LP Urolithiasis
LP Urolithiasis
LP Urolithiasis
DISUSUNOLEH
Rivaldy Mokodompit,S.Kep.,Ners
HALAMAN PERSETUJUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI
PADA Ny. R DENGAN DIAGNOSA URETEROLITHIASIS SINISTRA
TINDAKAN OPERASI URS LITHOTRIPSY DENGAN GENERAL ANESTESI
DI KAMAR OPERASI RS ADVENT BANDUNG
Disetujui Oleh:
Mengetahui,
Ketua Pelaksana Pelatihan Anestesi Clinical Instruktur
Sartono Setiawan, S.Kep., Ners., CAN Cyrillus Arya Seta, S.Kep., Ners., CAN
NIPA : 3221221002 NIPA : 32212210017
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
Batu ureter adalah proses terbentuknya kristal-kristal batu pada saluran
perkemihan. Batu ureter merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di
saluran kemih. Kondisi adanya batu pada saluran kemih memberikan gangguan pada
system perkemihan dan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien.
Batu ureter merupakan suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, kalkuli (batu
ginjal) pada ureter, kandung kemih, atau pada daerah ginjal. Batu ureter merupakan
obstruksi benda padat pada saluran kemih yang terbentuk karena faktor presipitasi
endapan dan senyawa tertentu. (Silalahi 2020).
2. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri / Kolik
Nyeri hebat atau kolik sekitar pinggang merupakan penanda penting dan paling
sering ditemukan. Nyeri biasanya muncul jika pasien kekurangan cairan tubuh
entah itu karena faktor masukan cairan yang kurang atau pengeluaran yang
berlebihan. Nyeri yang dirasakan rata-rata mencapai skala 9-10 diikuti keluhan
mual, wajah pucat, dan keringat dingin. Kondisi terjadi akibat batu mengiritasi
saluran kemih atau obstruksi batu yang menimbulkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi pelvis ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan
kolik.
b. Gangguan pola berkemih
Pasien merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasive batu. Dysuria, hematuria dan
pancaran urine yang menurun merupakan gejala yang sering mengikuti nyeri.
Terkadang urine yang keluar tampak keruh dan berbau.
c. Demam
Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran kemih,
bakteri akan terperangkap didalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan,
sehingga terjadilah infeksi. Sumbatan adalah batu yang menutup aliran urine akan
menimbulkan gejala infeksi saluran kemih yang ditandai dengan adanya demam
dan menggigil.
d. Gejala gastrointestinal
Respon rasa nyeri biasanya didapatkan keluhan gastrointestinal, meliputi keluhan
anoreksia, mual dan muntah yang memberikan manifestasi penurunan asupan
nutrisi umum. Gejala gastro intestinal ini akibat refleks retrointestinal dan
proksimitas anatomis ureter ke lambung, pancreas dan usus besar. Meliputi mual,
muntah, diare dan perasaan tidak mual diperut berhubungan dengan refluks
reointestinal dan penyebaran saraf (ganglion coeliac) antara ureter dan intestinal.
3. ETIOLOGI
Menurut Zamzami (2018) terdapat beberapa faktor yang mendorong pembentukan
batu ureter yaitu :
a. Peningkatan kadar kristaloid pembentuk batu dalam urine.
b. pH urine abnormal rendah atau tinggi
c. berkurangnya zat-zat pelindung dalam urine
d. sumbatan saluran kencing dengan stasis urine
Disamping itu, terdapat pula tiga faktor utama yang harus dipertimbangkan
untuk terjadinya batu ureter yaitu : Retensi partikel urine, supersaturasi urine, dan
kekurangan inhibitor kristalisasi urine. Kelebihan salah satu faktor ini
menyebabkan batu saluran kemih.
Sedangkan menurun Hamilah (2020) pembentukan batu disaluran kemih
dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor
endogen adalah faktor genetic seperti hipersistinuria, hiperkalsiuria primer,
hiperoksaluria primer, sedangkan faktor eksogen meliputi lingkungan, makanan,
infeksi, dan kejenuhan mineral didalam air minum.
4. PATOFISIOLOGI
Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urine dan menyebabkan
obstruksi, salah satunya adalah dengan statis urine dan menurunnya volume urine
akibat dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan
resiko terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urine adalah gejala abnormal yang
umum terjadi. Selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis seperti
komposisi batu beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab
urolithiasis. Pada umumnya urolithiasis terjadi akibat berbagai sebab dan disebut
faktor resiko.
Terapi dan prubahan gaya hidup merupakan intervensi yang dapat mengubah
faktor resiko, namun ada juga faktor resiko yang tidak dapat dirubah seperti, jenis
kelamin, pasien denga urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70-81 %
dibandingkan dengan perempuan 47-60%. Salah satu penyebab adalah adanya
peningkatan kadar hormone testosterone dan penurunan kadar hormone estrogenpada
laki-laki dalam pembentukan batu.
Umur, urolihiasis banyak terjadi pada usia dewasa disbanding usia tua, namun
bila dibandingkan dengan usia anak-anak, maka usia tua lebih sering terjadi. Riwayat
keluarga, pasien memiliki Riwayat keluarga denga urolithiasis ada kemungkinan
membatu dalam proses pembentukan batu saluran kemih pada pasien, hal ini mungkin
disebabkan karena adanya peningkatan produksi jumlah mucoprotein pada ginjal atau
kandung kemih yang dapat membentuk kristal dan membentuk menjadi batu atau
calculi. Kebiasaan diet dan obesitas intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang
dapat ditemukan pada the, kopi instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun,
dan sayuran berwarna hijau terutama bayam dapat menjadi penyebab terbentuknya
batu.
Faktor lingkungan, faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti letak
geografis dan iklim. Beberapa daerah menunjukan angka kejadian urolihiasis lebih
tinggi daripada daerah lain. Pekerjaan yang menuntut untuk bekerja dilingkungan
bersuhu tinggi serta intake cairan yang dibatasi atau terbatas dapat memacu
kehilangan banyak cairan dan merupakan resiko terbesar dalam pembentukan batu
karena adanya penurunan jumlah volume urin. Cairan, asupan cairan dikatakan
kurang apabila < 1 liter/hari, kurangnya intake cairan inilah yang menjadi penyebab
utama terjadinya urolithiasis khususnya nephrolithiasis karena hal ini dapat
menyebabkan berkurangnya aliran urin/volume urin.`
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berdasarkan teori Harmilah (2020) pemeriksaan penunjang urolithiasis antara lain :
a. Urinalisis : Warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukan
adanya sel darah merah, sel darah putih, dan kristal (sistin, asam urat, kalsium
oksalat), serta serpihan mineral, bakteri, pH urine asam (meningkatkan sistin dan
batu asam urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat ammonium atau
batu kalsium fosfat.
b. Urin (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
c. Culture urin : menunjukan adanya infeksi saluran kemih (staphylococcus aureus,
proteus, kliebsiela, pseudomonas).
d. Survei biokimia: peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat fosfat,
protein dan elektrolit.
e. BUN/Kreatinin serum dan urin : abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder tahap tertingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
f. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g. Hitung darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat, menunjukan infeksi
h. Sel darah merah : biasanya normal
i. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong
presitipasi pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi ginjal)
j. Hormone paratiroid : meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang rabsorbsi
kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serumdan kalsium urin)
k. Foto rontgen : menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomis pada area
ginjal dan sepanjang ureter
l. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomis (distensi
ureter) dan garis bentuk kalkuli
m. Sistoureteroskopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukan batu dan efek obstruksi
n. CT scan : mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter,
dan distensi kandung kemih
o. USG ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu
6. PENATALAKSANAAN
Tata Laksana Spesifik Batu Ureter
a. Konservatif
Terdapat beberapa data yang berkaitan dengan pengeluaran batu secara spontan
bergantung pada ukuran batu, diperkirakan 95% batu dapat keluar spontan dalam
waktu 40 hari dengan ukuran batu sekitar 4m. Observasi juga dapat dilakukan
pada pasien yang tidak memiliki komplikasi (infeksi, nyeri refrakter, penurunan
fungsi ginjal, kelainan anatomi saluran ureter).
b. Terapi Farmakologi
Terapi ekspulsi medikamentosa (medical expulsive therapy/MET), perlu
diinformasikan kepada pasien jika pengangkatan batu tidak diindikasikan. Bila
direncanakan pemberian terapi MET, selain ukuran batu ureter, perlu
dipertimbangkan beberapa faktor lainnya dalam pertimbangan pemilihan terapi.
Apabila timbul komplikasi seperti infeksi, nyeri refrakter, penurunan fungsi
ginjal, dan kelainan anatomi di ureter maka terapi perlu ditunda. Penggunaan a-
blocker sebagai terapi ekspulsi dapat menyebabkan efek samping seperti ejakulasi
retrograde dan hipotensi. Pasien yang diberikan a-blocker, penghambat kanal
kalsium (nifedipine), dan penghambat PDE-5 (tadalafil) memiliki peluang lebih
besar untuk keluarnya batu dengan episode kolik yang rendah dibandingkan tidak
diberikan terapi. Terapi kombinasi penghambat PDE-5 atau kortikosteroid dengan
a-blocker tidak direkomendasikan. Obat a-blocker menunjukan secara
keseluruhan lebih superior dibandingkan dengan nifedipine untuk batu ureter
distal. Terapi ekspulsi medikamentosa memiliki efikasi untuk tata laksana pasien
dengan batu ureter, khususnya batu ureter distal > 5mm. Beberapa studi
menunjukan durasi pemberian terapi obat-obatan selama 4 minggu, namun belum
ada data yang mendukung untuk interval lama pemberiannya.
c. Indikasi pengangkatan batu ureter secara aktif
- Kemungkinan kecil batu keluar secara spontannyeri menetap walaupun sudah
diberikan analgetic adekuat
- Obstruksi persisten
- Insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau solitary kidney)
- Kelainan anatomi ureter
d. Pilihan prosedur untuk pengangkatan batu ureter secara aktif
Secara keseluruhan dalam mencapai hasil kondisi bebas batu pada batu ureter,
perbandingan antara URS dan SWL memiliki efikasi yang sama. Namun , pada
batu berukuran besar, efikasi lebih baik dicapai dengan URS. Meskipun
penggunaan URS lebih efektif untuk batu ureter, namun memiliki resiko
komplikasi lebih besar dibandingkan SWL. Namun, era endourologi saat ini, rasio
komplikasi dan morbiditas secara signifikan menurun. URS juga merupakann
pilihan aman pada pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan angka bebas batu
dan rasio komplikasi sebanding. Namun pada pasien sangat obesitas (IMT >35
kg/m2) memiliki peningkatan rasio komplikasi 2 kali lipat.namun URS memiliki
tingkat pengulangan terapi yang lebih rendah dibandingkan SWL. Namun
membutuhkan prosedur tambahan missal (penggunaan DJ stent), tingkat
komplikasi yang lebih tinggi dan masa rawat yang lebih Panjang. Obesitas juga
dapat menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan SWL.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nausea berhubungan dengan obstruksi saluran kemih. (D.0076)
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis
c. Risiko jatuh berhubungan dengan efek agen farmakologis
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI DAN RASIONAL
a. Nausea
Manajemen mual (I.03117)
Observasi
- Identifikasi pengalaman mual
- Identifikasi isyarat non verbal ketidaknyamanan (missal bayi, anak-anak,
dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
- Identifikasi mual terhadap kualitasi hidup (missal, nafsu makan, aktivitas,
kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
- Identifikasi faktor penyebab mual (missal, pengobatan atau prosedur)
- Identifikasi antiemetic untuk mencegah mual (kecuali mual pada
kehamilan)
- Monitor mual (missal, frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
- Monitor asupan nutrisi dan kalori
Terapeutik
- Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (missal,bau tak sedap, suara
dan rangsangan visual yang tak menyenangkan)
- Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (missal, kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
- Beri makanan dalam jumlah kecil dan menarik
- Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak berwarna,
jika perlu
Edukasi
- Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
- Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual
- Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
- Ajarkan penggunaan Teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual
(missal, feedback hypnosis, relaksasi, terapi music, akupresur)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiemetic jika perlu
c. Resiko jatuh
Pencegahan jatuh (I.14540)
Observasi
- Identifikasi faktor risiko jatuh (mis,usia >65 tahun, penurunan tingkat
kesadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan, neuropati)
- Identifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai kibajakan
institusi
- Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis, lanate
licin, penerangan kurang)
- Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis, fall morse scale,
humpty dumpty scale), jika perlu
- Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi rodan dan
sebaliknya
Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
- Pasang handrail tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
- Tempatkan pasien risiko jatuh dekat dengan pantauan perawat dari nurse
station
- Gunakan alat bantu berjalan (mis, kursi roda, walker)
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan
saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakanuntuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan
di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang
di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari
implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping (Harahap, 2019)
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Setiadi,2012).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien yang mengalami batu
ureter dan akan dilakukan operasi melalui suatu rangkaian proses keperawatan yang
meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
Pada tahap pengkajian, klien cukup kooperatif dan mudah dikaji sehingga informasi
yangdibutuhkan oleh penulis mudah didapatkan.
2. Diagnosa Keperawatan
Pada tahap pengkajian kasus klien, penulis menemukan beberapa diagnosa keperawatan
pada klien, meliputi:
1. Nausea berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan agen farmakologi
3. Risiko jatuh berhubungan dengan agen farmakologi
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan batu ureter sinistra
didasarkan pada teori,yaitu dengan menggunakan .
4. Pelaksanaan Keperawatan
Secara umum realisasi dari perencanaan telah dilaksanakan dengan baik sesuai
perencanaan, meskipun ada beberapa hambatan yang di dapat karena keterbatasan waktu.
5. Evaluasi Keperawatan
Berdasakan proses keperawatan yang telah dilaksanakan sebagian besar dapat mencapai
tujuan yang ditetapkan. Hal ini didukung oleh motivasi klien dan keluarga untuk
menyelesaikan masalah kesehatan.
B. Saran
1. Perawat
Perawat hendaknya melakukan pengkajian secara komperhensif pada pasien sehingga
meminimalkan masalah keperawatan yang muncul.
2. Instansi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien
sehingga mutu pelayanan menjadi meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
MorganG,HamiltonC.Obstetridanginekologipanduanpraktis.Edisike2.
Jakarta:EGC;2009.h.238-41.
TaberBZ.Kapitaselektakedaruratanobstetridan ginekologi.Edisike-2.Jakarta:
EGC;2007.h.98-103.
Bahiyatum.Bukuajarasuhankebidanannifasnormal.Jakarta:EGC;2009.h.29-38.
TimPokjaSLKIDPPPPNI.(2019).Standar LuaranKeperawatanIndonesia.