Mieslennadan Wibowo 2019
Mieslennadan Wibowo 2019
Mieslennadan Wibowo 2019
OLEH :
ABSTRACT
Building Information Modeling (BIM) implementation in the Indonesian construction industry is still regarded as very
low although it is not new and potentially offers greater efficiency and performance gain during the design and
construction stage. The available literature of BIM application in the Indonesian construction industry is also scanty.
This research aims at exploring the BIM implementation in Indonesia from its users’ perspectives. This research
employed a qualitative approach through semi-structured interviews with knowledgeable and experienced BIM
practitioners. Based on the interviews, the respondents choose to use BIM as they perceive benefits in doing so, including
better controlling construction projects, earlier detecting conflict during the design phase, reducing the request for
information, and using it as a promotion for getting new projects. No disadvantage of BIM is hitherto acknowledged.
However, there are hindrance factors, which can impede the BIM application, including high-up front investment cost,
and a transition in working culture. The respondents concur that BIM has excellent potential in the future following the
growing industry awareness and the market trend. From an academic and practical viewpoint, these findings can at
least enrich the existing body of knowledge and pave the way for a better understanding of the implementation of BIM in
the Indonesian construction industry.
ABSTRAK
Penerapan Building Information Modeling (BIM) di industri konstruksi di Indonesia masih dianggap rendah meski BIM
bukan hal baru dan menawarkan keuntungan efisiensi dan kinerja selama tahap desain dan konstruksi. Literatur
tentang aplikasi BIM di industri konstruksi Indonesia juga masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan
mengeksplorasi penerapan BIM di Indonesia dari perspektif penggunanya. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif melalui wawancara semi-terstruktur dengan praktisi yang berpengetahuan dan berpengalaman dengan
BIM. Berdasarkan hasil wawancara, alasan responden menggunakan BIM karena mendapatkan manfaat yaitu dapat
mengontrol proyek konstruksi lebih baik, mendeteksi lebih dini potensi konflik selama fase desain, dan menjadi sarana
promosi guna mendapatkan proyek baru. Kekurangan BIM sejauh ini belum ditemukan. Beberapa faktor penghambat
adalah biaya investasi awal yang tinggi dan pergeseran budaya kerja. Responden sepakat bahwa BIM memiliki potensi
yang baik ke depannya seiring dengan tumbuhnya kesadaran dari industri dan tren pasar. Dari perspektif akademis
dan praktis, temuan ini setidaknya dapat memperkaya pengetahuan eksisting dan memberikan dasar untuk
pemahaman yang lebih baik tentang penerapan BIM di industri konstruksi Indonesia.
Kata Kunci: Building Information Modeling, eksplorasi, konstruksi, Indonesia, wawancara semi-terstruktur
PENDAHULUAN adalah 5D+keberlanjutan,
Kemajuan di dunia informasi dan teknologi
diharapkan mampu mengatasi masalah koordinasi
yang biasa terjadi dalam pelaksanaan proyek
konstruksi guna memperbaiki produktivitas
industri konstruksi yang rendah (Johnson dan
Laepple 2003). Selama tiga dekade terakhir
industri konstruksi telah mengalami peningkatan
drastis dalam penggunaan teknologi dan informasi
(Weinberger dan Fischer 2006). Salah satu solusi
digital yang paling menjanjikan di sektor
konstruksi adalah Building Information Modeling
(BIM) (Azhar 2011).
BIM merupakan seperangkat teknologi, proses
dan kebijakan yang seluruh prosesnya berjalan
secara kolaborasi dan berintegrasi dalam model
digital (Nurcahyadi 2017). BIM dapat digambarkan
sebagai alat yang memungkinkan penyimpanan
dan penggunaan kembali informasi dan
pengetahuan domain selama siklus proyek
(Vanlande, Nicolle dan Cruz 2008).
BIM adalah sumber pengetahuan bersama
untuk informasi tentang fasilitas yang dapat
diandalkan untuk pengambilan keputusan selama
siklus hidupnya dari konsepsi hingga
pembongkaran (Azhar, Behringer, et al. 2012).
Oleh karena itu, BIM memiliki peran utama
dalam mengoordinasikan dan mengintegrasikan
pertukaran informasi dan pengetahuan antara
berbagai disiplin ilmu dan fase dalam proyek.
Penggunaan BIM dalam proyek konstruksi
memberikan manfaat untuk meningkatkan kualitas
produk dan memungkinkan desain bangunan lebih
berkelanjutan (Eastman, et al. 2008). Berdasarkan
survei yang dilakukan di AS dan Inggris, termasuk
manfaat BIM adalah kreativitas, keberlanjutan,
peningkatan kualitas, pengurangan sumber daya
manusia (SDM), serta pengurangan biaya dan
waktu (Yan dan Demian 2008).
Dasar pemikiran BIM adalah kolaborasi oleh
pemangku kepentingan yang berbeda pada
berbagai fase siklus hidup pelaksanaannya dari
mulai memasukkan data, mengekstrak,
memperbaharui atau memodifikasi informasi
dalam BIM untuk mendukung dan mewakili peran
dari pemangku kepentingan tersebut. Manfaat
paling besar dalam penggunaan BIM adalah
pengurangan biaya, penghematan waktu, dan
kontrol yang lebih efisien di seluruh siklus hidup
proyek (Bryde, Broquetas dan Volm 2013).
Banyak istilah baru, konsep dan aplikasi BIM
yang telah dikembangkan seperti 4D, 5D, 6D dan
7D. Notasi “D” dalam BIM berarti dimensi dan
memiliki tujuan yang berbeda untuk industri
konstruksi. Implikasinya pada proses konstruksi
adalah bahwa perancang konstruksi dan
kontraktor dapat memodelkan situasi kehidupan
nyata sebelum pindah ke lokasi proyek. Notasi 3D
berarti tinggi, panjang dan lebar, 4D adalah
3D+waktu, 5D adalah 4D+estimasi biaya, 6D
dan terakhir 7D adalah 6D+manajemen fasilitas menggunakan BIM memiliki persentase rework
daur hidup. yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak
Serangkaian penelitian yang dilakukan di
Kanada, Jerman, dan Australia menunjukkan
perusahaan konstruksi menikmati kemajuan
usaha dengan mengadopsi inovasi teknologi
dalam menyelesaikan kebutuhan terkait
konstruksi (Karen, Steve dan Stephen 2009).
Namun, di sisi lain, ada sejumlah tantangan adopsi
BIM di negara berkembang antara lain tidak
kompetennya desainer/kontraktor,
buruknya
estimasi, perubahan
manajemen, sosial dan isu teknologi, isu
konstruksi di lapangan, serta teknik yang tidak
tepat (Long, et al. 2004).
Di Indonesia BIM sebenarnya sudah dikenal
oleh industri konstruksi meski penerapannya
masih sangat terbatas, yang mana penerapan
tersebut didorong terutama oleh kompleksitas
proyek konstruksi yang semakin meningkat.
Secara teoretis, teknologi BIM menawarkan
sejumlah keunggulan dan telah banyak kajian
yang dilakukan tentang penerapan BIM di sektor
konstruksi (Ozorhon dan Cinar 2017). Namun
untuk konteks Indonesia, penelitian yang terkait
dengan BIM masih relatif terbatas. Di sisi lain, ada
sejumlah perusahaan konstruksi di Indonesia
yang memiliki pengetahuan dan pengalaman
secara langsung dengan teknologi ini yang perlu
dikaji dan didokumentasikan secara akademis
untuk memperkaya body of knowledge penerapan
BIM pada sektor konstruksi di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi
penerapan BIM pada industri konstruksi di
Indonesia. Ada empat pertanyaan riset yang
dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut:
(i) sejauh mana penerapan BIM oleh pelaku
industri konstuksi nasional; (ii) apakah
keunggulan dan kelemahan BIM menurut
persepsi penggunanya;
(iii) apakah faktor-faktor yang dapat menghambat
adopsi BIM; dan (iv) bagaimana potensi
penerapan BIM pada penyelenggaraan proyek
konstruksi ke depan?
Selain manfaat akademis yang telah
disampaikan, hasil temuan penelitian ini dapat
digunakan sebagai langkah awal untuk
memahami BIM secara lebih baik berdasarkan
persepsi penggunanya selama ini dan menjadi
salah satu rujukan untuk menentukan langkah-
langkah strategis yang tepat guna mendorong
penerapan BIM dengan skala yang lebih luas pada
industri konstruksi nasional.
KAJIAN PUSTAKA
Hwang, Zhao dan Yang (2019) melakukan
kajian dampak BIM terhadap rework pada proyek
konstruksi dan berdasarkan analisis data empiris
menemukan bahwa proyek konstruksi yang
menggunakan BIM. Lebih lanjut, dari penelitian ini Ahn, Kwak dan Suk (2016) mengeksplorasi
juga disimpulkan bahwa BIM secara umum strategi transformasi kontraktor yang akan
memberikan dampak penurunan biaya dan durasi memungkinkan mereka untuk berhasil mengadopsi
proyek. Penelitian ini diklaim sebagai penelitian dan menerapkan BIM untuk proyek konstruksi
pertama yang mengorelasikan pemanfaatan BIM besar. Penelitian ini memberikan kerangka dan
dengan rework. strategi transformasi organisasi untuk kontraktor
Frans dan Messner (2019) menemukan yang akan mengadopsi BIM dan memaksimalkan
beberapa temuan terkait adopsi BIM dengan potensi manfaat yang dapat dicapai pada proyek di
keterlibatan kontraktor, metode pengadaan organisasi mereka. Hasil penelitian juga
kontraktor, kriteria pemilihan kontraktor, jenis menunjukkan perusahaan konstruksi harus
kontrak konstruksi, pemanfaatan bangunan, jenis membuat departemen dan divisi BIM, dengan
klien, dan luas bangunan. Sebagai contoh, adopsi tujuan untuk mendukung baik implementasi BIM
tertinggi terjadi jika kontraktor sudah mulai dalam pengembangan bisnis. Departemen ini
dilibatkan sejak desain konseptual dan pradesain seharusnya diisi oleh dua atau tiga ahli BIM.
dan terendah jika dilakukan pemisahan keduanya Mereka juga menunjukkan bahwa untuk
dalam fase pelelangan. Pemilihan kontraktor meningkatkan implementasi BIM di perusahaan
menggunakan best value atau kontrak cost plus fee adalah dengan cara mengadakan diskusi BIM untuk
cenderung menghasilkan tingkat adopsi BIM yang berbagi pengetahuan dan pengalaman. Struktur
tinggi. organisasi BIM di perusahaan konstruksi juga
Abubakar, et al. (2018) membahas tingkat menentukan peran dan tanggung jawab para ahli
kesadaran responden terhadap BIM dan persepsi BIM di perusahaan dan bagaimana mereka
mereka tentang faktor pendorong serta hambatan ditugaskan untuk proyek berdasarkan pada
untuk pengadopsiannya di industri konstruksi berbagai jenis dan tingkat kompleksitas proyek.
Nigeria. Mereka mendapatkan faktor-faktor yang Gardezi, et al. (2014) mengidentifikasi dan
memengaruhi adopsi teknologi BIM di industri menentukan prioritas faktor-faktor yang
konstruksi Nigeria. Temuan mengungkapkan menghambat implementasi BIM di industri
bahwa ketersediaan profesional terlatih untuk konstruksi Malaysia. Hasil penelitian mereka
menangani piranti BIM, ketersediaan perangkat adalah tantangan untuk implementasi BIM yang
lunak dan keterjangkauan, dan lingkungan yang dihadapi sebagian besar disebabkan faktor biaya,
mendukung dapat menjadi penggerak BIM yang tren pasar, dan perilaku organisasi. Koordinasi
paling signifikan dalam industri konstruksi Nigeria, yang erat di antara pemegang saham industri
diikuti oleh minat klien dalam penggunaan BIM di dengan visi dan lingkungan khusus perlu
proyek-proyek mereka dan kesadaran teknologi di dikembangkan dalam industri konstruksi untuk
antara para pemangku kepentingan industri. menikmati manfaat yang dihasilkan dari penerapan
Perubahan budaya kerja memiliki peringkat BIM. Dukungan otoritas dan konsultasi ekstensif
tertinggi sebagai penghalang yang paling antara praktisi profesional dan industri adalah
signifikan, diikuti oleh kendala hukum, tingginya satu-satunya kunci keberhasilan.
biaya perangkat lunak, dan kurangnya dukungan Giel dan Issa (2013) mengidentifikasi besarnya
kebijakan pemerintah. penghematan biaya terkait dengan penerapan BIM
Akintola, Venkatachalam dan Root (2017) untuk menjadi bahan pertimbangan dalam
memaparkan hasil temuan penelitian tentang pengambilan keputusan pemilik dalam
penerapan BIM di Afrika Selatan. Mereka berinvestasi BIM. Mereka menegaskan tingginya
menyatakan tantangan utama penerapan BIM keuntungan atas investasi BIM dalam konteks
terletak pada adanya persepsi bahwa proses dan perusahaan yang diteliti. Namun yang mungkin
prosedur BIM kompleks dan rumit, kurangnya lebih bernilai dari keuntungan terukur ini adalah
profisiensi, dan pengetahuan berdasarkan pengurangan request for information (RFI), change
pengalaman yang berbeda-beda. order, dan keterlambatan yang merupakan
Ozorhon dan Cinar (2017) menyelidiki faktor- beberapa manfaat kualitatif dalam menggunakan
faktor penentu keberhasilan dalam implementasi BIM selama prakonstruksi.
BIM di negara-negara berkembang. Hasil penelitian Won, et al. (2013) menunjukkan bahwa
mereka menunjukkan bahwa faktor terkait SDM, aplikasi perangkat lunak BIM harus dipilih dengan
faktor terkait industri, faktor terkait proyek, faktor mempertimbangkan faktor teknis terlebih dahulu,
terkait kebijakan, dan faktor terkait sumber daya seperti seberapa baik aplikasi perangkat lunak saat
adalah sumber utama keberhasilan ini mendukung kinerja proyek, bagaimana aplikasi
mengaplikasikan BIM. Ada 16 faktor kunci sukses perangkat lunak interoperable dengan aplikasi lain,
yang dikelompokkan ke dalam faktor-faktor seberapa baik model besar dapat ditangani serta
tersebut; tiga yang terpenting adalah ketersediaan kemudahan pemodelan dan penambahan pustaka
staf yang mumpuni, kepemimpinan yang efektif, dan baru. Namun, selain keempat faktor teknis ini, tiga
ketersediaan informasi dan teknologi. faktor nonteknis berikut juga diidentifikasi sebagai
faktor penting dan harus mendapat perhatian
khusus: apakah ada kasus BIM yang dianggap optimal, dan pemerintah harus mencari cara
berhasil, bagaimana dampak ekonomi yang untuk
diharapkan (keuntungan atas investasi), dan
apakah subkontraktor utama atau mitra bisnis saat
ini menggunakan aplikasi perangkat lunak.
Eadie, et al. (2013) mengukur penggunaan BIM
sepanjang siklus hidup proyek. Hasil penelitian
mereka menunjukkan aspek kolaborasi di semua
pemangku kepentingan yang terkait dalam
pengadopsian BIM menghasilkan dampak positif
secara ekonomis pada seluruh siklus hidup proyek.
Namun, ada sejumlah kendala berkaitan dengan
kurangnya keahlian dalam tim proyek dan
organisasi eksternal yang dapat mengakibatkan
motivasi untuk menerapkan BIM menjadi rendah.
Kjartansdottir (2011) mengeksplorasi proses
implementasi BIM, sejauh mana BIM digunakan, dan
apakah perusahaan dan organisasi lain dalam
sektor konstruksi di Islandia menerapkan BIM
untuk proyek-proyek mereka. Hasil penelitiannya
menunjukkan peraturan terkait BIM kurang untuk
mendukung implementasi BIM di Islandia. Tingkat
adopsi BIM di Islandia adalah 40%. Penelitian
Jensen dan Johannesson (2013) memperlihatkan
tingkat adopsi yang lebih rendah oleh perusahaan
konstruksi di Islandia yang rata-rata tidak
mencapai 10% sementara negara-negara
Skandinavia lainnya rata-rata jarang di bawah
10%.
Azhar (2011) mencari tren BIM saat ini,
manfaat, risiko yang mungkin terjadi, dan
tantangan masa depan BIM untuk industri
konstruksi. Hasil penelitiannya mendapatkan rata-
rata return on investment (ROI) dari penerapan
BIM pada 10 proyek konstruksi di AS antara tahun
2005 dan 2007 dengan nilai proyek bervariasi
antara $14 juta dan $88 juta adalah 634%, yang
dengan jelas menggambarkan potensi manfaat
ekonominya. Namun, ia juga menyarankan tim
yang mengimplementasikan BIM berhati-hati
tentang legalitas menyangkut kepemilikan data
dan pembagian risiko. Masalah-masalah tersebut
harus diatur dalam dokumen kontrak. Namun,
untuk menghindari konflik sejak dini yang
mungkin muncul antara pengguna BIM dan klien
tentang kepemilikan data ini, hal tersebut
seharusnya dapat diklarifikasi dan disepakati sejak
proses pengadaan berlangsung.
Aranda-Mena, et al. (2008) mengidentifikasi
tantangan, pendorong bisnis serta manfaat untuk
konsultan arsitektur dan teknik, kontraktor dan
perakit baja. Hasil penelitian mereka adalah BIM
memerlukan biaya tinggi di awal tetapi perusahaan
yang mengadopsi akan pulih dengan cepat dan
kinerja mereka akan meningkat secara drastis.
Namun, responden penelitian ini harus mencari
spesialis BIM untuk membantu mereka dalam
proses transformasi dari budaya kerja
konvensional berbasis 2D ke budaya kerja yang
lebih memungkinkan BIM termanfaatkan lebih
membantu industri seperti yang terjadi di Metode ini merupakan wawancara mendalam (in-
Singapura, beberapa negara Skandinavia, dan AS. depth interview) yang mana responden harus
Pengguna dan penyedia konstruksi diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terbuka yang
mengambil pendekatan proaktif atas penggunaan telah diset sebelumnya (Jamshed 2014).
teknologi BIM; dalam beberapa kasus bahkan
dibutuhkan kepemimpinan dan pembinaan.
Yan dan Demian (2008) mengidentifikasi
manfaat penggunaan BIM dan hambatan dalam
pelaksanaannya. Hasil penelitian menunjukkan
banyak orang tidak mau belajar bagaimana
menerapkan BIM, atau mereka mungkin berpikir
teknologi desain saat ini cukup bagi mereka untuk
merancang proyek. Meskipun baru beberapa
perusahaan menggunakan BIM, pada umumnya
mereka menyadari dan menunjukkan minat pada
BIM. Beberapa perusahaan juga mengklaim
bahwa mereka akan mengadopsi BIM dalam waktu
3 tahun.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif [referensi detail
tentang pendekatan ini dapat diacu pada Berg
(2001) atau Stake (2010)]. Pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara dari beberapa
responden yang
memiliki pengetahuan dan pengalaman
mempraktikkan BIM. Pengalaman yang dimiliki
oleh organisasi yang pernah menerapkan BIM
menjadi sumber data terbaik untuk penelitian
ini yang berusaha mengidentifikasi
masalah potensial dalam adopsi BIM di
Indonesia. Pengalaman ini sangat berharga bagi
perusahaan konstruksi lainnya karena mereka
dapat membantu mengidentifikasi dan
mengurangi masalah sebelum menerapkan BIM.
Karena alasan inilah penelitian ini difokuskan
pada elisitasi persepsi dari responden yang
merepresentasikan
pengguna BIM.
Cakupan isu yang terlalu luas terkait konsepsi
penerapan BIM mendorong Penulis untuk
memetakan terlebih dahulu isu-isu yang paling
relevan berdasarkan kajian pustaka. Gambar 1
memperlihatkan hasil pemetaan yang selanjutnya
dielaborasi menjadi pertanyaan-pertanyaan yang
akan diajukan kepada responden melalui
wawancara semi-terstruktur.
Wawancara Semi-Terstruktur
Responden penelitian ini difokuskan pada
mereka yang bekerja di perusahaan konstruksi
yang sudah dan berpotensi mengadopsi BIM di
Indonesia. Pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara semi-terstruktur. Hal yang perlu
dipahami adalah wawancara semi-terstruktur
bukanlah percakapan bebas atau kuesioner yang
sangat terstruktur (Grimsholm dan Poblete 2010).
Pertanyaan-pertanyaan untuk wawancara Setiap pertanyaan disematkan kode untuk
disusun berdasarkan rumusan hasil dari tinjauan kemudahan analisis. Kodifikasi juga dilakukan
literatur. Ada 36 pertanyaan yang dihasilkan yang untuk responden penelitian.
dikelompokkan ke dalam enam faktor yaitu faktor Data yang diperoleh dari wawancara
terkait industri, faktor terkait proyek, faktor terkait selanjutnya dianalisis sebagai berikut. Hasil
kebijakan (regulasi), faktor terkait sumber daya, wawancara ditranskripsikan terlebih dahulu dan
faktor terkait investasi dan faktor terkait risiko berdasarkan transkrip tersebut, dilakukan
BIM. Sebagai contoh, pada faktor terkait sumber penandaan kata-kata kunci yang merujuk pada
daya manusia, ada dua pertanyaan yang diajukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah
tentang: (i) bagaimana ketersediaan tenaga ahli BIM teridentifikasi dan disusun matriks dengan kolom
pada perusahaan saat ini, (ii) apakah ada merujuk pada kode responden dan baris pada kode
persyaratan khusus yang harus ditetapkan untuk pertanyaan. Matriks ini dihasilkan setelah melalui
tenaga ahli BIM. Selain pertanyaan-pertanyaan proses pencarian, pemilahan, penilaian,
yang dirumuskan dari pemetaan isu sesuai Gambar perangkuman, dan selanjutnya penggabungan yang
1, ada set pertanyaan yang sifatnya umum, mengerucut pada jawaban atas empat pertanyaan
termasuk lama perusahaan mengadopsi BIM, riset, sebagaimana telah disampaikan pada bagian
pandangan umum tentang penerapan BIM, manfaat lain makalah ini; baca selengkapnya dalam
yang dirasakan saat menerapkan BIM. Untuk Mieslenna (2019).
informasi yang lebih detail pembaca dapat
merujuk Mieslenna (2019).
3 Merujuk pada ketentuan, nilai proyek dengan kriteria 4 Saat makalah ini disusun terbit ISO 19650-1-2018 dan
teknis ini adalah Rp10,9 milyar di Provinsi Daerah
ISO 19650-2-2018 yang memberikan rekomendasi
Istimewa Yogyakarta pada tahun 2019 dengan
kerangka kerja untuk pertukaran, pencatatan, versioning,
menggunakan data Harga Satuan Bangunan Gedung
dan pengorganisasian bagi seluruh aktor yang terlibat
Negara di provinsi ini untuk bangunan gedung negara
dalam proyek konstruksi yang sementara ini dapat
tidak sederhana Rp4.990.000 per m2, koefisien untuk
dimanfaatkan untuk membantu pengelolaan informasi
dua lantai 1,09. Di Provinsi DKI, jika diasumsikan Indeks
dalam BIM.
Kemahalan Konstruksi tahun 2018 masih bisa
digunakan, nilai ini menjadi sekitar Rp11,3 milyar.
“Jika kontrak pengerjaan BIM design itu, penelitian ini menghipotesiskan bahwa BIM
and build maka kita bisa menjaga lebih
outputnya. Akan tetapi kalau fixed
price (catatan: design-bid-build), lump
sum itu kan kita menerima output
dari pemangku kepentingan yang
berbeda. Jadi kami tidak bisa kontrol
di sana, karena kontraknya bukan di
bawah kita.” (R2)
b. Kebutuhan investasi
Di Taiwan, keberatan menggunakan BIM
terutama disebabkan tingginya biaya peralihan
(switching cost) dan dukungan teknologi yang
terbatas (Juan, Lai dan Shih 2016). Pada
penelitian ini, sebagian besar responden juga
menyatakan bahwa dibutuhkan investasi yang
besar terkait perangkat lunak dan perangkat
keras dalam mengadopsi BIM, sebagaimana
dipertegas salah satu pernyataan responden:
Potensi Ke Depan
Seluruh responden penelitian meyakini penerapan
BIM di masa depan sangat prospektif karena sudah
munculnya kesadaran industri atau tren pasar
untuk implementasi BIM. Hal tersebut didukung
dengan sudah mulai banyaknya tema-tema
seminar yang mengangkat isu BIM pada dunia
sudah dibangunnya asosiasi IBIMI, adanya pengerjaan BIM.
sosialisasi dan pelatihan yang dilakukan oleh
Kementerian PUPR, dan diselenggarakannya mata
kuliah BIM sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya.
Strategi-Strategi Percepatan
Beberapa strategi dapat diusulkan untuk
meningkatkan skala penerapan BIM yang lebih
luas.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan yang
dapat mengakibatkan perlunya kehati-hatian
dalam melakukan generalisasi hasil temuan.
Pertama, responden sebagai narasumber
penelitian ini masih terbatas pada mereka yang
tergabung dalam IBIMI. Pada satu sisi, pemilihan
ini lebih didasarkan pada pendekatan pragmatis
namun di sisi lain, yang juga berpotensi
meninggalkan persoalan belum terepresentasinya
persepsi mereka yang berasal dari institusi lainnya
yang juga menjadi pemangku kepentingan dalam
penerapan BIM di Indonesia. Kedua, wawancara
untuk pengumpulan data dilakukan pada kurun
waktu tertentu sementara dalam praktik mungkin
saja terjadi perubahan- perubahan yang
mengakibatkan hasil temuan menjadi kurang
relevan lagi dengan situasi terkini. Pada konteks
ini, beberapa hasil temuan penelitian ini dapat
setidaknya dimanfaatkan sebagai benchmark untuk
penelitian-penelitian berikutnya mengenai
penerapan BIM di Indonesia.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini adalah
kesimpulkan yang dapat dirumuskan.
BIM di Indonesia sudah mulai diadopsi oleh
beberapa pelaku konstruksi meski masih terbatas.
Proses adopsi BIM bisa dilakukan secara bottom-up
dan top-down dengan motivasi yang beragam antara
satu perusahaan dan perusahaan lain.
Faktor-faktor keunggulan BIM yang teridentifikasi
adalah dapat mengendalikan proyek konstruksi,
mendeteksi konflik pada saat proses perencanaan,
mengurangi RFI, mengurangi limbah material,
mengestimasi biaya, menghindari rework,
menghemat SDM, mempermudah dokumentasi,
dan mendapatkan proyek baru. Kelemahan BIM
sampai saat ini belum ditemukan oleh para
responden. Secara umum, temuan ini konsisten
dengan temuan-temuan studi terdahulu.
Faktor-faktor penghambat dalam adopsi BIM
adalah kebutuhan investasi yang cukup besar,
komunikasi antardivisi dalam internal organisasi,
yang berkesinambungan, dan yang terpenting
adalah transisi budaya kerja dari konvensional ke
BIM. Terlepas dari faktor-faktor penghambat ini,
potensi BIM untuk diterapkan ke depan sangat
prospektif dengan sudah munculnya kesadaran
industri atau tren pasar untuk implementasi BIM.
SARAN
Selain keterbatasan penelitian yang
teridentifikasi, masih banyak isu lainnya yang
belum tercakup dalam penelitian ini. Beberapa isu
tersebut antara lain adalah peran sektor publik
dalam regulasi BIM saat ini, analisis benefit-cost
ratio dalam implementasi BIM pada proyek
konstruksi di Indonesia, komponen pengukur
kinerja BIM yang menghasilkan sertifikasi
keahlian BIM, persyaratan informasi BIM yang
berhak dimiliki oleh klien dan manajemen
asetnya, perbandingan distribusi waktu proyek
konstruksi yang menggunakan BIM dan yang
tidak, studi kasus analisis konstruksi
menggunakan BIM, dan strategi pengajaran BIM
untuk mahasiswa teknik konstruksi. Oleh karena
itu, penelitian ini merekomendasikan penelitian
lanjutan untuk menjawab isu-isu di atas dengan
melibatkan responden yang representatif
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, M., Y. Ibrahim, D. Kado, dan K. Bala.
2018. Contractors perception of the
factors affecting building information
modeling (BIM) adoption in the Nigerian
construction industry. Proceedings of the
International Conference on Computing in
Civil and Building Engineering. Orlando.
68