Belajar Tajwid
Belajar Tajwid
Belajar Tajwid
Bagian I
Keunggulan dan Kebaikan Membaca al-Quran serta
Keutamaan mempelajarinya.
1. Allah SWT memerintahkan rasul-Nya Muhammad SAW
membaca al-Quran secara benar dan teratur (tartil atau tajwid),
dan perintah tersebut sekaligus berlaku bagi kita selaku umat
beliau.
Allah berfirman:
( ::
) :
Artinya: Bacalah al-Quran dengan tartil (benar dan teratur)
Demikian pula Allah memuji hamba-hamba-Nya yang membaca
dengan sebenar-benar bacaan serta sesuai dengan pelafalan
bahasa arab yang fasih (bahasa arab qurani) tidak menyimpang
dari cara itu.
Allah berfirman:
( : )
Artinya: Orang-orang yang kami telah memberikan kepada
mereka al-Kitab (al-Quran) mereka membacanya dengan
sebenar-benar bacaan
Allah berfirman:
( : )
Artinya: Al-Quran dalam bahasa arab yang tidak ada
kebengkokan
(didalamnya)
supaya
mereka
bertaqwa
(menjaganya).
2. Pembaca al-Quran akan memberikan syafaat di hari kiamat
kepada sepuluh orang keluarganya padahal mereka seharusnya
masuk neraka. Nabi bersabda:
: :
Artinya: Orang yang membaca al-Quran dan terus menerus
membacanya,
memeliharanya
(menghafalnya)
Allah
memasukkan-Nya ke dalam syurga, ia memberikan syafaat
kepada sepuluh keluarganya padahal semuanya seharusnya
masuk neraka. (Hadits diterima dari Ali bin Abi Thalib dan
dikutip oleh tafsir al-Qurthubi).
3. Seorang anak yang membaca al-Quran dan berupaya
mengamalkannya Allah akan menganugerahkan pakaian
kehormatan berupa mahkota (taaj) kepada kedua orang tuanya
pada hari kiamat. Nabi bersabda:
:
:
# :
#
# :
Arah sasaran ilmu tajwid adalah kata dan kalimat dari ayat
al-Quran dipandang dari sudut memberikan hak semua huruf
dan
mustahaqnya
seperti
diuraikan
di
atas
tidak
mengucapkannya secara berat dan kaku sehingga keluar dari
aturan-aturan yang sudah baku dan disepakati oleh ulama tajwid.
Di antara sebahagian para ulama, ada yang menyatakan, bahwa
sasaran tajwid juga termasuk kata dan kalimat dari hadits-hadits
Nabi. Namun menurut jumhur, sasaran tajwid hanya diarahkan
kepada al-Quran saja.
3. Faedah Ilmu Tajwid
Faedah ilmu tajwid adalah menjaga lidah dari kesalahan
dalam mengucapkan/membaca ayat-ayat al-Quran. Demikian
pula dalam membaca hadits Nabi bagi orang yang berpendapat
seperti itu. Namun seperti telah dipaparkan di atas bahwa
pendapat jumhur ulama menegaskan tajwid itu hanya diarahkan
kepada al-Quran.
4. Keistimewaan Ilmu Tajwid
Keistimewaan ilmu tajwid termasuk semulia-mulia ilmu
karena berkaitan langsung dengan kalam Allah.
5. Hubungan Ilmu Tajwid dengan ilmu lainnya
Ilmu tajwid merupakan salah satu ilmu dari ilmu-ilmu
syariat agama yang berkaitan langsung dengan al-Quran. Ilmu
ini memiliki perbedaan secara khusus dengan ilmu lainnya
(tabaayun) terutama dari segi pembelajarannya, karena tidak
mungkin seseorang membaca al-Quran menurut semestinya
hanya dengan belajar sendiri tanpa ada guru yang teliti yang
membimbing/ mengajarkan tata cara baca yang seharusnya.
6. Peletak dasar Ilmu Tajwid
Peletak dasar ilmu tajwid ditinjau dari cara pewahyuan alQuran adalah Allah. Sedangkan dari sudut pembumiannya
dalam praktek adalah Nabi Muhammad saw., karena kepada
beliau al-Quran diturunkan secara bertajwid melalui Jibril, para
sahabat mendengar dan menerima bacaan tersebut dari Nabi,
para tabiin dari para sahabat dan seterusnya dari para ahli
kepada kita semua.
Adapun dari segi teori (ilmu dirayah) berupa kaedahkaedah dan persoalan-persoalan ilmiahnya, ulama berbeda
pendapat, diantara mereka ada yang mengatakan;
a. Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam (w. 224 H), yang pertama
kali menulis dalam bentuk suatu buku tentang macammacam bacaan al-Quran.
b. Hafsh bin Umar ad-Duri (w. 246 H).
c. Imam Musa al-Khaqani (w. 325 H) dalam bentuk ilmu tajwid
yang berdiri sendiri.
d. Abul Aswad Adduali (605-688 H).
e. Al-Khalil bin Ahmad (w. 786 H) dan muridnya yang
bernama Sibawaih (w. 796 H).
f. Para Imam Qiraat dan para ahli bahasa.2
Nama ilmu ini
Nama ilmu yang membicarakan tentang tata cara indah
membaca al-Quran adalah ilmu tajwid () . Dilihat dari
susunan kalimat, kata ilmu diidhafatkan kepada kata tajwid.
Maka, susunan kalimat seperti ini antara lain memberikan
pengertian lilmilki, yakni suatu pengetahuan, baik berupa teori
maupun praktek merupakan milik dari keindahan, dalam hal ini
keindahan bacaan al-Quran, karena sasaran dari teori dan
praktek itu mengarah kepada kata atau kalimat ayat-ayat alQuran. Sebagian ulama menyebutnya dengan ilmu Fannuttartil
atau ilmu Haqquttilawah sebagai nama lain dari ilmu ini.
Keindahan ini terdengar dengan teknik atau metode ataupun
cara tertentu dalam melafalkan baris demi baris, huruf demi
huruf yang berjumlah 302.315 huruf yang membentuk kata, kata
demi kata yang berjumlah 77.439 kata yang membentuk kalimat,
kalimat demi kalimat yang membentuk ayat, dan ayat demi ayat
yang berjumlah 6.104, ada yang mengatakan 6.014 ayat, 6.219
ayat, 6.225 ayat, 6.226 ayat, dan ada pula yang mengatakan
6.036 ayat yang secara keseluruhan merupakan wujud al-Quran.
Demikian jumlah perhitungan yang berbeda di kalangan ulama
menurut Abu Amr ad-Dani dalam kitab al-Bayan3. Diantara baris,
huruf, kata dan kalimat seperti tersebut di atas selain umumnya
dibaca dengan cara yang sama, juga ada yang dibaca secara
berbeda oleh para Qurra, namun semuanya harus dibaca dengan
cara yang indah (tajwid) seperti;
7.
a. Perbedaan baris pada suatu kata, contoh
-
2 Abdul Aziz bin Abdul Fattah al-Qari. Qawaidut Tajwid alaa Riwayati Hafshin
an Ashim bin Abi an-Najud. Muassasah ar-Risalah. Beirut. 2002. cet 1. hlm 15
3 Badruddin az-Zarkasyi. Al-Burhan fi Ulumil Quran. Darul marifah. Beirut. Juz
1. cet 2. 2001. hlm 249
e. dan contoh-contoh lainnya.
Semua macam perbedaan ini harus dibaca secara berbeda
sesuai qiraat dan riwayat, wajib dilafalkan dengan teknik atau
cara yang penuh keindahan.
Jika kita memperhatikan secara seksama definisi tajwid
seperti diuraikan di atas, dan adanya macam-macam cara
membaca atau qiraat, maka masing-masing dari tajwid dan
qiraat dapat dibedakan dari dua segi yaitu;
1.
Tajwid memperindah cara melafalkan huruf yang ada
pada kata atau kalimat baik menyangkut makhrajnya,
sifatnya dan ahkam hurufnya, seperti huruf ta keluar dari
ujung lidah, bersifat hams, dan ahkam huruf seperti
harus dibaca izhar, idgham, iqlab dan lain-lain
2.
Qiraat merupakan wujud kata atau kalimat, ada yang
dibaca secara sama ada pula yang dibaca secara
berbeda oleh para Qurra.
Perbedaan cara-cara baca dalam qiraat dapat diketahui
melalui dua kaedah pokok, yaitu:
a. Kaedah-kaedah yang berlaku umum seperti cara
membaca mim jamak dengan sukun atau shilah,
panjang mad dan lain-lain sesuai bacaan para Qurra (
)
b. Kaedah-kaedah khusus cara membaca kata atau
kalimat pada setiap surat seperti membaca malik (
)yang ada pada surat al-Fatihah dengan panjang
atau pendek huruf mim, sesuai bacaan para Qurra (
)
Dengan ungkapan lain yang lebih singkat bahwa
perbedaan tajwid dan qiraat terletak pada sisi atau
dimensi bahwa qiraat merupakan pelafalan (),
sedangkan tajwid merupakan cara melafalkan ().
Perlu ditegaskan di sini bahwa ilmu tajwid sebagai
teknik atau cara indah penuh pesona lahir dari qiraat
suatu lafal atau bacaan yang pada karakter dasarnya
telah memiliki potensi pesona penuh keindahan,
() 4
Yang menjadi pertanyaan penulis adalah apakah
pembaca
mau
mengekspresikan
potensi
yang
mempesona penuh keindahan itu, dengan cara indah
penuh pesona?.... carilah cara itu dengan sungguhsungguh dalam ilmu tajwid dan setelah menggapainya
tumbuh suburkan dalam realisasi prilaku sosial seharihari sehingga dampak positif pahala atau kebaikan dari
ibadah membaca al-Quran yang disyariatkan agama
secara empirik menyentuh secara halus kehidupan riil di
lingkungan pembaca.
8. Pengambilan Ilmu Tajwid
Tata cara indah membaca al-Quran diambil dari sumber
utama dan pertama, yaitu tata cara bacaan Nabi, para sahabat
dari Nabi dan seterusnya, para tabiin dan imam Qiraat yang
sampai kepada kita secara mutawatir.
Hukum syara
Dalam kajian hukum Islam, disebutkan bahwa kewajiban
tajwid dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Kewajiban tajwid secara akademis teorotis, yaitu
memahami kaedah-kaedah ilmu tajwid serta
ketentuan-ketentuannya sekaligus kondisi-kondisinya
seperti hukum-hukum mad, nun sukun dan tanwin,
dan lain-lain yang berkaitan dengan ilmu teori murni.
Hukum macam ini adalah fardhu kifayah bagi umat
Islam.
b. Kewajiban tajwid secara praktis, yaitu praktek
membaca Al-Quran dengan benar seperti cara Nabi
Muhammad membaca. Hukum macam kedua ini
adalah fardhu ain bagi setiap individu mukallaf
muslim dan muslimah sesuai kemampuannya secara
maksimal,
baik
yang
menghafal
al-Quran
seluruhnya/sebagian/walaupun satu surat pendek.
Kewajiban dimaksud berdasarkan al-Quran, Sunnah
Nabi, dan Ijma ummat.
Dalil wajib tajwid berdasarkan al-Quran, yaitu Firman Allah
dalam Surat al-Muzzammil ayat 4,
9.
(4 :: ).
:
Artinya: Dan tartilkan (bacalah) Al-Qur'an itu dengan setartiltartilnya (teratur dan benar).
Maksud ayat tersebut adalah bacalah al-Quran secara
pelan dan tenang penuh perhatian, meresapi maknanya,
menjaga kaedah-kaedah keindahannya (tajwid), yang panjang
dibaca secara panjang, dan yang pendek dengan cara pendek.
Membaca dengan jelas dan terang semua huruf yang dibaca
izhhar, ikhfa, idgham dan seterusnya dari tata cara membaca
yang akan dipaparkan dalam uraian pada masing-masing
tempatnya nanti.
Beberapa ulama menceritakan bahwa benar Sayyidina Ali
menafsirkan firman Allah swt tersebut di atas dengan
menyatakan tartil itu adalah memperindah semua huruf dan
mengetahui semua waqaf-waqaf bacaan (tajwidul huruf wa
marifatul wuquf). Sedangkan menurut Ibnu Abbas tartil itu
berarti memperjelas cara membacanya (rattil ay bayyinhu).
Adapun menurut ad-Dahak tartil itu berarti mengeluarkan huruf
demi huruf dari makhrajnya dan memisah satu huruf dengan
huruf lainnya (inbidzhu harfan harfan wafshilil harfa minal harfi
badahu).5
Apabila kita renungkan ayat tersebut barang sejenak, kita
akan dapati bahwa Allah swt tidak membatasi perintahnya
dengan kata kerja yang tertera dalam firmannya warattil(
:)
(32 : ).
10
...
(60 : )
11
diambil oleh yang lain sesuai cara orang yang pertama kali
membacanya seperti penjelasan Zaid bin Tsabit.
Pemindahan/pengambilan cara itu begitu sangat populer.
Ibnu Masud menolak bacaan laki-laki tersebut karena bacaan itu
bukan seperti cara Nabi membaca, dimana cara tersebut beliau
membacakannya kepada para sahabat. Hal itu menunjukkan
wajib hukumnya mempelajari ilmu tajwid dan memberlakukan
hukum-hukumnya tatkala membaca.
Nash tersebut merupakan dalil dari satu sisi kewajiban
tajwid yang menunjukkan sisi-sisi lainnya secara keseluruhan.
Tambahan rincian dari hadits ini akan disajikan nanti pada
pembahasan bab mad dan qashr (bunyi panjang dan pendek).
Hadits lainnya:
. :
( )
Artinya: Anas ditanya tentang bacaan nabi, beliau berkata,
bacaan nabi memanjangkan bacaan panjang, kemudian
membaca bismillahirrahmanirrahim, memanjangkan lafadz
Allah, memanjangkan lafadz ar-rahman, dan memanjangkan
lafadz ar-rahim. (HR. Bukhari)
( )
Artinya: Ummu Salamah ditanya tentang bacaan nabi, maka
beliau mensifatkan bacaan nabi sebagai bacaan yang nampak
jelas huruf demi huruf. (HR. At-Turmudzi)
Dan hadits-hadits lainnya yang berhubungan dengan cara nabi
membaca.
Di antara ulama ada yang membagi wajib bertajwid ini
kepada wajib syari dan shinai. Wajib syari adalah wajib
berdasarkan syariat, kewajiban yang harus dilakukan mencakup
menjaga pelafalan huruf secara benar tidak melafalkannya
dengan merubah struktur kata (mabnal kalimah) karena dengan
lafal yang salah itu merusak arti dari suatu kata. Untuk
menghindari kesalahan tersebut wajib mengetahui makhraj dan
sifat huruf yang dengannya satu huruf terbedakan dengan
lainnya seperti sifat istila dan ithbaq dari huruf tha dan sifat
tafasysyi dari syin. Termasuk mengizhharkan huruf yang harus
dibaca izhhar, mengidghamkan huruf yang harus dibaca idgham,
memanjangkan bunyi kata yang harus panjang, memendekkan
yang harus pendek, dan seterusnya dari hukum-hukum bacaan
yang berkaitan dengan bentuk kata (binyatil kalimah). Orang
yang melakukan kesalahan terhadap hal tersebut berarti ia telah
melakukan kesalahan terhadap yang wajib, sebagai akibat
hukumnya ia berdosa padahal ia mampu melakukan cara yang
benar atau cara yang tidak salah itu.
12
13
izhhar halqi dan semua huruf mad yang diikuti oleh huruf sukun
asli baik dalam keadaan washal atau waqaf harus dibaca secara
panjang yang dinamakan dengan nama mad lazim dan demikian
seterusnya.
Apa yang diketengahkan di atas ditegaskan oleh Imam
ibnul Jazari dalam kitabnya al-Muqaddimah al-Jazariyyah.
Atinya:
Memberlakukan tajwid suatu keharusan yang mesti
Orang yang tidak mentajwidkan al-Quran berdosa
Karena Tuhan menurunkannya dengan cara itu,
Demikian dia sampai pada kita
Dia juga sebagai pemanis tilawah
Hiasan al-Ada dan Qiraah
Tajwid memberikan huruf sesuai haknya
Dari sifat dan mustahaqnya
Mengembalikan masing-masing kepada asalnya
Kata yang sebanding diberikan hukum yang sama
Secara sempurna tanpa berat
Halus dalam membunyikannya tanpa paksa
Tidaklah antara melaksanakan dan meninggalkannya
Kecuali seorang berlatih untuk menggerakkan rahangnya
(memperbanyak latihan).6
14
BAGIAN II
TINGKATAN-TINGKATAN TEMPO BACAAN
(MARATIB AL-QIRAAH)
Dalam uraian terdahulu telah dikemukan bahwa kewajiban
menerapkan ilmu tajwid dalam membaca al-Quran berdasarkan
perintah al-Quran, sunnah dan ijma umat. Firman Allah
dimaksud adalah:
(4 :: ).
:
dan lain-lain.
2.Tartil dalam konteks tempo adalah tempo sedang, sedikit
lebih cepat dari tahqiq dan sedikit lebih lambat dari tadwir.
Sejalan dengan itu pembaca merenungkan arti bacaan dan
menjaga hukum-hukum tajwid menurut semestinya dengan
memberikan/menjaga semua huruf sesuai haknya, baik sifat
maupun makhrajnya, memanjangkan yang harus dibaca
panjang, memendekkan yang pendek, menipiskan yang tipis,
menebalkan yang tebal, sejalan dengan kaedah-kaedah
tajwid.
Diantara ulama ada yang memasukkan tartil sebagai nama
tempo, menempatkan tempo tartil berada pada tingkatan
utama dari tingkatan lainnya mengingat Allah swt
memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk membaca secara
tartil seperti pada ayat di atas. Sebagian ulama membagi
tempo bacaan hanya menjadi tiga, dengan meniadakan
tempo tartil karena tartil menurut mereka merupakan cara
(metode) membaca bukan tempo, itulah sebabnya mereka
15
16
17
18
19
:
Artinya: Semua Qiraat yang sesuai dengan nahwu (gramatika
bahasa Arab), tercakup dalam Rasm Utsmani, serta sah
20
21
atau membaca huruf ta dengan baris atas (fathah) maupun
kasrah pada kalimat
b. Kesalahan Jali karena mengganti satu huruf dengan huruf
lain seperti mengganti huruf tha dengan huruf dal karena
membuang sifat ithbaq dan istila huruf tha, contoh ,
mengganti huruf tsa dengan huruf sin pada ,
mengganti huruf qaf dengan huruf ghain pada ,
mengganti huruf ta dengan huruf tha pada juga,
mengganti huruf dzal dengan huruf zai pada ,
mengganti ha (pedas) dengan huruf ha (dada) pada ,
dan demikian seterusnya kesalahan-kesalahan yang
mengganti suatu huruf dengan huruf lain yang merubah
makna, dan tidak dibenarkan oleh riwayat.
c. Kesalahan Jali yang tidak merusak makna seperti
memberikan baris huruf ha (dada) dengan rafa
(dhammah) atau nashab (fathah). Contoh
atau
memberikan baris dhammah pada huruf dal contoh
d. Kesalahan Jali dengan mengganti suatu kata dengan suatu
kata lainnya, seperti diganti dengan
22
23
24
25
(60 : )
(60 : )
26