2321 5004 1 PB
2321 5004 1 PB
2321 5004 1 PB
Edo Farhan1*), Famita Dewi1, May Shintya Simbolon1, Sri Rahayu Ningsih1,
Zahrotun Nisa Yusuf1, Chandra Irsan2
1
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya
30662, Ogan Ilir, Sumatra Selatan, Indonesia
2
Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Indralaya
30662, Ogan Ilir, Sumatra Selatan, Indonesia
*)
Penulis untuk korespondensi: edofarhan18@gmail.com
Sitasi: Farhan E, Famita D, Simbolon MS, Ningsih SR, Yusuf ZN, Irsan C. 2021. Identification of aphids on
chili plants in Indralaya. In: Herlinda S et al. (Eds.), Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-9
Tahun 2021, Palembang 20 Oktober 2021. pp. 530-536. Palembang: Penerbit & Percetakan Universitas
Sriwijaya (UNSRI).
ABSTRACT
Chili (Capsicum frutescens sp.) is a type of plant organiting from the Americas. Chili
plants in Indonesia are reported to have been attacked by many diseases caused by insect
such as aphids. The research was conducted in Tanjung Pering, North Indralaya District,
Ogan Ilir, and Indralaya Indah District , Indralaya District, Ogan Ilir District, South
Sumatra. The purpose of this research was to indentify the characteristics of chilli crop
and to know the influence of the population of aphids on Chili with different location and
treatment. The method used in making this scientific paper were literature study and
observation. The results showed that the plants in Indralaya Indah location (land B) more
pest aphids than in Tanjung Pering (land A). On land A there was pest of species aphids
(Myzus persicae). On land B there were aphid pests of Aphis gossypii species, Myzus
persiciae, and whitefly pest Bemisia tabaci species. In conclusion, the presence oh whitefly
population on land A is caused by the presence of papaya plants around the land. Aphid
pests attack many chili plants in land B because the amount of weeds is too high than in
land A.
Kata kunci: aphid, chili, weeds
ABSTRAK
Tanaman cabai (Capsicum frutescens sp.) merupakan jenis tanaman yang berasal dari
benua Amerika. Tanaman cabai di Indonesia dilaporkan telah banyak terserang penyakit
yang disebabkan oleh serangga seperti hama kutudaun. Penelitian ini dilaksanakan di
Tanjung Pering, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir dan di Indralaya Indah,
Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi hama kutudaun yang menyerang tanaman cabai dan
mengetahui pengaruh populasi hama kutudaun pada tanaman cabai di lokasi dan perlakuan
yang berbeda. Metode yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah ini adalah studi
literatur dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman di lokasi Indralaya
Indah (lahan B) lebih banyak hama kutudaunnya daripada di Tanjung Pering (lahan A).
Pada lahan A terdapat hama kutudaun spesies Myzus persicae. Pada lahan B terdapat hama
kutudaun spesies Aphis gossypii, Myzus persiciae, dan kutu kebul spesies Bemisia tabaci.
Kesimpulannya, adanya populasi kutu kebul pada lahan A disebabkan oleh keberadaan
Editor: Siti Herlinda et. al.
ISBN: 978-623-399-012-7
Penerbit: Penerbit & Percetakan Universitas Sriwijaya (UNSRI) 530
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-9 Tahun 2021, Palembang 20 Oktober 2021
“Sustainable Urban Farming Guna Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Era Pandemi”
tanaman pepaya di sekitar lahan tersebut. Hama kutudaun banyak menyerang tanaman
cabai di lahan B karena terdapat gulma yang banyak.
Kata kunci: cabai, gulma, kutudaun
PENDAHULUAN
Pada lahan A yang berlokasi di Tanjung pering, kecamatan indralaya utara, kabupaten
ogan ilir didapatkan pada lahan tanaman cabai tersebut semua terserang hama kutudaun
persik (Myzus persicae) dan kutu kebul (Bemisia tabaci Genn). Informasi yang kami
dapatkan bahwa lahan cabai ini menggunakan pestisida secara berlebihan sehingga
membuat kutudaun persik semakin meningkat. Kutu kebul pada fase dewasa dan nimfa
dapat menyebabkan bercak daun klorosis, daun gugur, dan pertumbuhan dari tanaman
cabai terganggu(Saad et al., 2015). kutu kebul betina biasanya tidak akan menhampiri
tanaman cabai yang telah terinfeksi kutu duan karena kutu daun mempengaruhi pelepasan
senyawa volatile dari cabai yang menjadi alas an kutu kebul betina tidak mau hinggap
disana (Singh & Kaur, 2020). Myzus persicae berkembang biak sangat cepat, dimana fase
nimfa berlangsung selama 6 hari, setelahnya nimfa sudah bisa menghasilkan keturunan.
Editor: Siti Herlinda et. al.
ISBN: 978-623-399-012-7
Penerbit: Penerbit & Percetakan Universitas Sriwijaya (UNSRI) 531
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-9 Tahun 2021, Palembang 20 Oktober 2021
“Sustainable Urban Farming Guna Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Era Pandemi”
Kutudaun persik memiliki kemampuan luar biasa yaitu hama ini dapat menghindari atau
mengatasi efek toksik dari insektisida yang diberikan (Bass et al., 2014). Sehingga
penggunaan insektisida tersebut tidak terlalu ampuh untuk membasmi Kutudaun persik ini.
Kutudaun M. Persicae ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap. Sayap
panjangnya 2-2,5 mm, warna kepala dan dada coklat kehitaman, warna abdomen hijau
lengkungan, panjang antena sama dengan panjang badan. Untuk yang tidak bersayap
memiliki panjang tubuh 1,8-2,3 mm, warnanya hijau kekuningan sampai dengan hijau
pudar. Kutu kebul merupakan serangga fitofag holometabola yang termasuk kedalam ordo
Hemiptera (Maria & Montelongo, 2021). Kutu kebul memiliki ciri khusus yaitu Imago atau
serangga dewasa tubuhnya berukuran kecil 1-1,5 mm, berwarna putih, dan punya sayap
jernih ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Serangga dewasa biasanya berkelompok pada
bagian permukaan bawah daun, dan bila tanaman tersentuh biasanya akan berterbangan
seperti kabut atau kebul putih. Lama siklus hidup (telur - nimfa - imago) pada tanaman
sehat rata-rata 24,7 hari, sedangkan pada tanaman terinfeksi virus mosaik kuning hanya
21,7 hari.
Kerusakan yang diakibatkan Myzus persicae pada cabai pada lahan tersebut yaitu daun
menjadi kriting dan kerdil. Kerusakan yang paling parah yaitu membuat tanaman menjadi
layu bahkan sampai mati (Mukhtadhor et al., 2017). Keadaan daun yang terserang hama
kutudaun untuk kategori ringan akan layu, daun mengeriting dan berkerut dan pucuk
tanaman melengkung ke bawah. Myzus persicae pada lahan ini sangat cepat menyebar
sampai semua tanaman cabai tersebut terkena kutudaun ini (Gambar 1).
Terjadinya peningkatan dan penurun populasi hama tersebut dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan penanaman cabai tersebut. Ketersediaan makanan yang mendukung menjadi
salah satu faktor meningkatknya populasi hama kutudaun (Gambar 2). Disekitar lahan
cabai ini terdapat beberapa tanaman pepaya yang tumbuh. Lahan cabai pada lokasi 1 ini
tidak menggunakan mulsa, ini juga menjadi penyebab cepatnya pertambahan populasi
Myzus persicae, dikarenakan penggunaan mulsa perak dapat mengendalikan populasi
Myzus persicae dengan memantulkan cahaya.
Pada lahan B yang berlokasi di Indralaya indah, kecamatan Indralaya kabupaten Ogan
Ilir, Sumatera selatan Terdapat 3 spesies kutudaun yaitu Aphis gossypii, Myzus persiciae,
Bemisia tabaci atau nama umum dari 3 hama kutudaun tersebut yaitu kutu persik hijau,
kutu kebul. Dari pengamatan yang ada, pada satu tanaman bisa terdapat 3 sekaligus hama
kutudaun, tidak hanya pada satu tanaman berdasarkan pengamatan kutudaun yang ada
dapat kita temui pada beberapa daun di tanaman cabai (Gambar 3).
1 2 3
Gambar3. Myzus persiciae (1), Gambar Aphis gossypii (2), Gambar Kutu kebul (3)
Kutudaun yang ditemui pada lahan B memiliki ciri-ciri yakni tubuh yang relatif kecil
dan memiliki warna kuning kehijauan serta hijau kehitaman dengan dilengkapi antena yang
lebih panjang di bandingkan kepalanya. Hidupnya berkelompok dibuktikan dengan
pengamatan yang kami lakukan serta berada pada bagian bawah daun di bagian tulang dan
jari-jari daun.
Populasi hama kutudaun sudah menyebar hampir ke seluruh kebun cabai, yang mana 5
dari 8 guludan tanaman cabai sudah terserang hama kutudaun. Lonjakan populasi tersebut
kemungkinan besar disebabkan kurangnya tindakan pencegahan dari pemilik tanaman
tersebut, dengan banyaknya gulma membuat penyebaran populasi kutudaun pada tanaman
cabai meledak, peranan gulma dalam penyebaran kutu daun ialah sebagai inang sebelum
kutudaun tersebut menyerang tanaman cabai, hal tersebut memberikan kerugian yang besar
pada tanaman dan juga pada pemilik tanaman. Lonjakan populasi juga dapat diakibatkan
cuaca. Sesuai dengan pernyataan (Taylo & Magdalita, 2021) bahwa populasi kutudaun
biasanya meningkat pada musim kemarau atau kondisi lingkungan sekitar yang memiliki
suhu cukup tinggi.
Lonjakan populasi tersebut dapat mempengaruhi tanaman sekitar dari pemilik tanaman
cabai yang mana hal tersebut dapat menyebar tidak hanya pada tanaman cabai tetapi juga
pada tanaman lain. Hal yang dapat dilakukan untuk menekan populasi hama kutudaun yang
ada pada lahan kedua yaitu dengan cara pengendalian hayati yang memanfaatkan musuh
alami, yaitu dengan menanam beberapa tanaman refugia sebagai langkah awal untuk
mengontrol populasi kutu daun, atau juga dapat menggunakan jamur cendawan endofit.
Seperti halnya menurut (HERNAWATI et al., 2011) bahwa penggunaan jamur endofit
untuk mengontrol populasi kutudaun, beberapa jamur endofit tersebut diantaranya SH1,
SH2, dan Nigrospora sp. mampu meningkatkan ketahanan cabai terhadap A. gossypii,
dimana SH2 memilikiefek terkuat.
Menurut (Ali et al., 2021) pengendalian hayati disarankan karena dengan banyaknya
populasi kutudaun, apabila untuk mengontrol populasinya menggunakan insektisida kimia
hal tersebut akan memperbesar kemungkinan munculnya spesies kutudaun yang kebal akan
insektisida dan juga membawa dampak buruk pada serangga lain yang mana memiliki
fungsinya masing-masing dan akan mempengaruhi ekosistem sekitar, pemilik kebun cabai
sudah berusaha untuk menekan populasi kutudaun dengan penggunaan mulsa plastik akan
tetapi hal tersebut masih tidak efektif karena pemilik tidak terlalu memiliki banyak waktu
Editor: Siti Herlinda et. al.
ISBN: 978-623-399-012-7
Penerbit: Penerbit & Percetakan Universitas Sriwijaya (UNSRI) 533
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-9 Tahun 2021, Palembang 20 Oktober 2021
“Sustainable Urban Farming Guna Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Era Pandemi”
untuk memantau secara berkala tanaman cabai karena itulah dengan pengendalian hayati
hal tersebut dapat meningkatkan efesiensi waktu untuk pemilik tanaman cabai.
Pengendalian populasi dan pencegahan diatas sangat diperlukan untuk tanaman cabai pada
lahan ke B, dikarenakan penyebaran dan kerusakan yang ditimbulkan oleh kutu daun
sangat merugikan, dan juga tanaman cabai merupakan tanaman yang paling rentan dan
sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan yang lebih cepat dari kutu daun itu
sendiri.
Pada lahan A dan B memiliki jumlah populasi kutudaun yang berbeda dimana lahan A
lebih sedikit dibandingkan lahan B, faktor pendukung jumlah populasi pada lahan A ialah
adanya penggunaan pestisida yang dilakukan oleh petani. Selain itu, kondisi lingkungan
sekitar pada lahan A (Gambar 4) yang terdapat beberapa tanaman budidaya lainnya
menyebabkan adanya variasi inang. Penggunaan pestisida kimia secara berlebihan dan
terus menerus akan menimbulkan dampak buruk bagi kondisi tanah maupun tanaman
(Septariani et al., 2019). Meskipun tingkat populasi dilahan ini terbilang sedikit tidak
menutup kemungkinan dimasa yang akan datang akan terjadi adanya peledakkan populasi
akibat dari penggunaan pestisida sintesis yang mendorong terjadinya resistensi pada
kutudaun sehingga akan mengancam pertumbuhan tanaman cabai (Bass et al., 2014).
Pada lahan B (Gambar 5) populasi kutudaun lebih tinggi hal ini dikarenakan lingkungan
sekitar lahan budidaya yang kurang terawat ditunjukkan dengan banyaknya gulma yang
tumbuh subur. Hal ini menjadi faktor pendukung tingginya populasi kutudaun di lahan B.
Pertumbuhan populasi kutudaun berhubungan langsung terhadap kondisi cuaca dan
temperatur pada lingkungan serta kelimpahan makanan hama tersebut (Hong et al., 2019).
Keberadaan populasi kutudaun tentu saja membuat adanya kerusakan pada daun tanaman
cabai yang berakibat terganggunya pertumbuhan tanaman tersebut (Tálaga-Taquinas et al.,
2020). Populasi kutudaun tidak selalu berhasil merusak dan menggangu pertumbuhan pada
tanaman cabai, karena ada beberapa tanaman cabai memiliki pertahanan alami yang
membuat tanaman sulit terserang hama kutudaun seperti adanya sempitnya stomta pada
daun dantebalnya bagian epidermis daun pada variatas tertentu (Mukhtadhor et al., 2017).
KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kedua lahan cabai di Indralaya terdapat kutu
daun yang berukuran kecil serta hidup berkekelompok, di lahan A terdapat hama kutudaun
spesies (Myzus persicae). Di lahan B terdapat hama kutudaun spesies Aphis gossypii,
Myzus persiciae, dan kutu kebul spesies Bemisia tabaci hanya saja serangan lahan A lebih
Editor: Siti Herlinda et. al.
ISBN: 978-623-399-012-7
Penerbit: Penerbit & Percetakan Universitas Sriwijaya (UNSRI) 534
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-9 Tahun 2021, Palembang 20 Oktober 2021
“Sustainable Urban Farming Guna Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Era Pandemi”
rendah dibandingkan dengan lahan B hal ini di pengaruhi beberapa faktor diantaranya
kondisi sekitar lahan A yang terdapat beberapa tanaman budidaya yang lain serta tingkat
gulma lebih rendah dibandingkan lahan B yang jauh dari tanaman budidaya lain serta
jumlah gulma yang lebih tinggi.
Terima kasih kami kepada saudari Rempi Simbolon yang telah membantu kami
memberi informasi tentang letak lahan cabai ini, terimakakasih juga untuk pak Handoko
dan pak Subur yang telah memperbolehkan kami untuk melihat lahan cabai nya untuk
dijadikan tempat pengamatan untuk pembuatan karya ilmiah kami “Identifikasi Hama Kutu
Daun pada Tanaman Cabai di Indralaya”. Penulis menyadari bahwa dalam proses
penulisan Karya Ilmiah ini banyak mengalami kendala. Namun berkat berkah dari Allah
SWT dan bantuan dari berbagai pihak sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut
dapat diatasi. Pada kesempatan yang berbahagia ini, tak lupa penulis menghaturkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasehat
dalam penelitian ini, terutama kepada Dosen pembimbing, bapak Dr. Ir. Chandra Irsan,
M.Si., yang telah mendukung penuh dalam memberikan arahan, kepada bapak pemilik
lahan yang telah memberikan izin untuk mengamati tanamannya, kepada rekan tim yang
saling membantu dan memberi semangat dalam penulisan karya ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali MY, Naseem T, Arshad M, Ashraf I, Rizwan M, Tahir M, Rizwan M, Sayed S, Ullah
MI, Khan RR, Amir MB, Pan M, Liu TX. 2021. Host-plant variations affect the biotic
potential, survival, and population projection of myzus persicae (Hemiptera:
Aphididae). Insects. 12(5). DOI: 10.3390/insects12050375.
Bass C, Puinean AM, Zimmer CT, Denholm I, Field LM, Foster SP, Gutbrod O, Nauen R,
Slater R, Williamson M.S. 2014. The evolution of insecticide resistance in the peach
potato aphid, Myzus persicae. Insect Biochemistry and Molecular Biology. 51(1): 41–
51. DOI: 10.1016/j.ibmb.2014.05.003.
Daryanto A, Hidayat P, Maharijaya A, M Syukur D. 2020. Heterosis of seedling traits and
their correlation to aphids infestation in chili pepper. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science. 457(1). DOI: 10.1088/1755-1315/457/1/012057.
Duque-Gamboa DN, Clavijo AA, Posso-Terranova A, Toro-Perea N. 2021. Mutualistic
interaction of aphids and ants in pepper, capsicum annuum and capsicum frutenscens
(Solanaceae). Revista de Biologia Tropical. 69(2): 626–639. DOI:
10.15517/rbt.v69i2.43429.
Fadhilah LN, Asri MT. 2019. keefektifan Tiga Jenis Cendawan Entomopatogen Terhadap
Serangga Kutu Daun Aphis gossypii (Hemiptera : Aphididae) pada tanaman cabai.
Lentera Bio. 8(1): 1–12.
Ghosh SK. 2020. Evaluation of safe insecticides against sucking pests, jassid (Amrasca
bigutula bigutula Ishida) and aphid (Aphis gossypii Glov.) infesting chilli (Capsicum
annum L.) crop. September.
Hernawati H, Wiyono S, Santoso S. 2011. Leaf endophytic fungi of chili (Capsicum
annuum) and their role in the protection against Aphis gossypii (Homoptera:
Aphididae). Biodiversitas Journal of Biological Diversity. 12(4): 187–191. DOI:
10.13057/biodiv/d120401.
Hong F, Han HL, Pu P, Wei D, Wang J, Liu Y. 2019. Effects of five host plant species on
Editor: Siti Herlinda et. al.
ISBN: 978-623-399-012-7
Penerbit: Penerbit & Percetakan Universitas Sriwijaya (UNSRI) 535
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-9 Tahun 2021, Palembang 20 Oktober 2021
“Sustainable Urban Farming Guna Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Era Pandemi”
the life history and population growth parameters of myzus persicae (Hemiptera:
Aphididae). Journal of Insect Science. 19(5): 1–8. DOI: 10.1093/jisesa/iez094.
Karyani T, Susanto A, Tedy S, Hapsari H. 2021. The effect of attractant production factors
on the income of curly red chili (Capsicum annum L.) farming (case in Pasirwangi
District, Garut Regency). IOP Conference Series: Earth and Environmental Science,
653(1). DOI: 10.1088/1755-1315/653/1/012096
Mantzoukas S, Lagogiannis I. 2019. Endophytic colonization of pepper (Capsicum annum)
controls aphids (Myzus persicae Sulzer). Applied Sciences (Switzerland). 9(11). DOI:
10.3390/app9112239.
Maria A, Montelongo G. 2021. Formulation of a Bioinsecticide Based on Neem and
Chamomile Used for the Greenhouse Control of the Glasshouse Whitefly Trialeurodes
Vaporariorum. Modern Environmental Science and Engineering. 7(February): 119–125.
DOI: 10.15341/mese(2333-2581)/02.07.2021/003.
Mougiou N, Trikka F, Michailidou S, Pantoura M, Argiriou A. 2021. Molecular and
biochemical characterization of the greek pepper (Capsicum Annuum) cultivars
“Florinis” and Karatzova. Polish Journal of Food and Nutrition Sciences. 71(1): 89–96.
DOI: 10.31883/PJFNS/133690.
Mukhtadhor M, Suharjono F, Rahayu S. 2017. Uji Ketahanan Galur Cabai Keriting
MG1012 (Capsicum annum L.) Terhadap Hama Kutu Daun Persik (Myzus persicae
Sulz). Agriprima : Journal of Applied Agricultural Sciences. 1(2): 126–133. DOI:
10.25047/agriprima.v1i2.46.
Saad KA, Mohamad Roff MN, Hallett RH, Idris AB. 2015. Aphid-induced Defences in
Chilli Affect Preferences of the Whitefly, Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae).
Scientific Report. 5(January): 1–9. DOI: 10.1038/srep13697.
Septariani DN, Herawati A, Mujiyo M. 2019. Pemanfaatan berbagai tanaman refugia
sebagai pengendali hama alami pada tanaman cabai (Capsicum annum L.). PRIMA:
Journal of Community Empowering and Services. 3(1): 1. DOI:
10.20961/prima.v3i1.36106.
Sharma A, Kumar V, Shahzad B, Tanveer M, Sidhu GPS, Handa N, Kohli SK, Yadav P,
Bali AS, Parihar RD, Dar OI, Singh K, Jasrotia S, Bakshi P, Ramakrishnan M, Kumar
S, Bhardwaj R, Thukral AK. 2019. Worldwide pesticide usage and its impacts on
ecosystem. SN Applied Sciences. 1(11): 1–16. DOI: 10.1007/s42452-019-1485-1.
Singh H, Kaur T. 2020. Pathogenicity of entomopathogenic fungi against the aphid and the
whitefly species on crops grown under greenhouse conditions in India. Egyptian
Journal of Biological Pest Control. 30(1). DOI: 10.1186/s41938-020-00287-0.
Tálaga-Taquinas W, Melo-Cerón CI, Lagos-Álvarez YB, Duque-Gamboa DN, Toro-Perea,
N, Manzano MR. 2020. Identification and life history of aphids associated with chili
pepper crops in southwestern Colombia. Universitas Scientiarum. 25(2): 175–200. DOI:
10.11144/Javeriana.SC25-2.ialh.
Taylo LD, Magdalita PM. 2021. Incidence of insect pests on Hibiscus rosa sinensis L.
germaplasm in the plant nursery. Philippine Science Letters. 14(01).
Zhang C, Hu R, Shi G, Jin Y, Robson MG, Huang X. 2015. Overuse or underuse? An
observation of pesticide use in China. Science of the Total Environment. 538: 1–6. DOI:
10.1016/j.scitotenv.2015.08.031.