Upaya Dan Faktor Penghambat Pembelajaran Pendidikan Islam

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

Optimalisasi Pembelajaran Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah

OPTIMALISASI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN ISLAM DI SEKOLAH/MADRASAH
Upaya dan Faktor Penghambat Pembelajaran Pendidikan Islam

Muhammad Anas Ma`arif


Institut Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto
anasdt16@gmail.com

ABSTRACT
The importance of optimizing the learning of Islamic education in the realm of
formal institutions either in schools or in madrasah is a problem faced by related
institutions. Development of strategies and learning models is always on the
increase to support how learners can realize and apply what has been taught by
educators. Some of the supporting factors and obstacles traversed by related
institutions have always been challenges. In this case the government has also been
supportive with various policies. Purpose-This study aims to describe and analyze
the learning optimization of Islamic Religious Education in schools/madrasah an
effort and obstacles in the implementation of Islamic education (PAI).
Design/methodology/approach-This study uses literature research from the data of
books that have been collected relevant to the theme. Findings- Optimization
through internalization, development of school culture, integration in learning and
development of Islamic education learning system design. Originality-. The
optimization of learning of Islamic education in the realm of school/madarasah is
done in various ways especially internalization, externalization and integration.
Islamic education has always been the main focus in educating and developing the
character of children.

Keyword: Learning Optimization, Islamic Education, School / Madrasah Efforts

PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan sebuah proses timbal balik antara pendidik,
peserta didik dengan lingkungan sekitar sehingga terjadi perubahan perbuatan ke
arah yang lebih sempurna. Konteks pembelajaran, peran guru yang paling urgen
adalah mengatur lingkungan sekitar agar menunjang terjadinya perilaku progessif
(intenalisasi diri) bagi warga sekolah terutama peserta didik1.
Ternyata pada saat ini terjadi sebuah perubahan paradigma yang dulu hanya

1 Desmawati Sri Ardi and Yayat Suharyat, ‘Hubungan Antara Ketuntasan Belajar Pendidikan

Agama Islam Dengan Kematangan Kognitif Siswa (Survei Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri
02 Bekasi)’, Jurnal FAI: TURATS 7, no. 01 (2011).

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 271


Muhammad Anas Ma’arif

system pengajaran yang terpusat pada aktivitas guru (teacher-centered) menuju


pembelajaran yang berfokus pada aktifitas siswa (student- centered)2.
Oleh sebab itu bagaimana sebuah proses pembelajaran harus bisa optimal
sesuai dengan harapan dunia yang di gagas oleh UNESCO berupa empat pillar
yaitu belajar mengetahui, (learning to know) belajar untuk bekerja (learning to do)
belajar hidup berdampingan (learning to live together) dan belajar menjadi manusia
sutuhnya (learning to be)3.
Pendidikan Islam merupakan suatu kegiatan yang disengaja untuk
mengimplementasikan ajaran kebajikan dan nilai-nilai Islam dalam aktifitas sehari-
hari. Salah satu bentuk implementasi dalam pelaksanaan pendidikan Islam yang
diatur untuk menciptakan cognitif, afektif dan psikomotor peserta didik yang
sesuai ajaran dan nilai-nilai etis Islam4 . Namun, hingga saat ini, dalam praktek
pendidikan Islam baik di Madrasah atau Sekolah masih memiliki banyak
kelemahan sehingga dipandang kurang berhasil dalam mengembangkan pola fikir,
sikap dan perbuatan keberagamaan serta mengkostruk moral peserta didik. Prof
Azyumardi Azra Mengatakan Bahwa5:
“Menilai kegagalan pendidikan agama Islam disebabkan karena praktik
pendidikannya hanya memperhatikan ranah kognitif atau transfer ilmu
belaka, bukan transformasi nilai-nilai dan pembentukan kepribadian
dengan segala aspek yang dicakupnya”

Seharusnya pendidikan Islam harus bisa menciptakan manusia yang


bertakwa bukan hanya membentuk tukang-tukang atau para spesialis yang
terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit 6 . Kenyataan yang ada
pendidikan Islam saat ini banyak mencekoki siswa hanya dalam tingkat kecerdasan
otak/kognitif saja. Sebagai contoh banyak peserta didik hanya menghafal materi
pelajaran dari pada internalisasi nilai-nilai. Begitu juga banyak pendidik yang
masih memberikan pendidikan Islam dengan cara konvensional dan tidak
memberikan uswah yang positif.
Kenyataanya, guru/pendidik malah terbelenggu menjadi alat birokrasi.
Birokrasi yang merupakan alat politik penguasa yang mencengkramkan kukunya

2 Suyono and Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, teori dan konsep dasar, 3rd ed. (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 2.
3 Suyono and Hariyanto, 29.
4 Siti Halimah, ‘Strategi Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam (PAI)’, MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman 33, no. 1 (2009).


5 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III

(Jakarta: Kencana, 2012), 25.


6 Azra, 4.

272 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017


Optimalisasi Pembelajaran Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah

kepada guru. Birokrasi pendidikan telah meletakkan dan memperlakukan guru


sebagai bawahan, sehingga kebijakan ini membelenggu profesionalisme sebagai
guru.7
Profesionalisme guru harus dikembangkan sehingga mempunyai inovatif
dan kreatifitas dalam pembelajaran. Itupun harus di dukung oleh birokrasi,
lingkungan dan orang tua. Jika pembelajaran PAI hanya mengedepankan ranah
kognitif saja, maka kan sulit untuk membentuk anak didik yang bisa menerapkan
kepribadian yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Oleh sebab itu permasalah di atas harus diatasi, sehingga pembelajaran PAI
bukan hanya pada tingkat kecerdasan otak saja melainkan menyeluruh dari
berbagai aspek kognisi, afeksi dan prikomotor anak didik sehingga anak didik bisa
menjadi Ulama` yang berpengetahuan atau sebaliknya. Maka dari itulah tema
makalah “Optimalisasi Pembelajaran PAI di Sekolah/Madrasah” sangat menarik
untuk dikaji.

PEMBAHASAN
Optimalisasi Pembelajaran
Optimalisasi secara bahasa adalah suatu upaya untuk usaha terus
meningkatkan kegiatan atau program yang telah berlangsung. Sedangkan
optimalisasi dalam pembelajaran yaitu proses, cara, perbuatan mengoptimalkan
belajar agar lebih baik dan optimal8.
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku meskipun pada
hakikatnya secara tidak langsung dapat mengetahui proses tersebut setidaknya
mampu mendefinisikan atau mengetahui perubahan yang terjadi pada setiap orang
atau individu dari sebelum proses pembelajaran hingga setelah proses
pembelajaran.
Proses pembelajaran ialah sebuah system yang terdiri dari beberapa
komponen yang saling berkaitan dan berinterelasi yaitu tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, motede/strategi pembelajaran, media dan evaluasi
pembelajaran9.
Suatu proses pembelajaran dikatan berhasil apabila tujuan instruksional
kusus dapat tercapai. Adapaun yang menjadi indikator keberhasilan proses
pembelajaran adalah sebagai berikut: Pertama, daya serap terhadap bahan

7 Azizy Qodri, Pendidikan [Agama] Untuk Membangun Etika Sosial: (Mendidik Anak Sukses
Masa Depan: Pandai Dan Bermanfaat) (Aneka Ilmu: Logos Wacana Ilmu, 2002), 10.
8 hasil yang dicapai sesuai yang diinginkan, atau pencapaian hasil sesuai harapan yang efektif

dan efisien Poerwadarminta WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 753.
9 Sanjaya Wina, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP), 6th ed. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2015), 4.

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 273


Muhammad Anas Ma’arif

pengajaran yang diajakar mencapai prestasi tinggi baik secara kelompok atau
individu. Kedua, perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran atau
intruksional khusus yang tekah dicapai oleh anak didik baik kelompok atau
individu10.

Proses Pembelajaran
Pengertian pembelajaran dalam Bahasa Inggris juga hampir mirip dengan
istilah, learning, teaching dan instruction, istilah pembelajaran (leraning) dikaitkan
dengan sebuah proses dan usaha yang diimplementasikan oleh pendidik/guru
untuk mengaktualisasikan proses penyampaian materi pembelajaran kepada
peserta didik melalui proses pengorganisasian kuirkulum (kumpulan materi),
siswa dan lingkungan pada umunya di kelas sekolah/madrasah11.
Sehingga pembelajaran dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang
melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk
memudahkan siswa dalam belajar12. Pembelejaran bukan hanya suatu proses tetapi
juga pembelajaran adalah produk, bagaimana prosesnya bisa berjalan dengan
sangat baik apabila tidak mengahsilkan produk yang baik pula, maka dari itu
pembelajaran juga harus mengahasilkan produk yang lebih unggul13.
Pembelajaran yang baik bisa dikatan akibat dari kreativitas guru untuk
membuat proses pembelajaran sesuai dengan kondisi anak didik baik dari segi
kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh sebab itu sebagai pendidik yang seharusnya
memperhatikan kondisi peserta didiknya dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran yang dialami seseorang selama hidupnya dimanapun ia
berada, akan lebih bermakna apabila pembelajaran ini saling keterkaitan antara
pendidik dan anak didik atau disebut saling interaksi antara pendidik dan anak
didiknya bukan malah sebaliknya yaitu dari segi gurunya saja yang yang aktif.
Menurut Maier bahwa: „semua pembelajaran manusia pada hakikatnya
mempunyai empat unsur yaitu persiapan (planning), penerapan (apliying),
pelatihan (instruction), dan hasil (output pembelajaran)‟. Dilihat dari penjelasan

10 Djamarah Syaiful Bahri and Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), 105.
11 Istilah Pembelajaran sering diidentikan dengan pengajaran juga terlihat dalam redaksi

Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan, Pasal 20
dinyatakan”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar Suyono and
Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, 4.
12 Supratiningrum Jamil, Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,

2013), 75.
13 Smith Mark K, Teori Pembelajaran Dan Pengajaran, trans. Saleh Abdul Qodir, 2d ed

(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 28.

274 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017


Optimalisasi Pembelajaran Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah

tersebut seharusnya pendidik mampu menyiapakan materi, metode, strategi,


pendekatan dan tehnik untuk disampaiakan kepada anak didik, sehingga
penyampaian materi, baik dikelas atau di luar kelas bisa lebih optimal dan peserta
didik diharuskan mampu untuk melatih materi yang telah diajarkan pendidik.
Pembelajaran Teori dan Aplikasi materi yang telah di sampaikan pendidik
sehingga hasilnya bisa membuat anak didik berkemampuan, bersikap, sesuai
materi yang diajarkan.
Atkinson yang dikutip oleh Baharuddin mengusulkan empat kriteria yang
harus diperhatikan dalam pembelajaran yaitu:14
1) Model proses pembelajaran
2) Spesifikasi bagi model pembelajaran yang dapat diterima
3) Spesifikasi tujuan pembelajaran
4) Skala ukur yang ditandai pada masing-masing tujuan pembelajaran
Ketika keprofesionalan guru dalam pembelajaran adalah kunci utama dalam
pembelajaran maka seharusnya guru mempunyai beberapa kompentensi yang
menurut Lukmanul hakim sebagai berikut:
1) Kompentensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan guru mengelola
proses belajar mengajar 15 termasuk didalamnya adalah perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi hasil belajar dan pengembangan karakter anak
didik sebagai individu yang paripurna.
2) Kompetensi pribadi yaitu merupakan kemampuan pribadi/independent
yang memperlihatkan kepribadian yang stabil, mantab. dewasa, bijaksana,
dan barwibawa, menjadi panutan (uswah hasanah) bagi warga sekolah
terutama peserta didik dan berakhlak mulia.
3) Kompetensi sosial adalah kesanggupan pendidik untuk berkomunikasi dan
bersosialisasi secara efektif dan menarik dengan peserta didik, sesama
pendidik, orang tua, dan masyarakat. Atau juga disebut kemampuan guru
dalam bermasyarakat atau interaksi sosial.
4) Kompetensi professional merupakan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum
mata pelajaran sekolah dan substansi keilmuan yang menanungi materinya.
Dan penguasaan terhadap metodelogi keilmuanya16.

14 Baharuddin and Aziz Safa, Psikologi pendidikan: refleksi teoritis terhadap fenomena (Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media, 2007), 177.


15 Baharuddin, Moh Makin, and Abdul Qodir Shaleh, Pendidikan humanistik (konsep, teori, dan

aplikasi praksis dalam dunia pendidikan) (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 199.
16 Masrurah Waqiatul, Praktik Mengajar 1 (Surabaya: CV Salsabila Pratama, 2006), 184.

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 275


Muhammad Anas Ma’arif

Pembelajaran PAI
Pembelajaran PAI ialah proses kegiatan belajar yang bisa mencetak output
peserta didik sebagain manusia yang paripurna atau insan kamil yang sesuai
dengan tujuan pendidikan Islam 17 . Titik tekan PAI adalah pada generasi Islam
yang mampu mengamalkan setiap ilmu agama di kehidupan nyata.
Proses pembelajaran sendiri memiliki komponen utama sehingga dalam
pembelajaran tersebut menjadi semakin optimal. Komponen tersebut adalah
guru/pendidik, tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran, materi/isi, evaluasi,
komponen tersebut harus berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan Islam18.
PAI adalah sebuah mata pelajaran yang di adakan baik sekolah/madrasah,
ada beberapa perbedaan yang sangat jelas pada alokasi jam yang diberikan di
sekolah dan madrasah. Jika disekolah jam PAI lebih sedikit dibandingkan di
madrasah oleh sebab itu beberapa lembaga seperti madrasah di tuntut lebih
optimal pembelajaranya dari pada di sekolah dan sebaliknya juga di sekolah
berusaha untuk optimal walaupun memiliki jam yang sedikit.
Pembelajaran PAI diharuskan mampu membentuk peserta didik
mengaplikasikan materi-materi yang disampaikan oleh pendidik terlebih lagi
mempraktekan sehari-hari. Dari sini peran pendidik sengatlah diperlukan untuk
membantu peserta didik mengembangkan kemampuanya. Pendidik juga dituntut
untuk professional dalam rangka penerapan pendidikan Islami yang mencakup
sebagai berikut19:
1) Dalam proses pembelajaran pendidik mampu Al-Qur`an dan
mengintegrasikannya dalam kehidupan.
2) Peserta didik dan pendidik mampu berkomunikasi secara efektif.
3) Pendidik menjadikan lingkungan sekolah/madrasah sebagai tempat yang
menyenangkan untuk pembelajaran.
4) Meningkatkan mutu lulusan (output pendidikan) dengan mengoptimalkan
pengaruh lingkungan sekolah/madrasah.
5) Dalam proses pembelajaran menggunakan teknologi informasi masakini.

17 Tujuan akhir pendidikan Islam pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang
memiliki fitrah, roh disamping badan, kemauan yang bebas dan akal dengan kata lain tugas
pendidikan Islam adalah mengembangkan kemepat aspek tersebut agar mampu menempati
kedudukan sebagi khalifah. Hasan Langgulung, Manusia Dan Pendidikan, cet ke 1 (Jakarta: Pustaka
Al-Husna, 1986), 64.
18 Muhammad Anas Ma`arif, ‘Pendidikan Islam Dan Tantangan Modernitas’, Nidhomul Haq:

Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 1, no. 2 (26 March 2016): 47–58.


19 Hasan Basri, Kapita Selekta Pendidikan, Cet. 1 (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 125.

276 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017


Optimalisasi Pembelajaran Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah

Peran guru dalam proses pembelajaran


Peran guru sangat penting dalam proses pembelajaran, meskipun sudah
banyak teknologi canggih yang bisa membantu meringankan tugas guru tetapi
guru juga masih dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Karena guru adalah
pembawa tongkat estafet Rasulallah seperti dalah hadist berikut20:
) ‫العلماء ورثة األمبياء (روه الرتمذى‬
Artinya “Ulama` adalah pewaris para nabi-nabi”
Maka dari itulah peran dan tugas guru tidak mudah karena tugas tersebut
adalah warisan dari para nabi terdahulu. Agar peran guru dalam proses
pembelajaran bisa optimal dan efektif keterampilan harus dimiliki oleh setiap
individu yang berprofesi sebagai guru. Gary Flewelling dan William Hinginggson
yang dikutip oleh Suyono dan Hariyanto menggambarkan peran guru sebagai
berikut:
1) Memberikan rangsangan kepada peserta didik dengan memberikan tugas-
tugas pembelajaran yang kaya (rich learning tasks) dan disusun dengan baik
untuk meningkatkan perkembangan kognisi, afeksi, psikomotor,
spiritualitas dan peduli sosial.
2) Berinteraksi dengan peserta didik untuk mewujudkan keberanian,
memotivasi, menantang, menginternalisasikan, mengimplementasikan
berdialog, berbagi, menjelaskan, merefleksi, mengevaluasi, dan merayakan
keberhasilan dalam perkembangan.
3) Memperlihatkan manfaat baik yang didapat dan mempelajari suatu bahasan
utama.
4) Berperan menjadi manusia yang prihatin dan penolong, seorang yang
memberi penguatan yang dapat memotivasi siswa dengan membangkitkan
dan menumbuhkan rasa ingin tahu, antusias dan keinginan kuat untuk
belajar21.
Ada beberapa keterampilan dasar guru sebagai berikut22:
1) Ketrampilan membukan dan menutup pelajaran
2) Keterampilan mengelola kelas (menciptakan susasana menyenangkan)
3) Keterampilan menjelaskan
4) Keterampilan bertanya kepada peserta didik.
Sedangkan guru berkualitas menurut Baharuddin adalah sebagai berikut23:

20 Al-Tirmidzi Abu Isa Muhammad Bin Isa, Shahih Tirmidzi, 3rd ed. (Beirut Lebanon: Dar al-

Kotob Al-Ilmiyah, 2010), 200.


21 Suyono and Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, 189.
22 Waqiatul, Praktik, 184.
23 Baharuddin and Safa, Psikologi pendidikan, 201.

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 277


Muhammad Anas Ma’arif

1) Pemberian tugas atau materi pembelajaran artinya pendidik mampu


mengaktualisasikan meteri pelajaran yang akan disampaiakan dan selalu
meningkatkan dan mengembangkan dalam hal kemampuan yang
dimilikinya. Karena hal itu akan menjadi penentu prestasi akademik yang
dicapai oleh peserta didik.
2) Pengelolaan program pembelajaran dan aktifitas pembelajaran. Meliputi:
merumuskan tujuan intruksional, mempelajarai dan memilih model
pembelajaran, mengenal dan menganalisis seta memahami tabiat dan
potensi diri peserta didik.
3) Pengelolaan kelas, kelas merupakan tempat pendidik dan melaksanakan
(proses pembelajaran) dan merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang
harus diorganisasikan agar kegiatan belajar mengajar terserah pada tujuan
pendidikan yang ingin dicapai.

Landasan Konsep Pembelajaran


1) Landasan Filosofis
Secara filosofis manusia adalah pengahasil peradaban di bumi ini sehingga
memunculkan beberapa makna tentang sebuah gagasan pembelajaran secara
filosofis, dan yang paling penting adalah manusia bisa memaknai hidup,
mengamati, meniru, memahami, mengkaji, dan menciptakan. Oleh sebab
itu melkukan dan meyakini kebenaran sehingga bisa memberikan
kemudahan sesuai yang dicita-citakan yaitu memanusiakan manusia24.
2) Landasan teoritis
Secara teoritis pembelajaran seharusnya menciptakan suatu produk yang
bisa mengenban suatu cita-cita pendidikan yang digagas oleh UNESCO,
cita2 pendidikan Islam dan cita2 pendidikan secara konstitusional.
3) Landasan psikologis
Sebagai bidang keilmuan yang terfokus pada jiwa dan perilaku manusia,
psikologi akan membantu dengan mudah mengidentifikasi persoalan-
persoalan yang tercermin dari perilaku baik anak didik ataupun seorang
guru. Sehingga dengan landasan ini tujuan pendidikan atau proses
pembelajaran dimudahkan.
4) Landasan sosiologis
Karena manusia merupakan mahluk sosial, makhluk yangtidak bisa hidup
sendiri zoon politicon) maka dari itu dalam pembelajaran intaraksi sosial
antara peserta didik dan pendidik diperlukan untuk mengiringi

24 Suyono and Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, 123.

278 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017


Optimalisasi Pembelajaran Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah

perkembangan sebuah zaman, dan perkembangan inovasi pendidikan.


Saling membutuhkan antara satu sama lain itulah menjadi alasan yang kuat
untuk landasan sosiologis ini diperlukan.
5) Landasan teknologi
Pembelajaran sangat kuat hubunganya dengan inovasi, invention, dan
teknologi pembelajaran yang komprehensif harus memperhatikan
perbedaan minat belajar peserta didik, dimana diantaranya ada beberapa tipe
peserta didik sepeti, kinestika, verbalis, visual, dan auditif. Penggunaan
teknologi dalam pembelajaran sebagai landasan adalah sangat cocok untuk
menjembatani minat siswa.

Upaya warga sekolah/madrasah dalam optimalisasi pembelajaran PAI.


Ada beberapa cara warga sekolah/madrasah untuk mengoptimalkan
pembelajaran PAI diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Internalisasi nilai-nilai relegius di sekolah/madrasah
Inilah yang sering kita dengar mengenai upaya warga sekolah/madrasah
dalam membentuk peserta didik menjadi manusia seutuhnya, insan kamil,
manusia ulul albab. Internanilasi nilai-nilai relegius bisa diterapkan baik di
sekolah, madrasah, pesantren atau di rumah. Oleh karena itu ada usaha-
usaha yang dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai tersebut kedalam diri
peserta didik.
Apa saja yang relegius itu? Dalam konteks pendidikan Islam ada yang
bersifat vertikal (bersifat wajib dan memikat) dan ada yang bersifat
horizontal (bersifat hak setiap manusia dalam berhubungan dengan manusia
yang lainya. Yang vertikal berupa interaksi seorang atau warga
sekolah/madrasah dengan sang Khaliq (habl min Allah), seperti; shalat, doa,
puasa, khataman Alquran, dan lain-lain. Dan yang horizontal adalah
berwujud interaksi antara manusia atau warga sekolah/madrasah dengan
sesama makhluk Allah (habl min an-nas), tidak hanya manusia saja
melainkan semua makhluk Allah seperti, hewan, tumbuhan, lingkungan
sekitarnya. Agar terjalin harmonisasi alam25.
Sedangkan menurut ahmad tafsir bahwa peserta didik harus ditanamkan
nilai-nilai kemimanan yang kuat karena iman adalah pengendali manusia,
dan penanaman nilai keimanan adalah dengan dengan cara menempatkan
Tuhan di hati sehingga menjadikan selalu ingat Tuhan. Iman yang

25 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Cet. 5 (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012), 51.

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 279


Muhammad Anas Ma’arif

sempurna adalah iman selalu dzikrullah, yang harus selalu dilakukan dalam
bentuk mengamalkan semua ajaran Islam yang wajib, sisa waktunya untuk
mengamalkan yang sunnah dan dengan menyebut nama Allah dengan lidah
atau di hati26.
Adapun untuk menanamkan nilai-nilai relegius di sekolah/madrasah dapat
dilakukan melalui pembiasaan (habituasi), keteladanan, dan pendekatan-
pendekatan persuasive atau mengajak warganya untuk dengan cara yang
halus27.
Jika dalam pendidikan karakter proses yang harus dilakukan adalah dengan
tahap pengetahuan moral, (moral knowing). Tahap ini membutuhkan
komitmen berbagai stake holder terutama pendidik memberikan
pemahaman moral untuk peserta didiknya. Tahap selanjutnya yaitu perasaan
moral (moral feeling). Tahap ini diharuskan efek yang ada pada tahap
pertama sukses membentuk sedikit perasaan untuk mencintai, perasaan
kasih sayang, dan merasakan empati terhadap sesama manusia. Tahap ketika
adalah melaksanakan apa yang telah di dapat dalam tahap satu dan dua yaitu
moral action. Tahap ini implemenasi dan penerapan tindakan-tindakan baik
kepada semua manusia di setiap keadaan. Kompetensi yang dimilki selalu
diterapakan secara habitual action28.
b) Mengoptimalkan dan mengembangkan desain sistem pembelajaran.
Berdasarkan beberapa penelitan dan penemuan serta uji coba para ahli,
terdapat beberapa komponen dalam model pembelajaran yang harus di
perhatikan dalam menetapkan strategi model pembelajaran. Komponen
tersebut dapat dikumukakan di bawah ini:
1) Menetapkan tujuan perubahan yang menjadi harapan
madrasah/sekolah
Untuk menetapkan suatu perubahan diperlukan sebuah analisis
kebutuhan untuk menentukan harapan dan tujuan pembelajaran.
Langkah-langkah yang diperlukan adalah mengembangkan sebuah
desain pembelajaran dengan menentukan capaian suatu pembelajaran
diharapakan untuk mewujudkan perubahan yang significant pada diri
peserta didik. Proses untuk mendapatkan suatu tujuan pembelajaran
yang baik adalah dengan menganalisis performa, analisis kebutuhan,
analisis pekerjaan, pengalaman praktis dan beberapa inovasi

26Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, Cet. 1 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 234.
27Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, 64.
28 Thomas Lickona, Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility

(New York: Bantam Books, 2009), 85.

280 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017


Optimalisasi Pembelajaran Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah

pembelajaran yang lainya29.


2) Penetapan pendekatan
Dalam kurikulum 2013 pendekatan yang dipakai adalah model
pembelajaran saintifik proses yaitu suatu model yang dikembangkan
berdasarkan pada pendekatan ilmiah. Pendekatan juga bisa diartikan
dengan sebuah kerangkan analisis yang dibuat dan diterapkan untuk
memahami masalah dan menjadi tolak ukur sebuah disiplin keilmuan.
Dalam pendekatan saintifik, proses yang dilakukan adalah mengamati
(observastion), menanya, menalar, mencoba, menganalisis, dan
mengkomunikasikan30.
Kemudian jika dalam pendekatan tersebut yang digunakan adalah
dari segi sasaran yang ingin dituju, maka akan lahir pendekatan yang
bersifat individual, kelompok, atau pendekatan campuran
sebagaimana yang telah digunakan diatas31. Efektifitas pembelajaran
dipengaruhi oleh bagaiamana ketepatan memilih pendekatan yang
dipilih oleh pendidik dalam pembelajaran. Pendekatan harus bisa
memberikan ketepatan dan keluluasaan kepada peserta didik untuk
mengekpresikan minat yang dimilikinya.
Dalam pemilihan pendekatan maka seharusnya disesuaikan dengan
kondisi sasaran, bagaimana guru dalam memandang suatu persoalan,
konsep, teori yang akan digunakan memecahkan suatu kasus akan
mempengaruhi suatu hasil. Namun demikian, metode pendekatan
apapun yang digunakan agar tetap pada prinsip, bahwa metode dan
pendekatan tersebut harus mampu mendorong dan menggerakkan
peserta didik agar mau belajar dengan kemauanya sendiri. Dan suatu
metode pendekatan harus sesuai dengan paradigma pendidikan
sekarang.
3) Penetapan metode
Metode memegang peranan penting dalam menciptakan suasana
kondusif dalam pembelajaran. Ketepatan untuk memilih metode yang
sesuai dengan kecerdasan peserta didik disini amat diperlukan.
Terlebih lagi peserta didkk memiliki kecerdasan yang berbeda-beda
sehingga diperlukan sebuah ketelitian untuk menerapkan sebuah
metode. Namun, terlepas dari metode mana yang akan

29 Yunus Abidin, Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013, Cetakan kesatu

(Bandung: Refika Aditama, 2014), 46.


30 Abidin, 140.
31 Nata Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, 3rd ed. (Jakarta: Prenada Media Grup, 2016), 214.

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 281


Muhammad Anas Ma’arif

diimplementasikan, terdapat suatu hal prinsip yang harus


dipertimbangkan, yaitu bahwa metode harus terfokus pada peserta
didik bukan hanya pada guru semata, dan metode pembelajaran
sebaiknya dapat mendorong timbulnya motivasi, kretaivitas, inisiatif
peserta didik untuk berinovasi, berimajinasi, berinspirasi dan
berpresiasi.
Peserta didik juga diharapkan dengan adanya variasi metode
pembelajaran bisa menyerap materi pelajaran yang disampaikan
sekaligus bisa mempraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai
guru juga diharapkan lebih bervariatif dalam memberikan metode
pembelajaran bukan hanya metode ceramah saja tetapi banyak
metode-metode yang lain harus dicoba sesuai dengan kondisi peserta
didik32.
c) Meningkatkan profesionalisme guru dalam pembelajaran
Pendidikan adalah suatu kegiatan yang produktif. Maka, keberhasilan dari
proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa factor. Salah satunya adalah
pendidik atau guru. Sebab guru adalah figur manusia yang memegang
peranan penting dalam kegiatan pembelajaran33.
Untuk meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran mungkin ada
beberapa criteria atau standar guru professional dalam pendidikan. Menurut
Ahmad Tafsir, syarat dan sifat menjadi guru adalah sebagai berikut34.
a) Guru harus mengetahui karakter murid
b) Guru harus selalu berusaha meningkatkan keahlianya, baik dalam
bidang yang diajarkanya maupun cara mengajarkanya
c) Guru dalam mengamalkan ilmunya, jangan berbuat berlawanan
dengan ilmu yang diamalkanya.
Menurut Baharuddin pendidik profesional adalah “guru yang mampu
mengusai seluk beluk pendidikan dan pembelajaran yaitu seluruh
komponen yang berkaitan dengan pelaksanaan proses belajar-mengajar‟.
Sedangkan menurut Muhaimin, „
“Guru professional adalah orang yang menguasai ilmu
pengetahuan (agama Islam) sekaligus mampu melakukan transfer
ilmu/pengetahuan, internalisasi, serta amaliah (implementasi)
mampu menyiapkan anak didik agar dapat tumbuh dan
berkembang kecerdasan dan daya kreasinya untuk kemaslahantan

32 Abudin, 214–15.
33 Baharuddin and Safa, Psikologi pendidikan, 199.
34 Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, 127.

282 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017


Optimalisasi Pembelajaran Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah

diri dan masyarakat, mampu menjadi model atau sentra


identifikasi diri dan konsultan bagi peserta didik, memiliki
kepekaan informasi, intelektual dan moral-spiritual serta mampu
mengembangkan bakar dan minat serta kemampuan peserta didik,
serta mampu menyiapkan pesrta didik untuk bertanggung jawab
dalam membangun peradaban yang diridhoi Alloh”35.
Berbagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru telah ditempuh
oleh pemerintah, instansi pendidikan dan para guru tentunya adapun upaya
untuk meningkatkan adalah sebagi berikut:
1) Menempuh pendidikan yang lebih tinggi sesuai kualifikasi akademik
2) Melalui program sertifikasi guru
3) Memberikan diklat dan pelatihan guru
4) Gerakan guru membaca
5) Melalui organisasi kelompok kerja guru
6) Pendidik harus produktif dalam menghasilkan karya-karya terbaik di
bidang pendidikan.
Banyak sekali upaya dari berbagai pihak untuk meningkatkan kinerja guru
dalam pembelajaran itupun seharusnya tergantung guru untuk menerima
dan menyerap informasi tersebut. Karena semua itu berawal dari informasi
sehingga ada apresiasi untuk kinerja guru.
Muhammad Anas telah menganalisis kompetensi kepribadian dalam Kitab
Ta`limul Mutallim sifat yang harus dimiliki oleh guru dalam
megembangkan karakter kepribadinya adalah: (1) Istiqomah shalat malam,
(2) menjaga wudhu, selalu memiliki wudhu dalam keadaan apapun, (3)
sedikit makan, (4) membaca Al-Qur`an dengan melihat teksnya, (5) tidak
memakan jajan pasar (menghindari najisnya makanan), (6) bersungguh-
sungguh dalam hal apapun, (7) tidak maksiat36.
Telah disebutkan beberapa upaya warga sekolah/madrasah diantaranya
adalah internalisasi nilai-nilai relegius untuk membantu pembelajaran PAI
lebih maksimal, seperti di madrasah dalam membiasakan nilai-nilai melalui
kegiatan keagamaan seperti, solat dhuha bersama, sholat dhuhur bersama,
istighosah dan tahlil bersama setiap pagi menjelang masuk kelas, ada ekstra
kegiatan mengaji kitab kuning,
Sebagai pembanding di lembaga madrasah yang lain peneliti juga observasi
di madrasah di gresik hampir sama dengan cara seperti yang tersebut diatas

35Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, 61.


36Muhammad Anas Ma’arif, ‘Analisis Konsep Kompetensi Kepribadian Guru PAI Menurut
Az-Zarnuji’, ISTAWA 2, no. 2 (2017): 35–60.

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 283


Muhammad Anas Ma’arif

bahwa penanaman nilai-nilai relegius untuk membantu pembelajaran seperti,


berdoa bersama di lapangan sebelum masuk kelas, sholat dhuha bersama,
sholat dhuhur bersama, dan kegiatan keagaman lain yang bersifat bulanan
atau tahunan.
Kalau disekolah umum pembiasaan nilai-nilai relegius untuk membantu
memaksimalkan pembelajaran memang sangat sulit setidaknya bisa
menerapkan sedikit walaupun tidak sebanyak waktu yang diberikan di
madrasah, disekolah umum juga prihatin dengan kondisi peserta didik yang
tidak mempunyai karakter yang sesuai tujuan pendidikan. Sekolah umum
dalam memberikan nilai-nilai relegius di melalui sholat dhuha bersama,
membeca surat-surat pendek sebelum masuk kelas, kegiatan hari besar islam.
Bukan hanya sebatas nilai-nilai yang bersifat ibadah tetapi juga nilai-nilai
kesopanan juga dibiasakan seperti jika bertemu guru saling mengucap salam
dan musafahah atau bersalaman37.
Dilihat dari beberapa observasi dan data tersebut menurut peneliti tenyata
untuk mengoptimalkan pembelajaran PAI tidak harus dalam jam
pembelajaran, tatapi bisa dilakukan diluar jam pembelajaran seperti yang
telah dipaparkan. Kegiatan-kegiatan internalisasi memang tidak 100%
membantu tugas guru PAI tetapi setidaknya bisa membantu menumbuhkan
karakter relegius. Misalnya seperti mata pelajaran fikih tentang bab tata cara
wudhu yang benar maka disiniliah peserta didik akan mempraktekan yang
telah diajarkan oleh guru tersebut.
Nilai-nilai relegius tersebut kemudian di internalisasikan pada peserta didik
dengan pendekatan komprehensif yang meliputi dua metode tradisonal
inkulkasi (penananaman nilai) dan pemberian teladan serta dua metode
kontemporer yaitu fasilitasi nilai dan ketrampilan hidup. Metode fasilitasi
nilai berupa pemberian kesempatan kepada subyek didik dalam kegiatan
pembelajaran maupun kegiatan pengembangan diri sehingga membawa
dampak positif pada perkembangan kepribadian peserta didik.
Bahwa internalisasi senada dengan apa yang disampaikan oleh Muhaimin
bahwa penanaman nilai bukan hanya sebatas hablu min nas tetapi juga
hubungan dengan Allah Swt. Inillah sebagian upaya warga
sekolah/madrasah untuk membantu mengoptimalkan pembelajaran PAI
yang hanya sedikit dalam jam pembelajaran.
Ketika internalisasi bisa memberikan kemudahan untuk pembelajaran PAI

37 Titik Sunarti Widyaningsih, Zamroni Zamroni, and Darmiyati Zuchdi, ‘Internalisasi Dan

Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter Pada Siswa SMP Dalam Perspektif Fenomenologis’, Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi 2, no. 2 (2014).

284 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017


Optimalisasi Pembelajaran Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah

maka seharusnya juga sebagai guru bisa mengoptimalkan komponen


pembelajaran karena tidak jarang ada kendala akan ditemui ketika
komponen dalam pembelajaran ada yang belum lengkap. Koponen
pelajaran harus sesuai dengan peserta didik seperti metode pembelajaran dan
alat pembelajaran sehingga peserta didik dengan mudah menerima materi
atau menerapkan perilaku yang ingin dicapai oleh guru
Dari sini juga guru di tuntut untuk professional seperti yang telah
ditentukan oleh pemerintah tentang Guru dan dosen. Bahwa standarisasi
kualifikasi akademik pendidik harus memenuhi syarat yang telah ditentukan
oleh pemerintah seperti kesesuaian jenjang, jenis dan satuan pendidikan di
formal tempat kegiatan,
Guru sertifikasi yang disaring oleh pemerintah belum tentu juga bisa
menjadi guru professional apabila guru belum membuka diri dalam artian
selalu update tentang hal-hal yang bersifat baru dan baik untuk pendidikan.
Disinilah pentingnya informasi dan komunikasi antar guru atau sesama
yang lain. Sertifikasi buka tugas final guru akan tetapi sebuah usaha
pemerintah untuk memberdayakan guru, jika sebagai guru masih saya
belum professional bisa jadi nanti akan kurang maksimal dalam
pembelajaran.

Faktor penghambat optimalisasi pembelajaran PAI.


Dalam pembelajaran PAI pasti ada beberapa faktor pendukung sekaligus
faktor penghambat, faktor penghambat inilah yang bisa menjadikan pembelajaran
PAI menjadi kurang maksimal dan kurang optimal. Adapaun faktor penghambat
dalam pendidikan agama islam adalah:
1) Perbadaan latar belakang pendidikan orang tua
2) Kurangnya bimbingan orangtua terhadap anak
3) Lingkungan yang kurang mendukung
4) Perbedaan IQ siswa
5) Karakteristik Guru PAI dalam pembelajaran38.
Berikut juga adalah faktor penghambat pembelajaran dalam pendidikan
agama Islam disekolah/madrasah.
1) Rendahnya kualitas guru
2) Rendahnya kesejahteraan guru
3) Guru kurang menguasai media pembelajaran
4) Kurangnya dukungan pemerintah dalam optimalisasi pembelajaran PAI

38 Baharuddin and Safa, Psikologi pendidikan, 188.

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 285


Muhammad Anas Ma’arif

Yang lebih umum faktor pembelajaran PAI adalah masalah batasan waktu
yang sangat minim diberikan oleh standar pendidikan Indonesia berkurikulum
KTSP. Di sekolah seperti SMA hanya di berikan 2 jam pelajaran yaitu 2x45 menit
per minggu dan untuk SMP 2x40 menit dan untuk SD 3x35 menit39.
Sedangkan di madrasah menurut peraturan kementrian agama dalam
struktur kurikulum di madrasah basis KTSP, untuk MI 5x35 menit per minggu
itupun harus dibagi 2 jam pelajaran untuk mata pelajaran Al-Quran Hadist, akidah
ahlak, sejarah kebudayaan Islam, fikih, dan bahasa arab, untuk MTs 11x40 menit
ada tambahan 1 jam pelajaran untuk mata pelajaran bahasa arab. Untuk MA,
12x45 menit ada tambahan untuk mata pelajaran bahasa arab sehingga menjadi
4x45 menit per minggu40.
Beberapa kendala atau penghambat untuk pembelajaran PAI memang
sangat banyak seperti yang telah di uraikan di bab sebelumnya berangkat dari
obeservasi peneliti bahwa yang paling sering menghambat adalah masalah jam
pelajaran yang ada pada sekolah umum, bayangkan guru PAI di sekolah di tuntut
untuk membentuk karakter peserta didik hanya dengan 35x3 menit dalam
seminggu untuk SD, 40x2 menit per minggu untuk SMP dan untuk SMA 45
menit per minggu.
Disinilah kesulitan pendidik dalam pembelajaran PAI yang optimal,
sebenarnya bukan hanya guru di tuntut untuk tujuan tersebut tetapi pihak
keluarga juga harus saling koordinasi dengan sekolah untuk mengawasi anak-
anaknya yang berada disekolah.
Terlebih lagi kendala yang sangat fatal adalah kompetensi guru yang kurang
memadai, seharusnya lembaga juga mengajukan syarat untuk guru yang mau
mengajar di sekolah/madrasah tersebut sesuai dengan kualifikasi akademik, karena
tujuan pembelajaran bukan hanya sebuah proses melainkan menciptakan generasi
yang ulul albab.
Jika di madrasah mendapatkan waktu yang lebih banyak untuk
pembelajaran, tetapi kendala madrasah bukan pada waktu melainkan kompetensi
guru atau kurangnya sarana yang memadai, sehingga disinilah kerepotan system
pendidikan kita karena ada dualisme. Madrasah dengan sarana yang minim di
tuntut untuk optimal dalam pembelajaran sedangkan sekolah-sekolah yang sudah
menpunyai sarana yang lengkap malah kurang jam belajar dalam PAI.
Tidak cukup sampai disitu, ada sebuah alasan lagi kurangnya pemberdayaan

39 Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk satuan pendidikan Dasar dan

Menengah
40 Peraturan Kementrian agama standar implementasi kurikulum madrasah di simpatika

versi 1.0 (rilis tanggal 8 maret 2016)

286 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017


Optimalisasi Pembelajaran Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah

guru dalam hal kesejahteraan, memang pemerintah sudah memberikan sejumlah


kucuran dana untuk sekolah/madrasah akan tetapi hal tersebut dirasa masih
kurang merata. Apalagi proses dalam kualifikasi guru terlalu ribet untuk dilakukan.
Kurikulum saat ini malah dianggap sangat membingungkan karena guru
masih belum optimal dalam KTSP sudah di lakukan untuk pergantian Kurikulum
2013 yang nota bene bisa memberikan pembelajaran aktif, afektif, psikomotor.
Disinilah kebingunan guru dalam hal kurikulum yang tidak konsisten.

Upaya pemerintah dalam optimalisasi pembelajaran PAI.


Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk peningkatan mutu
pendidikan. Sejak dianggarkan 20% APBN untuk pendidikan ini merupakan
angin segar untuk beberapa lembaga baik sekolah/madrasah. Sesuai dengan misi
pemerintah yaitu wajib belajar Sembilan tahun adapun salah satu program
tersebut adalah berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Program BOS yang diselengarakan oleh pemerintah ini adalah salah satu
upaya untuk mengoptimalkan pendidikan karena pembelajaran PAI adalah salah
satu aspek dalam pendidikan oleh sebab itu seharusnya dengan adanya peran
pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan memberikan kemudahan
untuk pembelajaran PAI.
Program BOS oleh pemerintah ditujukan untuk meningkatkan fasilitas
pendidikan. Misalnya, perbaikan gedung sekolah dan beberapa sarana penunjang
lainya. Fasilitas pendidikan merupakan sarana penting untuk menunjang kualitas
pendidikan, sarana infrastruktur pendidikan akan memudahkan peningkatan
pembelajaran dalam sekolah/madrasah.
Pasal 42 UU No 20/2003 dan PP tahun 2005 menyatakan bahwa pendidik
harus memliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jengjang
kewenangan mengajar, sehat jasmani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional41.
Pemerintah juga melakukan sertifikasi guru yaitu merupakan proses
pengambilan keputusan kelayakan individu dalam jabatan tertentu. Proses
kegiatan tersebut terdiri dari kegiatan:
1) pengujian yaitu mengukur tingkat kompetensi pendidik yang ditetapkan
berdasarkan standar kompetensi pendidik42.
2) pendidikan profesi di berikan kepada pendidik untuk memperoleh sertifikasi
yang diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh

41UU no 20 tahun 2003 dan no 19 tahun 2005 tentang sistem pendidikan nasional
42 Kompetensi pendidik meliputi kompentensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi professional, kompetensi sosial, bedasarkan PP np 19 tahun 2005

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 287


Muhammad Anas Ma’arif

pemerintah.
3) Penetapan sertifikat diperoleh setelah mengikuti pendidikan profesi dan
dinyatakan lulus pendidikan profesi dan uji kompetensi
Tujuan diadakan sertifikasi adalah:
1) Mencetak calon pendidik qualified dalam melaksanakan tugas pokok fungsi
pendidik
2) Menentukan tingkat kelayakan pendidik dalam menyelengarakan
pendidikan
3) Memperoleh gambaran tentang kompetensi pendidik yang dapat digunakan
sebagi alat pembinaan, kualitas pendidikan.
Karena pembelajaran adalah bagian dari pendidikan maka seharusnya
kebijakan pemerintah dalam memberikan anggaran dana berupa BOS dan
peningkatan kualifikasi guru bisa menjadikan pembelajaran PAI lebih maksimal.
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan
termasuk program sertifikasi guru, peningkatan kualifikasi guru lewat beberapa
beasiswa, pemberian dana Opreasional Sekolah, (BOS), karena pembelajaran PAI
adalah salah satu dalam pendidikan seharusnya ini bisa membuat guru, warga
sekolah, peserta didik memberikan apresiasi untuk pemerintah dan mendukung
pemerintah.
Upaya pemerintah ini baiknya dimaksimalkan oleh pihak sekolah/madrasah
untuk mengembangkan kompentensi guru, memperbaiki sarana dan prasarana,
memengembangkan alat pembelajaran yang lebih efisien, dan ketika keharmonisan
pemerintah dengan lembaga-lembaga sekolah/madrasah tercapai maka tujuan
pendidikan akan dengan mudah dilaksanakan.

KESIMPULAN
1. Berbagai upaya warga sekolah untuk mengotimalkan pembelajaran PAI,
baik yang melalui optimalisasi komponen pembelajaran, meningkatkan
kinerja dan profesinalistas guru dan internalisasi nilai-nilai relegius yang
telah disepakati oleh warga sekolah/madrasah. Ketika sekolah kekurangan
jam dalam pembelajaran PAI, upaya yang lebih ditekankan adalah
internalisasi nilai-nilai relegius. Dan justru sebaliknya jika madrasah
dianggap mempunyai banyak waktu dalam pembelajaran, maka yang lebih
ditekankan adalah profesionalisme guru dalam pembelajaran yang sesuai
kualifikasi akademik
2. Faktor penghambat yang dalam pembelajaran adalah dikarenakan peserta
didik dari kalangan yang berbeda sehingga pendidik sangat kesulitan untuk
memberikan metode atau pendekatan dalam pembelajaran PAI. Kurang

288 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017


Optimalisasi Pembelajaran Pendidikan Islam di Sekolah/Madrasah

diberdayakanya guru, sehingga mendidik bukan sebagai profesi melainkan


sampingan, sekolah kurangnya jam untuk pembelajaran PAI. Kualifikasi
guru yang kurang memadai.
3. Upaya pemerintah adalah melalui pemberian dana BOS untuk
sekolah/madrasah, meningkatkan kualifikasi pendidikan melalui beasiswa
pemerintah, pemberian tunjangan berupa tunjangan profesi guru bagi guru
yang telah lulus sertifikasi dan ada beberapa tunjangan yang lainya yang
bertujua untuk mmberdayakan guru.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013.
Cetakan kesatu. Bandung: Refika Aditama, 2014.
Abu Isa Muhammad Bin Isa, Al-Tirmidzi. Shahih Tirmidzi. 3rd ed. 1 vols. Beirut
Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010.
Abudin, Nata. Ilmu Pendidikan Islam. 3rd ed. Jakarta: Prenada Media Grup, 2016.
Ardi, Desmawati Sri, and Yayat Suharyat. „Hubungan Antara Ketuntasan Belajar
Pendidikan Agama Islam Dengan Kematangan Kognitif Siswa (Survei Pada
Sekolah Menengah Pertama Negeri 02 Bekasi)‟. Jurnal FAI: TURATS 7, no.
01 (2011).
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah
Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana, 2012.
Baharuddin, Moh Makin, and Abdul Qodir Shaleh. Pendidikan humanistik (konsep,
teori, dan aplikasi praksis dalam dunia pendidikan). Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2007.
Baharuddin, and Aziz Safa. Psikologi pendidikan: refleksi teoritis terhadap fenomena.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Basri, Hasan. Kapita Selekta Pendidikan. Cet. 1. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Halimah, Siti. „Strategi Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI)‟. MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman 33, no. 1
(2009).
Jamil, Supratiningrum. Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2013.
Langgulung, Hasan. Manusia Dan Pendidikan. Cet ke 1. Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1986.
Lickona, Thomas. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. New York: Bantam Books, 2009.
Ma`arif, Muhammad Anas. „Pendidikan Islam Dan Tantangan Modernitas‟.
Nidhomul Haq: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 1, no. 2 (26 March

Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017 | 289


Muhammad Anas Ma’arif

2016): 47–58.
Ma‟arif, Muhammad Anas. „Analisis Konsep Kompetensi Kepribadian Guru PAI
Menurut Az-Zarnuji‟. ISTAWA 2, no. 2 (2017): 35–60.
Mark K, Smith. Teori Pembelajaran Dan Pengajaran. Translated by Saleh Abdul
Qodir. 2d ed. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Cet. 5. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2012.
Qodri, Azizy. Pendidikan [Agama] Untuk Membangun Etika Sosial: (Mendidik
Anak Sukses Masa Depan: Pandai Dan Bermanfaat). Aneka Ilmu: Logos
Wacana Ilmu, 2002.
Suyono, and Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran, teori dan konsep dasar. 3rd ed.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
Syaiful Bahri, Djamarah, and Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Islami. Cet. 1. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012.
Waqiatul, Masrurah. Praktik Mengajar 1. Surabaya: CV Salsabila Pratama, 2006.
Widyaningsih, Titik Sunarti, Zamroni Zamroni, and Darmiyati Zuchdi.
„Internalisasi Dan Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter Pada Siswa SMP Dalam
Perspektif Fenomenologis‟. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan
Aplikasi 2, no. 2 (2014).
Wina, Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 6th ed. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2015.
WJS, Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1984.

290 | Falasifa, Vol. 8 Nomor 2 September 2017

You might also like