Bab 1 CSMS

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya industri (minyak dan gas) dunia kerja selalu
dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang harus bisa segera diatasi bila perusahaan
tersebut ingin tetap eksis. Berbagai macam tantangan baru muncul seiring dengan
perkembangan jaman. Namun masalah yang selalu berkaitan dan melekat sejak awal dunia
industri dimulai adalah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja
(http://www.sucofindo.co.id).
Terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja tentu saja menjadikan masalah
yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya
berupa kerugian materi, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa. Kehilangan
sumber daya manusia merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-
satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Kerugian yang
langsung dari timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja adalah biaya pengobatan
dan kompensasi. Sedangkan biaya tak langsung adalah kerusakan alat-alat produksi,
penataan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang lebih baik, penghentian alat
produksi, dan hilangnya waktu kerja (Helliyanti, 2009)
Perusahaan minyak dan gas saat ini sudah banyak yang menjalankan aktivitasnya
dengan menunjuk perusahaan kontraktor/subkontraktor sebagai pelaksana pekerjaan.
Kontraktor/subkontraktor ini dituntut untuk melaksanakan pekerjaannya secara aman dari
segi kesehatan dan keselamatan kerja atau yang biasa disebut dengan K3. Hal tersebut
dirasakan karena kontraktor sebagai mitra perusahaan minyak dan gas, mempunyai
tingkatan risiko pekerjaan yang berbeda-beda (Purnama, 2003). Oleh karena itu upaya K3
perusahaan juga harus meliputi pengendalian risiko K3 dari aktifitas yang mereka lakukan.
Menurut The International Association of Oil and Gas Producers (OGP) Asia, Australia
dan Amerika bila dilihat dari data incident dan accident dalam 100 juta pekerja yang
terdiri dari 36 perusahaan yang tersebar di lebih 60 negara, terlihat jelas tingginya angka
kecelakaan yang terjadi pada kontraktor lebih besar dibandingkan dengan karyawan
perusahaan itu sendiri (OGP, Report No. 423. 2011).

Di Indonesia kasus kecelakaan pada seluruh pekerja dinilai masih tinggi dan
memprihatinkan. Sepanjang tahun 2010 , terjadi 65000 kasus kecelakaan kerja yang
mengakibatkan kematian sekitar 1965 orang, juga tercatat 3662 pekerja yang mengalami
cacat fungsi, 2713 cacat sebagian, 31 cacat total dan sisanya berhasil sembuh. Jika
dibandingkan tahun 2009, jumlahnya sudah turun, yakni terjadi 96314 kasus kecelakaan
kerja, 4380 cacat fungsi, 2713 cacat sebagian, 42 cacat total dan 2144 meninggal dunia.
Sisanya berhasil disembuhkan. Namun meski demikian jumlah itu masih tetap tinggi
(www.jamsostek.co.id).

Permasalahan yang terdapat dalam K3 tersebut harus segera diatasi. Oleh karena
itu, diperlukan suatu sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang menyeluruh
dan terintegrasi di tempat kerja. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No.PER.05/MEN/1996 Bab III pasal 3 bahwa : Setiap tempat kerja yang mempekerjakan
tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja,
wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dimana
SMK3 di tempat kerja dilaksanakan sebagai satu kesatuan yang terpadu. Berdasarkan
tuntutan hukum yang berlaku, penerapan sistem manajemen K3, saat ini sudah menjadi
persyaratan utama dalam setiap pelaksanaan suatu pekerjaan (proyek). Semua perusahaan,
baik pemilik proyek ataupun kontraktor, dituntut agar dapat melaksanakan pekerjaan
dengan aman dan bisa menekan potensi kecelakaan sesuai karakteristik pekerjaannya.
Berdasarkan risiko risiko yang selalu akan dihadapkan oleh industri minyak dan
gas, berbagai peraturan, standar, dan code of practice dikeluarkan oleh lembaga lembaga
ataupun pemerintah, untuk dapat mencegah terjadinya kecelakaan tersebut melalui
program Contractor Safety Management System (CSMS).
Contractor Safety Management System yang selanjutnya disebut dengan CSMS
merupakan sistem pengelolaan aspek keselamatan, kesehatan kerja (K3) untuk kontraktor
dalam pelaksanaan pekerjaannya. Penerapan CSMS sendiri bila tidak berjalan dengan baik
menimbulkan rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan K3 di lingkungan kerja.
Efek jangka panjang yang timbul adalah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, pencemaran lingkungan dan kerugian-kerugian besar lainnya seperti kerusakan alat,
menurunnya produksi dan citra perusahaan, serta adanya perbaikan sistem manajemen
kembali.



B. Rumusan Masalah
Dengan adanya gambaran tingginya potensi bahaya di suatu tempat kerja, yang
melibatkan kontraktor dan tantangan-tantangan lain seiring dengan berkembangnya
teknologi, diperlukan usaha yang harus dilakukan secara terus menerus. Berkaitan dengan
hal tersebut perlu adanya implementasi yang baik untuk dapat menjamin tenaga kerja dan
proses kerja berjalan sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut
maka penulis ingin menganalisis implementasi tahapan pelaksanaan Contractor Safety
Management System (CSMS) terhadap kontraktor yang bekerja pada suatu tempat kerja.

C. Tujuan
Menganalisis tahapan tahapan implementasi pelaksanaan CSMS terhadap kontraktor
disuatu tempat kerja.

D. Manfaat
1. Memberikan masukan dan bahan pertimbangan kepada manajemen dalam
mengimplementasi CSMS.
2. Melihat kemungkinan terdapatnya kekurangan-kekurangan yang dapat segera diatasi
dalam implementasi CSMS.

Anda mungkin juga menyukai