Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa K
Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa K
Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa K
php/harvester
Volume 6 , No 1, Juni 2021;(55-67) e-ISSN2685-0834,p-ISSN2302-9498
Yunianto
Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu, Indonesia
e-mail: petrusyunianto@gmail.com
Abstrak: Pada umumnya persoalan misi masa kini adalah berkenaan dengan penekanan
yang berat sebelah kepada salah satu sisi. Yang satu menekankan dan mempertahankan
pada konteks bidang kemanusiaan dengan segala persoalan dan tantangannya sehingga
cenderung mengabaikan teks. Sedangkan yang lain terpaku pada teks dan mengabaikan
konteks. Tidak dapat dipungkiri bahwa paradigma misi akan memengaruhi dan
PENDAHULUAN
Covid-19 muncul pertama kali di kota Wuhan akhir tahun 2019 yang akhirnya
menyebar ke seluruh dunia. Penyebaran covid-19 telah menyita perhatian dunia,
termasuk Indonesia. Dampak yang ditimbulkan dari penyebaran virus tersebut tidak
hanya memengaruhi kesehatan masyarakat, namun turut menggoncang perekonomian
dunia. Hampir seluruh perekonomian cdunia mengalami tekanan berat.1 Hal ini juga
dikemukakan oleh Setiawan, Stevanus dan Purwoto di dalam penelitiannya mengatakan
bahwa pandemi covid-19 telah menjadi problematika global-mendunia saat ini.
Penyebaran virus ini telah menyebabkan berbagai krisis, baik di bidang kesehatan,
ekonomi, politik maupun keagamaan.2 Jadi, penyebaran covid-19 telah menjadi isu
global di seluruh dunia yang berdampak pada semua aspek kehidupan manusia.
Berkaitan dengan pelbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia,
pertanyaan yang hendak dijawab di sini, adalah bagaimana misi gereja dilaksanakan di
tengah-tengah realitas sosial dalam konteks yang relevan dengan Indonesia sekarang ini.
Kenyataan dijumpai sekarang ini pun, kaum evangelikal semakin yakin bahwa mereka
1
Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis Stevanus, “Pentingnya Peran Media Sosial
Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi Covid-19,” HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan
Kristen, Vo.5, no. 2 (2020): 86–104.
2
David Eko Setiawan, Kalis Stevanus, and Purwoto, “Gambaran Persepsi Pejabat Gereja Bethel
Injil Sepenuh (GBIS) Majelis Daerah Jawa Tengah Tentang Pandemi Covid-19 Dan Implikasinya Bagi
Pelayanan Gerejawi,” KHARISMA: JURNAL ILMIAH TEOLOGI Vol.1, no. 2 (2020): 89–116,
http://jurnalsttkharisma.ac.id/index.php/Kharis.
harus melibatkan diri di dalam masalah-masalah sosial yang dihadapi manusia tanpa
“mengecilkan” prioritas pewartaan Injil tentang keselamatan individu. Mereka prihatin
akan kebutuhan manusia yang seutuhnya, karena teladan Yesus Kristus, kasih-Nya yang
mendorong, dan tantangan dari warisan injili mereka. Mengenai hubungan antara
penginjilan dan isu-isu sosial, salah satu dari empat harapan Billy Graham di dalam
acara pembukaan konsultasi misi Internasional sedunia di Lausanne, Switzerland tahun
1974 yang dikutip Lumintang adalah menetapkan hubungan antara penginjilan dan
tanggung jawab sosial.3 Dengan kata lain, kini kaum evangelikal mulai memandang
misi secara integratif dan holistik. Misi bukan hanya dipahami sebagai penginjilan
(keselamatan individu) dan pertumbuhan gereja, melainkan juga misi adalah tanggung
jawab sosial, yakni sebagai upaya terlibat dalam persoalan-persoalan sosial dan
kemanusiaan yang diawali oleh usaha penginjilan.
Dengan memerhatikan realitas situasi sosial yang ada di Indonesia maka
sebaiknya gereja-gereja di Indonesia mampu untuk mengetrapkan misi Allah untuk
menjangkau mereka yang menderita dengan memerhatikan situasi sosial di tengah
masyarakat.4 Inilah yang mendorong tulisan ini untuk mengangkat isu bagaimana gereja
menjalankan misinya di tengah-tengah realitas sosial yang ada.
METODE PENELITIAN
Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan mengenai pentingnya
gereja-gereja di Indonesia melakukan kajian ulang atau rekonstruksi paradigma dan
sikap misinya dengan memerhatikan realitas sosialnya sehingga misi Tuhan dapat
menyentuh manusia dalam segala aspek pergumulannya. Karena itu, penulis memilih
menggunakan pendekatan kualitatif. Sebagaimana dikemukakan Ardianto, penelitian
kualitatif lebih menekankan pada pengamatan fenomena dan lebih meneliti kepada
substansi makna dari fenomena tersebut.5 Selain itu, penulis juga akan menggunakan
kajian pustaka, yaitu dengan menanfaatkan literatur baik berupa buku-buku, jurnal dan
bacaan lain yang masih relevan dengan topik pembahasan dan disajikan secara
3
Stevri Lumintang, Misiologia Kontemporer (Batu Malang: YPPII, 2006),25
4
Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis Stevanus, “Pentingnya Peran Media Sosial
Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi Covid-19,” HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan
Kristen, Vo.5, no. 2 (2020): 86–104.
5
Yoni Ardianto, “Memahami Metode Penelitian Kualitatif,” Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) (2019), https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-Metode-
Penelitian-Kualitatif.html#:~:text=Metode.
6
Kalis Stevanus, Panggilan Teragung: Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan
Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi (Yogyakarta: Andi Offset, 2019),79.
7
Lumintang, Misiologia Kontemporer, 113
8
David Bosch, Transformasi Misi Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),41
9
B.E. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),248
10
Samuel Benyamin Hakh, Pemberitaan Tentang Yesus Menurut Injil Sinoptik (Bandung: Jurnal
Info Media, 2008),58.
11
Kalis Stevanus, “Karya Kristus Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Non-Kristen,” Fidei:
Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol.3, no. 1 (2020): 1–19.
12
Kees de Jong, “MISIOLOGI DARI PERSPEKTIF TEOLOGI KONTEKSTUAL,” Gema
Teologi Vol.31, no. 2 (2007): 1–11.
13
Bosch, Transformasi Misi Kristen.
14
Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia (Yogjakarta: Taman
Pustaka Kristen, 2008),5
15
Ibid.8
16
Jong, “MISIOLOGI DARI PERSPEKTIF TEOLOGI KONTEKSTUAL.”
17
Krisis yang dimaksudkan adalah suatu keadaan yang mengkuatirkan yang dapat merugikan
atau berakibat negatif.
Yesus sendiri menujukkan misi-Nya itu merangkumi seluruh aspek kehidupan manusia,
bukan misi eksklusif tapi utuh (holistik).18 Memang sudah cukup banyak gereja-gereja
yang menggalang usaha-usaha tersebut. Maksud tulisan ini agar usaha-usaha tersebut
perlu ditingkatkan dan diintensifkan.
Gereja sebagai bagian dari anggota masyarakat memiliki tanggung jawab sosial
terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Indonesia saat
ini, selain situasi pandemi covid-19 ini yang berdampak terutama pada krisis ekonomi,
juga ada persoalan lain yang dihadapi bangsa Indonesia, seperti suburnya sikap
intoleransi, maraknya tindakan terorisme, kekerasan (anarkhis) yang dapat merusak
sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Persoalan-persoalan aktual ini
mau tidak mau seharusnya mendorong gereja-gereja di Indonesia mengadakan
rekontruksi ulang paradigma dan sikap missionernya. Arifianto dan Stevanus
menyatakan bahwa kenyataan ini harus mengubah paradigma dan praktik misi gereja-
gereja di Indonesia.19
Bagaimanakah seharusnya gereja-gereja di Indonesia bersaksi dan bermisi dalam
konteks Indonesia masa kini yang begitu majemuk dan terus berubah, dan yang harus
menghadapi berbagai tantangan seperti bencana alam, kemiskinan, korupsi, konflik, dan
kekerasan serta mengemukanya gejala intoleransi. Penulis sependapat dengan apa yang
diungkapkan de Jong, jika gereja-gereja lokal di Indonesia benar-benar mau bersifat
misioner dalam konteks Indonesia, maka ada beberapa unsur inti misi atau penginjilan
yang harus diperhatikan, antara lain kemiskinan, hubungan antara agama dan dialog
dengan kebudayaan.20
Menghadapi situasi di Indonesia sekarang ini, tidak ada cara lain selain
memahami kembali konsep misi dan praktik misi yang sesuai dengan konteks Indonesia
sekarang. Itu sebabnya gereja-gereja di Indonesia pun harus perlunya melakukan
rekonstruksi misi paradigma dan praktik misi, sebab paradigma misi yang lama
kemudian menjadi tidak relevan dalam konteks Indonesia sekarang ini. Pemahaman
18
Kalis Stevanus, "Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini
Menurut Injil Sinoptik”, Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol.1, no. 2 (2018): 284–298.
19
Yonatan Alex Arifianto and dan Kalis Stevanus, “Membangun Kerukunan Antarumat
Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi Kristen,” HUPĒRETĒS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
Vol.2, no. 1 (2020): 39–51.
20
Jong, “MISIOLOGI DARI PERSPEKTIF TEOLOGI KONTEKSTUAL.”
misi harus bersifat dinamis dan terbuka untuk dikoreksi menyesuaikan kebutuhan di
tengah-tengah masyarakat di mana gereja hadir di situ.
Sebab itu, gereja-gereja di Indonesia dan misinya tidak boleh mengabaikan
begitu saja terhadap masalah-masalah sosial, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Misi
gereja juga ditantang untuk dipahami secara baru dalam konteks sosial, budaya, dan
politik di Indonesia. Bagaimana menunaikan tugas panggilan misi dari Tuhan dalam
konteks Indonesia, menurut hemat penulis, gereja-gereja di Indonesia perlu mengenali
dan berminat untuk memandang misi secara kontekstual, yaitu misi yang mencakup
kebutuhan manusia secara utuh, baik jasmani, jiwani dan rohani. Mungkin tidak semua
gereja, tapi sebagian besar gereja di Indonesia masih melihat dan memahami gereja
sebagai lembaga kerohanian saja yang tidak perlu mengurusi soal-soal “duniawi”,
umpamanya masalah-masalah sosial, ekonomi, korupsi, lingkungan hidup, kebudayaan,
politik dan sebagaianya. Nampak ada ‘dikotomi’ yakni pemisahan antara yang rohani
dan yang jasmani atau duniawi serta segala implikasinya sehingga telah menumbuhkan
misi eksklusif di mana gereja hanya berurusan dengan soal-soal rohani saja.
Widi Artanto
Artanto menyatakan bahwa paradigma misi gereja perlu dirumuskan atau re-
interpretasi dalam era tententu sehingga menghasilkan teknik-teknik misi yang relevan.
Dengan kata lain, Artanto memahami bahwa paradigma misi gereja akan selalu
mengalami pergeseran oleh perubahan paradigma teologinya. 22
21
Edmund Woga, Misi, Misiologi, Dan Evangelisasi Di Indonesia (Yogyakarta: penerbit
Kanisius, 2009),184
22
Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia.25
Stevri Lumintang
Apa yang dikemukakan Woga di atas, juga diutarakan Lumintang, bahwa
penekanan pada salah satu sisi, pasti membuahkan pemikiran yang sempit dan berat
sebelah, yaitu misi yang tidak relevan dengan kebutuhan dunia. Inilah persoalan
misiologi pada masa kini, yaitu persoalan mempertemukan secara integratif antara teks,
konteks dan komunitas.23
van Engelen
Pernyataan Engelen yang dikutip David Bosch memberikan definisi misi yang
utuh, yaitu misi Kristen semestinya dipahami sebagai usaha untuk menghubungkan
peristiwa Yesus yang selalu relevan dari dua puluh abad yang lalu dengan pemerintahan
yang dijanjikan Allah melalui inisiatif-inisitiaf yang bermakna untuk masa kini dan di
sini.24
Y.B. Mangunwijaya
Mangunwijaya mengatakan bahwa gereja missioner di Indonesia harus didasari
bahwa iman, pengharapan, dan kasih bukan hanya berlaku di dalam intern Gerejawi,
melainkan harus berdimensi luas menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat secara
konkret dan kontekstual.25
Kees de Jong
De Jong menekankan pentingnya memahami misi Kristen secara luas, bukan
pada tafsiran sempit dari Amanat Agung dalam Matisu 28:16-20, sehingga misi
terkesan eksklusif di mana metode-metode misi hanya sebagai alat-alat untuk menarik
sebanyak mungkin orang untuk ‘bertobat’ dan masuk dalam gereja melalui
pembaptisan, menjadi Kristen dan secara itu diselamatkan. Praktik misi disebabkan
karena pemahaman pada zaman itu para misionaris sungguh-sungguh prihati terhadap
keselamatan orang-orang yang masing dianggap sebagai orang ‘kafir’. De Jong
menyatakan bahwa misi gereja masa kini perlu melakukan perubahan paradigma
23
Lumintang, Misiologia Kontemporer, 44
24
Bosch, Transformasi Misi Kristen, 35
25
Y.B. Mangunwijaya, “Pengantar”, Dalam Kepedulian Sosial Gereja, Ed.Eduard R. Dopo
(Yogjakarta: Kanisius, 1993),ix
26
Jong, “MISIOLOGI DARI PERSPEKTIF TEOLOGI KONTEKSTUAL.”
27
Ailsa C.H. Barker Wirawan, Jemaat Misioner (Jakarta: Bina kasih/OMF, 2011),190
Implementasi Teologis
Terkadang dijumpai pelayanan sosial dijadikan “alat” untuk mengkristenkan
orang, yaitu untuk menjadikan orang yang bukan Kristen menjadi Kristen atau menjadi
anggota gereja tertentu. Konsep semacam ini adalah keliru dan harus diluruskan.
Pemberitaan Injil seharusnya yang utama adalah dilandaskan pada “spirit” atau cinta
kasih Allah agar mereka yang terhilang dalam dosa beroleh keselamatan melalui iman
kepada Tuhan Yesus. Setiap aktivitas misi Kristen yang tidak dilandasi pada cinta kasih
yang murni terhadap sesama boleh dikatakan suatu perbuatan yang menodai citra Allah
sendiri. Dengan demikian, perbuatan belas kasih (kepedulian sosial) merupakan
perwujudan misi Kristen. Masalah-masalah sosial harus diperlakukan sebagai masalah
teologis.
Implementasi Praktis
Gereja perlu melakukan evaluasi terhadap pardigma dan praktik misinya
sehingga tidak terjebak pada paradigma misi yang sempit dan dangkal. Gereja harus
melakukan pendekatan misi secara kontekstual yang komprehensif di mana titik
tolaknya mengacu pada persoalan konkret di masyarakat di mana Gereja berada dan di
mana Allah juga hadir di dalamnya. Kemudian pihak Gereja perlu aktif melibatkan diri
dan berpihak pada masyarakat yang tak berdaya atau yang membutuhkan uluran tangan.
KESIMPULAN
Dari paparan pembahasan, pertama adalah secara teoritis dapat dikatakan bahwa
gereja di mana pun berada harus tetap taaat dan teguh serta setia menjalankan misio Dei.
Misi bukanlah produk gereja, tapi berasal dari Allah sendiri. Kedua, adalah secara
praktis, gereja harus terlibat aktif dalam masalah-masalah sosial yang dihadapi
masyarakat di mana gereja hadir sesuai kemampuan yang dimilikinya. Misi itu tidak
hanya tugas dari gereja sebagai institusi, misalnya bagian komisi marturia, tetapi setiap
anggota gereja atau warga jemaat dipanggil untuk tugas itu. Misi Allah membutuhkan
keterlibatan atau partisipasi semua anggota gereja. Akan tetapi, ada hal yang tidak boleh
dilupakan bahwa misi itu harus diimplementasikan sesuai konteks sosial di mana gereja
hadir. Maksudnya gereja harus terus menggumuli dan mencari strategi untuk dapat
melaksanakan misi dalam konteks masing-masing. Sebenarnya sudah cukup banyak
gereja-gereja di Indonesia yang terlibat dalam pelayanan misi inklusif. Justru gereja
sangat mengedepankan konteks sosial agar tidak terjadi benturan horisontal dalam
pelaksanaan misi tersebut. Sebab itu gereja tidak boleh melalaikan peran aktifnya di
bidang kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara sehingga memberikan pengaruhnya
yang positif, yakni menjadi terang dan garam dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Moga tulisan ini dapat menjadi pemantik untuk diskusi dan bahan kajian
penelitian selanjutnya tentang paradigma misi gereja di Indonesia dengan tujuan untuk
menghadirkan misi Kristen yang semakin terlibat dalam pengembangan manusia dan
masyarakat Indonesia yang seutuhnya. Itu sebabnya, misi gereja tidak boleh
mengabaikan konteks Indonesia dan kepentingan seluruh masyarakat di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Yoni. “Memahami Metode Penelitian Kualitatif.” Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) (2019).
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-Metode-
Penelitian-Kualitatif.html#:~:text=Metode.
Arifianto, Yonatan Alex, and dan Kalis Stevanus. “Membangun Kerukunan Antarumat
Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi Kristen.” HUPĒRETĒS: Jurnal Teologi
dan Pendidikan Kristen Vol.2, no. 1 (2020).
Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogjakarta: Taman
Pustaka Kristen, 2008.
Bosch, David. Transformasi Misi Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Drewes, B.E. Satu Injil Tiga Pekabar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Jong, Kees de. “MISIOLOGI DARI PERSPEKTIF TEOLOGI KONTEKSTUAL.”
Gema Teologi Vol.31, no. 2 (2007).
Lumintang, Stevri. Misiologia Kontemporer. Batu Malang: YPPII, 2006.
Mangunwijaya, Y.B. “Pengantar”, Dalam Kepedulian Sosial Gereja, Ed.Eduard R.
Dopo. Yogjakarta: Kanisius, 1993.
Samuel Benyamin Hakh. Pemberitaan Tentang Yesus Menurut Injil Sinoptik. Bandung:
Jurnal Info Media, 2008.
Setiawan, David Eko, Kalis Stevanus, and Purwoto. “Gambaran Persepsi Pejabat Gereja
Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Majelis Daerah Jawa Tengah Tentang Pandemi