Panduan ini memberikan pedoman penatalaksanaan kasus hematemesis melena dan edema paru akut di IGD RSU Hasanah Graha Afiah. Untuk hematemesis melena, terapi utama meliputi transfusi darah, PPI, dan obat vasoaktif seperti glipressin untuk varises. Sedangkan untuk edema paru akut, terapi berfokus pada penurunan beban kerja jantung dan peningkatan oksigenasi melalui oksigenoterapi. Keduanya mensyaratkan pemantauan kondis
100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
137 tayangan6 halaman
Panduan ini memberikan pedoman penatalaksanaan kasus hematemesis melena dan edema paru akut di IGD RSU Hasanah Graha Afiah. Untuk hematemesis melena, terapi utama meliputi transfusi darah, PPI, dan obat vasoaktif seperti glipressin untuk varises. Sedangkan untuk edema paru akut, terapi berfokus pada penurunan beban kerja jantung dan peningkatan oksigenasi melalui oksigenoterapi. Keduanya mensyaratkan pemantauan kondis
Panduan ini memberikan pedoman penatalaksanaan kasus hematemesis melena dan edema paru akut di IGD RSU Hasanah Graha Afiah. Untuk hematemesis melena, terapi utama meliputi transfusi darah, PPI, dan obat vasoaktif seperti glipressin untuk varises. Sedangkan untuk edema paru akut, terapi berfokus pada penurunan beban kerja jantung dan peningkatan oksigenasi melalui oksigenoterapi. Keduanya mensyaratkan pemantauan kondis
Panduan ini memberikan pedoman penatalaksanaan kasus hematemesis melena dan edema paru akut di IGD RSU Hasanah Graha Afiah. Untuk hematemesis melena, terapi utama meliputi transfusi darah, PPI, dan obat vasoaktif seperti glipressin untuk varises. Sedangkan untuk edema paru akut, terapi berfokus pada penurunan beban kerja jantung dan peningkatan oksigenasi melalui oksigenoterapi. Keduanya mensyaratkan pemantauan kondis
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 6
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TATALAKSANA KASUS IGD
RSU HASANAH GRAHA AFIAH
HEMATEMESIS MELENA ICD X K.92.0/K.92.1
1. Pengertian (Definisi) Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu perdarahan yangberasal dari dalam lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz,mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esofagus. Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna atas serta dicernanya darah pada usus halus. 2. Anamnesa Muntah dan BAB darah warna hitam seperti aspal (ter) Sindrom dispepsia seperti mual, pusing, lemas dan nyeri perut Bisa terdapat riwayat minum obat NSAID, jamu pegal linu, atau alkohol Riwayat penyakit kronik hepar ataupun hepatitis Keadaan umum pasien dari sakit ringan sampai berat dan dapat disertai gangguan kesadaran (prekoma/koma hepatikum) 3. Pemeriksaan Fisik Perdarahan akut dalam jumlah yang sedikit, keadaan umum dan tanda vital masih baik. Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler) mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda : a) Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >100 x/menit b) Akral dingin c) Kesadaran turun d) Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam) Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai) Colok dubur terdapat feses warna hitam seperti aspal Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas dengan interpretasi : a) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif b) Aspirat merah marun/hitam : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri) 4. Kriteria Diagnosis Muntah berwarna hitam seperti kopi atau BAB warna hitam seperti aspal Nyeri perut, sulit makan Riwayat minum obat, jamu ataupun alkohol Riwayat penyakit kronik hepar atau hepatitis Keadaan umum baik atau buruk Tanda vital normal ataupun menurun Tampak anemis (bila Hb < 8 gr/dl) Nyeri perut di daerah epigastrium Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai) Colok dubur terdapat feses warna hitam seperti aspal Aspirasi cairan lambung berwarna hitam seperti kopi 5. Diagnosis Hematemesis Melena 6. Diagnosis Banding Hemoptoe Hematoskezia 7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : Darah perifer lengkap, hemostasis lengkap (masa perdarahan, masa pembekuan, masa prothrombin), elektrolit (Natrium, Kalium, Klorida), pemeriksaan fungsi hati (Cholinesterase, Albumin, Globulin, SGOT/SGPT), petanda hepatitis B dan C (HBsAg rapid dan anti HCV) USG abdomen (pemeriksaan lanjutan) Endoskopi (pemeriksaan lanjutan) 8. Terapi Non farmakologis : tirah baring, puasa diet hati/lambung, pasang NGT untuk dekompresi, bilas lambung dan pantau perdarahan. Farmakologis : 1. Transfusi darah PRC atau sesuai perdarahan yang terjadi dgn Hb (Hemoglobin) target transfusi sampai 10 mg/dl. Sementara menunggu darah dapat diberikan penganti plasma (misalnya dekstran (huma cel) atau NaCl 0,9% 2. Untuk penyebab non varises : Dapat diberikan PPI (proton pump inhibitor) diawali dosis bolus Omeprazole 80 mg/iv lalu per infuse 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa perdarahan. 3. Untuk penyebab varises : Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif a) Glipressin (Vasopressin) : Menghentikan perdarahan lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun. Pemberian dengan mengencerkan vasopressin 50 unit dalam 100 ml Dextrose 5%, diberikan 0,5 – 1 mg/menit/iv selama 20 – 60 menit dan dapat diulang tiap 3 – 6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,1 – 0,5 U/menit). b) Somatostatin : Menurunkan aliran darah splanknik, lebih selektif daripada vasopressin. Untuk perdarahan varises atau non-varises, dosis pemberian awal dengan bolus 250 mcg/iv, lanjut per infus 250 mcg/jam selama 12 – 24 jam atau sampai perdarahan berhenti. Konsul spesialis penyakit dalam untuk terapi selanjutnya dan pertimbangan untuk endoskopi atau pemeriksaan penunjang selanjutnya. 9. Edukasi Pasien dirawat inap untuk observasi dan terapi Bila pasien pulang ke rumah, pasien harus menjalani diet lambung atau hati. Hindari makan makanan dan minuman yang akan memperberat penyakit (makanan asam/pedas, alkohol) Hindari minum obat-obatan yang dapat memperberat penyakit (obat nyeri NSAID, jamu-jamuan) Kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam 10. Prognosis Dubia 11. Indikator Medis Perdarahan (muntah dan BAB hitam) berhenti Kondisi umum dan tanda vital baik Anemia teratasi Nyeri perut hilang Colok dubur warna feses kembali normal Aspirasi cairan lambung jernih PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) TATALAKSANA KASUS IGD RSU HASANAH GRAHA AFIAH
EDEMA PARU AKUT ICD X J81.0
1. Pengertian (Definisi) Akumulasi cairan di interstisial dan alveolus paru yang terjadi secara mendadak yang dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiogenik) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia. 2. Anamnesa Riwayat sesak nafas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari) Gelisah Batuk dengan sputum berbusa kemerahan Pada edema paru kardiogenik terdapat nyeri dada 3. Pemeriksaan Fisik Terdapat takipnea, ortopnea Takikardia, hipotensi atau tekanan darah bisa meningkat Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi sputum yang berwarna kemerahan (pink frosthy sputum) JVP meningkat Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing Pemeriksaan jantung dapat ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem perifer, akral dingin dengan sianosis. Pada edema paru non kardiogenik didapatkan khas saat perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada Pada elektrokardiografi bisa terdapat sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau atrium fibrilasi tergantung penyebab gagal jantung, gambaran infark, LVH atau aritmia dapat ditemukan 4. Kriteria Diagnosis Sesak nafas berat dengan disertai batuk berdahak, nyeri dada Takipneu, takikardia, hipotensi/hipertensi dan mungkin terjadi syok Pasien lebih senang duduk agar sesak nafas berkurang Ditemukan sputum berbusa warna kemerahan JVP meningkat Suara rhonki basah di sebagian besar/seluruh lapang paru, dan dapat ditemukan wheezing Suara murmur dan gallop ditemukan pada pemeriksaan jantung Pasien gelisah, terdapat edema perifer dan sianosis sentral 5. Diagnosis Edema Paru Akut 6. Diagnosis Banding Emboli Paru Asma Bronkiale 7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah rutin, ureum, kreatinin, analisa gas darah, elektrolit, urinalisa, enzim jantung (CK, CK-MB, Troponin T) Radiologi Foto toraks, echocardiography (pemeriksaan lanjutan) 8. Terapi Posisi ½ duduk. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Infus emergensi, monitor tekanan darah, monitor EKG, dan pulse oxymetri. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg. Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 5 – 15 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 5 – 20 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen. Atasi aritmia atau gangguan konduksi. 9. Edukasi Pasien harus rawat inap untuk observasi ketat Pasien diedukasi mengenai keadaan, rencana tatalaksana, dan tujuan terapi 10. Prognosis Prognosis bergantung pada penyakit yang mendasari dan tata laksana yang diberikan 11. Indikator Medis Sesak nafas berkurang, nyeri dada berkurang/hilang Pasien tidak gelisah Keadaan umum tampak baik, tanda vital dalam keadaan baik Suara rhonki berkurang/hilang Produksi urine baik