Case Study RHD
Case Study RHD
Case Study RHD
STUDI KASUS
DI SUSUN OLEH :
1. SANTY E. NAINGGOLAN
2. YULI HARNANI
3. DESTA WINDY PAMUNGKAS
4. TIARA GUSTIWIYANA
TIM PEMBIMBING
Ditetapkan di:
Tanggal:
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Studi
Kasus ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada An. W dengan Rheumatic Heart
Disease ( RHD ) di Unit Rawat Anak di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita”.
iii
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Tuhan YME
senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin.
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Perawat harus mengenal dengan baik tanda dan gejalaRheumatic fever atau
faringitis streptococcus seperti demam (<40°C), menggigil, sakit tenggorokan,
kemerahan pada tenggorokan disertai eksudatdan infeksi hidung akut (Smeltzer
and Bare, 2014).Pada tahap lanjut sebagai klinisi dan edukator, perawat dapat
memberi edukasi mengenai kekambuhan penyakit dan penatalaksanaan
penyakit.Kepatuhan minum obat dan tirah baring juga merupakan hal yang sangat
berpengaruh terhadap kesembuhan dan kekambuhan di masa mendatang sehingga
diharapkan informasi tersampaikan jelas kepada pasien agar tidak terjadi
kekambuhan berulang.Pasien juga perlu dijelaskan mengenai komplikasi lanjutan
dan bagaimana caranya agar penyakit tidak berkembang menjadi komplikasi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa RHD merupakan
penyakit jantung yang disebabkan oleh streptococcus hemolitic-b grup A yang
seringkali mengenai anak-anak dan dewasa muda pada usia produktif yang dalam
perkembangannya dapat menyerang katup-katup jantung sehingga dapat
mengalami penurunan fungsi jantung. RHD dapat diobatai dengan managemen
antibiotika dan tirah baring dilanjutkan dengan mobilisasi bertahap serta reparasi
pada manifestasi klinis yang muncul.Oleh karena itu, maka kelompok tertarik
untuk memahami lebih lanjut tata laksana asuhan keperawatan pada pasien
dengan RHD.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.2.1 Tujuan Umum
Penulisan makalah ini betujuan agar peserta pelatihan dapat mengerti dan
memahami tentang konsep RHD dan Asuhan Keperawatan pada anak
dengan RHD
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini yaitu agar peserta pelatihan
dapat:
1.2.2.1 Dapat menjelaskan konsep dasar RHD (Definisi, etiologi,
patofisiologi, komplikasi, regimen terapi).
1.2.2.2 Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
RHD
1.2.2.3 Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
RHD
4
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi rumah sakit
Diharapkan studi kasus ini sebagai sarana pembelajaran kepada setiap
multidisipliner ilmu agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik
kepada setiap pasien yang mengalami rematic heart disease.
1.3.2 Bagi perawat
Untuk meningkatkan kompetensi sehingga mampu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan rematic heart disease sesuai dengan
kompetensi yang dimilikinya
1.3.3 Bagi bagian diklat
Sebagai media pembelajaran dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan rematic heart disease
6
7
2.1.3 Patofisiologi
Demam rematik memicu inflamasi eksudatif, proliferative dan difus
yang melibatkan semua lapisan jantung, sendi, jaringan subkutan, system
saraf pusat dan kulit. Mekanisme kemungkinan terjadi karena respon
humoral dan respon yang dimediasi oleh seluler pada antigen membrane sel
streptokokus. Terdapat korelasi positif yang menghubungkan streptokokus
grup A sebagai agen penyebab pada serangan awal dan serangan berulang
demam rematik. Antigen ini berikatan dengan reseptor pada jantung,
jaringan lain dan sendi serta memulai respon autoimun. Proses inflamasi
sering menghasilkan kerusakan jantung permanen dan berat. Komplikasi
demam rematik meliputi gangguan katub, kardiomegali, dan gagal jantung
(Black dan Jane, 2014).
Perubahan patologi dari demam rematikyang terjadi melibatkan dua
fase proses inflamasi. Fase pertama yaitu fase exsudat, yang terjadi pada 2-
3 minggu setelah mengalami onset infeksi. Karakteristiknya meliputi
edema pada jaringan interstitial, proses infiltrasi seluler (sel T, sel B, dan
macrofag), dan respon fibrinogen. Selanjutnya fase kedua yaitu proliferasi
atau granulasi yang berlangsung selama berbulan-bulan hingga bertahun-
tahun. Karakteristiknya yaitu terbentuknya nodule Aschoff yang merupakan
ciri khas dari RHD yang dapat ditemukan pada endocardium,
subendocardium, dan interstitial myocardium (Moss, A, 2013).
Nekrosis terjadi pada area myocardium yang mengalami inflamasi,
disebut sebagai badan aschoff. Area ini sering ditemukan nodul sangat
kecil dengan pengendapan fibrin terlokalisasi yang dikelilingi area dengan
nekrosis miokardium. Inflamasi endocardium menyebabkan pembengkakan
10
daun katub yang menyebabkan disfungsi daun katub dan murmur. Vegetasi
bakteri kecil dapat ditemukan di jaringan katub. Katub yang mengalami
kerusakan akan mengalami pembentukan jaringan parut dan stenosis,
sehingga meningkatkan beban kerja jantung karena tekanan yang lebih
tinggi harus dibutuhkan untuk mendorong darah melalui katub yang
sempit. Selanjutnya, daun katub dapat menjadi sangat pendek sehingga
tidak dapat menutup sempurna (regurgitasi). Akibatnya, darah kembali
melalui katub yang rusak. Katub yang mengalami stenosis dan regurgitasi,
pada akhirnya akan menyebabkan gagal jantung akibat beban kerja yang
tinggi (Black dan Jane, 2014).
Penyakit Jantung Rematik sering kali merusak katub jantung dan
penyebab utama gangguan katub mitral dan aorta. Katub mitral adalah
katub yang paling sering rusak (LeMone, P, Karene, Gerene, 2016).
2.1.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala RHD dapat dilihat pada Kriteri Jones, yang meliputi tanda
mayor dan tanda minor. Kriteria Jones ini dapat menegakkan diagnosa
RHD.
2.1.4.1 Periode akut
Apabila ditemukan 2 tanda mayor, atau 1 tanda mayor dan 2 tanda
minor setelah ditemukan bukti terinfeksi streptokokus.
2.1.4.2 Periode recurrent/berulang, apabila ditemukan
2.1.4.2.1 1 mayor atau beberapa minor setelah ditemukan bukti
terinfeksi streptokokus
2.1.4.2.2 2 mayor atau 1 mayor + 1 minor atau 3 minor setelah
ditemukan bukti terinfeksi sreptokokus
2.1.4.2.3 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor atau beberapa minor
stelah ditemukan bukti infeksi streptokokus.
Bukti infeksi streptokokus grup A dapat ditemukan pada kultur tenggorok
positif strep A dan peningkatan titer antibody anti-streptokokus (Moss, A,
2013).
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi terparah dari RHD adalah ketika peradangan telah sampai pada
katup-katup jantung.
2.1.6.1 Pericarditis
Perikarditis adalah peradangan pada perikard viseralis dan
parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai
tertimbunnya cairan dalam kavum perikard (Park, 2008).
2.1.6.2 Kelainan katub (valvular)
Gangguan valvular dapatan dapat terjadi akibat kondisi akut
(endocarditis) maupun kondisi kronik (penyakit jantung reumatik).
Penyakit jantung rematik adalah penyebab tersering penyakit
valvular (Huether & McCance, 2008: Bonow et all dalam
Sudoyono, dkk, 2009).
RHD merupakan deformitas katub yang berkembang lambat
yang dapat terjadi setelah serangan RF akut atau berulang. Ketika
proses inflamatorik membaik, terjadi jaringan parut fibrosa yang
menyebabkan deformitas. Lembaran katub menjadi kaku dan rusak;
lubang komisura menyatu, dan korda tendinae mengalami fibrosis
dan memendek. RHD sering kali merusak katub jantung dan
penyebab utama gangguan katub mitral dan aorta. Katub mitral
adalah katub yang paling sering rusak (LeMone, P, Karene, Gerene,
2016).
14
disertai suara jantu 2 melemah dan klik ejeksi dini. Suatu getaran
(thrill) sistolik dapat terjadi pada aorta.
Intervensi medis, yaitu mengurangi manifestasi gagal jantung
dan pencegahan infeksi katub yang telah mengalami deformitas.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan jika terdapat gagal ventrikel
kiri. Antibiotik profilaksis, digitalis, beta blocker dan diuretik dapat
diberikan secara hati-hati menunggu tindakan pembedahan (kyle&
Susan, 2016).
2.1.6.7 Congestif Heart Failure (CHF)
Kondisi ini terjadi karena terjadi kerusakan pada katup jantung
yang berupa penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan yang berujung pada peningkatan
stroke vascular resistance (SVR) (Park, 2008).
Kategori Durasi
Demam rematik tanpa karditis Minimal 5 tahun setelah serangan
atau sampai usia 21 tahun
Demam rematik dengan 10 tahun setelah serangan terakhir
karditis tapi tanpa penyakit atau hingga usia 25 tahun
katup
Demam rematik dengan 10 tahun sejak serangan berakhir
karditis dan penyakit katup hingga usia 40 tahun atau seumur
hidup.
22
(Perki, 2015)
2.1.9.2.2 Mekanik.
Katup mekanik dibuat dari logam dan pyrolytic carbon
yang bisa bertahan selama seumur hidup. Kerugian
Pasien dengan katup mekanik harus minum obat
pengencer darah selama seumur hidup untuk
mencegah terjadinya pembekuan darah (Udjianti,
2010). Warfarin adalah salah satu terapi obat
pengencer darah yang diberikan kepada pasien pasca
penggantian katup yang mengandung natrium walfarin
2 mg/tablet. Indikasinya yaitu untuk pencegahan dan
pengobatan trombosis vena dan sebagai terapi
tambahan untuk mengatasi penyakit sumbatan koroner.
Kontraindikasi warfarin yaitu kondisi potensial
24
25
27
(Aspiani, 2014)
2.2.1.3 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa utama keperawatan menurut NANDA (2015-2017), NIC
(2008), NOC (2008), yaitu:
2.2.1.3.1 Penurunan kardiak output berhubungan dengan
gangguan konduksi, hambatan aliran dari atrium ke
ventrikel
Tujuan Intervensi
Setelah dilakukan asuhan 1. Evaluasi adanya nyeri dada
keperawatan selama 2x24 2. Catat adanya tanda dan
jam, masala dapat berkurang gejala penurunan cardiac
dengan kriteria hasil: output
1. Output jantung 3. Monitor adanya takipnea,
menunjukkan dispnea, fatigue
4. Pertahankan catatan intake
keadekuatan
2. Nadi perifer kuat output
3. Tanda vital dalam batas 5. Monitor status nutrisi dan
normal berat badan
4. Mampu mentoleransi 6. Monitor tanda dan gejala
aktivitas tanpa dispnea dari oedema
7. Monitor bunyi jantung dan
dan sinkop
5. Keluhan nyeri tidak ada suara paru
terapi.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
Pasien An. W, rujukan dari RSUD Abdul Moeloek Lampung. Pasien
mengeluh badan pegal-pegal sejak dua minggu terakhir ini disertai demam
kadang-kadang. Satu bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh
demam disertai batuk, pilek dan sakit tenggorokan. Pasien berobat ke klinik
dokter umum, dilakukan pemeriksaan auskultasi jantung, dan diarahkan
untuk diperiksa lanjutan ke dokter spesialis jantung. Dari praktek dokter
umum, pasien diberikan beberapa obat penurun demam, obat batuk, dan
antibiotik untuk satu minggu, demam sudah berkurang, pasien
menghentikan pengobatan (hanya antibiotik yang habis).
Dua hari penghentian obat, keluhan bertambah dan timbul sesak.
Selama dua minggu aktifitas terganggu, nyeri sendi-sendi daerah siku
tangan, lutut, pinggang, dan belakang punggung, demam, batuk, pilek
muncul kembali, pasien lemas dan penurunan BB (0,5–1) Kg per minggu.
Pasien berobat ke dokter spesialis jantung, dilakukan pemeriksaan
echokardiografidan EKG (12/06/2018), dan dikatakan pasien menderita
sakit jantung, Pasien diberi obat-batan seperti lasik 1x 40 mg (P.O) dan
concor 2 x 2,5 mg (P.O), dirawat lima hari kemudian membaik lalu pulang
kedaerahnya selama 1 bulan lebih. Selama lima belas hari dirumah, muncul
batuk pilek lagi, kemudian brobat kedokter umum, dan diberi obat batuk.
32
33
19/07/2019 Hematologi
Hb 11,6g/dl 12-14,7
Hematocrit 34,5 35,2-46,7
Leukosit 12320 /mcL 3170-8400
Eritrosit 4,51 juta/mcL 3,72-5,06
Trombosit 258.000/mcl 167-390
VER (MCV) 76,5 fL 87,1-102,4
HER (MCH) 25,7 pg 26,8-32,4
KHER (MCHC) 33,6 29,6-32,5
RDW (CV) 16,2 12,2-15
Infection
CRP 46mg/L <5
ASTO 598 IU/ml <200
Renal
Ureum 21,7mg/dl 10,7-38,52
Creatinin 0,63 mg/dl 0,51-0,95
BUN 10 mg/dl 5-18
Elektrolit Gas Darah
Natrium 137 mmol/L 135-153
Kalium 4,1 mmol/L 3,5-5,1
Klorida 100mmol/L 98-109
Calsium Total 2,24 mmol/L 2,10-2,55
Magnesium 1,9mmol/L 1,7-2,22
Glukosa
GDS 114 mg/dl 77-199
3.1.5.2 EKG
38
Irama reguler, HR: 125 x/m, axis RAD, Gelombang P tidak ada, Interval PR
tidak bias dihitung, kompleks QRS 0,08 detik, tidak ada perubahan ST
segmen, ST segmen 0,08 detik.
Kesimpulan :Irama Junctional Takikardi.
3.1.5.3 Echocardiografi
Situs Solitus
AV-VA concordance
ASD (-) VSD (-) PDA (-)
Fungsi Sistolik LV baik, EF 64% (LA-LV dilatasi)
39
3.1.5.4 Radiologi
DO :
a. TD : 93/59 mmhg
b. HR : 98 x/menit
c. HR saat tidur malam :
d. RR : 20 x/menit
e. Sat O2 : 98% - 100%
f. Crt : <2 detik
g. Tidak terdapat distensi vena
jugularis
h. Akral hangat, tidak biru
i. Intake output (balance cairan):
300 – 300 = 0 cc
j. Auskultasi jantung: S1 normal
dan S2 normal, terdapat murmur
di akhir sistolic di ICS 5 sinistra
k. Hasil Echo : MR Severe, efusi
pericard minimal
l. EKG : RAD, junctional
Takikardia
m. Rontgen : Cardiomegali
n. Riwayat Hb 10.4, konjungtiva
anemis
o. Riwayat intoleransi aktifitas
sebelumnya
DS: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
a. Ibu pasien mengatakan, an. W dari kebutuhan tubuh b/d kesulitan
mengalami penurunan nafsu menelan akibat faringitis dan cepat
makansemenjak 2 bulan capek.
terkahir ini, dan butuh
dimotivasi sekali.
b. Pasien mengatakan tidak selera
42
b. Biokimia:
Riwayat Hb 10.4 gr/dL dan
konjungtiva anemis saat di
RS Abdul Moeluk Lampung
Hb 11,6 gr/dL (19/7/18)
c. Clinis:
Tampak kurus
Tampak lemas dan cepat
capek, lebih banyak
melakukan aktivitas di
tempat tidur
d. Diet
Kebiasaan makan
sebelumnya : 3x1 porsi
(jenis makan seafood dan
sayur kadang-kadang)
Porsi makan tidak habis (2 x
1/2 porsi)
Minum 1500 cc/hari
(dimotivasi sekali)
program terapi.
Ketidakseimbangan nutrisi: Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 7x24 tingkat alergi
tubuh b/d kesulitan menelan jam, status nutrisi intake terhadap makan
akibat faringitis dan cepat aoutput adekuat, dengan pada pasien
capek kriteria hasil : 2. Monitoring adanya
1. Adanya peningkatan mual, muntah
BB 3. Kaji makanan
2. BB ideal sesuai dengan kesukaan pasien
tinggi badan 4. Monitoring intake
3. Tidak ditemukan output pasien per
tanda-tanda malnutrisi 24 jam
4. Mampu 5. Ukur BB per 3
mengidentifikasi hari
kebutuhan nutrisi 6. Monitor jumlah
makanan yang
dikonsumsi
perhari
7. Edukasi pasien
dan keluarga (Ibu)
tentang kebutuhan
nutrisi pasien
8. Ciptakan
lingkungan yang
nyaman untuk
pasien selama
makan
9. Monitor turgor
kulit,
pucat,kemerahan
pada konjungtiva
pasien
10. Kolaborasi dengan
ahli gizi dalam
pemenuhan jumlah
kalori, dan jenis
nutrisi pasien
11. Yakinkan pasien
untuk
menkonsumsi
makan yang tinggi
serat untuk
pencegahan
konstipasi
46
12. Kolaborasi
pemberian
suplemen vitamin
seperti Fe, vitamin
C jika diperlukan
13. Kolaborasi cek
laboratorium
seperti albumin,
hb, dan kadar Ht
untuk
meningkatkan
intake nutrisinya
seperti tinggi
protein dan intake
cairan
9. Kolaborasi
dengan
laboratorium
untuk cek infeksi
marker, swab
tenggorokdan
evaluasi ASTO
10. Kolaborasi dalam
pemberian terapi
medikasi seperti
antibiotic (PMP),
dan anti inflamasi
(prednisolone)
11. Pastikan pasien
minum obat tepat
waktu
3.5 Implementasi dan Evaluasi
Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
jam keperawatan
19/7/2018 Risiko Penurunan 1. Memonitor tanda-tanda vital S:
Jam Cardiac Output 2. Memonitor capillary refill
09.00 3. Memonitor adanya takipnea, dispnea, Pasien mengatakan saat ini tidak ada
fatigue keluhan nyeri dada maupun berdebar.
09.30 4. Memposisikan pasien senyaman Pasien mengeluh masih lemas, lebih cepat
09.40 mungkin lelah saat aktivitas ringan dan kadang
09.50 5. Mengevaluasi adanya nyeri dada timbul sesak jika aktivitas sedang.
10.00 6. Memonitor tanda dan gejala dari O:
10.30 oedema
12.00 7. Memonitor bunyi jantung dan suara TD: 93/59 mmhg, HR: 98 x/menit, RR: 20
paru x/menit, Sat O2: 98% - 100%, CRT <2 detik,
8. Memonitor status nutrisi dan berat tidak tampak tanda gejala edema, tidak
badan tampak distensi vena jugularis, akral hangat,
12.30 9. Berkolaborasi dengan tim gizi dan tidak ada sianosis, Auskultasi jantung: S1
melibatkan keluarga pasien dalam normal dan S2 normal, terdapat murmur di
13.00 memberikan pasien makan siang sesuai akhir sistolic di ICS 5 sinistra, BB 40 kg
kebutuhan nutrisi DJ II 1800 Kkal/24 (19/7/18), makan siang habis ½ porsi, Intake
jam output (balance cairan): 300 – 300 = 0 cc,
10. Memonitor hemodinamik, intake output pasien tampak menghabiskan obat siang.
dan balance cairan A : Masalah belum teratasi
11. Kolaborasi pemberian obat:
- Diuretic: Furosemide1x40 mg PO P : Melanjutkan intervensi untuk risiko
- Anti inflamasi: Prednisone 4x20 mg penurunan cardiac output
PO
- Anti aritmia B-Blocker: Concor 1x1,25
49
Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
jam keperawatan
mg PO
- ACE inhibitor : Ramipril : 1x2,5 mg
PO
19/7/18 Intolerasi Aktifitas 1. Mengobservasi adanya pembatasan S:
Jam pasien dalam melakukan aktifitas
09.00 2. Mengkaji adanya faktor yang Pasien mengatakan saat ini tidak ada
menyebabkan kelelahan. keluhan nyeri, berdebar, maupun sesak.
09.20 3. Mengkaji kualitas tidur dan lamanya Pasien mengeluh masih lemas, lebih cepat
tidur pasien lelah saat aktivitas ringan seperti mandi
10.00 4. Membantu pasien untuk dan kadang timbul sesak jika aktivitas
mengembangkan motivasi diri dan sedang seperti berjalan-jalan. Pasien
penguatan positif untuk tetap bangun pagi pukul 6. Pasien membatasi
melakukan aktivitas ringan disamping aktivitasnya dan lebih banyak
tempat tidur sebagai peregangan menghabiskan waktu istirahat di tempat
12.00 persendian. tidur. Aktifitas yang dilakukan adalah
5. Monitor nutrisi dan sumber energi yang makan, mandi, tidur, main hp dan sesekali
13.00 adekuat berjalan-jalan ke ruang bermain jika badan
6. Memonitor respon kardiovaskuler pegal dan bosan di kamar.
terhadap aktifitas (takikardia, disritmia, O :
sesak nafas, diaphoresis, pucat, dan
perubahan hemodinamik) TD: 93/59 mmhg, HR: 98 x/menit, RR: 20
x/menit, Sat O2: 98% - 100%, CRT <2 detik,
tidak tampak sesak dan pucat. Tampak
kualitas tidur baik dengan lama waktu 8 jam
di malam hari. Pasien tampak mengalami
penurunan nafsu makan hanya
50
Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
jam keperawatan
menghabiskan ½ porsi makan siang. BB 40
Kg (19/7/18), IMT = 15,43 kg/m2
(underweight), Riwayat Hb 10.4,
konjungtiva anemis.
A : Masalah belum teratasi
P : Melanjutkan intervensi untuk risiko
intoleransi aktifitas berhubungan dengan
bedrest.
19/7/18 Ketidakseimbangan 1. Mengkaji adanya tingkat alergi S:
Jam nutrisi: kurang dari terhadap makan pada pasien
09.00 kebutuhan tubuh. 2. Mengkaji makanan kesukaan pasien Ibu pasien mengatakan, an. W mengalami
3. Memonitor turgor kulit, pucat, penurunan nafsu makan dan harus
09.20 kemerahan pada konjungtiva pasien dimotivasi sekali ketika makan. Pasien
4. Memonitoring adanya mual, muntah mengatakan tidak selera makan dan
09.30 dan kemampuan menelan. mudah kenyang karena cepat capek dan
09.40 5. Mengukur BB per 3 hari sakit tenggorokan
6. Mengedukasi pasien dan keluarga (Ibu) O:
10.00 tentang kebutuhan nutrisi pasien
7. Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi TD: 93/59 mmhg, HR: 98 x/menit, RR: 20
dalam pemenuhan jumlah kalori, dan x/menit, Sat O2: 98% - 100%, CRT <2 detik,
11.00 jenis nutrisi pasien turgor kulit elastis, tidak pucat dan
8. Meyakinkan pasien untuk konjungtiva ananemis. Tidak ada tanda mual
menkonsumsi makan yang tinggi serat muntah. Pasien tampak kesulitan menelan
12.00 untuk pencegahan konstipasi karena faringitis dan hanya menghabiskan ½
porsi makan siang. BB 40 Kg (19/7/18), IMT
51
Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
jam keperawatan
9. Memberikan makan siang dan = 15,43 kg/m2 (underweight), Hb: 11,6 gr/dL
menciptakan lingkungan yang nyaman (19/8/18)
13.00 untuk pasien selama makan
10. Memonitor jumlah makanan yang
13.10 dikonsumsi perhari A:
11. Memonitor intake output pasien per 24
jam Masalah belum teratasi
P:
Melanjutkan intervensi untuk ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
52
BAB IV
PEMBAHASAN
4.2 Pengkajian
Pengambilan data pada kasus ini dilakukan pada tanggal 19 juli 2018
dengan metode anamnese, pemeriksaan fisik, analisa pemeriksaan diagnostik dan
juga observasi. Ketika melakukan pengkajian, kelompok memperoleh data dari
klien dan juga melibatkan orangtua (ibu)klien.
53
54
Pada studi kasus, tanda dan gejala RHD yang dialami klien yang sesuai
dengan teori kriteria jones, yaitu selain hasil ASTO 598 IU/ml, ditemukan tanda
mayornya miokarditis, dan tanda minornya arthralgia dan riwayat
demam.Miokarditis ditandai dengan ditemukan valvulitis pada katub mitral
dengan mitral regurgitasi tingkat severe dan prolapse AML. Penyebab RHD pda
pasien bersumber dari hygiene yang buruk dengan riwayat tinggal daerah tepi
pantai dengan konsumsi air laut dan suber gigi bolong area graham belakang
bawah yang sdh lebih 5 tahun tidak dicabut. Untuk kriteria minor pada kasus
RHD yang dialami pasien yang berbanding terbalik adalah ditemukan gambaran
EKG berupa irama junctional takikardia. Junctional takikardia terjadi akibat
adanya gangguan hantaran impuls kelistrikan jantug dari SA node ke AV node.
Pada hasil kultur swab tenggorok tidak ditemukan kuman group A beta
hemoliticus streptokokus. Hal ini kemungkinan dikarenakan, pada saat
pengambilan sample, pasien sudah menjalani terapi pengobatan antibiotik dan
antiinflamasi selama 5 hari.
4.3 Diagnosa
Saat ini diagnosa keperawatan yang muncul yaitu risiko penurunan cardiac
output (CO). Risiko penurunan CO sebagai akibat dari perubahan anatomi katup
jantung berupa penurunan fungsi katup jantung akibat proses inflamasi pada
katup yang menyebabkan regurgitasi pada katub serta ditemukan hasil rongen
kardiomegali. Kelompok juga memproritaskan masalah tersebut karena, jika tidak
ditangani segera akan menimbulkan dampak yang lebih berat pada tubuh klien.
Diagnosa yang kedua adalah intoleransi aktifitas berhubungan dengan
gangguan sirkulasi. Klien diharapkan melakukan aktifitas minimal dan dibantu
dahulu dalam melakukan aktifitas berat. Pasien juga diistirahat dahulu dari
kegiatan sekolah. Klien juga memiliki riwayat intoleransi aktifitas akibat efek
mudah capek jika beraktivitas ringan.
Diagnosa yang terakhir yang kelompok angkat yaitu ketidakseimbangan
nutrisi berhubungan dengan respon lelah dan faringitis. Dalam 2 bulan terakhir,
pasien mengalami penurunan BB 8 kg dengan IMT 15,43 kg/m 2. Riwayat
konsumsi makanan biasanya sering dan habis 1 porsi akan tetapi dalam 2 bulan
terakhir ini mengalami penurunan menjadi 2x1/2 porsi per hari.
55
4.5 Evaluasi
56
5.1 KESIMPULAN
RHD merupakan suatu respon peradangan demam rematik yang tidak
tertangani yang menyerang imunitas tubuh seseorang akibat pajanan kuman
Streptococcus -Hemolyticus group A yang berasal dari infeksi faring yang
menyerang daerah pesendian, otak, jantung, dan kulit.
Pada asuhan keperawatan yang kelompok lakukan pada kasus RHD dengan
Mitral Regurgitasi pada pasien anak “W” kelompok mendapatkan masalah
keperawatan sebagai berikut: Risiko Penurunan Cardiac Output berhubungan
gangguan afterload/stroke volume akibat mitral regurgitasi, Intoleransi aktifitas
berhubungan gangguan sirkulasi/ketidak seimbangan asupan oksigen dengan
kebutuhan, Gangguan keseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kesulitan menelan akibat cepat lelah, Resiko infeksi
berhubungan dengan ketidak adekuatan pertahanan sekunder (agen supresi respon
inflamasi)
Dari keempat masalah keperawatan tersebut telah diambil tiga diagnosa yang
dilakukan perencanaan dan pelaksaan keperawatan. Berdasarkan kreteria hasil di
dapatkan evaluasi bahwa masalah keperawatan belum teratasi, di karenakan
waktu yang kelompok dapatkan terbatas.
5.2 SARAN
Perawat harus memiliki pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien RHD dan tumbuh kembangnya sangatlah penting untuk dapat
memberikan asuhan keperawatan yang maksimal baik pada pasien RHD maupun
orang tua. Sehingga dapat meningkatkan status kesehatan pasien. Hal ini
merupakan peran perawat dalam menurunkan angka morbilitas dan mortalitas.
57
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M dan Jane, H.Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8-Buku 3. Elsevier: ISBN
Moss & Adam. 2013. Heart Disease In Infants, Children, and Adolescents: including
the fetus and young adult. Volume 1: Ed 9. WoltersKluwers : E-Book
Park, Myung. 2008. Pediatric Cardiology for Practitioner. 5th Edition. Mosby
Elsevier: Philadelpia.
Siregar, Abdullah Afif. 2008. Demam Rheumatik dan Penyakit Jantung Rheumatik
Sebagai Permasalahan Indonesia disampaikan pada Pengukuhan Jabatan Guru
Besar tetap Fakultas Kedokteran. Dikutip pada 10 Febuari dari USU
Repository
Sudoyo, Aru. W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5: Jilid II.
Jakarta: Interna Publishing
Wong, Donna. L, et all. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6: volume 2.
Jakarta: EGC