Upaya Dan Faktor Penghambat Pembelajaran Pendidikan Islam
Upaya Dan Faktor Penghambat Pembelajaran Pendidikan Islam
Upaya Dan Faktor Penghambat Pembelajaran Pendidikan Islam
OPTIMALISASI PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN ISLAM DI SEKOLAH/MADRASAH
Upaya dan Faktor Penghambat Pembelajaran Pendidikan Islam
ABSTRACT
The importance of optimizing the learning of Islamic education in the realm of
formal institutions either in schools or in madrasah is a problem faced by related
institutions. Development of strategies and learning models is always on the
increase to support how learners can realize and apply what has been taught by
educators. Some of the supporting factors and obstacles traversed by related
institutions have always been challenges. In this case the government has also been
supportive with various policies. Purpose-This study aims to describe and analyze
the learning optimization of Islamic Religious Education in schools/madrasah an
effort and obstacles in the implementation of Islamic education (PAI).
Design/methodology/approach-This study uses literature research from the data of
books that have been collected relevant to the theme. Findings- Optimization
through internalization, development of school culture, integration in learning and
development of Islamic education learning system design. Originality-. The
optimization of learning of Islamic education in the realm of school/madarasah is
done in various ways especially internalization, externalization and integration.
Islamic education has always been the main focus in educating and developing the
character of children.
PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan sebuah proses timbal balik antara pendidik,
peserta didik dengan lingkungan sekitar sehingga terjadi perubahan perbuatan ke
arah yang lebih sempurna. Konteks pembelajaran, peran guru yang paling urgen
adalah mengatur lingkungan sekitar agar menunjang terjadinya perilaku progessif
(intenalisasi diri) bagi warga sekolah terutama peserta didik1.
Ternyata pada saat ini terjadi sebuah perubahan paradigma yang dulu hanya
1 Desmawati Sri Ardi and Yayat Suharyat, ‘Hubungan Antara Ketuntasan Belajar Pendidikan
Agama Islam Dengan Kematangan Kognitif Siswa (Survei Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri
02 Bekasi)’, Jurnal FAI: TURATS 7, no. 01 (2011).
2 Suyono and Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, teori dan konsep dasar, 3rd ed. (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), 2.
3 Suyono and Hariyanto, 29.
4 Siti Halimah, ‘Strategi Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Agama
PEMBAHASAN
Optimalisasi Pembelajaran
Optimalisasi secara bahasa adalah suatu upaya untuk usaha terus
meningkatkan kegiatan atau program yang telah berlangsung. Sedangkan
optimalisasi dalam pembelajaran yaitu proses, cara, perbuatan mengoptimalkan
belajar agar lebih baik dan optimal8.
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku meskipun pada
hakikatnya secara tidak langsung dapat mengetahui proses tersebut setidaknya
mampu mendefinisikan atau mengetahui perubahan yang terjadi pada setiap orang
atau individu dari sebelum proses pembelajaran hingga setelah proses
pembelajaran.
Proses pembelajaran ialah sebuah system yang terdiri dari beberapa
komponen yang saling berkaitan dan berinterelasi yaitu tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, motede/strategi pembelajaran, media dan evaluasi
pembelajaran9.
Suatu proses pembelajaran dikatan berhasil apabila tujuan instruksional
kusus dapat tercapai. Adapaun yang menjadi indikator keberhasilan proses
pembelajaran adalah sebagai berikut: Pertama, daya serap terhadap bahan
7 Azizy Qodri, Pendidikan [Agama] Untuk Membangun Etika Sosial: (Mendidik Anak Sukses
Masa Depan: Pandai Dan Bermanfaat) (Aneka Ilmu: Logos Wacana Ilmu, 2002), 10.
8 hasil yang dicapai sesuai yang diinginkan, atau pencapaian hasil sesuai harapan yang efektif
dan efisien Poerwadarminta WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 753.
9 Sanjaya Wina, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), 6th ed. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2015), 4.
pengajaran yang diajakar mencapai prestasi tinggi baik secara kelompok atau
individu. Kedua, perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran atau
intruksional khusus yang tekah dicapai oleh anak didik baik kelompok atau
individu10.
Proses Pembelajaran
Pengertian pembelajaran dalam Bahasa Inggris juga hampir mirip dengan
istilah, learning, teaching dan instruction, istilah pembelajaran (leraning) dikaitkan
dengan sebuah proses dan usaha yang diimplementasikan oleh pendidik/guru
untuk mengaktualisasikan proses penyampaian materi pembelajaran kepada
peserta didik melalui proses pengorganisasian kuirkulum (kumpulan materi),
siswa dan lingkungan pada umunya di kelas sekolah/madrasah11.
Sehingga pembelajaran dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang
melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk
memudahkan siswa dalam belajar12. Pembelejaran bukan hanya suatu proses tetapi
juga pembelajaran adalah produk, bagaimana prosesnya bisa berjalan dengan
sangat baik apabila tidak mengahsilkan produk yang baik pula, maka dari itu
pembelajaran juga harus mengahasilkan produk yang lebih unggul13.
Pembelajaran yang baik bisa dikatan akibat dari kreativitas guru untuk
membuat proses pembelajaran sesuai dengan kondisi anak didik baik dari segi
kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh sebab itu sebagai pendidik yang seharusnya
memperhatikan kondisi peserta didiknya dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran yang dialami seseorang selama hidupnya dimanapun ia
berada, akan lebih bermakna apabila pembelajaran ini saling keterkaitan antara
pendidik dan anak didik atau disebut saling interaksi antara pendidik dan anak
didiknya bukan malah sebaliknya yaitu dari segi gurunya saja yang yang aktif.
Menurut Maier bahwa: „semua pembelajaran manusia pada hakikatnya
mempunyai empat unsur yaitu persiapan (planning), penerapan (apliying),
pelatihan (instruction), dan hasil (output pembelajaran)‟. Dilihat dari penjelasan
10 Djamarah Syaiful Bahri and Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), 105.
11 Istilah Pembelajaran sering diidentikan dengan pengajaran juga terlihat dalam redaksi
Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan, Pasal 20
dinyatakan”Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar Suyono and
Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, 4.
12 Supratiningrum Jamil, Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2013), 75.
13 Smith Mark K, Teori Pembelajaran Dan Pengajaran, trans. Saleh Abdul Qodir, 2d ed
14 Baharuddin and Aziz Safa, Psikologi pendidikan: refleksi teoritis terhadap fenomena (Yogyakarta:
aplikasi praksis dalam dunia pendidikan) (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 199.
16 Masrurah Waqiatul, Praktik Mengajar 1 (Surabaya: CV Salsabila Pratama, 2006), 184.
Pembelajaran PAI
Pembelajaran PAI ialah proses kegiatan belajar yang bisa mencetak output
peserta didik sebagain manusia yang paripurna atau insan kamil yang sesuai
dengan tujuan pendidikan Islam 17 . Titik tekan PAI adalah pada generasi Islam
yang mampu mengamalkan setiap ilmu agama di kehidupan nyata.
Proses pembelajaran sendiri memiliki komponen utama sehingga dalam
pembelajaran tersebut menjadi semakin optimal. Komponen tersebut adalah
guru/pendidik, tujuan pembelajaran, strategi pembelajaran, materi/isi, evaluasi,
komponen tersebut harus berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan Islam18.
PAI adalah sebuah mata pelajaran yang di adakan baik sekolah/madrasah,
ada beberapa perbedaan yang sangat jelas pada alokasi jam yang diberikan di
sekolah dan madrasah. Jika disekolah jam PAI lebih sedikit dibandingkan di
madrasah oleh sebab itu beberapa lembaga seperti madrasah di tuntut lebih
optimal pembelajaranya dari pada di sekolah dan sebaliknya juga di sekolah
berusaha untuk optimal walaupun memiliki jam yang sedikit.
Pembelajaran PAI diharuskan mampu membentuk peserta didik
mengaplikasikan materi-materi yang disampaikan oleh pendidik terlebih lagi
mempraktekan sehari-hari. Dari sini peran pendidik sengatlah diperlukan untuk
membantu peserta didik mengembangkan kemampuanya. Pendidik juga dituntut
untuk professional dalam rangka penerapan pendidikan Islami yang mencakup
sebagai berikut19:
1) Dalam proses pembelajaran pendidik mampu Al-Qur`an dan
mengintegrasikannya dalam kehidupan.
2) Peserta didik dan pendidik mampu berkomunikasi secara efektif.
3) Pendidik menjadikan lingkungan sekolah/madrasah sebagai tempat yang
menyenangkan untuk pembelajaran.
4) Meningkatkan mutu lulusan (output pendidikan) dengan mengoptimalkan
pengaruh lingkungan sekolah/madrasah.
5) Dalam proses pembelajaran menggunakan teknologi informasi masakini.
17 Tujuan akhir pendidikan Islam pembentukan pribadi khalifah bagi anak didik yang
memiliki fitrah, roh disamping badan, kemauan yang bebas dan akal dengan kata lain tugas
pendidikan Islam adalah mengembangkan kemepat aspek tersebut agar mampu menempati
kedudukan sebagi khalifah. Hasan Langgulung, Manusia Dan Pendidikan, cet ke 1 (Jakarta: Pustaka
Al-Husna, 1986), 64.
18 Muhammad Anas Ma`arif, ‘Pendidikan Islam Dan Tantangan Modernitas’, Nidhomul Haq:
20 Al-Tirmidzi Abu Isa Muhammad Bin Isa, Shahih Tirmidzi, 3rd ed. (Beirut Lebanon: Dar al-
25 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Cet. 5 (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012), 51.
sempurna adalah iman selalu dzikrullah, yang harus selalu dilakukan dalam
bentuk mengamalkan semua ajaran Islam yang wajib, sisa waktunya untuk
mengamalkan yang sunnah dan dengan menyebut nama Allah dengan lidah
atau di hati26.
Adapun untuk menanamkan nilai-nilai relegius di sekolah/madrasah dapat
dilakukan melalui pembiasaan (habituasi), keteladanan, dan pendekatan-
pendekatan persuasive atau mengajak warganya untuk dengan cara yang
halus27.
Jika dalam pendidikan karakter proses yang harus dilakukan adalah dengan
tahap pengetahuan moral, (moral knowing). Tahap ini membutuhkan
komitmen berbagai stake holder terutama pendidik memberikan
pemahaman moral untuk peserta didiknya. Tahap selanjutnya yaitu perasaan
moral (moral feeling). Tahap ini diharuskan efek yang ada pada tahap
pertama sukses membentuk sedikit perasaan untuk mencintai, perasaan
kasih sayang, dan merasakan empati terhadap sesama manusia. Tahap ketika
adalah melaksanakan apa yang telah di dapat dalam tahap satu dan dua yaitu
moral action. Tahap ini implemenasi dan penerapan tindakan-tindakan baik
kepada semua manusia di setiap keadaan. Kompetensi yang dimilki selalu
diterapakan secara habitual action28.
b) Mengoptimalkan dan mengembangkan desain sistem pembelajaran.
Berdasarkan beberapa penelitan dan penemuan serta uji coba para ahli,
terdapat beberapa komponen dalam model pembelajaran yang harus di
perhatikan dalam menetapkan strategi model pembelajaran. Komponen
tersebut dapat dikumukakan di bawah ini:
1) Menetapkan tujuan perubahan yang menjadi harapan
madrasah/sekolah
Untuk menetapkan suatu perubahan diperlukan sebuah analisis
kebutuhan untuk menentukan harapan dan tujuan pembelajaran.
Langkah-langkah yang diperlukan adalah mengembangkan sebuah
desain pembelajaran dengan menentukan capaian suatu pembelajaran
diharapakan untuk mewujudkan perubahan yang significant pada diri
peserta didik. Proses untuk mendapatkan suatu tujuan pembelajaran
yang baik adalah dengan menganalisis performa, analisis kebutuhan,
analisis pekerjaan, pengalaman praktis dan beberapa inovasi
26Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, Cet. 1 (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 234.
27Muhaimin, Pengembangan Kurikulum, 64.
28 Thomas Lickona, Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility
29 Yunus Abidin, Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013, Cetakan kesatu
32 Abudin, 214–15.
33 Baharuddin and Safa, Psikologi pendidikan, 199.
34 Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, 127.
37 Titik Sunarti Widyaningsih, Zamroni Zamroni, and Darmiyati Zuchdi, ‘Internalisasi Dan
Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter Pada Siswa SMP Dalam Perspektif Fenomenologis’, Jurnal
Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi 2, no. 2 (2014).
Yang lebih umum faktor pembelajaran PAI adalah masalah batasan waktu
yang sangat minim diberikan oleh standar pendidikan Indonesia berkurikulum
KTSP. Di sekolah seperti SMA hanya di berikan 2 jam pelajaran yaitu 2x45 menit
per minggu dan untuk SMP 2x40 menit dan untuk SD 3x35 menit39.
Sedangkan di madrasah menurut peraturan kementrian agama dalam
struktur kurikulum di madrasah basis KTSP, untuk MI 5x35 menit per minggu
itupun harus dibagi 2 jam pelajaran untuk mata pelajaran Al-Quran Hadist, akidah
ahlak, sejarah kebudayaan Islam, fikih, dan bahasa arab, untuk MTs 11x40 menit
ada tambahan 1 jam pelajaran untuk mata pelajaran bahasa arab. Untuk MA,
12x45 menit ada tambahan untuk mata pelajaran bahasa arab sehingga menjadi
4x45 menit per minggu40.
Beberapa kendala atau penghambat untuk pembelajaran PAI memang
sangat banyak seperti yang telah di uraikan di bab sebelumnya berangkat dari
obeservasi peneliti bahwa yang paling sering menghambat adalah masalah jam
pelajaran yang ada pada sekolah umum, bayangkan guru PAI di sekolah di tuntut
untuk membentuk karakter peserta didik hanya dengan 35x3 menit dalam
seminggu untuk SD, 40x2 menit per minggu untuk SMP dan untuk SMA 45
menit per minggu.
Disinilah kesulitan pendidik dalam pembelajaran PAI yang optimal,
sebenarnya bukan hanya guru di tuntut untuk tujuan tersebut tetapi pihak
keluarga juga harus saling koordinasi dengan sekolah untuk mengawasi anak-
anaknya yang berada disekolah.
Terlebih lagi kendala yang sangat fatal adalah kompetensi guru yang kurang
memadai, seharusnya lembaga juga mengajukan syarat untuk guru yang mau
mengajar di sekolah/madrasah tersebut sesuai dengan kualifikasi akademik, karena
tujuan pembelajaran bukan hanya sebuah proses melainkan menciptakan generasi
yang ulul albab.
Jika di madrasah mendapatkan waktu yang lebih banyak untuk
pembelajaran, tetapi kendala madrasah bukan pada waktu melainkan kompetensi
guru atau kurangnya sarana yang memadai, sehingga disinilah kerepotan system
pendidikan kita karena ada dualisme. Madrasah dengan sarana yang minim di
tuntut untuk optimal dalam pembelajaran sedangkan sekolah-sekolah yang sudah
menpunyai sarana yang lengkap malah kurang jam belajar dalam PAI.
Tidak cukup sampai disitu, ada sebuah alasan lagi kurangnya pemberdayaan
39 Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk satuan pendidikan Dasar dan
Menengah
40 Peraturan Kementrian agama standar implementasi kurikulum madrasah di simpatika
41UU no 20 tahun 2003 dan no 19 tahun 2005 tentang sistem pendidikan nasional
42 Kompetensi pendidik meliputi kompentensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi professional, kompetensi sosial, bedasarkan PP np 19 tahun 2005
pemerintah.
3) Penetapan sertifikat diperoleh setelah mengikuti pendidikan profesi dan
dinyatakan lulus pendidikan profesi dan uji kompetensi
Tujuan diadakan sertifikasi adalah:
1) Mencetak calon pendidik qualified dalam melaksanakan tugas pokok fungsi
pendidik
2) Menentukan tingkat kelayakan pendidik dalam menyelengarakan
pendidikan
3) Memperoleh gambaran tentang kompetensi pendidik yang dapat digunakan
sebagi alat pembinaan, kualitas pendidikan.
Karena pembelajaran adalah bagian dari pendidikan maka seharusnya
kebijakan pemerintah dalam memberikan anggaran dana berupa BOS dan
peningkatan kualifikasi guru bisa menjadikan pembelajaran PAI lebih maksimal.
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan
termasuk program sertifikasi guru, peningkatan kualifikasi guru lewat beberapa
beasiswa, pemberian dana Opreasional Sekolah, (BOS), karena pembelajaran PAI
adalah salah satu dalam pendidikan seharusnya ini bisa membuat guru, warga
sekolah, peserta didik memberikan apresiasi untuk pemerintah dan mendukung
pemerintah.
Upaya pemerintah ini baiknya dimaksimalkan oleh pihak sekolah/madrasah
untuk mengembangkan kompentensi guru, memperbaiki sarana dan prasarana,
memengembangkan alat pembelajaran yang lebih efisien, dan ketika keharmonisan
pemerintah dengan lembaga-lembaga sekolah/madrasah tercapai maka tujuan
pendidikan akan dengan mudah dilaksanakan.
KESIMPULAN
1. Berbagai upaya warga sekolah untuk mengotimalkan pembelajaran PAI,
baik yang melalui optimalisasi komponen pembelajaran, meningkatkan
kinerja dan profesinalistas guru dan internalisasi nilai-nilai relegius yang
telah disepakati oleh warga sekolah/madrasah. Ketika sekolah kekurangan
jam dalam pembelajaran PAI, upaya yang lebih ditekankan adalah
internalisasi nilai-nilai relegius. Dan justru sebaliknya jika madrasah
dianggap mempunyai banyak waktu dalam pembelajaran, maka yang lebih
ditekankan adalah profesionalisme guru dalam pembelajaran yang sesuai
kualifikasi akademik
2. Faktor penghambat yang dalam pembelajaran adalah dikarenakan peserta
didik dari kalangan yang berbeda sehingga pendidik sangat kesulitan untuk
memberikan metode atau pendekatan dalam pembelajaran PAI. Kurang
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013.
Cetakan kesatu. Bandung: Refika Aditama, 2014.
Abu Isa Muhammad Bin Isa, Al-Tirmidzi. Shahih Tirmidzi. 3rd ed. 1 vols. Beirut
Lebanon: Dar al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010.
Abudin, Nata. Ilmu Pendidikan Islam. 3rd ed. Jakarta: Prenada Media Grup, 2016.
Ardi, Desmawati Sri, and Yayat Suharyat. „Hubungan Antara Ketuntasan Belajar
Pendidikan Agama Islam Dengan Kematangan Kognitif Siswa (Survei Pada
Sekolah Menengah Pertama Negeri 02 Bekasi)‟. Jurnal FAI: TURATS 7, no.
01 (2011).
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah
Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana, 2012.
Baharuddin, Moh Makin, and Abdul Qodir Shaleh. Pendidikan humanistik (konsep,
teori, dan aplikasi praksis dalam dunia pendidikan). Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2007.
Baharuddin, and Aziz Safa. Psikologi pendidikan: refleksi teoritis terhadap fenomena.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Basri, Hasan. Kapita Selekta Pendidikan. Cet. 1. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Halimah, Siti. „Strategi Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI)‟. MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman 33, no. 1
(2009).
Jamil, Supratiningrum. Strategi Pembelajaran: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2013.
Langgulung, Hasan. Manusia Dan Pendidikan. Cet ke 1. Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1986.
Lickona, Thomas. Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. New York: Bantam Books, 2009.
Ma`arif, Muhammad Anas. „Pendidikan Islam Dan Tantangan Modernitas‟.
Nidhomul Haq: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam 1, no. 2 (26 March
2016): 47–58.
Ma‟arif, Muhammad Anas. „Analisis Konsep Kompetensi Kepribadian Guru PAI
Menurut Az-Zarnuji‟. ISTAWA 2, no. 2 (2017): 35–60.
Mark K, Smith. Teori Pembelajaran Dan Pengajaran. Translated by Saleh Abdul
Qodir. 2d ed. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Cet. 5. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2012.
Qodri, Azizy. Pendidikan [Agama] Untuk Membangun Etika Sosial: (Mendidik
Anak Sukses Masa Depan: Pandai Dan Bermanfaat). Aneka Ilmu: Logos
Wacana Ilmu, 2002.
Suyono, and Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran, teori dan konsep dasar. 3rd ed.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
Syaiful Bahri, Djamarah, and Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta, 2010.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Islami. Cet. 1. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012.
Waqiatul, Masrurah. Praktik Mengajar 1. Surabaya: CV Salsabila Pratama, 2006.
Widyaningsih, Titik Sunarti, Zamroni Zamroni, and Darmiyati Zuchdi.
„Internalisasi Dan Aktualisasi Nilai-Nilai Karakter Pada Siswa SMP Dalam
Perspektif Fenomenologis‟. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan
Aplikasi 2, no. 2 (2014).
Wina, Sanjaya. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 6th ed. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2015.
WJS, Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1984.