Analisa Hidrologi Waduk
Analisa Hidrologi Waduk
Analisa Hidrologi Waduk
Pos hujan Biccoing telah beroperasi sejak bendungan belum dibangun yaotu tahun 1987, berupa pos hujan biasa yang dicatat setiap hari pada sekitar jam 8:00 pagi. Kondisi pos berdasar lokasi dan fisik peralatannya cukup bagus. Pengukuran dan pencatatan dilakukan oleh staf UMB Salomekko. Data dari pencatatan pada pos ini selain disimpan BBWS Jeneberang Pompengan juga disimpan di Seksi Hidrologi Dinas PSDA Propinsi Sulewesi Selatan.
4.1.2
Pos AWLR
Pos AWR dibangun bersamaan dengan konstruksi bendungan (1996-1997) karena merupak bagian dari instrumentasi bendungan. Lokasinya berada di rumah kontrol (intake tower) di sebelah hulu dekat pintu pemeliharaan. Merupakan pos otomatis analog dengan pencatat kertas. Kondisi pos dalam keadaan rusak dan tidak beroperasi karena mesinnya perlu diservis dan pipa pelampungnya tersumbat sedimen. Operasional dilakukan oleh staf UMB Salomekko dibawah binaan Seksi Hidrologi Dinas PSDA Propinsi Sulewesi Selatan termasuk penyimpanan datanya.
4.1.3
Pencatatan pengoperasian waduk dilakukan oleh staf UMB bersamaan dengan catatan data instrumentasi yang lain. Data ini disimpan di Seksi Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan SDA, BBWS Jeneberang Pompengan.
IV - 1
4.1.4
Pos untuk memberi peringatan dini berkait dengan fenomena hidrologi belum ada di bendungan Salomekko. Mengingat bendungan berada di bukit dan di hilirnya terdapat pemukiman maka peringatan banjir sangat perlu. DTA bendungan Salomekko yang hanya kecil, bila terjadi banjir, jeda antara datangnya hujan dengan datangnya banjir sangat kecil. Peringatan dini berdasar hujan menjadi kurang berguna karena waktu untuk mengolahan dan belum tentu terjadi banjir. Peringatan dini berdasar muka air waduk lebih tepat karena dapat memberi informasi atas ancaman yang lebih nyata.
4.2.1
Dilihat dari hujan rata-rata bulanan dari pos hujan Camming, Palattae, Biccoing dan Manera masih sama yaitu masuk Pola Curah Hujan Lokal. Pada pola ini, musim dapat dikelompakkan dan diuraikan sebagai berikut: 1. Musim hujan terjadi antara bulan April sampai Agustus, dengan indikasi hujan rata-rata bulanannya > 150 mm. Puncak musim hujan terjadi pada sekitar bulan Mei dan Juni. 2. Musim kemarau terjadi antara bulan September sampai Maret dengan indikasi hujan rata-rata bulanannya < 150 mm. Musim kemarau masih dapat dibagi 2 yaitu: a. Kemaru kering antara bulan September sampai November, petani tidak menanam tanam musiman. b. Kemarau lembab antara bulan Desember sampai Maret, petani menanam tanam musiman seperti padi dan palawija. 4.2.2 Perbandingan Letak Gografis
Letak geografis dari pos-pos hujan baik secara posisi maupun topografi dapat memberikan data hujan yang berbeda. Untuk pola hujan yang dipengaruhi oleh angin timur maka posisi lebih ke timur di daratan berkemungkinan mendapat hujan yang lebih tinggi. Sedangkan bila dilihat dari topografi, makin tinggi sampai batas tertentu, curah hujannya cenderng makin tinggi. Letak geografis dari 4 pos yang ditinjau adalah sebagai berikut: 1. Pos Manera berada paling timur, berada di dataran pantai
IV - 2
2. Pos Biccoing lebih ke barat dari pos Manera, berada di lereng sebelah timur bukit paling timur. 3. Pos Palattae lebih ke barat dari pos Biccoing, berada di lembah Walanae, sebelah barat bukit paling timur. 4. Pos Camming lebih ke barat dari pos Palattae, berada di lembah Walanae, sebelah barat bukit paling timur.
4.2.3
Perbandingan curah hujan antara Pos-pos Camming, Palattae, Biccoing dan Manera dapat dilihat pada gambar berikut.
Hujan Rata-rata Bulanan Pos Camming
mm
600 500 400 300 200 100 0
mm
600 500 400 300 200 100 0
Oct Oct
Mar
May
Nov Nov
Feb
Aug
Sep
Jan
May
Nov
Aug
Mar
Dec
mm
600 500 400 300
mm
600
500 400
300
200 100
200
100
0
Oct Nov Aug Feb Sep May Mar Dec
0
Feb May Aug Sep Mar Dec Jan Apr
Jun
Jun
Jan
Secara teoritis keadaan di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pos Manera Curah hujan di pos Manera yang berada di dataran pantai lebih rendah dibanding di pos Biccoing yang berada di lereng bukit. Ketika awan melintas di atas Manera tidak terjadi efek orografis. 2. Pos Biccoing Curah hujan di pos Biccoing adalah yang paling tinggi karena terjadi efek orogarfis pertama dengan kepadatan awan yang masih tinggi. 3. Pos Palattae
Apr
Jul
Jul
IV - 3
Dec
Apr
Jun
Feb
Sep
Apr
Oct
Jan
Jun
Jul
Jul
Pos Palattae berada di lembah sehingga curah hujannya lebih rendah dari curah hujan di pos Biccoing yang secara topografi lebih tinggi. Selain itu posisinya lebih ke barat sehingga kepadatan awannya lebih rendah akibat telah diturunkan di sebelah timurnya. 4. Pos Camming Pos Camming berada di lembah sehingga curah hujannya lebih rendah dari curah hujan di pos Biccoing yang secara topografi lebih tinggi. Selain itu posisinya lebih ke barat sehingga kepadatan awannya lebih rendah akibat telah diturunkan di sebelah timurnya. Berdasar posisi, curah hujan di pos Camming lebih rendah dari pos Palattae. 4.2.4 Perbandingan Hujan Harian Maksimum
Perbandingan curah hujan antara Pos-pos Camming dan Biccoing berkait dengan debit banjir rancangan untuk desain. Apakah masih sesuai data dari pos Camming dipakai untuk desain Bendungan Salomekko. Perbandingan hujan harian maksimum dari kedua pos tersebut ditampilkan dalam gambar berikut.
mm
350 300 250 200 150
100
50
0
20%
50%
70%
80%
10%
30%
40%
60%
90%
Probabilitas
Dari gambar di atas dapat dibaca: 1. Hujan Maksimum pos Biccoing cenderung lebih tinggi dari pada pos Camming, 2. Data yang pos Camming (1930-1987) yang dipakai untuk desain mempunyai trend dengan arah yang serupa dengan pos Biccoing. 3. Data yang pos Camming (1988-2010) mempunyai trend dengan arah yang lebih tinggi dibanding pos Biccoing.
100%
0%
IV - 4
4.3.1
Kejadian Banjir
Banjir terbesar yang menyebabkan genangan paling tinggi terjadi pada tanggal 20 Juni 2006 dengan tinggi genangan hampir mencapai pelimpah darurat. Berdasar data hujan di pos Biccoing, besarnya curah hujan pada hari itu adalah 260 mm. Catatan hujan pada tanggal 20 Juni 2006 tersebut adalah curang hujan tertinggi selama operasi waduk, merupakan curah hujan tertinggi kedua selama pencatatan. Curah hujan tertinggi di pos Biccoing adalah 304 mm yang terjadi pada tahun 1994 sebelum bendungan dibangun. Berdasar data perencanaan hujan 260 mm adalah mendekati hujan dengan kala ulang 25 tahun. Elevasi banjir akibat hujan kala ulang 25 tahun adalah + 77,30 m. Dari kenyataan ini maka terlihat bahwa perilaku banjir masih sesuai dengan perilaku yang diperkirakan dalam desain.
4.3.2
Operasional Waduk
Data operasional waduk dapat menjadi bahan untuk evaluasi perilaku waduk berkait dengan aliran rendah. Berdasar data operasional dari tahun 2007 sampai tahun 2010 dibuat grafik fluktuasi muka air waduk aktual seperti ditampilkan pada gambar berikut.
m
78 76 74 72 70 68 66 64 62 60 Jan 2007 Jan 2008
Jan 2009
Jan 2010
Jan 2011
Dari grafik fluktuasi waduk di atas dapat diterangkan sebagai berikut: 1. Dari 5 tahun data, 3 tahun waduk mencapai penuh yaitu tahun 2007, 2008 dan 2010. Keadaan ini berarti bahwa aliran rendah yang terjadi masih sesuai dengan yang direncanakan, aliran yang tersedia cukup untuk memenuhi waduk sehingga waduk dapat beroperasi dengan normal. 2. Terjadinya waduk kosong yang mendekati elevasi ambang terjadi 4 kali yaitu tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 masing-masing dengan waktu yang singkat. IV - 5
Muka air waduk tidak sampai di bawah ambang pengambilan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa oprasional waduk cukup baik tidak terjadi kekosongan waduk yang lama. 3. Terjadi 2 tahun tidak mencapai penuh yaitu tahun 2009 dan 2011 yang masingmasing hanya mencapai sekitar +70 m. Ini terjadi karena curah hujan yang rendah (tahun kering). Curah hujan tahun 2009 di Boccoing hanya 1755 mm sedangkan curang hujan rata-rata tahunan adalah 2756 mm. Selain itu juga karena operasi waduk yang tidak menggunakan rule curve. 4.3.3 Pemanfaatan Air Waduk
Air waduk direncanakan untuk keperluan tunggal yaitu irigasi, sejauh ini masih sesuai. Tetapi ada sedikit yang berbeda yaitu pola tanam, dalam rencana adalah Palawija dan Padi, tetapi petani cenderung menanam Padi dan Padi. Akibat dari pola tersebut sebenarnya merupakan resiko petani karena keberhasilannya rendah. Kondisi kritis terjadi pada Musim Tanam (MT) I yang masuk dalam musim kemarau. Perlu difahami bahwa MT I yang biasanya dilaksanakan antara bulan Desember sampai Maret meskipun musim kemarau tetapi sering hujan. Karena sering hujan dan ada waduk maka petani cenderung menanam padi, tetapi bila ketersediaan air dari keduanya tidak mencukupi maka dilakukan pengurangan sampai penggiliran dalam pemberian air.
4.4 REKOMENDASI
Berdasar evaluasi dari aspek Klimatologi dan Perilaku Waduk, direkomendasi untuk analisis lebih lanjut sebagai berikut: 1. Pola curah hujan antara pos yang dipakai untuk desain dan pos yang berada di bendungan masih sama, tetapi curah hujan di bendungan lebih tinggi. Analisis aliran rendah perlu dilakukan untuk meninjau ketersediaan air. 2. Berdasar letak geografis dan perbandingan trend hujan maksimum, hujan di bendungan cenderung lebih tinggi sehingga perlu dilakukan analisis banjir berdasar data dari pos di bendungan. 3. Data kejadian banjir tahun 2006 dapat dijadikan pembanding (kalibrasi) untuk analisis banjir berdasar data dari pos di bendungan. 4. Pemanfaatan air yang sedikit berbeda, perlu ditinjau kebutuhan air dengan berbagai alternatif guna membuka kemungkinan peningkatan produksi pangan. 5. Analisis operasi waduk perlu dilakukan guna meningkatkan kenerja waduk termasuk perlu adanya rule curve sebagai pedoman dalam mengoperasikan waduk.
IV - 6