29361-Article Text-103372-3-10-20231230

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

Aniq, F., Kemal, W., & Purwadi. (2023).

Analisis Erosi dan Indeks Bahaya Erosi pada Berbagai Penggunaan Lahan di Sub
DAS Opak Hulu-Tengah. Jurnal Ecosolum, 12(2):128-144. DOI: 10.20956/ecosolum.v12i2.29361

JURNAL ECOSOLUM
Volume 12 Issue 2, Desember 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

Analisis Erosi dan Indeks Bahaya Erosi pada Berbagai Penggunaan Lahan di Sub DAS
Opak Hulu-Tengah

(Erosion Analysis and Erosion Hazard Indeks on Various Land Uses in the Upper-Central
Opak Sub-Watershed)

Aniq Farikha*, Kemal Wijaya, Purwadi


Peminatan Ilmu Tanah, Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur, Surabaya
*
Corresponding email: aniqfa05@gmail.com

ABSTRACT
The Opak Hulu-Central sub-watershed is in the Special Region of Yogyakarta (DIY) which has quite
rapid population growth and is concentrated in Sleman Regency with a percentage of 30.69% (BPS DIY,
2021). This can have an impact on changes in land use which can result in higher erosion, especially
during the rainy season. This research aims to (1) examine the main factors of erosion and (2) examine
the Erosion Hazard Index for the upper-middle Opak Sub-watershed so that it can be used as an
appropriate conservation guide. This research uses an exploratory descriptive method and data analysis
is carried out using Arcgis 10.8 software and IBM SPSS Statistics 25. The research results show that
actual erosion in the upper-middle Opak sub-watershed ranges from 1.70 to 121.64 t/ha/year with 3 TBE
classifications, namely class I, II, and III with erosion factors that correlate with the amount of erosion.
Apart from that, the upper-central Opak sub-watershed has an erosion hazard index of 0.09 to 4.23,
which is classified as low to high.

Keywords: Erosion; Run Off; TSL; USLE

ABSTRAK
Sub DAS Opak Hulu-Tengah berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki
pertumbuhan penduduk cukup pesat dan terkonsentrasi di Kabupaten Sleman dengan persentase sebesar
30,69% (BPS DIY, 2021). Hal tersebut dapat berdampak pada perubahan penggunaan lahan yang dapat
mengakibatkan erosi semakin tinggi terutama saat musim hujan. Penelitian ini bertujuan (1) mengkaji
faktor utama erosi dan (2) mengkaji Indeks Bahaya Erosi Sub DAS Opak hulu-tengah sehingga dapat
dilakukan pemetaan wilayah terhdap tingkat erosi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
eksploratif, analisis data dilakukan menggunakan Software Arcgis 10.8 dan IBM SPSS Statistik 25.
Hasil penenlitian menunjukkan bahwa erosi aktual di Sub DAS Opak hulu-tengah berkisar antara 1,70
hingga 121,64 t/ha/tahun dengan 3 klasifikasi TBE yakni kelas I, II, dan III dengan faktor erosi yang
saling berkorelasi terhadap besarnya erosi. Selain itu, Sub DAS Opak hulu-tengah memiliki indeks
bahaya erosi sebesar 0,09 hingga 4,23 uang tergolong rendah hingga tinggi.

Kata Kunci: Erosi; Aliran Permukaan; EDP; USLE

1. PENDAHULUAN
Daerah aliran sungai (DAS) berperan besar dalam tata hidrologi dan pemenuhan kebutuhan air
manusia. Berdasarkan karakteristik dan perannya, DAS terbagi atas kawasan hulu, kawasan

128
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

tengah, dan kawasan hilir. Kawasan atau daerah hulu DAS memiliki peran krusial sebagai
daerah tangkapan dan resapan air hujan sedangkan kawasan tengah yang merupakan kawasan
peralihan juga mendukung peran tersebut. Kawasan Sub DAS Opak hulu-tengah hampir
seluruhnya mencakup Kabupaten Sleman yang memiliki persebaran penduduk terbesar di DIY
yakni sebesar 30,69% (BPS, 2021). Hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak pada
perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai kaidah konservasi tanah dan air sehingga dapat
meningkatkan erosi terutama saat musim hujan.
Erosi merupakan proses terkikisnya tanah oleh agen erosi atau air hujan yang
mengakibatkan hilangnya lapisan atas tanah karena terbawa oleh limpasan permukaan. Proses
erosi diawali dengan hancurnya agregat tanah oleh tetesan air hujan menjadi partikel yang lebih
kecil (detachment) kemudian partikel tersebut akan mengalami pemindahan (transportation)
dan mengendap di tempat yang lebih rendah (deposition) (Rusnam et al., 2013). Perhitungan
erosi umumnya dilakukan menggunakan metode USLE yang mengestimasi potensi erosi
menggunakan pendekatan terhadap erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang dan
kemiringan lereng (LS), dan tutupan lahan (CP). Selain itu, penggunaan metode USLE untuk
memperkirakan laju erosi telah digunakan dalam beberapa penelitian di berbagai negara seperti
di Cina oleh Zhang (2011) yang digunakan untuk estimasi erosi tanah di daerah pegunungan di
Cina pada skala nasional. Penelitian lain juga dilakukan di Korea oleh Eunjai (2017) yang
digunakan untuk menggambarkan tingkat keparahan erosi tanah regional di Korea. Erosi yang
terjadi pada lahan memiliki berbagai dampak seperti menurunkan daya dukung dan
produktivitas tanah (Banuwa, 2013).
Setiap lahan memiliki tingkat erosi yang berbeda yang besarannya sangat menentukan
berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai atau tidak
mengikuti kaidah konservasi tanah dan air dapat menyebabkan hilangnya humus dan serasah
yang berfungsi menyerap air hujan. Hal tersebut berdampak meningkatkan koefisien air larian
sehingga terjadi peningkatan sedimen dan debit sungai pada kawasan hilir (Laturua, 2018).
Oleh karena, perhitungan besarnya laju erosi pada lahan perlu dilakukan untuk mengetahui
tingkat erosi dan ancaman dampak erosi ke depannya. Perhitungan erosi ini juga dilakukan
dengan tujuan melakukan pemetaan lahan terhadap tingkat bahaya erosi sehingga dapat
dilakukan arahan dan upaya konservasi yang tepat sebagai bentuk usaha mempertahankan
produktivitas lahan dengan memprioritaskan lahan dengan erosi yang tinggi.

129
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

2. METODOLOGI
2.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di kawasan Sub DAS Opak hulu-tengah yang terletak pada 7˚36’1.78”
- 7˚41’22.14” LU dan 110˚26’43.06” - 110˚27’42.72” LS dengan 3 penggunaan lahan berbeda
yakni hutan (HT), kebun campuran (KC), dan sawah (SW). Analisis sifat fisik dan kimia tanah
dilakukan di laboratorium sumberdaya lahan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret hingga Juni 2023.

Gambar 1. Peta Sub DAS Opak

2.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan yakni alat tulis, handphone, laptop, Google Earth, ring tanah, kayu balok,
palu, bor tanah, meteran, clinometer, Software Arcgis 10.8, GPS, plastik sampel, karet gelang,
kasa, label, Microsoft Office. Alat-alat laboratorium meliputi permeameter, labu ukur, gelas
ukur, test tube, pipet volume, gelas beaker, spektrofotometer, ayakan. Bahan yang digunakan
yaitu bahan penunjang survei lapang yakni peta titik sampling (hasil pengolahan data sekunder);
sampel tanah utuh dan biasa; serta bahan pereaksi untuk analisis siddat fisik dan kimia tanah
yakni K2Cr2O7 2N, H2SO4 pekat, larutan standar 5.000 ppm C, H2O2 10%, HCl 2N, dan larutan
Na4P2O7 4%.

130
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

2.3. Metode Penelitian dan Analisis Data


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif eksploratif yang meliputi tahap pengumpulan
dan pengolahan data sekunder, pembuatan peta lapang, penentuan titik sampling, survey
lapang, pengambilan sampel tanah, analisis sifat fisik tanah, analisis sifat kimia tanah, serta
analisis spasial metode USLE menggunakan Software Arcgis 10.8. Analisis data menggunakan
metode deskriptif kualitatif dengan cara analisis spasial keruangan yang dilakukan dengan
bantuan Software Arcgis 10.8. (Arif & Danoedoro, 2017). Data yang digunakan adalah data
primer yang meliputi sifat fisik dan kimia tanah; jenis vegetasi; penggunaan lahan dan
pengelolaannya; data sekunder berupa DEMNAS; data curah hujan Kabupaten Sleman tahun
2017-2021 (NASA); peta jenis tanah dan penggunaan lahan Sub DAS Opak Hulu-Tengah skala
1:100.000 tahun 2020 (BPDASHL Serayu-Opak-Progo). Data sekunder tersebut kemudian
diolah dan di overlay untuk membuat peta lapang. Titik sampel ditentukan secara acak
(purposive random sampling) pada 3 SPL yakni hutan (HT), kebun campuran (KC) dan sawah
(SW) dengan 5 ulangan pada tiap SPL. Pengamatan dan pengukuran secara langsung terhadap
parameter-parameter yang dibutuhkan meliputi kemiringan lereng yang diukur menggunakan
clinometer, panjang lereng diukur menggunakan meteran, penggunaan lahan dan
konservasinya. Selain itu, dilakukan pula pengambilan sampel utuh dan tanah biasa pada 15
titik dengan 11 kedalaman yakni 0 – 30 cm. Sampel tersebut kemudian dianalisis di
laboratorium untuk mengetahui nilai tiap parameter dengan metode berikut:

Tabel 1. Parameter Analisis Sampel Tanah


No Parameter Metode
1 Tekstur Tanah Pipet
2 Struktur Tanah De Boot and De Leen
3 Berat Isi Gravimetri
4 Permeabilitas Klute and Dirksen
5 Bahan Organik Walkey and Blake

2.3.1. Faktor Erosivitas Hujan (R)


Erosivitas hujan merupakan kemampuan air hujan merusak atau menyebabkan tanah tererosi.
Erosivitas hujan diperoleh menggunakan rumus:

(𝑅𝐴𝐼𝑁)2,263 (𝑀𝐴𝑋𝑃)0,678
𝑅= (1)
40,065 (𝐷𝐴𝑌𝑆)0,349

131
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

Keterangan:
R = Erosivitas hujan (mm/tahun)
RAIN = curah hujan bulanan (cm)
MAXP = curah hujan maksimum harian (cm)
DAYS = jumlah hari hujan dalam 1 bulan.

2.3.2. Faktor Erodibilitas Tanah (K)


Erodibilitas tanah merupakan faktor yang menunjukkan mudah tidaknya suatu tanah untuk
tererosi. Erodibilitas dihitung mengsgunakan rumus Wischmeier & Smith (1978) dalam Arsyad
(2010):

{1,292(2,1M1,14 (10−4 )(12−a)+3,25(b−2)+2,5(c−3)}


𝐾= (2)
100
Keterangan:
K = Erodibilitas Tanah
M = Ukuran Partikel (%debu + %pasir halus) (100 - %liat)
a = Persen Bahan Organik (C Organik x 1,724)
b = Kelas Struktur Tanah
c = Kelas Permeabilitas Tanah

Tabel 2. Klasifikasi Erodibilitas di Indonesia


No Nilai K Tingkat Erodibilitas
1 < 0,10 Sangat rendah
2 0,10 – 0,15 Rendah
3 0,15 – 0,20 Agak rendah
4 0,20 – 0,25 Sedang
5 0,25 – 0,30 Agak tinggi
6 0,30 – 0,35 Tinggi
7 > 0,35 Sangat tinggi
Sumber: Arsyad (2010).

2.3.3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)


Nilai faktor LS diperoleh dari persamaan berikut:

L
𝐿𝑆 = √ 0,136 + 0,097𝑆 + 0,00139𝑆 2 (3)
100
Keterangan:
L = Panjang lereng (m)
S = Kemiringan lereng (%)

132
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

2.3.4. Faktor Vegetasi dan Pengelolaan Tanah (CP)


Faktor tutupan vegetasi menunjukkan perbandingan laju erosi pada lahan yang ditanami dengan
yang tidak ditanami tanaman. Faktor pengelolaan tanah menunjukkan perbandingan laju erosi
pada lahan yang dilakukan dan tidak dilakukan usaha pengelolaan/konservasi. Penentuan nilai
faktor CP dilakukan menggunakan tabel nilai pengelolaan tanaman oleh Arsyad (2010).

2.3.5. Pendugaan Erosi Metode USLE


Perhitungan dan prediksi erosi metode USLE menggunakan persamaan sebagai berikut
(Wischmeier & Smith, 1978):

𝐴 = 𝑅 x 𝐾 x 𝐿𝑆 x 𝐶 x 𝑃 (4)
Keterangan:
A = Banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun)
R = Faktor erosivitas hujan
K = Faktor erodibilitas tanah
LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng
C = Faktor vegetasi penutup tanah
P = Faktor tindakan konservasi/pengelolaan tanah

Tingkat bahaya erosi (TBE) merupakan estimasi jumlah tanah yang akan hilang yang
dipengaruhi oleh besarnya nilai faktor erosi tanah meliputi nilai R, K, LS, dan CP (Putra et al.,
2022) berdasarkan metode USLE. Penentun TBE dilakukan melalui klasifikasi kelas TBE
berdasarkan Permenhut No. P32/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik
Rehabilitasi Huutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTKRHL-DAS) berikut:

Tabel 3. Klasifikasi Kelas Tingkat Bahaya Erosi


Kelas Bahaya Erosi
I II III IV V
Solum Tanah
Erosi (ton/ha/tahun)
<15 15-60 60-180 180-480 > 480
Dalam (> 90 cm) SR R S B SB
Sedang (60 – 90 cm) R S B SB SB
Dangkal (30 – 60 cm) S B SB SB SB
Sangat Dangkal (<30 cm) B SB SB SB SB
Keterangan: SR = sangat ringan, R = ringan, S = sedang, B = berat, SB = sangat berat

133
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

2.3.6. Indeks Bahaya Erosi (IBE)


Indeks bahaya erosi merupakan perbandingan antara erosi aktual (A) dengan erosi yang dapat
ditoleransi atau Tolerable Soil Loss (EDP/TSL) menggunakan rumus Hammer (1981) dalam
Nurmani et al. (2016) dan diklasifikasikan berdasarkan Tabel 4.

𝐴
𝐼𝐵𝐸 = (5)
𝐸𝐷𝑃
𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛
𝐸𝐷𝑃 = 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 (6)
𝑘𝑒𝑙𝑒𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ

Keterangan:
IBE = Indeks bahaya erosi
A = Erosi aktual (ton/ha/thn)
EDP = Erosi yang diperbolehkan (ton/ha/thn)

Tabel 4. Klasifikasi Indeks Bahaya Erosi (IBE)


No Nilai Harkat
I < 1,00 Rendah
II 1,01 – 4,00 Sedang
III 4,01 – 10,00 Tinggi
IV > 10,00 Sangat tinggi
Sumber: Nurmani (2016).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Erosivitas Hujan (R)
Curah hujan Sub DAS Opak hulu-tengah selama 5 tahun terakhir memiliki rata-rata sebesar
2.225,23 mm/tahun yang tergolong dalam curah hujan sedang berdasarkan Peraturan Dirjen
Kehutanan No. 3 Tahun 2013. Hujan dengan rata-rata tertinggi terdapat pada bulan Februari
dengan curah hujan sebesar 483,05 mm/bulan dan rata-rata terendah terdapat pada bulan Juli
sebesar 29,11 mm/bulan. Berdasarkan data curah hujan tersebut, diperoleh indeks erosivitas
hujan lokasi penelitian sebesar 361,18 KJ/ha/tahun (Tabel 5). Curah hujan yang tinggi akan
menghasilkan kekuatan dispersi atau penghancur agregat yang kuat. Selain itu, curah hujan
yang tinggi juga akan menyebabkan aliran permukaan semakin tinggi terutama pada lahan
dengan cover crop rendah sehingga meningkatkan kemungkinan jumlah tanah yang terangkut.
Erosivitas hujan tertinggi terdapat pada bulan Februari yakni sebesar 191,29 KJ/ha dan
terendah pada bulan Juli yakni sebesar 0,13 KJ/ha. Erosivitas hujan yang tinggi pada bulan
Februari disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi dengan curah hujan harian maksimal
sebesar 7 cm/hari. Begitu pula sebaliknya, curah hujan dengan intensitas rendah pada bulan Juli

134
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

dan Agustus akan menghasilkan indeks erosivitas yang rendah pula. Hal ini sesuai dengan Eva
et al. (2017) bahwa besar kecilnya energi kinetik hujan sebagai agen erosi berbanding lurus
dengan tinggi rendahnya intensitas hujan. Semakin tinggi nilai erosivitas hujan, maka daya
hancurnya terhadap agregat akan semakin kuat.

Tabel 5. Faktor Erosivitas Hujan Sub DAS Opak Hulu-Tengah


Bulan CH (mm) RAIN (cm) MAXP (cm) DAYS R (KJ/ha)
Januari 305,86 30,59 4,15 29,2 46,40
Februari 483,05 48,30 7,00 27 191,29
Maret 202,5 20,25 2,71 27,8 13,93
April 201,27 20,13 3,37 27 16,06
Mei 120,39 12,04 2,14 16 4,44
Juni 82,02 8,20 1,99 13,6 1,87
Juli 29,11 2,91 0,72 4,6 0,13
Agustus 33,30 3,33 1,34 5,6 0,25
September 88,50 8,85 2,60 10,6 2,91
Oktober 152,10 15,21 2,82 17 8,87
November 210,08 21,01 3,24 23,8 18,01
Desember 317,18 31,72 4,77 26,8 57,04
Total 2225,23 222,52 36,86 229 361,18

3.2. Erodibilitas Tanah (K)


Sub DAS Opak hulu-tengah memiliki variasi tingkat erodibilitas yang terdiri dari tingkat sangat
rendah hingga agak tinggi (Tabel 6). Variasi nilai erodibilitas tersebut disebabkan perbedaan
faktor tanah. Tanah yang memiliki persentase debu tinggi, pasir sangat halus tinggi, dan liatnya
rendah, akan memiliki nilai M yang tinggi. Hal ini karena debu dan pasir sangat halus sangat
peka terhadap erosi dan limpasan permukaan sedangkan liat lebih tahan terhadap erosi karena
dapat membentuk agregat dengan ikatan yang cukup kuat.
Kebun campuran pada titik 1 (KC1) memiliki persentase total debu dan pasir sangat halus
paling besar yakni 50% dengan kandungan liat yang rendah sebesar 4% yang menghasilkan
nilai M sebesar 4.800 dan menjadi SPL dengan nilai M terbesar di lokasi penelitian. Berbeda
dengan KC1, KC5 memiliki persentase liat tertinggi yaitu sebesar 23% dengan persentase total
debu dan pasir sangat halus terendah yakni 6,2% sehingga menghasilkan nilai M terendah di
daerah penelitian yakni sebesar 477,4. Rendahnya nilai M menunjukkan bahwa ukurn partikel
dalam tanah didominasi oleh fraksi yang tidak peka atau tahan terhadap erosi. Erodibilitas tanah
juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik (BO) tanah. Bahan organik tanah berperan
mempererat hubungan antar partikel tanah sehingga membentuk agregasi yang kuat. Semakin

135
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

tinggi kandungan BO dalam tanah, maka agregat akan semakin stabil dan tidak mudah hancur
saat terkena air hujan. Namun jika tanah memiliki BO rendah dan didominasi oleh fraksi debu
yang tidak membentuk ikatan kuat seperti liat, maka tanah akan lebih mudah mengalami erosi
karena ikatan antar partikel lemah.

Tabel 6. Faktor Erodibilitas Tanah Sub DAS Opak Hulu-Tengah


SPL %D %L %P M A b c Nilai K Ket.
HT 1 32 6 5,8 3553,2 2,54 2 4 0,32 SD
HT 2 20 6 8,6 2688,4 2,79 2 4 0,23 SD
HT 3 34 8 2,1 3321,2 2,82 3 2 0,27 SD
HT 4 16 3 8,2 2347,4 0,95 1 4 0,20 SD
HT 5 10 5 5 1425 0,41 1 2 0,05 SR
KC 1 45 4 5 4800 5,18 3 3 0,33 AT
KC 2 26 7 2,8 2678,4 4,84 3 4 0,23 SD
KC 3 33 10 4,2 3348 7,12 3 3 0,18 R
KC 4 10 3 4,8 1435,6 1,45 1 1 0,01 SR
KC 5 3 23 3,2 477,4 4,73 3 4 0,10 SR
SW 1 25 7 6,7 2948,1 1,94 4 5 0,39 T
SW 2 20 7 3,2 2157,6 4,13 3 3 0,18 R
SW 3 18 8 2,4 1876,8 1,71 4 5 0,30 SD
SW 4 29 9 2,4 2857,4 3,85 3 4 0,27 SD
SW 5 29 3 1,4 2948,8 2,31 2 4 0,27 SD
Keterangan: HT = Hutan, KC = Kebun Campuran, SW = Sawah
SR = sangat ringan, R = ringan, SD = sedang, AT = agak tinggi, T = tinggi

Erodibilitas tanah tertinggi terdapat pada SW1 dengan nilai K sebesar 0,39. Tingginya
nilai erodibilitas ini disebabkan SW1 memiliki persentase fraksi yang mudah tererosi yakni
pasir sangat halus dan debu yang jauh lebih tinggi dibandingkan persentase liat. Selain itu, SW1
memiliki kandungan bahan organik rendah serta harkat kelas struktur dan permeabilitas yang
tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tanah mudah terpisah oleh air hujan dan terangkut oleh
limpasan permukaan. Pahlevi et al. (2018) mengungkapkan bahwa nilai erodibilitas yang besar
menunjukkan kerentanan tanah terhadap erosi juga besar. Erodibilitas terendah terdapat pada
KC4 dengan nilai K sebesar 0,01. Rendahnya nilai K pada KC4 disebabkan persentase debu
dan pasir sangat halus tidak terlalu tinggi serta tingginya harkat kelas struktur dan permeabilitas
tanah sehingga ikatan partikel tanah lebih kuat. Nilai erodibilitas yang rendah menunjukkan
kepekaan tanah terhadap erosi rendah. Hal ini sesuai dengan Andriyani et al. (2020) bahwa
kepekaan suatu tanah terhadap erosi akan semakin rendah seiring semakin rendahnya nilai K.
Begitu pula sebaliknya, kepekaan tanah terhadap erosi akan semakin meningkat seiring
bertambahnya nilai K.

136
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

3.3. Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)


Sub DAS Opak memiliki topografi bergelombang dengan panjang dan kemiringan lereng yang
bervariasi. Panjang lereng terpendek terdapat pada SPL SW5 dengan lereng sepanjang 9,7 m.
Lereng terpanjang terdapat pada SW2 dan SW1 dengan lereng sepanjang 20,3 dan 19,8 m.
Semakin panjang lereng, maka pengaruhnya terhadap erosi pun akan semakin besar. Hal ini
sesuai dengan penjelasan Andrian et al. (2014) bahwa lereng yang semakin panjang akan
menyebabkan pengikisan terhadap tanah semakin besar sebagai dampak peningkatan kecepatan
run off. Hal ini akan semakin terasa ketika berada pada kemiringan lereng yang sangat besar
atau sangat curam. Nilai LS pada lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 7 berikut:

Tabel 7. Faktor Panjang dan Kemiringan Lererng (LS) Sub DAS Opak Hulu-Tengah
Kemiringan lereng
SPL Panjang lereng (m) Nilai LS
(˚) (%)
HT 1 14,5 33,6 74,7 3,51
HT 2 12,4 35,9 79,8 3,46
HT 3 13,9 38,4 85,3 3,90
HT 4 16,1 40,2 89,3 4,39
HT 5 11,6 43,9 97,6 4,06
KC 1 19,3 33,1 73,6 3,99
KC 2 13,8 31,9 70,9 3,26
KC 3 15,2 30,5 67,8 3,28
KC 4 12,7 28,1 62,4 2,77
KC 5 13,1 26,5 58,9 2,66
SW 1 19,8 3,7 8,2 0,61
SW 2 20,3 5,5 12,2 0,83
SW 3 15,5 6,9 15,3 0,87
SW 4 11,2 13,9 30,9 1,36
SW 5 9,7 15,1 33,6 1,36
Keterangan: HT = Hutan, KC = Kebun Campuran, SW = Sawah

Kemiringan lereng pada hutan sekunder dan kebun campuran termasuk kategori sangat
curam karena memiliki kemiringan lereng lebih dari 40%. Hal ini menyebabkan kedua SPL
tersebut memiliki nilai LS yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sawah yang memiliki
persentase kemiringan lereng yang lebih kecil. Hutan sekunder, kebun campuran, dan sawah
memiliki nilai LS berturut-turut sebesar 3,86; 3,19; dan 1 dengan nilai LS terbesar 4,39 pada
SPL HT4 dan nilai LS terkecil sebesar 0,61 pada SW1. Besarnya nilai LS pada hutan sekunder
dan kebun campuran menyebabkan kedua SPL tersebut memiliki pengaruh yang lebih besar
terhadap erosi karena mengurangi penyerapan air hujan oleh tanah. Selain itu, semakin tinggi

137
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

nilai LS maka potensi limpasan permukaan atau run off akan semakin besar, begitu pula dengan
partikel tanah yang terangkut di dalamnya.

3.4. Vegetasi dan Pengelolaan Tanah (CP)


Sub DAS Opak hulu-tengah didominasi oleh 3 satuan penggunaan lahan (SPL) yakni hutan
sekunder, kebun campuran, dan sawah dengan komoditas padi. Nilai vegetasi (C) terendah
terdapat pada SPL HT3, HT4, dan HT5 yang merupakan hutan MPTS dengan seresah sedang
yang memiliki nilai C sebesar 0,1 sedangkan nilai tertinggi terdapat pada SW1, SW2, dan SW3
dengan nilai 0,561. Semakin tinggi nilai C maka pengaruhnya terhadap erosi akan semakin
besar. Hal ini karena peran vegetasi dalam melindungi tanah semakin rendah baik karena tajuk
yang tidak rapat ataupun lahan semakin tebuka. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai
C maka kemampuan vegetasi dalam melindungi tanah dari hujan semakin tinggi sehingga erosi
yang terjadi pada lahan semakin rendah. Nilai CP dapat dilihat pada Tabel 8 berikut:

Tabel 8. Faktor Vegetasi dan Pengelolaan Tanah (CP) Sub DAS Opak Hulu-Tengah
Nilai
SPL Penggunaan Lahan Nilai C Pengelolaan Nilai P
CP
HT1 Hutan tebang pilih 0,3 - 1 0,3
HT2 Hutan tebang pilih 0,3 Penanaman menurut kontur 0,9 0,27
HT3 Hutan seresah sedang 0,1 - 1 0,1
HT4 Hutan seresah sedang 0,1 - 1 0,1
HT5 Hutan seresah sedang 0,1 - 1 0,1
KC1 Kebun campuran (rapat) 0,2 - 1 0,2
KC2 Kebun campuran (rapat) 0,2 Penanaman menurut kontur 0,9 0,18
KC3 Kebun campuran (rapat) 0,2 Teras bangku (baik) 0,04 0,008
Kebun campuran (kurang
KC4 0,5 Penanaman menurut kontur 0,9 0,45
rapat)
Kebun campuran (kurang
KC5 0,5 - 1 0,5
rapat)
SW1 Padi 0,561 - 1 0,561
SW2 Padi 0,561 - 1 0,561
SW3 Padi 0,561 - 1 0,561
SW4 Padi 0,561 Teras bangku (kurang baik) 0,35 0,196
SW5 Padi 0,561 Teras bangku (sedang) 0,15 0,084
Keterangan: HT = Hutan, KC = Kebun Campuran, SW = Sawah

Tutupan tajuk yang rapat akan melindungi tanah dengan intensif. Air hujan tidak akan
mengenai tanah secara langsung melainkan secara perantara oleh tanaman atau vegetasi
penutup tanah. Tanaman akan terlebih dahulu terkena air hujan sehingga mengurangi energi
kinetik air hujan dan menyebabkan energi penghancur tanah berkurang. Hal ini sesuai dengan

138
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

Nurmani et al. (2016) yang menjelaskan peran penting vegetasi terhadap erosi dengan cara
menghalangi energi kinetik hujan secara langsung sehingga kerusakan tanah permukaan dapat
dicegah, mengurangi kecepatan dan daya kikis run off, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah,
mengurangi intensitas erosi, dan mendukung perkembangan dan keanekaragaman biota tanah
yang baik dalam mendukung perbaikan sifat tanah.
Tanah tanpa konservasi memiliki harkat paling tinggi yakni 1 sedangkan nilai terendah
terdapat pada pengelolaan dengan teras bangku dengan konstruksi bagus yang memiliki harkat
sebesar 0,04. Rendahnya nilai P menunjukkan pengelolaan tanah yang dilakukan dengan baik
sehingga dapat mengurangi erosi pada lahan. Pengelolaan tanah pada KC3 berupa pembuatan
teras dengan konstruksi bagus mampu mengurangi kemiringan tanah dan mempermudah
penyerapan air hujan oleh tanah, memperluas daerah infiltrasi, dan mengurangi limpasan
permukaan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Idjudin (2011) bahwa teras bangku berfungsi
memperlambat aliran permukaan dengan memotong lereng yang curam menjadi landai;
mempermudah dan memperluas daerah infiltrasi; dan mendukung pengolahan tanah. Selain itu,
penanaman tanaman penguat teras seperti rumput, ketela, atau vegetasi lainnya di bibir dan
samping teras akan meningkatkan efektivitas teras bangku sebagai pengendali erosi.
Keberadaan tanaman penguat ini akan mengurangi daya pukul hujan, melindungi teras, dan
mencegah kelongsoran teras.

3.5. Erosi Aktual (A) dan Tingkat Bahaya Erosi (TBE)


Erosi aktual di daerah penelitian cukup beragam dilihat dari banyaknya tanah yang tererosi
dalam satuan ton/ha/tahun. Erosi aktual terendah terdapat pada KC3 dengan erosi sebesar 1,70
ton/ha/tahun dan termasuk dalam TBE kelas I (Tabel 9). Faktor utama rendahnya erosi pada
SPL ini yaitu tutupan lahan dan pengelolaan tanah yang baik (CP). Penggunaan lahan berupa
kebun campuran yang rapat mampu mengurangi energi kinetik air hujan sebelum sampai ke
tanah sehingga daya hancurnya semakin rendah. Pengelolaan tanah berupa teras bangku dengan
konstruksi baik dan juga erodibilitas tanah yang rendah juga berperan sangat besar karena
mempermudah penyerapan air hujan oleh tanah sehingga limpasan permukaan juga berkurang.
Erosi tertinggi terdapat pada HT1 dengan erosi sebesar 121,64 ton/ha/tahun. Tingginya
erosi pada penggunaan lahan HT1 disebabkan oleh tingginya nilai erodibilitas, kelerengan, serta
vegetasi dan pengelolaan tanah. Penggunaan lahan berupa hutan tebang pilih menyebabkan
nilai (C) lebih besar karena pada SPL ini tutupan tajuk akan berkurang ketika diakukan

139
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

penebangan. Tidak adanya konservasi pada kemiringan lereng dan erodibilitas tanah yang besar
juga memperbesar erosi karena membuat air hujan sulit meresap ke tanah sehingga sebagian
besar air hujan akan menjadi run off yang menyebabkan erosi di lahan semakin tinggi. Laju
erosi pada HT5 dan KC4 sangat dipengaruhi oleh tingkat erodibilitas tanah. Kedua SPL tersebut
memiliki kelengan yang besar dan pengelolaan lahan yang tidak terlalu baik namun memiliki
erosi aktual yang rendah. Hal tersebut dikarenakan HT5 dan KC4 memiliki nilai erodibilitas
yang sangat rendah yakni 0,05 dan 0,01. Hutan pada titik 5 (HT5) memiliki tekstur pasir
berlempung sedangkan KC4 memiliki tekstur pasir. Dominasi fraksi kasar tersebut membuat
permeabilitas tanah semakin cepat sehingga mengurangi limpasan permukaan.

Tabel 9. Erosi Aktual (A) Sub DAS Opak Hulu-Tengah


K. Tanah
SPL R K LS CP A TBE EDP IBE Tingkat
(cm)
HT1 >110 361,18 0,32 3,51 0,3 121,64 III 70,91 1,72 Sedang
HT2 >110 361,18 0,23 3,46 0,27 77,52 III 71,66 1,08 Sedang
HT3 >110 361,18 0,27 3,90 0,1 38,07 II 79,45 0,48 Rendah
HT4 >110 361,18 0,2 4,39 0,1 31,72 II 96,79 0,33 Rendah
HT5 >110 361,18 0,05 4,06 0,1 7,33 I 82,41 0,09 Rendah
KC1 >110 361,18 0,33 3,99 0,2 95,11 III 53,91 1,76 Sedang
KC2 >110 361,18 0,23 3,26 0,18 48,70 II 53,89 0,90 Rendah
KC3 >110 361,18 0,18 3,28 0,008 1,70 I 55,88 0,03 Rendah
KC4 >110 361,18 0,01 2,77 0,5 5,00 I 72,19 0,06 Rendah
KC5 >110 361,18 0,1 2,66 0,5 48,05 II 64,59 0,74 Rendah
SW1 78 361,18 0,39 0,61 0,561 48,13 II 11,38 4,23 Tinggi
SW2 89 361,18 0,18 0,83 0,561 30,29 II 19,52 1,55 Sedang
SW3 84 361,18 0,3 0,87 0,561 52,93 II 23,53 2,25 Sedang
SW4 112 361,18 0,27 1,36 0,19635 25,95 II 25,07 1,03 Sedang
SW5 >110 361,18 0,27 1,36 0,08415 11,15 III 39,68 0,28 Rendah
Keterangan: HT = Hutan, KC = Kebun Campuran, SW = Sawah

(Uji F)

Gambar 2. Hasil Uji F dan Koefisien Determinasi

140
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

Faktor erosi yang meliputi erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang dan
kemiringan lereng (LS), serta tutupan vegetasi dan pengelolaan lahan (CP) saling berkorelasi
terhadap beesarnya erosi. Hal ini terlihat pada gambar 2 dengan hasil uji F yang menunjukkan
nilai signifikansi untuk pengaruh faktor erosi secara simultan terhadap erosi aktual sebesar
0,001 yang nilainya kurang dari 0,05 dan memiliki nilai F hitung sebesar 12,939 > F tabel yang
memiliki nilai 3,49. Hal ini menunjukkan bahwa faktor erodibilitas tanah, panjang dan
kemiringan lereng, serta vegetasi dan pengelolaan lahan berpengaruh secara simultan terhadap
besar kecilnya erosi aktual. Besarnya pengaruh faktor tersebut ditunjukkan dengan R square
(R2) pada tabel koefisien determinasi yang bernilai 0,779 atau memiliki pengaruh sebesar
77,9%. Imam et al. (2015) menjelaskan bahwa semakin besar nilai R2 atau semakin mendekati
angka 1 maka hubungan antara variabel semakin kuat.

Gambar 3. Peta Tingkat/Kelas Bahaya Erosi Sub DAS Opak Hulu-Tengah

3.6. Indeks Bahaya Erosi (IBE)


Indeks bahaya erosi (IBE) pada Sub DAS Opak hulu-tengah berkisar antara 0,20 hingga 7,60
yang tergolong rendah hingga tinggi. Tinggi rendahnya IBE ini disebabkan oleh besarnya erosi
aktual dan banyaknya tanah tererosi yang dapat ditoleransi (EDP). Penentuan IBE bertujuan
untuk menentukan atau mengklasifikasikan tingkat erosi akan membahayakan kelestarian
produktivitas tanah yang bersangkutan yang diperoleh dengan membandingkan nilai atau besar
erosi aktual dengan erosi yang diperbolehkan. Besarnya EDP dan IBE pada lahan dapat dilihat
pada Tabel 9.
EDP sendiri dipengaruhi kedalaman solum tanah dimana semakin dangkal solum tanah
maka EDP akan semakin kecil. Semakin dangkal solum tanah maka tanah yang dapat tererosi

141
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

semakin sedikit. Berdasarkan harkat IBE yang ditunjukkan Tabel 9, lahan dengan tingkat IBE
tinggi terdapat SW1 atau penggunaan lahan sawah dengan IBE sebesar 4,23 sedangkan IBE
terendah terdapat pada KC3 dengan IBE sebesar 0,03. Tatiek & Gusti (2012) mengungkapkan
bahwa apabila erosi lebih besar dari EDP maka lahan ini membutuhkan upaya konservasi
dengan merencanakan perbaikan faktor vegetasi dan pengelolaannya sedangkan apabila erosi
kurang dari atau sama dengan EDP maka lahan dapat dibiarkan dengan pengelolaan yang sudah
ada. Berdasarkan Tabel 9, lahan yang membutuhkan konservasi tanah dan air yaitu HT1, HT2,
KC1, SW1, SW2, SW3, dan SW4. Arahan konservasi dapat dilakukan secara mekanis melalui
bangunan sipil, biologis melalui vegetasi, ataupun secara kimia menggunakan pembenah tanah
dengan memperhitungkan terlebih dahulu nilai dari upaya yang akan dilakukan dan
pengaruhnya terhadap besar erosi aktual.

Gambar 4. Peta Indeks Bahaya Erosi (IBE) Sub DAS Opak Hulu-Tengah

4. KESIMPULAN
Erosi aktual di Sub DAS Opak hulu-tengah berkisar antara 1,70 hingga 121,64 ton/ha/tahun
dengan 3 klasifikasi TBE yakni kelas I, II, dan III dengan faktor erosi yang berkorelasi kuat
terhadap besarnya erosi. Sub DAS Opak hulu-tengah memiliki indeks bahaya erosi (IBE)
berkisar antara 0,09 hingga 4,23 yang tergolong rendah hingga tinggi dengan lahan prioritas
konservasi meliputi HT1, HT2, KC1, SW1, SW2, SW3, dan SW4 karena memiliki EDP lebih
besar dari erosi aktual.

142
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

DAFTAR PUSTAKA
Andrian, Supriadi, & Purba, M. (2014). Pengaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng
Terhadap Produksi Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Kebun Hapesong PTPN III
Tapanuli Selatan. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(3), 981–989.
Andriyani, I., Wahyuningsih, S., & Arumsari, R. (2020). Penentuan Tingkat Bahaya Erosi di
Wilayah DAS Bedadung Kabupaten Jember. JRPB, 8(1), 1–11.
https://doi.org/10.29303/jrpb.v8i1.122
Arif, N., Danoedoro, P., & Hartono, H. (2017). Pemodelan Spasial Erosi Kualitatif Berbasis
Raster (Studi Kasus di DAS Serang, Kabupaten Kulonprogo). Jurnal Ilmu Lingkungan,
15(2), 127-134.
Arsyad, S. (2010). Konservasi Tanah dan Air. IPB Press.
Banuwa. (2013). Erosi. Kencana Prenada Media Group.
BPS. (2021). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2021.
Eunjai, L., Sujung, A., & Sangjun, I. (2017). Estimation of Soil Erotion Rate in the Democratic
People’s Republic of Korea Using the RUSLE Model. Forest Science and Technology,
(13)3, 100-108.
Eva, S., Hadinoto, & Muhammad, I. (2017). Prediksi Tingkat Bahaya Erosi Menggunakan
Sistem Informasi Geografis (SIG) di Daerah Tangkapan Air Danau Wisata Bandar
Kayangan. Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan, 12(2), 109–117.
Hammer, W., I., (1981). Second Soil Conservation Consultant Report. AGOF/INS/78/006.
Tech. Note No.10. Centre for Soil Research, Bogor (ID).
Idjudin, A., A., (2011). Peranan Konservasi Lahan Dalam Pengelolaan Perkebunan. Jurnal
Sumberdaya Lahan, 5(2), 103–116.
Imam, B., Kemala, S., L., & Alida., L. (2015). Pendugaan Erosi Aktual berdasarkan Metode
USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng, dan Erodibilitas di Hulu Sub
DAS Padang. Jurnal Online Agroteknologi 3(1): 160-167.
Laturua, A., Hendrayanto, & Puspaningsih, N. (2018). Penggunaan lahan optimal dalam
tranformasi hujan limpasan di DAS Wae Ruhu. Media Konservasi, 23(1), 52–64.
Nurmani, U., Anton, M., & Rahman, A. (2016). Indeks Bahaya Erosi (IBE) Pada Beberapa
Penggunaan Lahan di Desa Malei Kecamatan Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala.
E-J. Agrotekbis, 4(2), 186–194.
Pahlevi, R., S., Hasan, H., & Devy, S. D. (2018). Studi Tingkat Erodibilitas Tanah Pada PIT
3000 Blok 3, PT. Bharinto Ekatama Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur.
Jurnal Teknologi Mineral FT UNMUL, 6(1), 17–20.
Putra, I., Jalil, M., Sufardi, & Alvisyahrin, T. (2022). Karakteristik Sifat Tanah pada Berbagai
Tipe Penggunaan Lahan di DAS Meureubo, Provinsi Aceh, Indonesia. Jurnal Agrotek
Lestari, 8(1), 86–97.
Rusnam, Eri, G., E., & Erich, M., S. (2013). Analisis Spasial Besaran Tingkat Erosi Pada Tiap
Satuan Lahan di Sub DAS Batang Kandis. Jurnal Teknik Lingkungan, 10 (2): 149-167.
Tatiek, & I, Gusti. (2012). Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada
Daerah Aliran Sungai Saba. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 1(1), 12–23.

143
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X

Wischmeir, W., H., & Smith, D., D. (1978). Predicting rainfall erosion losses – a guide to
conservation planning. Department of Agriculture, Agriculture Handbook.
Zhang, C., Xie, G., Liu, C., & Lu, C. (2011). Assessment of Soil Erosion Under Woodlands
Using USLE in China. Front. Earth Sci. 5, 150–161.

144

You might also like