Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Di Kawasan Pariwisata Prioritas Pembangunan Pemerintah Provinsi NTT Tahun 2019
Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Di Kawasan Pariwisata Prioritas Pembangunan Pemerintah Provinsi NTT Tahun 2019
Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Pengembangan Pariwisata Di Kawasan Pariwisata Prioritas Pembangunan Pemerintah Provinsi NTT Tahun 2019
Vol. 9 No 1, 2021
Abstract
The Tourism Sector was chosen as the primemover of economic development in East Nusa Tenggara Province. One of
the problems encountered in tourism development efforts in East Nusa Tenggara Province is related to the low
participation of local communities. This study aims to (1) Explain the form and the level of participation of local
communities and (2) Explain the obstacles / barriers faced by local communities in the development of tourism in the
six priority development locations of the NTT provincial government in 2019. The type of this research is qualitative
research. The data collection techniques used are in-depth interviews, observations, and library studies.
Determination of the informants in this study is using snowball sampling. The results of the study indicate that the
forms of local community participation consist from participation in activities directly related to tourism activities
and participation in activities not directly related to tourism activities. Meanwhile, in terms of the level of
participation, based on the concept of ladder of participation, the level of participation of local people in the six
locations of this study is on the second ladder namely tokenism where local people are given the opportunity, invited
to participate in the tourism sector but on the other hand they are not equipped with the ability adequate in the form
of knowledge and skills as well as adequate infrastructure. As for the obstacles faced by local communities in
participating in the tourism sector are (1) Lack of knowledge and skills to manage the potential of their resources;
(2) There is no holistic, integrative and thematic and sustainable training concept, (3) Does not yet have a tourism
activist in the village and a role model / pilot project location that has succeeded in developing the tourism sector as
an example, (4) Apathy towards the program programs related to tourism development, (5) unfavorable
infrastructure conditions, and (6) Lack of cooperation between local governments, non-governmental organizations
engaged in the tourism sector and local communities.
Keywords: participation, ladder of participation, community based tourism
I.
PENDAHULUAN pekerjaan dan kesempatan berusaha bagi
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masyarakat local sehingga harapan agar
masih dihadapkan pada berbagai masalah pariwisata menjadi salah satu solusi dalam
sosial dan salah satunya adalah masalah mengatasi permasalahan sosial di NTT seperti
kemiskinan. Sektor pariwisata dipilih sebagai kemisikinan dan gizi buruk bukan mustahil
sektor yang dapat diandalkan untuk mengatasi untuk diwujudkan.
permasalahan kemiskinan tersebut (Laiskodat, Paradigma pembangunan pariwisata
10 Januari 2019). Hal tersebut didasarkan pada yang digunakan dalam pengembangan
potensi daya tarik wisata yang dimiliki oleh pariwisata di NTT adalah Tourism Estate yakni
Provinsi NTT dimana berdasarkan data BPS pengembangan kawasan industri pariwisata
terdapat sekitar 443 daya tarik wisata menurut secara terpadu dan dinamis yang mampu
tema wisata baik wisata alam (nature), budaya menyediakan pertumbuhan ekonomi yang
(culture), minat khusus (special interest) dan cepat dalam hal kesempatan kerja, pendapatan,
buatan (artificial) (BPS NTT, 2018). Namun, peningkatan taraf hidup dalam mengaktifkan
belum semua daya tarik wisata ini sektor produksi (RPJMD Provinsi NTT Tahun
dikembangkan secara optimal. 2018-2023)
Melihat potensi yang ada tersebut maka Menyadari pentingnya pembangunan
Pemerintah Provinsi NTT telah menetapkan pariwisata yang berkelanjutan, salah satu
sektor pariwisata sebagai prime mover/ engine prioritas pembangunan pariwisata tersebut
of growth pembangunan demi terwujudnya adalah peningkatan kelembagaan dan SDM
kesejahteraan masyarakat (RPJMD Provinsi pariwisata berbasis masyarakat (community
NTT Tahun 2018-2023). Peningkatan jumlah based). Salah satu permasalahan yang ditemui
kunjungan wisatawan dan berbagai dalam upaya pengembangan pariwisata di
pembangunan fasilitas kepariwisataan seperti Provinsi NTT adalah terkait rendahnya
hotel dan restoran di sekitar daya tarik wisata partisipasi masyarakat lokal (RPJMD Provinsi
diharapkan dapat menciptakan lapangan NTT Tahun 2018-2023).
23
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
24
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
selalu di libatkan dalam proses rapat-rapat membuat kerajinan seperti tas, tenunan, dll.
terkait perencanaan seperti rapat Sedangkan untuk di Kuanara, masyarakat lokal
musrenbangdes, musrenbangcam,dll. Dalam yang memiliki keahlian untuk menari juga
kegiatan tersebut masyarakat lokal terlibat menyajikan tarian-tarian ketika diadakan
dengan memberikan saran, pemikiran, usulan, festival budaya di Danau Kelimutu.
dan pendapat mereka terkait hal-hal yang
dibutuhkan dalam upaya pembangunan dan b) Partisipasi dalam aktivitas yang terkait
pengembangan pariwisata di tempat mereka. langsung dengan kegiatan pariwisata
Selain itu masyarakat lokal dibeberapa lokasi Bentuk partisipasi masyarakat lokal di
penelitian juga terlibat dalam rapat- sekitar destinasi wisata Fatumnasi antara lain
rapat/pertemuan yang diadakan oleh kelompok usaha penginapan/homestay, pemeliharaan dan
sadar wisata maupun oleh Dinas pariwisata penyewaan kuda, usaha tenun ikat, dan usaha
maupun dinas teknis lainnya terkait upaya pengolahan kuliner berbahan lokal. Beberapa
pengembangan pariwisata di daerah mereka pelatihan yang pernah dilaksanakan antara lain
dimana masyarakat lokal juga terlibat dalam pelatihan pengolahan kuliner dari bahan lokal
memberikan sumbangan pemikiran, usul, dan dan pelatihan metode pencelupan benang
saran dalam rapat/pertemuan tersebut seperti untuk tenun ikat. Di desa Daiama yang berada
kebutuhan pelatihan dan kebutuhan sarana dan dalam kawasan wisata Mulut Seribu Rote,
peralatan pendukung lainnya dalam upaya aktivitas masyarakat yang bersentuhan
pengembangan pariwisata di tempat mereka. langsung dengan pariwisata masih sangat
Partisipasi berupa tenaga juga sedikit/minim. Terdapat satu usaha warung
ditemukan dalam penelitian ini. Di beberapa makan yang menjual nasi dengan lauk dari hasil
lokasi ditemukan bahwa masyarakat juga laut serta beberapa jenis minuman dan
memberikan kontribusi berupa tenaga dimana makanan ringan. Di desa ini sudah terbentuk
masyarakat terlibat dalam membantu proses pokdarwis namun pokdarwis desa ini belum
pembangunan dan pengerjaan sarana-sarana memiliki aktivitas apapun.
pendukung untuk pengembangan pariwisata di Di desa wisata Wolwal yang terdapat
tempat mereka seperti di Liman Kabupaten dalam kawasan wisata Moru di Alor, terdapat
Kupang masyarakat lokal terlibat untuk beberapa jenis aktivitas terkait kepariwisataan
membangun lopo-lopo. Selain itu seperti di yaitu pembuatan kerajinan seperti pembuatan
Fatumnasi Kabupaten TTS, masyarakat lokal tas dan keranjang berbahan lontar, bambu, dan
juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan pelepah pisang, tenunan, dan pembuatan
kebersihan seperti kerja bakti dan gotong makanan lokal berupa jagung titi dan menu
royong bersama untuk membersihkan lainnya. Beberapa hal terkait aktivitas
lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka. kepariwisataan yang perlu dipersiapkan seperti
Terkait partisipasi berupa keahlian juga ketersediaan tour guide. Terhadap kebutuhan
ditemukan dibeberapa lokasi penelitian seperti ini, beberapa pemuda di desa Wolwal juga telah
di Fatumnasi, masyarakat lokal di Fatumnasi mengikuti pelatihan tour guide dan juga dive
yang tergabung dalam kelompok sadar wisata master.
yang terkait dengan kesenian dan kerajinan Untuk kawasan pantai Liman di Semau
dimana ketika ada wisatawan yang datang terdapat beberapa penduduk berjualan
mereka biasanya menyambut dengan tarian- makanan dan minuman termasuk buah kelapa.
tarian penyambutan yang diiringi dengan Di Liman terdapat juga sebuah wisma di pesisir
nyanyian dan alat musik lokal. selain itu juga pantai dengan 5 ruangan di dalamnya milik
ibu-ibu yang memiliki keahlian menenun juga penduduk setempat. Terkait pokdarwis, di desa
menyediakan banyak kain tenunan khas daerah ini telah terdapat kelompok yang bergerak di
mereka yang di jual kepada wisatawan. Selain sektor pariwisata meskipun bukan merupakan
kain tenun juga terdapat beberapa sebuah pokdarwis yang formal. Di Praimadita
cinderamata/souvenir khas yang dibuat oleh Kabupaten Sumba Timur, belum banyak
masyarakat lokal untuk menjadi oleh-oleh khas aktivitas penduduk yang terkait langsung
dari tempat mereka. Hal yang sama juga dengan pariwisata. Beberapa orang yang
ditemukan di Wolwal Kabupaten Alor dimana memulai usaha di bidang pariwisata antara lain
ibu-ibu di Wolwal memiliki keahlian untuk Umbu Amar yang membuka usaha homestay.
25
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
Beberapa penduduk terlibat sebagai pengantar beberapa penduduk desa Uitiuh yang bekerja
wisatawan yang ingin menyebrang ke Salura sebagai nelayan. Di Desa Uiasa, banyak
(pulau Mengkudu). Kesempatan lain di mana penduduk yang bekerja sebagai nelayan dan
penduduk dapat mengambil bagian dalam budidaya rumput laut.
pariwisata adalah ketika dilaksanakan pacuan Di daerah Praimadita yang terletak di
kuda atau festival budaya lainnya. daerah pesisir memiliki potensi di sektor
Di Kuanara, kecamatan Moni Kawasan perikanan. Selama ini hasil tangkapan para
Kelimutu Kabupaten Ende, telah dikembangkan nelayan diminati oleh para pembeli dari
pariwisata yang berbasis masyarakat dimana wilayah Sumba Timur maupun dari Mataram,
masyarakat lokal terlibat aktif dalam kegiatan Jakarta dan Makassar. Beberapa penduduk di
pariwisata. Jenis usaha yang paling berkembang Praimadita juga bekerja sebagai petani dan
adalah jasa penginapan/homestay. Homestay di peternak. Terdapat beberapa kelompok
wilayah Moni dari Watugala hingga ke Kuanara peternak sapi dan beberapa desa dalam wilayah
adalah milik masyarakat lokal dengan jumlah kecamatan Karera terdapat potensi di sektor
kamar yang bervariasi mulai dari 2 - 7 kamar. perkebunan yaitu Jambu Mente.
Penduduk di desa ini juga membuka jalur Di kawasan Moni dan sekitarnya adalah
tracking menuju Danau Kelimutu dan daerah pertanian yang subur dengan sumber
masyarakat lokal menjadi pemandu tracking. air yang melimpah. Jenis-jenis tanaman
Saat ini beberapa lahan pertanian yang dikembangkan antara lain padi,
persawahan/perkebunan sedang disiapkan jagung, sayur-sayuran dan buah-buahan. Hasil
untuk agrowisata seperti adanya kebun panen biasanya dijual oleh para petani ke pasar
strawbery. Beberapa penduduk Waturaka juga dan terkadang beberapa pemilik homestay
tergabung dalam sanggar tari yang menjadi langsung membeli dari para petani di kebun
pengisi acara dalam festival Kelimutu. mereka.
c) Partisipasi dalam aktivitas yang tida 2) Kendala yang Dihadapi Masyarakat Lokal
terkait langsung dengan kegiatan dalam Berpartisipasi di Sektor
pariwisata Pariwisata
Desa-desa di wilayah sekitar Fatumnasi a) Kurangnya pengetahuan dan
dianugerahi kesuburan tanah dan iklim yang keterampilan untuk mengelola potensi
cocok untuk usaha pertanian maupun sumber daya yang dimiliki
peternakan. Di sektor pertanian para petani Hasil penelitian menemukan di hampir
menanam bawang putih, bawang prey, wortel, semua lokasi penelitian ini, terdapat satu
kol dan picai. Selain itu, para petani juga jawaban yang hampir sama dari setiap
memiliki kebun strowbery, apel, dan jeruk yang informan ketika mereka ditanyakan kendala
juga memiliki potensi untuk dikembangkan utama bagi masyarakat lokal untuk
menjadi agrowisata. Di sektor peternakan, berpartisipasi di sektor pariwisata yakni
beberapa penduduk mengembangkan usaha kualitas sumber daya manusia masyarakat lokal
penggemukan sapi dan babi serta pemeliharaan yang masih rendah. Hal ini terkait dengan
kuda. kurangnya keterampilan atau keahlian untuk
Di desa Daiama kawasan Mulut Seribu, mengolah sumber daya yang dimiliki. Di
penduduk desa Daiama lebih banyak Fatumnasi misalnya, Sebagian besar penduduk
melakukan aktivitas yang terkait dengan sektor yang berprofesi sebagai petani, belum memiliki
perikanan seperti penangkapan ikan dan keterampilan untuk mengembangkan sektor
budidaya rumput laut. Di sektor pertanian pertanian sebagai obyek pariwisata padahal
dihasilkan padi, jagung dan sorgum. Di sektor daerah fatumnasi memiliki potensi yang dapat
peternakan terdapat ayam, kambing, babi dan dikembangkan menjadi agrowisata. Di Daiama,
sapi. terkait pokdarwis telah dibentuk namun belum
Di beberapa desa sekitar pantai Liman disertai dengan pengetahuan dan keterampilan
Semau, mayoritas masyarakat bekerja di sektor tentang bagaimana menjalankan pokdarwis
pertanian, peternakan dan perikanan. Di desa tersebut. Akibatnya, pokdarwis tersebut belum
Uitiuh misalnya, penduduk setempat menanam dapat melakukan aktivitas terkait pariwisata.
jagung, padi dan bawang. Terdapat juga
26
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
27
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
potensi sumber daya tersebut yang menjadi pengerak pariwisata di desa Fatumnasi yaitu
persoalan untuk diatasi. Pemerintah daerah Bapak Mateos Anin. Di desa Fatumnasi Bapak
melalui instansi terkait tidak sama sekali belum Mateos Aninlah yang mengelola homestay
mengadakan pelatihan-pelatihan demi “Lopo Mutis” serta kelompok sadar wisata
peningkatan pengetahuan dan keterampilan (pokdarwis) di desa Fatumnasi tersebut.
masyarakat di sekitar destinasi. Kendati Sebagai sebuah destinasi yang menjadi
demikian, pelatihan-pelatihan yang diadakan prioritas pembangunan pemerintah provinsi
selama ini tidak memenuhi prinsip holistik, NTT, di desa Fatumnasi telah dilakukan
integratif, tematik dan sustainable. Tidak berbagai kegiatan seperti penyiapan sumber
holistik karena, pelatihan-pelatihan tersebut daya manusia berupa pelatihan-pelatihan
hanya diadakan secara parsial. Sebagai contoh, terkait sektor pariwisata serta pembangunan
bagi para penenun hanya diadakan pelatihan infrastruktur pendukung pariwisata lainnya
bagaimana mewarnai benang tanpa ada seperti jalan, dll. Sehingga dengan intervensi
pelatihan lain untuk menambah nilai produk dari pemerintah tersebut diharapkan nantinya
yang dihasilkan. Tidak integratif dan tematik desa Fatumnasi dapat menjadi salah satu role
karena pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh model desa/lokasi yang telah berhasil
masing-masing perangkat daerah adalah mengembangkan sektor pariwisatanya.
pelatihan yang tidak saling berhubungan dan Kedua contoh desa yang telah
tidak dilaksanakan dalam suatu konsep besar dikemukakan di atas hanya sebagian kecil dari
bersama misalnya pelatihan di sektor pertanian wilayah yang ingin dikembangkan dalam
dan peternakan diarahkan untuk pariwisata di Provinsi NTT. Tentu saja tidak
pengembangan pariwisata. Tidak sustainable semua desa memiliki tokoh penggerak seperti
sebab pelatihan-pelatihan tersebut diadakan yang terdapat di Detusoko dan Fatumnasi.
tidak secara berkelanjutan hanya ketika Kendati demikian, dari contoh ini kiranya dapat
diprogramkan saja dalam tahun berjalan. Jika menjadi pelajaran bagi kita betapa pentingnya
berganti tahun, maka akan ada program baru kehadiran tokoh penggerak pariwisata dan
yang tidak terkait dengan pelatihan adanya pilot project terkait pengembangan
sebelumnya. pariwisata.
28
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
musrenbangdes maupun musrenbangcam dana yang bersumber dari Dana Desa dan
belum semua/seluruhnya terealisasi dengan dikerjakan oleh masyarakat lokal termasuk
berbagai alasan seperti keterbatasan anggaran, dalam mensuplai material batu dan pasir yang
bukan kegiatan prioritas, dll. Hal tersebutlah dibutuhkan. Di desa Wolwal yang terdapat di
yang membuat masyarakat menjadi apatis dan Kawasan wisata Moru di Alor, kendala terkait
bahkan enggan untuk terlibat dalam aktivitas infrastruktur jalan juga turut dirasakan sebagai
pariwisata. kendala dalam pengembangan pariwisata.
Garrod (2001) menyampaikan elemen- Potensi wisata di Pulau Semau yang
elemen dari perencanaan pariwisata sangat bagus berupa keindahan pantai dan
partisipatif yang sukses yaitu: 1) membutuhkan wisata bahari kendati demikian, terkait
kepemimpinan yang efektif (memiliki infrastruktur, beberapa persoalan yang masih
kredibilitas sebagai orang yang memahami, dialami antara lain menyangkut ketersediaan
empati dan peduli dengan pendapat air bersih, jalan, listrik dan sinyal komunikasi.
stakeholder, memiliki kredibilitas sebagai Di Koanara Kawasan Kelimutu
seseorang yang memiliki keahlian yang Kabupaten Ende, jumlah kunjungan wisatawan
dibutuhkan di daerah tersebut, mandiri, yang menginap di homestay milik masyarakat
memiliki kemampuan mengidentifikasi masalah lokal cukup banyak. Kendati demikian,
yang nyata dan tidak nyata, mememiliki beberapa fasilitas pendukung terkait pariwisata
kemampuan mengatur partisipan, bersedia tidak tersedia di tempat ini seperti ATM, air
mengembangkan kelompok), mampu bersih, dan jaringan wifi. Terkait transportasi,
mengarahkan keterlibatan yang sifatnya top akses jalan di Koanara sudah cukup bagus dan
down ke bottom up), 2) pemberdayaan dapat dilalui dengan kendaraan baik roda dua
masyarakat lokal, 3) mengkaitkan keuntungan maupun roda empat.
ekonomi dengan konservasi, 4) melibatkan
stakeholder lokal dalam setiap tahapan proyek, f) Kurangnya kerjasama antara
5) adanya partisipasi lokal dalam monitoring Pemerintah daerah, Lembaga Swadaya
dan evaluasi proyek. Sedangkan menurut Masyarakat yang bergerak di sektor
Murphy (1985) menekankan pada strategi yang pariwisata dan Masyarakat Lokal
terfokus pada identifikasi tujuan masyarakat Hal menarik yang ditemukan dalam
dan keinginan serta kemampuan mereka penelitian ini adalah terdapat desa yang
menyerap manfaat pariwisata. berhasil dalam pariwisata tersebut adalah desa-
desa yang didampingi bertahun-tahun oleh
Lembaga Swadaya Masyarakat. Seperti di desa
e) Kondisi infrastruktur yang kurang
Waturaka Ende di dampingi oleh LSM
baik
Swisscontact dimana pendampingan selama 5
Tidak dapat dipungkiri bahwa
tahun menjadikan Waturaka saat ini menjadi
infrastruktur menjadi faktor yang penting
desa dengan sektor pariwisata yang cukup
dalam pengembangan pariwisata. Kondisi jalan
berkembang. Sedangkan untuk desa Koanara
yang belum baik membatasi akses para
menurut informan memang belum mendapat
wisatawan menuju ke destinasi wisata
pendampingan baik dari pemerintah maupun
Fatumnasi. Situasi serupa juga ditemukan pada
LSM. Sehingga pengembangan sektor
kawasan destinasi wisata Praimadita. Jarak
pariwisata di desa Koanara merupakan murni
yang cukup jauh dari pusat kota Waingapu,
inisiatif dari masyarakat lokal sendiri karena
ditambah dengan kondisi infrastruktur jalan
adanya peluang di sektor pariwisata tersebut
yang memprihatinkan menjadi tantangan
dengan melihat semakin banyaknya wisatawan
dalam pengembangan sektor pariwisata di
yang berkunjung ke Danau Kelimutu.
destinasi ini. Di Praimadita, salah satu
Untuk desa Fatumnasi, juga memang
kebutuhan yang mendesak adalah ketersediaan
belum ada pendampingan secara langsung
air bersih dan fasilitas kesehatan.
terkait pariwisata oleh LSM/NGO tetapi
Keadaan infrastruktur jalan yang
terdapat beberapa pihak swasta yang telah
kurang baik juga ditemukan di desa Daiama
membantu pembangunan MCK di homestay
yang menjadi pintu masuk menuju kawasan
Lopo Mutis milik Bapak Mateos Anin.
wisata Mulut Seribu Rote. Tahun ini diadakan
Sedangkan untuk pendampingan dari
pembangunan jalan sepanjang 1 km dengan
29
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
pemerintah menurut informan telah dilakukan musrembang atau melalui berbagai kegiatan
beberapa pendampingan berupa pelatihan- lainnya.
pelatihan terkait sektor pariwisata seperti Pada kelas yang lebih tinggi adalah
pelatihan pewarnaan benang, pengolahan tokenism, pada kelas ini, masyarakat
pangan lokal,dll. Hal ini sejalan dengan marginal memang diberi kesempatan untuk
pendapat Yaman & Mohd (2004) yang menyuarakan pendapatnya tapi mereka
menggarisbawahi kunci pengaturan tidak diberikan kekuatan untuk memastikan
pembangunan pariwisata dengan pendekatan bahwa apa yang disuarakan lantas
CBT yaitu adanya dukungan pemerintah serta ditindaklanjuti sehingga keterlibatanya tetap
dalam mewujudkan CBT membutuhkan tidak memberikan jaminan bahwa keadaan
dukungan struktur yang multi institusional agar akan berubah sebagaimana yang
sukses dan berkelanjutan. Sedangkan untuk diaspirasikan. Puncak teratas dari tangga
beberapa destinasi lainnya seperti di partisipasi ini adalah kelas citizen power, ini
Praimadita, Wolwal, dan Daiama memang adalah kelas yang tidak sekedar memberikan
belum ada pendampingan dari LSM di sektor ruang untuk bersuara bagi masyarakat
pariwisata dan pendampingan oleh LSM/NGO marginal, tetapi sekaligus juga kekuatan
lebih banyak dilakukan pada sektor pertanian untuk mengambil keputusan.
dan peternakan. Di keenam lokasi penelitian, tingkat
Kegiatan yang dilakukan oleh LSM/NGO partisipasi belum mencapai tahap citizenz
yang terkait pariwisata memiliki fokus pada power. Masyarakat memang diberi
pengembangan kapasitas sumber daya manusia kesempatan untuk menyampaikan aspirasi
dan disertai dengan dukungan program- terkait progam-program pembangunan yang
program kegiatan dari perangkat daerah terkait diharapkan, kendati demikian mereka belum
untuk menciptakan kemajuan di sektor memiliki power yang kuat untuk dapat
pariwisata. Demikianlah, pendampingan yang melaksanakan segala kegiatan
intensif adalah kunci keberhasilan kepariwisataan secara mandiri. Dengan
pengembangan sumber daya manusia demikian, berdasarkan konsep ladder of
masyarakat lokal. Kapasitas sumber daya participation, tingkat partisipasi masyarakat
manusia yang telah berkembang, berbagai di sektor pariwisata di ke enam lokasi
kegiatan dalam kepariwisataan dapat berjalan penelitian masih berada pada tangga kedua
dengan baik. yakni tokenism.
3) Tingkat partisipasi dan program yang b) Reverse the direction sebagai solusi
perlu dilaksanakan demi mewujudkan Yang dimaksud dengan konsep reverse
pengembangan di sektor pariwisata: the direction menurut Jones (1999) yaitu
Perspektif ladder of participation membalikan arah, yang semula top down,
a) Tingkat Partisipasi Masyarakat dibalikkan menjadi bottom up. Apa yang
menurut Konsep ladder of semula terakhir, dibalikkan menjadi yang
participation pertama dan apa yang semula dapat
Konsep ladder of participation yang dilakukan sendiri oleh pemerintah, menjadi
dikemukakan oleh Arnstein (1969) akan dilakukan dengan melibatkan masyarakat.
digunakan untuk melihat sejauh mana Reverse the direction berarti melibatkan
tingkat partisipasi masyarakat di tempat- masyarakat secara aktif, secara langsung,
tempat yang menjadi lokasi penelitian. Anak dalam proses-proses pembangunan, mulai
tangga terbawah (manipulation dan therapy) dari perencanaannya hingga pelaksanaan
digolongkan sebagai kelas non-participation. dan evaluasinya. Sebagai contoh, pola-pola
Di level ini, masyarakat tidak diberi ruang pelatihan atau pendampingan masyarakat
untuk berpartisipasi aktif selain hanya lokal yang selama ini dilaksanakan tidak
diminta untuk menerima informasi yang secara holistik, integratif, tematik dan
diberikan. Di keenam lokasi penelitian tidak berkelanjutan harus dirubah. Kegiatan-
ditemukan situasi ini di mana masyarakat kegiatan tersebut harus dikordinasikan
selalu diberikan ruang untuk menyampaikan secara baik antara setiap perangkat daerah,
aspirasi misalnya melalui mekanisme mengarahkannya pada tujuan akhir yang
30
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
31
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
32