LP CKD

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 26

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG


PENYAKIT DALAM RSUD ULIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. Ainun Jariah NIM: 11194692110092
2. Devi Oktapia NIM: 11194692110096
3. Hifzhi Padliannor NIM: 11194692110103
4. Yahayu NIM: 11194692110127

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : LP CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


NAMA KELOMPOK :

Banjarmasin, November 2021

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

…………………………… ………………………………..
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS : LP CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


NAMA KELOMPOK :

Banjarmasin, November 2021

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

……………………………… ………………………………..

Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners

Mohammad Basit, S.Kep., Ns., MM


NIK. 1166102012053
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi Ginjal
Ginjal (Ren) adalah suatu organ yang mempunyai peran penting dalam
mengatur keseimbangan air dan metabolit dalam tubuh dan
mempertahankan keseimbangan asam basa dalam darah. Produk sisa
berupa urin akan meninggalkan ginjal menuju saluran kemih untuk
dikeluarkan dari tubuh. Ginjal terletak di belakang peritoneum sehingga
disebut organ retroperitoneal (Snell, 2012). Ginjal berwarna coklat
kemerahan dan berada di sisi kanan dan kiri kolumna vertebralis setinggi
vertebra T12 sampai vertebra L3. Ginjal dexter terletak sedikit lebih
rendah daripada sinistra karena adanya lobus hepatis yang besar.
Masing-masing ginjal memiliki fasies anterior, fasies inferior, margo
lateralis, margo medialis, ekstremitas superior dan ekstremitas inferior
(Moore, 2013). Bagian luar ginjal dilapisi oleh capsula fibrosa, capsula
adiposa, fasia renalis dan corpus adiposum pararenal. Masing masing
ginjal memiliki bagian yang berwarna coklat gelap di bagian luar yang
disebut korteks dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat
lebih terang. Medulla renalis terdiri dari kira-kira 12 piramis renalis yang
masingmasing memiliki papilla renalis di bagian apeksnya. Di antara
piramis renalis terdapat kolumna renalis yang memisahkan setiap piramis
renalis (Snell, 2012).
2. Fisiologi Ginjal
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron
yang masingmasing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk
membentuk urin. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh sebab
itu, pada trauma, penyakit ginjal, atau penuaan ginjal normal akan terjadi
penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah
nefron biasanya menurun setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini
seharusnya tidak mengancam jiwa karena adanya proses adaptif tubuh
terhadap penurunan fungsi faal ginjal (Sherwood, 2014).
Setiap nefron memiliki 2 komponen utama yaitu glomerulus dan
tubulus. Glomerulus (kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan yang
difiltrasi dari darah sedangkan tubulus merupakan saluran panjang yang
mengubah cairan yang telah difiltrasi menjadi urin dan dialirkan menuju
keluar ginjal. Glomerulus tersusun dari jaringan kapiler glomerulus
bercabang dan beranastomosis yang mempunyai tekanan hidrostatik
tinggi (kira-kira 60 mmHg), dibandingkan dengan jaringan kapiler lain.

Kapiler-kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh


glomerulus dilingkupi dengan kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari
kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian
masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari
tubulus proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansaHenle (Loop of
Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden.
Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula densa. Makula densa
juga memiliki kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron. Setelah
itu dari tubulus distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes
modular hingga urin mengalir melalui ujung papilla renalis dan kemudian
bergabung membentuk struktur pelvis renalis ( Berawi, 2012).
Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin
yaitu filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi
dimulai pada saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi
filtrasi plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula
Bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan
langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk ratarata
180 liter filtrat glomerulus. Dengan menganggap bahwa volume plasma
rata-rata pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh
volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal
setiap harinya. Apabila semua yang difiltrasi menjadi urin, volume
plasma total akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun,
hal itu tidak terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yang dapat
mereabsorpsi kembali zat-zat yang masih dapat dipergunakan oleh
tubuh. Perpindahan zat-zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma
kapiler peritubulus ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang
direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh
kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk
kembali diedarkan. Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5
liter diserap kembali, dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui
pelvis renalis dan keluar sebagai urin. Secara umum, zat-zat yang masih
diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali sedangkan yang sudah tidak
diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari tubuh. Proses
ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif
zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sekresi tubulus
merupakan rute kedua bagi zat-zat dalam darah untuk masuk ke dalam
tubulus ginjal. Cara pertama adalah dengan filtrasi glomerulus dimana
hanya 20% dari plasma yang mengalir melewati kapsula Bowman,
sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler
peritubulus. Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari
plasma ke lumen tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3
proses dasar ginjal tersebut, terkumpullah urin yang siap untuk
diekskresi (Sherwood, 2014).
Ginjal memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak
hanya dengan menyaring darah dan mengeluarkan produk-produk sisa,
namun juga dengan menyeimbangkan tingkat-tingkat elektrolit dalam
tubuh, mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi dari sel-sel
darah merah. Ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah
cairan tubuh, konsentrasi dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan
potassium, dan keseimbangan asam-basa dari tubuh. Ginjal menyaring
produk-produk sisa dari metabolisme tubuh, seperti urea dari
metabolisme protein dan asam urat dari uraian DNA. Dua produk sisa
dalam darah yang dapat diukur adalah Blood Urea Nitrogen (BUN) dan
kreatinin (Cr). Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam
ginjal memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama
dengan konsentrasi apa dari elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika
seseorang mengalami dehidrasi dari latihan olahraga atau dari suatu
penyakit, ginjal akan menahan sebanyak mungkin air dan urin menjadi
sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air dalam tubuh, urin adalah
jauh lebih encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh renin,
suatu hormon yang diproduksi dalam ginjal yang merupakan sebagian
daripada sistem regulasi cairan dan tekanan darah tubuh (Ganong,
2012).

B. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah proses kerusakan ginjal selama
rentang waktu lebih dari tiga bulan. Chronic Kidney Disease (CKD) dapat
menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi glomerular berada di bawah 60
ml/men/1.73 m2, atau diatas nilai tersebut yang disertai dengan kelainan
sedimen urine. Selain itu, adanya batu ginjal juga dapat menjadi indikasi
Chronic Kidney Disease pada penderita kelainan bawaan, seperti
hioeroksaluria dan sistinuria (Muhammad, 2012).
Chronic Kidney Disease gejalanya muncul secara bertahap biasanya
tidak menimbulkan gejala awal yang jelas, sehingga penurunan fungsi ginjal
tersebut sering tidak dirasakan, tahu-tahu sudah pada tahapan yang parah
yang sulit di obati. Chronic Kidney Disease sama dengan hipertensi, penyakit
ikutan yang berkaitan, termasuk silent kiler, yaitu penyakit mematikan yang
tidak menunjukan gejala peringatan sebelumnya, sebagaimana umumnya
yang terjadi pada penyakit berbahaya lainnya (Syamsir & Iwan, 2007).
Dari dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Chronic Kidney
Disease adalah suatu penyakit yang terjadi akibat kerusakan kedua ginjal
yang bersifat progresif dan irreversible, sebagai penyakit yang timbul secara
perlahan dan sifatnya menahun, dan sebagai kelainan pada urine atau darah
atau kelainan morfologi, yang berlangsung lebih dari 3 bulan atau bila
didapatkan Laju Filtrasi Glomelurus (LGF) < 60 ml/menit.

C. Etiologi
Menurut Muhammad Muhammad, 2012 yang menyebabkan Chronic
Kidney Disease (CKD) adalah kehilangan fungsi ginjalnya secara bertahap,
kerusakan sudah terjadi selama lebih dari 3 (tiga) bulan. Selain itu, hasil
pemeriksaan juga menunjukan adanya kelainan struktur atau fungsi ginjal.
Kondisi tersebut disebabkan oleh : Penyakit glomerular kronis, Infeksi kronis,
Kelainan kongenital, Penyakit vaskuler, Obstruksi saluran kemih, Penyakit
kolagen, Obat-obatan nefrotoksis.
Selain hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya, masih ada banyak
faktor penyakit gagal ginjal. Beberapa penyebab penyakit Chronic Kidney
Disease (CKD) adalah : Tekanan darah tinggi (hipertensi), Penyumbatan
saluran kemih, kelainan ginjal, misalnya penyakit ginjal polikistik, diabetes
melitus (kencing manis), kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus
sistemik, penyakit pembuluh darah, bekuan darah pada ginjal, cidera pada
jaringan ginjal dan sel-sel.

D. Patofisiologi
Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD) tergantung pada penyebab
yang mendasarinya. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons)
sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti
sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan (growth factor). Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya
diikuti oleh proses maladaptasi berupa nefron sklerosis yang masih tersisa.
Proses ini kemudian diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif.
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron internal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan
progresifitas tersebut. aktivitas jangka panjang renin-angiotensin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh faktor pertumbuhan seperti transforming growth
factor β (TGF-β).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas Chronic Kidney Disease (CKD) adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk
terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial
(Kemenkes RI, 2010). Pada stadium paling dini Chronic Kidney Disease
(CKD), terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan
ini basal Laju Filtrasi Glomelurus (LFG) masih normal atau sudah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada Laju Filtrasi Glomelurus (LFG) sebesar 60%, penderita masih
belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum (normal kadar kreatinin serum 0,5-1,5 mg/dl
dan ureum 20-40 mg/dl) (Kemenkes RI, 2010).
Sampai pada Laju Filtrasi Glomelurus (LFG) sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada klien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang
dan penurunan berat badan. Sampai pada Laju Filtrasi Glomelurus (LFG)
dibawah 30%, klien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata
seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Klien juga mudah
terjadi infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi
gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah
15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan klien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal (Kemenkes RI, 2010).
E. Clinical Pathway
Obstruksi
Saluran Kemih
Infeksi Vaskular Zat Toksik
(HT dan
Reaksi Arteri Tertimbun Refluks
antigen Sklerosis dalam ginjal

Suplai Darah ke Hidronefrosis Vakulerasi Ginjal


Ginjal Menurun
Peningkatan
Iskemik
T.Darah

Nefron Rusak

GFR Menurun

Chronic Kideney Disease (CKD)

Penurunan fungsi eksresi ginjal Tidak mampu sekresi asam Retensi Na & H2O Kadar Ureum Sekresi Eritropoitin
Meningkat

Sindrom Uremia CES Meningkat Penurunan


Asidosis
Sindrom Uremia Produksi HB

Ggn Keseimbangan Hiperventilasi Tekanan kapiler Naik


Priuritus (gatal) Suplai darah dan
Asam basa
O2 ke jaringan tidak
Volume Intertersial Naik Sensasi Menggaruk adekuat
Produksi Asam
Meningkat fatique
Gangguan Pola Pola Napas Tidak Edema
Tidur Efektif Timbulnya Lesi
Asam lambung naik
Intoleransi Aktivitas
Hipervolemia Kerusakan
Mual/Muntah Integritas Kulit dan
jaringan
Defisit Nutrisi
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) dikarenakan
gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam
peran sirkulasi yang banyak sehingga kerusakan kronis secara fisiologis
ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor.
Berikut adalah tanda dan gejala yang ditunjukan oleh Chronic Kidney
Disease (CKD) menurut Eko dan Andi (2014) adalah:
1. Ginjal dan gastrointestinal. Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul
hipotensi, mulut kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique, dan
mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri
kepala yang hebat, dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan
iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan
yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik.
Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan
sedimentasi yang tinggi.
2. Kardiovaskuler. Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati,
uremic percarditis, effusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi
tamponade jantung), gagal jantung, edema periordital dan edema perifer.

3. Respiratory system. Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura,


friction rub dan efusi pleura, crackles, sputum yang kental, uremic
pleuritis, uremic lung, dan sesak nafas.
4. Gastrointestinal. Biasanya menunjukan adanya inflamasi dan ulserasi
pada mukosa gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan
gusi, dan kemungkinan juga disertai parotitis, esofagus, gastritis, ulseratif
duodenal, lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis.
Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, neusea, dan
vomiting.
5. Integumen . Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada
sclap. Selain itu, biasanya juga menunjukan adanya purpura, akimoses,
petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
6. Neurologis. Biasanya ditunjukan dengan adanya neuropathy perifer,
nyeri, gatal pada lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot
dan refleks kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk
meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG
menunjukan adanya perubahan metabolik encephalopathy.
7. Endokrin. Bisa terjadi infertilitas dan penururna libido, amenorea dan
gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekriesi
sperma, peningkatan sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme
karbohidrat.
8. Hematokoitik. Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah,
trombositopenia (dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya
masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukan dengan adanya
perubahan (purpura, ekimoses, petechiae).
9. Muskuloskeletal. Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang,
fraktur patologis, dan kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard)

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien CKD, yaitu:
1. Pemeriksaan pada urin yang meliputi
a. Volume urine pada orang normal yaitu 500-3000 ml/24 jam atau
1.200 ml selama siang hari sedangkan pada orang CKD produksi
urine kurang dari 400 ml/24 jam atau sama sekali tidak ada produksi
urine (anuria) (Debora, 2017).
b. Warna urine pada temuan normal transparan atau jernih dan temuan
pada orang CKD didapatkan warna urine keruh karena disebabkan
oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan
karena ada darah, Hb, myoglobin, porfirin (Nuari & Widayati, 2017).
c. Berat jenis untuk urine normal yaitu 1.010-1.025 dan jika<1.010
menunjukan kerusakan ginjal berat (Nuari & Widayati, 2017).
d. Klirens kreatinin kemungkinan menurun dan untuk nilai normalnya
menurut Verdiansah (2016), yaitu:
1) Laki-laki : 97 mL/menit – 137 mL/menit per 1,73 m2
2) Perempuan : 88 mL/menit – 128 mL/menit per 1,73 m2
e. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) menunjukkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen ada. Normalnnya pada urine tidak
ditemukan kandungan protein.
2. Pemeriksaan darah pada penderita CKD menurut Nuari & Widyati (2017)
a. BUN meningkat dari keadaan normal 10.0-20.0 mg/dL, kreatinin
meningkat dari nilai normal <0.95 mg/dL, ureum lebih dari nilai
normal 21-43 mg/dL
b. Hemoglobin biasanya < 7-8 gr/dl
c. SDM menurun dari nilai normal 4.00-5.00, defisiensi eritopoetin
d. BGA menunjukkan asidosis metabolik, pH <7,2
e. Natrium serum rendah dari nilai normal 136-145 mmol/L
f. Kalium meningkat dari nilai normal 3,5-5 mEq/L atau 3,5-5 mmol/L
g. Magnesium meningkat dari nilai normal 1,8-2,2 mg/dL
h. Kalsium menurun dari nilai normal 8,8-10,4 mg/dL
i. Protein (albumin) menurun dari nilai normal 3,5-4,5 mg/dL
3. Pielografi intravena bisa menunjukkan adanya abnormalitas pelvis ginjal
dan ureter. Pielografi retrograde dilakukan bila muncul kecurigaan
adanya obstruksi yang reversibel. Arteriogram ginjal digunakan untuk
mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa
(Haryono, 2013).
4. Ultrasono ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal serta ada
atau tidaknya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian
atas (Nuari & Widayati, 2017)
5. Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis (Haryono, 2013).

G. Klasifikasi CKD
Dalam Muttaqin dan Sari, 2011 CKD memiliki kaitan dengan penurunan
Glomerular Filtration Rate (GFR), maka perlu diketahui derajat CKD untuk
mengetahui tingkat prognosanya.
Klasifikasi National Kidney Foundation

Penurunan GFR menurut Suwitra (2009) dalam Kandacong (2017) dapat


diukur dengan menggunakan rumus Cockroft-Gault untuk mengetahui derajat
penurunan fungsi ginjal:
( 140−umur ) x BB
LFG/GFR (ml/mnt/1.73m2) = ¿ *)
2a 72 x kreatinin plasma(mg /dl)
*) Pada perempuan dikalikan 0,85

H. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare
(2012) serta Suwitra (2014) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

I. Penatalaksanaan Medis
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus
sesuai dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara
umum. Menurut Suwitra (2014), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat
dilihat dalam tabel berikut :

Derajat LFG (ml/mnt/1,873 Perencanaan Penatalaksanaan Terapi


m2 )
Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya,
1 > 90 kondisi komorbid, evaluasi pemburukan
(progresion) fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler.
2 60-89 Menghambat pemburukan (progresion) fungsi
ginjal.
3 0-59 Mengevaluasi dan melakukan terapi
pada komplikasi.
4 15-29 Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis).
5 < 15 Dialysis dan mempersiapkan terapi
penggantian ginjal (transplantasi ginjal).

J. Penatalaksanaan Keperawaatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur (lebiha banyak terjadi
pada usia 30-60 tahun), agama, jenis kelamin (pria lebih beresiko
daripada wanita), pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal
masuk, pihak yang mengirim, cara masuk RS, diagnosa medis, dan
identitas penanggung jawab meliputi : Nama, umur, hubungan
denga pasien, pekerjaan dan alamat.
b. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS, dan respon verbal klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien
sebelum masuk ke Rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal kronik
biasanya didapatkan keluhan utama bervariasi, mulai dari urin
keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas bau (ureum) dan
gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik,
adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa
sakit kepala, nyeri panggul, penglihatan kabur, perasaan tidak
berdaya dan perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin, 2011)
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit
gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih,
infeksi sistem perkemihan berulang, penyakit diabetes melitus,
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi prdisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin, 2011).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan pasien yaitu gagal ginjal
kronik, maupun penyakit diabetes melitus dan hipertensi yang
bisa menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal
kronik.
d. Pengkajian Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
1) Persepsi Terhadap Penyakit
Biasanya persepsi pasien dengan penyakit ginjal kronik
mengalami kecemasan yang tinggi. Biasanya pasien
mempunyai kebiasaan merokok, alkohol, dan obat-obatan
dalam kesehari-hariannya
2) Pola Nutrisi/Metabolisme
1) Pola Makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat (edema),
penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu
hati, mual dan muntah
2) Pola Minum
Biasnya pasien minum kurang dari kebutuhan tubuh akibat
rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia).
3) Pola Eliminasi
Pada BAB Biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi,
sedangkan pada BAK Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin
< 400 ml/hari sampai anuria, warna urin keruh atau berwarna
coklat, merah dan kuning pekat
4) Pola Aktivitas/Latihan
Biasanya kemampuan perawatan diri dan kebersihan diri
terganggu dan biasanya membutuhkan pertolongan atau
bantuan orang lain. Biasnya pasien kesulitan menentukan
kondisi, contohnya tidak mampu bekerja dan mempertahankan
fungsi, peran dalam keluarga
5) Pola Istirahat Tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah adanya
nyeri panggul, sakit kepala, dan kram otot/kaki (memburuk pada
malam hari).
6) Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya tingkat ansietas pasien mengalami penyakit ginjal
kronik ini pada tingkat ansietas sedang sampai berat.
7) Pola Peran hubungan
Biasanya pasien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya
seharihari karena perawatan yang lama
8) Pola Seksualitas/Reproduksi
Biasanya terdapat masalah seksual berhubugan dengan
penyakit yang diderita pasien
9) Pola Persepsi Diri/Konsep Diri
a) Body Image/gambaran Diri
Biasanya mengalami perubahan ukuruan fisik, fungsi alat
terganggu, keluhan karena kondisi tubuh, pernah operasi,
kegagalan fungsi tubuh, prosedur pengobatan yang
mengubah fungsi alat tubuh.
b) Role/Peran
Biasanya mengalami perubahan peran karena penyakit
yang diderita
c) Identity/Identitas Diri
Biasanya mengalami kurang percaya diri, merasa
terkekang, tidak mampu menerima perubahan, merasa
kurang mampu memiliki potensi.
d) Self Esteem/Harga Diri
Biasanya mengalami rasa bersalah, menyangkal kepuasan
diri, mengecilkan diri, keluhan fisik.
e) Self Ideal
Biasanya mengalami masa depan suram, terserah pada
nasib, merasa tidak memiliki kemampuan, tidak memiliki
harapan, merasa tidak berdaya
10) Pola Koping-Toleransi Stres
Biasanya pasien mengalami faktor stres, contoh finansial,
perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan
kepribadian dan perilaku serta perubahan proses kognitif.
11) Pola Keyakinan Nilai
Biasanya tidak terjadi gangguan pola tata nilai dan kepercayaan.

e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan TTV
a) Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b) Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat
uremia dimana dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat.
c) TTV : RR meningkat, TD meningkatHepatomegali
2) Kepala
a) Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar, pasien
sering sakit kepala, kuku rapuh dan tipis.
b) Wajah : biasanya pasien berwajah pucat
c) Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis dan sklera ikterik.
d) Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan
pasien bernafas pendek.
e) Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut,
ulserasi gusi, perdarahan gusi dan nafas berbau.
f) Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi
g) Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan
3) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau
kelenjar getah bening
4) Dada/Thorax
a) Inspeksi: biasanya pasien dengan nafas pendek, kusmaul
(cepat/dalam)
b) Palpasi: biasanya fremitus kiri dan kanan
c) Perkusi: biasanya sonor
d) Auskultasi : biasanya vesikuler
5) Jantung
a) Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2
linea dekstra sinistra
c) Perkusi : biasanya ada nyeri
d) Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat
6) Perut/Abdomen
a) Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau
penumpukan cairan, pasien tampak mual dan muntah
b) Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian
pinggang, dan adanya pembesaran hepar pada stadium
akhir.
c) Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites
d) Auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35
kali/menit
7) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria,
distensi abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urin
menjadi kuning pekat
8) Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas,
kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak
kaki dan keterbatasan gerak sendi.
9) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik,
adanya area ekimosis pada kulit.
10) Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan
memori, penurunan tingkat kesadaran,disfungsi serebral, seperti
perubahan proses fikir dan disorientasi. Pasien sering didapati
kejang, dan adanya neuropati perifer.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan CKD,
meliputi:
a. Pola Napas Tidak Efektif b.d hiperventilasi, keletihan, nyeri,
obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru dan sindrom
hipoventilasi.
b. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan
cairan dan kelebihan asupan natrium.
c. Defisit Nutrisi b,d faktor biologis, faktor ekonomi, gangguan
psikososial, ketidakmampuan makan, ketidakmampuan mencerna
makan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
d. Kerusakan Integritas Kulit dan Jaringan b,,d gejala penyakit
(pruritus/gatal)
e. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan
f. Gangguan Pola Tidur b.d Proses Penyakit

3. Intervensi Keperawatan

Standar Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan


Keperawatan Indonesia Indonesia Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Pola Napas Tidak Efektifb.d Luaran Utama: Pola Napas Intervensi Utama: Dukungan
hiperventilasi, keletihan, (01004) Ventilasi (I.01002)
nyeri, obesitas, posisi tubuh
yang menghambat Observasi
ekspansi paru dan sindrom Setelah dilakukan tindakan
1. Identifikasi adanya kelelahan otot
hipoventilasi. keperawatan diharapkan proses
bantu napas
inspirasi atau ekspirasi yang
2. Identifikasi efek perubahan posisi
memberikan ventilasi adekuat
terhadap status pernapasan
membaik dengan kriteria hasil:
3. Monitor status respirasi dan
1. Penggunaan otot bantu
oksigenasi
nafas dari skala 1 ke skala 5
2. Pernafasan pursed-lip dari
skala 1 ke skala 5 Terapeutik
3. Pernapasan cuping hidung 1. Pertahankan kepatenan jalan
dari skala 1 ke skala 5 napas
Ket: 2. Berikan posisi semi fowler atau
1 : Meningkat fowler
2 : Cukup meningkat 3. Fasilitasi mengubah posisi
3 : Sedang senyaman mungkin
4 : Cukup menurun 4. Berikan oksigenasi sesuai
5 : Menurun kebutuhan

Edukasi
1. Ajarkan melakukan teknik
relaksasi napas dalam
2. ajarkan mengubah posisi secara
mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator
jika perlu
Hipervolemia b.d gangguan Luaran Utama: keseimbangan Intervensi Utama: Manajemen
mekanisme regulasi, Cairan (L.03020)
kelebihan asupan cairan Setelah dilakukan tindakan Hipervolemia (I.03114)
dan kelebihan asupan keperawatan selama 1x8 jam
natrium. diharapkan keseimbangan Observasi:
antara volume cairan di ruang 1. Periksa tanda dan gejala
intraselular dan ekstraselular hipervolemia
menjadi adekuat dengan kriteria 2. Identifikasi penyebab
hasil: hipervolemia
1. Edema dari skala 2 (cukup 3. Monitor status hemodinamik
meningkat) menjadi skala 4 4. Monitor intake dan output
9cukup menurun) cairan
2. Berat Badan dari skala 3 5. Mmonitor tanda peningkatan
(sedang) menjadi skala 5 tekanan onkotik plasma
(membaik) 6. Monitor efek samping diuretik
Haluaran Urin dari skala 2
(cukup menurun) menjadi Terapeutik
skala 3 (sedang)
1. Timbang bb setiap hari pada
waktu yang sama
2. Batasi asupan cairan dan
garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur

Edukasi
1. Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam
sehari
2. Anjurkan cara mencatat dan
mengukur asupan dan
pengeluaran cairan
3. Ajarkan cara membatasi
cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretik
2. Kolaborasi pemberian
kehilangan kalium akibat
diuretik

Defisit Nutrisi berhubungan Luaran Utama: Status Nutrisi Intervensi Utama: Manajemen
dengan faktor biologis, (L.03030) Nutrisi (I.03119)
faktor ekonomi, gangguan
psikososial, Setelah dilakukan tindakan Observasi
ketidakmampuan makan, keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan mencerna diharapkan keadekuatan asupan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
makan, ketidakmampuan nutrisi untuk memenuhi makanan
mengabsorbsi nutrient kebutuhan metabolisme dengan 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan
kriteria hasil: jenis nutrien
1. Porsi makanan yang 4. Monitor asupan makanan
dihabiskan dari skala 1 5. Monitor berat badan
(menurun) menjadi skala 4
(cukup meningkat) Terapeutik:
1. Fasilitasi menentukan pedoman
2. Frekuensi makan dari skala
diet
2 (cukup memburuk)
2. Berikan suplemen makanan, jika
menjadi skala 4 (cukup
membaik) perlu,
3. Nafsu makan dari skala 2 3. berikan makanan tinggi serat
(cukup memburuk) menjadi untuk mencegah konstipasi
skala 4 (cukup membaik) 4. berikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai

Edukasi
1. anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
2. kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika
perlu

Kerusakan Integritas Kulit Luaran Utama: Integritas Kulit Intervensi Utama: Perawatan Luka
dan Jaringan b,,d gejala dan Jaringan (L.14125) (I.14564)
penyakit (pruritus/gatal)
Setalah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam Observasi
diharapkan keutuhan kulit atau 1. Monitor karakteristik luka (mis.
jaringan meningkat dengan Drainase, warna, ukuran bau)
kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda infeksi
1. Kerusakan jaringan dari
skala 1 ke skala 5 Terapeutik
2. Kerusakan lapisan kulit dari 1. Lepaskan balutan dan plester
skala 1 ke skala 5 secara perlahan
3. Nyeri dari skala 1 ke skala 5 2. Cukur rambut di sekitar daerah
4. Perdarahan dari skala 1 ke luka, jika perlu
skala 5 3. Bersihkan dengan cairan NaCl
5. kemerahan dari skala 1 ke atau pembersih nontoksik
skala 5 4. Bersihkan jaringan nekrotik
6. hematoma dari skala 1 ke 5. Berikan salep yang sesuai ke
skala 5 kulit/lesi
7. nekrosis dari skala 1 ke 6. Pasang balutan sesuai jenis luka
skala 5 7. Pertahankan teknik steril saat
Ket: melakukan perawatan luka
1 : Meningkat 8. Ganti balutan sesuai eksudat dan
2 : Cukup meningkat drainase
3 : Sedang 9. Jadwalkan perubahan posisi
4 : Cukup menurun setiap dua jam sesuai kondisi
5 : Menurun 10. Berikan suplemen vitamin dan
mineral, sesuai indikasi

Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri

Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu
Intoleransi Aktivitas b.d Luaran Utama: Toleransi Intervensi Utama: Manajemen
kelemahan Aktivitas (L.05047) Energi (I.05178)

Setalah dilakukan tindakan Observasi


keperawatan diharapkan 1. identifikasi gangguan fungsi
tercapainya respon fisiologis tubuh yang mengakibatkan
terhadap aktivitas yang kelelahan
membutuhkan tenaga dengan 2. monitor kelelahan fisik dan
kriteria hasil: emosional
1. kemudahan dalam 3. monitor pola dan jam tidur
melakukan aktivitas sehari- 4. monitor lokasi dan
hari dari skala 1 ke skala 5 ketidaknyamanan selama
2. kekuatan tubuh bagian atas melakukan aktivitas
dari skala 1 ke skala 5
3. kekuatan tubuh bagian Terapeutik
bawah dari skala 1 ke skala 1. Sediakan lingkungan nyaman
5 dan rendah stimulus (mis.
4. saturasi oksigen dari skala 1 Cahaya, suara, kunjungan)
ke skala 5 2. Lakukan latihan rentang gerak
Ket: pasif atau aktif
1 : Menurun 3. Berikan aktivitas distraksi yang
2 : Cukup Menurun menenangkan
3 : Sedang 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat
4 : Cukup Meningkat tidur, jika tidak dapat berpindah
5 : Meningkat atau berjalan

Edukasi
1. Anjurkan tirah abring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan
Gangguan Pola Tidur b.d Luaran Utama: Pola Tidur Intervensi Utama: Dukungan Tidur
Proses Penyakit (L.05045) (I.05174)

Setalah dilakukan tindakan Observasi


keperawatan diharapkan 1. Identifikasi pola aktivitas dan
keadekuatan dan kualitas tidur tidur
membaik dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor pengganggu
1. Keluhan sulit tidur dari tidur
skala 1 ke skala 5 3. Identifikasi makanan dan
2. Keluhan sering terjaga dari minuman yang mengganggu
skala 1 ke skala 5 tidur
3. Keluhan tidak puas tidur 4. Identifikasi obat tidur yang
dari skala 1 ke skala 5 dikonsumsi
Ket:
1 : Memburuk Terapeutik
2 : Cukup memburuk 1. Modifikasi lingkungan
3 : Sedang 2. Batasi waktu tidur siag
4 : Cukup membaik 3. Tetapkan jadwal tidur rutin
5 : Membaik 4. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan

Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
4. Ajarkan relaksasi otot autogenik
atau cara nonfarmakolgi lainnya
Daftar Pustaka

Arif Muttaqin dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Selemba Medika

As’adi, Muhammad, 2014, Serba serbi gagal ginjal. Jakarta: PT Gramedia

Depkes RI. 2014. Data Prevalensi Penyakit CKD.

Dinkes Jateng. 2012. Data Prevalensi Penyakit CKD.

Huda, Amin & kusuma Hardi 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Yogyakarta, Mediacton Jogja

Ledak, Adrianus. 2015. Gagal Ginjal Kronik. (online).


(https://www.academia.edu/6150034/Gagal Ginjal_Kronik). Diakses
tanggal 14 Februari2018.

Mubarak & Chayaning, 2014, Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta:
EGC

Wilkinson M, Judith, dan Ahern R, Nancy. 2012. Buku saku diagnosa


keperawatan. (Edisi 9). Jakarta: EGC.

You might also like