29361-Article Text-103372-3-10-20231230
29361-Article Text-103372-3-10-20231230
29361-Article Text-103372-3-10-20231230
Analisis Erosi dan Indeks Bahaya Erosi pada Berbagai Penggunaan Lahan di Sub
DAS Opak Hulu-Tengah. Jurnal Ecosolum, 12(2):128-144. DOI: 10.20956/ecosolum.v12i2.29361
JURNAL ECOSOLUM
Volume 12 Issue 2, Desember 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
Analisis Erosi dan Indeks Bahaya Erosi pada Berbagai Penggunaan Lahan di Sub DAS
Opak Hulu-Tengah
(Erosion Analysis and Erosion Hazard Indeks on Various Land Uses in the Upper-Central
Opak Sub-Watershed)
ABSTRACT
The Opak Hulu-Central sub-watershed is in the Special Region of Yogyakarta (DIY) which has quite
rapid population growth and is concentrated in Sleman Regency with a percentage of 30.69% (BPS DIY,
2021). This can have an impact on changes in land use which can result in higher erosion, especially
during the rainy season. This research aims to (1) examine the main factors of erosion and (2) examine
the Erosion Hazard Index for the upper-middle Opak Sub-watershed so that it can be used as an
appropriate conservation guide. This research uses an exploratory descriptive method and data analysis
is carried out using Arcgis 10.8 software and IBM SPSS Statistics 25. The research results show that
actual erosion in the upper-middle Opak sub-watershed ranges from 1.70 to 121.64 t/ha/year with 3 TBE
classifications, namely class I, II, and III with erosion factors that correlate with the amount of erosion.
Apart from that, the upper-central Opak sub-watershed has an erosion hazard index of 0.09 to 4.23,
which is classified as low to high.
ABSTRAK
Sub DAS Opak Hulu-Tengah berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki
pertumbuhan penduduk cukup pesat dan terkonsentrasi di Kabupaten Sleman dengan persentase sebesar
30,69% (BPS DIY, 2021). Hal tersebut dapat berdampak pada perubahan penggunaan lahan yang dapat
mengakibatkan erosi semakin tinggi terutama saat musim hujan. Penelitian ini bertujuan (1) mengkaji
faktor utama erosi dan (2) mengkaji Indeks Bahaya Erosi Sub DAS Opak hulu-tengah sehingga dapat
dilakukan pemetaan wilayah terhdap tingkat erosi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
eksploratif, analisis data dilakukan menggunakan Software Arcgis 10.8 dan IBM SPSS Statistik 25.
Hasil penenlitian menunjukkan bahwa erosi aktual di Sub DAS Opak hulu-tengah berkisar antara 1,70
hingga 121,64 t/ha/tahun dengan 3 klasifikasi TBE yakni kelas I, II, dan III dengan faktor erosi yang
saling berkorelasi terhadap besarnya erosi. Selain itu, Sub DAS Opak hulu-tengah memiliki indeks
bahaya erosi sebesar 0,09 hingga 4,23 uang tergolong rendah hingga tinggi.
1. PENDAHULUAN
Daerah aliran sungai (DAS) berperan besar dalam tata hidrologi dan pemenuhan kebutuhan air
manusia. Berdasarkan karakteristik dan perannya, DAS terbagi atas kawasan hulu, kawasan
128
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
tengah, dan kawasan hilir. Kawasan atau daerah hulu DAS memiliki peran krusial sebagai
daerah tangkapan dan resapan air hujan sedangkan kawasan tengah yang merupakan kawasan
peralihan juga mendukung peran tersebut. Kawasan Sub DAS Opak hulu-tengah hampir
seluruhnya mencakup Kabupaten Sleman yang memiliki persebaran penduduk terbesar di DIY
yakni sebesar 30,69% (BPS, 2021). Hal tersebut dikhawatirkan dapat berdampak pada
perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai kaidah konservasi tanah dan air sehingga dapat
meningkatkan erosi terutama saat musim hujan.
Erosi merupakan proses terkikisnya tanah oleh agen erosi atau air hujan yang
mengakibatkan hilangnya lapisan atas tanah karena terbawa oleh limpasan permukaan. Proses
erosi diawali dengan hancurnya agregat tanah oleh tetesan air hujan menjadi partikel yang lebih
kecil (detachment) kemudian partikel tersebut akan mengalami pemindahan (transportation)
dan mengendap di tempat yang lebih rendah (deposition) (Rusnam et al., 2013). Perhitungan
erosi umumnya dilakukan menggunakan metode USLE yang mengestimasi potensi erosi
menggunakan pendekatan terhadap erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang dan
kemiringan lereng (LS), dan tutupan lahan (CP). Selain itu, penggunaan metode USLE untuk
memperkirakan laju erosi telah digunakan dalam beberapa penelitian di berbagai negara seperti
di Cina oleh Zhang (2011) yang digunakan untuk estimasi erosi tanah di daerah pegunungan di
Cina pada skala nasional. Penelitian lain juga dilakukan di Korea oleh Eunjai (2017) yang
digunakan untuk menggambarkan tingkat keparahan erosi tanah regional di Korea. Erosi yang
terjadi pada lahan memiliki berbagai dampak seperti menurunkan daya dukung dan
produktivitas tanah (Banuwa, 2013).
Setiap lahan memiliki tingkat erosi yang berbeda yang besarannya sangat menentukan
berhasil tidaknya suatu pengelolaan lahan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai atau tidak
mengikuti kaidah konservasi tanah dan air dapat menyebabkan hilangnya humus dan serasah
yang berfungsi menyerap air hujan. Hal tersebut berdampak meningkatkan koefisien air larian
sehingga terjadi peningkatan sedimen dan debit sungai pada kawasan hilir (Laturua, 2018).
Oleh karena, perhitungan besarnya laju erosi pada lahan perlu dilakukan untuk mengetahui
tingkat erosi dan ancaman dampak erosi ke depannya. Perhitungan erosi ini juga dilakukan
dengan tujuan melakukan pemetaan lahan terhadap tingkat bahaya erosi sehingga dapat
dilakukan arahan dan upaya konservasi yang tepat sebagai bentuk usaha mempertahankan
produktivitas lahan dengan memprioritaskan lahan dengan erosi yang tinggi.
129
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
2. METODOLOGI
2.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di kawasan Sub DAS Opak hulu-tengah yang terletak pada 7˚36’1.78”
- 7˚41’22.14” LU dan 110˚26’43.06” - 110˚27’42.72” LS dengan 3 penggunaan lahan berbeda
yakni hutan (HT), kebun campuran (KC), dan sawah (SW). Analisis sifat fisik dan kimia tanah
dilakukan di laboratorium sumberdaya lahan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret hingga Juni 2023.
130
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
(𝑅𝐴𝐼𝑁)2,263 (𝑀𝐴𝑋𝑃)0,678
𝑅= (1)
40,065 (𝐷𝐴𝑌𝑆)0,349
131
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
Keterangan:
R = Erosivitas hujan (mm/tahun)
RAIN = curah hujan bulanan (cm)
MAXP = curah hujan maksimum harian (cm)
DAYS = jumlah hari hujan dalam 1 bulan.
L
𝐿𝑆 = √ 0,136 + 0,097𝑆 + 0,00139𝑆 2 (3)
100
Keterangan:
L = Panjang lereng (m)
S = Kemiringan lereng (%)
132
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
𝐴 = 𝑅 x 𝐾 x 𝐿𝑆 x 𝐶 x 𝑃 (4)
Keterangan:
A = Banyaknya tanah tererosi (ton/ha/tahun)
R = Faktor erosivitas hujan
K = Faktor erodibilitas tanah
LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng
C = Faktor vegetasi penutup tanah
P = Faktor tindakan konservasi/pengelolaan tanah
Tingkat bahaya erosi (TBE) merupakan estimasi jumlah tanah yang akan hilang yang
dipengaruhi oleh besarnya nilai faktor erosi tanah meliputi nilai R, K, LS, dan CP (Putra et al.,
2022) berdasarkan metode USLE. Penentun TBE dilakukan melalui klasifikasi kelas TBE
berdasarkan Permenhut No. P32/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik
Rehabilitasi Huutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTKRHL-DAS) berikut:
133
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
𝐴
𝐼𝐵𝐸 = (5)
𝐸𝐷𝑃
𝐾𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝑎𝑛
𝐸𝐷𝑃 = 𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑖𝑠𝑖 (6)
𝑘𝑒𝑙𝑒𝑠𝑡𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ
Keterangan:
IBE = Indeks bahaya erosi
A = Erosi aktual (ton/ha/thn)
EDP = Erosi yang diperbolehkan (ton/ha/thn)
134
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
dan Agustus akan menghasilkan indeks erosivitas yang rendah pula. Hal ini sesuai dengan Eva
et al. (2017) bahwa besar kecilnya energi kinetik hujan sebagai agen erosi berbanding lurus
dengan tinggi rendahnya intensitas hujan. Semakin tinggi nilai erosivitas hujan, maka daya
hancurnya terhadap agregat akan semakin kuat.
135
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
tinggi kandungan BO dalam tanah, maka agregat akan semakin stabil dan tidak mudah hancur
saat terkena air hujan. Namun jika tanah memiliki BO rendah dan didominasi oleh fraksi debu
yang tidak membentuk ikatan kuat seperti liat, maka tanah akan lebih mudah mengalami erosi
karena ikatan antar partikel lemah.
Erodibilitas tanah tertinggi terdapat pada SW1 dengan nilai K sebesar 0,39. Tingginya
nilai erodibilitas ini disebabkan SW1 memiliki persentase fraksi yang mudah tererosi yakni
pasir sangat halus dan debu yang jauh lebih tinggi dibandingkan persentase liat. Selain itu, SW1
memiliki kandungan bahan organik rendah serta harkat kelas struktur dan permeabilitas yang
tinggi. Hal tersebut mengakibatkan tanah mudah terpisah oleh air hujan dan terangkut oleh
limpasan permukaan. Pahlevi et al. (2018) mengungkapkan bahwa nilai erodibilitas yang besar
menunjukkan kerentanan tanah terhadap erosi juga besar. Erodibilitas terendah terdapat pada
KC4 dengan nilai K sebesar 0,01. Rendahnya nilai K pada KC4 disebabkan persentase debu
dan pasir sangat halus tidak terlalu tinggi serta tingginya harkat kelas struktur dan permeabilitas
tanah sehingga ikatan partikel tanah lebih kuat. Nilai erodibilitas yang rendah menunjukkan
kepekaan tanah terhadap erosi rendah. Hal ini sesuai dengan Andriyani et al. (2020) bahwa
kepekaan suatu tanah terhadap erosi akan semakin rendah seiring semakin rendahnya nilai K.
Begitu pula sebaliknya, kepekaan tanah terhadap erosi akan semakin meningkat seiring
bertambahnya nilai K.
136
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
Tabel 7. Faktor Panjang dan Kemiringan Lererng (LS) Sub DAS Opak Hulu-Tengah
Kemiringan lereng
SPL Panjang lereng (m) Nilai LS
(˚) (%)
HT 1 14,5 33,6 74,7 3,51
HT 2 12,4 35,9 79,8 3,46
HT 3 13,9 38,4 85,3 3,90
HT 4 16,1 40,2 89,3 4,39
HT 5 11,6 43,9 97,6 4,06
KC 1 19,3 33,1 73,6 3,99
KC 2 13,8 31,9 70,9 3,26
KC 3 15,2 30,5 67,8 3,28
KC 4 12,7 28,1 62,4 2,77
KC 5 13,1 26,5 58,9 2,66
SW 1 19,8 3,7 8,2 0,61
SW 2 20,3 5,5 12,2 0,83
SW 3 15,5 6,9 15,3 0,87
SW 4 11,2 13,9 30,9 1,36
SW 5 9,7 15,1 33,6 1,36
Keterangan: HT = Hutan, KC = Kebun Campuran, SW = Sawah
Kemiringan lereng pada hutan sekunder dan kebun campuran termasuk kategori sangat
curam karena memiliki kemiringan lereng lebih dari 40%. Hal ini menyebabkan kedua SPL
tersebut memiliki nilai LS yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sawah yang memiliki
persentase kemiringan lereng yang lebih kecil. Hutan sekunder, kebun campuran, dan sawah
memiliki nilai LS berturut-turut sebesar 3,86; 3,19; dan 1 dengan nilai LS terbesar 4,39 pada
SPL HT4 dan nilai LS terkecil sebesar 0,61 pada SW1. Besarnya nilai LS pada hutan sekunder
dan kebun campuran menyebabkan kedua SPL tersebut memiliki pengaruh yang lebih besar
terhadap erosi karena mengurangi penyerapan air hujan oleh tanah. Selain itu, semakin tinggi
137
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
nilai LS maka potensi limpasan permukaan atau run off akan semakin besar, begitu pula dengan
partikel tanah yang terangkut di dalamnya.
Tabel 8. Faktor Vegetasi dan Pengelolaan Tanah (CP) Sub DAS Opak Hulu-Tengah
Nilai
SPL Penggunaan Lahan Nilai C Pengelolaan Nilai P
CP
HT1 Hutan tebang pilih 0,3 - 1 0,3
HT2 Hutan tebang pilih 0,3 Penanaman menurut kontur 0,9 0,27
HT3 Hutan seresah sedang 0,1 - 1 0,1
HT4 Hutan seresah sedang 0,1 - 1 0,1
HT5 Hutan seresah sedang 0,1 - 1 0,1
KC1 Kebun campuran (rapat) 0,2 - 1 0,2
KC2 Kebun campuran (rapat) 0,2 Penanaman menurut kontur 0,9 0,18
KC3 Kebun campuran (rapat) 0,2 Teras bangku (baik) 0,04 0,008
Kebun campuran (kurang
KC4 0,5 Penanaman menurut kontur 0,9 0,45
rapat)
Kebun campuran (kurang
KC5 0,5 - 1 0,5
rapat)
SW1 Padi 0,561 - 1 0,561
SW2 Padi 0,561 - 1 0,561
SW3 Padi 0,561 - 1 0,561
SW4 Padi 0,561 Teras bangku (kurang baik) 0,35 0,196
SW5 Padi 0,561 Teras bangku (sedang) 0,15 0,084
Keterangan: HT = Hutan, KC = Kebun Campuran, SW = Sawah
Tutupan tajuk yang rapat akan melindungi tanah dengan intensif. Air hujan tidak akan
mengenai tanah secara langsung melainkan secara perantara oleh tanaman atau vegetasi
penutup tanah. Tanaman akan terlebih dahulu terkena air hujan sehingga mengurangi energi
kinetik air hujan dan menyebabkan energi penghancur tanah berkurang. Hal ini sesuai dengan
138
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
Nurmani et al. (2016) yang menjelaskan peran penting vegetasi terhadap erosi dengan cara
menghalangi energi kinetik hujan secara langsung sehingga kerusakan tanah permukaan dapat
dicegah, mengurangi kecepatan dan daya kikis run off, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah,
mengurangi intensitas erosi, dan mendukung perkembangan dan keanekaragaman biota tanah
yang baik dalam mendukung perbaikan sifat tanah.
Tanah tanpa konservasi memiliki harkat paling tinggi yakni 1 sedangkan nilai terendah
terdapat pada pengelolaan dengan teras bangku dengan konstruksi bagus yang memiliki harkat
sebesar 0,04. Rendahnya nilai P menunjukkan pengelolaan tanah yang dilakukan dengan baik
sehingga dapat mengurangi erosi pada lahan. Pengelolaan tanah pada KC3 berupa pembuatan
teras dengan konstruksi bagus mampu mengurangi kemiringan tanah dan mempermudah
penyerapan air hujan oleh tanah, memperluas daerah infiltrasi, dan mengurangi limpasan
permukaan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Idjudin (2011) bahwa teras bangku berfungsi
memperlambat aliran permukaan dengan memotong lereng yang curam menjadi landai;
mempermudah dan memperluas daerah infiltrasi; dan mendukung pengolahan tanah. Selain itu,
penanaman tanaman penguat teras seperti rumput, ketela, atau vegetasi lainnya di bibir dan
samping teras akan meningkatkan efektivitas teras bangku sebagai pengendali erosi.
Keberadaan tanaman penguat ini akan mengurangi daya pukul hujan, melindungi teras, dan
mencegah kelongsoran teras.
139
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
penebangan. Tidak adanya konservasi pada kemiringan lereng dan erodibilitas tanah yang besar
juga memperbesar erosi karena membuat air hujan sulit meresap ke tanah sehingga sebagian
besar air hujan akan menjadi run off yang menyebabkan erosi di lahan semakin tinggi. Laju
erosi pada HT5 dan KC4 sangat dipengaruhi oleh tingkat erodibilitas tanah. Kedua SPL tersebut
memiliki kelengan yang besar dan pengelolaan lahan yang tidak terlalu baik namun memiliki
erosi aktual yang rendah. Hal tersebut dikarenakan HT5 dan KC4 memiliki nilai erodibilitas
yang sangat rendah yakni 0,05 dan 0,01. Hutan pada titik 5 (HT5) memiliki tekstur pasir
berlempung sedangkan KC4 memiliki tekstur pasir. Dominasi fraksi kasar tersebut membuat
permeabilitas tanah semakin cepat sehingga mengurangi limpasan permukaan.
(Uji F)
140
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
Faktor erosi yang meliputi erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), panjang dan
kemiringan lereng (LS), serta tutupan vegetasi dan pengelolaan lahan (CP) saling berkorelasi
terhadap beesarnya erosi. Hal ini terlihat pada gambar 2 dengan hasil uji F yang menunjukkan
nilai signifikansi untuk pengaruh faktor erosi secara simultan terhadap erosi aktual sebesar
0,001 yang nilainya kurang dari 0,05 dan memiliki nilai F hitung sebesar 12,939 > F tabel yang
memiliki nilai 3,49. Hal ini menunjukkan bahwa faktor erodibilitas tanah, panjang dan
kemiringan lereng, serta vegetasi dan pengelolaan lahan berpengaruh secara simultan terhadap
besar kecilnya erosi aktual. Besarnya pengaruh faktor tersebut ditunjukkan dengan R square
(R2) pada tabel koefisien determinasi yang bernilai 0,779 atau memiliki pengaruh sebesar
77,9%. Imam et al. (2015) menjelaskan bahwa semakin besar nilai R2 atau semakin mendekati
angka 1 maka hubungan antara variabel semakin kuat.
141
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
semakin sedikit. Berdasarkan harkat IBE yang ditunjukkan Tabel 9, lahan dengan tingkat IBE
tinggi terdapat SW1 atau penggunaan lahan sawah dengan IBE sebesar 4,23 sedangkan IBE
terendah terdapat pada KC3 dengan IBE sebesar 0,03. Tatiek & Gusti (2012) mengungkapkan
bahwa apabila erosi lebih besar dari EDP maka lahan ini membutuhkan upaya konservasi
dengan merencanakan perbaikan faktor vegetasi dan pengelolaannya sedangkan apabila erosi
kurang dari atau sama dengan EDP maka lahan dapat dibiarkan dengan pengelolaan yang sudah
ada. Berdasarkan Tabel 9, lahan yang membutuhkan konservasi tanah dan air yaitu HT1, HT2,
KC1, SW1, SW2, SW3, dan SW4. Arahan konservasi dapat dilakukan secara mekanis melalui
bangunan sipil, biologis melalui vegetasi, ataupun secara kimia menggunakan pembenah tanah
dengan memperhitungkan terlebih dahulu nilai dari upaya yang akan dilakukan dan
pengaruhnya terhadap besar erosi aktual.
Gambar 4. Peta Indeks Bahaya Erosi (IBE) Sub DAS Opak Hulu-Tengah
4. KESIMPULAN
Erosi aktual di Sub DAS Opak hulu-tengah berkisar antara 1,70 hingga 121,64 ton/ha/tahun
dengan 3 klasifikasi TBE yakni kelas I, II, dan III dengan faktor erosi yang berkorelasi kuat
terhadap besarnya erosi. Sub DAS Opak hulu-tengah memiliki indeks bahaya erosi (IBE)
berkisar antara 0,09 hingga 4,23 yang tergolong rendah hingga tinggi dengan lahan prioritas
konservasi meliputi HT1, HT2, KC1, SW1, SW2, SW3, dan SW4 karena memiliki EDP lebih
besar dari erosi aktual.
142
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
DAFTAR PUSTAKA
Andrian, Supriadi, & Purba, M. (2014). Pengaruh Ketinggian Tempat dan Kemiringan Lereng
Terhadap Produksi Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Kebun Hapesong PTPN III
Tapanuli Selatan. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(3), 981–989.
Andriyani, I., Wahyuningsih, S., & Arumsari, R. (2020). Penentuan Tingkat Bahaya Erosi di
Wilayah DAS Bedadung Kabupaten Jember. JRPB, 8(1), 1–11.
https://doi.org/10.29303/jrpb.v8i1.122
Arif, N., Danoedoro, P., & Hartono, H. (2017). Pemodelan Spasial Erosi Kualitatif Berbasis
Raster (Studi Kasus di DAS Serang, Kabupaten Kulonprogo). Jurnal Ilmu Lingkungan,
15(2), 127-134.
Arsyad, S. (2010). Konservasi Tanah dan Air. IPB Press.
Banuwa. (2013). Erosi. Kencana Prenada Media Group.
BPS. (2021). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2021.
Eunjai, L., Sujung, A., & Sangjun, I. (2017). Estimation of Soil Erotion Rate in the Democratic
People’s Republic of Korea Using the RUSLE Model. Forest Science and Technology,
(13)3, 100-108.
Eva, S., Hadinoto, & Muhammad, I. (2017). Prediksi Tingkat Bahaya Erosi Menggunakan
Sistem Informasi Geografis (SIG) di Daerah Tangkapan Air Danau Wisata Bandar
Kayangan. Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan, 12(2), 109–117.
Hammer, W., I., (1981). Second Soil Conservation Consultant Report. AGOF/INS/78/006.
Tech. Note No.10. Centre for Soil Research, Bogor (ID).
Idjudin, A., A., (2011). Peranan Konservasi Lahan Dalam Pengelolaan Perkebunan. Jurnal
Sumberdaya Lahan, 5(2), 103–116.
Imam, B., Kemala, S., L., & Alida., L. (2015). Pendugaan Erosi Aktual berdasarkan Metode
USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng, dan Erodibilitas di Hulu Sub
DAS Padang. Jurnal Online Agroteknologi 3(1): 160-167.
Laturua, A., Hendrayanto, & Puspaningsih, N. (2018). Penggunaan lahan optimal dalam
tranformasi hujan limpasan di DAS Wae Ruhu. Media Konservasi, 23(1), 52–64.
Nurmani, U., Anton, M., & Rahman, A. (2016). Indeks Bahaya Erosi (IBE) Pada Beberapa
Penggunaan Lahan di Desa Malei Kecamatan Balaesang Tanjung Kabupaten Donggala.
E-J. Agrotekbis, 4(2), 186–194.
Pahlevi, R., S., Hasan, H., & Devy, S. D. (2018). Studi Tingkat Erodibilitas Tanah Pada PIT
3000 Blok 3, PT. Bharinto Ekatama Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur.
Jurnal Teknologi Mineral FT UNMUL, 6(1), 17–20.
Putra, I., Jalil, M., Sufardi, & Alvisyahrin, T. (2022). Karakteristik Sifat Tanah pada Berbagai
Tipe Penggunaan Lahan di DAS Meureubo, Provinsi Aceh, Indonesia. Jurnal Agrotek
Lestari, 8(1), 86–97.
Rusnam, Eri, G., E., & Erich, M., S. (2013). Analisis Spasial Besaran Tingkat Erosi Pada Tiap
Satuan Lahan di Sub DAS Batang Kandis. Jurnal Teknik Lingkungan, 10 (2): 149-167.
Tatiek, & I, Gusti. (2012). Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada
Daerah Aliran Sungai Saba. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 1(1), 12–23.
143
Jurnal Ecosolum 12(2): 128-144, 2023. P-ISSN: 2252-7923, E-ISSN: 2654-430X
Wischmeir, W., H., & Smith, D., D. (1978). Predicting rainfall erosion losses – a guide to
conservation planning. Department of Agriculture, Agriculture Handbook.
Zhang, C., Xie, G., Liu, C., & Lu, C. (2011). Assessment of Soil Erosion Under Woodlands
Using USLE in China. Front. Earth Sci. 5, 150–161.
144