilakukan analisis spasial. Peneliti
mengambil titik koordinat tempat tinggal penderita HASLL DAN PEMBAHASAN
tuberkulosis paru BTA (+) di Kabupaten Pekalongan 1. Analisis Univariat
dengan menggunakan alat bantu GPS (Global Kondisi lingkungan dan karakteristik wilayah lokasi
Positioning System) merek Garmin tipe 60i. penelitian digambarkan pada uraikan berikut. Dilihat dari
Pengolahan data dilakukan dengan Geografic aspek jumlah penghudi rumah menunjukkan bahwa
Information System (GIS) menggunakan perangkat lunak proporsi kepadatan penghuni yang > 9 m2/orang pada
Arcview GIS Version 3.3, sehingga diperoleh hasil akhir kelompok kasus lebih kecil (58,4%) dibanding pada
berupa peta tingkat kerentanan sebaran kasus dan peta kelompok kontrol (81,4%). Sedang proporsi rumah
tingkat prioritas penanganan daerah terhadap kasus dengan % luas ventilasi <10% pada kelompok kasus lebih
penyakit tuberkulosis paru. besar (72,9%) dibanding pada kelompok kontrol (52,9%).
Subyek penelitian terdiri dari kelompok kasus dan Keberadaan jendela juga mempunyai peran dalam
control. Kelompok kasus adalah penderita tuberkulosis penularan penyakit tuberculosis. Jendela berfungsi juga
paru BTA (+) yang berusia 15 tahun keatas dan telah di untuk pertukaran udara dalam ruang yang berpengaruh

23
Bambang Ruswanto, Nurjazuli, Mursid Raharjo

Tabel 1. Hasil analisis univariat faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis
paru di Kabupaten Pekalongan tahun 2009
Penderita TB-Paru Total Nilai
No Faktor risiko Kasus Kontrol Std
N % Mean
N % N % deviasi
1. Kepadatan penghuni
1. < 9 m2 /orang 29 41,4% 13 18,6% 42 30,0% 9,79 2,293
2. ≥ 9 m2 /orang 41 58,4% 57 81,4% 98 70.0%
2. Luas ventilasi dlm ruangan
1. < 10% luas lantai 51 72,9% 37 52,9% 88 62,9% 9,66 2,732
2. ≥ 10% luas lantai 19 27,1% 33 47,1% 52 37,1%
3. Keberadaan jendela dl rmh
1. Tidak (tertutup) 48 68,6% 40 57,1% 88 62,9% - -
2. Ya (terbuka) 22 31,4% 30 42,9% 52 37,1%
4. Kelembaban ruangan
1. < 40% dan > 70% 31 44,3% 19 27,1% 50 35,7% 61,40 10,908
2. 40% - 70% 39 55,7% 51 72,9% 90 64,3%
5. Suhu udara dalam rumah
1. 31 oC - 37 oC 23 32,9% 10 14,3% 33 23,6% 26,44 5,037
2. < 31 oC dan > 37 oC 47 67,1% 60 85,7% 107 76,4%
6. Pencahayaan alami dl rmh
1. < 60 lux 60 85,7% 45 64,3% 105 75,0% 54,36 8,898
2. ≥ 60 lux 10 14,3% 25 35,7% 35 25,0%
7. Jenis lantai terluas dl rmh
1. Tidak kedap air 31 44,3% 12 17,1% 43 30,7 % - -
2. Kedap air 39 55,7% 58 82,9% 97 69,3%
8. Kelembaban luar rumah
1. < 40% dan > 70% 44 62,9% 37 52,9% 81 57,9% 61,74 13,401
2. 40% - 70% 26 37,1% 33 47,1% 59 42,1%
9. Suhu udara luar rumah
1. 31 oC - 37 oC 19 27,1% 15 21,4% 34 24,3% 26,57 4,974
2. < 18 oC dan > 30 oC 52 72,9% 55 78,6% 106 75,7%
10. Pengetahuan
1. Skor < 10 43 61,4% 21 30,0% 64 45,7% 10,46 3,106
2. Skor ≥ 10 27 38,6% 49 70,0% 76 54,3%
11. Jenis kelamin
1. Laki-laki 38 54,3% 41 58,6% 79 56,4% - -
2. Perempuan 32 45,7% 29 41,4 61 43,6%
12. Umur
1. 15 – 50 tahun 10 14,3% 19 27,1% 29 20,7% - -
2. > 50 tahun 60 85,7% 51 72,9% 111 79,3%
13. Status gizi
1. IMT ( < 18,5) 57 81,4% 42 60,0% 99 70,7% 16,97 2,360
2. IMT ( ≥ 18,5) 13 18,6% 28 40,0% 41 29,3%
14. Status imunisasi
1. Tidak ada tanda BCG 52 74,3% 57 81,4% 109 77,9% - -
2. Ya ( ada tanda BCG) 18 25,7% 13 18,6% 31 22,1%
15. Tingkat pendapatan klg
1. Rendah (< Rp. 650.000) 45 64,3% 37 52,9% 82 58,6% 674,64 408,608
2. Tinggi (≥ Rp. 650.000) 25 35,7% 33 47,1% 58 41,4%
Kontak dengan Penderita
1. Ada 23 32,9% 7 10,0% 30 21,4% - -
16. 2. Tidak ada 47 67,1% 63 90,0% 110 78,6%
Pelayanan kesehatan
1. < 3 km 43 30,7% 41 58,6% 84 60,0% 3,61 1,940
17. 2. ≥ 3 km 27 38,6% 29 41,4% 56 40,0%
Ketinggian wilayah
1. Rendah : ≤ 150 m (dpl) 54 77,1% 62 88,6% 116 82,9% 85,56 172,242
18. 2. Tinggi : > 150 m (dpl) 16 22,9% 8 11,4 24 17,1%

24
Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis

pada kelembaban. Hasil penelitian ini menunjukkan kependudukkan yang secara statistik berhubungan
bahwa sebagian besar (62,9%) kondisi jendela pada dengan kejadian tuberkulosis paru yang mempunyai
rumah responden dalam keadaan tertutup. Suhu rata- p-value < 0,05 secara berturut-turut adalah: Suhu
rata di tumah responden penelitian adalah 26,4oC dengan udara ruangan di luar rumah (p-value = 0,000), status
rerata kelembaban 61,4%. Kondisi pencahayaan di rumah gizi(p-value = 0,005), dan kontak dengan penderita
responden masih relatif rendah (54,36 lux). (p-value = 0,001).
2. Analisis Bivariat 3. Analisis Multivariat
Dari hasil perhitungan analisis bivariat (seperti tabel Pada tahap berikutnya data tersebut di analisis
2) menunjukkan bahwa faktor risiko lingkungan fisik secara bersama-sama dengan analisis multivariat untuk
dalam rumah yang secara statistik berhubungan dengan mengetahui adanya hubungan antara faktor risiko
kejadian tuberkulosis paru yang mempunyai angka lingkungan dalam dan luar rumah dan faktor
tingkat kemaknaan (p-value) < 0,05 secara berturut-turut kependudukkan dengan kejadian tuberkulosis paru.
adalah: Kepadatan penghuni dalam rumah (p-value = Analisis bivariat dari masing-masing variabel faktor risiko
0,003), luas ventilasi dalam ruangan (p-value = 0,014), yang mempunyai angka kemaknaan dengan nilai p-value
Kelembaban ruangan dalam rumah (p-value = 0,034), suhu < 0,05 adalah kepadatan penghuni dalam rumah, luas
udara ruangan dalam rumah (p-value = 0,000), ventilasi dalam ruangan, kelembaban ruangan dalam
pencahayaan alami di dalam rumah (p-value = 0,003), jenis rumah, suhu udara ruangan dalam rumah, pencahayaan
lantai terluas di ruangan dalam rumah (p-value = 0,000). alami di dalam rumah, jenis lantai terluas di dalam rumah,
Faktor risiko lingkungan fisik luar rumah dan pengetahuan, status gizi dan kontak dengan penderita.

Tabel 2. Hasil perhitungan analisis bivariat dengan uji Chi-Square Faktor risiko lingkungan fisik dalam dan luar
rumah dan faktor kependudukkan dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Pekalongan tahun 2009
No Faktor risiko OR CI 95% p-value Keterangan
1 Kepadatan penghuni dalam rumah 3,101 1,440<OR<6,681 0,003 Signifikan
2 Luas ventilasi dalam ruangan 2,394 1,182<OR<4,848 0,014 Signifikan
3 Keberadaan jendela rumah (ventilasi 1,636 0,819<OR<3,269 0,162 Tidak Signifikan
insidentil/bisa dibuka dan ditutup dalam
ruangan)
4 Kelembaban ruangan dalam rumah 2,134 1,052<OR<4,327 0,034 Signifikan
5 Suhu udara ruangan dalam rumah 2,936 1,274<OR<6,766 0,010 Signifikan
6 Pencahayaan alami di dalam rumah 3,333 1,455<OR<7,637 0,003 Signifikan
7 Jenis lantai terluas di ruangan dalam rumah 3,842 1,761<OR<8,383 0,000 Signifikan
8 Kelembaban udara ruangan di luar rumah 1,509 0,769<OR<2,964 0,231 Tidak Signifikan
9 Suhu udara ruangan di luar rumah 0,966 0,628<OR<2,970 0,430 Tidak Signifikan
10 Pengetahuan 3,716 1,841<OR<7,499 0,000 Signifikan
11 Jenis Kelamin 0,840 0,430<OR<1,639 0,609 Tidak Signifikan
12 Umur 0,635 0,954<OR<1,240 0,361 Tidak Signifikan
13 Status gizi 2,923 1,355<OR<6,308 0,005 Signifikan
14 Status imunisasi 0,659 0,294<OR<1,476 0,309 Tidak Signifikan
15 Tingkat pendapatan dalam 1 bulan 1,605 0,815<OR<3,162 0,170 Tidak Signifikan
16 Kontak dengan penderita 4,404 1,744<OR<11,124 0,001 Signifikan
17 Jarak keterjangkauan yankes 1,126 0,573<OR<2,216 0,730 Tidak Signifikan
18 Ketinggian wilayah 0,435 0,173<OR<1,097 0,073 Tidak Signifikan

Tabel 3. Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik beberapa faktor risiko lingkungan fisik dalam dan luar
rumah dan faktor kependudukkan dengan kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Pekalongan tahun 2009
No Faktor risiko β OR CI 95% p-value
1. Pengetahuan 0,964 2,622 1,077<OR<6,386 0,034
2. Kepadatan dalam rumah 1,095 2,989 1,149<OR<7,776 0,025
3. Keberadaan jendela rumah (ventilasi -1,254 0,285 0,096<OR<0,849 0,024
insidentil/bisa dibuka dan ditutup dalam ruangan)
4. Suhu ruangan dalam rumah 1,244 3,471 1,305<OR<9,229 0,013
5. Pencahayaan alami di dalam rumah 1,594 4,921 1,500<OR<16,142 0,001
6. Jenis lantai 1,061 2,890 1,050<OR<7,954 0,040
7. Status gizi 1,747 5,738 1,451<OR<22,695 0,013
8. Kontak dengan penderita 1,601 4,957 1,473<OR<16,680 0,010
Constanta -3,172

25
Bambang Ruswanto, Nurjazuli, Mursid Raharjo

Analisis multivariat dapat dilakukan jika hasil 4. Analisis Spasisal


analisis bivariat menunjukkan nilai p-value < 0,25, Analisis spasial sebagai bagian dari manajemen
dengan demikian variabel keberadaan jendela rumah penyakit berbasis wilayah, merupakan suatu analisis dan
(ventilasi insidentil/bisa dibuka dan ditutup dalam uraian tentang data penyakit secara geografi berkenaan
ruangan), kelembaban udara ruangan di luar rumah, dengan kependudukan, persebaran, lingkungan, perilaku,
tingkat pendapatan dalam 1 bulan dan ketinggian sosial ekonomi, kasus kejadian penyakit dan hubungan
wilayah dapat dimasukkan dalam analisis multivariat, antar variabel tersebut.
untuk variabel jenis kelamin, umur, suhu ruangan luar Analisis spasial pada penelitian ini bertujuan untuk
rumah, status imunisasi dan jarak keterjangkauan melihat pengaruh karakteristik wilayah dengan kejadian
pelayanan kesehatan tidak dapat dimasukkan ke dalam tuberkulosis paru di Kabupaten Pekalongan tahun 2009.
analisis multivariat karena nilai p-value > 0,25. Adapun Hasil analisis variabel yang memiliki hubungan dengan
metode yang di gunakan adalah Backward Stepwisc kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Pekalongan
(Conditional) pada tingkat kemaknaan 95% dengan dengan pendekatan spasial menggunakan program Arc
menggunakan soft ware SPSS for windows 15. View GIS 3.3 dapat dilihat pada gambar-gambar seperti
Adapun hasil analisis multivariat faktor risiko berikut ini :.
lingkungan dalam dan luar rumah dan faktor
kependudukkan dengan kejadian tuberkulosis paru SIMPULAN
adalah sebagaimana dilihat dalam tabel 3. Setelah melakukan penelitian tentang analisis
spasial sebaran kasus tuberkulosis paru ditinjau dari

26
Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis

faktor lingkungan dalam dan luar rumah di Kabupaten 3. Terbukti sebagai faktor risiko; pengetahuan,
Pekalongan tahun 2009, maka dapat disimpulkan sebagai kepadatan penghuni, suhu udara dalam rumah,
berikut : pencahayaan alami, jenis lantai dan status gizi,
1. Karakteristik lingkungan fisik dalam dan luar rumah dengan kejadian tuberkulosis paru dengan OR > 1,00.
sebagai faktor risiko terhadap kejadian tuberkulosis 4. Wilayah yang memiliki potensi tertinggi untuk
paru menunjukkan bahwa kepadatan hunian dalam terjadinya penyakit tuberkulosis paru adalah pada
rumah kurang dari 9 m2/orang adalah 41,4%, rata- puskesmas Kajen I, Kesesi I, Bojong II, Sragi II,
rata luas ventilasi 9,665, rata-rata kelembaban Siwalan, Karangdadap, Buaran, Tirto I dan Wiradesa.
61,40%, rata-rata suhu udara 26,44 oC, rata-rata
pencahayaan alami 54,61 lux, jenis lantai tidak kedap DAFTAR PUSTAKA
air 44,3%. Karakteristik kependudukan sebagai faktor 1. Achmadi, Umar Fahmi, Manajemen Penyakit
risiko terhadap kejadian tuberkulosis paru Berbasis Wilayah. Penerbit Buku Kompas, Jakarta,
menunjukkan bahwa rata-rata skor tingkat 2005
pengetahuan 10,46, rata-rata status gizi 16,97 dan 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
ada kontak dengan penderita 32,9%. Pedoman Nasional Penanggulangan
2. Ada asosiasi antara kepadatan hunian, Luas Tuberkulosis. Edisi 2:cetakan II, Jakarta, 2008
ventilasi, kelembaban ruangan dalam rumah, Suhu 3. World Health Organization, Dalam; Departemen
udara ruangan dalam dan luar rumah, pencahayaan Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Nasional
alami, jenis lantai, tingkat pengetahuan, status gizi, Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta, 2005
kontak dengan penderita BTA (+) dengan kejadian 4. Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan, Laporan
tuberkulosis paru dengan p-value < 0,05. program penanggulangan TBC, Pekalongan, 2008

27
Bambang Ruswanto, Nurjazuli, Mursid Raharjo

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 11. Budiyanto, Sistem Informasi Geografis


Pedoman Nasional Penanggulangan menggunakan Arc View GIS, Penerbit Andi,
Tuberkulosis, Cetakan ke 8. Jakarta. 2002. p 1-37 Yogyakarta.2005
6. Crofton J, Horne N, Miller F, Tuberkulosis Klinis, 12. Sastroasmoro, Ismael, Dasar-Dasar Metodologi
Edisi 2. Jakarta: Penerbit; Widya Medika 2002. Penelitian Klinis, Edisi 3, Jakarta. 2008
7. Machfoedz I, Menjaga Kesehatan Rumah dari 13. Riyanto, Prilnali, Hendi; Pengembangan Aplikasi
Berbagai penyakit, bagian dari kesehatan Sistem Informasi Geografis berbasis Desktop dan
lingkungan, kesehatan masyarakat, sanitasi Web. Penerbit Gava Media, Yogyakarta. 2009
pedesaan dan perkotaan. Yogyakarta.2008 14. Widoyono, Penyakit Tropis; Epidemiologi,
8. Sanropie dkk, Pengawasan Penyehatan Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya,
Pemukiman Untuk Institusi Pendidikan Sanitasi Penerbit Erlangga, Semarang. 2005
Lingkungan, Jakarta;Pusdiknakes Depkes.1989 15. Nuarsa, Menganalisis Data Spasial dengan
9. DepKes. RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. ArcView GIS 3.3 untuk Pemula, Penerbit PT Elex
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Media Komputido, Kelompok Gramedia, Jakarta.
Kesehatan Perumahan. Jakarta,1999 2005.
10. Supariasa, Bakri, fajar, Penilaian Status Gizi, EGC:
Jakarta, 2001

28

You might also like