LP Urolithiasis

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI

PADA Ny. R DENGAN DIAGNOSA URETEROLITHIASIS SINISTRA


TINDAKAN OPERASI URS LITHOTRIPSY DENGAN GENERAL ANESTESI
DI KAMAR OPERASI RS ADVENT BANDUNG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pelatihan Perawat Anestesi

DISUSUNOLEH
Rivaldy Mokodompit,S.Kep.,Ners

HIMPUNAN PERAWAT ANESTESI INDONESIA


PENGURUS WILAYAH JAWA BARAT
2023

HALAMAN PERSETUJUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI
PADA Ny. R DENGAN DIAGNOSA URETEROLITHIASIS SINISTRA
TINDAKAN OPERASI URS LITHOTRIPSY DENGAN GENERAL ANESTESI
DI KAMAR OPERASI RS ADVENT BANDUNG

Disetujui Oleh:

Mengetahui,
Ketua Pelaksana Pelatihan Anestesi Clinical Instruktur

Sartono Setiawan, S.Kep., Ners., CAN Cyrillus Arya Seta, S.Kep., Ners., CAN
NIPA : 3221221002 NIPA : 32212210017
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
Batu ureter adalah proses terbentuknya kristal-kristal batu pada saluran
perkemihan. Batu ureter merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di
saluran kemih. Kondisi adanya batu pada saluran kemih memberikan gangguan pada
system perkemihan dan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien.
Batu ureter merupakan suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, kalkuli (batu
ginjal) pada ureter, kandung kemih, atau pada daerah ginjal. Batu ureter merupakan
obstruksi benda padat pada saluran kemih yang terbentuk karena faktor presipitasi
endapan dan senyawa tertentu. (Silalahi 2020).

2. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri / Kolik
Nyeri hebat atau kolik sekitar pinggang merupakan penanda penting dan paling
sering ditemukan. Nyeri biasanya muncul jika pasien kekurangan cairan tubuh
entah itu karena faktor masukan cairan yang kurang atau pengeluaran yang
berlebihan. Nyeri yang dirasakan rata-rata mencapai skala 9-10 diikuti keluhan
mual, wajah pucat, dan keringat dingin. Kondisi terjadi akibat batu mengiritasi
saluran kemih atau obstruksi batu yang menimbulkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi pelvis ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan
kolik.
b. Gangguan pola berkemih
Pasien merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasive batu. Dysuria, hematuria dan
pancaran urine yang menurun merupakan gejala yang sering mengikuti nyeri.
Terkadang urine yang keluar tampak keruh dan berbau.
c. Demam
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih,
bakteri akan terperangkap didalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan,
sehingga terjadilah infeksi. Sumbatan adalah batu yang menutup aliran urine akan
menimbulkan gejala infeksi saluran kemih yang ditandai dengan adanya demam
dan menggigil.
d. Gejala gastrointestinal
Respon rasa nyeri biasanya didapatkan keluhan gastrointestinal, meliputi keluhan
anoreksia, mual dan muntah yang memberikan manifestasi penurunan asupan
nutrisi umum. Gejala gastro intestinal ini akibat refleks retrointestinal dan
proksimitas anatomis ureter ke lambung, pancreas dan usus besar. Meliputi mual,
muntah, diare dan perasaan tidak mual diperut berhubungan dengan refluks
reointestinal dan penyebaran saraf (ganglion coeliac) antara ureter dan intestinal.

3. ETIOLOGI
Menurut Zamzami (2018) terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan
batu ureter yaitu :
a. Peningkatan kadar kristaloid pembentuk batu dalam urine.
b. pH urine abnormal rendah atau tinggi
c. berkurangnya zat-zat pelindung dalam urine
d. sumbatan saluran kencing dengan stasis urine
Disamping itu, terdapat pula tiga faktor utama yang harus dipertimbangkan
untuk terjadinya batu ureter yaitu : Retensi partikel urine, supersaturasi urine, dan
kekurangan inhibitor kristalisasi urine. Kelebihan salah satu faktor ini
menyebabkan batu saluran kemih.
Sedangkan menurun Hamilah (2020) pembentukan batu disaluran kemih
dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor
endogen adalah faktor genetic seperti hipersistinuria, hiperkalsiuria primer,
hiperoksaluria primer, sedangkan faktor eksogen meliputi lingkungan, makanan,
infeksi, dan kejenuhan mineral didalam air minum.

4. PATOFISIOLOGI
Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urine dan menyebabkan
obstruksi, salah satunya adalah dengan statis urine dan menurunnya volume urine
akibat dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan
resiko terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urine adalah gejala abnormal yang
umum terjadi. Selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis seperti
komposisi batu beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab
urolithiasis. Pada umumnya urolithiasis terjadi akibat berbagai sebab dan disebut
faktor resiko.
Terapi dan prubahan gaya hidup merupakan intervensi yang dapat mengubah
faktor resiko, namun ada juga faktor resiko yang tidak dapat dirubah seperti, jenis
kelamin, pasien denga urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70-81 %
dibandingkan dengan perempuan 47-60%. Salah satu penyebab adalah adanya
peningkatan kadar hormone testosterone dan penurunan kadar hormone estrogenpada
laki-laki dalam pembentukan batu.
Umur, urolihiasis banyak terjadi pada usia dewasa disbanding usia tua, namun
bila dibandingkan dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih sering terjadi. Riwayat
keluarga, pasien memiliki Riwayat keluarga denga urolithiasis ada kemungkinan
membatu dalam proses pembentukan batu saluran kemih pada pasien, hal ini mungkin
disebabkan karena adanya peningkatan produksi jumlah mucoprotein pada ginjal atau
kandung kemih yang dapat membentuk kristal dan membentuk menjadi batu atau
calculi. Kebiasaan diet dan obesitas intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang
dapat ditemukan pada the, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun,
dan sayuran berwarna hijau terutama bayam dapat menjadi penyebab terbentuknya
batu.
Faktor lingkungan, faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti letak
geografis dan iklim. Beberapa daerah menunjukan angka kejadian urolihiasis lebih
tinggi daripada daerah lain. Pekerjaan yang menuntut untuk bekerja dilingkungan
bersuhu tinggi serta intake cairan yang dibatasi atau terbatas dapat memacu
kehilangan banyak cairan dan merupakan resiko terbesar dalam pembentukan batu
karena adanya penurunan jumlah volume urin. Cairan, asupan cairan dikatakan
kurang apabila < 1 liter/hari, kurangnya intake cairan inilah yang menjadi penyebab
utama terjadinya urolithiasis khususnya nephrolithiasis karena hal ini dapat
menyebabkan berkurangnya aliran urin/volume urin.`

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan teori Harmilah (2020) pemeriksaan penunjang urolithiasis antara lain :
a. Urinalisis : Warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukan
adanya sel darah merah, sel darah putih, dan kristal (sistin, asam urat, kalsium
oksalat), serta serpihan mineral, bakteri, pH urine asam (meningkatkan sistin dan
batu asam urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat ammonium atau
batu kalsium fosfat.
b. Urin (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
c. Culture urin : menunjukan adanya infeksi saluran kemih (staphylococcus aureus,
proteus, kliebsiela, pseudomonas).
d. Survei biokimia: peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat fosfat,
protein dan elektrolit.
e. BUN/Kreatinin serum dan urin : abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder tahap tertingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
f. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g. Hitung darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat, menunjukan infeksi
h. Sel darah merah : biasanya normal
i. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong
presitipasi pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi ginjal)
j. Hormone paratiroid : meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang rabsorbsi
kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serumdan kalsium urin)
k. Foto rontgen : menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomis pada area
ginjal dan sepanjang ureter
l. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomis (distensi
ureter) dan garis bentuk kalkuli
m. Sistoureteroskopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukan batu dan efek obstruksi
n. CT scan : mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter,
dan distensi kandung kemih
o. USG ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu

6. PENATALAKSANAAN
Tata Laksana Spesifik Batu Ureter
a. Konservatif
Terdapat beberapa data yang berkaitan dengan pengeluaran batu secara spontan
bergantung pada ukuran batu, diperkirakan 95% batu dapat keluar spontan dalam
waktu 40 hari dengan ukuran batu sekitar 4m. Observasi juga dapat dilakukan
pada pasien yang tidak memiliki komplikasi (infeksi, nyeri refrakter, penurunan
fungsi ginjal, kelainan anatomi saluran ureter).
b. Terapi Farmakologi
Terapi ekspulsi medikamentosa (medical expulsive therapy/MET), perlu
diinformasikan kepada pasien jika pengangkatan batu tidak diindikasikan. Bila
direncanakan pemberian terapi MET, selain ukuran batu ureter, perlu
dipertimbangkan beberapa faktor lainnya dalam pertimbangan pemilihan terapi.
Apabila timbul komplikasi seperti infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi
ginjal, dan kelainan anatomi di ureter maka terapi perlu ditunda. Penggunaan a-
blocker sebagai terapi ekspulsi dapat menyebabkan efek samping seperti ejakulasi
retrograde dan hipotensi. Pasien yang diberikan a-blocker, penghambat kanal
kalsium (nifedipine), dan penghambat PDE-5 (tadalafil) memiliki peluang lebih
besar untuk keluarnya batu dengan episode kolik yang rendah dibandingkan tidak
diberikan terapi. Terapi kombinasi penghambat PDE-5 atau kortikosteroid dengan
a-blocker tidak direkomendasikan. Obat a-blocker menunjukan secara
keseluruhan lebih superior dibandingkan dengan nifedipine untuk batu ureter
distal. Terapi ekspulsi medikamentosa memiliki efikasi untuk tata laksana pasien
dengan batu ureter, khususnya batu ureter distal > 5mm. Beberapa studi
menunjukan durasi pemberian terapi obat-obatan selama 4 minggu, namun belum
ada data yang mendukung untuk interval lama pemberiannya.
c. Indikasi pengangkatan batu ureter secara aktif
- Kemungkinan kecil batu keluar secara spontannyeri menetap walaupun sudah
diberikan analgetic adekuat
- Obstruksi persisten
- Insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau solitary kidney)
- Kelainan anatomi ureter
d. Pilihan prosedur untuk pengangkatan batu ureter secara aktif
Secara keseluruhan dalam mencapai hasil kondisi bebas batu pada batu ureter,
perbandingan antara URS dan SWL memiliki efikasi yang sama. Namun , pada
batu berukuran besar, efikasi lebih baik dicapai dengan URS. Meskipun
penggunaan URS lebih efektif untuk batu ureter, namun memiliki resiko
komplikasi lebih besar dibandingkan SWL. Namun, era endourologi saat ini, rasio
komplikasi dan morbiditas secara signifikan menurun. URS juga merupakann
pilihan aman pada pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan angka bebas batu
dan rasio komplikasi sebanding. Namun pada pasien sangat obesitas (IMT >35
kg/m2) memiliki peningkatan rasio komplikasi 2 kali lipat.namun URS memiliki
tingkat pengulangan terapi yang lebih rendah dibandingkan SWL. Namun
membutuhkan prosedur tambahan missal (penggunaan DJ stent), tingkat
komplikasi yang lebih tinggi dan masa rawat yang lebih Panjang. Obesitas juga
dapat menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan SWL.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Secara otomatis, faktor jenis kelamin dan usia sangat signifikan dalam proses
pembentukan batu. Namun, angka kejadian batu ureter dilapangan sering terjadi
pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini karena pola hidup, aktivitas,
dan geografis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya sering muncul pada pasien dengan batu ureter adalah
nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang dan nyeri saat berkemih.
c. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang sering terjadi pada pasien batu ureter ialah nyeri pada saluran
kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan besarnya batu,
dapat terjadi nyeri/kolik renal. Pasien juga mengalami gangguan gastrointestinal.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kemungkinan ada Riwayat gangguan pola berkemih
e. Riwayat penyakit keluarga
Batu ureter bukan merupakan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berpengaruh pada penyakit ini.
f. Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika pasien memiliki koping adaptif. Namun
biasanya, hambatan dalam interaksi social karena adanya ketidaknyamanan (nyeri
hebat) pada pasien, sehingga fokus perhatiannya pada sakitnya.
g. Pola fungsi Kesehatan
1) Pola aktivitas
Penurunan aktivitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot,
tetapi dikarenakan gangguan rasa nyama nyeri.
2) Pola nutrisi metabolic
Biasanya pasien dengan batu ureter terjadi mual muntah karena
peningkatan tingkat stress akibat nyeri hebat. Anoreksia sering kali terjadi
karena kondisi pH pencernaan yang asam akibat sekresi HCL berlebihan
3) Pola eliminasi
Biasanya pada eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun
pola, kecuali diikuti oleh penyakit-penyakit penyerta lainnya.
4) Pola istirahat tidur
Biasanya pasien akan sulit tidur, dan kadang sering terbangun dikarenakan
nyeri yang dirasakan
5) Pola kognitif perseptual
Biasanya pasien dengan batu ureter memiliki komunikasi yang baik
dengan orang lain, pendengaran dan penglihatan baik dan tidak
menggunakan alat bantu
6) Pola toleransi-koping stress
Biasanya pasien dengan batu ureter dapat menerima keadaan penyakitnya
7) Persepsi diri atau konsep diri
Biasanya pasien dengan batu ureter tidak mengalami gangguan konsep diri
8) Pola seksual reproduksi
Biasanya pasien dengan batu ureter mengalami gangguan ini sehubungan
dengan rasa tidak nyaman
9) Pola hubungan dan peran
Biasanya pasien dengan batu ureter, memiliki komunikasi yang baik
dengan keluarga, perawat, dokter dan lingkungan sekitar
10) Pola nilai dan keyakinan
Biasanya pasien dengan batu ureter tidak mengalami gangguan dalam nilai
dan keyakinan
h. Pemeriksaan fisik
1) Kondisi umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien batu ureter dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai
tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan. Pada tanda-tanda vital biasanya tidak ada perubahan yang
mecolok, hanya saja takikardi terjadi akibat nyeri yang hebat.
2) Pemeriksaan fisik
a) Wajah
Inspeksi : awarna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi. Amati
adanya pruritus dan abdominalitas lainnya.
Palpasi : palpasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur, edema
dan massa.
b) Kepala
Inspeksi : kesimetrisan dan kelainan. Tengkorak, kulit kepala (lesi,
massa).
Palpasi : dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari kebawah dari
tengah-tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya
bentuk kepala pembengkakan, massa dan nyeri tekan, kekauatan akar
rambut.
c) Mata
Inspeksi : kelopak mata, perhatikan kesimetrisannya. Amati daerah
orbital ada tidaknya edema, kemerahan atau jaringan lunak dibawah
bidang orbital, amati konjungtiva dan sklera (untuk mengetahui
adanya anemis atau tidak) dengan menarik/membuka kelopak mata.
Palpasi : ada tidaknya pembengkakan pada orbital dan kelenjar
lakrimal.
d) Hidung
Inspeksi : kesimetrisan betuk, adanya deformitas atau lesi dan cairan
keluar
Palpasi : bentuk dan jaringan lunak hidung adanya nyeri, massa,
penyimpangan bentuk
e) Telinga
Inspeksi : amati kesimetrisan bentuk, dan letak telinga, warna dan lesi
Palpasi : kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak, tulang
telinga ada nyeri atau tidak
f) Mulut dan faring
Inspeksi : warna dan mukosa bibir, lesi dan kelainan kongenital
kebersihan mulut, faring.
g) Leher
Inspeksi : bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembentukan jaringan parut atau massa.
h) Thorak dan tulang belakang
Inspeksi : kelainan bentuk thorak, kelainan bentuk tulang belakang,
pada Wanita (inspeksi payudara, bentuk dan ukuran)
Palpasi : ada tidaknya krepitus pada kusta
i) Paru posterior, lateral dan inferior
Inspeksi : kesimetrisan paru, ada tidaknya lesi
Palpasi : dengan meminta pasien menyebutkan angka missal 7777.
Bandingkan paru kanan dan kiri. Pengembangan paru dengan
meletakan kedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta
pasien bernafas Panjang.
Perkusi : dari puncak paru kebawah (suprakapularis/3-4 jari dari
Pundak sampai dengan torakal 10), catat suara perkusi:
sonor/hipersonor/redup.
Auskultasi : bunyi paru saat inspirasi dan aspirasi (vaskuler,
bronchovesikuler, bronchial, trackeal : suara abnormal wheezing,
ronchi, krekels)
j) Jantung dan pembuluh darah
Inspeksi : titik impuls maksimal, denyutan apical
Palpasi ; area aorta pada intercostae ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke
intercostae 3 dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada
intercostae 5 kiri. Kemudian pindah jari mitral 5-7 cm ke garis
midclavicular kiri.
Perkusi : untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri)
Auskultasi : bunyi jantung I dan II untuk mengetahui adanya bunyi
jantung tambahan
k) Abdomen
Inspeksi : ada tidaknya pembesaran, datar, cekung/cembung,
kebersihan umbilicus.
Palpasi : epigastrium, hepar, ginjal
Perkusi : 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
Auskultasi : 4 kuadran (peristaltic usus diukur dalam 1 menit, bising
usus)
l) Genitalia
Inspeksi : kebersihan, lesi, massa, perdarahan, dan peradangan. Serta
adanya kelainan.
Palpasi : palpasi adakah nyeri tekan dan benjolan
m) Ekstremitas
Inspeksi : kesimterisan, lesi, massa.
Palpasi : tonus otot, kekuatan otot. Kaji sirkulasi : akral hangat/dingin,
warna, CRT, kaji kemampuan pergerakan sendi. Kaji reflek fisiologis:
bisep, trisep, patella,arcilles.kaji reflek patologis: reflek plantar.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nausea berhubungan dengan obstruksi saluran kemih. (D.0076)
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis
c. Risiko jatuh berhubungan dengan efek agen farmakologis

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI DAN RASIONAL
a. Nausea
Manajemen mual (I.03117)
Observasi
- Identifikasi pengalaman mual
- Identifikasi isyarat non verbal ketidaknyamanan (missal bayi, anak-anak,
dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
- Identifikasi mual terhadap kualitasi hidup (missal, nafsu makan, aktivitas,
kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
- Identifikasi faktor penyebab mual (missal, pengobatan atau prosedur)
- Identifikasi antiemetic untuk mencegah mual (kecuali mual pada
kehamilan)
- Monitor mual (missal, frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
- Monitor asupan nutrisi dan kalori
Terapeutik
- Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (missal,bau tak sedap, suara
dan rangsangan visual yang tak menyenangkan)
- Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (missal, kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
- Beri makanan dalam jumlah kecil dan menarik
- Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak berwarna,
jika perlu
Edukasi
- Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
- Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual
- Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
- Ajarkan penggunaan Teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual
(missal, feedback hypnosis, relaksasi, terapi music, akupresur)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiemetic jika perlu

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif


Observasi (I.01011)
- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (seperti, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
kering)
- Monitor sputum (jumlah,warna, aroma)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head tilt dan chin lift (jaw thrust
jika curiga ada trauma servikal)
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
- Lakukan penghisapan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep mcgill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu

c. Resiko jatuh
Pencegahan jatuh (I.14540)
Observasi
- Identifikasi faktor risiko jatuh (mis,usia >65 tahun, penurunan tingkat
kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan, neuropati)
- Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai kibajakan
institusi
- Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis, lanate
licin, penerangan kurang)
- Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis, fall morse scale,
humpty dumpty scale), jika perlu
- Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi rodan dan
sebaliknya
Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
- Tempatkan pasien risiko jatuh dekat dengan pantauan perawat dari nurse
station
- Gunakan alat bantu berjalan (mis, kursi roda, walker)
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakanuntuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan
di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang
di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari
implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping (Harahap, 2019)

5. EVALUASI KEPERAWATAN
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Setiadi,2012).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami batu
ureter dan akan dilakukan operasi melalui suatu rangkaian proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
Pada tahap pengkajian, klien cukup kooperatif dan mudah dikaji sehingga informasi
yangdibutuhkan oleh penulis mudah didapatkan.
2. Diagnosa Keperawatan
Pada tahap pengkajian kasus klien, penulis menemukan beberapa diagnosa keperawatan
pada klien, meliputi:
1. Nausea berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan agen farmakologi
3. Risiko jatuh berhubungan dengan agen farmakologi
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan batu ureter sinistra
didasarkan pada teori,yaitu dengan menggunakan .
4. Pelaksanaan Keperawatan
Secara umum realisasi dari perencanaan telah dilaksanakan dengan baik sesuai
perencanaan, meskipun ada beberapa hambatan yang di dapat karena keterbatasan waktu.
5. Evaluasi Keperawatan
Berdasakan proses keperawatan yang telah dilaksanakan sebagian besar dapat mencapai
tujuan yang ditetapkan. Hal ini didukung oleh motivasi klien dan keluarga untuk
menyelesaikan masalah kesehatan.

B. Saran
1. Perawat
Perawat hendaknya melakukan pengkajian secara komperhensif pada pasien sehingga
meminimalkan masalah keperawatan yang muncul.
2. Instansi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien
sehingga mutu pelayanan menjadi meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

MorganG,HamiltonC.Obstetridanginekologipanduanpraktis.Edisike2.
Jakarta:EGC;2009.h.238-41.
TaberBZ.Kapitaselektakedaruratanobstetridan ginekologi.Edisike-2.Jakarta:
EGC;2007.h.98-103.
Bahiyatum.Bukuajarasuhankebidanannifasnormal.Jakarta:EGC;2009.h.29-38.
TimPokjaSLKIDPPPPNI.(2019).Standar LuaranKeperawatanIndonesia.

You might also like