Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa K

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Available at: http://e-journal.sttharvestsemarang.ac.id/index.

php/harvester
Volume 6 , No 1, Juni 2021;(55-67) e-ISSN2685-0834,p-ISSN2302-9498

Misi Gereja Dalam Realitas Sosial Indonesia Masa Kini


Av ailable at: http://e-journal.sttharvestsemarang.ac.id/index.php/harvester

Volume 5 , No 2, Desember 2020;(73-85) e-ISSN2685-0834,p-ISSN2302-9498


Kalis Stevanus
Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu, Indonesia
e-mail: kalisstevanus91@gmail.com

Yunianto
Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu, Indonesia
e-mail: petrusyunianto@gmail.com

Abstract: In general, the problem of mission today is related to a one-sided emphasis on


one side. One emphasizes and maintains the context of the humanitarian field with all
its problems and challenges so that it tends to ignore the text. While others are fixated
on the text and ignore the context. It is undeniable that the mission paradigm will
influence and determine its missionary practice. This paper is intended to contribute
theoretically about the importance of reconstructing the Church's mission paradigm
that is relevant to the context of today's Indonesia, and practically the churches in
Indonesia can implement an applicable form of mission by taking part in alleviating the
concrete problems faced. by the community according to the capabilities of the church
members. By using a qualitative approach, namely a literature study, the author will
describe descriptively about the foundation of Christian mission and the urgency of
conducting a review or updating of the understanding and practice of its mission in the
current concrete situation. It was concluded that the mission of the church must still be
carried out but in its implementation it must pay attention to the social situation in the
community. Because the mission of the church without paying attention to the context of
its recipients will find difficulties and even failures in carrying out God's will as the
light and salt of the world. This means that the strategy or technique of the church's
mission must be implemented according to the current context in which the church is
present.

Keywords: Indonesia; the mission paradigm; social reality.

Abstrak: Pada umumnya persoalan misi masa kini adalah berkenaan dengan penekanan
yang berat sebelah kepada salah satu sisi. Yang satu menekankan dan mempertahankan
pada konteks bidang kemanusiaan dengan segala persoalan dan tantangannya sehingga
cenderung mengabaikan teks. Sedangkan yang lain terpaku pada teks dan mengabaikan
konteks. Tidak dapat dipungkiri bahwa paradigma misi akan memengaruhi dan

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 55


Kalis Stevanus, Yunianto: Misi Gereja dalam Realitas…

menentukan praktik misionernya. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan


kontribusi secara teoritis tentang pentingnya melakukan rekonstruksi kembali
paradigma misi gereja yang relevan dengan konteks Indonesia masa kini, dan secara
praktis gereja-gereja di Indonesia dapat mengimplementasikan bentuk misi yang
aplikatif dengan turut mengambil bagian dalam mengentaskan persoalan-persoalan
konkrit yang dihadapi oleh masyarakat sesuai kemampuan yang dimiliki oleh warga
gereja. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu studi kepustakaan, penulis
akan menguraikan secara deskriptif tentang landasan misi Kristen dan urgensinya
melakukan kajian ulang atau meng-update terhadap pemahaman dan praktik misinya
dalam situasi konkrit sekarang. Disimpulkan bahwa misi gereja harus tetap dilakukan
namun dalam pelaksanaannya harus memerhatikan situasi sosial di tengah masyarakat.
Sebab misi gereja tanpa memerhatikan konteks penerimanya akan menemui kesulitan
bahkan kegagalan dalam menjalankan kehendak Tuhan sebagai terang dan garam dunia.
Hal ini berarti bahwa strategi atau teknik misi gereja harus diimplementasikan sesuai
konteks kekinian di mana gereja hadir.

Kata Kunci: Indonesia; Paradigma Misi; Realitas Rosial.

PENDAHULUAN
Covid-19 muncul pertama kali di kota Wuhan akhir tahun 2019 yang akhirnya
menyebar ke seluruh dunia. Penyebaran covid-19 telah menyita perhatian dunia,
termasuk Indonesia. Dampak yang ditimbulkan dari penyebaran virus tersebut tidak
hanya memengaruhi kesehatan masyarakat, namun turut menggoncang perekonomian
dunia. Hampir seluruh perekonomian cdunia mengalami tekanan berat.1 Hal ini juga
dikemukakan oleh Setiawan, Stevanus dan Purwoto di dalam penelitiannya mengatakan
bahwa pandemi covid-19 telah menjadi problematika global-mendunia saat ini.
Penyebaran virus ini telah menyebabkan berbagai krisis, baik di bidang kesehatan,
ekonomi, politik maupun keagamaan.2 Jadi, penyebaran covid-19 telah menjadi isu
global di seluruh dunia yang berdampak pada semua aspek kehidupan manusia.
Berkaitan dengan pelbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia,
pertanyaan yang hendak dijawab di sini, adalah bagaimana misi gereja dilaksanakan di
tengah-tengah realitas sosial dalam konteks yang relevan dengan Indonesia sekarang ini.
Kenyataan dijumpai sekarang ini pun, kaum evangelikal semakin yakin bahwa mereka

1
Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis Stevanus, “Pentingnya Peran Media Sosial
Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi Covid-19,” HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan
Kristen, Vo.5, no. 2 (2020): 86–104.
2
David Eko Setiawan, Kalis Stevanus, and Purwoto, “Gambaran Persepsi Pejabat Gereja Bethel
Injil Sepenuh (GBIS) Majelis Daerah Jawa Tengah Tentang Pandemi Covid-19 Dan Implikasinya Bagi
Pelayanan Gerejawi,” KHARISMA: JURNAL ILMIAH TEOLOGI Vol.1, no. 2 (2020): 89–116,
http://jurnalsttkharisma.ac.id/index.php/Kharis.

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 56


HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, Vo l6, No 1, (Juni 2021)

harus melibatkan diri di dalam masalah-masalah sosial yang dihadapi manusia tanpa
“mengecilkan” prioritas pewartaan Injil tentang keselamatan individu. Mereka prihatin
akan kebutuhan manusia yang seutuhnya, karena teladan Yesus Kristus, kasih-Nya yang
mendorong, dan tantangan dari warisan injili mereka. Mengenai hubungan antara
penginjilan dan isu-isu sosial, salah satu dari empat harapan Billy Graham di dalam
acara pembukaan konsultasi misi Internasional sedunia di Lausanne, Switzerland tahun
1974 yang dikutip Lumintang adalah menetapkan hubungan antara penginjilan dan
tanggung jawab sosial.3 Dengan kata lain, kini kaum evangelikal mulai memandang
misi secara integratif dan holistik. Misi bukan hanya dipahami sebagai penginjilan
(keselamatan individu) dan pertumbuhan gereja, melainkan juga misi adalah tanggung
jawab sosial, yakni sebagai upaya terlibat dalam persoalan-persoalan sosial dan
kemanusiaan yang diawali oleh usaha penginjilan.
Dengan memerhatikan realitas situasi sosial yang ada di Indonesia maka
sebaiknya gereja-gereja di Indonesia mampu untuk mengetrapkan misi Allah untuk
menjangkau mereka yang menderita dengan memerhatikan situasi sosial di tengah
masyarakat.4 Inilah yang mendorong tulisan ini untuk mengangkat isu bagaimana gereja
menjalankan misinya di tengah-tengah realitas sosial yang ada.

METODE PENELITIAN
Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan mengenai pentingnya
gereja-gereja di Indonesia melakukan kajian ulang atau rekonstruksi paradigma dan
sikap misinya dengan memerhatikan realitas sosialnya sehingga misi Tuhan dapat
menyentuh manusia dalam segala aspek pergumulannya. Karena itu, penulis memilih
menggunakan pendekatan kualitatif. Sebagaimana dikemukakan Ardianto, penelitian
kualitatif lebih menekankan pada pengamatan fenomena dan lebih meneliti kepada
substansi makna dari fenomena tersebut.5 Selain itu, penulis juga akan menggunakan
kajian pustaka, yaitu dengan menanfaatkan literatur baik berupa buku-buku, jurnal dan
bacaan lain yang masih relevan dengan topik pembahasan dan disajikan secara

3
Stevri Lumintang, Misiologia Kontemporer (Batu Malang: YPPII, 2006),25
4
Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis Stevanus, “Pentingnya Peran Media Sosial
Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi Covid-19,” HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan
Kristen, Vo.5, no. 2 (2020): 86–104.
5
Yoni Ardianto, “Memahami Metode Penelitian Kualitatif,” Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara (DJKN) (2019), https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-Metode-
Penelitian-Kualitatif.html#:~:text=Metode.

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 57


Kalis Stevanus, Yunianto: Misi Gereja dalam Realitas…

deskriptif. Selanjutnya penulis menganalisisnya dengan mencermati beberapa teks


Alkitab dan mendeskripsikan secara mendalam serta mengaplikasinya dalam kehidupan
bermisi saat ini.

PEMBAHASAN DAN HASIL


Landasan Teologis Misi Kristen
Alkitab menyatakan bahwa misi Kristen itu ditujukan kepada semua manusia
tanpa membedakan perbedaan etnis dan latar belakang sosial di dalamnya (Mat.28:19-
20). Untuk itulah Tuhan Yesus menganugerahkan umat-Nya kuasa untuk menjadi saksi-
Nya sampai ke ujung bumi (Kis.1:8).6 Dikemukakan Lumintang bahwa perintah untuk
melakukan misi Tuhan Yesus tersebut sebagaimana dicatat salah satunya di kitab Injil
Matius 28:19-20 adalah perintah meninggalkan, melintasi batas sosial, rasial, kultural,
geografis. Sebenarnya sangat jelas bahwa misi Tuhan Yesus adalah misi yang sifatnya
“inklusif”, artinya terbuka untuk semua orang tanpa mengenal latar belakang apapun.7
Juga dikatakan Bosch bahwa sifat misi Tuhan Yesus adalah misi yang sifatnya inklusif.
Misi-Nya adalah misi yang melenyapkan keterasingan, misi yang melintasi batas-batas
antara individu dan kelompok.8
Drewes menyatakan sebenarnya juga sebelum perintah mengabarkan Injil di
dalam Matius pasal 28, telah ada kontak antara Tuhan Yesus dan bangsa-bangsa lain.
Juga sebelum kebangkitan-Nya, menjadi jelas bahwa maksud tujuan Allah meliputi
segala bangsa. Hal ini sesuai dengan Perjanjian Lama, di mana Abraham dipilih untuk
menjadi berkat bagi segala bangsa (Kej.12:1-3). Dalam kehidupan Tuhan Yesus,
perspektif ini nyata, di mana titik tolak pelayanan Tuhan Yesus disebut kota
Kapernaum, yang terletak di “Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain” (Mat.4:13-16).
Galilea adalah merupakan daerah Yahudi, tetapi bukan pusat daerah Yahudi seperti
daerah Yudea dengan kota Yerusalem. Galilea dekat dengan daerah bangsa-bangsa yang
bukan Yahudi (Band. Mat. 15:24, Mrk. 7:27). Kapernaum dan Galilea digambarkan oleh
Matius sebagai tempat yang terbuka bagi manusia dari bangsa-bangsa yang bukan
Israel. Dan sesudah kebangkitan-Nya, terbukalah jalan bagi segala bangsa untuk

6
Kalis Stevanus, Panggilan Teragung: Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan
Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi (Yogyakarta: Andi Offset, 2019),79.
7
Lumintang, Misiologia Kontemporer, 113
8
David Bosch, Transformasi Misi Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),41

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 58


HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, Vo l6, No 1, (Juni 2021)

menjadi bagian dari umat Allah (Mat.28:18-20). Dengan demikian terpenuhilah


pengharapan akan keselamatan bagi bangsa-bangsa seperti yang dinubuatkan oleh para
nabi (Yes.2:2-3; band. Mi.4:1-2; Zak.8:22-23).9
Hakh menyoroti misi Tuhan Yesus juga ditujukan kepada dunia bangsa-bangsa
lain. Hal itu nyata di dalam Injil Sinoptik. Injil Sinoptik melaporkan bahwa Tuhan
Yesus memiliki perhatian yang cukup besar terhadap misi kepada semua bangsa. Ia
tidak hanya melaksanakan misi-Nya atau memberitakan Kerajaan Allah kepada bangsa-
Nya sendiri, yaitu bangsa Israel, tetapi Ia juga melintasi batas bangsa-Nya pergi ke
daerah yang bukan Yahudi untuk memberitakan Injil dan melakukan mujizat. 10 Dengan
kata lain, dapat ditarik simpulan bahwa Tuhan Yesus, menurut Injil Sinoptik, Ia
memiliki perhatian yang cukup besar terhadap misi kepada dunia bangsa-bangsa bukan
Yahudi. Perhatian itu Ia wujudkan tidak hanya dengan memberitakan Injil Kerajaan
Allah dan melakukan mujizat bagi orang-orang bukan Yahudi yang datang kepada-Nya,
tetapi lebih dari itu Ia menyeberangi daerah Palestina dan memasuki daerah bangsa kafir
untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah. Dan semua umat Kristen apapun denominasi
gerejanya, dipanggil untuk menaati perintah missioner tersebut.11
Ditegaskan oleh de Jong, seorang Misiolog Barat yang sudah lama mengabdi di
Indonesia, mengatakan bahwa misi adalah unsur ‘inti’ gereja. Suatu gereja yang tidak
misioner, sebenarnya tidak boleh menyebut diri lagi sebagai gereja. Dan para anggota
gereja harus turut serta bersama Allah dalam pembangun Kerajaan Allah.12 Bosch juga
menyatakan serupa, bahwa gereja ada, karena ada misi, bukan sebaliknya. Berpartisipasi
dalam misi berarti berpartisipasi dalam gerakan cinta kasih Allah ke bangsa-bangsa.
Bosch memandang misi itu dilihat sebagai gerakan dari Allah ke dunia. Gereja sebagai
‘alat’ bagi misi itu. 13 Sebab itu, semua anggota gereja perlu didorong terlibat aktif atau
berpartisipasi di dalam Missio Dei.

9
B.E. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001),248
10
Samuel Benyamin Hakh, Pemberitaan Tentang Yesus Menurut Injil Sinoptik (Bandung: Jurnal
Info Media, 2008),58.
11
Kalis Stevanus, “Karya Kristus Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Non-Kristen,” Fidei:
Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol.3, no. 1 (2020): 1–19.
12
Kees de Jong, “MISIOLOGI DARI PERSPEKTIF TEOLOGI KONTEKSTUAL,” Gema
Teologi Vol.31, no. 2 (2007): 1–11.
13
Bosch, Transformasi Misi Kristen.

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 59


Kalis Stevanus, Yunianto: Misi Gereja dalam Realitas…

Urgensi Rekontruksi Paradigma dan Praktik Misi Gereja dalam Konteks


Indonesia Sekarang
Dijumpai adanya suatu krisis yang dialami gereja-gereja pada masa kini di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Krisis dalam misi inilah yang menurut Artanto
makin menunjukkan pentingnya suatu usaha membangun kembali paradigma misi
gereja.14 Usaha untuk membangun kembali konsep dan pemahanan mengenai misi
menjadi relevan, karena misi gereja saat ini sedang mengalami krisis. Krisis di sini
adalah suatu keadaan yang mengkuatirkan yang dapat berakibat negatif atau merugikan
gereja sendiri. Artanto menjelaskan, bilan gereja terperangkap di dalam sikap eksklusif
dan hidup untuk dirinya sendiri saja dengan kesibukan-kesibukan ke dalam, untuk
kepentingan anggota-anggotanya tanpa keterlibatan yang cukup dalam tanggung jawab
sosial di mana gereja hadir di sana.15 Itulah yang disebut keadaan krisis.
Perubahan paradigma dan praktik misi gereja masa kini, juga dibenarkan oleh de
Jong. Adanya kenyataan bahwa sekarang ini gereja-gereja lokal di Indonesia mulai
mencari bagaimana mereka benar-benar dapat mewujudkan dimensi misioner gereja
dalam konteks di mana mereka hadir.16
Dalam konteks di Indonesia kenyataan semangat eksklusif usaha misi gereja ini
pada umumnya dipegang teguh oleh kelompok aliran Pentakostal atau Karismatik
maupun Injili, sehingga dalam pengetrapan misi mereka dapat dikatakan masih kurang
bahkan ada yang tidak mempertimbangkan konteks masyarakat Indonesia. Konteks
Indonesia yang pluralis dan diwarnai dengan pelbagai masalah seperti kemiskinan
belum mendapat tempat dan perhatian dalam paradigma dan semangat misi eksklusif
yang diwarisi gereja-gereja Indonesia. Yang dimaksudkan misi eksklusif di sini adalah
usaha misi yang hanya menekankan Pekabaran Injil dengan tujuan pertambahan jumlah
orang Kristen. Bila sikap dan semangat misi yang eksklusif itu tetap dipertahankan,
maka misi gereja-gereja di Indonesia dapat dikatakan sedang dalam krisis. Paling tidak
krisis dalam pemahaman yang pada gilirannya sangat memengaruhi pelaksanaan misi
gereja.17 Dijelaskan Stevanus, padahal nampak jelas dari teladan dari pelayanan Tuhan

14
Widi Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia (Yogjakarta: Taman
Pustaka Kristen, 2008),5
15
Ibid.8
16
Jong, “MISIOLOGI DARI PERSPEKTIF TEOLOGI KONTEKSTUAL.”
17
Krisis yang dimaksudkan adalah suatu keadaan yang mengkuatirkan yang dapat merugikan
atau berakibat negatif.

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 60


HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, Vo l6, No 1, (Juni 2021)

Yesus sendiri menujukkan misi-Nya itu merangkumi seluruh aspek kehidupan manusia,
bukan misi eksklusif tapi utuh (holistik).18 Memang sudah cukup banyak gereja-gereja
yang menggalang usaha-usaha tersebut. Maksud tulisan ini agar usaha-usaha tersebut
perlu ditingkatkan dan diintensifkan.
Gereja sebagai bagian dari anggota masyarakat memiliki tanggung jawab sosial
terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Indonesia saat
ini, selain situasi pandemi covid-19 ini yang berdampak terutama pada krisis ekonomi,
juga ada persoalan lain yang dihadapi bangsa Indonesia, seperti suburnya sikap
intoleransi, maraknya tindakan terorisme, kekerasan (anarkhis) yang dapat merusak
sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Persoalan-persoalan aktual ini
mau tidak mau seharusnya mendorong gereja-gereja di Indonesia mengadakan
rekontruksi ulang paradigma dan sikap missionernya. Arifianto dan Stevanus
menyatakan bahwa kenyataan ini harus mengubah paradigma dan praktik misi gereja-
gereja di Indonesia.19
Bagaimanakah seharusnya gereja-gereja di Indonesia bersaksi dan bermisi dalam
konteks Indonesia masa kini yang begitu majemuk dan terus berubah, dan yang harus
menghadapi berbagai tantangan seperti bencana alam, kemiskinan, korupsi, konflik, dan
kekerasan serta mengemukanya gejala intoleransi. Penulis sependapat dengan apa yang
diungkapkan de Jong, jika gereja-gereja lokal di Indonesia benar-benar mau bersifat
misioner dalam konteks Indonesia, maka ada beberapa unsur inti misi atau penginjilan
yang harus diperhatikan, antara lain kemiskinan, hubungan antara agama dan dialog
dengan kebudayaan.20
Menghadapi situasi di Indonesia sekarang ini, tidak ada cara lain selain
memahami kembali konsep misi dan praktik misi yang sesuai dengan konteks Indonesia
sekarang. Itu sebabnya gereja-gereja di Indonesia pun harus perlunya melakukan
rekonstruksi misi paradigma dan praktik misi, sebab paradigma misi yang lama
kemudian menjadi tidak relevan dalam konteks Indonesia sekarang ini. Pemahaman

18
Kalis Stevanus, "Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa Kini
Menurut Injil Sinoptik”, Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol.1, no. 2 (2018): 284–298.
19
Yonatan Alex Arifianto and dan Kalis Stevanus, “Membangun Kerukunan Antarumat
Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi Kristen,” HUPĒRETĒS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
Vol.2, no. 1 (2020): 39–51.
20
Jong, “MISIOLOGI DARI PERSPEKTIF TEOLOGI KONTEKSTUAL.”

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 61


Kalis Stevanus, Yunianto: Misi Gereja dalam Realitas…

misi harus bersifat dinamis dan terbuka untuk dikoreksi menyesuaikan kebutuhan di
tengah-tengah masyarakat di mana gereja hadir di situ.
Sebab itu, gereja-gereja di Indonesia dan misinya tidak boleh mengabaikan
begitu saja terhadap masalah-masalah sosial, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Misi
gereja juga ditantang untuk dipahami secara baru dalam konteks sosial, budaya, dan
politik di Indonesia. Bagaimana menunaikan tugas panggilan misi dari Tuhan dalam
konteks Indonesia, menurut hemat penulis, gereja-gereja di Indonesia perlu mengenali
dan berminat untuk memandang misi secara kontekstual, yaitu misi yang mencakup
kebutuhan manusia secara utuh, baik jasmani, jiwani dan rohani. Mungkin tidak semua
gereja, tapi sebagian besar gereja di Indonesia masih melihat dan memahami gereja
sebagai lembaga kerohanian saja yang tidak perlu mengurusi soal-soal “duniawi”,
umpamanya masalah-masalah sosial, ekonomi, korupsi, lingkungan hidup, kebudayaan,
politik dan sebagaianya. Nampak ada ‘dikotomi’ yakni pemisahan antara yang rohani
dan yang jasmani atau duniawi serta segala implikasinya sehingga telah menumbuhkan
misi eksklusif di mana gereja hanya berurusan dengan soal-soal rohani saja.

Pandangan Misiolog tentang Misi yang Relevan dalam Konteks Sosial


Edmund Woga
Woga menyatakan bahwa pemisahan total kehidupan rohani (religious) dari
urusan-urusan duniawi bertentangan dengan eksistensi manusia yang multidimensional,
yang temporal (kodrati/sekular) dan trans-temporal (adikodrati) dan karenanya
merongrong keseimbangan hidup serta keberadaan manusia dan dunia.21

Widi Artanto
Artanto menyatakan bahwa paradigma misi gereja perlu dirumuskan atau re-
interpretasi dalam era tententu sehingga menghasilkan teknik-teknik misi yang relevan.
Dengan kata lain, Artanto memahami bahwa paradigma misi gereja akan selalu
mengalami pergeseran oleh perubahan paradigma teologinya. 22

21
Edmund Woga, Misi, Misiologi, Dan Evangelisasi Di Indonesia (Yogyakarta: penerbit
Kanisius, 2009),184
22
Artanto, Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia.25

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 62


HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, Vo l6, No 1, (Juni 2021)

Stevri Lumintang
Apa yang dikemukakan Woga di atas, juga diutarakan Lumintang, bahwa
penekanan pada salah satu sisi, pasti membuahkan pemikiran yang sempit dan berat
sebelah, yaitu misi yang tidak relevan dengan kebutuhan dunia. Inilah persoalan
misiologi pada masa kini, yaitu persoalan mempertemukan secara integratif antara teks,
konteks dan komunitas.23

van Engelen
Pernyataan Engelen yang dikutip David Bosch memberikan definisi misi yang
utuh, yaitu misi Kristen semestinya dipahami sebagai usaha untuk menghubungkan
peristiwa Yesus yang selalu relevan dari dua puluh abad yang lalu dengan pemerintahan
yang dijanjikan Allah melalui inisiatif-inisitiaf yang bermakna untuk masa kini dan di
sini.24

Y.B. Mangunwijaya
Mangunwijaya mengatakan bahwa gereja missioner di Indonesia harus didasari
bahwa iman, pengharapan, dan kasih bukan hanya berlaku di dalam intern Gerejawi,
melainkan harus berdimensi luas menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat secara
konkret dan kontekstual.25

Kees de Jong
De Jong menekankan pentingnya memahami misi Kristen secara luas, bukan
pada tafsiran sempit dari Amanat Agung dalam Matisu 28:16-20, sehingga misi
terkesan eksklusif di mana metode-metode misi hanya sebagai alat-alat untuk menarik
sebanyak mungkin orang untuk ‘bertobat’ dan masuk dalam gereja melalui
pembaptisan, menjadi Kristen dan secara itu diselamatkan. Praktik misi disebabkan
karena pemahaman pada zaman itu para misionaris sungguh-sungguh prihati terhadap
keselamatan orang-orang yang masing dianggap sebagai orang ‘kafir’. De Jong
menyatakan bahwa misi gereja masa kini perlu melakukan perubahan paradigma

23
Lumintang, Misiologia Kontemporer, 44
24
Bosch, Transformasi Misi Kristen, 35
25
Y.B. Mangunwijaya, “Pengantar”, Dalam Kepedulian Sosial Gereja, Ed.Eduard R. Dopo
(Yogjakarta: Kanisius, 1993),ix

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 63


Kalis Stevanus, Yunianto: Misi Gereja dalam Realitas…

tentang konsep keselamatan rohani diganti dengan konsep bahwa unsur-unsur


keselamatan juga harus terlihat dan diwujudkan dalam dunia ini, dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain, gereja bukan hanya sebagai pemilik keselamatan, tetapi
juga sebagai tanda keselamatan dalam dunia ini.26
Dengan memerhatikan situasi sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat, akan
membantu usaha Gereja-gereja khususnya di Indonesia bagaimana memahami dan
melaksanakan misi dalam pelbagai era dalam konteks yang berubah-rubah. Selain hal
itu, juga akan menolong Gereja-gereja pada masa kini untuk memiliki pandangan yang
lebih mendalam tentang bagaimana Gereja pada masa kini harus memberi arti atau
mengintepretasikan misi pada masa kini dalam situasi konkret.
Olehnya Gereja harus bersaksi dan melayani serta melaksanakan Missio Dei
dengan turut serta terlibat dalam kepedulian sosial. Missio Dei tidak mungkin
dijalankan oleh Gereja di Indonesia bila di dalam kehidupan Gereja itu sendiri masih
terdapat pandangan dualistis yang memisahkan kehidupan Gereja (kerohanian) dan
masyarakat (duniawi). Gereja harus membina umatnya agar mereka menyadari relasi
gereja dan masyarakat sebagai dua dimensi dari satu realitas kehidupan Kristen.
Masalah kemasyarakatan entah itu kemiskinan, ketidakadilan, korupsi, pencemaran
lingkungan, dan isu-isu sosial lainnya harus dilihat sebagai bagian dari misi Kristen
sebagai wujud cinta kasih kepada sesama.
Gereja masa kini perlu melihat gereja mula-mula mengenai misi dalam
hubungannya dengan rencana Allah bagi penyelamatan manusia, yakni gereja sebagai
penatalayan di dunia juga memiliki tanggung jawab sosial sebagai bagian dari
masyarakat manusia pada umumnya. Sejak awal, penginjilan, ajaran,
persekutuan/ibadah, dan pelayanan sosial semuanya merupakan bagian integratif dari
misi Gereja mula-mula. Itu nyata dalam laporan Lukas di dalam Kisah Para Rasul 2:42-
47.27 Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa dalam pelayanan misi gereja semestinya
terintegrasi, baik dalam teologi maupun dalam praktiknya, tidak ada dualistis yang
memisahkan antara “rohani” dan “fasik”, “individu” dan “komunitas”, “suci” dan
“sekular”, dan seterusnya. Oleh sebab itu, gereja harus menolak untuk memisahkan
(dikotomi) keduanya.

26
Jong, “MISIOLOGI DARI PERSPEKTIF TEOLOGI KONTEKSTUAL.”
27
Ailsa C.H. Barker Wirawan, Jemaat Misioner (Jakarta: Bina kasih/OMF, 2011),190

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 64


HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, Vo l6, No 1, (Juni 2021)

Implementasi Teologis
Terkadang dijumpai pelayanan sosial dijadikan “alat” untuk mengkristenkan
orang, yaitu untuk menjadikan orang yang bukan Kristen menjadi Kristen atau menjadi
anggota gereja tertentu. Konsep semacam ini adalah keliru dan harus diluruskan.
Pemberitaan Injil seharusnya yang utama adalah dilandaskan pada “spirit” atau cinta
kasih Allah agar mereka yang terhilang dalam dosa beroleh keselamatan melalui iman
kepada Tuhan Yesus. Setiap aktivitas misi Kristen yang tidak dilandasi pada cinta kasih
yang murni terhadap sesama boleh dikatakan suatu perbuatan yang menodai citra Allah
sendiri. Dengan demikian, perbuatan belas kasih (kepedulian sosial) merupakan
perwujudan misi Kristen. Masalah-masalah sosial harus diperlakukan sebagai masalah
teologis.

Implementasi Praktis
Gereja perlu melakukan evaluasi terhadap pardigma dan praktik misinya
sehingga tidak terjebak pada paradigma misi yang sempit dan dangkal. Gereja harus
melakukan pendekatan misi secara kontekstual yang komprehensif di mana titik
tolaknya mengacu pada persoalan konkret di masyarakat di mana Gereja berada dan di
mana Allah juga hadir di dalamnya. Kemudian pihak Gereja perlu aktif melibatkan diri
dan berpihak pada masyarakat yang tak berdaya atau yang membutuhkan uluran tangan.

KESIMPULAN
Dari paparan pembahasan, pertama adalah secara teoritis dapat dikatakan bahwa
gereja di mana pun berada harus tetap taaat dan teguh serta setia menjalankan misio Dei.
Misi bukanlah produk gereja, tapi berasal dari Allah sendiri. Kedua, adalah secara
praktis, gereja harus terlibat aktif dalam masalah-masalah sosial yang dihadapi
masyarakat di mana gereja hadir sesuai kemampuan yang dimilikinya. Misi itu tidak
hanya tugas dari gereja sebagai institusi, misalnya bagian komisi marturia, tetapi setiap
anggota gereja atau warga jemaat dipanggil untuk tugas itu. Misi Allah membutuhkan
keterlibatan atau partisipasi semua anggota gereja. Akan tetapi, ada hal yang tidak boleh
dilupakan bahwa misi itu harus diimplementasikan sesuai konteks sosial di mana gereja
hadir. Maksudnya gereja harus terus menggumuli dan mencari strategi untuk dapat
melaksanakan misi dalam konteks masing-masing. Sebenarnya sudah cukup banyak

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 65


Kalis Stevanus, Yunianto: Misi Gereja dalam Realitas…

gereja-gereja di Indonesia yang terlibat dalam pelayanan misi inklusif. Justru gereja
sangat mengedepankan konteks sosial agar tidak terjadi benturan horisontal dalam
pelaksanaan misi tersebut. Sebab itu gereja tidak boleh melalaikan peran aktifnya di
bidang kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara sehingga memberikan pengaruhnya
yang positif, yakni menjadi terang dan garam dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Moga tulisan ini dapat menjadi pemantik untuk diskusi dan bahan kajian
penelitian selanjutnya tentang paradigma misi gereja di Indonesia dengan tujuan untuk
menghadirkan misi Kristen yang semakin terlibat dalam pengembangan manusia dan
masyarakat Indonesia yang seutuhnya. Itu sebabnya, misi gereja tidak boleh
mengabaikan konteks Indonesia dan kepentingan seluruh masyarakat di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Yoni. “Memahami Metode Penelitian Kualitatif.” Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) (2019).
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-Metode-
Penelitian-Kualitatif.html#:~:text=Metode.
Arifianto, Yonatan Alex, and dan Kalis Stevanus. “Membangun Kerukunan Antarumat
Beragama Dan Implikasinya Bagi Misi Kristen.” HUPĒRETĒS: Jurnal Teologi
dan Pendidikan Kristen Vol.2, no. 1 (2020).
Artanto, Widi. Menjadi Gereja Misioner Dalam Konteks Indonesia. Yogjakarta: Taman
Pustaka Kristen, 2008.
Bosch, David. Transformasi Misi Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Drewes, B.E. Satu Injil Tiga Pekabar. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Jong, Kees de. “MISIOLOGI DARI PERSPEKTIF TEOLOGI KONTEKSTUAL.”
Gema Teologi Vol.31, no. 2 (2007).
Lumintang, Stevri. Misiologia Kontemporer. Batu Malang: YPPII, 2006.
Mangunwijaya, Y.B. “Pengantar”, Dalam Kepedulian Sosial Gereja, Ed.Eduard R.
Dopo. Yogjakarta: Kanisius, 1993.
Samuel Benyamin Hakh. Pemberitaan Tentang Yesus Menurut Injil Sinoptik. Bandung:
Jurnal Info Media, 2008.
Setiawan, David Eko, Kalis Stevanus, and Purwoto. “Gambaran Persepsi Pejabat Gereja
Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Majelis Daerah Jawa Tengah Tentang Pandemi

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 66


HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, Vo l6, No 1, (Juni 2021)

Covid-19 Dan Implikasinya Bagi Pelayanan Gerejawi.” KHARISMA: JURNAL


ILMIAH TEOLOGI Vol.1, no. 2 (2020): 89–116.
http://jurnalsttkharisma.ac.id/index.php/Kharis.
Stevanus, Kalis. “"Mengimplementasikan Pelayanan Yesus Dalam Konteks Misi Masa
Kini Menurut Injil Sinoptik”.” Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika
Vol.1, no. No.2 (2018).
———. “Karya Kristus Sebagai Dasar Penginjilan Di Dunia Non-Kristen.” Fidei:
Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika Vol.3, no. 1 (2020).
———. Panggilan Teragung: Pedoman Dan Metoda Praktis Untuk Memberitakan
Kabar Baik Sampai Ke Ujung Bumi. Yogyakarta: Andi Offset, 2019.
Stevanus, Yonatan Alex Arifianto; Sari Saptorini dan Kalis. “Pentingnya Peran Media
Sosial Dalam Pelaksanaan Misi Di Masa Pandemi Covid-19.” HARVESTER:
Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen, Vo.5, no. 2 (2020).
Wirawan, Ailsa C.H. Barker. Jemaat Misioner. Jakarta: Bina kasih/OMF, 2011.
Woga, Edmund. Misi, Misiologi, Dan Evangelisasi Di Indonesia. Yogyakarta: penerbit
Kanisius, 2009.

Copyright© 2021; HARVESTER; e-ISSN 2685-0834, p-ISSN 2302-9498 I 67

You might also like