Laporan kasus wanita 37 tahun dengan gagal jantung kongestif stadium lanjut beserta komplikasi seperti azotemia, hipertensi, ascites, anemia, hiperurisemia dan hipoalbuminemia. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda gagal jantung dan komplikasinya seperti ortopneu, jantung besar, paru basah dan edema. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia, ginjal bermasalah dan elektrolit tidak seimb
50%(2)50% menganggap dokumen ini bermanfaat (2 suara)
1K tayangan35 halaman
Laporan kasus wanita 37 tahun dengan gagal jantung kongestif stadium lanjut beserta komplikasi seperti azotemia, hipertensi, ascites, anemia, hiperurisemia dan hipoalbuminemia. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda gagal jantung dan komplikasinya seperti ortopneu, jantung besar, paru basah dan edema. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia, ginjal bermasalah dan elektrolit tidak seimb
Laporan kasus wanita 37 tahun dengan gagal jantung kongestif stadium lanjut beserta komplikasi seperti azotemia, hipertensi, ascites, anemia, hiperurisemia dan hipoalbuminemia. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda gagal jantung dan komplikasinya seperti ortopneu, jantung besar, paru basah dan edema. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia, ginjal bermasalah dan elektrolit tidak seimb
Laporan kasus wanita 37 tahun dengan gagal jantung kongestif stadium lanjut beserta komplikasi seperti azotemia, hipertensi, ascites, anemia, hiperurisemia dan hipoalbuminemia. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda gagal jantung dan komplikasinya seperti ortopneu, jantung besar, paru basah dan edema. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia, ginjal bermasalah dan elektrolit tidak seimb
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35
LAPORAN KASUS
SEORANG WANITA 37 TH, DENGAN GAGAL JANTUNG
KONGESTIF NYHA IV, AZOTEMIA, HIPERTENSI STAGE II, ASCITES, ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROMIK, HIPERURISEMIA, HIPOALBUMINEMIA, DAN EPISTAKSIS
Disusun untuk melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Disusun oleh : Pandega Gama Mahardika 22010112210039
Pembimbing: dr. M.A Sungkar, Sp.PD, KKV, Sp.JP
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disahkan laporan kasus besar
Judul : Seorang wanita, 37 tahun, dengan gagal jantung kongestif NYHA IV, azotemia, hipertensi stage II, ascites, anemia normositik normokromik, hiperurisemia, hipoalbuminemia, dan epistaksis Disusun oleh Nama : Pandega Gama Mahardika NIM : 22010112210039 Pembimbing : dr. M.A Sungkar, Sp.PD, Sp.JP
Semarang, Mei 2013 Dosen Pembimbing
dr. M.A Sungkar, Sp.PD,KKV, SpJP
BAB I LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA Nama : Ny. S Umur : 37 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Lengkong RT 5 RW 4 Demak. Pekerjaan : Petani Agama : Islam MRS : 1 Mei 2013 Ruang : C3B No. CM : 7275290/ C416633
DAFTAR MASALAH No. Masalah Aktif Tanggal No. Masalah Pasif Tanggal 1 CHF NYHA IV DA: LVH, MR, TR, PH, PR DE : HHD, Kardiomiopathy 2-5-2013 2 Azotemia 2-5-2013 3 Hipertensi stage II 2-5-2013 4 Ascites 2-5-2013 5 Hiperurisemia 2-5-2013 6 Anemia Normositik normokromik 2-5-2013 7 Hipoalbumin 2-5-2013 8 Epistaksis 5-5-2013
DATA DASAR Anamnesis Autoanamnesis pada tanggal 2 Mei 2013 Keluhan Utama : sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak sekitar 3 tahun yang lalu pasien mengeluh sesak nafas hilang timbul tidak dipengaruhi cuaca, sesak terutama saat berjalan jauh dan naik tangga. Sesak berkurang dengan istirahat dan tiduran setengah duduk. Pasien selalu tidur dengan 3 bantal agar tidak sesak Dalam 1bulan terakhir pasien merasa sesak semakin bertambah berat, terus menerus dan pasien tidak mampu lagi bekerja dan hanya mampu berjalan sejauh kurang lebih 10 meter. Sejak kurang lebih 4 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan semakin memberat hingga pasien tidak dapat bekerja. Pasien hanya dapat berdiam di tempat tidur saja. Sesak dirasakan terus menerus sepanjang hari termasuk saat istirahat. Tidur dengan bantal tinggi (4 bantal). Pasien juga sering terbangun malam hari karena sesak nafas (+), batuk (+) berdahak encer, badan lemas, nyeri dada (-) ,berdebar debar (+), demam (-), keringat malam hari (-) pingsan (-),mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),kedua kaki kaki bengkak (+), nafsu makan menurun, berat badan menurun. BAB cair (-),BAK lancar. Karena sesak yang bertambah berat pasien kemudian dibawa ke RSDK. Riwayat Penyakit Dahulu : - Riwayat sakit jantung (+) sejak 2 tahun yang lalu, mondok di RSI. - Riwayat darah tinggi (+) sejak 15 tahun yang lalu, tidak rutin kontrol - Riwayat merokok (-) - Riwayat asma (-) - Riwayat minum obat untuk jangka lama disangkal, minum obat yang mengakibatkan kencing warna merah disangkal. - Riwayat DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : - Tidak ada anggota keluarga lain yang sakit seperti ini - Riwayat keluarga menderita sakit jantung disangkal - Riwayat keluarga batuk lama disangkal - Riwayat keluarga darah tinggi, DM, asma tidak diketahui.
Riwayat Sosial Ekonomi : Penderita sudah tidak bekerja sejak sakit seperti ini, dahulu pasien bekerja sebagai petani , suami juga petani , memiliki 2 orang anak yang belum mandiri. Dalam 2 bulan terakhir pasien mengaku memiliki masalah ekonomi yang menjadi beban pikirannya namun pasien enggan menceritakannya. Biaya pengobatan dengan jamkesmas Kesan : Sosial ekonomi kurang. Pemeriksaan Fisik (2/5/2013) Keadaan Umum : tampak sesak nafas, ortopneu (+), terpasang O2 kanul 3liter/menit. Kesadaran : komposmentis.GCS E4M6V5=15 Tanda Vital : T D : 160/110 mmHg RR : 26 x / mnt, kusmaull (-) N : 76 x / mnt , reguler, isi dan tegangan cukup t : 36,8 C ( aksiler ) Kepala : Mesosefal, turgor dahi cukup Mata : Conjungtiva palpebra pucat +/+ Sklera ikterik -/- Pupil bulat isokor 3 mm/ 3mm Reflek cahaya +N / +N THT : Nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-), nyeri tragus -/- T1-1, faring hiperemis (-) Mulut : Pursed lip breathing (-),bibir sianosis (-) Leher : JVP R+3 cm Pembesaran nnll -/- Deviasi trachea (-) Thorax : Bentuk dada normal, retraksi M. Supraklavicular -/-, retraksi
M. intercostalis -/-, sela iga melebar -/-
Cor : I : Ictus cordis tak tampak Pa : Ictus cordis teraba di SIC VI LAA sinistra, melebar (-), kuat angkat (-), thrill (-), sternal lift (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (-) Pe : Batas atas : SIC II Linea parasternalis sinistra Batas kanan : SIC V 2cm medial Linea Medioclavicula Dextra Batas kiri : SIC VI LAA sinistra Pinggang jantung menghilang Au : HR : 76x / mnt, regular. ,bising (+) sistolik 3/6 di apeks tidak dijalarkan, gallop (+) Pulmo Depan : I : Simetris saat statis dan dinamis Pa : stem fremitus kanan sama dengan kiri Pe : sonor seluruh lapangan paru A : Suara Dasar vesikuler, Suara Tambahan : Ronkhi Basah Halus di basal paru kanan kiri RBH +/+ Pulmo Belakang : I : Simetris saat statis dan dinamis Pa : stem fremitus kanan sama dengan kiri Pe : sonor seluruh lapangan paru A : Suara Dasar vesikuler, Suara Tambahan : Ronkhi Basah Halus di basal paru kanan kiri RBH +/+ Abdomen : I : Cembung, venektasi (-) Au : Bising usus (+) N Pe : Tympani, Area traube timpani, Pekak Sisi (+) meningkat, Pekak Alih (+) liver span 16cm. Pa : Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan suprapubik (-), Hepar dan lien sulit dinilai
Extremitas Sup Inf Oedem : -/- +/+ Sianosis : -/- -/- Motorik : - gerak +/+ +/+ - kekuatan 5/5 5/5 R. Fisiologis : +N/+N +N/+N R. Patologis : -/- -/- Sensibilitas : dalam batas normal Clubbing finger : -/- -/-
Hasil: Irama : sinus HR : 72 x / menit Axis : LAD Gel P : 0,04 mm Interval PR : 0,12 mm Kompleks QRS: 0,10 mm Segmen ST : downslope di lead V5 dan V6 Gel T : Tall T (-), T inverted (-) Kesan : LAD, OMI lateral
X Foto torak :
Hasil : Cor : Apeks jantung bergeser ke caudolateral : Pinggang jantung mendatar, elevasi main bronkus kiri : Batas kanan jantung bergeser ke lateral : Retrokardiak dan retrosternal space menyempit : Elongasio dan dilatasi aorta Pulmo : Corakan vaskuler meningkat disertai blurring
: Tampak bercak pada perihiler kanan kiri dan parakardial kanan Hemidiafragma kanan setinggi kosta 9 posterior Sinus kostofrenikus kanan lancip, kiri superposisi dengan bayangan jantung
Kesan : Pankardiomegali DD efusi perikardium : Gambaran edema pulmonum : Elongasio dan dilatasi aorta :Suspek efusi pleura kiri DD/ Superposisi sinus kostofrenikus dengan bayangan jantung
USG ABDOMEN (4-5-2013)
Kesan : hepatomegali dengan pelebaran vena hepatica dan vena cava inferior (gambaran congestif hepar) peningkatan ekogenitas parenkim ginjal kanan curiga proses kronis ascites Tak tampak kelainan lain pada organ-organ intra abdomen tersebut diatas.
ECHOCARDIOGRAPHY (3-5-2013) Dilatasi seluruh ruang jantung Hipokinetik : anterior dan septal di mid Inferior di apikal TR : moderate PR : mild PH : mild MR : moderate Fungsi sistolik :LV menurun dengan EF 34% : RV menurun, TA PSE 16 mm Terdapat tanda kongesti (vena cava inferior tidak kolaps) Kesimpulan : Congestive heart failure Coronary artery disease MR, TR moderate PH, PR mild
FUNDUSKOPI : ODS Retinopati hipertensi grade II dengan arteriosklerosis grade II NASOFARINGOSKOPI :
Kesan : Tak tampak massa nasofaring Rinitis akut
RESUME Seorang perempuan 37 tahun datang ke RSDK dengan keluhan utama sesak nafas. sejak 3 tahun yang lalu. sesak nafas hilang timbul, sesak terutama saat berjalan jauh dan naik tangga, sesak disertai batuk berdahak encer. 4 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan semakin memberat hingga pasien tidak dapat bekerja lagi. Pasien hanya dapat berdiam di tempat tidur saja. Sesak dirasakan terus menerus sepanjang hari. Sesak dirasakan memberat bila pasien tidur terlentang tanpa bantal, sesak terasa lebih ringan bila pasien istirahat dan tidur dengan posisi setengah duduk, tidur dengan bantal tinggi (4 bantal). Pasien juga sering terbangun malam hari karena sesak nafas (+), batuk (+) berdahak encer, badan lemas, berdebar debar (+),kedua kaki kaki bengkak (+), nafsu makan menurun, berat badan menurun. Pasien menderita hipertensi sejak 15 tahun yang lalu dan tidak rutin kontrol. Pasien pernah didiagnosis sakit jantung sejak 2 tahun yang lalu dan sering mondok di RSI Demak, terakhir mondok karena sakit jantung pada pertengahan tahun 2012. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : tampak sesak nafas, ortopneu (+), terpasang O2 kanul 3liter/menit. Kesadaran : komposmentis.GCS E4M6V5=15 Tanda Vital : T D : 160/110 mmHg RR : 26 x / mnt kusmaull (-) N : 76 x / mnt , reguler, isi dan tegangan cukup t : 36,8 C ( aksiler ) Thorax : Bentuk dada normal, retraksi M. Supraklavicular -/-, retraksi M. intercostalis -/-. Sela iga melebar -/-
Cor : I : Ictus cordis tak tampak Pa : Ictus cordis teraba di SIC VI LAA sinistra, melebar (-), kuat angkat (-), thrill (-) sternal lift (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (-) Pe : Batas atas : SIC II Linea parasternalis sinistra Batas kanan : SIC V 2cm media Linea Medioclavicula Dextra Batas kiri : SIC VI LAA sinistra
Pinggang jantung menghilang Au : HR : 76x / mnt, regular, bising (+) sistolik III/6 di apeks tidak dijalarkan, gallop (+) Pulmo Depan : I : Simetris saat statis dan dinamis Pa : Stem fremitus kanan sama dengan kiri Pe : Sonor seluruh lapangan paru A : Suara Dasar vesikuler, Suara Tambahan : Ronkhi Basah Halus di basal paru kanan kiri
Pulmo Belakang : I : Simetris saat statis dan dinamis Pa : Stem fremitus kanan sama dengan kiri Pe : Sonor seluruh lapangan paru A : Suara Dasar vesikuler, Suara Tambahan : Ronkhi Basah Halus di basal paru kanan kiri.
Abdomen : I : Cembung Au : Bising usus (+) N Pe : Pekak Sisi (+) meningkat, Pekak Alih (+) Liver span 16cm Pa : Hepar dan lien sulit dinilai Extremitas Oedem : -/- +/+ Pemeriksaan Penunjang: X-foto thorax : Pankardiomegali DD efusi perikardium : Gambaran edema pulmonum : Elongasio dan dilatasi aorta :Suspek efusi pleura kiri DD/ Superposisi sinus kostofrenikus dengan bayangan jantung
DAFTAR ABNORMALITAS (5-4-2013) 1. Sesak nafas 2. Batuk berdahak encer 3. Tidur dengan bantal tinggi 4. Paroxysmal nocturnal dispnea 5. Dispnea d`effort 6. Perut membesar 7. Hipertensi stage II sejak 15 tahun yang lalu 8. Anemia Normositik normokromik 9. Azotemia 10. Hipoalbuminemia 11. Hiperurisemia 12. Epistaksis 13. X-Foto thorax : Kardiomegali, gambaran edem pulmonum 14. Ronkhi basah halus basal paru 15. Oedem extremitas inferior 16. USG Abdomen : Hepatomegali, ascites, proses kronis ginjal kanan 17. EKG : LAD, OMI lateral
DAFTAR PROBLEM 1. CHF NYHA IV 2. Azotemia 3. Hipertensi stage II 4. Ascites 5. Hiperurisemia 6. Anemia Normositik normokromik
7. Hipoalbumin 8. Epistaksis
INITIAL PLANS 1. Problem 1. CHF NYHA IV + oedem pulmo Assessment : DA : LVH dan MR, TR, PH, PR DE : HHD, kardiomiopati, Rencana Awal Dx : - Rx : O2 3 liter/menit nasal kanul : infus RL 10 tetes per menit : posisi 1/2 duduk : inj. furosemide 3 x 40 mg iv : Spironolakton 1 x 25 mg tab po : Aspilet 1x80 mg : Simvastatin 1x20 mg : Dulcolax 1x2tab (malam) : Ambroxol 3x30 mg : diet lunak 1700 kkal, rendah garam Mx : KU/TV/8 jam, balance cairan/24 jam Ex : jangan melepas oksigen : batasi minum dan aktivitas : BAB dan BAK di tempat tidur : jangan mengejan saat BAB 2. Problem 2. Azotemia Assessment : nefropati hipertensi : sindrom kardiorenal Rencana Awal Dx : USG Abdomen Rx : Hemodialisa Mx : Ureum creatinin ulang 3 hari lagi Ex : Minum cukup, sesuai dengan kencing yang keluar
3. Problem 3 Hipertensi stage II Assessment : Faktor resiko PJI lainnya Rencana Awal Dx : HDL, LDL, cholesterol, trigliserida, asam urat Rx : captopril 3 x 12,5 mg tab po Mx : tensi tiap hari Ex : kurangi makan asin, aktivitas fisik secara teratur
4. Problem 4. Ascites Assessment : Transudat : Eksudat Rencana Awal Dx : Pungsi diagnostik ascites Rx : - Mx : lingkar perut tiap hari Ex : akan dilakukan pengambilan cairan untuk mengetahui komposisi cairan dalam perut
5. Problem 5. Hiperurisemia Assessment :mencari etiologi, DD/ konsumsi purin berlebihan efek samping diuretika Rencana awal Dx : pola makan sehari-hari, riwayat konsumsi obat diuretika, riwayat nyeri sendi Rx : Alopurinol 1x100mg Diet lunak 1700 kkal, 36 gram protein, rendah purin Mx : Kadar asam urat dalam darah IpEx : Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa kadar asam urat dalam darah penderita melebihi normal, sehingga perlu memperhatikan pola makan, yaitu menghindari makanan yang banyak mengandung purin, seperti kacang-kacangan, jerohan, dan makanan beragi.
6. Problem 6. Anemia normositik normokromik Assessment : Perdarahan : Penyakit kronik Rencana Awal : Dx : retikulosit Rx : Transfusi PRC 1 kolf perhari jika Hb kurang dari 8gr% Mx : cek Hb ulang 1 minggu lagi Ex : habiskan makanan dari RS 7. Problem 7. Hipoalbumin Assessment : etiologi (malnutrisi, sindroma nefrotik, kelainan hepar) Dx : urin rutin, profil lipid, LFT, darah rutin Rx : Diet lunak 1800 kkal, 36 gram protein, rendah purin dihabiskan Mx : Keadaan umum, tanda vital, keadaan oedem, darah rutin Ex : Mengedukasi pasien dan keluarga agar pasien menghabiskan makanan yang disediakan dari rumah sakit saja. 8. Problem 8. Epistaksis Assessment : etiologi ( terapi antiplatelet, gangguan pembekuan darah) Dx : Studi koagulasi Rx : tampon hidung Injeksi traneksamat 500mg i.v Mx : tanda-tanda anemia Rx : mengedukasi pasien untuk tidak melepas sendiri tampon hidung, tiduran posisi setengah duduk untuk mencegah aspirasi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) Congestive heart failure atau Gagal Jantung Kongestif adalah suatu keadaan berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak dapat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau ada disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. (1,2,3) Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, atau penyakit jantung kongenital). Faktor pencetus termasuk meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani terapi gagal jantung, infark miokard akut, serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif. Patofisiologi Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Puncaknya miring ke sebelah kiri. Berat jantung kira-kira 300 gram. Agar jantung berfungsi sebagai pemompa yang efisien, otot-otot jantung, rongga atas dan rongga bawah harus berkontraksi secara bergantian. Laju denyut-denyut jantung atau kerja pompa ini dikendalikan secara alami oleh suatu pengatur irama. Ini terdiri dari sekelompok secara khusus, disebut nodus sinotrialis, yang terletak didalam dinding serambi kanan. Sebuah impuls listrik yang ditransmisikan dari nodus sinotrialis ke kedua serambi membuat keduanya berkontraksi secara serentak. Arus listrik ini selanjutnya di teruskan ke dinding- dinding bilik, yang pada gilirannya membuat bilik-bilik berkontraksi secara serentak. Periode kontraksi ini disebut systole. Produksi impuls-impuls ini juga dikendalikan oleh suatu bagian sistem syaraf yang disebut sistem syaraf otonom, yang bekerja diluar keinginan kita. Sistem listrik built-in inilah yang menghasilkan kontraksi- kontraksi otot jantung beirama yang disebut denyut jantung. 3
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu : 1) Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu : a. Beban tekanan b. Beban volume
c. Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak dapat diastol d. Obstruksi pengisian ventrikel e. Aneurisma ventrikel f. Disinergi ventrikel g. Restriksi endokardial atu miokardial 2) Abnormalitas otot jantung a.Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika. b.Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal 3) Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi
Beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung. 4 Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diatas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung. 4
Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena - vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam
paru - paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda - tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri - kanan. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites. 4 Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda gagal jantung kanan : - Anoreksia dan kembung - Liver engorgement - Tanda tanda penyakit paru kronik - Bengkak pada kedua tungkai bawah - Asites, hidrothoraks - Hepatomegali - Peningkatan tekanan vena - Tekanan vena jugularis meningkat - Pulsasi parasternal, pulsasi epigastrial, sternal lift - Bising diastolik dan sistolik
- Bunyi jantung P2 mengeras - Pembesaran atrium dan ventrikel kanan Gejala dan tanda gagal jantung kiri : - Dyspneu d effort - Paroxysmal nocturnal dyspneu - Orthopneu - Fatigue - Pernafasan Cheyne Stokes - Batuk berdarah dan berbuih dengan hemoptoe (edema Pulmonum) - Ronkhi basah halus - Kongesti vena pulmonal - Pulsus alternans - Pembesaran ventrikel kiri - Takikardi - Bising diastolik dan sistolik - Irama derap - Echocardioagraphy sudah tampak hipertensi pulmonal. (1,2,3)
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gaghal jantung kanan dan kiri. Pembagian fungsional menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi empat kelas : I. Paling ringan, bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan II. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan dan dengan istirahat keluhan berkurang. III. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. IV. Biula pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun, dengan istirahat keluhan tetap ada.
Diagnosis awal gagal jantung kongestif menurut kriteria Framingham meliputi kriteria mayor dan minor. Kriteria Mayor : - Paroxysmal nocturnal dyspneu - Peningkatan tekanan vena jugularis - Ronkhi basah
- Kardiomegali - Edema paru akut - Irama derap S3 - Refluk hapatojuguler Kriteria Minor : - Edema pergelangan kaki - Batuk malam hari - Dyspneu d effort - Hepatomegali - Efusi pleura - Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum - Takikardi Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus pada saaat bersamaan. Dengan dasar diagnosis tersebut, pada pasien ini sudah dapat ditegakkan diagnosis gagal jantung kongestif, karena dari anamnesis dan pemeriksan fisik ditemukan kriteria mayor berupa : paroxysmal nocturnal dyspneu, pningkatan tekanan vena jugularis dalam hal ini adalah JVP penuh, ronkhi basah, dan kardiomegali. Sedangkan untuk kriteria minor ditemukan : edema pergelangan kaki, batuk malam hari, dyspneu d effort dan hepatomegali. Prinsip pengelolaan pasien gagal jantung kongestif adalah dengan mengurangi beban kerja jantung, yakni : - Memberi istirahat pada penderita (fisik maupun psikis) namun tetap dimobilisasi dengan gerakan-gerakan sederhana seperti dorsofleksi kaki untuk mencegah terjadinya trombosis. Diberikan juga dulcolax agar pasien tidak mengejan sewaktu BAB. - Diuresis. Untuk mengeluarkan cairan dalam tubuh, diberikan kombinasi furosemid dan spironolakton (diuretik hemat kalium) agar tidak terjadi hipokalemi. - ACE inhibitor. Sebagai vasodilator karena menurunkan resistensi vaskuler perifer yang tinggi dan menurunkan beban pengisian ventrikel yang tinggi. Diberikan Kaptopril dengan dosis bertahap dinaikkan, dimulai dari 3 x 6,25 mg perhari. - Mitral Valve Replacement. Indikasinya yakni pada kerusakan katub yang sudah tidak mungkin untuk direpair. - Diit rendah garam. Untuk memperlancar diuresis sehingga mengurangi edema.
Pada pasien ini gagal jantung yang diderita kemungkinan disebabkan oleh penyakit jantung hipertensif atau kardiomiopati alkoholik.
Penyakit Jantung Hipertensif Penyakit jantung hipertensif ditegakkan bila dapat dideteksi hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastolik. Pengaruh faktor genetik di sini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis sekunder. Patofisiologi Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya akibat terbatasnya aliran darah koroner, menjadi eksentrik. Berkurangnya rasio antara massa dan volume jantung akibat peningkatan volume diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi, peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistolik, peningkatan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung). Diperburuk lagi bila disertai dengan penyakit jantung koroner. Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung. Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu: 1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan. Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahanan perifer. 2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara
kapiler dan serat otot yang hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dari gambaran hemodinamik ini. Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri. Manifestasi Klinis Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi. Pada hipertrofi konsentrik lama, iktus bertambah. Bila telah terjadi dilatasi ventrikel kiri, iktus kordis bergeser ke kiri bawah. Pada auskultasi pasien dengan hipertrofi konsentrik dapat ditemukan S 4 dan bila sudah terjadi dilatasi jantung didapatkan tanda tanda insufisiensi mitral relatif. Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda tanda akibat rangsangan simpatis yang kronik. Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi hipersirkulasi yang mungkin diakibatkan peningkatan aktivitas sistem neurohumoral disertai hipervolemia. Pada stadium selanjutnya, timbul mekanisme kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang masih difus dan peningkatan tahanan pembuluh darah perifer. Gambaran klinis seperti sesak nafas adalah salah satu gejala gangguan fungsi diastolik, dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel walaupun fungsi sistolik masih normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi eksentrik dan akhirnya menjadi dilatasi ventrikel kemudian timbul gejala payah jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan gangguan sirkulasi pada cadangan aliran darah koroner dan akan memperburuk kelainan fungsi mekanik / pompa jantung yang selektif. Pemeriksaan Penunjang Pada foto toraks posisi posteroanterior pasien hipertrofi konsentrik, besar jantung dalam batas normal. Pembesaran jantung ke kiri terjadi bila sudah ada dilatasi ventrikel kiri. Terdapat elongasi aorta pada hipertensi yang kronik dan tanda tanda bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung hipertensi. Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah ht serta ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga elektrolit untuk melihat kemungkinan adanya kelainan hormonal aldosteron. Pemeriksaan laboratorium urinalisis juga diperlukan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal.
Pada EKG tampak tanda tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain. Ekokardiografi dapat mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri secara dini mencakup kelainan anatomik dan fungsional jantung pasien hipertensi asimtomatik yang belum didapatkan kelaina pada EKG dan radiologi. Perubahan perubahan yang dapat terlihat adalah sebagai berikut : 1. Tanda tanda hipersirkulasi pada stadium dini, seperti hiperkinesis, hipervolemia 2. Hipertrofi yang difus (konsentrik) atau yang iregular eksentrik. 3. Dilatasi ventrikel yang dapat merupakan tanda tanda payah jantung, serta tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. 4. Tanda tanda iskemia seperti hipokinesis dan pada stadium lanjut adanya diskinetik. Penatalaksanaan Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal, mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin. Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu, menurunkan isi cairan intravaskular dan Na darah dengan diuretik, menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respons kardiovaskular terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari golongan antisimpatis, dan menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator.
Kardiomiopati Kardiomiopati merupakan sekumpulan kelainan kardiologis dimana terjadi abnormalitas struktural pada miokardium. Kondisi ini bisa berujung pada sebuah gagal jantung. Kardiomiopati tergolongkan pada 3 tipe berdasarkan keadaan anatomis dan gangguan fisiologisdari ventrikel kiri. Kardiomiopati dilatasi ditandai pembesaran ruang ventrikel dan gangguan fungsi sistolik. Kardiomiopati hipertropik menunjukkan penebalan ventrikel secara abnormal dan gangguan relaksasi diastolik, namun fungsi sistolik masih baik. Kardiomiopati restriktif ditandai miokardium yang kaku karena fibrosis ataupun proses infiltratif, yang berujung pada gangguan relaksasi diastolik, sementara fungsi sistolik normal ataupun sedikit terganggi.
Kardiomiopati dilatasi (dilated cardiomiopathy/DCM) menyebabkan pelebaran jantung secara eksentrik, yaitu melalui pembesaran ventrikel, dan hanya disertai sedikit hipertropi. Berbagai spektrum faktor seperti genetik, proses inflamasi, racun, dan proses-proses metabolik menghasilkan kerusakan miosit. Penyebab DCM biasanya idiopatik. Beberapa kondisi yang dihubungkan dengan terjadinya DCM adalah miokarditis viral, toksisitas alkohol, dan mutasi gen spesifik. Miokarditis viral biasanya menyerang penduduk usia muda yang sehat. Penyebab tersering adalah coxsackevirus grup B dan adenovirus. Biasanya infeksi dari virus-virus tersebut bersifat self-limiting, namun bisa pula progresif dan menjadi DCM. Diperkirakan bahwa destruksi miokardium dan fibrosis terjadi akibat manifestasi virus. Penggunaan obat imunosupresif tidak menunjukkan perbaikan prognosis. Kardiomiopati alkoholik berkembang pada pasien dengan konsumsi alkohol kronis. Meskipun mekanisme pastinya belum diketahui, ethanol diperkirakan menyebabkan terganggunya fungsi seluler melalui penghambatan fosforilasi oksidatif mitokondria dan oksidasi asam lemak. Secara klinis dan histopatologis, dijumpai tanda-tanda dengan DCM yang sama dengan yang ditunjukkan penyebab lain. Penanda utama DCM adalah dilatasi ventrikel dan penurunan kontraktilitas. Biasanya, gangguan terjadi pada kedua ventrikel namun bisa saja hanya pada satu ventrikel. Gangguan kontraktilitas miosit menyebabkan penurunan stroke volume dan cardiac output, sehingga terjadi 2 mekanisme kompensasi yaitu: 1. Mekanisme Frank-Starling, dimana peningkatan volume diastolik ventrikel menyebabkan peregangan miofibril, sehingga meningkatkan kemampuan pemompaan dan terjadi peningkatan stroke volume. 2. Aktivasi neurohormonal, biasanya dilakukan oleh sistem saraf simpatis. Pada akhirnya hal ini akan menyebabkan peningkatan kontraktilitas dan heart rate, yang memperbaiki kegagalan perfusi. Kedua mekanisme kompensasi ini menyebabkan pasien tampak tidak bergejala selama periode awal disfungsi ventrikel. Namun, disfungsi miosit yang progresif dan volume overload menyebabkan timbulnya gagal jantung. Penurunan curah jantung yang persisten menyebabkan gangguan fungsi ginjal sehingga akhirnya ginjal mensekresikan renin. Hal ini kemudian
mengaktifkan mekanisme Renin-Angiostensin II- Aldosteron yang meningkatkan tahanan periferpembuluh darah dan volume intravaskuler. Kompensasi neurohormonal itu sendiri pada akhirnya menyebabkan perkembangan yang buruk pula. Vasokonstriksi arteriolar dan peningkatan resistensi perifer menyebabkan semakin sulitnya darah diejeksikan dari ventrikel kiri. Sementara peningkatan volume intravaskular akan membebani kerja jantung (ventrikel kiri), dan menyebabkan kongesti sistemik dan paru. Selain itu,penignkatan kadar Angiostensin II dan aldosteron menyebabkan terjadinya remodelling miokardial dan fibrosis secara langsung. Perburukan dari pembesaran ruang-ruang jantung, katup mitral dan trikuspid dapat mengalami gangguan, terutama saat melakukan fungsi sistolik, yang lama- kelamaan akan membentuk sebuah regurgitasi. Regurgitasi kedua katup ini dapat menimbulkan efek berupa: 1. Peningkatan volume dan tekanan pada atrium, yang berujung pada dilatasi atrium, dan pada akhirnya menyebabkan fibrilasi atrium. 2. Regurgitasi darah menuju atrium kiri akan menyebabkan penurunan stroke volume menuju aorta dan sirkulasi sistemik. 3. Pada saat darah regurgitan kembali ke ventrikel kiri pada saat diastol, terjadi peningkatan berkala volume ventrikel kiri dan memperparah dilatasi pada ventrikel kiri. Gejala klinis yang tampak pada pasien dengan DCM serupa dengan gejala gagal jantung. Antara lain mudah lelah, lemah, sesak pada saat aktivitas dan penurunan kapasitas olahraga. Apabila telah terjadi kongesti paru, bisa terjadi sesak napas, sesak karena perubahan posisi (ortopneu), sesak pada malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnoe). Selanjutnya bila terjadi kongesti sistemik kronik, bisa timbul asites dan edema perifer. Biasanya pasien datang dengan kondisi peningkatan berat badan (karena edema sistemik) dan sesak saat berolahraga/aktivitas.
2. HIPERTENSI Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik 2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Penyebab spesifiknya dari hipertensi ini diketahui. Gejala yang sering ditemukan pada penderita hipertensi ialah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing. Klasifikasi dan tatalaksana hipertensi menurut JNC VII Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Perbaikan Pola Hidup Terapi Obat Awal Tanpa Indikasi yang Memaksa Dengan Indikasi yang Memaksa Normal < 120 dan < 80 dianjurkan Prehipertensi 120-139 atau 80-89 Ya Tidak indikasi obat Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa Hipertensi derajat I 140-159 atau 90-99 Ya Diuretika jenis tiazid untuk sebagian besar kasus, dapat dipertimbangkan ACE I, ARB, BB, CCB atau kombinasi. Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa. Obat antihipertensi lain (diuretika, ACE I, ARB, BB, CCB) sesuai kebutuhan Hipertensi derajat II 160 atau 100 Ya Kombinasi 2 obat untuk sebagian besar kasus umumnya diuretika jenis tiazid dan ACE I atau ARB atau BB atau CCB. Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa. Kombinasi 2 obat untuk sebagian besar kasus umumnya diuretika jenis tiazid dan ACE I atau ARB atau BB atau CCB
3. AZOTEMIA Azotemia adalah kondisi medis yang ditandai oleh peningkatan kadar zat-zat nitrogen dalam darah seperti ureum, creatinin, dan zat sisa lain. Pada pasien ini hanya terjadi peningkatan ureum darah tanpa disertai peningkatan creatinin dalam darah. Hal ini menunjukkan pertanda yang mengarah kepada dehidrasi yang mengakibatkan insufisiensi renal (azotemia prerenal). Pada penderita dilakukan terapi pemberian cairan Ringer laktat. Selain itu juga dimonitor keadaan umum, tanda vital, balans cairan, ureum creatinin darah serta pemeriksaan urin rutin. Monitoring ini penting dilakukan juga karena pada penderita ini sudah terdapat komplikasi nefropati hipertensi.
4. HIPERURESEMIA Pada penderita ini didapatkan penurunan kadar HDL-kolesterol (21 mg/dl), dan hiperurisemia (8,0 mg/dl). Hal ini bersama-sama dengan hipertensi menjadi faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler misalnya Penyakit Jantung Iskemik atau Penyakit Jantung Koroner. Pada pasien ini diberikan diet lunak 1800 kkal, 36 gram protein, rendah garam, rendah purin. Pasien dan keluarga diedukasi bahwa kadar asam urat dalam darah penderita melebihi normal, sehingga perlu memperhatikan pola makan, yaitu menghindari makanan yang banyak mengandung purin, seperti kacang- kacangan, jerohan, dan makanan beragi.
5. HIPOALBUMIN Hipoalbuminemia pada penderita dalam kasus ini diperkirakan karena loss akibat dari kerusakan dari glomerolus ginjal. Hipoalbumin dan proteinuria tanda awal dari komplikasi nefropati hipertensi. Dan pasien merupakan pasien geriatri yang merupakan salah satu kelompok paling rentan terkena komplikasi ini. Dampak primernya adalah kerusakan pada pembuluh darah ginjal akibat tekanan yang meningkat. Pada dinding arteri dan otot digantikan dengan jaringan sklerotik. Kerusakan pembuluh ini membuat endotel kapiler glomerolus rusak. Hal ini menurunkan aliran darah dan filtrasi glomerolus, dan memacu proteinuria.
DAFTAR PUSTAKA
1. Masjoer A. Kapita selekta kedokteran jilid 3. Media Ausclapius FKUI. Jakarta. 2001 2. Darmojo, R. Boedhi, Prof., Dr. Penyakit Jantung. Semarang : Fakultas Kedoteran Universitas Diponegoro. 3. Ari W.S, Bambang S, Idrus A, Marcellus S.K, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009. 4. Congestive Heart Failure. New England Journal of Medicine 2008; 22 (2) : pp.1014. 5. The JNC 7 Report. The Sevent Report of the Joint National Committee on Prevention Detection Evaluation and Treatment of High Blood pressure. JAMA, 2003. 6. Kasper D.L, Braunwald E, Fauci A.S, Hauser S.L, Longo D.L, Jameson J.L, editor. Harrisons Manual of Medicine. Mc Graw-Hills Medical Publishing Division, 2005.
BAB III PEMBAHASAN
Seorang perempuan 37 tahun datang ke RSDK dengan keluhan utama sesak nafas. sejak 3 tahun yang lalu. sesak nafas hilang timbul, sesak terutama saat berjalan jauh dan naik tangga, sesak disertai batuk berdahak encer. 4 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan semakin memberat hingga pasien tidak dapat bekerja lagi. Pasien hanya dapat berdiam di tempat tidur saja. Sesak dirasakan terus menerus sepanjang hari. Sesak dirasakan memberat bila pasien tidur terlentang tanpa bantal, sesak terasa lebih ringan bila pasien istirahat dan tidur dengan posisi setengah duduk, tidur dengan bantal tinggi (4 bantal). Pasien juga sering terbangun malam hari karena sesak nafas (+), batuk (+) berdahak encer, badan lemas, berdebar debar (+),kedua kaki kaki bengkak (+), nafsu makan menurun, berat badan menurun. Pasien menderita hipertensi sejak 15 tahum yang lalu dan tidak rutin kontrol. Pasien pernah didiagnosis sakit jantung sejak 2 tahun yang lalu dan sering mondok di RSI Demak, terakhir mondok karena sakit jantung pada pertengahan tahun 2012. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/110 mmHg, nadi 76x/menit, RR 26x/menit nafas kussmaull (-), suhu 36,8 0 C. Pemeriksaan jantung didapatkan ictus cordis tak tampak dan teraba di SIC VI LAA sinistra, melebar (-), kuat angkat (-), trill (-) sternal lift (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrium (-) , pada perkusi didapatkan batas atas: SIC II LPS Sinistra, batas kanan : SIC V LMC Dextra, batas kiri: SIC VI LAA sinistra, auskultasi didapatkan bising (+) sistolik III/6 di apeks tidak dijalarkan, terdapat gallop. Pemeriksaan fisik paru depan didapatkan suara tambahan ronkhi basah halus (+/+) SIC VI kebawah. Pemeriksaan paru belakang didapatkan suara tambahan : ronkhi basah halus (+/+) di Vertebra .Th.VIII ke bawah. Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan perut cembung, pekak sisi (+) meningkat, pekak alih (+) hepar dan lien sulit dinilai karena terdapat ascites.
Pemeriksaan ekstremitas didapatkan oedem pada tungkai kanan dan kiri dan ekstremitas superior sinistra. Pemeriksan laboratorium darah didapatkan hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit yang menurun. Peningkatan kadar ureum dan creatinin, penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar asam urat darah. Pemeriksaan X-foto thorak didapatkan kesan Kardiomegali ( LV, RV) disertai gambaran edem pulmonumdan elongatio dan dilatasi aorta. Pemeriksaan EKG didapatkan kesan Left axis deviasi dan OMI lateral. Pemeriksaan echocardiography didapatkan hasil congestive heart failure, Coronary artery disease, MR dan PR moderate, PH dan PR mild Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di atas, didapatkan beberapa diagnosis. Diagnosis CHF NYHA IV pada kasus ini didasarkan pada terpenuhinya kriteria framingham untuk diagnosis CHF yaitu terpenuhinya lebih dari dua kriteria mayor ( pada kasus ini ditemukan : paroxysmal nocturnal dyspneu, peningkatan tekanan vena jugular, ronkhi basah halus, tanda edem pulmonum, gallop, dan kardiomegaly) serta ditemukan kriteria minor ( pada kasus ini ditemukan :batuk berdahak encer, orthopneu, dyspneu on effort, hepatomegaly dan edem ekstremitas). Secara fungsional menurut NYHA, pasien ini diklasifikasikan sebagai gagal jantung kongestif NYHA VI, karena pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun, dengan istirahat keluhan sesak tetap ada. Prinsip penatalaksanaan pasien CHF adalah dengan mengurangi beban kerja jantung, yakni memberi istirahat pada penderita (fisik maupun psikis) namun tetap dimobilisasi dengan gerakan-gerakan sederhana seperti dorsofleksi kaki untuk mencegah terjadinya trombosis, serta diberikan terapi farmakologis dengan diuresis untuk mengeluarkan cairan tubuh agar tidak terjadi hipokalemi, pada kasus ini diberikan kombinasi furosemid 3x40mg dan spironolakton 1x25mg. ACE inhibitor sebagai vasodilator karena menurunkan resistensi vaskuler perifer yang tinggi dan menurunkan beban pengisian ventrikel yang tinggi. Pada kasus diberikan Kaptopril dengan dosis 3 x 12,5 mg perhari. Diagnosis ascites didapatkan dari pemeriksaan fisik yaitu ditemukannya pekak sisi yang meningkat dan adanya pekak alih serta dari gambaran USG abdomen yang didapatkan kesan ascites.
Diagnosis hipertensi stage II didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan riwayat tekanan darah tinggi sejak 15 tahun yang lalu, pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi 160/110 dan dari hasil pemeriksaan funduskopi didapatkan retinopati hipertensi grade II. Diagnosis azotemia didapatkan dari pemeriksaan kimia darah yang didapatkan peningkatan kadar ureum dan creatinin darah. Diagnosis anemia normositik normokromik didapatkan dari pemeriksaan fisik dengan ditemukannya konjunctiva palpebra pucat dan pemeriksaan laboratorium darah rutin dimana didapatkan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit yang menurun. Diagnosis hiperurisemia didapatkan dari pemeriksaan lab darah dimana didapatkan kadar asam urat yang meningkat. Diagnosis hipoalbumin didapatkan dari pemeriksaan lab darah dimana didapatkan nilai albumin dibawah nilai normal. Diagnosis epistaksis didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik dimana terdapat perdarahan aktif pada hidung.